Anda di halaman 1dari 79

Halaman Judul

PERAN FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA DPRD

PROVINSI SUMATERA SELATAN DALAM MENGAWAL

PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PONDOK

PESANTREN

Oleh :

Saleh Oktarian Jaya N

(1720702045)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
RADEN FATAH PALEMBANG
1442 H/2023
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO :

“Menjadi Orang Hebat atau Terpuruk selamanya, Pilihan Menarik.”

“Anak orang Biasa dan akan menjadi Luarbiasa.”

(Saleh Oktarian)

PERSEMBAHAN ;

1. Allah SWT, Tuhan semesta alam yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang.
2. Nabi Muhammad SAW yang selalu menginspirasi saya dalam berjuang.
3. Pemilik Nama Ibu Anita dan Bapak Hidayat sebagai orang tua tercinta
yang sangat saya sayangi yang tiada henti-hentinya memberikan
dukungan, doa dan kasih sayang demi kesuksesan dan keberhasilan saya.
4. Pemilik NIK 1671155104020003 atas nama Aulia Affriani, beralamatkan
Jalan Pondok Teladan RT 019 RW 008 Kelurahan Karya Baru Kecamatan
Alang-Alang Lebar Kota Palembang yang selama ini menemaniku baik
suka maupun duka, tetaplah menjadi orang terkasih ya cantikku.
5. Sahabat Seperjuangan , King Rikardo dan Yoga Aldo Novensi yang selalu
menemani dan mendukung saya.
6. Teman- Teman Ilmu Politik Angkatan 2017
7. Rekan-Rekan UKMK Litbang,UKMK PSM dan Futsal,DEMA FISIP,
HMPS Ilmu Politik, DEMA UIN Raden Fatah Palembang, ILMISPI, BEM
FISIP Se-Sumatera, HIMAPOL Indonesia, BEM Nusantara, dan IPNU
8. Senior ku tercinta, Abul Hasan- Al’Asyari,Andi Kurniawan, Ahmad
Kurniawan dan Rudianto Widodo yang selalu memotivasi setiap langkah
dalam perjalanan perkuliahan saya.
9. Almamater kebanggaanku UIN Raden Fatah Palembang

i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Wa Syukurillah, segala puji syukur penulis haturkan kepada
Allah SWT, dengan berkat rahmat dan kerunia-Nya. Shalawat beriringkan salam,
semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad
SAW juga kepada seluruh sahabatnya, keluarganya dan seluruh umat Islam
hingga akhir zaman, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini
dengan baik dan lancar yang berjudul “Peran Politik Fraksi PKB DPRD Provinsi
Sumatera Selatan dalam mengawal pembentukan Peraturan Daerah Pondok
Pesantren”.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana
Sosial pada Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Islam Negeri Raden Fatah Palembang. Dalam penyusunan karya ini, penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan, baik dari segi isi, materi maupun
metode pembahasan. Namun, dengan bimbingan dan saran dari dosen dan teman-
teman saya, saya dapat menyelesaikan pekerjaan ini sesuai rencana. Pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Ibu Prof. Nyanyu Khodijah, A.Ag. M.Si selaku Rektor UIN Raden Fatah
Palembang yang telah meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran
di lingkungan kampus UIN Raden Fatah Palembang
2. Bapak Prof. Dr Izomiddin, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik UIN Raden Fatah Palembang yang telah memberikan
dukungan, arahan, dan ruang bagi mahasiswa sehingga skripsi ini bisa
dituntaskan dengan baik.
3. Dr. Yenrizal, M.Si sebagai Wakil Dekan I FISIP UIN Raden Fatah
Palembang
4. Ainur Ropik, S.Sos., M.Si sebagai Wakil Dekan II FISIP UIN Raden
Fatah Palembang

ii
5. Dr. Kun Budianto, M.Si sebagai Wakil Dekan III FISIP UIN Radea Fatah
Palembang.
6. Dr.Eti Yusnita, S.Ag. M.Hi sebagai Ketua Prodi Ilmu Politik FISIP UIN
Raden Fatah Palembang.
7. Ryllian Chandra Eka Viana, M.A sebagai Sekretaris Prodi Ilmu Politik
FISIP UIN Raden Fatah Palembang.
8. Seluruh Dosen Jurnalistik, Staff Karyawan/ti, Dekanat, Kemahasiswaan,
Perpustakaan, di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN
Raden Fatah Palembang yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan
sarana prasarana selama proses perkuliahan.
9. Ayah dan Ibu tercinta yang selama ini berjuang, mendoakan dan
memberikan semangat yang tiada henti, dukungan baik secara materil
maupun moril, sehingga saya bisa sampai ke tahap ini dan semoga akan
terus berlanjut ke tahapan-tahapan selanjutnya.
10. Untuk Saudara dan Saudariku, Yuk Fera,Kak Hadi,Dek Sri,Dek Anji,Dek
Agung,Dek Hilda,Dek Nisa tetaplah terus berjuang untuk membuat Ayah
dan Ibu Bangga.
11. Untuk Pemilik NIK 1671155104020003 yang selama ini menemaniku
baik suka maupun duka, tetaplah menjadi orang terkasih ya cantikku.
12. Akhir kata untuk segala doa, semangat, arahan, bimbingan dan support
yang diberikan kepada penulis, semoga Allah SWT membalas semua baik
kalian. Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi para
pembaca, serta dapat memberikan manfaat kepada perkembangan ilmu
pengetahuan. Akhir kata, semoga Allah SWT selalu memberikam kerunia
serta perlindungannya kepada kita semua. Amiiin.

Palembang, 28 Februari 2023


Penulis

Saleh Oktarian Jaya Ningrat

iii
1720702045

iv
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran dan mengindentifikasi
tentang Peran Fraksi PKB DPRD Provinsi Sumatera Selatan dalam mengawal
Pembentukan Perda Optimal. Seringkali perda-perdayang ada dalam
pelaksanaanya tidak optimal dan sebagian besar masyarakat tidak mengetahui
adanya perda-perda tersebut. Ditambah dengan kemampuan keuangan daerah
yang rendah menjadi penyebab selanjutnya perda tidak berjalan optimal. Padahal
sudah semestinya suatu perda yang disahkan oleh DPRD sebagai lemabaga
perwakilan rakyat dapat disebarkan dan dikenalkan kepada seluas-luasnya
masyarakat provinsi Sumatera Selatan, sehingga masyarakat mengetahui hak dan
kewajibannya. Selebihnya suatu perda yang dibuat harus memberikan dampat
untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat dan memperhatikan asas
pembentukan peraturan daerah No 32 Tahun 2004.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Peran DPRD Provinsi Sumatera
Selatan dalam pembentukan Perda Pondok Pesantren cukup dominan dan menjadi
inisiator. Aspirasi yamg timbul dari para tokoh masyarakat dan agama direspon
dengan baik. Komunikasi yang dibangun oleh Fraksi PKB DPRD Sumsel dengan
para tokoh dan intansi pemerintah cukup rapi sehingga pembahasan perda pondok
pesantren berjalan lancar dan terhitung cepat. Terbentuknya Perda Pondok
Pesantren sebagai landasan hukum afirmasi kesetaraan tingkat mutu lulusan, juga
menjadi landasan Pemerintah daerah untuk memberikan fasilitas dalam
pengembangan dan kemajuan pondok pesantren.

Kata Kunci : Peran , Politik, , Perda, dan Pesantren

v
DAFTAR ISI

Halaman Judul ....................................................................................................... i

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

ABSTRAK ..............................................................................................................v

DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

A. Latar Belakang ..............................................................................................1

B. Perumusan Masalah ......................................................................................6

C. Tujuan Penelitian ..........................................................................................6

D. Kegunaan Penelitian .....................................................................................6

E. Tinjauan Pustaka ...........................................................................................6

F. Kerangka Teori............................................................................................10

G. Metode Penelitian........................................................................................12

1. Pendekatan Penelitian ..............................................................................12

2. Data dan Sumber Data .............................................................................12

3. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................13

H. Sistematika Penulisan Laporan ...................................................................15

BAB II LANDASAN TEORI .............................................................................17

A. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH .......................................17

1. PENGERTIAN DPRD ............................................................................17

2. TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT


DAERAH ................................................................................................18

3. KEDUDUKAN DAN FUNGSI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT


DAERAH ................................................................................................19

vi
4. HAK DAN KEWAJIBAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
DAERAH ................................................................................................21

5. Alat Kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)..............22

B. FUNGSI LEGISLASI .................................................................................26

1) Pengertian Legislasi ................................................................................26

2) Urgensi Naskah Akademik dalam Pembentukan Peraturan Perundang-


undangan .........................................................................................................28

C. PERATURAN DAERAH ...........................................................................29

1. Pengertian Peraturan Daerah ...................................................................29

2. Landasan Pembentukan Peraturan Daerah ..............................................30

3. Fungsi Peraturan Daerah .........................................................................33

4. Materi Muatan Peraturan Daerah ............................................................33

5. Tujuan Pembuatan Peraturan Daerah ......................................................35

6. Proses Pembentukan Peraturan Daerah ...................................................36

D. Peraturan Daerah Pondok Pesantren dan Partai Politik ..............................38

1) Peraturan Daerah Pondok Pesantren sebagai turunan Undang-Undang


Nomor 18 tahun 2019 tentang pondok pesantren ...........................................38

2) PARTAI POLITIK ..................................................................................41

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ................................49

A. Sejarah Sumatera Selatan ............................................................................49

1. Gambaran Umum Sumatera Selatan .......................................................49

2. Letak Geografis .......................................................................................50

3. Kependudukan .........................................................................................51

4. Visi- Misi Sumatera Selatan ....................................................................52

B. DPRD SUMATERA SELATAN ...............................................................52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................56

vii
Peran Fraksi PKB DPRD Provinsi Sumatera Selatan dalam mengawal
pembentukan Peraturan Daerah Pondok Pesantren………………………..56
BAB V PENUTUP ................................................................................................66

A. Kesimpulan .................................................................................................66

B. Saran ............................................................................................................66

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................68

viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom


untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi
daerah mulai diterapkan berdasarkan Undang-Undang Pemerintahan Daerah yaitu
UU No. 22/1999, UU No. 32/2004, dan yang terbaru dan berlaku saat ini adalah
UU No. 23/2014. Melalui kebijakan otonomi daerah, pemerintahan lokal (daerah
dan desa) diajak untuk mengelola rumah tangga pemerintahannya sendiri secara
mandiri, adil, dan demokratis.
Ketika pemerintah Pusat digantikan oleh pemerintah yang
terdesentralisasi, demokrasi tumbuh dengan pesat. Hal tersebut karena menurut
Petronela Zaharia dan Irina Bilouseac menyatakan bahwa desentralisasi :
“Decentralization of local government is a very important process for the
democratic development of acountry. Decentralization is defined as the process of
political devolution, fiscal and decision-making from central government to local
level. This transfer of powers to local level makes this important process difficult
to realize.This reform is stretched almost democratization worldwide, mainly in
developing countries and incountries whichcome from deep political
transformations”.
Pernyataan Petronela Zaharia dan Irina Bilouseac tersebut memberikan
pengertian bahwa Desentralisasi pemerintah daerah merupakan proses yang
sangat penting bagi pembangunan demokrasi suatunegara. Desentralisasi
didefinisikan sebagai proses revolusi politik, fiskal dan pengambilan keputusan
dari pusatpemerintah ke tingkat lokal. Pemindahan kekuasaan ke tingkat lokal
yaitu pada pemerintah daerah membuat proses yang sulit ini untuk diwujudkan.
Reformasi ini membentangkan demokratisasi hampir di seluruh dunia, terutama
di negara-negara berkembang dan di negara-negara yang berasal dari transformasi

1
politik yang dalam. Melalui Desentralisasi Pemerintah daerah memiliki
Otonominya sendiri.
Otonomi yang luas sehingga dapat mengatur rumah tangganya sendiri,
menentukan arah pembangunan, dapat mengakses sumber pendapatan daerah,
bebas menentukan anggaran daerahnya sendiri dan dapat memilih kepala
daerahnya sendiri secara
langsung. Pemberian otonomi diharapkan mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan
peran serta masyarakat.
Pemerintahan Daerah adalah pelaksana fungsi-fungsi pemerintah daerah
yang dilakukan oleh lembaga pemerintah daerah yaitu Pemerintah Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Penyelenggaraan pemerintahan
daerah dilaksanakan oleh DPRD dan kepala daerah. DPRD dan kepala daerah
berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang diberi
mandat rakyat untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang diserahkan kepada
daerah. DPRD dan kepala daerah berkedudukan sebagai mitra yang mempunyai
fungsi yang berbeda. DPRD mempunyai fungsi sebagi berikut:
1. Legislasi. Bahwa DPRD selaku pemegang kekuasaan dalam membentuk
Peraturan Daerah;
2. Anggaran. Bahwa DPRD memiliki kekuasaan dalam membahas dan Peraturan
Daerah dan Angaran Perencanaan Belanja Daerah (APBD). Memberikan
persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan
PeraturanDaerah tentang APBD yang diajukan oleh Gubernur;
3. Pengawasan. Fungsi ini dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan.
Kepala daerah melaksanakan fungsi pelaksanaan atas Perda dan kebijakan
Daerah. Dalam mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah tersebut, DPRD dan kepala daerah dibantu oleh Perangkat
Daerah. Berdasarkan ketiga fungsi yang dimiliki oleh DPRD hubungan antara
pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya
setara dan bersifat kemitraan :

2
1. Kedudukan yang setara bermakna bahwa diantara lembaga pemerintahan
daerah itu memiliki kedudukan yang sama dan sejajar, artinya tidak saling
membawahi dan DPRD sebagai badan perwakilan, DPRD juga menempatkan diri
selaku kekuasaan penyeimbang (balanced power) yang mengimbangi dan
melakukan kontrol terhadap Kepala Daerah dan seluruh jajaran pemerintah
daerah. Hubungan tersebut dapat dicerminkan dalam membuat kebijakan daerah
berupa Peraturan Daerah;
2. Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan DPRD
adalah sama-sama mitra kerja dalam membuat kebijakan daerah untuk
melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-masing sehingga
antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan kerja yang sifatnya saling
mendukung.
Fungsi legislasi DPRD adalah fungsi pembentukan peraturan daerah
bersama kepala daerah yang harus berpedoman sebagaimana telah diatur dalam
UU Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Pertauran Perundang-
undangaan. Fungsi tersebut memungkinkan DPRD untuk mengajukan suatu
rancangan Perda kepada kepala daerah guna dibahas bersama. Untuk
melaksanakan fungsi legislasi tersebut, anggota DPRD diberi bermacam-macam
hak yang salah satunya ialah “hak mengajukan rancangan peraturan daerah dan
hak mengadakan perubahan atas Raperda” atau implementasi dari fungsi legislasi
harus ditindaklanjuti dengan Peraturan Daerah (Perda). Pelaksanaan hak-hak
DPRD tersebut tidak selamanya berjalan dengan lancar dan baik. Pelaksanaan
tersebut tergantung dari sikap eksekutif dan peran positif DPRD. Seberapa jauh
DPRD dan anggota-anggotanya mempunyai integritas dan ketangguhan dalam
melaksanakan haknya demi kebaikan Pemerintah Daerah guna keperluan rakyat
yang diwakilinya Namun pada dasarnya menurut Ibrahim (2008,135):
“ Legislasi merupakan proses yang kompleks dalam pembentukanproduk
hukum. Legislasi bukan sekedar kegiatan untuk merumuskan norma-norma
kedalam teks-teks hukum yang dilakukan oleh sekelompok orang yang memiliki
kewenangan untuk itu, namun jangkauannya meluas sampai pada pergulatan dan
interaksi kekuatan sosial-politik yang melingkupi dan berada disekitarnya”.

3
Peraturan daerah merupakan instrumen yang strategis sebagai sarana
mencapai tujuan desentralisasi. Dalam konteks otonomi daerah, keberadaan
Peraturan daerah pada prinsipnya berperan mendorong desentralisasi secara
maksimal. Peraturan Daerah atau selanjutnya disebut Perda adalah peraturan yang
dibuat di tingkat provinsi dan Kabupaten atau Kota. Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota dengan persetujuan
bersama Bupati/Walikota. Menurut OECD (2011,8):
“Regulation is of critical importance in shaping the welfare of economies
and society. The objective of regulatory policy is to ensure that regulation works
effectively, and is in the public interest....there is no room for complacency for the
work which lies ahead to transform regulatory policy into a truly effective support
for meeting public policy goals.”
OECD menyatakan bahwa Bila dirancang dengan baik dan diberlakukan
secara efisien dan efektif, peraturan dapat memainkan peran penting dalam
memperbaiki kegagalan pasar dan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber
daya. Dengan demikian, peraturan dapat membantu mencapai sasaran ekonomi,
sosial dan lingkungan yang lebih luas yang mendukung kesejahteraan dan hal itu
tidak mungkin dicapai oleh kekuatan pasar saja. Diharapkan dengan adanya
peraturan daerah ini penyelenggaraan berbagai urusan pemerintah daerah dapat
berjalan secara efektif sejalan dengan kepentingan masyarakat dan tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dengan
begitu dapat disimpulkan bahwa peraturan daerah merupakan aspek penting dalam
penyelengaraan pemerintahan daerah.
Dalam upaya untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak
mulia,pesantren yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dengan
kekhasannya telah berkontribusi penting dalam mewujudkan islam yang
rahmatan lil’alamin dengan melahirkan insan beriman yang berkarakter,serta
terbukti memiliki peran nyata baik dalam pergerakan dan perjuangan meraih
kemerdekaan maupun pembangunan nasional dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indoesia.

4
Pendidikan pesantren pada umumnya diselenggarakan oleh masyarakat
sebagai perwujudan pendidikan dari,oleh,dan untuk masyarakat.jauh sebelum
Indonesia merdeka,pendidikan yang diselenggarakan oleh pesantren sudah
terlebih dahulu berkembang.selain menjadi akar budaya bangsa,nilai agama
disadari merupakan bagian tidak terpisahkan dalam pendidikan.
Pesantren didirikan dan diselenggarakan untuk menyelenggarakan fungsi
pendidikan,fungsi dakwah,dan fungsi pemberdayaan masyarakat.varian dan
model penyelenggaraan pesantren diakui sebagaimana fakta yang ada di
masyarakat sesuai dengan kekhasannya masing-masing. ketentuan mengenai
penjaminan mutu serta pendidikdan tenaga kependidikan diatur secara khusus
berdasarkan kekhasan tradisi akademik pesantren.dalam penjaminan
mutu,pesantren membentuk Dewan Masyayikh dan Majelis Masyayikh yang
diakui oleh pemerintah dan independen dalam pelaksanaan tugasnya.ketentuan
mengenai pengelolaan data dan informasi pesantren yang disesuaikan dengan
kebutuhan berdasarkan kekhasan pesantren,yaitu pengelolaan data dan informasi
dilaksanakan untuk pengembangan pesantren.
Sebagai lembaga berbasis masyarakat,sumber pendanaan utama
pesantren berasal dari masyarakat.pemerintah pusat membantu pendanaan
penyelenggaraan pesantren melalui anggaran pendapatan dan belanja negara
sesuai dengan kemampuan negara dan ketentuan peraturan perundang-
undangan.pemerintah daerah membantu pendanaan penyelenggaraan pesantren
melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah sesuai dengan kewenangannya
dan ketentuan peraturan perundang-undangan,selain itu sumber pendanaan
penyelenggaraan pesantren dapat berasal dari sumber lain yang sah dan tidak
mengikat sesuai peraturan perundang-undangan.pemerintah pusat menyediakan
dan mengelola dana abadi pesantren untuk memastikan ketersediaan dan
ketercukupan anggaran dalam pengembangan pesantren.
Melihat pertumbuhan pesantren yang begitu pesat menuntut pemerintah
daerah membuat kebijakan yang akan tertuang dalam produk hukum berupa
peraturan daerah pondok pesantren sebagai turunan Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2019 mengatur mengenai penyelenggaraan fungsi pendidikan, fungsi

5
dakwah, dan fungsi pemberdayaan masyarakat.
Berdasarkan dari beberapa uraian di atas maka peneliti tertarik mengkaji
secara jelas lewat penelitian dengan judul “Bagaimana Peran Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa DPRD Sumatera Selatan dalam mengawal
pembentukan Peraturan Daerah Pondok Pesantren ?”..

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis merumuskan


permasalahan sebagai berikut “Bagaimana Peran Fraksi Partai Kebangkitan
Bangsa DPRD Sumatera Selatan dalam mengawal pembentukan Peraturan
Daerah Pondok Pesantren ?”.
C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini “ untuk mengetahui Bagaimana Peran Fraksi


Partai Kebangkitan Bangsa DPRD Sumatera Selatan dalam mengawal
pembentukan Peraturan Daerah Pondok Pesantren ?”.

D. Kegunaan Penelitian

a. Secara Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan serta


literatur dakam bidang ilmu politik. Dan penelitian ini dapat menjadi referensi
dalam melakukan penelitian mengenai “Bagaimana Peran Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa DPRD Sumatera Selatan dalam mengawal
pembentukan Peraturan Daerah Pondok Pesantren ?”.
b. Secara Praktis
Secara praktis penelitian ini mampu menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai “Bagaimana Peran Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa
DPRD Sumatera Selatan dalam mengawal Peraturan Daerah Pondok
Pesantren ?”.

E. Tinjauan Pustaka

6
Di dalam suatu penelitian diperlukan dukungan dari hasil-hasil
penelitian yang telah ada sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian
tersebut. Penelitian pertama, dari Oki Sinatria Kusuma Perdana (2014) “Studi
tentang peran Partai Politik melalui fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi Sumatera Selatan” Universitas Sriwijaya. Dari hasil
penelitian ini menjelaskan tentang bagaimana pembentukan Peraturan Daerah
di Kota Lubuk Linggau dan peranan partai politik melalui fraksi di DPRD
Kota Lubuk Linggau.
Dalam pembentukan Peraturan Daerah Kota Lubuk Linggau, Partai
Politik tidak mempunyai peran secara langsung terhadap proses
pembuatannya. Dalam kelembagaan DPRD, anggota dari fraksi adalah bersifat
partisan yaitu bertindak sesuai mandat dari partai politik
pengusung.Membuktikan bahwa tidak adanya ikut campur tangan secara
langsung dari partai politik dalam pembuatan peraturan daerah khususnya
Kota Lubuk Linggau. Akan tetapi partai politik dapat memasukan sumbangan-
sumbangan pemikiran dan gagasan sesuai dengan fungsi dan visi misi dari
partai politik tersebut, yang dapat disampaikan dan diajukan melalui wakilnya
dalam kelembagaan DPRD.
Penelitian kedua, dari Raudha Hawarani Harahap “Peran DPRD dalam
fungsi pembentukan Peraturan Daerah (Studi pada kantor DPRD kota Medan
”: Universitas Sumatera Utara . Dari hasil penelitian ini menjelaskan tentang
peran dan fungsi DPRD kota medan dalam pembentukan Peraturan Daerah ,
faktor -faktor apa yang menghambat dan pendukungnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan fungsi DPRD Kota
Medan sebagai badan legislasi tidak berjalan dengan baik. Indikasi ini dapat
dilihat dari 3(tiga) aspek yaitu: aspek pembuatan Perda: dimana hanya 1 perda
yang dapat dihasilkan dari kurun waktu 4 tahun dari pihak legislatif; aspek
policy: dimana sebagian besar Perda yang dihasilkan lebih mementingkan
kebijakan yang mengatur APBD daripada memperjuangkan dan memenuhi
kebutuhan dasar masyarakat; aspek fungsi perwakilan: dimana DPRD tidak

7
proaktif dan tidak mempunyai komitmen untuk mendapatkan dan
menyalurkan aspirasi masyarakat yang mereka wakili. Disamping itu tidak
berjalannya fungsi DPRD Kota Medan sebagai badan legislasi, dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu: adanya sebagian anggota DPRD tingkat
pendidikan formalnya masih rendah, dan belum adanya tenaga ahli yang siap
dipakai dimana selama ini yang digunakan adalah tenaga ahli partisipan atau
sifatnya temporer.bahkan tatib yang terlalu detail dan bertele-tele menjerat
anggota DPRD. Walaupun telah didukung dengan anggaran dan sarana yang
cukup memadai belum cukup membuat fungsi legislasi dapat berjalan dengan
baik. Jadi keseluruhan faktor tersebut hendaknya secara bersama-sama dapat
bersinergi dengan optimal agar fungsi DPRD sebagai badan legislasi dapat
berjalan dengan baik.
Penelitian ketiga, dari Indah Devitasari “Peran anggota DPRD
perempuan dalam pembuatan Peraturan Daerah tentang pengarusutamaan
gender di Sulawesi Selatan ”. Dari hasil penelitian ini menjelaskan bahwa
ada dua hal yang ditemukan oleh peneliti ,yaitu pertama: Perda
pengarusutamaan gender telah disahkan oleh DPRD Sulawesi Selatan pada
januari 2016. Sebelum disahkan, telah berlangsung proses pembahasan oleh
panitia khusus Ranperda PUG, dimana hampir 50% anggota pansus adalah
perempuan. Anggota pansus perempuan memiliki peran yang cukup besar dan
signifikan, mulai dari struktur pansus dan kinerjanya dalam mengawal
ranperda PUG dan disahkan menjadi perda. Yang kedua dari aspek latar
belakang organisasi baik dari personal background (latar belakang
pendidikan), political background (latar belakang partai atau organisasi) dan
personal branding yang dimana ketiga aspek tersebut mampu menghadirkan
peran yang efektif bagi anggota DPRD perempuan dalam proses pembuatan
ranperda PUG. Pengalaman organisasi sangat berpengaruh terhadap
kemampuanseseorang, baik dalam memahami konteks persoalan, maupun
menghadapi proses politik.
Penelitian Keempat, dari Ahmad Matori Azzam Lubis “Peranan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Daerah Istimewa

8
Yogyakarta dalam pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Istimewa
(Raperdais) Pertanahan ”. Universitas Islam Indonesia. Penelitian ini
menjelaskan 1.bahwa peran DPRD DIY membentuk pansus untuk membahas
raperdais pertanahan bersama Gubernur, mengelar rapat paripurna Dewan
untuk membahas mengenai raperdais, memberikan pandangan umum fraksi-
fraksi kepada Gubernur dan melakukan publick hearing bersama masyarakat
DIY untuk membahas raperdais pertanahan yang diusulkam Gubernur. 2.
Bahwa faktor pendukungnya: (i) banyaknya tenaga ahli yang terdapat di DIY;
(ii) data-data mengenai pertanahan terstruktur ; (iii) fasilitas dan prasarana
memadai ; dan, (iv) adanya amanat langsung dari UU No. 13 Tahun 2012
Tentang Keistimewaan DIY. Sedangkan faktor penghambatnya : (i) kurangnya
kemampuan anggota Dewan dikarenakan latar belakang beranekaragam;
(ii)masih kurangnya minat masyarakat dalam berpartisipasi; (iii) belum
terselesaikannya proses inventarisasi dan identifikasi tanah Kasultanan dan
tanah Kadipaten, dikarenkan lamanya proses pengukuran , tenaga yang
terbatas , dan juga karena data tanah Kasultanan yang terdapat di desa dan
kelurahan bentuk tanahnya banyak yang sudah berubah.
Penelitian Kelima, dari Dilah Widiastuti “Pelaksanaan fungsi
Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam pembentukan Peraturan
Daerah (studi kasus di DPRD Kabupaten Sukoharjo periode 2004-
2009”.Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini mengkaji dan menjawab
permasalahan bagaimana pelaksanaan fungsi legislasi di DPRD Kabupaten
Sukaharjo dan tata cara pembentukan Peraturan Daerah di Kabupaten
Sukaharjo beserta hambatan hambatannya. Hasil dari penelitian ini ialah
fungsi legislasi DPRD Kabupaten Sukaharjo tidak mengalami suatu hambatan,
tetapi terhalang oleh tidak adanya staf ahli yang mendampingi anggota DPRD
Kabupaten Sukoharjo.Karena Sekretaris DPRD Kabupaten Sukoharjo belum
menunjuk seorang staf ahli, karena terhambat oleh anggaran di DPRD
Kabupaten Sukoharjo. Sehingga yang membahas suatu raperda di DPRD
Kabupaten Sukoharjo adalah panitia khusus yang diwakili oleh masing-
masing fraksi.

9
Dari keseluruhan penelitian yang telah ditinjau berkaitan dengan
bagaimana peran fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPRD Prrovinsi Sumatera
Selatan dalam mengawal pembentukan Peraturan Daerah Pondok Pesantren,
penelitian tersebut secara spesifik tidak meneliti tentang bagaimana peran
fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPRD Prrovinsi Sumatera Selatan dalam
mengawal pembentukan Peraturan Daerah Pondok Pesantren. Adapun yang
membedakaannya penelitian terdahulu lebih fokus membahas tentang peran
dan fungsi DPRD dalam melaksanakan pembentukan Peraturan daerah dan
penelitian ini berfokus pada peran fraksi DPRD Provinsi dalam mengawal
pembentukan Peraturan Daerah Pondok Pesantren. Dengan adanya penelitian
mengenai melengkapi penelitian- penelitian yang sudah ada sebelumnya.
Dengan adanya penelitian mengenai peran fraksi Partai Kebangkitan Bangsa
DPRD Prrovinsi Sumatera Selatan dalam mengawal pembentukan Peraturan
Daerah Pondok Pesantren melengkapi penelitian- penelitian yang sudah ada
sebelumnya.

F. Kerangka Teori

1. Teori Peran (Role Theory)


Menurut Soekanto dan Sulistyowati (2013:212-213) mengemukakan
peranan (role) merupakan aspek dinamis dari suatu kedudukan (status).
Peranan ini selanjutnya berwujud kegiatan yang merupakan suatu fungsi
kepemimpinan yang berusaha melaksanakan, menyaksikan sesuatu yang
menjadi kepentingan bersama. Pentingnya peranan adalah karena mengatur
perilaku seseorang. Peranan menyebabkan seseorang pada batas-batas tertentu
dapat meramalkan perbuatan-perbuatan orang lain. Orang yang bersangkutan
akan dapat menyesuaikan perilaku sendiri dengan perilaku orang-orang
sekelompoknya. Kemudian kedua, hubungan-hubungan sosial yang ada dalam
masyarakat merupakan hubungan antara peranan-peranan individu dalam
masyarakat.

10
Setiap peranan bertujuan agar antara individu yang melaksanakan
peranan tadi dengan orang-orang disekitarnya yang tersangkut atau ada
hubungannya dengan peranan tersebut, terdapat hubungan yang diatur oleh
nilai-nilai sosial yang diterima dan ditaati kedua belah pihak. Nilai-nilai sosial
tersebut, misalnya, nilai ekonomis yang tercipta dalam hubungan antara
seorang bankir dengan nasabahnya; nilai higienis antara dokter dengan
pasiennya; nilai-nilai keagamaan antara pemuka agama dengan umatnya dan
selanjutnya. Apabila tidak dapat terpenuhi oleh individu, terjadilah role-
distance.
Selanjutnya Merton (dalam Raho,2007:67) mengatakan bahwa peranan
peranan didefinisikan sebagai pola tingkah laku yang diharapkan masyarakat
dari orang yang menduduki status tententu. Sejumlah peran disebut sebagai
perangkat peran (role-set). Dengan demikian perangkat peran adalah
kelengkapan dari hubungan-hubungan berdasarkan peran yang dimiliki oleh
orang karena menduduki status-status sosial khusus.
Dari pengertian diatas bahwa seseorang yang melaksanakan tugas dan
tanggung jawab dalam masyarakat yang didasari oleh norma-norma yang
berlaku dalam masyarakat. Dalam melaksanakan suatu kewajiban tentunya
tidak lepas dari pola tingkah laku seseorang yang dikehendaki dalam
masyarakat. Dalam peranan terdapat dua macam harapan, yaitu: pertama,
harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban-
kewajiban dari pemegang peran, dan kedua harapan-harapan yang dimiliki
oleh pemegang peran terhadap masyarakat atau terhadap orang-orang yang
berhubungan dengannya dalam menjalankan peranannya atau kewajiban-
kewajibannya.
Teori peran ini mengemukakan bahwa sebagian besar dari keputusan
politik merupakan hasil dari intervensi atau tuntutan dan harapan dari salah
satu kelompok atau tokoh sebagai pengendali politik. Kelompok atau tokoh
tersebut memposisikan diri sebagai orang yang paling tinggi, sehingga dia
dapat mempengaruhi keputusan dilingkungannya. Baik itu posisinya sebagai
seorang presiden, anggota dewan, budayawan, musisi ataupun posisi lain yang

11
dapat berpengaruh pada banyak hal. Seseorang yang menduduki posisi
tertentu tersebut diharapkan atau diduga berprilaku pada suatu hal. Harapan
atau dugaan (expectation) itulah yang membentuk suatu peran.
Dengan adanya peran dalam menyelesaikan atau menghadapi suatu
masalah, maka masalah yang diselesaikan tersebut akan berkaitan dengan
karakter peran yang menyelesaikan. Sehingga peran merupakan faktor yang
sangat berpengaruh dalam melihat suatu persoalan. Siapa yang berperan dalam
masalah, maka sangat jelas masalah tersebut akan mengikuti karakter dari
peran. Baik masalah itu terselesaikan ataupun masalah itu tidak terselesaikan.
Sedangkan aktor yang berperan dalam menyelesaikan masalah tersebut adalah
aktor yang berpeluang besar dan mempuyai kedekatan kuat dengan masalah
tersebut.
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif.
Menururt Denzin & Lincoln (1994) penelitian kualitatif merupakan penelitian
yang menggunakan latar alami dengan maksud menafsirkan fenomena yang
sedang terjadi dan dilakukan dengan melibatkan berbagai metode yang ada.
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian
deskriptif sebuah penelitian yang di buat dengan tujuan untuk membuat
deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta, mampu
memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena
secara objektif.

2. Data dan Sumber Data


Sumber data dalam penelitian adalah darimana seorang Penulis
memperoleh data tersebut. Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua
sumber data antara lain :

a. Data Primer
Data primer merupakan data utama yang langsung dikumpulkan
oleh peneliti dari sumber yang dilakukan dengan mewawancarai Fraksi

12
Partai Kebangkitan Bangsa DPRD Provinsi Sumatera Selatan.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber
yang sudah ada. Misalnya, yang diperoleh peneliti dari buku-buku, jurnal,
internet, berita dan sumber lain yang berhubungan dengan penelitian
“Bagaimana Peran Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPRD Provinsi
Sumatera Selatan dalam mengawal Pembentukan Peraturan Daerah
Pondok Pesantren ?”.

3. Teknik Pengumpulan Data


a. Wawancara
Wawancara merupakan pertemuan secara langsung antara peneliti
dan informan untuk memberikan atau menerima informasi tertentu.
Menurut Moleong wawancara merupakan percakapan dengan tujuan
tertentu yang dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu pewawancara dan
responden.
Wawancara juga bisa disebut sebagai proses komunikasi dan
interaksi antar responden dan pewawancara dengan adanya pengunaan
simbol tertentu yang bisa dimengerti kedua belah pihak sehingga
memungkinkan terjadinya kegiatan wawancara. Dalam wawancara ini
peneliti menggunakan pertanyaan terbuka, karena akan mempermudah
untuk mendapatkan data secara mendalam.
b. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan mencari atau mengumpulkan data
mengenai masalah yang akan diteliti, yang bersumber dari buku, jurnal,
internet, berita dan sumber yang lainnya yang berkaitan dengan masalah
yang diteliti, dari data tersebut kemudian dilakukan pengumpulan,
penyusunan, penganalisaan dan penelitian sehingga menghasilkan
kesimpulan.
c. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi dalam penelitian ini peneliti memilih Fraksi Partai

13
Kebangkitan Bangsa DPRD Provinsi Sumatera Selatan. Alasannya karena
untuk mengetahui bagaimana Peran Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa
dalam mengawal pembentukan Peraturan Daerah Pondok Pesantren.
Karena untuk mengetahui bagaimana pengawalan terhadap pembentukan
Peraturan daearah pondok pesantren. Inilah yang membuat peneliti tertarik
untuk mengetahui peran Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPRD Provinsi
Sumatera Selatan dalam mengawal pembentukan peraturan daerah pondok
pesantren.

d. Teknik Analisa Data


Analisa data disebut sebagai suata cara dalam mengolah data dan
menafsirkan data, analisa data merupakan sebuah kegiatan penelaahan,
pengelompokan, penafsiran dan verivikasi data agar fenomena ini
memiliki nilai sosial akademis bahkan ilmiah. Kegiatan yang tersusun
dalam analisis data seperti menggelompokan data berdasarkan variabel
dan jenis responden, meyajikan data berdasarkan variabel dan jenis
responden, serta menyajikan data berdasarkan variabel yang diteliti.
(Mamik, 2015).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tehnik analisis
kualitatif yang bersifat deskriptif, dimana mendeskripsikan serta
menganalisis data yang didapat dan selanjutnya akan diuraikan dalam
bentuk penjelasan sebenarnya. dalam analisis kualitatif ada beberapa
tahapan yaitu :
e. Reduksi Data
Reduksi kata merupakan proses pemilihan, pemusatan,
penyederhanaan, pengabstrakan, perubahan data kasar yang muncul dari
catatan-catatan penulis di lapangan , dengan tahap ini peneliti memilih
hasil wawancara dan dokumentasi yang belum terstruktur sehingga
penulis mendapatkan data yang terkait mengenai peran fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa DPRD Provinsi Sumatera Selatan dalam mengawal
pembentukan Perda pondok pesantren. (Albi Anggito, 2018)

14
f. Penyajian Data
Penyajian data adalah memaparkan data-data atau sekumpulan
informasi yang telah disusun dengan tujuan memberikan gambaran
keseluruhan data yang diperoleh selama penelitian dan bisa digunakan
untuk menarik kesimpulan dalam melakukan pengambilan tindakan
penyajian data dalam penelitian bisa berbentuk teks narati dan kejadian
atau suatu peristiwa yang terjadi di masa lalu. (Yusuf, 2014).
g. Penarikan kesimpulan
Langkah terakhir dari suatu analisis adalah penarikan kesimpulan,
dimana peneliti melakukan pengumpulan data dari awal penelitian dan
peneliti telah mencatat serta memberi makna mengenai sesuatu yang
dilihat atau diwawancarainya. dari penelitian ini dapat disimpulkan
gambaran permasalahan yang akan peneliti lakukan sehingga tidak akan
terjadi kesalahan dalam menyimpulkan tentang peran fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa DPRD Provinsi Sumatera Selatan dalam mengawal
pembentukan Perda pondok pesantren

H. Sistematika Penulisan Laporan

Untuk mempermudah penulisan dan pembahasan dalam menyusun


penelitian ini maka perlu dikemukakan terlebih dahulu sistematika dan
penyusunan secara keseluruhan secara garis besarnya penelitian ini terdiri dari
Lima bab yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini menjelaskan secara singkat tentang pembahasan yang


berhubungan dengan penelitian. pendahuluan terdiri dari, latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, tinjauan pustaka,
kerangka teori,sistematika penulisan dan daftar pustaka. Bab ini menjadi dasar
dalam pembuatan skripsi yang berjudul “Bagaimana Peran Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa DPRD Provinsi Sumatera Selatan dalam mengawal
pembentukan Peraturan Daerah Pondok Pesantren ?”.

15
BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN YANG RELEVAN
Dalam bab ini secara peneliti secara khusus menjelaskan tentang materi
yang berkaitan dengan “Bagaimana Peran Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa
DPRD Provinsi Sumatera Selatan dalam mengawal pembentukan Peraturan
Daerah Pondok Pesantren ?”, berbeda dengan Bab I pada bab ini peneliti fokus
pada kajian pustaka masalah yang diangkat.

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN


Dalam bab ini peneliti menjelaskan mengenai gambaran umum lokasi
yang akan diteliti. Lokasi penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Selatan ,
pada bab ini peneliti akan menganalisa tentang “Bagaimana Peran Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa DPRD Provinsi Sumatera Selatan dalam mengawal
pembentukan Peraturan Daerah Pondok Pesantren ?”.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada bab ini membahas tentang hasil dan data yang telah peneliti dapat
dari proses pengumpulan data dan proses analisis data. Penulisan hasil dan
pembahasan ini ditentukan dari rumusan masalah dan teorinya . Maka pada
bab ini peneliti menyajikan hasil dan pembahasan tentang “Bagaimana Peran
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPRD Provinsi Sumatera Selatan dalam
mengawal pembentukan Peraturan Daerah Pondok Pesantren ?”.

BAB V PENUTUP
Pada bab terakhir ini penulis menyimpulkan seluruh data yang
telah diperoleh dari penelitian dan menyampaikan saran dari penelitian
tentang Peran Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPRD Provinsi Sumatera
Selatan dalam mengawal pembentukan Peraturan Daerah Pondok
Pesantren.

16
BAB II
LANDASAN TEORI
A. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

1. PENGERTIAN DPRD
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan lembaga
perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggara
pemerintah daerah. Kedudukan DPRD sebagai unsur penyelenggara pemerintah
daerah menempatkan DPRD sebagai institusi yang sejajar dengan pemerintah
daerah. Dalam kedudukan yang sejajar, DPRD bersama-sama Kepala Daerah
melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan daerah yang meliputi segala urusan
menurut asas otonomi dan tugas pembentukan.
Di dalam UU 32/2004, DPRD direposisi dari Badan Legislatif Daerah
menjadi unsur penyelenggara pemerintah daerah. Hal ini ditegaskan dalam pasal
40 bahwa DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan
sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah daerah. Pergeseran kedudukan DPRD
dari Badan Legislatif Daerah menjadi unsur penyelenggara pemerintah tentu
didasarkan atas perspektif dominan yang dianut para perumus UU 32/2004.
Pertama, menurut para perumus UU 32/2004, dalam sistem negara kesatuan
(unitarian State) tidak dikenal badan legislatif tingkat daerah. Kedua, karena
DPRD bukan lembaga legislatif daerah, DPRD harus duduk sebagai salah satu
unsur penyelenggara pemerintah daerah bersama-sama pemerintah daerah.
Dengan demikian, DPRD berada dalam ranah yang sama dengan pemerintah
daerah dalam strukrtur hubungan dengan pemerintah pusat. Dengan kata lain,
DPRD berada dalam rezim pemerintah daerah.
Hubungan anatara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan
pemerintah daerah dalam otonomi daerah sebenarnya tidak sulit untuk dipahami,
karena dengan memperhatikan fungsi-fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) sudah ditemukan pola hubungan yang terbangun. Apalagi jika dilihat dari
sudut yang lebih politis dan ideologis, yakni Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) sebagai representasi rakyat dan pemerintah daerah yang melaksanakan

17
tugas pelayanan publik. Maka hubungan antara kedua institusi ini menjadi sebuah
keharusan dalam negara demokrasi.
Dinamika hubungan anatara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pembangunan. Pemerintah dan
pelayanan publik di daerah terbagi tiga pola hubungan yakni dominasi eksekutif,
dominasi legislatif, dan hubungan yang seimbang. Pola hubungan yang ideal
antara legislatif dan eksekutif adalah terjadinya keseimbangan antara kedua
lembaga tersebut, namun hal itu akan sangat tergantung pada sistem politik yang
dibangun. Semakin demokratis sistem politik maka hubungan antara Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemerintah Daerah akan semakin
seimbang. Sebaliknya, semakin tidak demokratis sistem politik suatu negara,
maka yang tercipta dua kemungkinan yaitu dominasi eksekutif dan dominasi
legislatif yang menciptakan anarki politik.
Pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) melalui
pemilihan langsung yang dipilih oleh rakyat langsung tanpa adanya intervensi dari
pihak manapun. Setelah terpilih menjadi anggota dewan, maka selanjutnya
anggota dewan diambil sumpahnya terlebih dahulu sebagai wujud kesediaan dan
kesiapan dimulainya tugas pengembanan dan amanah dari rakyat yang diberikan
kepadanya. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan kepala daerah
mempunyai suatu hubungan linier diantara keduanya yaitu hubungan pengawasan
yang dimiliki baik sebagai anggota DPRD maupun DPRD sebagai kelembagaan.
Menjadi cerminan dari pemerintahan yang demokratis, dengan maksud agar
dalam penyelenggaraan pemerintah daerah tidak menyimpang dari norma-norma
dan peraturan perundang-undangan serta pedoman lainnya yang ditetapkan
bersama atau yang digariskan oleh pemerintah yang lebih tinggi.

2. TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT


DAERAH
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mempunyai tugas dan wewenang:
Pertama, membentuk perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat

18
persetujuan bersama. Kedua, membahas dan menyetujui rancangan perda tentang
APBD bersama dengan kepala daerah. Ketiga, melaksanakan pengawasan
terhadap pelaksanaan perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan
kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program
pembangunan daerah, dan kerjasama internasional didaerah. Keempat,
mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepada daerah/wakil kepala
daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi dan
kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD Kabupaten/kota.
Kelima, memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil
kepada daerah. Keenam, memberikan pendapat dan pertimbangan kepada
pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah. Ketujuh,
memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang
dilakukan oleh pemerintah daerah. Kedelapan, meminta laporan keterangan
pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.
Kesembilan, membentuk panitia pengawasan pemilihan kepala daerah.
Kesepuluh, melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Kesebelas, memberikan persetujuan
terhadap rencana kerja sama antar daerah dan dengan pihak ketiga yang
membebani masyarakat dan daerah.

3. KEDUDUKAN DAN FUNGSI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT


DAERAH
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) berdasarkan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah mengalami peningkatan posisi
yang lebih strategis sebagai lembaga penampung, penyalur, sekaligus representasi
aspirasi masyarakat di daerah. Sedangkan dalam kedudukan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) sebagai unsur penyelenggara pemerintah di daerah
kabupaten/kota dapat ditemukan dalam Pasal 342 UU MD3 bahwa “DPRD
kabupaten/kota merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan
sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah kabupaten/kota”. Masuknya
DPRD dalam komposisi penyelenggara pemerintah di daerah memberikan

19
penjelasan bahwa dikotomi yang mengarah kepada oposisi antara kepala daerah
dan DPRD mulai dihindari.
Sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah, DPRD memiliki
fungsi-fungsi dalam rangka mengawal berjalannya pemerintah daerah. Fungsi-
fungsi tersebut mencangkup fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi
pengawasan. Dapat dijelaskan bahwa fungsi legislasi adalah pembentukan
peraturan daerah bersama kepala daerah. Fungsi anggaran adalah fungsi yang
dijalankan DPRD bersama-sama pemerintah daerah untuk menyusun dan
menetapkan APBD. Fungsi pengawasan adalah fungsi yang dijalankan DPRD
untuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksaan undang-undang, peraturan
daerah, dan keputusan kepala daerah serta kebijakan yang ditetapkan oleh
pemerintah daerah.
Dalam menjalankan fungsi legislasi, DPRD berhak untuk membentuk
peraturan daerah bersama Kepala Daerah. DPRD menetapkan peraturan-peraturan
daerah untuk kepentingan daerah atau untuk melaksanakan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi tingkatannya yang pelaksanaanya didelegasikan
kepada daerah. DPRD dapat membela kepentingan daerah dan penduduknya
dihadapan pemerintah pusat dan DPR dengan sepengetahuan Kepala Daerah yang
bersangkutan. Setiap anggota DPRD diberikan hak untuk mengajukan rancangan
peraturan daerah (raperda). Di dalam UU 27/2009 ditemukan adanya pengertian
mengenai persetujuan bersama dan mengenai fungsi legislasi DPRD bersam-sama
gubernur. Kewenangan DPRD untuk memberikan persetujuan terhadap setiap
Rancangan Peraturan Daerah (raperda) itu dapat saja ditafsirkan adanya
pemberian kedudukan yang lebih tinggi atau lebih rendah atau setara kepada
DPRD dalam berhadapan dengan pemerintah daerah. Pengertian bersama-sama
tersebut berarti kesetaraan dan kesederajatan.
Disetujui tidaknya suatu raperda oleh DPRD, sesuai tartib DPRD,
dilakukan melalui proses persidangan, bukan ditentukan begitu saja oleh pimpinan
DPRD. Dengan sendirinya yang dimaksud dengan istilah bersama-sama tersebut
dilakukan melalui persidangan bersama-sama. Dalam proses persidangan itu, bisa
terjadi kemungkinan-kemungkinan. Pertama, berdasarkan mekanisme

20
persidangan, suatu Raperda diputuskan melalui pemungutan suara dengan
mayoritas dukungan memenangkan versi pemerintah daerah. Kedua, putusan
Raperda itu justru diambil melalui pemungutan suara yang memenangkan versi
oposisi. Dalam hal ini terjadi kemungkinan kedua, maka sudah seyogyanya
persetujuan bersama itu dapat dianggap sebagai persetujuan yang bersifat
institusional meskipun suara yang menang adalah suara oposisi. Pelaksanaan
fungsi anggaran, DPRD diberikan wewenang untuk membahas dan memberikan
pesetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan
belanja daerah yang diajukan oleh Kepala Daerah. Dalam menjalanklan fungsi
pengawasan, DPRD diberi tugas untuk melaksanakan pengawasan terhadap
pelaksanaan peraturan daerah, anggaran pendapatan, dan belanja daerah.

4. HAK DAN KEWAJIBAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT


DAERAH
Mengenai Hak dan Kewajiban DPRD di terangkan dalam pasal 42
Undang-undang No 32 Tahun 2004 bahwa Hak DPRD terdiri dari Hak Interpelasi,
Hak angket dan Hak menyatakan pendapat. Hak Interpelasi adalah hak DPRD
untuk meminta keterangan kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan
pemerintah daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada
kehidupan berbangsa dan bernegara. Selanjut yang dimaksud dengan Hak angket
adalah hak DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap terhadap kebijakan
Pemerintah Daerah yang penting dan strategis. Berdampak luas pada kehidupan
bermasyarakat dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan
perundangundangan. Sedangkan untuk pengertian Hak menyatakan pendapat
adalah hak DPRD untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan Pemerintah
Daerah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air disertai dengan
solusi tindak lanjut dari hak interpelasi dan hak angket.
Adapun yang berkenaan dengan kewajiban anggota DPRD yaitu memegang teguh
dan mengamalkan pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia dan mentaati peraturan perundang-undangan,
mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara

21
Kesatuan Republik Indonesia. Mendahulukan kepentingan negara diatas
kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan. Memperjuangkan peningkatan
kesejahteraan rakyat. Menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintah daerah. Menaati tata tertib dan kode etik. Menjaga etika dan norma
dalam hubungan kerja dengan lembaga lain dalam penyelenggaraan pemerintah
daerah. Menyerap dan menghimpun aspirasi konstitusi melalui kunjungan kerja
secara berkala. Menampung dan menindak lanjuti aspirasi dan aduan masyarakat.
Memberikan tanggung jawab secara moral dan politis kepada konstituen di daerah
pemilihannya.
5. Alat Kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
a. pimpinan
Pimpinan DPRD mempunyai tugas dan wewenang:
1) Memimpin sidang DPRD dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil
keputusan;
2) Menyusun rencana kerja pimpinan dan mengadakan pembagian kerja
antara ketua dan wakil;
3) Melakukan kordinasi dalam upaya menyinergikan pelaksanaan agenda dan
materi kegiatan dari alat kelengkapan DPRD;
4) Mewakili DPRD dalam hubungan dengan lembaga/instansi lain;
5) Menyelenggarakan konsultasi dengan Kepala Daerah dan pimpinan
lembaga/instansi vertikal lainnya;
6) Mewakili DPRD di pengadilan;
7) Melaksanakan keputusan DPRD tentang penetapan sanksi atau rehabilitasi
anggota DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
8) Menyampaikan laporan kinerja pimpinan DPRD dalam rapat paripurna
yang khusus untuk itu.

b. Badan Musyawarah
Badan Musyawarah mempunyai tugas:
1) Mengkordinasikan sinkronisasi penyusunan rencana kerja tahunan dan
lima tahunan DPRD dari seluruh rencana kerja alat kelengkapan DPRD;

22
2) Menetapkan agenda DPRD untuk satu tahun masa sidang, sebagian dari
satu masa sidang, perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah, dan jangka
waktu penyelesaian rancangan perda;
3) Meminta dan memberikan kesempatan kepada alat kelengkapan DPRD
yang lain untuk memberikan keterangan atau penjelasan mengenai
pelaksanaan tugas masing-masing;
4) Menetapkan jadwal acara rapat di DPRD;
5) Memberi saran atau pendapat untuk memperlancar kegiatan DPRD;
6) Merekomendasikan pembentukan panitia khusus;
7) Melaksanakan tugas lain yang diputuskan dalam rapat paripurna.

c. Komisi
Komisi mempunyai tugas dan wewenang:
1) Melakukan pembahasan rancangan perda;
2) Melakukan pembahasan rancangan keputusan DPRD sesuai dengan ruang
lingkup tugas komisi;
3) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda sesuai dengan ruang
lingkup dan tugas komisi;
4) Membantu pimpinan DPRD dalam penyelesaian masalah yang
disampaikan oleh Kepala Daerah dan masyarakat kepada DPRD;
5) Menerima, menampung, dan membahas serta menindaklanjuti aspirasi
masyarakat;
6) Mengupayakan peningkatan kesejahteraan rakayat di daerah;
7) Melakukan kunjungan kerja komisi atas persetujuan pimpinan DPRD;
8) Mengadakan rapat kerja dan rapat dengar pendapat;
9) Mengajukan usul kepada pimpinan DPRD yang termasuk dalam ruang
lingkup bidang tugas komisi;
10) Memberikan laporan tertulis kepada Pimpinan DPRD tentang hasil
pelaksanaan tugas komisi.
11) Memastikan terlaksananya kewajiban daerah dalam penyelenggaraan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah dan kewajiban

23
lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

d. Bapemperda
Bapemperda mempunyai tugas dan wewenang:
1) Menyusun rancangan program pembentukan perda yang memuat daftar
urut rancangan perda bedasarkan skala prioritas pembentukan rancangan
perda disertai alasan untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPRD.
2) Mengkordinasikan penyusunan program pembentukan perda antara DPRD
dan Pemerintah Daerah;
3) Menyiapkan rancangan Perda yang berasal dari DPRD yang merupakan
usulan Bapemperda berdasarkan program prioritas yang telah di tetapkan;
4) Melakukan pengaharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi
rancangan Perda yang diajukan anggota, komisi, atau gabungan komisi
sebelum rancangan perda disampaikan kepada pimpinan DPRD;
5) Mengikuti pembahasan rancangan perda yang diajukan oleh DPRD dan
Pemerintah Daerah;
6) Memberikan pertimbangan terhadap usulan penyusunan rancangan perda
yang diajukan oleh DPRD dan Pemerintah Daerah di luar program
pembentukan perda;
7) Memberikan pertimbangan kepada Pimpinan DPRD terhadap rancangan
perda yang berasal dari Pemerintah Daerah;
8) Mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap pembahasan
materi muatan rancangan perda melalui koordinasi dengan komisi atau
panitia khusus;
9) Memberikan masukan Kepada pimpinan DPRD atas rancangan perda yang
ditugaskan oleh badan musyawarah;
10) Melakukan kajian perda;
11) Membuat laporan kinerja pada masa akhir keanggotaan DPRD dan
menginventarisasi permasalahan dalam pembentukan perda sebagai bahan
bagi komisi pada masa keanggotaan berikutnya.

24
e. Badan Anggaran
Badan anggaran mempunyai tugas dan wewenang:
1) Memberikan saran dan pendapat berupa pokok pikiran DPRD kepada
Kepala Daerah dalam mempersiapkan rancangan APBD sebelum
peraturan Kepala Daerah tentang rencana kerja Pemerintah Daerah
ditetapkan;
2) Melakukan konsultasi yang diwakili oleh anggotanya dengan komisi
terkait untuk memperoleh masukan dalam rangka pembahasan rancangan
pembahasan rancangan kebijakan umum APBD, prioritas dan platfon
anggaran sementara;
3) Memberikan saran dan pendapat kepada Kepala Daerah dalam
mempersiapkan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang
perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanmggung jawaban
pelaksanaan APBD;
4) Melaksanakan penyempurnaan rancangan tentang APBD, rancangan Perda
tentang perubahan APBD, dan rancangan perda tentang pertanggung
jawaban pelaksanaan APBD berdasarkan hasil evaluasi Menteri bagi
DPRD provinsi dan Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat bagi DPRD
Kabupaten/Kota bersama tim anggaran Pemerintah Daerah;
5) Melakukan pembahasan bersama tim anggaran Pemerintah Daerah
terhadap rancangan kebijakan umum APBD dan rancangan prioritas dan
platfon anggaran sementara yang disampaikan oleh Kepala Daerah;
6) Memberikan saran kepada Pimpinan DPRD dalam penyusunan anggaran
belanja DPRD.

f. Badan Kehormatan
Badan Kerhormatan mempunyai tugas:
1) Memantau dan mengevaluasi disiplin dan kepatuhan Anggota DPRD
terhadap sumpah/janji dan kode etik;
2) Meneliti dugaan pelanggaran terhadap sumpah/janji dan kode etik yang
dilakukan Anggota DPRD;

25
3) Melakukan penyelidikan, Verifikasi, dan klarifikasi sebagaimana
dimaksud pada huruf c kepada rapat paripurna.

B. FUNGSI LEGISLASI

1) Pengertian Legislasi
Legislasi berasal dari bahasa inggris Legislation. Ditinjau secara
kebahasaan maupun dalam khasanah ilmu hukum, legislasi mengandung makna
dikotomis yang bisa berarti pembentukan hukum (perundangundangan), dan juga
bisa berarti produk hukum (perundang-undangan). Namun berdasarkan
penulusuran mengenai legislasi para ahli hukumpun beragam memaknainya.
Subekti dan Tjitrosoedibio yang menyamakan legislasi (legislatie) dengan
perundang-undangan saja. Pengertian demikian ini berbeda dengan yang
diutarakan Satjipto Rahardjo yang menyamakan legislasi (Wetgeving,
Legislation) sebagai “ Pembuatan undang-undang ”.
Dua tokoh positivisme hukum, yakni Jeremy Bentham dan Jhon L. Austin
mengaitkan istilah legislation sebagai “any form of law making”. Pengertian dari
tokoh positivisme hukum tersebut berbeda dengan S.J Fockema Andree yang
menyatakan bahwa legislation, wetgeving bisa berarti proses pembentukan
peraturan-peraturan negara dan perundangundangan sebagai hasil pembentukan
peraturan-peraturan, baik ditingkat pusat maupun tingkat daerah. Menurut M.solly
Lubis, yang dimaksud dengan perundang-undangan itu ialah proses pembuatan
peraturan negera. Dengan kata lain tata cara mulai deri perencanaan (rancangan),
pembahasan, pengesahan atau penetapan dan akhirnya pengundangan peraturan
yang bersangkutan.
Secara normatif, pasal 1 UU No 12 Tahun 2011 (diperbaharui menjadi UU
No 15 Tahun 2019 Tentang Pembentukan Peratuan Perundang-undangan)
memberikan batasan pengertian tentang pembentukan peraturan perundang-
undangan sebagai, “proses pembuatan peraturan perundang-undangan yang pada
dasarnya dimulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau
penetapan, dan pengundangan”. Berdasarkan batasan pengertian ini dapat
diketengahkan bahwa kebijakan formulasi peraturan perundang-undangan adalah

26
salah satu bagian saja dari pembentukan peraturan perundang-undangan.
Dari sekian banyak pengertian tentang legislasi tersebut, penulis memilih
pengertian legislasi sebagai suatu proses pembuatan hukum dalam rangka
melahirkan hukum positif (dalam arti hukum perundangundangan / peraturan
perundang-undangan). Legislasi ini dimulai dari tahap perencanaan pembuatan
hukum, penyusunan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, hingga sosialisasi
produk hukum.
Pembentukan perundang-undangan sangat berguna untuk menata
kehidupan masyarakat. Hukum dapat berfungsi untuk menata kehidupan
masyarakat. Hukum dapat berfungsi untuk melayani dan mengatur kehidupan
bersama dalam masyarakat. Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa dalam
menjalankan fungsinya sebagai pengatur kehidupan bersama, hukum harus
menjalani suatu proses panjang dan melibatkan berbagai aktivitas dengan kualitas
yang berbeda-beda. Secara garis besar proses itu terdiri atas pembentukan hukum
(Legislation Law Making Process) dan Penegakan hukum (Law Enforcement).
Pembentukan hukum merupakan tahapan awal dari proses pengaturan masyarakat
yang memisahkan keadaan tanpa hukum dengan keadaan yang diatur oleh hukum.
Legislasi memiliki beban untuk bisa memproduk hukum-hukum yang
tidak saaja sebagai wahana positivisasi atas norma-norma dan nilainilai yang
hidup dimasyarakat, tetapi juga bertujuan untuk untuk mengemban hukum yang
ditujukan sebagai sarana rekayasa sosial, sebagai sarana untuk mendukung
pembangunan masyarakat dan mewujudkan kesejahteraan sosial. Rancangan
peraturan daerah dapat diperkasai oleh Kepala Daerah atau DPRD. Jika dilihat
dari proses pembahasan rancangan peraturan daerah sesuai Peraturan Pemerintah
Nomor 25 Tahun 2004. Isi pertimbangan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014
menyatakan bahwa dalam rangka mewujudkan amanat Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penyelenggaraan pemerintah daerah
ditujukan untuk melahirkan kepemimpinan daerah yang efektif dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, perasamaan, keadilan, dan kepastian hukum
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ).

27
2) Urgensi Naskah Akademik dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
Naskah akademik memuat gagasan pengaturan materi hukum yang ditinjau
dari berbagai aspek hukum, dilengkapi dengan referensi yang memuat urgensi
konsepsi, landasan, dan prinsip-prinsip yang digunakan serta pemikiran tentang
norma-normanya secara alternatif yang disajikan dalam bentuk uraian sistematis.
Menurut Sunaryati Hartanto, naskah akademik memuat gagasan pengaturan
materi perundang-undangan bidang tertentu yang ditinjau secara sistematik,
holistik, dan futuristik. Dilengkapi dengan referensi, konsepsi, landasan dan
prinsip-prinsip yang digunakan serta pemikiran tentang norma-normanya yang
disajikan dalam bentuk uraian yang sistematis.
Pemakaian istilah naskah akademik peraturan perundang-undangan secara
baku dipopulerkan pada tahun 1994 dengan Keputusan Kepala Badan Pembinaan
Hukum Nasional G 15 9.PR.09.10 Tahun 1994 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Perundangundang. Dalam hal itu
dikemukakan bahwa “Naskah Akademik peraturan perundang-undang adalah
naskah awal yang memuat pengaturan materimateri perundang-undangan bidang
tertentu yang telah ditinjau secara sistematik, holistik, dan futuristik”. Peraturan
Presiden RI Nomor 68 Tahun 2005, pasal 1 angka 7 mengatur bahwa Naskah
Akademik adalah naskah yang bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah
mengenai konsep yang memuat latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang
hendak diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek, atau arah pengaturan
rancangan undang-undang.
Naskah akademik harus memiliki beberapa komponen penting yang
dipenuhi, yaitu pertama, mampu menjawab pertanyaan, mengapa perlu peraturan
baru. Kedua, lingkup materi kandungan dan komponen utama peraturan, Ketiga,
proses yang akan digunakan untuk menyusun dan mengesahkan peraturan. Aspek-
aspek lain yang juga harus dimuat dalam naskah akademik terdapat dalam
pembahasan berikutnya, namun ketiga diatas merupakan hal-hal yang paling
mendasar. Selanjutnya unsurunsur yang perlu ada dalam naskah akademik
menurut Jazim Hamidi adalah urgensi disusunnya pengaturan baru materi hukum

28
yang menggambarkan diantaranya: Pertama., Hasil inventarisasi hukum positif.
Kedua, Hasil inventarisasi permasalahan hukum yang dihadapi. Ketiga, Gagasan-
gagasan tentang materi hukum yang akan dituangkan ke dalam rancangan undang-
undangan. Keempat, konsepsi landasan, alasan hukum, dan prinsip yang akan
digunakan. Kelima, Pemikiran tentang normanormanya dituangkan kedalam
bentuk pasal-pasal. Keenam, Gagasan awal naskah rancangan undang-undang
atau rancangan produk hukum yang disusun secara sistematik, bab demi bab, serta
pasal demi pasal untuk memudahkan dan mempercepat penggarapan undang-
undang atau rancangan produk hukum lainnya selanjutnya oleh instansi yang
berwenag menyusun undang-undang atau rancangan produk hukum lainnya
tersebut.
Naskah akademik memiliki peranan cukup penting dalam pembuatan
perda mengingat perhatian semua pihak (Pemerintah Daerah, DPRD, dan
Masyarakat) bahwa perda yang akan diberlakukan harus tetap berorientasi pada
kelestarian alam, pembangunan berkelanjutan (Sustainable development) dan
keadilan antar generasi dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya
manusia.

C. PERATURAN DAERAH

1. Pengertian Peraturan Daerah


Pembentukan peraturan daerah merupakan manifestasi kewenangan yang
diserahkan kepada pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah
untuk menjalankan hak dan kewajibannya. Dalam pembentukannya telah
ditetapkan serangkaian asas meliputi kejelasan tujuan, kelembagaan, atau organ
pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis dan materi muatan, dapat
dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan serta
keterbukaan. Disamping itu juga, tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.16 Adapun menurut UU No 12 Tahun
2011 bahwa yang dimaksud dengan peraturan daerah ialah peraturan perundang-
undang yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan

29
persetujuan bersama Gubernur.
Agar pembentukan perda lebih terarah dan terkordinasi, secara formal
telah ditetapkan serangkaian proses yang harus dilalui, meliputi proses
perencanaan, proses penyusunan, proses pembahasan, proses penetapan dan
pengundangan. Salah satu yang harus mendapatkan perhatian khusus oleh organ
pembentukan perda adalah proses perencanaan, pada proses ini sangat
membutuhkan kajian mendalam. Dalam proses perencanaan perlu diketahui
bagaimana landasan keberlakuan suatu perda baik secara filosofis, sosiologis,
maupun yuridis yang biasanya dituangkan dalam suatu penjelasan atau keterangan
naskah akademik.
Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan telah ditetapkan
tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh organ pembentuk peraturan perundang-
undangan agar peraturan perundang-undangan yang dihasilkan memenuhi aspek
formal, pengabaian terhadap tahapan-tahapan yang telah ditetapkan dapat
mengakibatkan suatu peraturan perundangundangan cacat secara formil. Tahapan
perencanaan merupakan tahapan awal dari proses pembentukan peraturan
perundang-undangan. Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 1 Undang-undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan. Semua parameter tersebut tentunya
bertujuan agar konsep otonomi daerah berjalan pada jalur yang telah ditetapkan.
Semakin mendekatkan pelayanan pemerintah daerah kepada masyarakat dan yang
terpenting tidak mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Landasan Pembentukan Peraturan Daerah


Dalam pembentukan peraturan daerah paling sedikit harus memuat tiga
landasan:
a) Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan pertimbangan yang mengambarkan bahwa
peraturan yang dibentuk harus mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran,
dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia
yang bersumber dari pancasila dan pembukaan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.

30
b) Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis merupakan landasan yang terdiri atas faktafakta yang
menjadi kebutuhan masyarakat dan mendorong perlunya pembuatan perundang-
undangan (Perda). Ada sesuatu yang pada dasarnya dibutuhkan oleh masyarakat
sehingga perlu pengaturan. Landasan sosiologis menjadi alasan peraturan
dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bebagai aspek. Landasan
sosiologis menyangkut kenyataan yang hidup di masyarakat. Oleh karena itu,
landasan sosiologis ini akan tercermin di dalam konsideran yang didalamnya
memuat fakta-fakta sosiologis yang melatar belakangi dibentuknya peraturan
perundang-undangan tersebut.
c) Landasan Yuridis
Dasar yuridis merupakan ketentuan hukum yang menjai sumber
hukum/dasar hukum untuk pembuatan/perancangan suatu peraturan perundang-
undangan (Perda). Landasan yuridis dari penyusunan peraturan perundang-
undangan meliputi:
1) Kewenangan dari pembuatan peraturan perundang-undangan;
2) Kesesuaian bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan;
3) Keharusan mengikuti tata cara yang berlaku .
Mengingat peraturan daerah merupakan produk politis maka kebijakan
daerah yang bersifat politis dapat berpengaruh terhadap subtansi peraturan daerah.
Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan kebijakan politis tersebut tidak
menimbulkan gejolak dalam masyarakat. Dalam pembentukan peraturan daerah
selain didasarkan pada pancasila yang merupakan sumber dari segala sumber
hukum negara dan Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
Tahun 1945 yang merupakan hukum dasar dalam peraturan perundang-undangan,
juga didasarkan pada asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan
sebagaimana diatur dalam pasal 5 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang
pembentukan peraturan perundang-undangan dan pasal 137 Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang peraturan daerah, yang meliputi asas:
a. Kejelasan Tujuan
Bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus

31
mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
b. Kelembagaan atau Organ Pembentuk yang Tepat
Bahwa setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh
lembaga negara atau pejabat pembentuk peraturan perundangundangan yang
berwenang. Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal
demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak
berwenang.
c. Kelembagaan atau Organ Pembentuk yang Tepat
Bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-
benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki
perundang-undangan.
d. Dapat dilaksanakan
Bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus
memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam
masyarakat, baik secara filosofi, sosiologis, maupun yuridis.
e. Kedayagunaan dan Kehasilgunaan
Bahwa setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar
dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
f. Kejelasan Rumusan
Bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan
teknis penyususnan peraturan perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau
istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak
menimbulkan berbagai macam interprestasi dalam pelaksanaannya.
g. Keterbukaan
Bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, atau penetapan, dan
pengundangan yang bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh
lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk
memberikan masukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

32
3. Fungsi Peraturan Daerah
Peraturan Daerah mempunyai berbagai fungsi yaitu:
a. Sebagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas
pembantuan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-undang tentang pemerintah
daerah;
b. Merupakan peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan yang
lebih tiunggi. Dalam fungsi ini, peraturan daerah tunduk pada ketentuan
hierarki peraturan perundang-undangan. Dengan demikian peraturan daerah
tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi;
c. Peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi;
d. Sebagai alat pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
4. Materi Muatan Peraturan Daerah
Dalam undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan
peraturan perundang-undangan, mengenai materi muatan peraturan daerah telah
diatur dengan jelas dalam pasal 14 yang berbunyi sebagai berikut:
“Materi muatan peraturan daerah provinsi atau peraturan daerah
kabupaten/kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi
daerah dan tugas pembantuan serta menampung khusus daerah dan/atau
penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi”.
Di era otonomi daerah atau desentralisasi, DPRD dan pemerintah daerah
mempunyai kewenangan yang luas dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.
Dalam praktek, tidak jarang terjadi kewenangan tersebut dilaksanakan tidak
selaras bahkan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi (vertikal) atau dengan peraturan perundang-undangan yang sama
(horizontal). Oleh karena itu, DPRD dan Kepala Daerah dalam membentuk
peraturan daerah harus selalu memperhatikan asas pembantuan dan asas materi
muatan peraturan perundang-undangan.
Pedoman tentang materi muatan peraturan daerah, dan peraturan

33
perundang-undangan tingkat daerah lainnya (Peraturan Gubernur, Peratuan
Bupati/Kota), juga diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
pemerintah daerah dan peraturan pelaksanaannya. Mengenai materi peraturan
daerah perlu memperhatikan asas materi muatan yang meliputi:
a. Pengayoman
Bahwa setiap materi peraturan perundang-undangan harus berfungsi
memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.
b. Kemanusiaan
Bahwa setiap materi peraturan perundang-undangan harus mencerminkan
perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat
setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
c. Kebangsaan
Bahwa setiap materi peraturan perundang-undangan harus mencerminkan
sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik ( kebhinekaan ) dengan tetap
menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d. Kekeluargaan
Bahwa setiap materi peraturan perundang-undangan harus mencerminkan
musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
e. Kenusantaraan
Bahwa setiap materi peraturan perundang-undangan senantiasa
memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan
peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari
sistem hukum nasional berdasarkan pancasila.
f. Bhineka Tunggal Ika
Bahwa setiap materi peraturan perundang-undangan harus memperhatikan
keragaman penduduk, agama, suku, dan golongan, kondisi khusus daerah, dan
budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
g. Keadilan
Bahwa setiap materi peraturan perundang-undangan harus mencerminkan
keadilan proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.

34
h. Kesamaan Kedudukan dalam Hukum dan Pemerintahan
Bahwa setiap materi peraturan perundang-undangan harus menimbulkan
ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
i. Ketertiban dan Kepastian Hukum
Bahwa setiap materi peraturan perundang-undangan harus menimbulkan
ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
j. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Bahwa setiap materi peraturan perundang-undangan harus mencerminkan
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan
masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.
Selanjutnya materi peraturan daerah dilarang bertentangan dengan
kepentingan umum atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Hal
tersebut sesuai dengan ketentuan dalam pasal 136 ayat 4 Undangundang Nomor
32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, yang menyatakan bahwa “Perda
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilarang bertentangan kepentingan umum atau
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.”.
Dalam penjelasan pasal tersebut, yang dimaksud dengan “bertentangan
dengan kepentingan umum” dalam ketentuan ini adalah kebijakan yang berakibat
terganggunya kerukunan antar warga masyarakat, terganggunya pelayanan umum,
dan terganggunya ketentraman/ketertiban umum serta kebijakan yang bersifat
diskriminatif. Selanjutnya dalam penjelasan umum Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang pemerintah daerah ditegaaskan pula bahwa dalam
membentuk peraturan daerah terdapat tigas aspek penting yang perlu diperhatikan
oleh setiap perancang peraturan perundang-undangan yaitu “Kebijakan daerah
tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
dan kepentingan umum serta peraturan daerah lain”.

5. Tujuan Pembuatan Peraturan Daerah


Indonesia merupakan negara hukum sepertihalnya yang dijelaskan dalam
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Notohamidjojo
merumuskan tujuan hukum adalah unuk melindungi hak dan kewajiban manusia

35
dalam masyarakat, melindungi lembaga-lemabaga sosial dalam masyarakat. Atas
dasar keadilan untuk mencapai keseimbangan, damai dan kesejahteraan umum.
Dapat disederhanakan bahwa tujuan peraturan daerah untuk mengatur hidup
bersama, melindungi hak dan kewajiban manusia dalam masyarakat, menjaga
keselamatan dan tata tertib didaerah yang bersangkutan. Peraturan daerah menjadi
sarana demokrasi dan sarana komunikasi timbal balik antara kepala daerah dengan
masyarakat. Setiap keputusan penting menyangkut pengaturan dan pengurusan
rumah tangga daerah harus mengikutsertakan rakyat di daerah yang bersangkutan
melalui wakil-wakilnya di lembaga perwakilan rakyat daerah.

6. Proses Pembentukan Peraturan Daerah


Untuk tertib administrasi dan peningkatan kualitas pelaksanaan Program
Pembentukan Peraturan Daerah perlu disusun prosedur yang terarah, terencana,
terkoordinasi dan terpadu. Peraturan daerah adalah peraturan perundang-undangan
yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan
bersama Kepala Daerah dan dibuat untuk melaksanakan kebutuhan daerah.
Peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
Dasar pembentukan peraturan daerah berdasarkan ketentuan butir 39 Lampiran II
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dibedakan menjadi:
a. Berdasarkan dari yang memberikan dasar kewenangan, yaitu:
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, bahwa “Pemerintah daerah berhak menerapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”;
2. Undang-Undang tentang pembentukan daerah yang bersangkutan;
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
b. Berdasarkan yang memerintahkan, yaitu: peraturan perundang-undangan
yang memerintahkan secara tegas pembentukan peraturan daerah, misalnya
undang-undang tentang perangkat daerah. Selanjutnya sebagaimana pasal 1 ayat
(18) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015, bahwa pembentukan
peraturan daerah adalah pembuatan peraturan perundang-undangan daerah yang
mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, penetapan,

36
pengundangan, dan penyebarluasan.
1. Perencanaan Rancangan Peraturan Daerah
Pada pasal 10 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015
menyatakan bahwa perencanaan rancangan peraturan daerah meliputi kegiatan:
a. Penyusunan Program Pembentuan Peraturan Daerah (Propemperda); b.
Perencanaan penyusunan rancangan peraturan daerah kumulatif terbuka; dan c.
Perencanaan penyusunan rancangan peraturan daerah diluar Propemperda.
Propemperda merupakan instrumen perencanaan pembentukan peraturan
perundang-undangan yang memuat skala prioritas program pembentukan
peraturan daerahdengan jangka waktu tertentu yang disusun secara berencana,
terpadu dan sistematis oleh DPRD dan Pemerintah Daerah sesuai dengan
perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dalam rangka mewujudkan sistem
hukum di daerah.

2. Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah


Sesuai pasal 20 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015,
menyatakan bahwa “Penyusunan produk hukum daerah berbentuk peraturan
berupa peraturan daerah dilakukan berdasarkan propemperda dan selanjutkan
pada pasal 21 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 juga
dijelaskan bahwa “Penyusunan rancangan peraturan daerah dapat berasal dari
DPRD atau kepala Daerah”. Dalam menyusun rancangan peraturan daerah,
kepala daerah membentuk tim penyusun rancangan peraturan daerah yang
ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. Tim penyusun dipimpin oleh
seorang ketua yang ditunjuk oleh perangk

3. Rancangan Peraturan Daerah


perangkat daerah (pimpinan SKPD) pemrakarsa dan dalam hal ketua tim
adalah pejabat lain yang ditunjuk, pimpinan perangkat daerah (SKPD)
pemrakarsa tetap bertanggung jawab terhadap materi muatan rancangan
peraturan daerah yang disusun.

4. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah

37
Pembahasan dilakukan oleh DPRD bersama kepala daerah untuk
mendapat persetujuan bersama. Kepala daerah membentuk tim dalam
pembahasan rancangan peraturan daerah di DPRD.Tim diketuai oleh sekretaris
daerah atau pejabat yang ditunjuk oleh kepala daerah. Ketua tim melaporkan
perkembangan dan/atau permasalahan dalam pembahasan rancangan peraturan
daerah di DPRD kepada kepala daerah untuk mendapatkan arahan dan
keputusan.

Rancangan peraturan daerah yang telah disetujui bersama oleh DPRD


dan Kepala Daerah disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada kepala daerah
untuk ditetapkan menjadi peraturan daerah.Penyampaian rancangan peraturan
daerah dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak
tanggal persetujuan bersama. Rancangan peraturan daerah yang ditandatangani
kepala daerah dinyatakan sah dengan kalimat pengesahannya berbunyi
“Peraturan Daerah ini dinyatakan sah”, hal ini sebagaimana diatur pada pasal
102 ayat (5) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015.

D. Peraturan Daerah Pondok Pesantren dan Partai Politik


1) Peraturan Daerah Pondok Pesantren sebagai turunan Undang-Undang
Nomor 18 tahun 2019 tentang pondok pesantren
Pesantren sebagai subkultur memiliki kekhasan yang telah mengakar
serta hidup dan berkembang di tengah masyarakat dalam menjalankan fungsi
pendidikan,fungsi dakwah,dan fungsi pemberdayaan masyarakaat.Pesantren
merupakan lembaga yang berbasis masyarakat dan didirikan oleh
perseorangan,yayasan,organisasi masyarakat islam dan / atau masyarakat yang
menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada ALLAH SWT,menyemaikan
akhlak mulia,serta memegang teguh ajaran Islam rahmatan lil’alamin yang
tercermin dari sikap rendah hati,toleransi,keseimbangan,moderat,dan nilai luhur
bangsa Indonesia lainnya melalui pendidikan,dakwah Islam,keteladanan,dan
pemberdayaan masyarakat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

38
Pendidikan pesantren pada umumnya diselenggarakan oleh masyarakat
sebagai perwujudan pendidikan dari,oleh,dan untuk masyarakat.jauh sebelum
Indonesia merdeka,pendidikan yang diselenggarakan oleh pesantren sudah
terlebih dahulu berkembang.selain menjadi akar budaya bangsa,nilai agama
disadari merupakan bagian tidak terpisahkan dalam pendidikan.Pendidikan
pesantren juga berkembangg karena mata pelajaran/kuliah pendidikan agama
yang dinilai menghadapi berbagai keterbatasan.Secara historis,keberadaan
Pesantren menjadi sangat penting dalam upaya pembangunan
masyarakat,terlebih lagi karena pesantren bersumber dari aspirasi masyarakat
yang sekaligus mencerminkan kebutuhan masyarakat sesungguhnya akan jenis
layanan pendidikan dan layanan lainnya,untuk menjamin penyelenggaraan
pesantren dalam menjalankan fungsi pendidikan,fungsi dakwah dan fungsi
pemberdayaan masyaraka,diperlukan pengaturan untuk memberikan
rekognisi,afirmasi dan fasilitas kepada pesantren berdasarkan tradisi dan
kekhasannya.sementara itu,pengaturan mengenai belum mengakomodasi
perkembangan,aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat,serta belum
menempatkan pengaturan hukumnya dalam kerangka peraturan perundang-
perundangan yang terintegrasi dan komprehensif.
Hal tersebut menyebabnya perlakukan hukum yang tidak sesuai dengan
norma berdasarkan kekhasan dan kesenjangan sumber daya yang besar dalam
pengembangan pesantren.sebagai bagian strategis dari kekayaan tradisi dan
budaya bangsa Indonesia yang perlu dijaaga kekhasannya,pesantren perlu diberi
kesempatan untuk berkembangan dan ditingkatkan mutunya oleh semua
komponen bangsa,termasuk pemerintah pusat dan pemerintah daerah.oleh karena
itu,diperlukan Undang-undang yang dapat dijadikan sebagai landasan hukum
yang kuat dan menyeluruh dalam penyelenggaraan pesantren yang dapat
memberikan rekognisi terhadap kekhasannya,sekaligus sebagai landasan hukum
untuk memberikan afirmasi dan fasilitas bagi pengembangannya.
Undang-undang tentang pesantren mengatur mengenai penyelenggaraan
fungsi pendidikan,fungsi dakwah,dan fungsi pemberdayaan masyarakat. melalui
Undang-undang tentang pesantren,penyelenggaraan pendidikan pesantren diakui

39
sebagai bagian dari penyelenggaraan pendidikan nasional dan memberikan
landasan hukum bagi rekognisi terhadap peran pesantren dalam
membentuk,mendirikan,membangun,dan menjaga Negara Kesatuan Republik
Indonesia,tradisi,nilai dan norma,varian dan aktivitas,profesionalisme pendidik
dan tenaga kependidikan, serta proses dan metodologi penjaminan mutu.melalui
Undang-undang ini juga menjadi landasan hukum afirmasi atas jaminan
kesetaraan tingkat mutu lulusan,kemudahan akses lulusan ,dan independensi
penyelenggaraan pesantren,serta landasan hukum bagi pemerintah pusat dan
pemerintah daerah untuk memberikan fasilitas dalam pengembangan pesantren.
Pesantren didirikan dan diselenggarakan untuk menyelenggarakan fungsi
pendidikan,fungsi dakwah,dan fungsi pemberdayaan masyarakat.varian dan
model penyelenggaraan pesantren diakui sebagaimana fakta yang ada di
masyarakat sesuai dengan kekhasannya masing-masing.ketentuan mengenai
penjaminan mutu serta pendidikdan tenaga kependidikan diatur secara khusus
berdasarkan kekhasan tradisi akademik pesantren.dalam penjaminan
mutu,pesantren membentuk Dewan Masyayikh dan Majelis Masyayikh yang
diakui oleh pemerintah dan independen dalam pelaksanaan tugasnya.ketentuan
mengenai pengelolaan data dan informasi pesantren yang disesuaikan dengan
kebutuhan berdasarkan kekhasan pesantren,yaitu pengelolaan data dan informasi
dilaksanakan untuk pengembangan pesantren.sebagai lembaga berbasis
masyarakat,sumber pendanaan utama pesantren berasal dari
masyarakat.pemerintah pusat membantu pendanaan penyelenggaraan pesantren
melalui anggaran pendapatan dan belanja negara sesuai dengan kemampuan
negara dan ketentuan peraturan perundang-undangan.pemerintah daerah
membantu pendanaan penyelenggaraan pesantren melalui anggaran pendapatan
dan belanja daerah sesuai dengan kewenangannya dan ketentuan peraturan
perundang-undangan,selain itu sumber pendanaan penyelenggaraan pesantren
dapat berasal dari sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai peraturan
perundang-undangan.pemerintah pusat menyediakan dan mengelola dana abadi
pesantren untuk memastikan ketersediaan dan ketercukupan anggaran dalam
pengembangan pesantren.

40
Undang-undang tentang pesantren juga mengatur kerja sama dan
partisipasi masyarakat.kerja sama dapat dilakukan oleh pesantren dengan
lembaga lainnya yang bersifat nasional dan /atau internasional .kerja sama
tersebut antara lain dilakukan dalam bentuk pertukaran peserta
didik,perlombaan,sistem pendidikan, kurikulum, bantuan pendanaan, pelatihan
dan peningkatan kapasitas,serta bentuk kerja sama lainnya,dan dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. dalam pengembangan
pesantren, masyarakat dapat berpartisipasi secara perseorangan, kelompok,
badan, dan/atau melalui organisasi ke masyarakatan. adapun partisipasi
masyarakat dapat berupa memberikan bantuan program dan pembiayaan,
memberikan masukan kepada pemerintah pusat dan pemerintah
daerah,mendukung kegiatan, mendorong pengembangan mutu dan
standar,mendorong terbentuknya wahana pendidikan karakter dan pembinaan
moral,serta memperkuat kemandirian dan kemampuan ekonomi pesantren.
Undang-undang tentang pesantren merupakan kesepakatan bersama
dengan melibatkan pihak yang mewakili komunitas pesantren,yang masing-
masing telah memvalidasi rumusan norma hukum secara optimal sesuai dengan
karakteristik dan kekhasan pesantren.Undang-undang pesantren memiliki
turunan peraturan untuk diterapkan di daerah yaitu,berupa Peraturan Daerah
Pondok Pesantren yang dibahas oleh DPRD ditiap daerah masing-masing. tak
terkecuali,di Sumatera Selatan yang dibahas melalui DPRD Provinsi Sumatera
Selatan.

2) PARTAI POLITIK
a. Pengertian Partai Politik
Partai politik adalah organisasi yang bersaing dengan organisasi lain,
partisipasinya dalam pengambilan keputusan dan kesempatan untuk
menggerakkan orang untuk bertindak, dan memiliki fungsi mengelola kehendak
umum, mendidik warga negara yang bertanggung jawab, menjadi penghubung
antara pemerintah dan masyarakat. rakyat dan memilih pemimpin.
Menurut Budiardjo , partai politik adalah kelompok yang terorganisir yang

41
anggotanya berbagi orientasi, nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan
memperoleh kekuasaan politik dan perebutan posisi politik (biasanya), dengan
cara konstitusional untuk melaksanakan kebijaksanaan mereka. Salah satu tugas
partai politik yang cukup penting adalah menyerap aspirasi masyarakat. Ini
termasuk masyarakat luas dan konstituen partai.
Pelaksanaan tugas ini seringkali menjadi sorotan publik atas nilai kerja
partai politik. Partai politik bertindak sebagai penghubung antara rakyat dan
pemerintah. Karena masyarakat sebagai kelompok kecil tidak akan bisa
menyuarakan tuntutannya kepada pemerintah secara langsung dengan proses
berbelit-belit yang harus ditempuh meski masyarakat harus bisa mengontrol
suaranya terhadap agenda setting di parlemen. Fungsi advokasi ini juga sangat
penting keberadaannya sebagai penyeimbang bagi pemerintah. Kerja pemerintah
tidak akan terkontrol, penyalahgunaan kekuasaan dan kebijakan yang tidak tepat
sasaran akan terjadi di berbagai tempat ketika masyarakat tidak dilibatkan dalam
kegiatan implementasi kebijakan. Demikian pula pentingnya peran advokasi bagi
partai politik adalah untuk memperkuat pengaruh dan loyalitas massa konstituen
partai. Semakin banyak suara rakyat yang tersalurkan, semakin baik loyalitas
masyarakat terhadap partai politik.
Partai politik dapat diartikan organisasi yang bersifat nasional dan
dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela asas dasar
kesamaan kehendak dan cita-cita untuk meperjuangkan dan membela
kepentingan politik anggota , masyarakat bangsa dan negara serta memelihara
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 . Partai politik mempunyai posisi (status) dan peranan (role) yang sangatlah
penting dalam setiap sistem demokrasi. Partai memainkan peran penghubung
yang sangat strategis antara proses-proses pemerintahan dengan warga negara14
.Partai politiklah yang bertindak sebagai perantara dalam proses-proses
pengambilan keputusan bernegara , yang menghubungkan antara warga negara
dengan lembaga-lembaga kenegaraan. Bila dilihat dari fungsi partai politik itu
sendiri maka dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa dalam sistem negara
demokrasi sesungguhnya digerakan oleh partai politik.

42
b. Tujuan Partai Politik

Partai politik pengertian yang sangat beragam Setiap organisasi yang


didirikan oleh manusia memiliki tujuan tertentu dalam pikirannya. organisasi
serupa yang dikenal sebagai Partai Politik. mempertahankan penguasaan
kekuasaan dalam pemerintahan suatu Negara, tidak seperti yang dinyatakan pada
awalnya, adalah pembentukan suatu Partai politik. demikian juga dapat diamati
dari kegiatan yang dilakukan. Rusadi Kantaprawira mencatat bahwa kegiatan
Partai Politik seringkali memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Berpartisipasi dalam sektor pemerintahan, dalam arti menempatkan rakyat


sebagai pejabat pemerintah agar dapat berpartisipasi dalam pengambilan atau
penentuan keputusan atau keluaran politik secara umum.

2. Upaya untuk melakukan pengawasan, bahkan penentangan jika perlu,


terhadap perilaku, tindakan, kebijakan penguasa (terutama dalam situasi di
mana mayoritas pemerintahan tidak berada di tangan partai politik yang
bersangkutan).

3. Berperan untuk dapat mengefektifkan tuntutan yang masih mentah (Raw


Opinion), sehingga partai politik berperan sebagai penafsir kepentingan
dengan meluncurkan isu-isu politik yang dapat dicerna dan diterima oleh
masyarakat luas.

Mencermati kegiatan Partai Politik di atas, Seperti dapat dilihat dari


uraian di atas, masyarakat secara keseluruhan memiliki kemampuan untuk
mengambil keputusan alternatif, seperti bergabung dengan partai politik atau
menjadi partai politik sendiri. Sehubungan dengan itu, dalam struktur
kependudukan yang paternalistik, kemungkinan penduduk untuk bergabung
dengan partai politik tertentu seringkali dipengaruhi oleh ideologi atau prinsip-
prinsip yang menjadi pedomannya. Karena negara ini adalah negara dengan
struktur sosial paternalistik, Partai Politik berkomitmen untuk menegakkan
ideologi Partai untuk melindungi hak-hak rakyat dan memajukan posisinya

43
dalam politik global. Penekanan tentang program adalah poin kunci untuk
menjawab kebutuhan masyarakat umum. Gaya hidup dan aktivitas politik Bagian
saat ini dapat diklasifikasikan sebagai Parsialisme tradisional.

c. Fungsi Partai Politik

Fungsi partai politik berdasarkan Undang Undang No 2 Tahun 2011


tentang perubahan atas Undang Undang No 2 Tahun 2008 maka dapat diketahui
fungsi dari Partai Politik pada pasal 11, partai politik antara lain sebagai Sarana :

(1) Pendidikan Politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga
negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,

(2) Penciptaan Iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat,

(3) Penyerap, penghimpun, dan penyalur Aspirasi Politik masyarakat dalam


merumuskan dan menetapkan kebijakan negara,

(4) Partisipasi Politik warga Negara Indonesia, dan

(5) Rekrutmen Politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme
demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.

d. Klasifikasi Partai Politik

Menurut Budiardjo (2014:84) Klasifikasi partai politik dapat dilakukan


dengan berbagai cara bila dilihat dari segi komposisi dan fungsi keanggotaanya
secara umum dapat dibagi:

1. Partai Massa

Partai ini mengutamakan kekuatan berdasarkan keunggulan jumlah


anggota; oleh karena itu biasanya terdiri dari pendukung-pendukung dari
berbagai aliran politik dalam masyarakat yang memiliki ideologi dan tujuan yang

44
sama. Kelemahan dari partai ini adalah bahwa masing-masing aliran atau
kelompok yang menjadi anggotanya cenderung untuk memaksakan kepentingan
masingmasing, sehingga persatuan partai menjadi lemah atau hilang sama sekali
sehingga salah satu golongan memisahkan diri dan mendirikan partai baru.

2. Partai Kader

Kekuatan partai ini adalah terletak pada keketatan organisasi dan disiplin
kerja dari anggota-anggotanya. Pimpinan partai biasanya menjadi kemurnian
doktrin politik yang dianut dengan jalan mengadakan seleksi terhadap calon
anggotanya dan memecat anggota yang menyeleweng dari garis partai yang telah
ditetapkan.

e. Ciri-Ciri Partai Politik

Menurut Setiadi dan Kolip (Pratama 2019:18) partai politik itu sekedar
mempengaruhi pelaksanaan kekuasaan dan melakukan kegiatan untuk menarik
dukungan dari para pemilih dalam pemilihan umum atau cara lain untuk
mendapatkan dukungan umum. Maka yang terjadi ciri-ciri partai politik adalah :

1) Berakar dalam masyarakat lokal.

2) Melakukan kegiatan secara terus-menerus.

3) Berusaha memperoleh dan mempertahankan kekuasaan dalam


mempertahankan dan.

4) Ikut sebagai konstestan atau peserta dalam pemilihan umum.

Berdasarkan ciri-ciri ini, maka suatu organisasi yang tidak berakar di


tengah-tengah masyarakat, tidak mempunyai cabang-cabang di daerahdaerah,
tidak mempunyai kegiatan secara kontinu, tidak ikut dalam pemilihan umum,
dan tidak mempunyai wakil parlemen, tidaklah dapat di sebut sebagai partai
politik. Sebab dengan memenuhi persyaratan itu, organisasi politik yang
bersangkutan tidak akan dapat menjalankan fungsinya untuk menampung dan

45
memadukan berbagai kepentingan dalam masyarakat dan memperjuangkannya
ke dalam proses pembuatan (lembaga legislatif dan eksekutif).

f. Fraksi sebagai representasi dari Partai Politik

Istilah fraksi merupakan salah satu istilah yang digunakan untuk political
group/party group yang ada diparlemen. Istilah lain selain fraksi, juga sering
digunakan faction, clup, group, dan sebagainya.Dalam pengertian fraksi
terkandung maksud adanya “elemen disiplin partai, partai harus
dihormati.Anggota-anggota di dalam partai harus menyampaikan halhal yang
menjadi kebijakan partai, mereka yang tidak mengindahkan kebiajakan partai
terancam posisinya.Kalau disiplin partai yang akan dipegang maka keberadaan
fraksi itu penting.”Di dalam kamus politik yang ditulis oleh B.N marbun bahwa
kata fraksi terjemahan sebagai kelompok orang yang mempunyai dan
memperjuagkan suatu aliran politik dalam parlemen atau dewan-dewan
perwakilan.Juga di terjemahan sebagai bagian kecil; pecahan.Dikenal sejak
periode DPR sementara tahun 1950.

Dalam pasal 82 UndangUndang Nomor 17 Tahun 2014 disebutkan


bahwa: Fraksi merupakan pengelompokan anggota berdasarkan konfigurasi
partai politik berdasarkan hasil pemilihan umum.

Sekalipun istilah “aliran” juga dikenal pada masa itu, namun istilah fraksi
sudah dimuat pada pasal 28 ayat (3) dan ayat (5) peraturan tata tertib (Tatib)
DPR sementara. Pelaksana representasi suara rakyat dalam prakteknya di
indonesia, di laksanakan oleh fraksi-fraksi di DPR. Fraksi dipandang sebagai
kepanjangan tangan partai politik di tubuh DPR, semantara anggota DPR dipilih
melalui partai politik. Menurut tata tertip pasal 1 angka 7 fraksi adalah
pengelompokan anggota berdasarkan konfugurasi partai politik hasil pemilihan
umum.

Fraksi merupakan representatif dari partai politik sebagai alat


kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang memiliki tugas dan peran

46
sangat menentukan. Fraksi memberikan sikap politik dalam tatanan penggunaan
hak bertanya dan menyampaikan pendapat berdasarkan ketentuan musyawarah
dan mufakat. Persoalan penghapusan fraksi dari tubuh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah terlihat dari keberadaan fraksi di nilai sangat penting karena
perpanjangan dari partai politik. Jika fraksi di hapus dari Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah maka akan terlihat bahwa peran partai politik akan tidak jelas.
Kepentingan masyarakat tidak akan tersalurkan melalui fraksi tetapi bila fraksi
dihapuskan akan Nampak dominasi peran anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah yang mewakili daerah pemilihan. Adapun tugas dari fraksi, sebagai
berikut :

1. Menentukan dan mengatur segala sesuatu yang menyangkut urusan fraksi


masing-masing.

2. Meningkatkan kemampuan, disiplin, daya guna dan hasil guna anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dalam melaksanakan tugas dalam setiap kegiatan.

3. Menerima dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

Menurut Warman (2014:2-3) tugas fraksi hanya dalam ruang lingkup


internal yang berhubangan dengan keanggotaan partai politik dan menerima serta
menyalurkan aspirasi masyarakat, tugas yang sangat penting dalam menjalankan
mesin partai.Sementara itu di parlemen, para anggota dewan dikelompokkan
dalam fraksi setiap anggota harus menjadi anggota fraksi.Fraksi merupakan
pengelompokan anggota dewan berdasarkan konfigurasi partai.Menurut Undang-
Undang Nomor 27 Tahun 2009 fraksi dibentuk untuk mengoptimalkan kinerja
anggota legislatif selaku wakil rakyat. Fraksi berfungsi sebagai think thank kerja
anggota dewan fraksi menjadi wadah konsolidasi, kordinasi dan evaluasi kinerja
para anggotanya. Melalui fraksi inilah kepentingan partai politik dan aspirasi
masyarakat umum dan konstituen partai politik disalurkan oleh para anggota
dewan dalam lembaga legislatif. Oleh karena itu fraksi juga memiliki program
kerja dan anggota dewan harus bekerja secara serius dalam mewakili fraksinya
dan mewakili rakyatnya.

47
Fraksi mempunyai peran yang sangat startegis dalam mendukung
pelaksanaan fungsi-fungsi dewan di DPRD. Dukungan peran dan kinerja yang
dilakukan secara efektif akan dapat membantu memaksimalkan pelaksanaan
fungssi-fungsi anggota dewan dalam bidang legislasi. Mulai dari tahap awal
penyaringan aspirasi dan turun ke daerah-daerah pada masa resesnya
menghasilkan DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) hingga pembahasan sampai
penentuan keputuisan legislasi melibatkan peran fraksi.

Keberadaan fraksi selain sebagai perwakilan partai politik di Dewan


Perwakilan Rakyat juga menjadi salah satu bagian kecil dari sebuah sistem
organisasi pemerintah karena menjalankan fungsi pemerintah di antara legislatif
untuk masyarakat. Fraksi harus memiliki kinerja yang baik sehingga pekerjaan
yang di laksanakannya harus dipastikan membawa manfaat dan sesuai dengan
fungsinya. Oleh karenanya fraksi juga harus diukur sejauh mana kinerjanya
dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Pengaturan atau landasan hukum
fraksi di DPR di atur di dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR,
DPD, dan DPRD dan juga di atur di satu pasal di dalam UU partai politik.
Peranan atau fungsi utama dari fraksi berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2014
Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD adalah sebagai fungsi control dari setiap
partai politik yang diwakilinya di samping sebagai fungsi pengelompokan dan
perwakilan anggota parlemen menurut partai asalnya sebagai penyeragaman
pendapat dalam pelaksanaan fungsi-fungsi legislatif itu sendiri.

Sedangkan definisi tentang fraksi tidak dapat di temukan di dalam UU


Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.Namun dalam
prakteknya dapat kita simpulkan bahwa fraksi itu adalah penggelompokan
anggota legislatif dengan latar belakang 1 (satu) partai atau di latarbelakangi
dengan kesamaan ide (khusus fraksi gabungan).Sehingga fraksi di anggap
sebagai etalase partai politik, dimana bisa dijadikan parameter evaluasi kinerja
partai dengan pendapat dan sikap yang dikeluarkan oleh fraksinya yang berada di
legislative.

48
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Sumatera Selatan

1. Gambaran Umum Sumatera Selatan


Pulau Sumatera yang dulu disebut Suvarnadvipa dalam kitab Mahayana,
terletak membujur dari arah Barat-Laut ke Tenggara dan memotong garis
khatulistiwa. Secara administrative pulau ini telah terbagi atas beberapa Provinsi,
dan salah satunya Provinsi itu adalah Sumatera Selatan dengan Ibukota
Palembang (Abdullah, 1992: 16). Sumatera Selatan atau pulau Sumatera bagian
selatan yang dikenal sebagai provinsi Sumatera Selatan didirikan pada tanggal
12 September 1950 yang awalnya mencakup daerah Jambi, Bengkulu, Lampung,
dan kepulauan Bangka Belitung dan keempat wilayah yang terakhir disebutkan
kemudian masing-masing menjadi wilayah provinsi tersendiri akan tetapi
memiliki akar budaya bahasa dari keluarga yang sama yakni bahasa Austronesia
proto bahasa Melayu dengan pembagian daerah bahasa dan logat antara lain
seperti Palembang, Ogan, Komering, Musi, Lematang dan masih banyak bahasa
lainnya.

Menurut sumber antropologi disebutkan bahwa asal usul manusia


Sumatera bagian selatan dapat ditelusuri mulai dari zaman paleolitikum dengan
adanya benda-benda zaman paleolitikum pada beberapa wilayah antara lain
sekarang dikenal sebagai Kabupaten Lahat, Kabupaten Sarolangun Bangko,
Kabupaten Ogan Komering Ulu dan Tanjung Karang yakni desa Bengamas
lereng utara pergunungan Gumai, di dasar (cabang dari Sungai Musi) sungai
Saling, sungai Kikim lalu di desa Tiangko Panjang (Gua Tiangko Panjang) dan
desa Padang Bidu atau daerah Podok Salabe serta penemuan di Kalianda dan
Kedaton dimana dapat ditemui tradisi yang berasal dari acheulean yang
bermigrasi melalui sungai Mekong yang merupakan bagian dari bangsa Monk
Khmer. Provinsi Sumatera Selatan sejak berabad yang lalu dikenal juga dengan
sebutan Bumi Sriwijaya; pada abad ke-7 hingga abad ke-12 Masehi wilayah ini

49
merupakan pusat kerajaan Sriwijaya yang juga terkenal dengan kerajaan maritim
terbesar dan terkuat di 26 Nusantara. Gaung dan pengaruhnya bahkan sampai ke
Madagaskar di Benua Afrika. Sejak abad ke-13 sampai abad ke-14, wilayah ini
berada di bawah kekuasaan Majapahit. Selanjutnya wilayah ini pernah menjadi
daerah tak bertuan dan bersarangnya bajak laut dari Mancanegara terutama dari
negeri China (www.sumselprov.go.id, akses 5 Januari 2021).

2. Letak Geografis
Provinsi Sumatra Selatan secara astronomis terletak antara 1–4° Lintang
Selatan dan 102–106° Bujur Timur, dan luas daerah seluruhnya adalah 91592.43
km2 . Secara topografi, wilayah Sumatera Selatan di Pantai Timur tanahnya
terdiri dari rawa-rawa dan payau yang dipengaruhi oleh pasang surut.
Vegetasinya berupa tumbuhan palmase dan kayu rawa (bakau). Sedikit makin ke
barat merupakan dataran rendah yang luas. Lebih masuk kedalam wilayahnya
semakin bergunung-gunung. Disana terdapat bukit barisan yang membelah
Sumatra Selatan dan merupakan daerah pegunungan dengan ketinggian 900 –
1.200 meter dari permukaan laut. Bukit barisan terdiri atas puncak Gunung
Seminung (1.964 m), Gunung Dempo (3.159 m), Gunung Patah (1.107 m) dan
Gunung Bengkuk (2.125m). Disebelah Barat Bukit Barisan merupakan lereng.
Provinsi Sumatra Selatan mempunyai beberapa sungai besar. Kebanyakan
sungai-sungai itu bermata air dari Bukit Barisan, kecuali Sungai Mesuji, Sungai
Lalan dan Sungai Banyuasin. Sungai yang bermata air dari Bukit Barisan dan
bermuara ke Selat Bangka adalah Sungai Musi, sedangkan Sungai Ogan, Sungai
Komering, Sungai Lematang, Sungai Kelingi, Sungai Lakitan, Sungai Rupit dan
Sungai Rawas merupakan anak Sungai Musi.
Secara administratif Sumatera Selatan terdiri dari 13 (tiga belas)
Pemerintah Kabupaten dan 4 (empat) Pemerintah Kota, dengan Palembang
sebagai ibu kota provinsi. Pemerintah kabupaten dan kota membawahi
pemerintah kecamatan dan desa atau kelurahan. Sumatra Selatan memiliki 13
kabupaten, 4 kota madya, 212 kecamatan, 354 kelurahan, dan 2.589 desa.
Kabupaten Ogan Komering Ilir menjadi Kabupaten dengan luas wilayah terbesar

50
dengan luas 18359.04 Km2, diikuti oleh Kabupaten Musi Banyuasin dengan luas
wilayah sebesar 14266.26 Km2.

3. Kependudukan
Di dalam sensus penduduk, pencacahan dilakukan terhadap seluruh
penduduk yang berdomisili di wilayah teritorial Indonesia termasuk warga
negara asing kecuali anggota korps diplomatik negara sahabat beserta
keluarganya. Metode pengumpulan data dalam sensus dilakukan dengan
wawancara antara petugas sensus dengan responden dengan juga melalui e-
census. Pencatatan penduduk menggunakan konsep usual residence, yaitu
konsep dimana penduduk biasa bertempat tinggal. Bagi penduduk yang
bertempat tinggal tetap dicacah di mana mereka biasa tinggal, sedangkan untuk
penduduk yang tidak bertempat tinggal tetap dicacah di
tempatdimanamerekaditemukan petugas sensus pada malam ‘Hari Sensus’.
Termasuk penduduk yang tidak bertempat tinggal tetap adalah tuna wisma awak
kapal berbendera Indonesia, penghuni perahu atau rumah apung, masyarakat
terpencil atau terasing, dan pengungsi.
Bagi mereka yang mempunyai tempat tinggal tetap dan sedang
berpergian keluar wilayah lebih dari enam bulan, tidak dicacah ditempat
tinggalnya, tetapi dicacah ditempat tujuannya. Untuk tahun yang tidak
dilaksanakan sensus penduduk, data kependudukan diperoleh dari hasil proyeksi
penduduk. Proyeksi penduduk merupakan suatu perhitungan ilmiah yang
didasarkan pada asumsi dari komponen- komponen perubahan penduduk, yaitu
kelahiran, kematian, dan migrasi. Proyeksi penduduk Indonesia 2010 - 2035
menggunakan data dasar penduduk hasil SP 2010. Penduduk merupakan
sekelompok warga Negara yang bertempat tinggal di wilayah tertentu yang
wilayah tersebut dijadikannya domisili atau wilayah sementara dan dapat juga
untuk ditinggal secara menetap. Penduduk Indonesia adalah semua orang yang
berdomisili diwilayah teritorial Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau
mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan menetap.
pertambahan penduduk yang tidak seimbang dengan pengurangan jumlah

51
penduduk menyebabkan terjadinya kepadatan penduduk yang didukung oleh
beberapa faktor.
4. Visi- Misi Sumatera Selatan
Sesuai dengan visi dan misi dari Gubernur Sumatera Selatan yang terpilih
melalui pilkada langsung Provinsi Sumatera Selatan tahun 2018, maka visi
pembangunan Provinsi Sumatera Selatan sampai tahun 2023, adalah: a) VISI :
“Sumatera Selatan Maju Untuk Semua” 31 b) MISI : 1) Membangun Sumatera
Selatan, berbasis ekonomi kerakyatan yang didukung oleh sektor pertanian,
industri dan UMKM yang tangguh untuk mengatasi pengangguran dan
kemiskinan diperkotaan maupun pedesaan 2) Meningkatan SDM baik laki-laki
maupun perempuan yang sehat, berpendidikan, profesional dan menjunjung
tinggi nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, kejujuran dan integritas 3) Mewujudkan
tata kelola pemerintah yang bebas KKN dengan mengedepankan transparansi
dan akuntabilitas yang didukung aparatur pemerintah yang jujur, berintegritas,
profesional dan responsif. 4) Membangun dan meningkatkan kualitas dan
kuantitas infrastruktur, termasuk infrastruktur dasar guna percepatan pebangunan
wilayah pedalaman dan perbatasan, untuk memperlancar arus barang dan
mobilitas penduduk, serta mewujudkan daya saing daerah dengan
mempertimbangkan pemerataan dan keseimbangan daerah. 5) Meningkatan
kehidupan beragama, seni dan budaya untuk membangun karakter kehidupan
sosial yang agamis dan berbudaya dengan ditopang fisik yang sehat melalui
kegiatan olahraga, sedangkan pengembangan pariwisata berorientasi pada
pariwisata religius.

B. DPRD SUMATERA SELATAN

DPRD Provinsi Sumatera Selatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah


Provinsi (DPRD Provinsi) Sumatera Selatan, berlokasi di Jl. Kapten A. Rivai
Kota Palembang, Sumatera Selatan adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah
yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah Provinsi.
DPRD provinsi terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang
dipilih melalui pemilihan umum. 30 DPRD provinsi mempunyai fungsi legislasi,

52
anggaran, dan pengawasan yang dijalankan dalam kerangka representasi rakyat
di provinsi. 30 (1) DPRD mempunyai tugas dan wewenang :

a. Membentuk Peraturan Daerah bersama Gubernur;

b. Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah


mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah yang diajukan oleh gubernur;
c. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan
anggaran pendapatan dan belanja daerah;
d. Mengusulkan pengangkatan dan/atau pemberhentian Gubernur dan
Wakil Gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk
mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentian;
e. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah
terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;
f. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional
yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah;
g. Meminta laporan keterangan pertanggung jawaban gubernur dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah;
h. Memberikan pendapat dan pertimbangan serta memberikan
persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain atau dengan pihak
ketiga yang membebani masyarakat dan daerah;
i. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan; dan
j. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Perjanjian internasional sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf e
adalahperjanjian antara pemerintah daerah dan pihak luar negeri yang berkaitan
dengan kepentingan daerah.
(3) Kerja sama internasional sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf f
adalah kerja sama antara pemerintah daerah dan pihak luar negeri yang meliputi
kerja sama provinsi “kembar”, kerja sama teknik termasuk bantuan kemanusiaan,
kerja sama penerusan perjanjian hibah, kerjasama penyertaan modal, dan kerja

53
sama lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayatdilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.31 (1) Komisi-komisi dalam DPRD terdiri dari : a. Komisi “I” : Bidang
Pemerintahan; b. Komisi “II” : Bidang Perekonomian; c. Komisi “III” : Bidang
Keuangan; d. Komisi “IV” : Bidang Pembangunan; e. Komisi “V” : Bidang
Kesejahteraan Rakyat. (2) Pembidangan tugas masing masing meliputi:
a. Komisi I, bidang Pemerintahan meliputi : Pemerintahan Umum,
Otonomi Daerah, Kepegawaian/Aparatur, Diklat, Ketentraman, Keamanan,
Ketertiban dan Perllindungan Masyarakat Hubungan Masyarakat/Informasi Pers,
Hukum/Perundangan dan Hak Asasi Manusia, Pertanahan, Perizinan,
Perlengkapan dan Aset Milik Daerah, Arsip Daerah, Pemberdayaan Masyarakat
Desa, Sosial Politik, Organisasi Masyarakat, dan Biro Penghubungan;
b. Komisi II, bidang Perekonomian, meliputi: Perindustrian dan
Perdagangan, Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Perkebunan,
Kehutanan, Kelautan dan Perikanan, Peternakan, Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah, Ketahanan Pangan, dan Penanaman Modal Daerah;
c. Komisi III, bidang Keuangan, meliputi : Keuangan daerah, Perpajakan,
Retribusi Daerah, Perbankan, lembaga keuangan bukan bank, Pengelolaan Aset
Daerah, BUMD, BUMN, dan Perusahaan Patungan;
d. Komisi IV, bidang Pembangunan, meliputi ; pekerjaan umum,
perencanaan dan pembangunan daerah, pemetaan dan tata ruang daerah wilayah,
penataan dan pengawasan bangunan, perhubungan/transportasi, komunikasi dan
informatika, pertambangan dan energi, perumahan rakyat, lingkungan hidup,
penerangan jalan umum dan sarana jaringan utilitas, penelitian dan
pengembangan daerah; dan
e. Komisi V, bidang Kesejahteraan Rakyat, meliputi : Ketenagakerjaan
dan Transmigrasi, perlindungan tenaga kerja Indonesia, Kependudukan,
Pendidikan Pemuda Olahraga, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Kesehatan dan
Keluarga Berencana, Agama, Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak, Kebudayaan dan Pariwisata, Penanganan Bencana, dan

54
Narkotika. (2) Perincian bidang tugas dan mitra kerja komisi-komisi diatur
tersendiri dengan Keputusan Pimpinan DPRD. Masyarakat/Informasi Pers,
Hukum/Perundangan dan Hak Asasi Manusia, Pertanahan, Perizinan,
Perlengkapan dan Aset Milik Daerah, Arsip Daerah, Pemberdayaan Masyarakat
Desa, Sosial Politik, Organisasi Masyarakat, dan Biro Penghubungan;
b. Komisi II, bidang Perekonomian, meliputi: Perindustrian dan
Perdagangan, Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Perkebunan,
Kehutanan, Kelautan dan Perikanan, Peternakan, Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah, Ketahanan Pangan, dan Penanaman Modal Daerah;
c. Komisi III, bidang Keuangan, meliputi : Keuangan daerah, Perpajakan,
Retribusi Daerah, Perbankan, lembaga keuangan bukan bank, Pengelolaan Aset
Daerah, BUMD, BUMN, dan Perusahaan Patungan;
d. Komisi IV, bidang Pembangunan, meliputi ; pekerjaan umum,
perencanaan dan pembangunan daerah, pemetaan dan tata ruang daerah wilayah,
penataan dan pengawasan bangunan, perhubungan/transportasi, komunikasi dan
informatika, pertambangan dan energi, perumahan rakyat, lingkungan hidup,
penerangan jalan umum dan sarana jaringan utilitas, penelitian dan
pengembangan daerah; dan
e. Komisi V, bidang Kesejahteraan Rakyat, meliputi : Ketenagakerjaan
dan Transmigrasi, perlindungan tenaga kerja Indonesia, Kependudukan,
Pendidikan Pemuda Olahraga, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Kesehatan dan
Keluarga Berencana, Agama, Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak, Kebudayaan dan Pariwisata, Penanganan Bencana, dan
Narkotika. (2) Perincian bidang tugas dan mitra kerja komisi-komisi diatur
tersendiri dengan Keputusan Pimpinan DPRD.

55
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, peneliti akan menjelaskan mengenai peran fraksi PKB
DPRD Sumatera Selatan dalam mengawal pembentukkan peraturan daerah
pondok pesantren untuk menjawab permasalahan yang akan diteliti peneliti
menggunakan teori peran (role theory) :
Dengan adanya peran dalam menyelesaikan atau menghadapi suatu
masalah, maka masalah yang diselesaikan tersebut akan berkaitan dengan karakter
peran yang menyelesaikan. Sehingga peran merupakan faktor yang sangat
berpengaruh dalam melihat suatu persoalan. Siapa yang berperan dalam masalah,
maka sangat jelas masalah tersebut akan mengikuti karakter dari peran. Baik
masalah itu terselesaikan ataupun masalah itu tidak terselesaikan. Sedangkan
aktor yang berperan dalam menyelesaikan masalah tersebut adalah aktor yang
berpeluang besar dan mempuyai kedekatan kuat dengan masalah tersebut.
Menurut Peneliti Wawancara Penelitian dengan Civitas Akademika
Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang Ibu Dr.Eti Yusnita,S.Ag.
M.Hi pada Rabu, 23 maret 2022 pukul 13.57 WIB mengenai konsep peran, beliau
menyampaikan bahwa :
“Teori peran mengemukakan bahwa sebagian besar dari keputusan
politik merupakan hasil dari intervensi atau tuntutan dan harapan dari salah satu
kelompok atau tokoh sebagai pengendali politik. Kelompok atau tokoh tersebut
memposisikan diri sebagai orang yang paling tinggi, sehingga dia dapat
mempengaruhi keputusan dilingkungannya. Baik itu posisinya sebagai seorang
presiden, anggota dewan, budayawan, musisi ataupun posisi lain yang dapat
berpengaruh pada banyak hal. Seseorang yang menduduki posisi tertentu tersebut
diharapkan atau diduga berprilaku pada suatu hal. Harapan atau dugaan
(expectation) itulah yang membentuk suatu peran.”
Sedangkan menurut penelitian dengan pengamat politik bapak Eka
Syahrudin yang dilakukan pada Rabu, tanggal 30 Maret 2022 pukul 10:55 beliau
menyampaikan :

56
“Peran adalah suatu konsep perilaku apa yang dapat
dilaksanakan oleh individu- individu dalam masyarakat sebagai organisasi.Peran
juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial
masyarakat. Tidak ada peranan tanpa ada kedudukan atau kedudukan tanpa
peranan. sebagaimana halnya dengan kedudukan, peranan juga mempunyai dua
arti. Setiap orang mempunyai macam-macam peranan yang berasal dari pola-
pola hidupnya. Hal ini, bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi
masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat
kepadanya.
Fungsi legislasi berdasarkan Dictionary of Law karya John M. Echols
adalah berawal dari kata “legislasi” berasal dari bahasa inggris yaitu “legislation”
yang berarti (1) perundang-undangan dan (2) pembuatan undang-undang.
Sementara itu kata “legislation” berasal dari kata kerja “to legislate” yang berarti
mengatur atau membuat undang-undang. Sebagai salah satu fungsi untuk
membentuk undang-undang, legislasi merupakan sebuah proses (legislation as a
process). Oleh karena itu, Woddrow Wilson40 mengatakan bahwa “legislation is
an aggregate, not a simple production”.
Berhubungan dengan hal itu, Jeremy Bentham dan John Austin41
mengatakan bahwa legislasi sebagai “any form of law making”. Dengan
demikian, bentuk peraturan yang ditetapkan oleh lembaga legislatif untuk maksud
mengikat umum dapat dikaitkan dengan pengertian “emacted law”, “statute”, atau
undang-undang dalam arti luas. Dalam pengertian itu, fungsi legislasi merupakan
fungsi dalam pembentukan peraturan perundangundangan (dalam hal ini adalah
peraturan daerah).
Fungsi legislasi merupakan fungsi anggota DPRD Provinsi, Kabupaten
atau Kota untuk membentuk Peraturan Daerah bersama
Gubernur/Bupati/Walikota. Fungsi legislasi atau dalam Undang-Undang tentang
Pemerintahan Daerah disebut dengan fungsi pembentukan peraturan daerah, harus
dilaksanakan dengan cara:
1. Membahas bersama kepala daerah dan menyetujui atau tidak
menyetujui rancangan peraturan daerah;

57
2. Mengajukan usul rancangan peraturan daerah;
3. Menyusun program pembentukan peraturan daerah bersama kepala
daerah.
Secara empirik, Dalam menjalankan perannya dalam pelaksanaan
pembentukan perda DPRD Provinsi Sumatera Selatan belum membuahkan hasil
yang menggembirakan bagi masyarakat, hal ini tergambar dari perda-perda yang
terimplementasi, belum signifikan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat
yang lebih sejahtera. Kendatipun terdapat beberapa perda yang berjalan baik
namun kurang optimal dan kurang diketahui merata.
Perda yang telah diundangkan dalam lembaran daerah wajib
disebarluaskan. Masyarakat harusnya mengetahui Perda tersebut dengan
mendapatkan perda tersebut secara mudah. Optimalisasi bisa dengan
menggunakan media masaa yang sesuai target untuk sosialisasi perda (surat kabar,
majalah daerah, buletin, spanduk, buku saku, TV daerah) atau dengan melalui web
sites DPRD. Bila dimungkinkan dalam optimilasisasi ini dengan memiliki majalah
khusus DPRD sebagai sarana sosialisasi aktivitas DPRD dan Perda yang baru di
terbitkan.
Namun kenyataannya sangat kontraprodukif, baik DPRD ataupun
Pemerintah Daerah tidak secara serius mensosialisasikan raperda ataupun perda
kemasyarakat luas sehingga terjadi kesenjangan pengetahuan antara pembuat
kebijakan dengan masyarakat. Ini menjadi persoalan krusial karena kurang
masifnya dialog publik dan kurang masifnya sosialisasi. Selebihnya di karenakan
Sumber Daya Manusia (SDM) di DPRD yang dianggap kurang berkompeten.
Selanjutnya mengenai pemanfaatan media sosial dan website DPRD
Provinsi Sumatera Selatan yang sudah ada belum dikelola secara optimal.
Informasi dan data-data yang berkaitan dengan kinerja DPRD belum secara utuh
di publish dan sering kali terlihat berlum update atau tidak ada info dan data-data
baru sehingga ini semakin menyulitkan masyarakat untuk memantau atau melihat
apa yang sudah dikerjakan dan yang akan dikerjakan oleh DPRD Sumatera
Selatan. Seperti akses untuk mandapatkan raperda atau bahkan perda di website
DPRD Kabupaten Ciamis tidak tersedia. Tidak hanya menyulitkan rakyat unutk

58
lebih tau mengenai kinerja wakilnya akan tetapi juga menyulitkan para akademisi
dalam mendapatkan data untuk kebutuhan penelitian.
Terkait dengan hal tersebut. Yoga Aldo Novensi selaku Ketua Liga
Mahasiswa Demokrasi Untuk Indonesia (LMND) berpendapat bahwa:
“Kurangnya DPRD dan Pemerintah daerah menggait kampus untuk
melakukan secara masif soliasisasi Perda. Peran media juga dalam segi
pemberitaan kurang begitu muncul. Karena mungkin beberapa media di
Sumatera Selata kurang begitu serius mendalami sebuah konten hukum dan
politik. Hal ini bersangkut paut dengan transparansi keterbukaan publik sebuh
instansi negara. Dalam hal ini DPRD Provinsi dalam pengelolaan Media Sosial
kurang begitu mengindahkan asas tranparansi keterbukaan publik, yang disajikan
hanya data-data usang yang tidak mengalami pembaharuan. Artinya DPRD
kurang serius dalam memgekspos kinerja-kinerja. Sehingga banyak masyarakat
yang tidak tahu bahkan mempertanyakan kinerja DPRD nya.”
Pasal 52 Nomor 12 Tahun 2011menyebutkan “Pemerintah daerah wajib
menyebarluaskan perda yang telah diundangkan dalam lembaran daerah dan
peraturan di bawahnya yang telah diundangkan dalam berita daerah”. Yang
dimaksud dengan “menyebarluaskan” adalah serangkaian kegiatan yang
dilaksanakan agar khalayak ramai mengetahui peraturan perundang-undangan di
daerah yang bersangkutan dan mengerti/memahami isi serta maksud yang
terkandung didalamnya. Penyebar luasan dapat dilakukan melalui media
elektronik seperti Televisi Republik Indonesia, Radio Republik Indonesia, Station
Daerah, dan media cetak yang terbit di daerah yang bersangkutan.
DPRD dan Kepala Daerah wajib melakukan penyebarluasan sejak
penyusunan program pembentukan perda, penyusunan dan pembahasan Raperda.
Penyebarluasan program pembentukan Perda dilakukan bersama oleh DPRD dan
Kepala daerah yang dikordinasikan oleh alat kelengkapan DPRD yang khusus
menangani pembentukan Perda. Penyebarluasan Raperda yang berasal dari DPRD
dilaksanakan oleh alat kelengkapan DPRD. Penyebarluasan Raperda yang berasal
dari kepala daerah dilaksanakan sekretaris daerah. Penyebarluasan dilakukan
untuk dapat memberikan informasi atau memperoleh masukan masyarakat dan

59
para pemangku kebijakan. Penyebarluasan Raperda yang berasal dari kepala
daerah dilaksanakan oleh sekretaris daerah. Penyebarluasan dilakukan untuk dapat
dapat memberikan informasi, memperoleh masukan dari masyarakat, dan para
pemangku kepentingan.
Dari sisi usulan inisiatif DPRD, masih sangat sedikit perda DPRD yang
bersumber dari hasil usulan inisiatif DPRD Sumatera Selatan . Bahkan secara
nasioanl, rata-rata jumlah perda yang bersumber dari usulan inisiatif DPRD masih
berkisar dibawah dari 15% artinya, terdapat 85% perda hasil dari usulan inisiatif
kepala daerah. Sebagai gambaran bahwa DPRD belum efektif dan belum optimal
dalam melaksanakan peran dan fungsi pembentukan peraturan daerah. Sebagai
negara yang menerapkan prinsip demokratis dalam berbagai aspek kehidupan,
efektivitas demokrasi ditentukan oleh berperannya institusi demokrasi termasuk
DPRD secara optimal dalam hal melahirkan bebagai kebijakan dan program
pembangunan yang memajukan daerah dan mewujudkan kesejahteraan bagi
masyarakat.
Adapun Struktur Pimpinan DPRD sebagai berikut:
Ketua DPRD Hj. R.A Anita Noeringhatie, SH,MH Partai Golkar
Wakil Ketua H.M. Giri Ramanda N Kiemas, SE, MM PDIP
Wakil Ketua Hj. Kartika Sandra Dewi,SH Partai Gerindra
Wakil Ketua H.Muchendi,SE Partai Demokrat

Struktur Fraksi PKB DPRD Sumsel:

Nasrul Halim Ketua Merangkap Anggota


Dra. Hj. Nilawati Wakil Ketua Merangkap Anggota
M.Oktafiansyah, ST, MM Sekretaris Merangkap Anggota
Fathan Qoribi, ST Bendahara Merangkap Anggota
H.Kartak, SAS., SE Anggota
Antoni Yuzar,SH., MH Anggota
Meri, S.Pd Anggota
Dra. Hj. Nurhilyah Anggota

Personalia Badan Pembuatan Peraturan Daerah:

60
H. Toyeb Rakembang Ketua Merangkap Anggota PAN
H. Nopianto, S.Sos, MM Wakil Ketua Merangkap Nasdem
Anggota
H. Fatra Redezayansyah ST, Anggota Golkar
MM
H. Nawawi, SH Anggota Golkar
H. Rizal Kenedi, SH, MM Anggota PPP
Ike Mayasari SH, MH Anggota PDIP
Hj. Meli Mustika SE, MM Anggota PDIP
Dedi Siprianto S.kom, MM Anggota PDIP
Efrans .Effendi, SH Anggota Gerindra
Drs H Solehan Ismail Anggota Gerindra
H. Syaifuddin Aswari Rivai, Anggota Gerindra
SE
Drs. H. A. Gani Subit, MM Anggota Demokrat
Tamtama Tanjung Anggota Demokrat
Antoni Yuzar SH, MM Anggota PKB
Fathan Qoribi ST Anggota PKB
M. Anwar Al Syadat, S.Si, Anggota PKS
M.Si
H. Alfrenzi Panggarbesi, S.Si Anggota Hanura
Ramadhan S. Basyeban, SH, Sekretaris Bukan Anggota -
MM

Mengenai perda inisiatif DPRD Provinsi Sumatera Selatan . R.A Anita


Noengrihati selaku Ketua DPRD Sumatera Selatan menerangkan:
Keterlibatan Stakeholder dalam proses legislasi seringkali dimintai
pendapat walapaun orangnya terbatas dan terkadang para stakeholder di undang
ke DPRD. Dalam menjalankan tugas legislasi DPRD mempunyai hak inisiatif
dalam membentuk peraturan daerah, termasuk peraturan daerah pondok
pesantren yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 18 Tentang
Pesantren yang merupakan inisiatif DPRD ( Inisiasi PKB). Realisasi Perda,
banyak perda yang kurang diketahui masyarakat karena kurangnya sosialisasi
perda, sedang unuk sosialisasi tersebut bukan tugas DPRD tapi lebih kepada
tugas pemerintah daerah karena sudah disiapkan anggarannya.”
Proses Pembentukan Perda Nomor 3 Tahun 2021 Tentang Pondok
Pesantren merupakan inisiatif DPRD Provinsi Sumatera Selatan. Dalam
pembentukan perda pondok pesantren keterlibatan Partai Kebangkitan Bangsa

61
cukup berperan aktif. Peran aktif PKB tersebut tidak lepas dari dorongan dan
aspirasi masyarakat supaya pemerintah bisa lebih memperhatikan pendidikan
yang berbasis keagamaan. Namun tidak cukup sampai disitu, PKB merupakan
partai yang cukup dominan atau memiliki suara tinggi dikalangan pesantren ,
sehingga adanya perda Pondok Pesantren berpengaruh besar untuk merawat pos-
pos suara tersebut.
Hal ini selaras yang diucapkan Rais Syuriah PWNU Sumsel K.H Affandi :
“ Kami mengapresiasi Perda Pondok Pesantren yang diusulkan oleh
Fraksi PKB DPRD Sumsel, karena perda tersebut sangat membantu pondok
pesantren yang ada di Sumsel untuk mengembangkan dalam peningkatan
kualitas SDM pondok pesantren terkendala dana, dengan adanya Perda ini
Penerapan ilmu agama dalam lingkup pondok pesantren akan memadai sehingga
kualitas SDM akan semakin baik.”
Hal ini juga disampaikan oleh bapak Ramlan Holdan selaku Ketua DPW
PKB Sumsel :
“Perda pondok pesantren ini adalah bagian dari dunia pendidikan yang
rata-rata mengeluarkan para tokoh-tokoh ulama. Ulamakan pewaris Nabi,
artinya kalau kita percaya itu sebagai pewaris Nabi, ya pondok pesantren harus
dibesarkan, Pesantren di Provinsi Sumsel mencapai 400 lebih. Sehingga
diharapkan dengan adanya Perda Ponpes bisa mendorong berdiri lebih banyak
ponpes baru yang bermutu.Ada kabupaten dan kota yang memiliki puluhan
pondok pesantren, ada juga yang hanya memiliki satu pondok pesantren seperti di
Kabupaten Empat Lawang.”
` Berkenaan dengan proses pembentukan Perda Pondok Pesantren ini
tergolong cepat dan baik ,hanya saja proses terkendala yang disebabkan Pandemi
Covid-19. Adapun tahapan dalam pembentukan Peraturan Daerah Pondok
Pesantren yaitu :
1. Perencanaan Rancangan Peraturan Daerah
2. Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah
3. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah
4. Rancangan Peraturan Daerah

62
5. Pengesahan Peraturan Daerah
Hal ini disampaikan Oleh Ketua DPRD Sumatera Selatan R.A Anita
Noeringhati yang diwawancarai oleh peneliti :
“Mekanisme Pembentukan Peraturan Daerah menurut Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Peraturan Perundang-Undangan yaitu
Perencanaan Rancangan Peraturan Daerah, Penyusunan Rancangan Peraturan
Daerah, Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah, Rancangan Peraturan
Daerah, Pengesahan Peraturan Daerah. Perda Pondok Pesantren ini ”
Dalam proses terbentuknya Peraturan Daerah Pondok Pesantren, Fraksi PKB
DPRD Sumatera Selatan cukup berperan aktif dan menjadi inisiator terbentuknya
Perda Pondok Pesantren. Hal ini selaras yang telah disampaikan Sekretaris
Fraksi PKB DPRD Sumsel.
“UU No 18 Tahun 2019 menjadi landasan hukum afirmasi atas jaminan
kesetaraan tingkat mutu lulusan, juga menjadi landasan hukum bagi pemerintah
pusat dan pemerintah daerah untuk memberikan fasilitasi dalam pengembangan
pesantren. UU tersebut perlu dibuat turunannya berupa Perda , dan Fraksi PKB
mengusulkan dalam Propemperda inisiatif DPRD. Untuk mewujudkan Perda
Pesantren ini kami mohon dukungan dan doa semua pihak agar Perda ini segera
terwujud. Rancangan Perda Pesantren ini akan menjadi skala prioritas
Propemperda DPRD Sumsel. Insya Allah dalam waktu dekat DPRD Sumatera
Selatan akan menggelar rapat paripurna untuk mengesahkan Perda tersebut.”
Hal ini juga dibenarkan Mawardi Yahya sebagai Wakil Gubernur
Sumatera Selatan :

“Kami Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan mendukung dua raperda


yang diajukan atas inisiatif DPRD provinsi setempat. Dua raperda yang didukung
tersebut yakni Raperda Pondok Pesantren (Ponpes) dan Raperda arsitektur
bangunan gedung berciri khas Sumsel Saat ini sedang dibahas untuk masuk
Prolegda (Progam Legislasi Daerah), jadi nanti memuat turunan-turunan
undang-undang itu sendiri, kita berharap dengan adanya perda semakin ada

63
penguatan terhadap ponpes, terutama kepedulian pemerintah. Dan dalam waktu
dekat akan disahkan menjadi perda”.

Setelah membentuk peraturan daerah DPRD Sumatera Selatan


mempunyai tugas mengawasi terlaksananya peraturan daerah tersebut. Adapun
fungsi pengawasan, diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap:

1. Pelaksanaan Perda dan peraturan Kepala Daerah;

2. Pelaksanaan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan


penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;

3. Pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan laporan keuangan oleh


Badan Pemeriksa Keuangan

Hal ini juga disampaikan oleh Antoni Yuzar selaku Anggota DPRD Fraksi
PKB :

“Kami sebagai DPRD yang mempunyai fungsi legislasi,budgeting,dan


controlling tentu saja akan mengawasi terlaksananya peraturan daerah pondok
pesantren secara optimal dan maksimal sebagaimana tujuan dari perda tersebut
kita buat bersama”.

Berdasarkan wawancara tersebut mengenai pembentukan Peraturan


Daerah Provinsi Sumatera Selatan , Peran Fraksi PKB yang sangat dominan
sebagai inisiator disambut baik oleh semua pihak dan kalangan , baik dari seluruh
anggota DPRD Sumsel ,Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan , Ulama, serta
masyarakat . Sehingga dalam proses pembahasan Peraturah Pondok Pesantren
Daerah Pondok Pesantren tersebut berjalan dengan baik, bahkan cenderung cepat,
kondusif, tidak banyak hambatan karena secara muatan sangat positif, bedampak
baik bagi peningkatan kualitas pondok pesantren yang notabenenya pondok
pesantren sendiri merupakan salah satu lembaga pendidikan yang sejak lama telah
berperan serta dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan turut serta

64
mewarnai modal pendidikan di tanah air untuk itu tentu keberadaan pondok
pesantren sebagai suatu institusi penyelenggara pendidikan patut diapresiasi dan
diberikan dukungan agar peran dan fungsinya dalam mendidik dan memberikan
bimbingan kepada generasi muda dapat ditingkatkan sesuai Undang-Undang.

65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Peran Fraksi PKB


DPRD Provinsi Sumatera Selatan dalam mengawal pembentukan Perda Pondok
Pesantren. Maka peneliti menarik kesimpulan adalah sebagai berikut:

1. Peran Politik Fraksi PKB dalam mengawal pembentukan Perda Pondok


Pesantren sangatlah dominan dan sebagai inisiator terbentuknya perda
tersebut.
2. Perda Pondok merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2019 tentang Pesantren menjadi landasan hukum afirmasi
kesetaraan tingkat mutu lulusan, juga menjadi landasan Pemerintah
daerah untuk memberikan fasilitas dalam pengembangan dan kemajuan
pondok pesantren.

B. Saran

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah peneliti jelaskan di atas,
maka sebagai penutup penilitian skripsi ini, peneliti memberikan saran ialah :

1. Perda Pondok Pesantren harus secara utuh dilaksanakan sebagai


landasan hokum afirmasi kesetaraan tingkat mutu lulusan, juga menjadi
landasan Pemerintah daerah untuk memberikan fasilitas dalam
pengembangan dan kemajuan pondok pesantren.
2. Perda Pondok Pesantren atau yang lainnya harus serius disosialisasikan
secara masif ke instansi-instansi pemerintah/swasta dan ke masyarakat
karena masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui. Untuk
sosialisasi Perda-perda pemerintah dan DPRD harus lebih bertanggung
jawab, dan bisa menggaet organisasi-organisasi kemasyarakatan dan
kepemudaan dalam melakukan sosialisasi perda secara masif supaya
masyakat lebih sadar hukum dan lebih tau hak dan kewajibannya. Selain

66
itu DPRD juga harus secara serius memperbanyak kanal-kanal yang bisa
diakses untuk masyarakat lebih mudah mengetahui perda-perda yang
ada.
3. Bagi peneliti selanjutnya, peneliti mengkaji Peran Politi Fraksi PKB
DPRD Provinsi Sumatera Selatan dalam mengawal pembentukan Perda
Pondok Pesantren. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengkaji topik-
topik lain yang selaras dengan tulisan ini sehingga peneliti ini bisa
menjadi rujukan dan referensi tambahan khususnya pada program studi
ilmu politik. Peneliti selanjutnya juga direkomendasikan untuk
melanjutkan peneliti dengan tema seupa namun dengan objek yang
berbeda.

67
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Albi Anggito, J. S. (2018). Metedologi Penelitian Kualitatif. Sukabumi:
CvJejak.

Budiardjo, M. (2019). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama.

Busroh, D. A (2009). Ilmu Negara. Jakarta: Bumi Aksara

Chaidir, E. (2007) Negara Hukum, Demokrasi dan Konstalasi Ketatanegaraan.

Yogyakarta: Total Media.

Hariwijaya, (2010) Strategi Lobi dan Negoisasi. Jakarta: Oryza

Hendratno, E. T. (2009) Negara Kesatuan, Desentralisasi, dan


Federalisme.Yogyakarta: Graha Ilmu

Kartasapoetra, M. R. G. (1993) Fungsi Pemerintah Daerah Dalam Pembuatan


Peraturan Daerah. Jakarta: Bumi Aksara

Lubis,M (2011). Pergeseran Garis Peraturan Perundang-Undangan Tentnag


DPRD &Kepala Daerah Dalam Ketatanegaraan Indonesia. Bandung: Mandar

Mamik. (2015). Metodelogi Kualitatif. Sidoarjo: Zifatama.

May Rudy, T. (2007) Pengantar Ilmu Politik: Wawasan Pemikiran dan


kegunaannya. Bandung: Refika Aditama.

Md,Mahfud, (1999) Pergaulan Politik dan Hukum di Indonesia. Yogyakarta:


Gamamedia

Md,Mahfud, (2006) Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi. Jakarta:


Pustaka LP3ES

Mertokusumo, (1988) S. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar).Yogyakarta: Liberty


Rasyid, T. (2017). Pengantar Ilmu Politik. Yogyakarta: Idea Press.

Rudy, T. M. (2007) Pengantar Ilmu Politik: Wawasan Pemikiran dan


Kegunaannya. Bandung: Reflika Aditama

Sarman dan Taufik. (2011). Hukum Pemerintah Daerah di Indonesia. Jakarta:


Rineka Cipta

68
Syafiie, I. K. (2007). Ilmu Pemerintahan. Bandung: CV. Mandar Maju

Syafiie, I. K. (2012). Teori dan Analisis Politik. Bandung: Pustaka Reka Cipta

Surbakti, R. (1999). Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Widiasarana


Indonesia.

Solly Lubis, M (2011) Serba-Serbi Politik dan Hukum, Edisi 2. Jakarta: Sofmedia

Perundang-Undangan :
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Daerah
Permendagri Nomor 15 Tahun 2006 Tentang jenis dan bentuk produk hukum
daerah
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Pondok Pesantren
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.

Jurnal
Anwar, Khairil “Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam
Pengawasan Pelayanan Publik di Kabupaten Situbondo”, Reformis, No. 2,
Vol. 5 (Tahun 2015).
D Telaumbanua. “ Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Kota”
(Tahun 2018).
Heraldo Zinggara, “Pelaksanaan Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Kabupaten Dairi Periode 2014 – 2019 Dalam Bidang Legislasi”, Jurnal
JOM Fisip Universitas Riau Kampus Bina Widya, Vol 4, No 2, (Tahun 2017).
N. Pujiastuti, JS Budi. “ Peranan DPRD dalam pembentukan Peraturan
Daerah Provinsi Kalimantan Timur” (Tahun 2019).
Praptomo, “Implementasi Fungsi Pegawasan DPRD Terhadap Pelaksanaan
Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati di Kabupeten Kutai Kartanegara,
Jurnal Universitas Brawijaya” (Tahun 2016).

69
Sukoco, Nanda Pratama. “Peran Badan Legislasi Dalam Pembentukan Peraturan
Daerah Inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Timur”,
Jurnal Jejaring Administrasi, Publik Th. II Nomor 8, Juli-Desember, (Tahun 2012).

70

Anda mungkin juga menyukai