Anda di halaman 1dari 58

1

KATA PENGANTAR

Laporan sederhana ini adalah bagian tugas yang harus disusun untuk mahasiswa
departemen ilmu politik yang mengambil mata kuliah Praktek Kerja Lapangan yang
ditujukan untuk memberikan hasil dalam melakukan praktek kerja lapangan untuk menunjang
proses akademik. Pembuatan laporan Praktek Kerja Lapanganini merupakan pekerjaan secara
kelompok yang disusun secara bersama sama setelah melewati masa praktek kerja lapangan
yang dilakukan selama kurang lebih satu bulan di Provinsi Aceh dengan mengambil
temaPolitik Pembangunan Islam dengan keterbatasan waktu yang ada dan sebisa
mungkin kami menyelesaikan laporan penelitian Praktek Kerja Lapangan ini dengan baik ,
sehingga kami sebagai penulis memohon maaf bila ada kejanggalan-kejanggalan, baik isi
maupun cara pembuatan laporan praktek kerja lapangan ini yang masih banyak kesalahan.
Selama proses pembuatan laporan praktek kerja lapangan ini dengan rasa terima kasih
banyak kepada pihak yang telah banyak berkontribusi dan membantu sampai akhirnya kami
menyelesaikan laporan praktek kerja lapangan ini dengan tepat waktu terima kasih kami
ucapkan kepada :
1. Bapak Prof.Baddarudin ,MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Unversitas Sumatera Utara
2. Ibu Dra.T.Irmayani,Msi selaku Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
3. Bapak Dr.Hery Kusmanto,MA selaku dosen pembimbing kami dalam proses
praktek kerja lapangan sampai kami menyelasaikan laporan ini
2

4. Bapak PROF.Dr.Syahrizal Abbas , MA selaku Kepala Dinas Syariah provinsi
Aceh , sebagai tempat dimana kami belajar dan melihat secara objektif terkait
dengan politik dan pembangunan islam di Aceh.
5. Kepada seluruh pegawai dan staff di Dinas Syariah Provinsi Aceh yang sudah
menerima kami dengan sangat terbuka
6. Bapak Drs.Ilyas Nyak Tuy selaku Kepala Biro Istimewa dan Kesejahteraan
Rakyat Sekretriat Daerah Aceh yang sudah menerima kami dan sangat
memberikan wadah dan ruang untuk kami dalam proses praktek kerja lapangan.
7. Bapak Ikhwanul Fitri Nasution selaku Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat
Sekretriat Daerah Provinsi Aceh dan sekaligus mentor dan supervisor kami yang
sangat membimbing kami dalam proses praktek kerja lapangan ini
8. Bapak selaku Ketua Majelis Permusyawaratan Adat Provinsi Aceh yang sudah
dengan senang hati memberika kami penjelasan mengenai hubungan antara adat
dan pembangunan islam di Aceh .
9. Peneliti di Aceh Institute yang sudah menerima kami dan melakukan diskusi
tentang pembangunan islam di Aceh.
Sekali lagi terima kasih kepada pihak yang telah banyak memberikan bantuan dan proses
belajar yang baik sehingga kami bisa kami dibekali secara teori untuk menyelesaikan laporan
praktek lapangan ini , tak lupa banyak terima kasih juga untuk kawan kawan dari mahasiswa
ilmu politik angkatan 2011 yang sangat membantu dalam setiap diskusi hingga laporan
praktek kerja lapangan ini menjadi energi intelektual bagi kami sendiri untuk lebih kreatif
menjadi intelektual yang memiliki visi objektif dan tanggap terhadap perubahan politik di
Indonesia.
Walaupun demikian kesalahan dalam proses pembuatan laporan praktek kerja
lapangan ini sepenuhnya kesalahan kami selaku penyusun laporan ini .Semoga laporan
3

sederhana memberikan manfaat terhadap proses kita dalam menjalani aktivitas akademik di
Departemen Ilmu Politik ini.











Medan Agustus 2014

Kelompok 6



4

HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktek Kerja Lapangan ini telah diperiksa oleh supervisor Praktek Kerja Lapangan
Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
atas nama :
Koordinator Kelompok : Teddy Firman Supardi 110906009
Anggota Kelompok : Haikal Ghulsyani 110906049
Muhammad Iqbal 110906019
Ruslan Al-Riadi 110906021
Sabrizal 110906014
Departemen : Ilmu Politik
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara
Dengan judul laporan praktek kerja lapangan sebagai berikut:
POLITIK PEMBANGUNAN ISLAM DI PROVINSI ACEH
Pada waktu sebagai berikut :
Hari/Tanggal : 4 Agustus
Waktu Penelitian : 4 31 Agustus 2014
Tempat : Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh


Supervisor Kampus Supervisor Lapangan


Dr.Heri Kusmanto , MA Ikhwanul Fitri Nst , S.Ag.M.Kes
NIP. NIP.1969120919930201003



5

HALAMAN PERSETUJUAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
Laporan Praktek Kerja Lapangan ini disetujui untuk diperbanyak untuk kegunaan akademik
oleh :
Nama : Teddy Firman Supardi 110906009
Haikal Ghulsyani 110906049
Ruslan Al Riadi 110906021
Muhammad Iqbal 110906019
Sabrizal 110906014

Departemen : Ilmu Politik
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Judul : Politik dan Pembangunan Islam Di Provinsi Aceh

Medan , September 2014

Supervisor Kampus Supervisor Lapangan

Dr.Heri Kusmanto , MA Ikhwanul Fitri Nst , S.Ag.M.Kes
NIP: NIP : 1969120919930201003


Ketua Departemen ,


Dra.T.Irmayani, M.Si
NIP : 196806301994032001

6

Politik dan Pembangunan Islam Di Provinsi Aceh

Lokasi PKL : Provinsi Aceh , Biro Keistimewaan Sekretariat Daerah , Dinas Syariat
Islam Provinsi Aceh
Nama : Teddy Firman Supardi 110906009
Haikal Ghulsyani 110906049
Ruslan Al-Riadi 110906021
Muhammad Iqbal 110906019
Sabrizal 110906014

Menyetujui ,
Dosen Supervisor

Dr.Heri Kusmanto , MA
NIP :

Ketua Kelompok VI

Teddy Firman Supardi
NIM : 110906009

Ketua Departemen Ilmu Politik


Dra.T.Irmayani , M.Si
NIP : 196806301994032001

Tanggal Lulus PKL : 31 Agustus 2014


7

POLITIK PEMBANGUNAN ISLAM DI PROVINSI ACEH












DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA



8

DAFTAR ISI
Halaman Judul ................................................................................................ i
Halaman Pengesahan ........................................................................................
Halaman Persetujuan ........................................................................................
Kata Pengantar ................................................................................................
Daftar Isi .........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan .......................................
1.2.Tujuan dan Manfaat Praktek Kerja Lapangan ...............................
1.2.1.Tujuan Umum .................................................................
1.2.2.Tujuan Khusus ................................................................
1.2.3.Manfaat Praktek Kerja Lapangan ...................................
1.3.Tempat dan Waktu Praktek Kerja Lapangan .................................
1.4.Uraian Teoritis ...............................................................................
1.5.Kerangka Teori ..............................................................................
1.6.Metode Praktek Kerja Lapangan ...................................................
1.7.Metode Pengumpulan Data Praktek Kerja Lapangan ...................
1.8.Ruang Lingkup Praktek Kerja Lapangan ......................................
1.9.Sistematika Penulisan Laporan Praktek Kerja Lapangan ..............
9


BAB II PROFIL DINAS SYARIAH PROVINSI ACEH
2.1.Profil Provinsi Aceh .......................................................................
2.2.Profil Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh ......................................
BAB III POLITIK PEMBANGUNAN ISLAM DI PROVINSI ACEH
3.1.Biografi Singkat Pelaksanaan Syariat Islam dan Pembangunan Islam di Provinsi Aceh
3.2.Politik dan Pembangunan Islam dan Partisipasi Masyarakat Sipil di Provinsi Aceh

BAB IV KESIMPULAN
4.1.Kritik ........................................................................................................
4.2.Saran .........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 1.Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Aceh Tahun 2006 2009
Tabel 2.Jumlah Penduduk Provinsi Aceh 2006 - 20013
Tabel 3.Jumlah Kabupaten/Kota dan Pejabat Pemerintahan di Provinsi Aceh

Tabel 4. Jumlah Melek Huruf Provinsi Aceh
Tabel 5.Angka Partisipasi Murni dan Kasar
10

Tabel 6. Tingkat Kemiskinan Provinsi Aceh
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Audiensi dan Wawancara dengan Ketua Majelis Adat Aceh
Gambar 2.Audiensi dan Wawancara dengan Kepala Bidang Bina Hukum Dinas Syariat Islam
Provinsi Aceh
Gambar 3. Audiensi dan Wawancara dengan Bidang Polmas Kesbangpolinmas Provinsi Aceh
Gambar 4.Penyerahan Plakat dengan Bapak Ikhwanul Fitri

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan Dari Biro Keistimewaan Provinsi Aceh
Lampiran 2. Qanun No. 12 Tahun 2003 Tentang Minuman Khamar dan Sejenisnya
Lampiran 3 . Qanun No. 13 Tahun 2003 Tentang Maisir (Perjudian)
Lampiran 4. Qanun No 4 Tahun 2003 Tentang Khalwat (Mesum)
Lampiran 5. Qanun No 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syari'at Islam Bidang Aqidah,
Ibadah dan syi'ar Islam




11

BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan


Syariah, agama kita, telah bercampur dengan politik. Ini adalah akar masalahnya. Selama 29 tahun,
Aceh tidak memiliki hukum apapuntidak ada hukum, tidak ada aturan. Di sini, kamu bisa
melakukan apapun yang kamu mau. Kamu mau membunuh, kamu mau memukul, kamu mau
merampok, kamu mau membakar rumah? Oke! Tidak ada hukum, tidak ada pertanyaan, tidak ada
masalah. Siapa melakukan apa? Lupakan saja.... Lalu masyarakat berkata, Berikan kami hukum.
Hal itu bukanlah semata karena kami yakin bahwa cara hidup kita harus sesuai dengan Syariah.
Syariah telah ada selama beratus-ratus tahun ... bahkan adat istiadat dan tradisi setempat kami diambil
dari Syariah. Itu semata agar ada hukum positif yang bekerja pada kami, di antara kami, di tengah
kami
1
.
Prof. Yusni Sabi, mantan rektor IAIN Al-Raniry Aceh

Adat Bak Poteumeureuhom , Hukom Bak Syiah Kuala , Qanun bak Putroe Phang, Reusam Bak
Laksamana (Hukum adat ditangan pemerintah dan syariat ada ditangan ulama )
Hikayat Aceh

Perkembangan islam dalam arus diskursus politik di Indonesia maupun dalam konteks
yang lebih luas yaitu politik global sekalipun setidaknya telah memperlihatkan fenomena apa

1
Kutipan ini diambil dari laporan riset mengenai Pelanggaran Dalam Pelaksanaan Syariat Islam Di Aceh dari
Human Rights Watch . (hal 13 --)
12

yang dikatan oleh Zizek dengan Symptom
2
-- fenomena perkembangan islam politik telah
menjadi diskursus yang saat ini sudah mengarah pada gerakan alternatif terhadap
perkemabangan globalisasi , diman ruang ruang politik dan institusi negara sangat
dipengaruhi oleh gagasan yang disebut oleh kalangan islam fundamentalis sebagai barat
istilah barat adalah salah satu perspektif pembacaan gerakan islam politik terhadap kondisi
dan perkembangan politik dunia.Polarisasi gerakan politik islam juga menjadi suatu gerakan
sosial dan politik yang sudah diperhitungkan oleh banyak kalangan salah satunya Samuel P
Huntington dalam karyanya The Clash Of Civilization .

Iqra Anugrah dalam artikelnya Islam Politik di Indonesia: Perkembangan
Kapitalisme dan Warisan Perang Dingin
3
yang mengutip penjelasan dari Charles Hirsckind
menjelaskan istilah islam politik atau dalam bahasa Inggris disebut political Islam, secara
garis besar, dapat dilihat sebagai sebuah istilah umum yang merujuk pada upaya-upaya dari
kaum Muslim untuk menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam kehidupan sosial-politik dalam
lingkup suatu negara-bangsa atau entitas politik lainnya, sebagai respon atas perubahan
regional maupun global. Seperti halnya dengan ide-ide dan ideologi lain, Islam politik
memiliki berbagai variasi, mulai dari yang berkarakter moderat dalam hal-hal ritual dan
peribadatan serta progresif dalam aspek penerimaan terhadap agenda politik demokratis dan
mekanisme elektoral, fundamentalis dan literal dalam penerapan pola-pola keberagamaan
namun masih menerima pranata politik modern dan sekular seperti pemilihan umum, hingga
kelompok-kelompok yang menempuh jalan kekerasan dengan metode vigilantisme atau
premanisme maupun terorisme. Oleh karena itu, perlu kehati-hatian serta kejelian dalam

2
Istilah symptom digunakan Slavoj Zizek untuk melihat bentuk kesadaran dan gejala dalam memahami
eksploitasi kapitalisme kontemporer .Zizek adalah salah satu filsuf yang ahli dalam psikoanalisa Marxis yang
menggabungkan tradisi Marxian dan Psikoanalisa jacques Lacan dalam melihat kapitalisme Kontemporer
3
Anugrah , IqraIslam Politik di Indonesia: Perkembangan Kapitalisme dan Warisan Perang Dingin: Tinjauan
dari makalah Vedi R Hadiz . (2012 . dalam jurnal Indoprogress) Diunduh pada 18 Agustus 2014 Pukul 23.00
WIB di www.indoprogress.com
13

memberi label dan membahas Islam politik tergantung konteksnya (Hirsckind, 1997 dikutip
oleh Iqra Anugrah).
Aktualisasi Islam politik di Indonesia juga mengambil peranan yang sangat penting
dalam sejarah panjang berdirinya bangsa Indonesia terutama dalam proses pola pola
kepentingan politik dari kelompok islam yang memilik asprasi untuk mendirikan negara
islam , pemikiran tentang islam politik dalam konteks negara menunjukkan betapa besar
aspirasi kelompok islam yang merupakan representasi dalam umat muslim Indonesia pada
saat itu .Setidaknya ada beberapa gerakan dari kalangan kelompok islam bagi pembentukan
awal negara Indonesia salah satunya adalah bagaiman dinamika kelompok elit modern
Indonesia terbagi dalam beberapa kelompok yang memiliki beberapa aspirasi politik dalam
menyalurkan gagasan islam dalam politik yaitu kelompok Islam, Islam netralsering disebut
dengan kelompok nasionalis, komunis, dan Kristen. Masing-masing kelompok ini mengusung
ideologinya sendiri-sendiri. Namun dalam perjuangan ideologi negara, faksi-faksi ini bisa
disederhanakan menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang menginginkan Indonesia
berdasarkan agama yaitu Islam dan kelompok yang menginginkan Indonesia berdasarkan
ideologi non-agama yaitu kelompok nasionalis.
Perbedaan dua kelompok tentang dasar negara tampak ketika bunyi sila pertama dari
Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa dipersoalkan oleh kelompok Islam. Menurut
kelompok Islam pencantuman sila pertama tidaklah jelas, maka perlu ditambah dengan kata-
kata dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Tentu
tambahan tujuh kata ini kemudian menimbulkan perdebatan yang alot antara kelompok
nasionalis dengan kelompok Islam. Untuk memecahkan ketegangan tersebut maka dibentuk
panitia 9
4
(Maarif 1985:107; Anshari 1997:28). Melalui pergumulan yang sulit pada tanggal

4
Disebut 9 karena terdiri dari 9 orang. Meskipun dianggap mewakili semua kelompok namun bisa dikatakan
bahwa kelompok Islam lebih dominan. Mereka itu adalah Soekarno (nasionalis); Mohammad Hatta (Islam,
14

22 Juni 1945 dicapai satu modus vivendi dengan merumuskan suatu gentle agreement tentang
Pembukaan Undang-undang Dasar yang oleh Yamin dokumen ini dinamakan Piagam Jakarta
The Jakarta Charter (Maarif 1985:107; Boland 1985:27; Anshari 1997:27-43). Ini berarti
cita-cita kelompok Islam sampai pada detik ini terakomodasi dan bisa dianggap sebagai
kemenangan kelompok Islam dalam penyaluran aspirasi politiknya.
Kemenangan kelompok Islam ini berubah ketika pada tanggal 18 Agustus 1945 tepat
sehari setelah Indonesia menyatakan kemerdekaan-nya atas keberatan dari kelompok
nasionalis dan orang Kristen dari Indonesia bagian Timur tujuh kata dalam Piagam Jakarta
tersebut dihapus dari naskah pembukaan UUD 1945.
Tentu dengan kejadian tersebut kelompok islam merasa tersudutkan secara politik
.Sebagaimana dijelaskan oleh Anshari yang dikutip Oleh Sukamto sebagaimana
diungkapkan oleh anshari :

Segera setelah para nasionalis yang Islami mengetahui bahwa, Indonesia merdeka, yang
turut mereka perjuangkan, bahkan berdasarkan Piagam Jakarta pun tidak, maka the majority
of the muslim population felt disappointed
5


Bentuk kekecewaan umat islam atas keadaan itu telah memicu suatu konfontasi
gerakan radikal dari kalangan islam yaitu Darul Islam Indonesia atau yang biasa disebut
DII/TII , yaitu sebuah gerakan radikal islam yang dipimpin oleh Imam SM Kartosuwiryo dan
merupakan salah satu gerakan resistesi kelompok islam dalam pergulatan pemberontakan

nasionalis); A. A. Maramis (Kristen); Abikoesno Tjokrosoejiwo (PSII); Abdul Kahar Muzakkir
(Muhammadiyah); Haji Agus Salim (Islam); Achmad Soebarjo (Islam, nasionalis); Abdul Wahid Hasjim (NU);
Muhammad Yamin (nasionalis).
5
Sukamto Dinamika Politik Islam Di Indonesia : Dari Masa Orde Baru Sampai Masa Reformasi . (2008 , Jurnal
Enlightment.Bandung)
15

gerakan islam pada masa pembentukan negara Indonesia yang bertujuan untuk membentuk
negara islam Indonesia.
Pergolakan gerakan islam politik tidak hanya mengilhami gagasan kalangan islam
nasional saja , tetapi juga membawa akibat dari meluasnya gerakan islam politik di wilayah
wilayah bagian Indonesia , Misalnya, di Jawa Barat Kartosuwirjo pada tanggal 7 Agustus
1949 memproklamasikan Negara Islam Indonesia. Kahar Muzakar mengadakan
pemberontakan di Sulawesi Selatan pada tahun 1952 dan Tengku Daud Beureeh
memproklamasikan Negara Islam di Aceh sebagai bagaian dari Negara Islam Indonesia yang
diproklamasikan oleh Kartosuwirjo. Namun pemberontakan-pemberontakan ini justru
melemahkan perjuangan politik Islam dan membuat faktor kesejarahan gerakan politik islam
di Indonesia selalu diidentikan dengan wacana mengenai soal pemberontakan terhadap
ideologi pancasila , dimana hal ini sangat kental pada masa orde baru yang sangat mengekang
gerakan politik islam di Indonesia dengan dalih stabilitas dan kebhinekaan negara Indonesia.
Pada masa Pemilu 1955 jika dilihat dari perjuangan dasar negara maka dari semua
partai yang mengikuti Pemilu bisa dibagi dalam tiga kubu yaitu: kubu Islam, Nasionalis, dan
Sosial-ekonomi. Pada masa ini lagi-lagi sebagian kubu Islam yang menginginkan Indonesia
berdasarkan Syariat Islam mengalami kekecewaan. Hal ini disebabkan dalam Pemilu 1955
tidak ada satupun di antara aliran-aliran pokok dalam masyarakat Indonesia yang tampil
sebagai pemenang. Sehingga dalam konstituante tidak ada mayoritas tunggal (Sukamto ;
2008).
Partai-partai Islam atau blok Islam yang memperjuangkan Islam sebagai dasar negara
yaitu Masjumi, NU, PSII, Perti, AKUI, PPTI, Gerakan Pilihan Sunda, L.M.Idrus Effendi
meraih 230 kursi. Mereka harus berhadapan dengan Blok nasionalis yang memperjuangkan
Pancasila sebagai dasar negara yaitu PNI, PKI, Parkindo, Partai Katolik, PSI, IPKI, PRN, dll.,
16

meraih 274 kursi, dan blok sosial-ekonomi memperoleh kursi 10.Dengan perolehan kursi
sebanyak 230 maka harapan blok Islam untuk memperjuangkan Islam sebagai dasar negara
menjadi semakin tidak realis. Hal ini terbukti ketika Konstituante yang sudah terbentuk
memulai sidangnya pada tanggal 10 November 1956 di Bandung tidak bisa mencapai kata
sepakat tentang masalah rumusan dasar negara yaitu, Negara Pancasila atau Negara Islam
(Maarif 1984:75; Boland 1985:85; Anshari 1997:65-107). Melihat kebuntuan ini, melalui
dekrit tanggal 5 Juli 1959 Presiden Sukarno menyatakan kembali ke UUD 1945 dan setelah
ini Indonesia memasuki masa pemerintahan Demokrasi Terpimpin (Sukamto ;2008)
Provinsi Aceh adalah merupakan salah satu provinsi yang mendapatkan hak istimewa
untuk menyelenggarakan syariat islam proses ini bukan saja hadir secara tiba tiba dalam
pemikiran masyarakat Aceh .Adapun salah satu faktor yang sangat kuat adalah faktor
kesejarahan (Historical bloc) yang membentuk masyarakat aceh .Jika dilihat dari proses
panjang secara di Aceh , sejarah sangat menempatkan posisi islam sebagai suatu sejarah
yang sangat diidentikan dengan aceh berdirinya kerajaan islam pertama di Aceh dan
berkembangnya islam pada awal masuknya islam di Aceh telah membentuk pola sistem
sosial dan masyarakat yang tidak bisa dilepaskan dari pengaruh kehidupan masyarakat
islam.Hal ini juga dijelaskan kajian post marxis oleh Ahmad Taufan Damanik dalam
karyanya Hasan Tiro : Dari Imajinasi Negara Islam Ke Imajinasi Etno-Nasionalisme
mengenai konsep Imagined Community yang terjadi di aceh . Ahmad Taufan menjelaskan :
Secara kronologis, perludijelaskan bagaimana prosespembentukan imagined
communityIndonesia dan sikap orang Aceh padaawal pembentukannya, bagaimanakemudian
mereka melakukanpemberontakan hingga padaakhirnya muncul a new imaginary,yakni Aceh
Merdeka
6
(Ahmad Taufan Damanik ;2010)

6
Damanik , Ahmad Taufan Hasan Tiro : Dari Imajinasi Negara Islam Ke Imajinasi Etno-Nasionalisme.
(2010.Friedrich Ebert Stiftung dan Aceh Future Institute.Jakarta) Hal 28.
17

Dalam sejarah panjang pembentukan masyarakat islam di Provinsi Aceh puncaknya
terjadi pada serangkaian gerakan islam yang merupakan hubungan dari gerakan slam nasional
pada saat itu ketika Dukungan yang luar biasa dari rakyat Aceh terhadap berdirinya satu
negara baru, yakni a new imagined community of Indonesia, yang diproklamasikan pada17
Agustus 1945, kemudian berubah amat cepat menjadi perlawanan. TengkuMohammad Daud
Beureueh, seorang ulama besar di Aceh, 20 September 1953,memproklamasikan daerah Aceh
dan sekitarnya menjadi bagian dari Negara IslamIndonesia di bawah organisasi Darul
Islam/Tentara Islam Indonesia pimpinanImam SM Kartosuwiryo yang berbasis di Jawa Barat
dan melakukan pemberontakanbersenjata terhadap Republik Indonesia. Sebagai pemimpin
PUSA
7
yang semulamenandatangani Maklumat Ulama Seluruh Aceh yang menyerukan
kepada seluruhrakyat Aceh untuk berperang jihad membela negara baru ini, sungguh
menarikmemahami perubahan sikapnya, karena ulama tersohor ini pada awalnya justru
ikutandil mendukung kemerdekaan Republik Indonesia.
Perlawanan demi perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat Aceh menjadi berubah
ketika pemerintahan Soeharto berkuasa , terpengaruh oleh gerakan gerakan yang ada
sebelumnya salah satu hal yang dituntut oleh masyarakat Aceh persoalan hak untuk Aceh
yang dinilai masyarakat Aceh sangat tidak adil , terutama dalam hal pembangunan
ekonomiyang tidak berimbang atau tidak adil antara Aceh dan Jawa wacana dominan
mengenai ketidakadilan inilah yang memicu berbagai gerakan yang menurut negara adalah
gerakan separatis .Yang paling bersejarah adalah gerakan masyarakat sipil aceh yang
tergabung dalam Gerakan Aceh Merdeka (GAM) .Kali ini gerakan ini dipimpin oleh Tengku
Mohammad Hasan di Tiro, seorang pendukung DI/TII yang hidup di pengasingan di Amerika

7
PUSA atau Persatuan Ulama Seluruh Aceh adalah organisasi ulama yang paling berpengaruh pada masa itu.
Sebagai Ketua PUSA, Tengku Mohammad Daud Beureueh, bersama Tengku Hadji Hasan Kroeng Kale, Tengku
Hadji Djafar Sidik Lambadjat, Tengku Hadji Ahmad Hasballah Indrapuri , diketahui oleh Residen Aceh, Teuku
Nya Arief dan disetujui Ketua Komite Nasional, Tuanku Mahmud, mengeluarkan Maklumat Ulama Seluruh
Aceh pada tanggal 15 Oktober 1945.
18

Serikat, perlawananterhadap negara Republik Indonesia kembali digelorakan. Pada 4
Desember 1976Hasan Tiro memproklamasikan kemerdekaan Aceh dengan organisasi Acheh-
Sumatera National Liberation Front (ASNLF) atau Acheh Freedom Movement,Gerakan
Acheh Merdeka. Hasan Tiro menyebut proklamasi itu sebagai Re-Declarationof
Independence of Acheh, karena menurutnya eksistensi politik Aceh sudah ada ratusan tahun
sebelum Republik Indonesia berdiri, jadi pernyataan kemerdekaan inisesungguhnya bukan
merupakan pendirian sebuah negara baru, tapi lebih sebagaipernyataan kembali keberadaan
negara merdeka Acheh.Proklamasi kemerdekaan Aceh ini menandai hubungan yang semakin
memburuk di antara Indonesia dan Aceh. Suharto, Presiden RI berikutnya yang mengambil
alih kekuasaan dari tangan Presiden Sukarno, kemudian malahmengirimkan puluhan ribu
tentara untuk menumpas pemberontakan GAM sertamenangkapi mau pun membunuh aktifis
politik dan pejuang GAM. Akibatnya,periode ini, terutama antara tahun 1990-1998 adalah
periode dengan catatanpelanggaran hak asasi paling buruk yang pernah terjadi dalam sejarah
konflikIndonesia-Aceh. Dengan begitu, alih-alih mampu mengeliminasi kekuatan
GAM,operasi militer yang dijalankan pemerintahan Suharto malah menghasilkansebaliknya.
GAM yang semula kurang berhasil mendapatkan dukungan rakyat dengan operasi yang
menimbulkan banyak korban rakyat sipil ini justru kemudianmendapatkan simpati yang
besar dari rakyat Aceh.Berbagai upaya perdamaian dengan Hendry Dunant Center sebagai
mediatortelah ditempuh, termasuk melibatkan wisemen, tokoh-tokoh penting dari
berbagainegara termasuk Amerika Serikat. Demikian pula upaya pembentukan
JointCommittee untuk mencegah pertempuran yang lebih luas dengan melibatkan
TimPemantau dari ASEAN juga gagal. Paling akhir pertemuan kedua belah pihak diTokyo
tahun 2003 yang melibatkan AS, Jepang, Uni Eropa serta World Bank danAsian
Development Bank, juga menemui jalan buntu. Tahun 2003, pemerintahanMegawati
kemudian memberlakukan Darurat Militer yang kemudian diturunkanstatusnya menjadi
19

darurat sipil beberapa bulan menjelang Pemilu 2004. Perang terusberkecamuk, korban masih
terus berjatuhan, sementara Hendry Dunant Center.
Ribuan Tentara Neugara Acheh (TNA) dan organisasi politik ASNLFyang bermarkas
di Stockholm, Swediamasih eksis. Kemerdekaan Aceh,sebagai a new social imaginary,
semakinmengkristal dan menghegemoniwacana politik di Aceh. Sebaliknya,wacana
hegemonik ini sekaligusmenandai bubarnya wacananasionalisme Indonesia di dalam benak
orang Aceh (Taufan Damanik ; 2010 : 17). Hal ini dijelaskan lebih lanjut oleh Kell yang
dikutip oleh Ahmad Taufan Damanik Kell memberikan analisis atas identitas politik yang
dibentuk Tiro. Ideologi GAM sedikit melompati seruan langsung tentang sentimen etnis dan
kejayaan masa lalu dari Negara Aceh yang mandiri. Tujuan jangka panjang Hasan di Tiros untuk
Acheh-Sumatera adalah mendirikan suatu konfederasi negara-negara merdeka dan perlawanan yang
dilakukan ini ditujukan untuk menjamin kelanggengan rakyat Acheh- Sumatera sebagai satu
bangsa, karena bangsa Jawa menghancurkan politik mereka, warisan sosial budaya mereka,
mengambil tanah air mereka, dan menjarah aset-aset ekonomi mereka (Taufan Damanik , 2010 : 31)
Dinamika politik di Aceh berada dalam titik balik pada saat kesepakatan perdamaian
setelah Aceh mengalami bencana alam tsunami yang sangat luar biasa dan membuat
kerusakan yang parah bagi sendi sendi kehidupan di Aceh. Hal ini diyakini sebagai titik
awal bagi kesepakatan perdamaian yang dilakukan oleh Gerakan Aceh Merdeka dan
Pemerintahan Indonesia dimana disepakatinya Memorandum Of Understanding (MOU)
Perdamaian di Helsinki , Swedia. Kesepakatan perdamaian pada 15 Agustus 2015
merupakan awal sejarah perang dan konflik yang berkepanjangan di provinsi yang disebut
Serambi Mekkah ini . Proses perdamaian menjadi tonggak awal bagi perubahan bagi Aceh
yang mengalami degradasi hidup akibat konflik yang terjadi antara rentang waktu 30
tahun.Salah satu kesepakatan yang dicapai dalam perjanjian Helsinki antara GAM dan
20

Pemerintah Indonesia adalah pemberian otonomi khusus untuk provinsi Aceh hal ini
dijelaskan dalam salah satu poin dari MoU Helsinki menyebutkan:
A new Law on the Governing of Aceh will be promulgated and will enter into force
as soon aspossible and not later than 31 March 2006 (Undang-undang barutentang
Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh akan diundangkandan akan mulai berlaku
sesegera mungkin dan selambat-lambatnyatanggal 31 Maret 2006
8
)
Perjanjian perdamaian merupakan awal dari pemberian status otonomi khusus Aceh yang
disepakati oleh pemerintah Republik Indonesia .UU Nomor 11 tahun 2006 atau undang
undang pemerintahan Aceh , merupakan Undang Undang yang melegitimasi keberadaan
aceh secara hukum menjadi daerah otonomi khusus .Salah satu hal khusus yang diperoleh
Aceh dalam undang undang tersebut adalah mengenai pelaksanaan dalam pembangunan
islam yang dimanifestasikan lewat syariat islam yang dijelaskan pada Pasal 125 Undang
Undang 11 tahun 2006 menyebutkan Pelaksanaan syariat Islam yang meliputi ibadah,
ahwal alsyakhshiyah (undangundang keluarga), muamalah, jinayah Islam, qadha (hukuman
dari pengadilan),tarbiyah (pendidikan), dakwah, syiar dan pembelaan Islam
9
, pasal 128
tentang pembentukan Mahkamah Syariat Islam , dan juga Pasal 138 tentang pembentukan
Majelis Permusyawaratan Ulama. Maka atas dasar itu kami tertarik membahas mengenai
pembangunan politik dan pembangunan islam di Aceh selain kaya akan dinamika politik
dan kesejarahan yang membentuk Aceh , penelitian dan pengembangan wacana mengenai
politik islam perlu dan harus dikembangkan dalam diskursus ilmu politik sebagai bagian
objek kajian yang harus menjadi perhatian para ilmuwan dan mahasiswa ilmu politik .

8
Salah satu poin dari Memorandum of Understanding Between The Goverment of The Republic Of Indonesia
and Gerakan Aceh Merdeka (Free Aceh Movement) terjemahan : Nota Kesepakatan antara Pemerintah
Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka . Helsinki 15 Agustus 2005
9
Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintah Aceh adalah undang undang mengenai
otonomi khusus yang diterima oleh provinsi Aceh
21

Untuk kami mengambil judul praktek kerja lapangan mengenai Politik
Pembangunan Islam Di Provinsi Aceh yang kami susun lewat laporan dan karya ilmiah
ini.Dengan melihat peran lembaga lembaga yang bertugas untuk melaksanakan tugas teknis
pelaksanaan syariat islam di Provinsi Aceh salah satunya dinas syariah dan lembaga lainnya ,
kami juga mengukur partisipasi masyarakat sipil dalam pembangunan islam di Aceh terutama
pelaksanaan syariat islam yang sangat menarik untuk diihat sebagai salah satu kebijakan
pembangunan yang ada di Indonesia serta merupakan salah satu proses dinamika politik
dalam proses pembangunan di Indonesia yang semakin kehilangan tingkat pastisipasi
masyarakat sipil dalam proses penentuan kebijakan dalam pembangunan.


1.2.Tujuan dan Manfaat Praktek Kerja Lapangan

1.2.1.Tujuan Praktek Kerja Lapangan

Secara teoritis Praktek Kerja Lapangan Mahasiswa Departemen Ilmu Politik
merupakan salah satu kegiatan akademik yang wajib dilaksanakan oleh mahasiswa ilmu
politik yang umum adalah mahasiswa semester 7 .Dimana kegiatan praktek kerja lapangan ini
merupakan salah satu ruang praktik terhadap teori teori yang sudah diajarkan oleh para
dosen Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera
Utara pada setiap mata kuliah diberikan kepada mahasiswa.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam praktek kerja lapangan ini adalah :
22

Tujuan Umum :
1. Untuk Mengetahui proses dan dinamika Politik dan Pembangunan Islam di
Indonesia.
2. Untuk Mengetahui Proses dan Dinamika Politik dan Pembangunan Islam di
Provinsi Aceh.
Tujuan Khusus :
1. Untuk mengetahui bagaimana peran Dinas Syariah Provinsi Aceh dalam proses
pembangunan islam di Aceh.
2. Untuk mengetahui perkembangan politik dan demokrasi terutama dalam koridor
politik lokal , terkhusus di Provinsi Aceh.


1.2.2.Manfaat Praktek Kerja Lapangan
Adapun manfaat yang diperoleh dari praktek kerja lapangan ini adalah :
Bagi Mahasiswa Ilmu Politik :
1. Memberikan suatu pemahaman terhadap diskursus keilmuan Ilmu Politik terutama
dalam konsentrasi keilmuan Politik Islam dan Pembangunan Islam.
2. Mewujudkan dan aplikasi salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pengabdian
masyarakat.
3. Mengetahui tugas dan fungsi institusi pemerinatahan dalam proses pembangunan
islam di Aceh terkhusus Dinas Syariah Provinsi Aceh.
23

4. Sebagai ruang untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi dinamika keilmuan dan
dinamika Ilmu Politik baik secara akademik maupun praktik dalam dunia kerja
Bagi Provinsi Aceh :
1. Sebagai wadah dan ruang untuk mempererat hubungan antara pemerintah dan
mahasiswa terkhusus mahasiswa Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara.
2. Dengan dilaksanakannya praktek kerja lapangan ini , mahasiswa Ilmu Politik dituntut
untuk memberikan sumbangan keilmuan dan pemikiran dalam bidang pemerintahan
dan ilmu politik dengan memberikan kritik dan saran terhadap Provinsi Aceh
terkhusus dalam bidang politik dan pembangunan islam.
3. Memberikan ruang dan wadah nyata bagi perkembangan ilmu politik terutama dalam
bidang politik dan pembangunan islam.
4. Menjadi suatu wadah informatif yang bisa dilakukan oleh Provinsi Aceh terutama
proses pembangunan islam di aceh sebagai salah satu pembangunan islam yang ada di
Indonesia.

Bagi Departemen Ilmu Politik FISIP Universitas Sumatera Utara :
1. Meningkatkan hubungan kelembagaan antara Departemen Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara dan Provinsi Aceh dalam hal perkembangan akademik dan
pembangunan politik , terkhusus pembangunan islam di Aceh.
2. Membuka interaksi antara dosen , mahasiswa dan instansi pemerintahan dalam
pemecahan masalah pembangunan terutama dalam bidang ilmu politik diwilayah
akademik.
24

3. Membuka saran dan kritikan dari Provinsi Aceh untuk proses kemajuan Departemen
Ilmu Politik Univeritas Sumatera Utara terutama dalam bidang akademik dan kualitas
sumber daya mahasiswa yang menjadi acuan dan parameter keberhasilan
pengembangan keilmuan di Departemen Ilmu politik Universitas Sumatera Utara.
4. Meningkatkan pengembangan pemikiran dan praktis ilmu politik bagi mahasiswa
Ilmu Politik yang berguna untuk perkembangan wawasan dan sumber daya
mahasiswa Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
5. Membentuk citra sumber daya mahasiswa Departemen Ilmu Politik Universitas
Sumetara Utara yang dihasilkan dari Departemen Ilmu Politik Universitas Sumatera
Utara.


1.3.Tempat dan Waktu Praktek Kerja Lapangan
Tempat Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan
Praktek Kerja Lapangan mahasiswa Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dengan mengambil judul praktek kerja lapangan
Politik dan Pembangunan Islam , Studi Kasus : Peran Dinas Syariah Untuk Meningkatkan
Partisipasi Masyarakat Sipil dalam Pembangunan Islam Di Aceh adalah Pemerintah
Provinsi Aceh yang difokuskan di Dinas Syariat Provinsi Aceh.

Waktu Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan
25

Waktu pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan mahasiswa Departemen Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara dilakukan pada Tanggal 4 Agustus 31 Agustus 2014.

1.4.Uraian Teoritis
A. Defenisi Ilmu Politik
Secara etimologis , politik berasal dari kata yunani yang berarti Polis atau negara
jadi politik secara pengertian bisa juga diartikan sebagai suatu pemahaman akan kehidupan
yang ada dalam negara dan pengaturan akan hidup bersama dengan menetapkan norma
norma tertentu untuk mewujudkan tujuan tertentu .Untuk memahami lebih jauh apa itu arti
ilmu politik sebetulnya sangattergantung pada dari dimensi apa ia melihatnya. Bagi kaum
institusionalis atauinstitutional approach seperti Roger F. Soltau (1961: 4), mengatakan; Ilmu
politik adalah kajaian tentang negara, tujuan-tujuan negara, danlembaga-lembaga yang akan
melaksanakan tujuan-tujuan itu; hubungan antaranegara dengan warga negaranya serta
dengan negara-negara lain). Sedangkan J.Barents mengemukakan: ( Ilmu politik adalah ilmu
tentang kehidupannegara yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat; ilmu
politikmempelajari negara-negara itu melakukan tugas-tugasnya).Berbeda dengan kelompok
pendekatan kekuasaan (power approach),seperti Harold Laswel, W.A. Robson, maupun
Deliar Noer. Laswel mengemukakan: mendefinisikan ilmu politik sebagai disiplin empiris
pengkajiantentang pembentukan dan pembagian kekuasaan, serta tindakan politik
sepertiyang ditampilkan seseorang dalam perspektif-perspktif kekuasaan. Sedangkan
menurut Robert Dhal (1994: 4) bahwa ilmu politik tentang hubunganmanusia yang kokoh,
dan melibatkan secara cukup mencolok , kendali, pengaruh,kekuasaan dan kewenangan
10
.


10
Budiardjo, Miriam (2000) Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta, PT. Gramedia. (Hal 23 - 24)
26

B. Politik Islam
Dalam Agama Islam, bukan masalah Ubudiyah dan Ilahiyah saja yang dibahas. Akan
tetapi tentang kemaslahatn umat juga dibahas dan diatur dalam Islam, dalam kajian ini salah
satunya adalah Politik Islam yang dalam bahasa agamanya disebut Fiqh Siyasah. Fiqh
Siyasah dalam koteks terjemahan diartikan sebagai materi yang membahas mengenai
ketatanegaraan Islam (Politik Islam). Secara bahasa Fiqh adalah mengetahui hukum-hukum
Islam yang bersifat amali melalui dalil-dalil yang terperinci. Sedangkan Siyasah adalah
pemerintahan, pengambilan keputusan, pembuatan kebijaksanaan, pengurusan, dan
pengawasan. Luthfi Asyaukanie dalam karyanya Ideologi Islam dan Utopia juga menjelaskan
bahwa politik islam merupakan aktualisasi pemikiran dalam ranah teologis islam menuju
penyempurnaan model tentang pengaturan hidup secara bersama
11
(L.Asyaukanie , 2011 : 17)
C. Perda Syariah / Qanun Syariah
Istilah qanun atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan peraturan daerah berasal
dari bahasa arab yang berarti aturan .Qanun di provinsi Aceh merupakan ciri khusus daerah
otonomi khusus yang diterima oleh Aceh yang dijelaskan dalam Undang Undang Nomor 11
Tahun 2011 tentang pemerintahan Aceh . Qanun syariah adalah peraturan peraturan daerah
yang berisi tentang pelaksanan kehidupan beragama yang disebut dengan qanun syariat islam
dimana diatur mengenai aturan hukum mengenai kehidupan beragama.
D. Pembangunan Islam
Pembangunan islam secara umum diartikan sebagai aktualisasi keislaman dalam
proses pembangunan istilah pembangunan islam adalah perwujudan rasionalitas agama
yang ditujukan untuk ruang publik untuk kebaikan bersama dalam umat islam . seperti yang

11
Assyaukanie Luthfi (2011) Ideologi Islam dan Utopia : Tiga Model Negara Demokrasi Di Indonesia .Freedom
Institute.Jakarta
27

dijelaskan oleh Hassan Hanafi bahwa pembangunan islam merupakan aktualisasi ideologi
islam dalam aktivitas bernegara . Jadi pembangunan islam adalah proses pembangunan yang
menggunakan nilai nilai islam yang diwujudkan melalui proses pembangunan.

1.5.Kerangka Teori
A.Civil Society
Civil Society / Burgerliche Gesellschaft (Bourgeois Society) merupakan konsep yang
baru muncul dalam tatanan masyarakat kapitalisme atau masyarakat borjuis
12
. Konsep
Masyarakat Sipil mengindikasikan keberadaan masyarakat beradab dengan kemapanan
hukum dan institusi di satu sisi, dengan keterpisahan antara aktivitas ekonomi individu dari
ranah politik disisi lain. Konsep ini mensyaratkan adanya kebebasan dalam persaingan dan
hubungan ekonomi individu yang berpotensi bertentangan dengan kebebasan dan hubungan
masyarakat yang lebih luas dalam negara, sehingga pada masa Monarki kerajaan, konsep
Civil Society tidak relevan untuk berkembang pesat karena dunia perpolitikan tidak
merepresentasikan kepentingan kolektif. Politik adalah merupakan hak prerogative pribadi
raja sebagai penguasa Tunggal pemerintahan.Gagasan mengenai civil society setidaknya dari
filsuf filsuf yang membahas mengenai civil society sebagai gagasan dalam kajian ilmu
politik . Menurut G W F Hegel gagasan Hl tentang masyarakat sipiltidak dapat dipisahkan
begitu saja dengan konsep negara karena pada dasarnya gagasan tentang negara adalah
hasil dari relasi otonom individu .
Civil Society adalah wilayah kehidupan sosial terorganisir yang terbuka,sukarela,
menghasilkan diri sendiri, mandiri (sekurang-kurangnya setengah mandiri),otonom dari
negara, dan terikat oleh tatanan hukum atau seperangkat aturan bersama.Hal ini berbeda dari

12
Iman Subono Nur (2003) Civil Society , Hegemoni , dan Patriarki . Jurnal CIVIC Vol 2. (Hal 2)
28

masyarakat pada umumnya dalam hal melibatkan warga negarauntuk bertindak secara
kolektif dalam ruang publik guna mengekspresikan kepentingan,hasrat, preferensi, dan ide
mereka untuk bertukar informasi, untuk mencapai tujuantujuankolektif, untuk mengajukan
tuntutan-tuntutan pada negara, untuk meningkatkanstruktur dan fungsi negara, dan untuk
memegang para pejabat negara agar bertanggungjawab. Civil society adalah sebuah fenomena
perantara yang berdiri di antara wilayahpribadi dan negara.
Tumbuhnya civil society memiliki kaitan yang amat signifikan terhadaptumbuhnya
rejim-rejim yang mengusung demokrasi sebagai paham danideologinya. Dalam paham
demokrasi pemerintah menyediakan kesempatan yangsangat luas kepada semua individu
dalam lapangan ekonomi dan seiring denganmeningkatnya kesejahteraan warga negara
membuat masyarakat memiliki posisitawar terhadap kebijakan pemerintah.Oleh karena itu
konsep mengenai civil society menjadi sangat penting dalam proses pembangunan yang
bertujuan untuk kebaikan bersama.Karena pada dasarnya pembangunan yang baik adalah
dimana terjadi hubungan yang dialektis baik secara teori ataupun praktek antara proses
pembangunan dan civil society . Karena partisipasi dan penguatan partisipasi yang kuat
dalam proses pembangunan pasti akan berjalan lurus dengan pembangunan yang baik .
Beberapa kriteria yang dapat dijadikan parameter untuk merujuk masyarakat dengan
partisipasi masyarakat Sipil yang kuat adalah
13
:
1) Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga dan kelompok dalammasyarakat
2) Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial (socialcapital) yang
kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakantugas-tugas kehidupan dan terjalinya
kepercayaan dan relasi sosial antarkelompok.

13
Index Pembangunan Masyarakat Sipil ini diambil dari penyatuan antara konsep trikotomis kontrak sosial dari
Hobbes , Locke , dan Rosseau .. Lihat juga seminar pada Freedom Institute tentang Mengukur Demokrasi
(Lihat You Tube : Freedominst)
29

3) Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan; dengankata lain
terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan sosial.
4) Adanya hak, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat dan
lembagalembagaswadayauntuk terlibat dalam berbagai forum dimana isu-isukepentingan
bersama dan kebijakan publik dapat dikembangkan.
5) Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnyasikap saling
menghargai perbedaan antar budaya dan kepercayaan.
6) Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembagalembagaekonomi,
hukum, dan sosial berjalan secara produktif danberkeadilan sosial.
7) Adanya jaminan, kepastian dan kepercayaan antara jaringan-jaringankemasyarakatan yang
memungkinkan terjalinnya hubungan dankomunikasi antar mereka secara teratur, terbuka dan
terpercaya.









30




















31

1.6.Metode Praktek Kerja Lapangan
Untuk membuat praktek kerja lapangan lebih sistematis , maka digunakan metode
pengumpulan data dalam praktek kerja lapanga sebagai berikut :

A. Tahapan Persiapan Praktek Kerja Lapangan
Pada tahapan persiapan ini , kami melakukan persiapan kegiatan praktek kerja
lapangan dengan dimulai dari penentuan judul , penentuan tempat praktek kerja
lapangan , pengajuan judul praktek kerja lapangan , pengesahan judul praktek
kerja lapangan ,dan konsultasi dengan dosen pembimbing praktek kerja lapangan .

B. Studi Literatur
Studi literatur merupakan salah satu aspek kegiatan yang paling penting dalam
praktek kerja lapangan ini dimana studi litertur merupakan tinjauan atas literatur
mengenai pembahasan ilmu politik , undang undang terkait , ilmu interdisipliner
, Jurnal Ilmiah , Artikel , dan literatur yang dianggap penting dalam proses
praktek kerja lapangan ini.

C. Observasi Lapangan
Observasi adalah proses peninjauan dan pengamatan langsung terhadap instansi
yang menjadi tempat pelaksanaan praktek kerja lapangan sesuai dengan tema
praktek kerja lapangan dan pencarian data yang ingin dicapai.


32

D. Pengumpulan Data
Dalam hal ini , pengumpulan data adalah salah satu kegiatan dan proses dalam
praktek kerja lapangan untuk mengumpulkan dan menginventaris semua data
yang diperlukan sesuai dengan judul dan tema praktek kerja lapangan yang
dilakukan , baik data primer maupun data sekunder dari instansi terkait atau pihak
yang terkait yang secara selektif bisa memberikan penjelasan.
E. Evaluasi dan Analisis Data
Setelah mendapatkan perolehan data yang diperlukan , kamis sebagai penulis
mengevaluasi dan menganalisis data yang akan presentasikan dalam bentuk
laporan praktek kerja lapangan dengan sistematis , ilmiah dan jelas.

1.7.Metode Pengumpulan Data Praktek Kerja Lapangan
Dalam pengumpulan daya yang dikumpulkan guna keperluan praktek kerja lapanga ,
kami menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang dilakukan dalam praktek
kerja lapangan sebagai berikut :
A. Studi Pustaka
Pengumpulan data mengenai ruang lingkup prakterk kerja lapangan seperti perda
syariah , kumpulan qanun qanun , peran dan fungsi Dinas Syariah Provinsi Aceh
dan data lainnya.

B. Daftar Wawancara (Interview Guide)
Pengumpulan data wawancara adalah pengumpulan data dengan melakukan
wawancara mendalam (Deep Interview) yang dilakukan untuk memperoleh
33

infomasi yang kualitatif dan dilakukan dengan penentuan narasumber yang
selektif yag bisa memberikan informasi yang objektif.

C. Data Observasi
Data observasi adalah metode pengumpulan yang diperoleh dari pengamatan
langsung yang dilakukan dan disistematiskan lewat catatan catatan terhadap
masalah dan objek yang dibahas.

D. Daftar Dokumentasi
Daftar dokumentasi adalah pengumpulan data yang merupakan pengumpulan data
data yang otentik terkait dengan objek dan kajian yang akan dibahas.

1.8.Ruang Lingkup Praktek Kerja Lapangan
Untuk lebih berkonsentrasi pada suatu masalah yang akan dilihat maka diperlukan
untuk memberikan ruang lingkup yang akan dibahas dalam praktek kerja lapangan agar
menghasilkan pembasahan yang sistematis , untuk itu kami membatasi hanya pada ruang
lingkup , sebagai berikut :
1. Peran Dinas Syariah dalam pembangunan islam di Aceh
2. Melihat tugas dan fungsi dalam pembangunan islam di Aceh
3. Melihat aplikasi perda syariah dalam pembangunan islam di Aceh
4. Mengukur peran dinas syariah dalam meningkatkan partisipasi mayakarakat sispil
dalam pelaksanaan syariat islam di Aceh.
BAB II
34

PROFIL PROVINSI ACEH DAN DINAS SYARIAT PROVINSI ACEH

2.1.Profil Provinsi Aceh.
Kondisi Geografis dan Demografis
Provinsi Aceh terletak di ujung Barat Laut Sumatera (2o0000- 6o0430 Lintang
Utara dan 94o5834-98o1503 Bujur Timur) dengan Ibukota Banda Aceh, memiliki luas
wilayah 56.758,85 km2 atau 5.675.850 Ha (12,26 persen dari luas pulau Sumatera), wilayah
lautan sejauh 12 mil seluas 7.479.802 Ha dengan garis pantai 2.666,27 km2. Secara
administratif pada tahun 2009, Provinsi Aceh memiliki 23 kabupaten/kota yang terdiri dari 18
kabupaten dan 5 kota, 276 kecamatan, 755 mukim dan 6.423 gampong atau desa. Provinsi
Aceh memiliki posisi strategis sebagai pintu gerbang lalu lintas perdagangan Nasional dan
Internasional yang menghubungkan belahan dunia timur dan barat dengan batas wilayahnya :
sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka dan Teluk Benggala, sebelah Selatan
berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara dan Samudera Hindia, sebelah Barat berbatasan
dengan Samudera Hindia dan sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka dan Provinsi
Sumatera Utara.

Kondisi Demografis
Jumlah penduduk Aceh pada akhir 2009 adalah 4.363.477 jiwa, dengan total jumlah
kepala keluarga atau rumah tangga adalah 1.073.481 kepala keluarga/rumah tangga. Laju
pertumbuhan penduduk Aceh selama 5 tahun (2006-2009) terakhir sebesar 1,66 persen. Kota
Sabang memiliki laju pertumbuhan penduduk yang terendah dibandingkan kabupaten/kota
lain di Aceh yakni sebesar 0,10 persen, sedangkan yang tertinggi adalah Kabupaten Aceh
35

Jaya yakni sebesar 7,90 persen. Sebaran penduduk di wilayah aceh masih belum merata.
Kabupaten/kota yang memiliki jumlah penduduk terbesar adalah Kabupaten Aceh Utara
(532.535 jiwa) dan jumlah penduduk terkecil adalah Kota Sabang (29.184 jiwa)
14


Tabel 1. Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Aceh Tahun 2006 2009
















Sumber : Rencana Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Aceh 2005 2005

14
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Aceh Tahun 2005 2025 . Diunduh dari
www.Provaceh.go.id



36

Tabel 2 . Jumlah Penduduk Provinsi Aceh 2006 - 20013




















Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh





37

Politik dan Pemerintahan
Sejak tahun 1999, Aceh telah mengalami beberapa pemekaran wilayah hingga sekarang
mencapai 5 pemerintahan kota dan 18 kabupaten sebagai berikut:

Tabel 3. Jumlah Kabupaten/Kota dan Pejabat Pemerintahan di Provinsi Aceh
No
.
Kabupaten/Kota Ibukota Bupati/Walikota
Luas
(km
2
)
Puenduduk

(2010)
Kecamatan Desa/Kelurahan
1
Kabupaten Aceh
Barat
Meulab
oh
T. Alaidinsyah
2.927,9
5
172.896 12 321
2
Kabupaten Aceh
Barat Daya
Blangpi
die
Jufri Hasanuddin
1.490,6
0
125.991 9 132
3
Kabupaten Aceh
Besar
Kota
Jantho
Mukhlis Basyah
2.969,0
0
350.225 23 592
4
Kabupaten Aceh
Jaya
Calang
Azhar
Abdurrahman
3.812,9
9
76.892 6 172
5
Kabupaten Aceh
Selatan
Tapak
Tuan
Sama Indra
3.841,6
0
202.003 18 369
6
Kabupaten Aceh
Singkil
Singkil
Makmur
Syahputra Bancin
2.185,0
0
102.213 10 127
7
Kabupaten Aceh
Tamiang
Karang
Baru
Abdul Latief
1.956,7
2
250.992 12 128
38

8
Kabupaten Aceh
Tengah
Takeng
on
Nasaruddin
4.318,3
9
175.329 14 268
9
Kabupaten Aceh
Tenggara
Kutaca
ne
Hasanuddin
Beruh
4.231,4
3
178.852 11 164
10
Kabupaten Aceh
Timur
Idi
Rayeuk
Hasballah M.
Thaib
6.286,0
1
359.280 21 580
11
Kabupaten Aceh
Utara
Lhoksu
kon
Muhammad
Thaib
3.236,8
6
529.746 27 1.160
12
Kabupaten Bener
Meriah
Simpan
g Tiga
Redelo
ng
Tagore Abubakar
1.454,0
9
121.870 7 232
13
Kabupaten
Bireuen
Bireuen Ruslan M. Daud
1.901,2
0
389.024 17 514
14
Kabupaten Gayo
Lues
Blang
Kejeren
Ibnu Hasyim
5.719,5
8
79.592 11 97
15
Kabupaten Nagan
Raya
Suka
Makmu
e
T. Zulkarnaini
3.363,7
2
138.670 5 213
16 Kabupaten Pidie Sigli Sarjani Abdullah
3.086,9
5
378.278 22 946
17
Kabupaten Pidie
Jaya
Meureu
du
Gade Salam
1.073,6
0
132.858 8 215
18
Kabupaten Sinaban
Riswan NS
2.051,4
80.279 8 135
39

Simeulue g 8
19 Kota Banda Aceh - Mawardy Nurdin 61,36 224.209 9 80
20 Kota Langsa - Usman Abdullah 262,41 148.904 5 52
21
Kota
Lhokseumawe
- Suaidi Yahya 181,06 170.504 4 67
22 Kota Sabang - Zulkifli H Adam 153,00 30.647 2 18
23
Kota
Subulussalam
-
Merah Sakti
Kombih
1.391,0
0
67.316 5 74

Jumlah

57.956,
00
4.486.570 264 6.656

Sumber : Acehprov.go.id (Data diolah)

Kondisi Kesejahteraan Masyarakat
1. Pertumbuhan Ekonomi

Selama lima tahun terakhir (2005-2009), nilai Product Domestic Regional Bruto
(PDRB) Aceh yang dihitung atas harga konstan mengalami perkembangan yang kurang
menggembirakan. Pasca tsunami, ekonomi Aceh sempat terpuruk sampai ke tingkat yang
sangat memprihatinkan. PDRB Aceh pada tahun 2005 hanya mencapai Rp 36,29 triliun atau
turun 10,12 persen dari tahun sebelumnya. Lima dari sembilan sektor ekonomi yang
membentuk struktur PDRB mengalami kontraksi yang besar yaitu pertanian turun 3,89
persen, pertambangan dan penggalian turun tajam sampai 22,62 persen, demikian juga
40

industri pengolahan jatuh 22,30 persen, konstruksi turun 16,14 persen, serta sektor jasa turun
9,53 persen. Perkembangan nilai PDRB Aceh dalam lima tahun terakhir secara berturut-turut
adalah sebesar 36.29 triliun rupiah (2005), 36.85 triliun rupiah (2006), 35.98 triliun rupiah
(2007), 34.09 triliun rupiah (2008) dan 32.18 triliun rupiah (2009)
15
.
Berdasarkan persentase pertumbuhan PDRB, secara berturut-turut pertumbuhan
ekonomi Aceh (dengan Migas) adalah -10,12 persen (2005), 1,56 persen (2006), -2,36 persen
(2007), -5,27 persen (2008) dan -5,58 persen (2009). Sedangkan nasional secara berturut-
turut adalah 6,60 persen (2005); 6,10 persen (2006); 6,90 persen (2007); 6,50 persen (2008);
dan 4,20 persen (2009). Semakin menurunnya pertumbuhan ekonomi Aceh selama kurun
waktu tersebut terutama akibat semakin menurunnya kontribusi sub sektor migas.
2. Pendapatan Perkapita

Pendapatan perkapita penduduk dihitung berdasarkan PDRB dibagi dengan jumlah
total penduduk. PDRB perkapita 2005-2008 dengan Migas atas dasar harga konstan
menunjukkan penurunan dimana pada tahun 2005 PDRB perkapita 9.000.897,66 rupiah per
jiwa, 8.872.811,43 rupiah per jiwa (2006), 8.519.060,77 rupiah per jiwa (2007) dan
7.938.091,46 rupiah per jiwa (2008) sedangkan PDRB perkapita atas harga konstan tanpa
migas (non-migas) pada tahun 2005 sebesar 5.588.811,26 rupiah per jiwa, 5.842.632,36
rupiah per jiwa (2006), 6.160.802,29 rupiah per jiwa (2007) dan 6.173.990,40 rupiah per jiwa
(2008). Terjadinya penurunan PDRB dengan migas disebabkan menurunnya pendapatan dari
migas Aceh sebagai akibat menurunnya cadangan deposit migas. Pendapatan perkapita non-
migas cenderung meningkat disebabkan oleh besarnya kontribusi sektor-sektor non-migas

15
Ibid Rencana Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Aceh Tahun 2005 2025
41

terutama sektor pertanian, pada tahun 2005 sebesar 21,37 persen, 21,36 persen (2006), 22,67
persen (2007) dan 24,13 persen (2008)
16
.
Kesejahteraan Sosial Masyarakat
1. Angka Melek Huruf

Menurut BPS (2009) angka melek huruf di provinsi Aceh (2005-2009) mengalami
peningkatan, pada tahun 2005 sebesar 93,98 persen dan meningkat menjadi 96,39 persen
pada tahun 2009. Jika dibandingkan antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan terlihat
bahwa masih ada ketimpangan pendidikan yaitu sebesar 98,93 persen di daerah perkotaan
dan 95,33 persen di daerah perdesaan pada tahun 2009
17
.
Tabel 4. Jumlah Melek Huruf Provinsi Aceh










Sumber : Badan Pusat Statistik Tahun 2010


16
Ibid
17
Data Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh Tingkat Buta Huruf dan Melek Huruf Provinsi Aceh Tahun 2010.
Diunduh dari Bpsprovinsi aceh.go.id
42

2. Angka Partisipasi Murni dan Kasar

Pembangunan pendidikan Aceh telah menghasilkan beberapa kemajuan terutama dalam
hal pemerataan akses terhadap pendidikan dasar, hal ini terlihat dari beberapa indikator-
indikator, seperti Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi Kasar (APK). APM
dan APK secara umum mengalami peningkatan untuk periode 2007 sampai 2009. Angka
Partisipasi Murni (APM) Aceh untuk tingkat SD/MI/Paket A pada tahun 2007 sebesar 94,66
persen meningkat menjadi 95,50 persen pada tahun 2009. Untuk tingkat
SMP/MTs/SMPLB/Paket B, pada tahun 2007 sebesar 86,62 persen meningkat menjadi 92,59
persen pada tahun 2009.
Demikian juga untuk tingkat SMA/MA/SMK/SMALB/Paket mengalami peningkatan,
pada tahun 2007 sebesar 65,92 persen menjadi 70,26 pada tahun 2009 (Tabel 6). Selain itu,
diperkirakan terdapat 2,85 persen siswa kelompok usia sekolah dasar yang belajar pada
pendidikan non formal dan Dayah tradisional.

Tabel 5. Angka Partisipasi Murni dan Kasar








Sumber : Badan Pusat Statistik 2010

43

3. Tingkat Kemiskinan

Tingkat kemiskinan di Aceh selama periode 2005-2009 terus menunjukkan
penurunan, dimana secara berurutan adalah sebesar 28,69 persen (2005), 28,28 persen (2006),
26,65 persen (2007), 23,53 persen (2008) dan 21,80 persen (2009). Namun demikian tingkat
kemiskinan tersebut masih berada di atas rata-rata nasional dimana (dalam rentang waktu
yang sama) pada tahun 2005 sebesar 16,00 persen meningkat menjadi 17,80 persen pada
tahun 2006 dan seterusnya mengalami penurunan berturut-turut menjadi 16,60 persen (2007);
15,40 persen (2008); dan 14,20 persen (2009). Pada tahun 2009 tingkat kemiskinan di Aceh
berada pada urutan ketujuh tertinggi di Indonesia.
Berdasarkan keputusan Kementerian PDT nomor 001/KEP/M-PDT/02/2005 tentang
penetapan Kabupaten tertinggal sebagai lokasi program P2DTK. Percepatan Pembangunan
Daerah Tertinggal, Aceh memiliki 17 dari 23 kabupaten/ kota yang masih tertinggal ,
perbatasan. Daerah tertinggal tersebut merupakan wilayah konsentrasi penduduk miskin di
Aceh. Selanjutnya tingkat kemiskinan untuk masing-masing kabupaten/kota secara rinci
ditampilkan pada Tabel 7.
Tabel 6. Tingkat Kemiskinan Provinsi Aceh















44

2.2.Profil Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh

Pembentukan Dinas Syariat Islam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah untuk
meningkatkan kelancaran pelaksanaan tugas operasional Pemerintah Daerah di bidang
Pelaksanaan Syariat Islam sebagai tindak lanjut pelaksanaan Undang-Undang Nomor 44
tahun 1999.
18
Dinas Syariat Islam adalah unsur pelaksanaan Syariat Islam di lingkungan
Pemerintah Daerah yang berada di bawah Gubernur
19
dan bertanggung jawab kepada
Gubernur melalui Sekretaris Daerah. Tugas Dinas Syariat Islam adalah melaksanakan tugas
umum dan khusus
20
Pemerintah Daerah dan pembangunan serta bertanggung jawab di bidang
Pelaksanaan Syariat Islam sesuai dengan Qanun nomor 5 Tahun 2007 Untuk melaksanakan
tugas tersebut di atas, Dinas Syariat Islam menjalankan lima fungsi yaitu :
1. Perencanaan dan penyiapan qanun yan berhubungan dengan Syariat Islam;
2. Penyiapan dan pembinaan sumber daya manusia yang berhubungan dengan
pelaksanaan syariat Islam;
3. Pelaksanaan tugas yang berhubungan dengan kelancaran dan ketertiban pelaksanaan
peribadatan dan penataan sarananya serta penyemarakan syiar Islam;
4. Bimbingan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Syariat Islam;
5. Bimbingan dan penyuluhan Syariat Islam.
Visi dan Misi
21

a. Visi Terwujudnya Masyarakat Aceh yang Bersyariat,
Bermartabat, Berkeadilan, Sejahtera dan Mandiri
denganMengamalkanNilai



18
Armia Ibrahim, Peraturan Perundang-Undangan Tentangpelaksanaan Syariat Islam Di Aceh.
19
Perda No. 33 Tahun 2001, Tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Syariat Islam Di Nad, Pasal 2
Ayat 1
20
Pasal 3 Perda No. 33 Tahun 2001
21
Bidang Litbang dan Program Provinsi Aceh.
45



b. Misi :
1) Membina Kegiatan Keagamaan Umat Islam dalam bidang aqidah, syariah dan
akhlak.
2) Memfasilitasi dan Menunjang Ketersediaan Sarana/Prasarana Keagamaan,
Dakwah dan Syiar Islam.
3) Membina dan mengembangkan sumber daya pelaksanaan dienul Islam
4) Membina Kerukunan dan Membangun Toleransi Hidup Umat Beragama.
5) Menyelenggarakan pembinaan tilawatil Qur'an serta meningkatkan penghayatan
dan pengamalan Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari.
6) Menyiapkan Rancangan Peraturan Perundang-Undangan yang Berhubungan
dengan Pelaksanaan Syariat Islam.


Program Prioritas Kegiatan APBA Tahun 2014
a. Program PembinaandanKoordinasiOperasionalDai Wilayah Perbatasandan Daerah
Terpencil
b. Program Kegiatan Beut Bada Magrib
c. Program PembinaanGampongPercontohanBersyariat Islam
d. Program Pengembangan dan Pemberdayaan Peradian Syariat Islam


StrukturOrganisasiDinas
I. SusunanOrganisasiDinasSyariat Islam Aceh, terdiridari :
a. KepalaDinas
b. Sekretariat
c. Bidang Program danPelaporan
d. BidangDakwahdanPeribadatan
e. BidangPengembanganSumberDayaSyariat Islam
f. BidangBinaHukumSyariat Islam
g. Unit PelaksanaTeknisDinas (UPTD)
h. KelompokJabatanFungsional


II. Sekretariat,terdiridari :
a. Sub BagianUmum
b. Sub BagianKepegawaiandan Tata Laksana
c. Sub BagianKeuangan
46


III. Bidang Program danPelaporan, terdiridari :
a. SeksiPenyusunan Program
b. Seksi Data danInformasi
c. SeksiPemantauanEvaluasidanPelaporan

IV. BidangDakwahdanPeridatan, terdiridari :
a. SeksiDakwahdanSyiar
b. SeksiPenataanSaranaPeribadatan
c. SeksiPemberdayaanPranataKeagamaan

V. BidangPengembanganSumberDayaSyariat Islam, terdiridari :
a. SeksiPembinaanSumberDayaTenagaKeagamaan
b. SeksiPembinaanSumberDayaKelembagaan
c. SeksiPengembanganMateriWawasanSyariat Islam

VI. BidangBinaHukum Islam, terdiridari :
a. SeksiPerundang-undangan
b. SeksiBimbingandanPeyuluhanHukumSyariat Islam
c. SeksiKerjasamaAntarLembagaPenegakanHukum

A. Struktur Unit PelaksanaTeknisDinas (UPTD), terdiridari :
I. UPTD PengembangandanPemahaman Al Quran , terdiridari :
a. Sub Bagian Tata Usaha
b. SeksiPenyelenggaraanPengembanganKelembagaanAl Quran
c. SeksiBimbingandanPelatihan

II. UPTD Penyuluhan agama Islam danTenagaDai, terdiridari :
a. Sub Bagian Tata Usaha
b. SeksiPenyuluhan Agama Islam
c. SeksiPemberdayaanTenagaDai



BAB III
PERAN DINAS SYARIAT ISLAM PROVINSI ACEH UNTUK MENINGKATKAN
PARTISIPASI MASYARAKAT SIPIL DALAM PELAKSANAAN SYARIAT ISLAM DI
ACEH.
47


3.1.Biografi Singkat Syariat Islam di Provinsi Aceh
Pelaksanaan syariat islam di Aceh merupakan adalah hasil dialektis yang
berkesinambungan yang terjadi dinamika perjalanan kehidupan di Aceh bagaimana
kemenjadian Aceh yang bercorak islam adalah sebuah polarisasi alami yang sudah eksis dari
zaman munculnya islam di tanah serambi mekkah ini . Jadi , menjadi suatu hal yang mungkin
tidak mengherankan lagi jika saat ini semangat untuk melaksanaan syariat islam dalam ruang
publik menjadi salah pembangunan yang prioritas di Provinsi Aceh .
Secara umum hak untuk melaksanakan syariat islam di Indonesia dilindungi secara
yuridis dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 yang berbunyi Setiap ummat beragama bebas
untuk mengabut agamanya dan menjalankan ibadah menurut agamanya masing masing
dan dasar yuridis lainnya yang mejelaskan mengenai kebebasan dalam beragama adalah
UU No. 44 tahun 1999 pasal 9 ayat 1 yang berbunyi Penyelenggaraan kehidupan beragama
di daerah diwujudkan melalui pelaksanaan syariat islam bagi pemeluknya dalam masyarakat
, Ini bukan hanya berlaku di Aceh saja tetapi berlaku secara nasional , tetapi dalam undang
undang ini memberikan keistimewaan di Aceh dalam 4 hal yaitu penyelenggaraan
kehidupan beragama , kehidupan adat , pendidikan dan peran ulama dalam kebijakan dan
perumusan kebijakan daerah .
Dalam konteks pelaksanaan syariat islam di Aceh , secara teknik dan operasional yuridis
mempunyai dasar melalui peraturan daerah atau qanun
22
. Perda yang menjadi dasar adalah ,
perda nomor 3 Tahun 2000 tentang pembentukan dan tata kerja MPU (Majelis
Permusyawaratan Ulama ) Provinsi NAD , Perda No 5 Tahun 2000 tentang pelaksanaan
syariat islam , Perda No 33 Tahun 2001 tentang susunan organisasi dan tata kerja dinas
syariat islam Provinsi NAD , Perda no 3 Tahun 2000 memberikan legalitas secara yuridis dan
mengakui peran ulama ataupun intelektual dalam perumusan kebijakan daerah .
Selanjutnya Perda No 5 tahun 2000 juga mengatur tentang pelaksanaan syariat islam
yang akan mengatur pelaksanaan syariat dalam formalisasi aturan hukum yang mengikat .
Berdasarakn perda ini ada beberapa aspek syariat yang harus dilaksanakan , aspek aspek
tersebut adalah aqidah , ibadah , muamalah , akhlak , pendidikan , dakwah islamiyah ,

22
Qanun merupakan istilah yang digunakan secara sah oleh provinsi Aceh untuk menggantikan istilah peraturan
daerah , dasar ini karena keistimewaan yang diberikan oleh Aceh
48

pendirian baitul mal , pembelaan islam , qadha , jinayah , mawaris , khamar , munakahat ,
dan syiar islam . cakupan syariat islam yang harus dilaksanakan melalui tubuh negara
menurut qanun ini sangatlah luas . Bahkan termasuk juga aspek aspek syariah yang tidak
perlu adanya ataupun internvensi negara didalamnya yaitu ibadah . Untu melaksanakan
syariah tersebut , dibuadlah beberapa qanun .Adapun qanun qanun yang dimaksud adalah
Qanun No 10 Tahun 2002 tentang peradilan syariat islam , Qanun No 11 Tahun 2002 tentang
pelaksanan syariat islam dalam bidang aqidah , pendidikan , ibadah , dan syiar islam , Qanun
nomor 12 Tahun 2003 tentang minuman khamar dan sejenisnya , Qanun No 13 Thun 2003
tantang maisir , Qanun No 14 Tahun 2003 tentang khalwat dan qanun No 7 Tahun 2004
tentang pelakasanan zakat . Sementara qanun yang masih dalam proses perumusan dan
pembahasan adalah qanun acara jinayat sebagai pelengkap undang KHUP nasional , qanun
acara jinayat yang masih dalam proses pembahasan adalah qanun jinayat mengenai korupsi
dan pencurian .
Dan pelaksanaan syariat islam aceh secara teknis diberikan otoritas kepada dinas
syariat islam yang berwenang untuk melaksanakan syariat islam di provinsi Aceh dengan
didukung oleh lembaga lembaga lainnya sesuai dengan petunjuk teknis pelaksaan dinas
yang dikeluarkan oleh peraturan gubernur .








3.2.Peran Dinas Syariat Islam Untuk Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Sipil dalam
Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh.

49

Dinas syariat islam provinsi aceh merupakan dinas yang memikili otoritas untuk
melaksanakan secara teknis syariat islam di Provinsi Aceh yang mempunya jaringan
kedinasan dari provinsi sampai ke kabupaten/kota. Hal ini didasarkan pada peraturan
gubernur Nangroe Aceh Darussalam Nomor 41 Tahun 2009 tentang susunan organisasi dan
tata kerja unit pelaksana teknis dinas pada dinas syariat islam provinsi nangroe aceh
darussalam. Jadi secara otoritas penerapan secara teknis proses pelaksanaan syariat islam
dilaksanakan oleh Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh . Untuk melaksanakan syariat islam di
Provinsi Aceh , dinas syariat islam Provinsi Aceh mempunyai program secara umum yaitu
pemberlakuan dan penerapan perbankan syariah dalam perekenomian , pelaksanaan syariat
islam dibidang aqidah , ibadah , muamalah , akhlak , pendidikan dan dakwah islamiyah ,
pembentukan baitul mal , juga syiar islam.
Selanjutnya program bidang jinayat dilaksanakan melalui pelakasanaan qanun yang
berkaitan dengan minuman khamar , kahlwat , dan perjudian (maisir).Sementara bidang
ekonomi diselenggarakan lewat peningkatan kesadaran masyarakat dalam menunaikan
zakat
23
.
Dalam proses penerapan syariat islam di provinsi aceh sangat banyak pro dan kontra
yang terjadi saat ini , dan salah satu hal yang paling banyak diperbincangkan dikalangan
banyak adalah persoalan diskriminasi , pelanggaran yang dilakukan oleh aparat penegak
hukum syariat islam atau disebut juga dengan Wilayatul Hisbah (Polisi Syariat Islam)
24
,
seperti yang terjadi dengan salah seorang wanita yang diperkosa oleh anggota wilayatul
hisbah , dan juga pelaksanaan dan penindakan kepada pelanggar syariat islam yang
cenderung masih tebang pilih dalam pelaksanaannya yang tentu ini menjadi pukulan dan
mencoreng hitam pelaksanaan syariat islam di Provinsi Aceh . Dan hal ini membuat suatu
stigma pada pelaksanaan syariat islam yang mengarah pada formalisasi syariat islam yang
sangat normatif dan jauh dari rasionalitas penerapan yang objektif , sehingga masyarakat
aceh ketika memahami syariat islam sering diidentikkan hanya dengan sebuah hukuman
rajam , cambuk dan segala macamnya yang bersifat koersif
25
.
Dinas syariat islam sebagai yang bertanggungjawab secara teknis pelaksanaan syariat
islam di Provinsi Aceh harus memiliki orientasi dan tujuan yang benar benar melihat

23
Wawancara dengan Bapak Munawar Kepala Bidang Bina Hukum Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh . (13
Agustus 2014 Pukul 09.30 WIB)
24
Polisi syariat islam adalah aparatur penegak hukum yang mempunyai tugas untuk menertibkan atau menindak
secara hukum bagi masyarakat yang melanggar syariat islam di aceh.
25
Wawancara dengan aryos Nivada (Peneliti di Aceh Institute dan Jaringan Survey Inisiatif).
50

bagaimana pelaksanaan syariat islam di provinsi Aceh , untuk itu peran dinas syariat islam
Provinsi Aceh dalam proses formalisasi pelaksanaan syariat islam haruslah menjadi lembaga
yang tidak hanya secara teknis saja tetapi jauh dari itu adalah proses bagaimana partisipasi
masyarakat sipil harus ditingkatkan dalam pelaksanaan syariat islam di Provinsi Aceh secara
Kaffah . Salah satu program dinas syariat untuk melaksanakan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat sipil (Lihat Tabel Program Dinas syariat islam) dimana Dinas Syariat Islam
Provinsi Aceh memiliki program yang terkonsentrasi pada program pengembangan Dai dan
kapasitas Dai yang bertugas untuk menyiarkan agama islam dan syariat islam di Aceh dan
diseluruh Kabupaten / Kota di Provinsi Aceh terutama di perbatasan
26
yang dimana bertujuan
untuk membentuk dan mengabarkan informasi syariat islam yang mudah dimengerti oleh
masyarakat melalui syiar dan dakwah islam , program dinas syariat islam Provinsi Aceh yang
lain adalah pemberdayaan dan pelatihan tilawatil quran yang bertujuan untuk membumikan
spirit dan semangat dalam mempelajari Al-Quran , dan secara umum program dinas syariat
Islam Provinsi Aceh sudah mencerminkan tujuan dan orientasi dari program dari dinas syariat
islam untuk mewujudkan pelaksanaan syariat islam yang menyentuh dan memperbesar
partispasi masyarakat sipil dalam pelaksanaan syariat islam di Aceh . Tetapi hal yang
mendasar dan menjadi probelematika dalam pelaksanaan syariat islam di Aceh adalah
partisipasi masyarakat sipil yang lebih luas tidak hanya pada sebatas program dan
pemberdayaan saja . Partisipasi yang luas menurut kami adalah memberikan ruang partisipasi
yang luas oleh semua golongan masyarakat sipil untuk ikut dalam ruang dari proses sampai
aplikasi pelaksanaan syariat islam agar terwujudnya suatu pembangunan islam di Aceh yang
demokratis dan jauh dari prasangka diskriminasi . Saat ini jika dilihat dari peran dinas syariat
untuk meningkatkan ruang ruang partisipasi masyarakat sipil yang luas belum
dikategorikan dalam penilaian yang berhasil , hal ini dibuktikan dari banyaknya polarisasi
dan sikap dari pejabat yang berwenang dalam pelaksanaan syariat islam di Aceh yang
cenderung memiliki wawasan heterogen dalam menyikapi perbedaan pendapat yang terjadi
dalam pelakasanaan syariat islam di Provinsi Aceh , masih banyak para pejabat publik di
instansi pemerintahan yang memiliki otoritas untuk mengawasi dan juga pelaksanaan secara
teknis syariat islam masih mengabaikan argumen pro dan kontra dalam pelaksanaan syariat
islam di Aceh .Sebagai contoh tindakan para pejabat publik yang sangat abai dalam
menerima keberagaman pandangan dalam pelaksanaan syariat islam adalah persoalan
pandangan mengenai pendekatan mazhab dalam prose perumusan dalam qanun qanun yang

26
Wawancara dengan Bpak Munawar
51

terkait dengan syariat islam , seperti yang dikemukakan oleh Kepala Bidang Bina Hukum
Dinas Syariat Provinsi Aceh , Bapak Munawar menjelaskan mazhab yang diterima dalam
pelaksanaan syariat islam terutama dalam perumusan qanun syariat islam adalah pendekatan
dari mazhab syafii saja , dan dinas syariat islam yang berperan sebagai pembuat naskah
akademik dalam pembuatan qanun syariat islam cenderung tidak menerima perdebatan antar
mazhab dan dialektika yang akan terjadi .
Peningkatan partisipasi masyarakat sipil dalam pelaksanaan syariat islam di aceh yang
dilakukan Dinas Syariat Islam haruslah menghargai semua golongan dari masyarakat sipil itu
sendiri dari LSM , NGO , dan juga kelompok masyarakat sipil lainnya agar terciptanya
sebuah model partisipasi masyarakat sipil yang berifat temporal tapi secara subtansi
pelaksanaan syariat islam . Tranformasi yang harus dilakukan oleh dinas syariat islam tidak
hanya pada konteks pendekatan yuridis saja melainkan `bertransformasi pada kualitas
pembangunan islam yang bersifat partisipasi yang kuat dari seluruh elemen masyarakat sipil
agar pelaksanaan syariat islam di provinsi Aceh memberikan ruang yang demokratis bagi
terwujudnya kesejahteraan di Aceh .









BAB IV
KRITIK DAN SARAN

52

4.1.Kritik dan Saran

Tuntutan penegakan aspek formal syariat islam secara kolektif bagi ummat islam di aceh
pada dasarnya secara bersamaan meniscayakan pengamatan yang menyeluruh atas
individualitas subjek setiap anggota masyarakat. Karena agama dan pengamalannya pasti
berhubungan dengan subjek (pelaku) agama itu sendiri secara individual. Karena itu pula
konsep eskatologi atau pertanggungjawaban agama merupakan hubungan yang khas antara
Tuhan dan hambanya. Pada tahapan penegakan hukum dalam kerangka syariat islam, hukum
dalam kriterianya yang umum menghendaki agar seluruh subjek tunduk dan patuh terhadap
seluruh norma yang telah ada, dan sekaligus menyediakan sanksi bagi siapapun yang
melanggar atau mengabaikan norma tersebut. Hukum tidak memiliki wewenang untuk
menilai apakah ketaatan sesorang kepada norma hukum tersebut karena memang telah ada
kesesuaian kehendak murni seseorang dengan norma hukum tersebut, atau justru ketaatan itu
semata-mata karena takut kepada sanksi. Hukum juga tidak memiliki kapasitas apapun untuk
menilai bahwa orang yang telah mentaati hukum disebut baik secara moral sedangkan yang
tidak taat berarti tidak bermoral, karena jika demikian berarti sumber legitimasi hukum
adalah moral, bukan hukum itu sendiri. Terminologi yang dikenal hukum hanyalah pelanggar
atau bukan pelanggar hukum. Berdasarkan hal ini, jika hukum selanjutnya menyandingkan
diri dengan terminologi agama, maka ada beberapa persoalan mendasar yang merupakan
jelmaan dari elemenelemen adaptatif yang mestinya memperjelas konsekuensi penyandingan
Hukum dan Agama pada sisi tertentu. Pertama, agama tidak diragukan lagi sebagai pilihan
yang diberikan Tuhan kepada manusia, makna pilihan tentu saja mensyaratkan adanya
kebebasan, karena tidak mungkin memilih jika tidak ada kebebasan. Manusia sebagai esensi
yang memiliki dualisme potensi yakni cenderung kepada kebaikan dan sekaligus berpotensi
cenderung pada yang bukan kebaikan, maka pada dasarnya beban pensyariatan agama
53

bersentuhan langsung dengan dimensi esensi manusia sebagai makhluk yang berada dalam
dua pilihan tersebut, oleh karenanya dalam aspek manapun tidak mungkin bagi kita
menegasikan adanya kebebasan dalam beragama. Agama menuntut adanya sifat iradiyah
(ketulusan dalam berkehendak) atas segala amalan agama, yakni kebebasan pilihan yang
berorientasi pada kepatuhan. Namun Hukum memiliki sisi kelemahan tersendiri dalam
menakar keimanan sesorang, tidak ada satupun metode verifikasi dan validasi keimanan.
Dengan kata lain seluruh pemaksaan agama yang diorganisir oleh hukum memiliki
kecenderungan penghakiman terhadap hal yang tidak mampu diketahuinya secara jelas.
Hukum tidak mungkin memutuskan sesuatu yang tidak jelas, sebab ketidakjelasan berarti
asumsi, sedangkan keputusan hakim harus didasarkan pada kepastian dan keyakinan, bukan
asumsi, terlebih lagi asumsi yang sama sekali tidak mungkin diverifikasi.

Persoalan partisipasi masyarakat sipil (Civil Society Parcipation) adalah merupakan
penguatan yang harus dilakukan oleh lembaga yang bertugas untuk kebijakan syariat islam
terkhusus dinas syariat islam . Masyarakat sipil dan agama bukan sebuah tawaran atau kajian
yang baru , walalupun tumbuh dalam rahim pencerahan eropa tetapi penguatan masyarakat
sipil , agama , dan pembangunan adalah memungkinkan untuk membumikan spritit syariat
islam menjadi lebih subtantif . Sebagaimana diungkapkan oleh Hikam agama telah
memainkan peranan besar dalam merangsang aksi-aksi sosial dan politik untuk
melawankekuasaan politik dan ideologi negara yang sangat dominan
27
. Hal ini menjelaskan
bahwa penguatan civil society atau masyarakat sipil adalah suatu keharusan dalam
pembangunan , dan juga pembangunan syariat islam di Aceh . Pembangunan tanpa partisipasi
terutama pembangunan dalam hal agama akan menjadikan pembangunan hanya sebagai lips
service saja dan tidak mengarah pada suatu pembangunan yang bersifat subatantif .

27
Jamil Mukhsin Revitalisasi Islam Kultural Jurnal Walisongo , Volume Nomor 2 November 2013
54

Untuk memberikan solusi dari probelamatika yang terjadi dalam penerapan syariat islam di
Aceh , untuk itu kami mempunyai sedikti rekomendasi yang mungkin berguna , selain
ketertarikan kami pada dinamika politik di Aceh , rekomendasi ini bertujuan untuk membuka
jalur partisipasi dalam bidang akademik yang luas .
Rekomendasi Kepada Provinsi Aceh :
1. Pelaksanaan Syariat islam harus melibatkan seluruh partisipasi masyarakat sipil agar
terciptanya kebijakan pemerintah yang demokratis.
2. Perlunya dibuad program dan pemberdayaan yang bersifat partisipatif untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat dalam proses pembangunan .
3. Memberikan ruang yang seluas luasnya kepada masyarakat sipil untuk
menyampaikan aspirasi dalam proses pembangunan islam di aceh terkhusus
pelakasanan formalisasi syariat islam di Aceh .
4. Pemantauan kepada lemabaga teknis dan non teknis terhadap penerapan syariat islam
di aceh .
5. Memberikan pengawasan dan proses seleksi yang ketat terutama aparat penegak
syariat islam agar terciptanya pembangunan islam yang berwawasan humanis.





DAFTAR PUSTAKA

55

Laporan riset mengenai Pelanggaran Dalam Pelaksanaan Syariat Islam Di Aceh dari Human
Rights Watch.
Anugrah , Iqra Islam Politik di Indonesia: Perkembangan Kapitalisme dan Warisan Perang
Dingin : Tinjauan dari makalah Vedi R Hadiz . (2012 . dalam jurnal Indoprogress) Diunduh
pada 18 Agustus 2014 Pukul 23.00 WIB di www.indoprogress.com
Sukamto Dinamika Politik Islam Di Indonesia : Dari Masa Orde Baru Sampai Masa
Reformasi . (2008 , Jurnal Enlightment.Bandung)
Damanik , Ahmad Taufan Hasan Tiro : Dari Imajinasi Negara Islam Ke Imajinasi Etno-
Nasionalisme. (2010.Friedrich Ebert Stiftung dan Aceh Future Institute.Jakarta)
Memorandum of Understanding Between The Goverment of The Republic Of Indonesia and
Gerakan Aceh Merdeka (Free Aceh Movement) terjemahan : Nota Kesepakatan antara
Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka . Helsinki 15 Agustus 2005
Jamil Mukhsin Revitalisasi Islam Kultural Jurnal Walisongo , Volume Nomor 2 November
2013

Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintah Aceh adalah undang undang
mengenai otonomi khusus yang diterima oleh provinsi Aceh
Armia Ibrahim, Peraturan Perundang-Undangan Tentangpelaksanaan Syariat Islam Di
Aceh.

Perda No. 33 Tahun 2001, Tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Syariat Islam
Di Nad, Pasal 2 Ayat 1

Nurjannah Ismail, Syariat Islam dan Keadilan Gender, First International Conference of
Aceh and Indian Ocean Studies, h.6 .
Human Right Watch, Menegakkan Moralitas, Pelanggaran Dalam Penegakan Syariat Islam
di Aaceh, Indonesia. h.17.
56

Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh Tingkat Buta Huruf dan Melek Huruf Provinsi Aceh
Tahun 2010 . Diunduh dari Bpsprovinsi aceh.go.id

Budiardjo, Miriam (2000) Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta, PT. Gramedia. (Hal 23 - 24)
Assyaukanie Luthfi (2011) Ideologi Islam dan Utopia : Tiga Model Negara Demokrasi Di
Indonesia .Freedom Institute.Jakarta
Iman Subono Nur (2003) Civil Society , Hegemoni , dan Patriarki . Jurnal CIVIC Vol 2.
Amal, Taufik Adnan dan Samsu Rizal Panggabean. Politik Syariat Islam dari Indonesia
hingga Negeria. (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2004).
Ridhwan Nurdin , Pelaksanaan Syariat islam di NAD ; Evaluasi dan Implementasi . (Banda
Aceh : Pusat Penelitian IAIN Ar-Raniry , 2005)

Wawancara :
Wawancara dengan Ketua Majelis Adat Aceh provinsi Aceh
Wawancara dengan bidang PolMas Kesbangpol Linmas Provinsi Aceh
Wawancara dengan Kepada Bidang Bina Hukum Dinas Syariat Provinsi Aceh
Wawancara dengan peneliti The Aceh Institute.
Wawancara dengan Baitul Mal Provinsi Aceh.
Wawancara dengan mahasiswa UIN Ar- raniry


57




















58

Anda mungkin juga menyukai