Oleh :
ABSTRAK
Telah dilakukan analisis kuantitatif parasetamol dan fenilpropanolamin hidroklorida dalam campuran
menggunakan metode panjang gelombang peak to peak . Pada metode ini dilakukan derivatisasi spektrum,
yaitu menurunkan absorbansi terhadap panjang gelombang (dA/dλ). Analisis kuantitatif parasetamol dan
fenilpropanolamin hidroklorida dilakukan pada panjang gelombang peak to peak , dan sebaliknya. Dari
penelitian ini diperoleh panjang gelombang peak to peak parasetamol adalah 243,8 nm dan panjang
gelombang peak to peak fenilpropanolamin hidroklorida adalah 258,4 nm. Kurva kalibrasi diperoleh dari
konsentrasi 2 – 10 ppm untuk parasetamol dan konsentrasi 100 – 500 ppm untuk fenilpropanolamin
hidroklorida. Penetapan kadar parasetamol ditetapkan pada panjang gelombang peak to peak
fenilpropanolamin hidroklorida 258,4 nm, dengan nilai rata-rata d 4A/d4λ sebesar 0,003 A, rata-rata perolehan
kembali sebesar 95,89 %, dan koefisien variasi sebesar 0,18 %. Sedangkan penetapan kadar
fenilpropanolamin HCl ditetapkan pada panjang gelombang peak to peak parasetamol 243,8 nm dengan nilai
rata-rata d4A/d4λ sebesar 0,015 A, rata-rata perolehan kembali sebesar 98,32 %, dan koefisien variasi 0,36 %.
Metode ini telah divalidasi dan diterapkan pada sediaan simulasi parasetamol dan fenilpropanolamin
hidroklorida dengan perolehan yang dapat memenuhi standar validasi.
ABSTRACT
Quantitative analysis of paracetamol and phenylpropanolamine hidrocloride in mixtures using peak to peak
wavelength method has been carried out. The derivative spectrum was obtained by derivating the absorbance
against the wavelength (dA/dλ). Quantitative analysis of paracetamol and phenylpropanolamine hidrocloride
was measured at peak to peak wavelength of paracetamol and phenylpropanolamine hidrocloride, and vice
versa. Result showed that peak to peak wavelength paracetamol was at 243,8 nm, and the peak to peak
wavelength of phenylpropanolamine hidrocloride was 258,4 nm. The linear calibration curve was the range
of 2 -10 ppm for paracetamol and 100 -500 ppm for phenylpropanolamine hidrocloride. The determination of
paracetamol obtained at peak to peak phenylpropanolamine hidrocloride 258,4 nm with average d4A/d4λwas
0,003 nm, average recovery 95,89 % and coefficient variation 0,18 %. And phenylpropanolamine
hidrocloride obtained at peak to peak paracetamol 243,8 nm with average d4A/d4λwas 0,015 nm, average
recovery 98,32 % and coefficient variation 0,36 %. This method has been validated and applied to the assay
of simulation preparation paracetamol and phenylpropanolamine hidrocloride with satisfactory results
already completed standart validation result.
Spektrofotometri derivatif merupakan metode perhitungan terhadap data yang diperoleh dari
spektrofotometri ultraviolet-sinar tampak. Pada spektrofotometri ultraviolet-sinar tampak ini, dibuat
kurva absorpsi yang merupakan perajahan absorban (A) terhadap panjang gelombang (λ) (Willard, 1988).
Pada metode ini, perajahan A terhadap λ diubah menjadi perajahan dA/dλterhadap λ (kurva absorpsi
derivatif pertama). Metode ini dapat digunakan untuk analisis campuran tanpa pemisahan terlebih dahulu.
Aplikasi yang sangat penting pada spektrofotometri derivatif ultraviolet-sinar tampak yaitu untuk
identifikasi jenis kuantitatif dimana suatu spektrum derivatif dibuat untuk menandai antar campuran yang
terjadi tumpang tindih spektra (Connors, 1982; Willard, 1988; Skoog, 1998).
Campuran parasetamol dan fenilpropanolamin HCl merupakan salah satu jenis kombinasi dalam
formula sediaan tablet analgesik dan dekongestan. Analisis kuantitatif parasetamol dan
fenilpropanolamin HCl dapat dilakukan dengan spektrofotometri ultraviolet-sinar tampak. Pada
penetapan kadar parasetamol dan fenilpropanolamin HCl dalam campuran secara spektrofotometri
ultraviolet-sinar tampak yang menjadi kendala adalah terjadinya tumpang tindih spektra karena kedua
senyawa tersebut dapat larut dalam pelarut yang sama yaitu aquadest serta memiliki serapan maksimum
pada panjang gelombang yang berdekatan. Untuk menentukan kadar parasetamol dan fenilpropanolamin
HCl dalam sediaan campuran, maka dikembangkanlah metode spektrofotometri derivatif peak to peak.
Dimana masing-masing komponen tidak saling mengganggu atau gangguan dari komponen lain paling
kecil dari dua panjang gelombang (Clarke’s, 1986).
1. Bagaimana menentukan kadar parasetamol dan fenilpropanolamin HCl dalam campuran dengan
metode spektrofotometri derivatif dengan menggunakan panjang gelombang peak to peak?
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar parasetamol dan fenilpropanolamin HCl dalam
campuran, dan menerapkan spektrofotometri derivatif dengan menggunakan panjang gelombang peak to
peak untuk parasetamol dan fenilpropanolamin HCl dalam campuran.
Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
metode analisis kuantitatif untuk menentukan kadar parasetamol dan fenilpropanolamin HCl dengan
menggunakan panjang gelombang peak to peak.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Spektrofotometri Ultraviolet - Sinar Tampak
Spektrofotometri ultraviolet-sinar tampak adalah anggota teknis analisis spektroskopi yang
memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm)
dengan memakai instrument spektrofotometer. Spektrofotometri ultraviolet-sinar tampak melibatkan
energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri ultraviolet-
sinar tampak lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif ( Mulja, 1995).
Semua molekul dapat mengabsorpsi radiasi daerah ultraviolet-sinar tampak karena mereka
mengandung elektron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat dieksitasikan ke tingkat energi yang
lebih tinggi (Underwood, 2002).
Ada tiga macam distribusi elektron di dalam suatu senyawa organik secara umum, yang selanjutnya
dikenal sebagai orbital elektron pi (π), sigma (σ) dan elektron tidak berpasangan (n). Sistem yang
menyebabkan terjadinya absorpsi sinar disebut kromofor. Kromofor merupakan semua gugus atau atom
dalam senyawa organik yang mampu menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak (Mulja, 1995).
2.1.1. HukumLambert-Beer
A. Hukum Lambert
Hukum ini menyatakan bahwa bila cahaya monokromatik melewati medium tembus cahaya, laju
berkurangnya intensitas oleh bertambahnya ketebalan berbanding lurus dengan intensitas
cahaya. Ini setara dengan menyatakan bahwa intensitas cahaya yang dipancarkan berkurang
secara eksponensial dengan bertambahnya ketebalan medium yang menyerap atau dinyatakan
bahwa lapisan manapun dari medium itu yang tebalnya sama akan menyerap cahaya masuk
kepadanya dengan fraksi yang sama. Hukum ini dapat dinyatakan oleh persamaan sebagai
berikut:
Io
Log = K1 ……………. (1)
It
Dengan:
L = Tebalnya medium
K = Faktor kesebandingan ε
B. Hukum Beer
Beer mengkaji efek konsentrasi penyusun yang berwarna dalam larutan terhadap transmisi
maupun absorpsi cahaya. Ditemukannya hubungan yang sama antara transmisi dan konsentrasi
seperti yang ditemukan Lambert antara transmisi dan ketebalan lapisan yakni, intensitas berkas
cahaya monokromatik berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi zat
penyerap secara linier. Hal ini dapat dinyatakan oleh persamaan sebagai berikut:
Io
Log = K2C…………….(2)
It
Persamaan di atas bila digabung akan menjadi:
Io
Log =acL
It
Inilah persamaan fundamental dari kolorimetri dan spektrofotometri, dan sering disebut sebagai
hukum Lambert-Beer. Dimana:
c = konsentrasi (mol/Liter)
Metode spektrofotometri hanya dapat menganalisis suatu senyawa dalam sampel jika
komponen lain dalam sample tersebut tidak mengganggu pengukuran. Tetapi sering untuk
menganalisis masing-masing senyawa yang terkandung dalam suatu sampel, masing-masing
senyawa tersebut tidak perlu diisolasi terlebih dahulu. Seandainya suatu larutan mengandung dua
senyawa yang menyerap X dan Y. Rumit tidaknya situasi bergantung pada spektra absorpsi X
dan Y (Underwood, 2002).
Kurva yang terbentuk antara absorban dan panjang gelombang dapat tidak tumpang tindih atau
terdapat suatu panjang gelombang dimana X menyerap dan Y tidak, serta panjang gelombang
dimana Y menyerap dan X. Senyawa X dan Y dapat diukur pada masing-masing panjang
gelombang λ1 dan λ2.
Gambar II.2 Spektrum absorpsi senyawa X dan Y. (spektra absorpsi dua panjang gelombang tanpa tumpang tindih).
Kurva yang terbentuk antara absorban dan panjang gelombang dapat tumpang tindih, dimana Y
tidak mengganggu pengukuran X pada λ 1, tetapi X memang menyerap cukup banyak bersama-
sama Y pada λ 2 (Gambar 2.3). Konsentrasi X ditetapkan langsung dari absorban larutan pada λ 1,
kemudian absorban yang disumbangkan oleh konsentrasi X pada λ 2 dihitung dari absorpsitivitas
molar X pada λ 2, yang telah diketahui sebelumnya. Sumbangan ini dikurangkan dari absorban
terukur larutan pada λ 2, sehingga akan diperoleh absorbans yang disebabkan oleh Y; konsentrasi
Y kemudian bisa diukur dengan cara yang lazim.
Gambar II.3 Spektrum absorpsi senyawa X dan Y. (Spektrum absorpsi dua panjang gelombang yang tumpang tindih satu arah).
Gambar II.4 Spektrum senyawa X dan Y. (Spektrum absorpsi dua panjang gelombang yang tumpang tindih satu arah).
Spektrofotometri derivatif digunakan untuk mengalih bentuk data spektrum, yaitu apabila pita-pita
serapan zat-zat di dalam campuran saling tumpang tindih atau saling berdekatan. Pada spektrum yang dialih
bentukkan dapat menghasilkan profil yang lebih rinci, yang tidak terlihat pada spektrum normal akan menjadi
panjang gelombang peak to peak spektrum derivatif pertama, kedua, ketiga dan keempat.
Sifat penting proses derivatif adalah mengubah pita-pita lebar menjadi pita-pita tajam, yang meningkat
sesuai dengan orde derivatif. Proses derivatif dapat menghilangkan gangguan spektrum yang lebar, serta dapat
meningkatkan kepekaan deteksi pada turunan lainnya. Jenis gangguan latar belakang, misalnya hamburan
Rayleigh juga dapat dihilangkan dalam spektrum derivat.
Pengalihan bentuk spektrum ultraviolet-cahaya tampak menjadi derivat pertama atau derivat lebih tinggi
menghasilkan profil yang lebih karakteristik daripada spektrum orde-nol, namun kandungan informasi
datanya tidak berubah. Metode derivatif biasanya digunakan sebanding dengan data resolusi kromatografi
atau densitometri.
2.4.1 Parasetamol
OH NHCOCH3
Gambar II.5 Struktur kimia parasetamol
Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0% C 8H9NO2,
dihitung terhadap zat anhidrat. Parasetamol murni berbentuk serbuk hablur, putih; tidak berbau; rasa
sedikit pahit. Parasetamol larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N; mudah larut
dalam etanol. Parasetamol mempunyai spektrum serapan ultraviolet yang mudah berubah tergantung
pada pH. Parasetamol memberikan panjang gelombang serapan maksimum pada panjang gelombang
242-257 nm. Metode analisisnya dapat dilakukan dengan spektrofotometri ultraviolet-sinar tampak.
Pada penetapan kadar parasetamol dalam campuran secara spektrofotometri ultraviolet-sinar tampak
mengalami kesulitan yaitu terjadinya tumpang tindih spektra karena campuran senyawa tersebut
memilki serapan maksimum pada panjang gelombang yang berdekatan, maka digunakan metode
spektrofotometri derivatif menggunakan panjang gelombang peak to peak untuk menentukan kadar
parasetamol dalam sediaan campuran (Sirait, 1995 ; Clarke’s, 1986).
H H
C C CH3 .HCl
OH NH2
BAB III
ALAT, BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : spektrofotometer ultraviolet-sinar tampak
(Shimadzu UV-160 U), kuvet kuarsa (Hellma), timbangan analitis (Pioneer™ Ohaus), alat pengaduk
ultrasonik (Elmasonic), mikro pipet 20-200µl (Finnpipette) dan alat – alat gelas standar laboratorium.
Bahan yang digunakan untuk proses penelitian ini adalah : parasetamol (PT. Riasima Abadi Farma),
fenilpropanolamin HCl (Cheng Fong Chemical CO., LTD), sacharum lactis (Brataco), aquadest (Brataco).
3.2.2 Penentuan panjang gelombang serapan maksimum parasetamol dan fenilpropanolamin HCl
dalam aquadest.
Parasetamol dibuat larutan baku dengan konsentrasi 4 ppm, sedangkan fenilpropanolamin HCl
dibuat 300 ppm. Kemudian masing-masing dari larutan tersebut diukur serapannya pada rentang
panjang gelombang 200-300 nm dengan aquadest sebagai blangko, sehingga diperoleh panjang
gelombang serapan maksimum.
3.2.3Penentuan panjang gelombang peak to peak parasetamol dan fenilpropanolamin HCl dalam
aquadest.
Kurva kalibrasi parasetamol dilakukan dengan cara dibuat satu seri larutan campuran yang
mengandung parasetamol dan fenilpropanolamin HCl dengan perbandingan konsentrasi (ppm) sebagai
berikut : 0:300 ; 2:300 ; 4:300 ; 6:300 ;8:300 ; 10:300. Masing-masing larutan diukur dA/d λ pada
panjang gelombang peak to peak fenilpropanolamin HCl. Dibuat kurva kalibrasi dA/dλ terhadap
konsentrasi parasetamol.
Kurva kalibrasi fenilpropanolamin HCl dibuat dengan cara yang serupa seperti pembuatan
kurva kalibrasi parasetamol, perbandingan konsentrasi (ppm) fenilpropanolamin HCl dan parasetamol
sebagai berikut : 0:4 ; 100:4 ; 200:4 ; 300:4 ; 400:4 ; 500:4. Masing-masing larutan diukur dA/dλ pada
panjang gelombang peak to peak parasetamol. Dibuat kurva kalibrasi dA/dλ terhadap konsentrasi
fenilpropanolamin HCl.
A. Akurasi
Serbuk tablet simulasi ditimbang seksama setara dengan berat rata-rata per tablet, kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dengan pelarut aquadest. Larutan diukur serapannya pada
panjang gelombang analisis parasetamol dan fenilpropanolamin HCl dalam campuran keduanya.
Akurasi dievaluasi dengan cara menentukan perolehan kembali (%) sejumlah analit yang
ditambahkan ke dalam basis tablet (metode simulasi).
x 100 %
B. Presisi
Presisi diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variansi).
i( xi−x) 2
SB=
√ n−1
KV = 100
BAB IV
Serapan maksimum dari parasetamol dan fenil propanolamin HCl berada pada panjang gelombang
yang berdekatan. Hal ini menyebabkan terjadinya tumpang tindih (overlapping) spectrum secara total seperti
yang terlihat pada gambar berikut:
Gambar IV.1Spektrum 1 parasetamol dan spektrum2 fenilpropanolamin HCl terjadinya tumpang tindih
Spektrum yang tumpang tindih menyebabkan kesulitan dalam penetapan kadar parasetamol karena
terganggu oleh serapan fenilpropanolamin HCl. Begitu juga dengan penetapan kadar fenilpropanolamin HCl
terganggu oleh serapan parasetamol.
4.2 Hasil Penentuan Panjang Gelombang peak to peak Parasetamol dan Fenilpropanolamin HCl dalam
Aquadest.
Spektrum serapan larutan baku parasetamol dan fenilpropanolamin HCl terhadap sampel
dibuat spektrum pertama. Spektrum serapan derivatif pertama dibuat dengan memplotkan dA/dλ
terhadap panjang gelombang (λ ).
Panjang gelombang peak to peak ditentukan dari penggabungan spektrum larutan baku
paracetamol dan fenilpropanolamin HCl terhadap sampel. Dari hasil penggabungan spektrum
derivatif tersebut dicari daerah panjang gelombang dimana terdapat spektrum yang saling
berhimpitan satu sama lain secara total yang menghasilkan puncak maksimum dan lembah
minimum. Hasil spektrum derivatif pertama larutan baku parasetamol dan fenilpropanolamin HCl
terhadap sampel dapat dilihat pada gambar berikut:
0.06 0.4
0.05 0.35
0.3
0.04
0.25
0.03 0.2
/d
0.02 0.15
dA
0.01 0.1
0.05
0
0
-0.01200 210 220 230 240 250 260 270 280 290 -0.05200 210 220 230 240 250 260 270 280 290
-0.02 -0.1
Pada gambar tersebut belum ditemukan adanya spektrum yang berhimpitan satu sama lain
secara total. Oleh karena itu, dibuat derivatisasi yang lebih tinggi untuk memperoleh spektrum yang
saling berhimpitan.
0.015 0.06
0.01 0.04
0.005 0.02
0 0
/d2
-0.005200 220 240 260 280 300 -0.02200 220 240 260 280 300
d2A
-0.01 -0.04
-0.015 -0.06
-0.02 -0.08
-0.025 -0.1
/d3
0.01
0
/d3
d3A
0 -0.02200 220 240 260 280 300 320
d3A
Pada spektrum derivatif kedua dan ketiga larutan baku parasetamol dan fenilpropanolamin
HCl terhadap sampel, terlihat bahwa pemecahan puncak lebih terinci dan jelas namun belum
ditemukan adanya spektrum yang berhimpitan satu sama lain secara total sehingga dibuat spektrum
derivatif keempat untuk menentukan panjang gelombang peak to peak.
Keterangan :
0.02 parasetamol(--)
sampel (--)
0.015
0.01
/d4
0.005
0
d4A
-0.01
-0.015
Keterangan :
0.08
parasetamol(--)
0.06
sampel (--)
0.04
0.02
0
200 220 240 260 280 300 320
-0.02
-0.04
-0.06
-0.08
Pada Gambar IV.10spektrum derivatif keempat parasetamol dan sampel, dapat dilihat
adanya spektrum yang saling berhimpitan satu sama lain secara total dan menghasilkan puncak
maksimum dan lembah minimum, yaitu pada panjang gelombang 243,8 nm sebagai puncak
maksimum dan 244,7 nm sebagai lembah minimum.
Sedangkan pada Gambar IV.11 spektrum derivatif keempat fenilpropanolamin HCl dan
sampel. Panjang gelombang 258,4 nm sebagai puncak maksimum dan 259,3 nm sebagai lembah
minimum. Panjang gelombang inilah yang menjadi panjang gelombang peak to peak.
0.35
0.3 0.31
f(x) = 0.03 x + 0.03
0.25 R² = 1 0.26
dA/d
0.2 0.19
0.15 0.14
0.1
0.08
0.05 0.03
0
0 2 4 6 8 10 12
konsentrasi (ppm)
Gambar IV.12 Kurva standar parasetamol (diukur pada λ peak to peak fenilpropanolamin HCl)
Pengukuran serapan untuk pembuatan kurva kalibrasi fenilpropanolamin HCl dalam metanol dengan
panjang gelombang peak to peak 243,8 nm pada kurva serapan derivatif keempat, memberikan garis lurus
dengan persamaan garis regresi y = 0,00023 x + 0,0135 dengan koefisien korelasi (r) = 0,990.
0.14
0.13
0.12 f(x) = 0 x + 0.01
R² = 1 0.11
0.1
0.08
dA/d
0.08
0.06 0.06
0.04 0.04
0.02 0.02
0
0 100 200 300 400 500 600
konsentrasi (ppm)
Gambar IV.13 Kurva standar fenilpropanolamin HCl (diukur pada λ peak to peak parasetamol)
Baik parasetamol maupun fenilpropanolamin HCl, harga koefisien korelasi (r) yang didapat
memenuhi standar parameter validasi yaitu antara 0,98 – 1.
0,18
0,136 3,85 96,25 95,95 0,18
0,36
0,081 293,4 97,80 98,38 0,36
Keterangan: λ peak to peak= panjang gelombang peak to peak, A = serapan pada spektrum derviatif keempat, X= rata-rata perolehan kembali, SD =
simpangan baku, KV = koefisien variasi.
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa penetapan kadar parasetamol, diukur terhadap panjang
gelombang peak to peak fenilpropanolamin HCl (258,1 nm) memberikan serapan spektrum derivat keempat
A sebesar 0,136 A; 0,136 A; 0,136 A; 0,135 A; 0,135 A. Hasil penetapan kadarnya memberikan hasil rata-rata
perolehan kembali 95,95 % dengan koefisien variasi 0,18 %.
Sedangkan penetapan kadar fenilpropanolamin HCl, diukur terhadap panjang gelombang peak to
peak parasetamol (243,8 nm) memberikan serapan spektrum derivat keempat A sebesar 0,081 A; 0,081 A;
0,081 A; 0,082 A; 0,082 A. Hasil penetapan kadarnya memberikan hasil rata-rata perolehan kembali 98,38 %
dengan koefisien variasi 0,36 %. Hasil uji diatas menunjukkan bahwa massa tablet tidak berpengaruh pada
hasil analisis dan metode ini memenuhi akurasi dan presisi yang baik, karena kedua hasil uji perolehan
kembali (recovery) masih berada dalam rentang 90% sampai 110 % dan koefisien variasinya kurang dari 2 %.
BAB V
KESIMPULAN DAN ALUR PENELITIAN SELANJUTNYA
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa metode
spektrofotometri derivatif dengan menggunakan panjang gelombang peak to peak dapat digunakan untuk
penetapan kadar campuran parasetamol dan fenilpropanolamin HCl. Dari parameter-parameter validasi yang
telah dilakukan, metode panjang gelombang peak to peak memberikan hasil yang baik dilihat dari
validasinya.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menganalisis penetapan kadar parasetamol dan
fenilpropanolamin hidroklorida dalam sediaan farmasi dengan membandingkan metode panjang gelombang
zero-crossing, peak to peak dan tangent peak pada zat lain dengan dua senyawa campuran atau lebih.
DAFTAR PUSTAKA
Alpdogan,G., Karabina,K., and Sungur, S., 2000, Derivative Spectrophotometric Determination of Caffeine
in Some Beverages, Turk. J Chem.,Volume 26: hal. 295-302.
Clarke’s, E.G.C., 1986, Isolation and Identification of Drugs, 2nded, London: The Pharmaceutical Press:
hal.849-850, 895.
Connors, K.A., 1982, A Textbook of Pharmaceutical Analysis, 3rded, New York: John Wiley & Sons: hal.221-
224.
Departemen Kesehatan RI, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Jakarta hal. 649, 669.
Fessenden and Fessenden, 1999, Kimia Organik (Alih bahasa: Alosius Hadyana Pudjaatmaka Ph.D.), edisi 3,
jilid. Jakarta Erlangga.
Florey, K., 1983, Analytical Profiles of Drug Substances and Excipients, London: Academic Press, Volume
12 hal.358-365.
, K., 1985, Analytical Profiles of Drug Substances and Excipients, London: Academic Press, Volume
14: hal.552-555.
Hayun, Harianto, Yenti, 2006, Penetapan Kadar Tripolidina Hidroklorida dan Psedoefedrina Hidroklorida
dalam Tablet Anti Influenza Secara Spektrofotometri Derivatif. Majalah Ilmu Kefarmasian 3 (1). Jakarta:
Fakultas Farmasi FMIPA, Universitas Indonesia hal.94-105.
Horvath,M.P.et all, 1999, The Second Derivative Electronic Absorption Spectrum of Cytochrome c Oxidase
in the Soret Region, Biophysical Journal, Volume 77, Number 3 hal.1694-1711.
Levita., J., 1997, Pengembangan Metode Analisis Kuantitatif Tiamin Hidroklorida, Riboflavin dan Piridoksin
Hidroklorida dengan Spektrofotometri Derivatif, Bandung: Institut Teknolgi Bandung.
Mulja, M dan Surahman, 1995, Analisis Instrumental, Surabaya: Air Langga University Press hal.26-41.
Skoog, D.A., 1998, The Principle of Instrumen Analysis, 5thed, Orlando: Harcourt Brace and Co hal.345-346.
Stewart, MJ., Jarvie, DR., & Fell, AF., 1981, Analysis for paraquat by second and fourth-derivative
spectroscopy, Clinical Chemistry, Volume 27 hal.286-292.
Swartz E Michael and Krull S Ira., 1997, Analytical Method Development and Validation, New York: Marcel
Dekker hal.53-65.
Underwood. A.L & Day, R.A, 2002, Analisis Kimia Kuantitatif, Jakarta: Erlangga hal.388-394, 396-403, 412-
414.
Willard, H.H., L.L.,Merritt Jr.,JA.Dean and F.A Settle Jr., 1988, Instrumental Methods of Analysis, 7th ed,
California Wadsworth Publ Co,Belmont: 177-180.
Wulandari, Devi M., dkk.,PenetapanKadar Kafein dalam Campuran Parasetamol, Salisilamida dan Kafein
secara Spektrofotometri Derivatif. Yogyakarta Fakultas Farmasi Universitas Sanata Darma: 69-78.