PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pusat Penelitian Tanah (1990) mengemukakan bahwa tanah gambut atau Organosol
adalah tanah yang mempunyai lapisan atau horison H, setebal 50 cm atau lebih atau dapat 60
cm atau lebih bila terdiri dari bahan Sphagnum atau lumut, atau jika berat isinya kurang dari
0,1g cm3. Ketebalan horison H dapat kurang dari 50 cm bila terletak diatas batuan padu.
Tanah yang mengandung bahan organik tinggi disebut tanah gambut (Wirjodihardjo, 1953)
atau Organosol (Dudal dan Soepratohardjo, 1961) atau Histosol (PPT, 1981).
Proses kimia pada tanah sulfat masam atau lahan pasang surut dapat dikelompokkan menjadi
dua bagian penting. Pertama, proses kimia yang terjadi dalam keadaan reduktif, antara lain
pembentukan pirit, reduksi besi feri menjadi fero, serta reduksi senyawa beracun. Kedua,
proses kimia pada kondisi oksidatif, yang terpenting adalah oksidasi pirit.
4.2. Pembahasan
Berdasarkan tabel hasil pengamatan di atas dapat diketahui bahwa pada sampel satu
mempunyai kandungan pirit yang sangat kuat ditandai dengan adanya buih, berasap dan
berbau ketika dicampur dengan larutan H2O2 50% , pada sampel 2 mempunyai kandungan
pirit yang rendah ditandai dengan tidak adanya buih, asap dan bau ketika dicampur dengan
larutan H2O2 50% sedangkan pada sampel 3 mempunyai kandungan pirit yang sedang
ditandai dengan adanya buih yang sedikit, asap yang sedikit dan bau yang sedikit.
Pirit merupakan sumber kemasaman pada lahan gambut pasang surut. Akan tetapi pada
saat lahan gambut tersebut dalam keadaan tergenang maka pirit ini akan menjadi tidak aktif
atau hanya menjadi tanah dengan memiliki kemasaman potensial maka pH tanah tersebut
tidak akan menjadi terlalu masam. Sedangkan jika pada saat lahan gambut sudah tidak
tergenang lagi maka pirit tersebut menjadi teroksidasi sehingga pirit akan menjadi sumber
kemasaman yang aktif.
Jika pirit belum teroksidasi maka pH tanah tidak akan terlalu rendah, akan tetapi jika
pirit telah teroksidasi maka pH tanah akan menjadi sangat rendah. Dan jika tanaman
dibudidayakan di atas permukaan lahan gambut yang piritnya telah teroksidasi maka tanaman
budidaya tidak akan bisa tumbuh secara optimal. Hal ini dikarenakan pirit bisa sebagai sumber
kemasaman yang potensial bagi suatu lahan gambut pasang surut tetapi juga dapat menjadi
senyawa beracun jika akar dari tanaman budidaya menyentuh lapisan pirit ini. Untuk
mengatasi permasalah pirit ini sering kali petani melakukan sistem pengelolaan tanah yang
TOT (Tanpa Olah Tanah), sehingga lapisan pirit akan selalu berada dibawah permukaan air
tanah dan juga pemberian kapur pertanianyang lumayan banyak untuk mengatasi kemasaman
pirit yang telah teroksidasi.
BAB V
KESIMPULAN
Tanah yang mengandung pirit yang sangat kuat maka tidak dapat dijadikan sebagai
lahan budidaya pertanian. Dikarenakan pirit selain menjadi sumber kemasaman tanah yang
potensial jika belum mengalami oksidasi tapi keberadaannya tentu sangat merugikan
dikarenakan dapat juga berlaku sebagai senyawa beracun yang dapat menghambat
pertumbuhan dan perkembangan tanaman budidaya. Adapun hal yang bisa dilakukan untuk
mengatasi pirit ini adalah dengan menjaga lapisan permukaan air tanah tetap berada di atas
lapisan pirit dan sama sekalitidak melakukan pengelolaan tanah agar lapisan pirit tidak
terangkat keatas.
DAFTAR PUSTAKA
Hakim, Nurjati, dkk. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Lampung: Universitas Lampung
Hakim, N., M. Yusuf Nyakpa, A. M. Lubis, Sutopo Ghani Nugroho, M. Amin Diha,
Go Ban Hong, H. H. Bailey, 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung
Rosmarkam dan Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. 2002. Kanisius, Jakarta