Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA FARMASI ORGANIK DAN FISIK

FA2212

PERCOBAAN VIII

PEMURNIAN SENYAWA ORGANIK PADAT

DENGAN REKRISTALISASI

Tanggal Praktikum : 4 Maret 2014

Tanggal Pengumpulan : 13 Maret 2014

Disusun oleh :

Dea Puji Kusuma Dewi (10712044)

Nama Asisten : Teodora Nadya (10710085)

LABORATORIUM KIMIA ORGANIK SINTESIS / ANALISIS OBAT

PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI

SEKOLAH FARMASI

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2014
PERCOBAAN VIII
PEMURNIAN SENYAWA ORGANIK PADAT

DENGAN REKRISTALISASI

I. TUJUAN
1. Menentukan pelarut yang sesuai untuk pemurnian asam benzoat dengan
rekristalisasi
2. Menentukan persen rendemen kristal asam benzoat setelah dilakukan rekristalisasi
II. TEORI DASAR
Senyawa organik padat yang diisolasi dari reaksi organik sering mengandung zat
pengotor yang terbawa selama proses isolasi bersama dengan produk yang diinginkan. Kristal
yang tidak murni kemudian dimurnikan dengan rekristalisasi menggunakan pelarut yang
sesuai atau pelarut campur.
Pemurnian zat padat dengan rekristalisasi didasarkan pada perbedaan kelarutan yang
besar pada pelarut di suhu ruang dan pada pelarut yang sama di suhu yang lebih tinggi.
Setelah kristal larut pada suhu yang lebih tinggi, larutan didinginkan kembali untuk
mendapat kristal yang lebih murni.
Pelarut yang digunakan harus sesuai dan tidak membahayakan. Kriteria pelarut yang
sesuai yaitu:
- Tidak bereaksi secara kimia dengan zat yang ingin dimurnikan
- Memiliki kemampuan untuk melarutkan zat yang ingin dimurnikan pada suhu yang
lebih tinggi, sedangkan tidak dapat melarutkannya pada suhu kamar
- Dapat melarutkan pengotor secara keseluruhan
- Dapat memberikan bentuk kristal yang baik dari zat yang ingin dimurnikan
- Dapat dengan mudah dipisahkan dari kristal yang ingin dimurnikan.

Jika zat yang ingin dimurnikan sangat larut pada pelarut tertentu dan sangat tidak larut
di pelarut lainnya, dapat digunakan pelarut campur dimana masing-masing pelarut dapat
saling bercampur.

III. ALAT DAN BAHAN

Alat Bahan
Tabung reaksi Asam benzoat
Batang pengaduk Aqua destillata
Spatula Etanol 95%
Kertas timbang Aseton
Neraca analitik n-heksana
Beaker glass Toluena
Termometer
Water bath
Baskom es
Penyaring Buchner
Erlenmeyer

2
IV. METODOLOGI
Zat yang ingin dimurnikan adalah asam benzoat. Pertama-tama, ditimbang sejumlah
tertentu asam benzoat. Kemudian dipilih pelarut-pelarut atau campuran pelarut yang akan
digunakan untuk rekristalisasi. Pelarut yang praktikan pilih adalah aquadest, campuran
aquadest-etanol 95%, aseton, campuran aseton-etanol 95%, toluena, dan n-heksana.
Sejumlah tertentu asam benzoat yang telah ditimbang dimasukkan ke enam tabung
reaksi dan ditambahkan sejumlah volume pelarut yang telah dipilih. Apabila asam benzoat
sudah tidak terlarut, maka campuran tersebut dipanaskan dekat dengan suhu didih pelarutnya.
Apabila asam benzoat larut dalam pelarut yang telah dipilih, asam benzoat ditambahkan lagi
sampai dia tidak larut (lewat jenuh). Massa asam benzoat yang ditambahkan dicatat.
Setelah dipanaskan, maka asam benzoat yang tadinya tidak terlarut akan menjadi larut.
Jika asam benzoat tidak menjadi larut ketika dipanaskan dekat dengan titik didih pelarut yang
digunakan, maka pelarut tersebut ditolak untuk digunakan dalam rekristalisasi. Larutan asam
benzoat dengan pelarut yang telah dipilih kemudian didinginkan pada baskom es sampai
terbentuk kristal. Jika tidak segera terjadi rekristalisasi, dinding bagian dalam tabung reaksi
digores dengan menggunakan batang pengaduk. Jika tidak terbentuk kristal walaupun sudah
dilakukan penggoresan, pelarut tersebut bukan pelarut yang baik untuk digunakan dalam
rekristalisasi.
Kristal yang didapat disaring dengan penyaring Buchner lalu dikeringkan dengan oven.
Kristal tersebut kemudian ditimbang untuk dihitung rendemen kristal asam benzoat-nya.

V. DATA PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN

Massa asam Volume


Massa asam Rendemen
Pelarut benzoat hasil pelarut
benzoat awal (g) (%)
rekristalisasi (g) (ml)
Aquadest 0,1 0 5 0
Aquadest-Etanol
0,2 0,287 2 143,5
95% (50:50)
Aseton 0,59 0,7889 1 133,711864
Aseton-Etanol 95%
0,7 0,2082 1 29,7428571
(50:50)
n-heksana 0,1 0,165 3 165
Toluena 0,1 0 1 0

Rendemen asam benzoat pada pelarut campuran aquadest-etanol :

Massaasam benzoat hasil rekristalisasi


Rendemen= x 100
Massa asambenzoat awal

0,287 g
Rendemen= x 100
0,2 g

3
143,5

VI. PEMBAHASAN
Untuk memurnikan asam benzoat, dilakukan rekristalisasi. Rekistralisasi memiliki
perbedaan dengan kristalisasi. Kristalisasi adalah teknik yang digunakan untuk membentuk
kristal dari bahan tertentu yang bukan kristal, biasanya merupakan senyawa hasil sintesis.
Sedangkan rekristalisasi adalah teknik pemurnian suatu kristal yang tidak murni. Hasil
sintesis suatu senyawa seringkali memiliki kemurnian yang tidak terlalu tinggi, oleh karena
itu dilakukan rekristalisasi untuk menghilangkan zat pengotor dari senyawa yang ingin
dimurnikan. Prinsip rekristalisasi adalah adanya perbedaan kelarutan zat yang ingin
dimurnikan pada dua kondisi yang berbeda. Pada satu kondisi, zat yang ingin dimurnikan
mudah larut, dan pada kondisi lain zat tersebut sukar larut atau tidak larut sama sekali.
Karena rekristalisasi sangat berkaitan dengan kelarutan, maka faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kelarutan zat juga dapat mempengaruhi proses rekristalisasi. Faktor-faktor
tersebut diantaranya :
1) Suhu
Pada kebanyakan zat, kenaikan suhu dapat meningkatkan kelarutan. Sehingga pada
proses rekristalisasi, zat akan larut pada suhu tinggi dan tidak larut pada suhu
kamar/suhu rendah. Dengan menaikkan dan menurunkan suhu, kita dapat
menghilangkan zat pengotor dari zat yang ingin dimurnikan. Zat pengotor akan
tetap larut dan tidak ikut terekristalisasi saat suhunya diturunkan. Pada percobaan
ini, kondisi yang dipakai adalah saat kondisi suhu ruang dan pada kondisi suhu
tinggi (dekat dengan titik didih pelarut).
2) Pelarut yang digunakan
Kelarutan dipengaruhi oleh jenis pelarut. Suatu pelarut memiliki nilai konstanta
dielektrik yang berbeda-beda. Zat akan mudah larut pada pelarut yang memiliki
konstanta dielektrik yang dekat dengan konstanta dielektriknya sendiri. Besarnya
konstanta dielektrik dapat diatur dengan menambahkan pelarut lain dengan polaritas
yang berbeda. Jika suatu zat yang ingin dimurnikan memiliki kelarutan yang sangat
besar di suatu pelarut tertentu dan memiliki kelarutan yang sangat kecil di pelarut
yang lain sehingga tidak memungkinkan terjadinya rekristalisasi pada dua pelarut
tersebut masing-masing, dapat digunakan campuran antara kedua pelarut tersebut.
Syaratnya, kedua pelarut harus saling bercampur. Pertama-tama zat dilarutkan pada
pelarut yang dapat dengan melarutkan zat tersebut, lalu pada kondisi panas
ditambahkan sedikit demi sedikit pelarut yang sedikit melarutkan zat tersebut
sampai mengeruh. Kemudian ditambahkan lagi sedikit pelarut pertama untuk
menghilangkan kekeruhannya. Campuran dibiarkan dingin perlahan dan kristal
akan terbentuk. Hal ini terjadi karena konstanta dielektrik campuran kedua pelarut
berada diantara konstanta dielektrik pelarut tersebut masing-masing atau lebih besar
daripada konstanta dielektrik dari pelarut pertama. Sehingga zat akan mengkristal
setelah ditambahkan pelarut kedua dan dibiarkan mendingin.
3) pH
Zat yang sering digunakan dalam farmasi umumnya adalah senyawa organik yang
bersifat asam atau basa lemah. Kelarutannya bergantung kepada pH pelarutnya.

4
Kelarutan asam lemah akan bertambah dengan meningkatnya pH karena
terbentuknya garam yang mudah larut di air, begitu pula basa lemah akan
bertambah kelarutannya dengan menurunnya pH. Sehingga dapat dilakukan
rekristalisasi dengan memodifikasi pH larutan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kristal adalah :


a) Laju pembentukan inti (nukleous)
Laju pembentukan inti dinyatakan dengan jumlah inti yang terbentuk dalam satuan
waktu. Jika laju pembentukan inti tinggi, maka banyak sekali kristal yang terbentuk,
tetapi tak satupun akan tumbuh menjadi besar, jadi yang terbentuk berupa partikel-
partikel koloid.
b) Laju pertumbuhan kristal
Merupakan faktor lain yang mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama
pengendapan berlangsung. Jika laju tinggi kristal yang besar akan terbentuk, laju
pertumbuhan kristal juga dipengaruhi derajat lewat jenuh.

Karakteristik pelarut yang baik untuk proses rekristalisasi adalah:


- Tidak bereaksi secara kimia dengan zat yang ingin dimurnikan
- Memiliki kemampuan untuk melarutkan zat yang ingin dimurnikan pada suhu yang
lebih tinggi, sedangkan tidak dapat melarutkannya pada suhu kamar
- Dapat melarutkan pengotor secara keseluruhan
- Dapat memberikan bentuk kristal yang baik dari zat yang ingin dimurnikan
- Dapat dengan mudah dipisahkan dari kristal yang ingin dimurnikan.
Selain itu, pelarut yang digunakan sebaiknya yang tidak toksik dan aman. Sedangkan
zat yang ingin dimurnikan harus dapat dikristalkan dan memiliki titik leleh yang lebih besar
daripada titik didih pelarut.
Langkah pertama dalam rekristalisasi asam benzoat adalah membuat larutan asam
benzoat lewat jenuh dengan pelarut yang telah dipilih. Pelarut yang digunakan pada
percobaan ini adalah air (aquadest), air-etanol (dengan perbandingan 50:50), aseton, aseton-
etanol (dengan perbandingan 50:50), toluena, dan n-heksana. Pada suhu kamar, pelarut yang
baik seharusnya tidak melarutkan asam benzoat. Karena setelah dipanaskan, larutan akan
didinginkan kembali sehingga asam benzoat akan kembali tidak larut dan mengkristal.
Setelah itu, dipanaskan dengan suhu dekat dengan titik didih pelarutnya. Saat
pemanasan ditambahkan karbon aktif untuk menyerap zat warna yang juga merupakan
pengotor dari zat yang ingin dimurnikan. Zat warna dapat terabsorpsi oleh kristal saat
didinginkan dan membuat kristal menjadi berwarna. Tetapi pada praktikum ini, praktikan
tidak menambahkan karbon aktif karena warna dari asam benzoat sudah sesuai dengan
literatur dan zat warna dianggap tidak ada. Menurut Farmakope Indonesia IV, asam benzoat
merupakan hablur berbentuk jarum atau sisik dan berwarna putih.
Zat pengotor (B) dalam suatu zat yang ingin dimurnikan dapat memiliki kelarutan yang
lebih besar atau lebih kecil dari kelarutan zat yang ingin dimurnikan tersebut (A). Bila
kelarutan zat pengotor lebih besar (SB>SA), rekristalisasi akan menghasilkan kristal zat A
murni dengan B masih terlarut pada pelarutnya. Bila kelarutan zat pengotor lebih kecil dari
zat yang ingin dimurnikan (SB<SA), zat pengotor akan tidak terlarut disaat zat A telah larut
pada kondisi panas, sehingga dapat dilakukan penyaringan untuk menghilangkan zat

5
pengotor tersebut. Penyaringan dilakukan dalam kondisi panas untuk menghindari
tersaringnya zat A akibat menjadi kristal pada kondisi dingin.
Pada percobaan ini, zat pengotor pada asam benzoat kemungkinan memiliki kelarutan
yang lebih besar daripada kelarutan asam benzoat itu sendiri. Hal ini dikarenakan tidak
terdapatnya partikel-partikel kotor/asing yang tidak terlarut saat pemanasan berlangsung.
Penyaringan pun tidak perlu dilakukan. Semua pelarut dan campuran pelarut yang praktikan
gunakan dapat melarutkan asam benzoat saat dipanaskan pada suhu dekat dengan titik didih
pelarutnya kecuali air. Asam benzoat dalam air tidak melarut walaupun sudah dipanaskan.
Berikut ini merupakan titik didih dari pelarut yang dipakai :

Titik didih
Pelarut
(oC)
Air 100
Etanol 78,5
Toluena 110,6
Aseton 56
n-heksana 69
Setelah dilakukan pemanasan, tabung reaksi yang berisi larutan diletakkan pada
baskom berisi es agar terjadi penurunan suhu untuk memicu pembentukan kristal. Pengaruh
penurunan suhu pada proses terjadinya kristal adalah :
a. Bila penurunan suhu berjalan dengan cepat maka kecepatan tumbuh inti kristal lebih
cepat daripada kecepatan pertumbuhan kristal sehingga kristal yang diperoleh kecil,
rapuh, dan banyak.
b. Bila penurunan suhu dilakukan secara perlahan, maka kecepatan pertumbuhan kristal
lebih cepat daripada kecepatan pertumbuhan inti kristal sehingga kristal yang
dibebaskan besar-besar, liat, dan elastis
Jika tidak segera terbentuk kristal, dapat dilakukan beberapa cara untuk menginduksi
terbentuknya kristal, yaitu:
1) Dengan menggores bagian dalam tabung reaksi dengan menggunakan batang
pengaduk. Penggoresan ini akan menyebabkan partikel kecil dari dinding tabung
terlepas dan akan bertindak sebagai inti kristal.
2) Menginokulasi larutan dengan bahan padat atau dengan kristal isomorf.
3) Penambahan karbon dioksida padat, menyebabkan terbentuknya cool spots yang
membantu pembentukan kristal.
4) Jika semua metode di atas gagal, maka simpan larutan pada ice chest atau lemari
pendingin untuk waktu yang lama. Karena ada kemungkinan kecepatan
terbentuknya kristal sangat kecil, sehingga kristal hanya akan terbentuk pada waktu
yang lama.
Pada kenyataannya, penggoresan dinding tabung akan menambah partikel dari dinding
tabung ke dalam larutan, sedangkan partikel dinding tabung itu dapat bertindak sebagai
pengotor. Jadi, penggoresan ini dapat menimbulkan pengotor baru terhadap asam benzoat
yang telah dimurnikan sehingga tidak benar-benar memurnikan asam benzoat tersebut.
Namun, ada kalanya teknik ini dipakai bila memang kecepatan rekristalisasi sangatlah lama.
Apabila hal tersebut terjadi, partikel dari dinding tabung dianggap tidak menjadi pengotor
karena jumlahnya yang sangat sedikit dibandingkan asam benzoat.

6
Asam benzoat yang dilarutkan pada toluena tidak mengkristal setelah didinginkan dan
digores bagian dalam dindingnya, sehingga tidak diperoleh rendemen dari asam benzoat yang
dilarutkan di toluena. Kemungkinan tidak terbentuknya kristal adalah karena kecepatan
pembentukan kristal asam benzoat pada pelarut toluena sangat kecil, sehingga waktu untuk
rekristalisasi pun sangat lama atau akibat kelarutan asam benzoat pada toluena di suhu dingin
besar, sehingga sulit mengkristal.
Setelah terbentuk kristal, kemudian kristal dipisahkan dengan pelarut dengan
menggunakan penyaring Buchner. Digunakan penyaring Buchner karena penyaring Buchner
menggunakan vakum yang memungkinkan penyaringan lebih efektif untuk mendapatkan
kristalnya. Kristal kemudian dikeringkan dengan oven untuk menghilangkan pelarut yang
masih tertinggal, setelah itu ditimbang. Pada percobaan ini, tidak dilakukan pengeringan
dengan menggunakan oven.
Dari hasil percobaan, didapat persen rendemen asam benzoat di pelarut campuran air-
etanol 95% (50:50) sebesar 143,5%, pada pelarut aseton sebesar 133,71%, pada pelarut
campuran aseton-etanol 95%(50:50) sebesar 29,74%, dan pada n-heksana sebesar 165%.
Pada pelarut air dan toluena tidak didapatkan kristal.
Berdasarkan perhitungan, banyak didapat hasil rendemen yang lebih dari 100%. Hal
ini dikarenakan tidak dilakukannya pengeringan dengan oven sehingga yang ditimbang
adalah asam benzoat beserta pelarut yang masih tersisa. Sedangkan pada campuran aseton-
etanol 95%, diperoleh rendemen asam benzoat yang sangat kecil, yaitu 29,74%. Hal ini
dikarenakan banyak asam benzoat yang masih terlarut di dalam pelarut campuran tersebut.
Ketika disaring dengan penyaring Buchner, kebanyakan asam benzoat tidak tersaring karena
masih terlarut. Kelarutan pada suhu ruangnya juga cukup besar, dilihat dari banyaknya asam
benzoat yang dapat larut. Pada 1 ml pelarut campuran aseton-etanol (50:50) dapat melarutkan
lebih dari 0,6 g asam benzoat, sangat besar dibandingkan dengan pelarut lain di percobaan
ini. Sehingga pada suhu kamar, jumlah asam benzoat yang mengkristal pun hanya sedikit.
Dari perhitungan tersebut, rendemen asam benzoat yang paling besar berasal dari
pelarut heksana. Namun, berdasarkan literatur, seharusnya air merupakan pelarut yang baik.
Berdasarkan British Pharmacopeia, asam benzoat sukar larut di air dingin, heksana; mudah
larut di air panas, etanol, eter, benzena, kloroform, aseton. Selain karena air memiliki
kelarutan yang berbeda pada kondisi dingin dan panas, air juga merupakan pelarut yang
paling tidak berbahaya. Asam benzoat juga sukar larut dalam heksana pada suhu kamar dan
larut pada suhu yang lebih tinggi, sehingga sesuai dengan literatur dan dapat digunakan untuk
rekristalisasi.
Pada pelarut air, asam benzoat tidak larut walaupun sudah dipanaskan dekat dengan
titik didih air. Hal ini disebabkan karena kelarutan asam benzoat juga melampaui
kejenuhannya pada suhu tersebut, sehingga ketika dipanaskan, kondisinya pelarut tidak dapat
melarutkan seluruh asam benzoat yang ada. Pada percobaan ini hanya digunakan 1 ml air
untuk 0,1 g asam benzoat. Untuk melarutkan asam benzoat pada suhu yang lebih tinggi,
diperlukan pelarut yang lebih banyak. Ketika pelarut sudah ditambahkan dan asam benzoat
sudah larut, maka akan terbentuk kristal disaat pendinginan.
Data kelarutan asam benzoat dalam beberapa pelarut dari literatur juga dapat
menjelaskan tentang sedikitnya rendemen yang didapat dari campuran pelarut aseton-etanol.
Asam benzoat mudah larut di kedua pelarut tersebut, sehingga ketika kedua pelarut

7
dicampurkan, besarnya konstanta dielektrik campuran akan berada diantara konstanta
dielektrik aseton dan konstanta dielektrik etanol. Besarnya konstanta dielektrik campuran
akan tetap berada di rentang yang membuat asam benzoat mudah larut. Oleh karena itu,
masih banyak asam benzoat yang terlarut di dalam campuran aseton-etanol dan membuat
rendemennya menjadi kecil.

VII. KESIMPULAN
1. Pelarut yang sesuai untuk memurnikan asam benzoat dengan rekristalisasi menurut
percobaan adalah heksana.
2. Persen rendemen asam benzoat setelah direkristalisasi menggunakan pelarut heksana
adalah 165%.

VIII. DAFTAR PUSTAKA

British Pharmacopeia. 2009. British Pharmacopeia, Vol I & II. London : Medicines and
Healthcare Products Regulatory Agency (MHRA). (halaman 258)

Farmakope Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi Keempat. Jakarta:


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (halaman 27, 47, 1125,
1154, 1159, dan 1202)

Furnish, B.S., A.J. Hannaford, V. Rogers, P.W.G. Smith, dan A.R. Tatchell.
1989. Vogels Textbook of Practical Organic Chemistry, 5 th Ed.
London : English Language Book Society. (halaman 135)

Anda mungkin juga menyukai