Oleh :
Kelompok 5
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2010
PENETAPAN KADAR DENGAN KLT-SPEKTRODENSITOMETRI
I. TUJUAN
- Memahami metode penetapan kadar zat aktif pada sediaan paracetamol dengan KLT-
Spektrofotodensitometer
Paracetamol mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0%
C8H9NO2, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Serbuknya hablur atau serbuk
hablur putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit. Kelarutannya larut dalam 70 bagian air,
dalam 7 bagian etanol (95%)P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan
dalam 9 bagian propilenglikol P; larut dalam larutan alkali hidroksida. Paracetamol
memenuhi uji Identifikasi secara Kromatografi Lapis Tipis dengan menggunakan 1 mg per
ml dalam methanol P dan fase gerak diklorometana P- methanol (4:1) (Anonim, 1995).
Parasetamol atau asetaminofen adalah obat analgesik dan antipiretik populer dan
digunakan untuk melegakan sakit kepala, sengal-sengal dan sakit ringan, dan demam.
Digunakan dalam sebagian besar resep obat analgesik salesma dan flu. Ia aman dalam
dosis standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja
sering terjadi. Berbeda dengan obat analgesik yang lain seperti aspirin dan ibuprofen,
parasetamol tak memiliki sifat antiradang. Jadi parasetamol tidak tergolong dalam obat
jenis NSAID. Dalam dosis normal, parasetamol tidak menyakiti permukaan dalam perut
atau mengganggu gumpalan darah, ginjal atau duktus arteriosus pada janin. Senyawa ini
mempunyai nama kimia N-acetyl-para-aminophenol atau 4’-hidroksiasetanilid, bobot
molekul 151,16 dengan rumus empirisnya C8H9NO2. Struktur molekul dari parasetamol
adalah :
(Anonim A, -)
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan suatu metode pemisahan campuran
analit dengan cara mengelusinya melalui fase diam yang datar pada plat penyangga. KLT
termasuk dalam jenis kromatografi adsorbsi, walaupun sebenarnya mekanisme yang terjadi
adalah kombinasi antara kromatografi adsorbsi dan partisi (Widjaja dkk., 2008). Suatu
campuran zat dapat dipisahkan dengan teknik KLT berdasarkan perbedaan afinitas masing-
masing komponen terhadap fase gerak dan fase diamnya. Komponen yang telah terpisah,
besar serapannya dapat diukur dengan spektrofotodensitometer. Kadar dari sampel dapat
ditentukan dari perbandingan antara serapan sampel dan bakunya (Widjaja dan Laksmiani,
2010). Misalnya senyawa Flavonoida dan isoflavonoida yang terdapat pada tahu, tempe,
bubuk kedelai dan tauco serta Scoparia dulcis, Lindernia anagalis, dan Torenia violacea
(Aisyah, 2009)
Dalam KLT fase gerak berupa cairan. Pemisahan akan terjadi jika salah satu
komponen dari campuran diadsorpsi lebih kuat jika dibandingkan komponen yang lainnya.
Karena adsorpsi merupakan fenomena permukaan, maka derajat pemisahan dipengaruhi
oleh luas permukaan yang ada atau secara tidak langsung dipengaruhi oleh ukuran partikel
fase diam (adsorben). Walaupun demikian koefisien distribusi/partisi senyawa antara
kedua fase dalam sistem merupakan faktor kunci setiap bentuk kromatogram. Dalam
kromatografi adsorbsi koefisien distribusi dipengaruhi oleh suhu elusi dan konsentrasi
senyawa. Pada suhu tertentu, hubungan antara jumlah senyawa (analit) dalam fase diam
dan fase gerak dinamakan dalam suatu grafik isoterem distribusi. Kondisi untuk
mendapatkan pemisahan yang optimum adalah kondisi di mana harga koefisien distribusi
suatu analit adalah sama dengan satu. Empat parameter yang terpenting dalam KLT adalah
viskositas, temperatur, laju linier dari fase gerak dan ukuran dari fase diam
(Widjaja dkk., 2008).
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan
diameter partikel antara 10-30μm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan
semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal
efisiensi dan resolusinya. Penjerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk
selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah partisi dan adsorpsi.
Kebanyakan penjerap dikontrol keajegan ukuran partikel dan luas permukaannya
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Rf =
Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh hanya jika
menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin. Sebagaimana
dalam prosedur kromatografi yang lain, jika sampel yang digunakan terlalu banyak makan
akan menurunkan resolusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penotolan sampel secara
otomatis lebih dipilih daripada secara manualnterutama sampel yang akan ditotolkan lebih
dari 15 l. Penotolan sampel yang tidak tepat akan mengakibatkan bercak yang menyebar
dan puncak ganda. Untuk memperoleh reprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan
paling sedikit 0,5 l. Jika volume sampel yang akan ditotolkan lebih besar dari 2-10μl
maka penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar
totolan. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase
diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending), atau karena
pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending)
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Analisis kuantitatif dari suatu senyawa yang telah dipisahkan dengan KLT biasanya
dilakukan dengan densitometer langsung pada lempeng KLT (atau secara in situ).
Densitometer dapat bekerja secara serapan atau fluoresensi. Kebanyakan densitometer
mempunyai sumber cahaya, monokromator untuk memilih panjang gelombang yang
cocok, sistem untuk memfokuskan sinar pada lempeng, pengganda foton, dan rekorder.
Pada sistem serapan dapat dilakukan dengan model pantulan atau transmisi. Pada cara
pantulan, yang diukur adalah sinar yang dipantulkan, yang dapat menggunakan sinar
tampak maupun ultraviolet. Sementara itu, cara transmisi dilakukan dengan menyinari
bercak dari satu sisi dan mengukur sinar yang diteruskan pada sisi lain. Pada kenyataannya,
hanya sinar tampak yang dapat digunakan untuk metode ini. Gangguan utama pada sistem
serapan adalah fluktuasi latar belakang (background) yang dapat dikurangi dengan
beberapa cara, misalnya dengan menggunakan alat berkas ganda, sistem transmisi dan
pantulan secara bersamaan, atau dengan sistem 2 panjang gelombang. Kurva baku dibuat
untuk setiap lempeng dan kadar senyawa dihitung seperti pada metode instrumental yang
lain. Presisi penetapan termasuk penotolan cuplikan, pengembangan kromatogram, dan
pengukuran adalah 2-5%. Sistem fluoresensi biasanya lebih disenangi jika senyawa itu
dapat dibuat berfluoresensi. Batas deteksi sistem ini lebih rendah dan kelinieran respon dan
selektifitasnya lebih tinggi. Gangguan fluktuasi latar belakang juga lebih rendah. Bercak
yang diukur dengan sistem fluoresensi, serapan ultraviolet, atau sinar tampak dapat
ditetapkan lebih teliti daripada bercak yang disemprot dengan pereaksi warna. Faktor
keseragaman pada penyemprotan merupakan hal yang sangat menentukan. Semua
pekerjaan KLT jika ditujukan untuk analisis kuantitatif harus dilakukan dengan seksama.
Alat yang digunakan untuk mengambil sampel harus terkalibrasi dengan baik. Pada saat
menotolkan sampel, kapiler harus tegak lurus dengan lempeng dan semua sampel harus
dikeluarkan dari kapiler (Gandjar dan Rohman, 2007).
( I − R) 2 C
=ε
2R S
Keterangan :
Persamaan ini meramalkan ketidaklurusan yang sering teramati pada pengukuran pantul.
Tetapi persamaan ini dapat diluruskan dengan pendekatan seperti menggambarkan (luas
puncak)2 versus kadar atau log luas puncak versus log kadar (Munson, 1991).
A=εcb
Keterangan :
A = daya serap
ε = daya serap molar (dalam mole cm-1)
c = kadar (dalam mole liter-1)
b = panjang jalur (dalam cm).
Mengukur daya serap pada panjang gelombang tertentu dan menyubstitusikan A, ε dan d
ke persamaan di atas untuk mendapatkan c merupakan suatu cara sederhana untuk
mengkuantitasi suatu bahan penyerap (Munson, 1991).
• Penggunaan Kurva Kalibrasi
Metode ini digunakan jika terlihat adanya penyimpangan terhadap hukum Lambert Beer
atau ketidaklurusan. Bila ε tidak diketahui dan kerokan murni analit tersedia, kurva
kalibrasi dapat dibuat (daya serap terhadap kadar). Lereng kurva tersebut adalah εd dan
bila d diketahui maka ε dapat dihitung. Terokan tunggal yang diketahui kadarnya dapat
digunakan untuk menentukan ε, tetapi hal ini kurang handal daripada penggunaan lereng
kurva kalibrasi. Selain itu kadar terokan yang tak diketahui dapat dibaca langsung dari
kurva kalibrasi dengan mencari daya serap yang tak diketahui pada kurva dan menarik
garis tegak lurus ke bawah pada sumbu kadar (Munson, 1991).
2. Ditotolkan dengan volume tertentu larutan sampel dan larutan baku pada plat KLT
3. Plat dielusi menggunakan fase gerak yang coock sampai jarak elusi sekitar 8 cm
di dalam chamber
4. Plat diambil, dikeringkan dan aktivasi pada suhu sekitar 100oC selama 30 menit
Pengertian dari Kromatografi Lapis tipis adalah suatu metode pemisahan campuran
analit dengan cara mengelusinya melalui fase diam yang datar pada plat penyangga
(Widjaja dkk., 2008). Fase diam yang digunakan pada percobaan kali ini adalah silica gel
GF 254 nm berukuran 10 x 10 cm, sedangkan fase geraknya berupa metanol. KLT
termasuk dalam jenis kromatografi adsorbsi, walaupun sebenarnya mekanisme yang terjadi
adalah kombinasi antara kromatografi adsorbsi dan partisi (Widjaja dkk., 2008).
Penggunaan methanol sebagai fase gerak karena metano bersifat semipolar sehingga dapat
digunakan untuk pemisahan senyawa yang menggunakan silika gel (fase diam) yang
bersifat polar.
Terdapat dua cara yang digunakan untuk analisis kuantitatif dengan KLT. Pertama,
bercak diukur langsung pada lempeng dengan menggunakan ukuran luas atau dengan
teknik densitometri. Cara kedua adalah dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar
senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut dengan metode analisis yang lain, misalkan
dengan metode spektrofotometri. Sedangkan pada praktikum kali ini yang dikerjakan
adalah pengukuran langsung menggunakan spektrofotodensitometer (Gandjar dan
Rohman, 2007).
248n
Sampel 1
Sampel 2
y = 8.512x +
194.3
VII. KESIMPULAN
1. Buat spektrum (puncak absorbsi) dari masing-masing komponen sampel dan baku!
2. Tentukan serapan (luas area di bawah puncak) tiap spektrum!
3. Hitung kadar tiap komponen sampel!
JAWAB:
Sampel 2
Spektrum (puncak absorpsi) larutan baku:
248n
Larutan sampel
Konsentrasi sample
Sampel 1
y = 10,82x + 203,4
19032,7-203,4 = 10,82Cs1
10,82Cs1 = 18829,3
Cs1 = 1740,23 ng
Sampel 2
y = 10,82x + 203,4
19776,3-203,4 = 10,82Cs2
10,82Cs2 = 19572,9
Cs2 = 1808,95 ng
DAFTAR PUSTAKA
Anonim A, -, Parasetamol
Opened at : May 16th, 2010
Available at : http://id.wikipedia.org/wiki/Parasetamol
Aisyah, 2009, Kromatografi Lapis Tipis
Opened at : May 16th, 2010
Available at : http://rgmaisyah.wordpress.com/2009/10/10/kromatografi-lapis-tipis-thin-
layer-chromatography/
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2009. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Kusmardiyani, S. dan A. Nawawi. 1992. Kimia Bahan Alam. Jakarta: Universitas Bidang
Ilmu Hayati.
Munson, J.W. 1991. Analisis Farmasi Metode Modern. Surabaya: Airlangga University
Press.
Roth, H. J. dan G. Blaschke. 1988. Analisis Farmasi. Yogyakarta: UGM Press.
Widjaja, I N.K., K.W. Astuti, N.M.P. Susanti, dan I M.A.G. Wirasuta. 2008. Buku Ajar
Analisis Farmasi Fisiko Kimia. Jimbaran: Jurusan Farmasi FMIPA UNUD.
Widjaja, I N.K. dan N.P.L. Laksmiani. 2010. Petunjuk Praktikum Analisis Fisiko Kimia.
Jimbaran: Jurusan Farmasi FMIPA UNUD.