Anda di halaman 1dari 12

43

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Penentuan Parameter Isoterm
Tahap penentuan parameter isoterm ditujukan untuk menentukan nilai patokan
parameter parameter isoterm yang akan digunakan pada estimasi parameter
Heterogeneous Surface Diffusion Model. Nilai parameter yang ditentukan digunakan
sebagai nilai tebakan awal pada fungsi panggil fminsearch pada piranti lunak matlab
Isoterm yang digunakan dalam penelitian ini merupakan Isoterm Langmuir. Isoterm
Langmuir memiliki persamaan dasar berupa :

(4.1)
Isoterm Langmuir dipilih sebagai isoterm yang dianggap paling tepat untuk dapat
memodelkan kesetimbangan konsentrasi pada fasa cairan dan fasa padatan dalam proses
adsorpsi batch metilen jingga ke dalam karbon aktif. Pemilihan isoterm Langmuir
didasarkan pada asumsi asumsi yang digunakan pada isoterm Langmuir, yaitu (F.O. &
E.O., 2010) dan (Zavareh, 2012) :
1. Lapisan adsorbat pada adsorben merupakan lapisan monolayer, adsorpsi hanya
terjadi pada gugus aktif spesifik yang terdapat pada permukaan adsorben.
2. Tiap gugus aktif adsorpsi hanya dapat mengadsorpsi satu molekul atau atom
adsorbat.
3. Tidak ada interaksi antara molekul adsorbat sehingga molekul yang teradsorpsi
pada permukaan adsorben tidak mengalami perpindahan (transmigrasi) posisi
gugus aktif
4. Setiap gugus aktif adsorpsi adalah identik dan terdapat kesama-rataan
penyebaran energi pada setiap gugus aktif.
Asumsi asumsi tersebut memiliki kecocokan dengan asumsi asumsi yang
digunakan dalam pemodelan kinetika adsorpsi batch metilen jingga ke dalam karbon aktif.
Sehingga, isoterm Langmuir dipilih sebagai persamaan isoterm yang dapat mewakilkan
proses adsorpsi batch metilen jingga ke dalam karbon aktif dengan baik.
Penentuan parameter dilakukan untuk menentukan nilai Q
m
dan k
L
pada berbagai
konsentrasi larutan dan suhu operasi. Tabel 4.1 menampilkan data parameter Isoterm
44

Langmuir yang ditentukan berdasarkan data percobaan adsorpsi zat warna metilen jingga
pada adsorben karbon aktif oleh (Gunawan, 2009) :
Tabel 4.1 Penentuan Parameter Isoterm Langmuir pada Berbagai Suhu
T
Q
m

(kg/kg)
k
L
(m
3
/kg)
30 C 0.053958 1077.5
40 C 0.067958 1548.947
50 C 0.040002 4032.097
60 C 0.073346 1250.826
Berdasarkan Tabel 4.1, dapat dilihat bahwa semakin tinggi temperatur operasi,
maka harga parameter Isoterm Langmuir Q
m
dan k
L
cenderung meningkat. Kapasitas
kesetimbangan monolayer antara adsorbat dan adsorben yang dilambangkan oleh konstanta
Q
m
merupakan fungsi temperatur, sehingga perubahan temperatur akan secara langsung
mempengaruhi kapasitas kesetimbangan adsorben (Calderon, Moraga, Leal, Agouborde,
Navia, & Vidal, 2008). Peningkatan temperatur menyebabkan pertambahan energi kinetik
pada partikel partikel adsorben dan adsorbat. Bertambahnya energi kinetik meningkatkan
frekuensi kolisi antar partikel sehingga proses adsorpsi yang terjadi semakin baik dan
cepat. Oleh karena itu, konstanta k
L
yang melambangkan intensitas proses adsorpsi akan
meningkat seiring peningkatan temperatur (Ahmad, Chan, Shukor, & Mashitah, 2009).
Penyimpangan dapat diamati pada suhu 60
o
C. Pada suhu 60
o
C, nilai konstanta k
L

diamati mengalami penurunan dibandingkan pada temperatur 50
o
C. Penyimpangan ini
disebabkan oleh nilai k
L
pada suhu 50
o
C yang terlampau tinggi disebabkan oleh nilai Q
m

yang lebih rendah pada suhu yang sama. Berdasarkan linearisasinya, nilai Q
m
dan k
L

terhubung melalui persamaan (4.2) sehingga penurunan nilai Q
m
akan meningkatkan nilai
k
L
.

(4.2)
Penurunan nilai Q
m
mengindikasikan terjadinya penurunan kapasitas adsorpsi pada
suhu 50
o
C. Berdasarkan data kesetimbangan adsorpsi literatur yang disajikan pada Tabel
4.2, nilai C
e
yang tercatat pada suhu 50
o
C dan C
o
= 30 ppm diamati lebih tinggi daripada
nilai C
e
pada suhu lainnya dengan nilai C
o
yang sama. Nilai C
e
berbanding terbalik dengan
nilai q
e
, sehingga nilai C
e
yang lebih tinggi menunjukkan bahwa terdapat lebih sedikit
45

adsorbat yang teradsorpsi ke dalam adsorben. Hal ini kemudian menyebabkan nilai Q
m

hasil regresi menurun dan menyebabkan penyimpangan.
Tabel 4.2 Tabel Konsentrasi Kesetimbangan (C
e
) pada Berbagai Temperatur dan C
o

C
e

T
C
o

10 ppm 20 ppm 30 ppm
30 C 0.00031 0.00167 0.003507
40 C 0.000184 0.000835 0.00101
50 C 0.000287 0.000345 0.006849
60 C 0.000285 0.000446 0.001519

4.2 Estimasi Parameter Heterogeneous Surface Diffusion Model
Estimasi parameter Heterogeneous Surface Diffusion Model dilakukan terhadap
parameter k
L
, Q
m
, f
1
, f
2
, k
1
, k
2
, k
3
, k
f
, dan D
s
. Estimasi parameter dilakukan untuk
menentukan parameter-parameter pada persamaan HSDM dengan didasarkan pada data
hasil penelitian yang dilakukan oleh (Gunawan, 2009). Perintah utama yang digunakan
untuk melakukan estimasi parameter pada piranti lunak matlab adalah fminsearch dan
ode45. Data hasil estimasi parameter disajikan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Tabel Estimasi Parameter Heterogeneous Surface Diffusion Model
Suhu

Satuan 10 ppm SSE 20 ppm SSE 30 ppm SSE
30 C

k
L
(m
3
/kg) 2.10E+03
4.23E-
21

2.10E+03
8.30E-
12

2.10E+03
2.06E-
11

Q
m
(kg/kg) 3.11E+00 3.11E+00 3.11E+00
f
1
- 1.01E-01 1.01E-01 1.01E-01
f
2
- 5.15E-01 5.15E-01 5.15E-01
k
1
(1/s) 7.35E-03 7.58E-03 8.88E-03
k
2
(1/s) 3.06E-04 3.58E-04 5.45E-04
k
3
(1/s) 3.35E-04 3.63E-04 3.61E-04
k
f
(1/s) 5.30E-03 5.30E-03 5.30E-03
D
s
(m
2
/s) 2.88E-13 3.59E-13 5.62E-13

k
L
(m
3
/kg) 2.58E+03
3.00E-
05

2.58E+03
3.89E-
24

2.58E+03
8.01E-
12

40 C

Q
m
(kg/kg) 3.17E+00 3.17E+00 3.17E+00
f
1
- 1.01E-01 1.01E-01 1.01E-01
f
2
- 5.15E-01 5.15E-01 5.15E-01
k
1
(1/s) 2.01E-03 8.32E-03 1.04E-02
k
2
(1/s) 4.04E-04 3.92E-04 9.24E-04
k
3
(1/s) 1.91E-03 4.12E-04 2.12E-04
k
f
(1/s) 5.79E-03 5.79E-03 5.79E-03
D
s
(m
2
/s) 3.07E-13 3.85E-13 6.19E-13
46

Suhu Satuan 10 ppm SSE 20 ppm SSE 30 ppm SSE
50 C

k
L
(m
3
/kg) 3.66E+03
4.17E-
20

3.66E+03
2.53E-
11

3.66E+03
2.29E-
11

Q
m
(kg/kg) 3.58E+00 3.58E+00 3.58E+00
f
1
- 1.01E-01 1.01E-01 1.01E-01
f
2
- 5.15E-01 5.15E-01 5.15E-01
k
1
(1/s) 1.07E-02 1.08E-02 1.58E-02
k
2
(1/s) 4.86E-04 1.05E-04 1.24E-04
k
3
(1/s) 6.23E-04 6.37E-04 9.96E-04
k
f
(1/s) 6.74E-03 6.74E-03 6.74E-03
D
s
(m
2
/s) 3.43E-13 4.61E-13 6.25E-13
60 C

k
L
(m
3
/kg) 4.01E+03
5.56E-
22

4.01E+03
6.87E-
11

4.01E+03
6.84E-
14

Q
m
(kg/kg) 2.01E+00 2.01E+00 2.01E+00
f
1
- 1.01E-01 1.01E-01 1.01E-01
f
2
- 5.15E-01 5.15E-01 5.15E-01
k
1
(1/s) 1.65E-02 1.33E-04 7.25E-02
k
2
(1/s) 6.91E-04 1.80E-02 6.57E-01
k
3
(1/s) 8.21E-04 5.41E-04 6.80E-02
k
f
(1/s) 8.61E-03 8.61E-03 8.61E-03
D
s
(m
2
/s) 4.35E-13 2.34E-14 9.15E-14

Estimasi parameter dilangsungkan dengan cara melakukan curve fitting data model
berupa nilai konsentrasi fasa bulk terhadap data literatur hasil percobaan (Gunawan,
2009). Evaluasi curve fitting dilakukan dengan cara menghitung SSE dan parameter
ditentukan dari hasil iterasi dengan nilai SSE terkecil. Gambar 4.1 merupakan salah satu
contoh pengaluran data curve fitting yang dilakukan pada data percobaan oleh (Gunawan,
2009).
47


Gambar 4.1 Curve Fitting Data Model terhadap Data Percobaan pada Tempuhan 30
o
C, 10
ppm.

Data Cmodel yang dibandingkan terhadap literatur merupakan data perpindahan
masa secara konvektif yang terjadi pada fasa bulk. Data tersebut diperoleh dari model
Heterogeneous Surface Diffusion dengan parameter yang diestimasi dengan perintah utama
fminsearch pada piranti lunak matlab. Parameter yang telah diestimasi kemudian
digunakan dalam perintah ode45 untuk menyelesaikan persamaan diferensial parsial
dalam model. Estimasi parameter dilakukan dengan patokan ketelitian yaitu syarat nilai
SSE minimum sebesar 1E-5 yang merupakan standar matlab terhadap nilai SSE
minimum. Curve fitting yang disajikan pada Gambar 4.1 telah memenuhi syarat tersebut
karena memiliki nilai SSE sebesar 4.22525059358325E-21.

4.2.1 Parameter k
1
, k
2
, k
3
, f
1
, dan f
2

Parameter k
1
, k
2
, k
3
, f
1
, dan f
2
merupakan parameter-parameter yang melambangkan
adanya variasi ukuran pori pada permukaan adsorben. Parameter k
1
, k
2
, dan k
3
berturut-
turut merupakan besaran perpindahan masa pada macropore, mesopore, dan micropore.
Sedangkan, parameter f
1
dan f
2
berturut-turut merupakan fraksi kapasitas adsorpsi
48

macropore dan mesopore pada permukaan adsorben. Fraksi kapasitas adsorpsi micropore
(f
3
) dihitung dengan korelasi :

(4.3)
Berdasarkan Tabel 4.3, rasio distribusi macropore : mesopore : micropore hasil
estimasi adalah 10:51:39. Ukuran pori dengan distribusi terbesar merupakan mesopore
pada 51%, kemudian micropore sebesar 39%, dan macropore pada 10%. Hasil estimasi
tersebut menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi terbesar di dalam adsorben yang diteliti
merupakan kapasitas adsorpsi pada mesopore.
Parameter k
1
, k
2
, dan k
3
merupakan konstanta perpindahan masa di dalam adsorben.
Pernyataan ini serupa dengan definisi konstanta k
f
yang merupakan konstanta perpindahan
masa konvektif pada fasa larutan. Berdasarkan kesamaan definisi, karakteristik dari
konstanta konstanta k
1
, k
2
, dan k
3
dapat diasumsikan mendekati karakteristik konstanta
perpindahan masa konvektif (k
f
). Asumsi tersebut juga didasarkan pada bentuk persamaan
perpindahan masa yang menggunakan kedua jenis konstanta tersebut :

(4.4)

(4.5)
Bentuk persamaan (4.4) yang menggunakan k
f
identik dengan persamaan (4.5) yang
menggunakan k
1
dan k
2
. Hal ini mendukung pernyataan kemiripan karakteristik kedua jenis
konstanta sebagai parameter perpindahan masa. Karakteristik yang dimaksud merupakan
kecenderungan konstanta k
1
, k
2
, dan k
3
terhadap temperatur dan juga konsentrasi awal
larutan.
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa k
1
, k
2
, dan k
3
cenderung meningkat seiring
peningkatan temperatur. Peningkatan konsentrasi awal juga meningkatkan nilai ketiga
konstanta. Namun, tidak semua parameter menunjukkan kecenderungan yang sama.
Konstanta k
3
pada tempuhan 40
o
C dan konstanta k
2
pada tempuhan 50
o
C cenderung
berkurang pada peningkatan nilai konsentrasi awal.

4.2.2 Pengaruh Temperatur dan Konsentrasi terhadap Parameter Isoterm k
L
dan
Q
m

Konstanta k
L
dan Q
m
merupakan konstanta fungsi temperatur, pada nilai temperatur
yang sama, besaran tersebut memiliki harga yang konstan. Berdasarkan asumsi tersebut,
nilai konstanta k
L
dan Q
m
untuk tiap tempuhan pada berbagai konsentrasi ditentukan
49

konstan pada temperatur operasi yang sama. Penentuan parameter k
L
dan Q
m
didasarkan
pada iterasi dengan nilai SSE terkecil dan pertimbangan kecenderungan nilai parameter
yang sesuai dengan kecenderungan pada literatur. Hasil estimasi parameter Isoterm
Langmuir k
L
dan Q
m
disajikan pada Tabel 4.3.
Berdasarkan Tabel 4.3, nilai k
L
dan Q
m
cenderung meningkat seiring dengan
peningkatan temperatur. Peningkatan nilai konstanta Isoterm Langmuir disebabkan oleh
pertambahan energi kinetik akibat peningkatan temperatur yang juga menyebabkan
kapasitas kesetimbangan maksimum adsorpsi bertambah.

4.2.3 Pengaruh Temperatur dan Konsentrasi terhadap Parameter k
f
dan D
s

Parameter k
f
merupakan konstanta perpindahan massa secara konvektif.
Perpindahan masa adsorbat terjadi dari fasa bulk menuju permukaan terluar adsorben.
Konstanta k
f
merupakan fungsi dari difusivitas partikel sehingga secara langsung,
konstanta k
f
merupakan fungsi temperatur operasi dan konsentrasi partikel di dalam larutan
(Seader, Henley, & Roper, 2010). Persamaan yang menghubungkan antara k
f
dengan
difusivitas partikel dan difusivitas pertikel terhadap temperatur adalah sebagai berikut
(Bird, Stewart, & Lightfoot, 2002) (Rakoczy & Masiuk, 2011):

(4.6)

(4.7)
Berdasarkan persamaan (4.6), peningkatan temperatur operasi akan memperbesar
harga difusivitas partikel. Berdasarkan persamaan (4.7), harga difusivitas partikel
berbanding lurus dengan k
f
sehingga peningkatan harga difusivitas partikel akan
memperbesar harga k
f
. Dengan demikian, peningkatan temperatur secara langsung akan
meningkatkan nilai k
f
. Hal ini sesuai dengan hasil percobaan yang menunjukkan bahwa
nilai kf cenderung meningkat terhadap peningkatan temperatur.
Dalam penelitian ini, nilai k
f
diasumsikan tidak berubah terhadap perubahan
konsentrasi awal. Asumsi ini didasarkan pada hasil percobaan (Gunawan, 2009) dimana
variasi konsentrasi awal tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan
nilai k
f
. Asumsi tersebut juga dapat digunakan karena konsentrasi awal yang divariasikan
berada pada rentang yang rendah yaitu pada 10-30 ppm dengan selisih sebesar 10 ppm
0.01 kg/m
3
.
50

Berdasarkan Gambar 4.3, nilai k
f
cenderung meningkat terhadap peningkatan
temperatur. Peningkatan nilai k
f
terhadap peningkatan temperatur menunjukkan bahwa
pada suhu yang lebih tinggi, terjadi perpindahan masa konvektif yang lebih cepat dari fasa
bulk menuju permukaan adsorben. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan energi
kinetik tiap partikel adsorbat dalam proses adsorpsi. Peningkatan energi kinetik
mendukung pergerakan partikel yang lebih cepat sehingga terjadi perpindahan masa
adsorbat yang lebih cepat pada suhu tinggi.
Parameter D
s
merupakan koefisien difusivitas permukaan yang menggambarkan
laju difusi partikel adsorbat pada permukaan di dalam adsorben. D
s
dapat dinyatakan
berdasarkan temperatur dan konsentrasi adsorbat berdasarkan korelasi berikut (Irvine,
1993) (conc dep AiChe):

(4.8)

(4.9)
Berdasarkan korelasi yang dinyatakan oleh persamaan (4.8), koefisien difusivitas
permukaan (D
s
) akan meningkat pada pertambahan temperatur operasi. Peningkatan nilai
difusivitas dapat disebabkan oleh nilai viskositas larutan yang turun pada temperatur yang
meninggi sehingga pergerakan partikel akan menjadi lebih cepat. Pergerakan partikel yang
semakin cepat juga disebabkan oleh peningkatan energi kinetik akibat peningkatan suhu.
Hal ini dibuktikan benar pada hasil estimasi parameter.
Berdasarkan persamaan (4.9), dapat dilihat bahwa nilai D
s
berbanding lurus dengan
nilai q. Nilai q berkaitan dengan nilai konsentrasi awal larutan; semakin besar nilai
konsentrasi awal larutan, maka nilai q juga akan semakin besar. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan konsentrasi yang makin tinggi akan menyebabkan driving force perpindahan
massa meningkat sehingga difusivitas partikel juga akan makin cepat (Grassi, Kaykioglu,
Belgiorno, & Lofrano, 2012). Korelasi yang menghubungkan antara konsentrasi awal
larutan dengan konsentrasi di dalam adsorben dinyatakan dalam persamaan (4.10)
(Ahmad, Chan, Shukor, & Mashitah, 2009):

(4.10)
Hasil estimasi pada Tabel 4.3 menunjukkan bahwa pada semua temperatur operasi,
nilai Ds cenderung meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi awal larutan. Hal
yang berbeda diamati pada suhu operasi 60
o
C dimana terjadi penurunan nilai Ds terhadap
51

peningkatan konsentrasi yang cukup signifikan. Penyimpangan yang terjadi menunjukkan
bahwa model HSDM tidak dapat memodelkan peristiwa adsorpsi pada nilai temperatur
operasi tinggi dengan nilai konsentrasi awal yang tinggi pula.

4.3 Pra-Simulasi
Langkah pra-simulasi dilakukan dengan memodelkan profil konsentrasi terhadap
jari jari adsorben dan waktu operasi pada temperatur operasi yang dicantumkan literatur.
Pemodelan dilakukan dengan menggunakan parameter yang telah diestimasi pada langkah
sebelumnya. Tahap pra-simulasi dilakukan untuk mencocokan profil konsentrasi adsorbat
dalam macropore model terhadap profil konsentrasi adsorbat pada literatur. Langkah ini
dilakukan untuk menentukan validasi model terhadap data literatur dengan mengamati
kemiripan profil konsentrasi yang ditampilkan dalam bentuk grafik 3 dimensi variabel
konsentrasi adsorbat di dalam macropore (q
m
) terhadap jari jari adsorben (r) dan waktu
operasi (t). model dianggap akurat jika dapat memodelkan profil konsentrasi yang identik
dengan profil konsentrasi yang disajikan pada literatur.

Gambar 4.2 Profil 3 Dimensi Nilai q
m
terhadap Waktu dan Jari-Jari Adsorben pada
Kondisi operasi 30
o
C dan 10 ppm
52


Gambar 4.3 Data literatur pengaluran q
m
terhadap r dan t pada 30
o
C dan 10 ppm

Berdasarkan Gambar 4.2, dapat dilihat bahwa konsentrasi adsorbat di dalam
adsorben mengalami peningkatan terhadap penambahan waktu operasi dan terhadap jari-
jari adsorben. Konsentrasi akan meningkat seiring bertambahnya waktu operasi hingga
akhirnya konstan pada nilai tertentu. Nilai q
m
diamati mencapai nilai konstan pada t 2000
detik. Nilai konsentrasi juga diamati meningkat terhadap jari jari adsorben, konsentrasi
adsorbat yang makin besar diamati pada jari jari adsorben yang lebih luar.
Ketidaksesuaian profil konsentrasi antara data model dengan data literatur pada
Gambar 4.3 tampak pada nilai jari jari terluar, yaitu terjadi peningkatan nilai q
m
yang
melebihi nilai q
m
saat kesetimbangan. Berdasarkan korelasi Isoterm Langmuir, konsentrasi
maksimum di dalam suatu adsorben adalah sama dengan konsentrassi kesetimbangannya.
Dengan demikian, konsentrasi yang terukur di dalam suatu adsorben seharusnya tidak
dapat melebihi konsentrasi kesetimbangannya. Penyimpangan konsentrasi ini dapat
diamati pada semua tempuhan pra-simulasi. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa HSDM
tidak dapat mewakili proses adsorpsi yang terjadi di dalam adsorben karbon aktif terhadap
metilen jingga dengan baik.
53

Heterogeneous Surface Diffusion Model merupakan model matematis dengan
kerumitan cukup tinggi yang nampak dari jumlah parameternya yaitu sebanyak 8 buah
parameter (k
1
, k
2
, k
3
, f
1
, f
2
, f
3
, k
f
, dan D
s
). Model dengan tingkat kerumitan tinggi biasanya
hanya dapat memodelkan fenomena fenomena fisik pada rentang kondisi yang tidak luas
(Lith, 2002). Seperti yang dilaporkan pada hasil penelitian ini, meskipun HSDM dapat
melaporkan hasil curve fitting yang baik, model tersebut ternyata tidak dapat mewakili
fenomena yang terjadi di dalam adsorben pada rentang kondisi yang lebar dengan tepat .

53

BAB V
KESIMPULAN

1. Heterogeneous Surface Diffusion Model tidak dapat memodelkan proses adsorpsi
batch metilen jingga ke dalam karbon aktif menggunakan Isoterm Langmuir dengan
tepat.
2. Urutan distribusi pori dari yang paling banyak hingga yang paling sedikit berturut
turut adalah mesopore, micropore, dan macropore.
3. Nilai D
s
dan k
f
cenderung meningkat pada peningkatan temperatur.
4. Nilai D
s
cenderung meningkat pada peningkatan konsentrasi awal larutan.

Anda mungkin juga menyukai