Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS ULTIMAT PENENTUAN KADAR SULFUR

DENGAN MENGGUNAKAN INSTRUMEN S-144DR

Sulfur adalah salah satu komponen dalam batubara, yang terdapat sebagai
sulfur organik maupun anorganik. Umumnya komponen sulfur dalam
batubara terdapat sebagai sulfur syngenetik yang erat hubungannya dengan
proses fisika dan kimia selama proses penggambutan (Meyers, 1982) dan
dapat juga sebagai sulfur epigenetik yang dapat diamati sebagai pirit pengisi
cleat pada batubara akibat proses presipitasi kimia pada akhir proses
pembatubaraan (Mackowsky, 1968).
Sulfur walaupun secara relatif kandungannya rendah, merupakan salah satu
elemen penting pada batubara yang mempengaruhi kualitas. Terdapat
berbagai cara terbentuknya sulfur dalam batubara, diantaranya adalah
berasal dari pengaruh lapisan pengapit yang terendapkan dalam lingkungan
laut (Horne et.al,1978), pengaruh air laut selama proses pengendapan
tumbuhan, proses mikrobial dan perubahan pH (Casagrande et.al, 1987).
Di lingkungan laut, pH umumnya berkisar antara 4 8 (netral basa) dan
Eh cukup rendah, kecuali pada beberapa centimeter dari permukaan. Sulfat
berlimpah & umumnya cukup banyak ion Fe yang hadir baik sebagai unsur
terlarut dalam air laut atau penguraian dari bahan tumbuhan & mineral.
Keadaan ini menyebabkan aktifitas bakteri sangat berperan untuk
terbentuknya sulfur. Sedangkan lingkungan pengendapan batubara pada air
tawar (lacustrine dan rawa) pH umumnya rendah. Sulfat terlarut juga rendah
( < 40 ppm), sehingga sulfur yang terbentuk sedikit karena aktifitas bakteri
rendah. Dengan demikian jumlah sulfur yang dihasilkan tergantung pada
kondisi pH, Eh, konsentrasi sulfat dan untuk pirit khususnya perlu kehadiran
ion Fe dan aktivitas bakteri. Pada lingkungan pengendapan batubara yang
dipengaruhi oleh endapan laut akan menghasilkan batubara dengan kadar
sulfur yang tinggi, sedangkan batubara yang terendapkan di lingkungan
darat / air tawar umumnya didominasi oleh sulfur organik dengan persentase
pirit yang rendah.
Dari hasil penelitian mengenai pembentukan dan keberadaan sulfur pada
batubara dan gambut, Casagrande (1987) membuat beberapa kesimpulan,
yaitu :
a. Secara umum batubara bersulfur rendah (<1%) mengandung lebih banyak
sulfur organik daripada piritik. Sebaliknya batubara dengan kandungan
sulfur tinggi mengandung lebih banyak sulfur piritik daripada organik.
b. Batubara bersulfur tinggi biasanya berasosiasi dengan batuan penutup
yang berasal dari lingkungan laut.
c. Kandungan sulfur pada batubara umumnya paling tinggi pada bagian roof
dan pada bagian floor lapisan batubara.

Proses paling penting dalam pembentukan unsur dan senyawa sulfur adalah
reaksi reduksi sulfat oleh aktivitas bakteri. Berikut adalah skema yang
menunjukkan urutan proses pembentukan sulfur dalam batubara :

Gambar III.3 Skema pembentukan sulfur dalam batubara (modifikasi dari


Suits & Arthur, 2000)
1. Sulfur Piritik
Pirit (dan Markasit) merupakan mineral sulfida yang paling umum dijumpai
pada batubara. Kedua jenis mineral ini memiliki komposisi kimia yang sama
(FeS2) tetapi berbeda pada sistem kristalnya. Pirit berbentuk isometrik
sedangkan Markasit berbentuk orthorombik (Taylor G.H, et.al., 1998).
Pirit (FeS2) merupakan mineral yang memberikan kontribusi besar terhadap
kandungan sulfur dalam batubara, atau lebih dikenal dengan sulfur piritik
(Mackowsky, 1943 dalam Organic petrology, 1998). Berdasarkan
genesanya, pirit pada batubara dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Pirit Syngenetik, yaitu pirit yang terbentuk selama proses penggambutan
(peatification). Pirit jenis ini biasanya berbentuk framboidal dengan butiran
sangat halus dan tersebar dalam material pembentuk batubara (Demchuk,
1992 dalam international journal of coal geology, 1992).
2. Pirit Epigenetik, yaitu pirit yang terbentuk setelah proses pembatubaraan.
Pirit jenis ini biasanya terendapkan dalam kekar, rekahan dan cleat pada
batubara serta biasanya bersifat masif. (Mackowsky, 1968; Gluskoter, 1977;
Frankie and Howe, 1987 dalam international journal of coal geology, 1992).
Umumnya pirit jenis ini dapat diamati sebagai pirit pengisi cleat pada
batubara.

Pirit dapat terbentuk sebagai hasil reduksi sulfur primer oleh organisme dan
air tanah yang mengandung ion besi. Bentuk pirit hasil reduksi ini biasanya
framboidal dengan sumber sulfur yang tereduksi kemungkinan terdapat
dalam material yang terendapkan bersama batubara. Terbentuknya pirit
epigenetik sangat berhubungan dengan frekuensi cleat / rekahan karena
kation-kation yang terlarut (dalam hal ini ion Fe) akan terbawa ke dalam
batubara oleh aliran air tanah melalui cleat tersebut dan selanjutnya bereaksi
dengan sulfur yang telah tereduksi untuk kemudian membentuk pirit
(Demchuk T.D, dalam International Journal of Coal Geology, 1992).
Pembentukan pirit epigenetik sangat dipengaruhi oleh keterdapatan sulfur
primer yang telah tereduksi, ion besi dan tempat yang cocok bagi
pembentukannya (Casagrande et.al,1987). Persamaan umum pembentukan
pada pirit (Leventhal, 1983 and Berner, 1984 dalam Organic Petrology,
1998) adalah :
SO4 2- + 2CH2O - - 2CHO3 + H2S
3H2S + 2FeO.OH - - 2FeS + S + 4H2O
FeS + S0 - - FeS2
Sulfat di atas umumnya berasal dari sedimen laut dangkal yang selanjutnya
akan direduksi oleh senyawa karbon organik menjadi hidrogen sulfida
dengan reaksi sebagai berikut :
SO4 2- + 2CH2O - - 2HCO3 + H2S
Hidrogen sulfida yang terbentuk selanjutnya dioksidasi oleh goethite
(FeO.OH), atau hidrogen sulfida yang terbentuk dapat mereduksi ferric iron
(FeIII) menjadi ferrous iron (FeII). Oksigen seringkali mampu menembus
sedimen anaerob dan mengoksidasi hidrogen sulfida menjadi unsur sulfur
(S0). Proses oksidasi sulfur ini dapat juga berlangsung dengan media ferric
iron (FeIII).
Berikut persamaan reaksinya :
3H2S +2 FeO.OH - - 2 FeS + S + 4H2O
FeS + S0 - - FeS2
Selain membentuk pirit, unsur sulfur tersebut dapat juga bereaksi dengan
sulfida membentuk polisulfida (SSn), yang selanjutnya mungkin akan
diperlukan untuk proses pembentukan pirit. Larutan polisulfida ini dapat
bereaksi dengan FeS atau Fe3S4 untuk membentuk pirit. Proses
terbentuknya sulfur piritik ini sangat dipengaruhi oleh kondisi pH, yaitu
semakin tinggi harga pH maka akan mempercepat reaksi karena dalam
suasana basa akan banyak ion besi yang terlepaskan. Disamping itu unsur

sulfur atau polisulfida juga bisa bereaksi dengan komponen organik


batubara membentuk senyawa sulfur organik.
Pirit framboidal berasosiasi dengan batuan penutup yang terendapkan pada
lingkungan laut sampai payau. Gambut yang mengandung sulfur tinggi
(dalam bentuk pirit framboidal) terbentuk pada lingkungan pengendapan
yang dipengaruhi oleh transgresi air laut atau payau, kecuali apabila terdapat
dalam batuan sedimen yang cukup tebal dan terendapkan sebelum fase
transgresi (Cohen A.D dalam Organic Petrology, Taylor G.H, 1998).
III.4.3 Sulfur Organik
Sulfur organik merupakan suatu elemen pada struktur makromolekul dalam
batubara yang kehadirannya secara parsial dikondisikan oleh kandungan dari
elemen yang berasal dari material tumbuhan asal. Dalam kondisi geokimia
dan mikrobiologis spesifik, sulfur inorganik dapat terubah menjadi sulfur
organik. (Wiser W.H, 2000).
Secara umum sebagian besar sulfur dalam batubara berupa sulfur syngenetik
yang keterdapatan dan distribusinya dikontrol oleh kondisi fisika dan kimia
selama proses pembentukan gambut. Sulfur organik dalam batubara dapat
berasal dari material kayu dan pepohonan. Disamping itu sebagian sulfur
juga mungkin terjadi dari sisa-sisa organisme yang hidup selama
perkembangan gambut.
Sulfur organik dapat terakumulasi dari sejumlah material organik oleh
proses penghancuran biokimia dan oksidasi. Namun secara umum,
penghancuran biokimia merupakan proses yang paling penting dalam
pembentukan sulfur organik, yang pembentukannya berjalan lebih lambat
pada lingkungan yang basah atau jenuh air (A.C. Cook, 1982).
Sulfur yang bukan berasal dari material pembentuk batubara diduga
mendominasi dalam menentukan kandungan sulfur total. Sulfur inorganik
yang biasanya melimpah dalam lingkungan marin atau payau kemungkinan
besar akan terubah membentuk hidrogen sulfida dan senyawa sulfat dalam
kondisi dan proses geokimia. Reaksi yang terjadi adalah reduksi sulfat oleh
material organik menjadi hidrogen sulfida (H2S). Reaksi reduksi ini dipicu
oleh adanya bakteri desulfovibrio dan desulfotomaculum (Trudinger et.al,
dalam Meyers, 1982).
Unsur sulfur, hidrogen sulfida dan ion sulfida dapat bereaksi dengan unsur
atau molekul organik dari gambut menjadi sulfur organik. Unsur sulfur (S0)
kemungkinan muncul dari proses oksidasi hidrogen sulfida yang terkena
kontak dengan oksigen terlarut dalam kisi kisi air, di samping itu S0 juga
bisa muncul karena adanya aktivitas bakteri. Unsur sulfur (S0) dapat

bereaksi dengan asam humik yang terbentuk selama proses penggambutan


(Meyers,1982).
Berdasarkan eksperimen dapat diketahui bahwa H2S juga dapat bereaksi
dengan asam humik yang terbentuk selama proses penggambutan. Jenis
interaksi antara H2S dengan asam humik inilah yang mempunyai peranan
paling penting dalam menentukan kandungan sulfur organik dalam batubara
(Meyers, 1982). Disamping itu kandungan sulfur organik yang tinggi hanya
akan berasosiasi dengan lingkungan rawa gambut yang minim suplai Fe
(Gransh & Postuma, 1974 ; Bein et.al, 1990 ; Zaback & Pratt dalam Suits
and Arthur, 2000).
III.4.4 Sulfur Sulfat
Sulfat dalam batubara umumnya ditemui dalam bentuk sulfat besi, kalsium
dan barium. Kandungan sulfat tersebut biasanya rendah sekali atau tidak ada
kecuali jika batubara telah terlapukkan dan beberapa mineral pirit
teroksidasi akan menjadi sulfat. (Meyers, 1982 and Kasrai et.al, 1996).
Sulfur sulfat juga dapat berasal dari reaksi garam laut atau air payau yang
mengisi lapisan dasar yang jaraknya tidak jauh dan berada di atas atau di
bawah lapisan batubara. Pada umumnya kandungan sulfur organik lebih
tinggi pada bagian bawah lapisan, sedangkan kandungan sulfur piritik dan
sulfat akan tinggi pada bagian atas dan bagian bawah lapisan batubara.

Pengkajian pemanfaatan batubara Kalimantan Selatan untuk pembuatan karbon


aktif.

Daur ulang minyak pelumas bekas dengan menggunakan batubara peringkat


rendah sebagai penyerap.

Anda mungkin juga menyukai