Disusun oleh:
I.
TUJUAN PERCOBAAN
1. Menentukan formulasi yang tepat dalam pembuatan larutan yang mengandung bahan
aktif Efedrin HCl
2. Mengetahui permasalahan pada sediaan dan menentukan penyelesaian yang diambil
untuk sediaan.
3. Mengetahui efek farmakologi dan kegunaan dari bahan aktif dan bahan tambahan
lain.
4. Menentukan hasil evaluasi dari sediaan yang telah dibuat.
II.
PENDAHULUAN
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut, kecuali
dinyatakan lain, sebagai pelarut digunakan air suling. {Farmakope Indonesia ed. III}
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia
terlarut, misal : terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran
pelarut yang saling bercampur. {Farmakope Indonesia ed. IV}
Sirup adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa, kecuali
dinyatakan lain, kadar sakarosa, C12H22O11, tidak kurang dari 64,0% dan tidak lebih
dari 66,0%. {Farmakope Indonesia ed. III}
Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain
dengan kadar tinggi. Larutan sukrosa hampir jenuh dalam air dikenal sebagai Sirup
atau Sirup Simpleks. {Farmakope Indonesia ed. III}
Aturan umum dalam pembuatan larutan:
Larutan merupakan sistem satu fase sehingga perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
Kestabilan zat aktif / obat adalah kemampuan suatu produk untuk mempertahankan
sifat dan karakterisktiknya agar sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat (identitas,
kekuatan, kualitas, dan kemurnian) dalam batasan yang ditetapkan sepanjang periode
penyimpanan dan penggunaan ( shelf-life).
sejumlah ml pelarut.
Jika kelarutan zat tidak diketahui dengan pasti, kelarutannya dapat ditunjukkan
dengan istilah berikut :
Istilah kelarutan
Kurang dari 1
Mudah larut
1 sampai 10
Larut
10 sampai 30
30 sampai 100
Sukar larut
Dosis takaran
Kecuali dinyatakan lain, dosis merupakan dosis maksimum dewasa untuk pemakaian
melalui mulut, injeksi subkutan, dan rektal. (FI ed III, 1979, hal XXXIV). Konsentarsi
dalam larutan sirup harus homogen, sehingga takaran dosis tepat.
Penyimpanan
Obat harus disimpan sehingga mencegah cemaran dan peruraian, terhindar pengaruh
udara, kelembaban, panas, dan cahaya. Obat yang mudah menguap atau terurai dan bahan
obat yang mengandung bagian yang mudah menguap atau terurai, harus disimpan dalam
wadah tertutup rapat. Obat yang mudah menyerap lembab harus disimpan dalam wadah
tertutup rapat dan berisi kapur tohor. Obat yang dapat menyerap karbondioksida harus
disimpan dengan pertolongan kapur tohor atau zat lain yang cocok.
Disimpan terlindung dari cahaya berarti harus disimpan dalam wadah inaktinik.
Disimpan sangat terlindung dari cahaya berarti harus disimpan terlindung daricahaya
dan wadahnya masih harus di bungkus dengan kertas hitam atau kertas lain yang tidak
tembus cahaya. Disimpan pada suhu kamar adalah disimpan pada suhu 15 hingga 30.
Disimpan di tempat sejuk adalah disimpan pada suhu 5 hingga 15. Disimpan di tempat
dingin adalah disimpan pada suhu 0 hingg 5. Disimpan ditempat lewat dingin adalah
disimpan pada suhu -15 hingga 0. (FI ed III, 1979, hal XXXIV).
Lebih mudah ditelan dibanding bentuk padat sehingga dapat digunakan untuk
bayi, anak-anak, dan usia lanjut.
Segera diabsorpsi karena sudah berada dalam bentuk larutan (tidak mengalami proses
disintegrasi dan pelarutan).
Larutan merupakan media ideal untuk pertumbuhan mikroorganisme, oleh karena itu
memerlukan penambahan pengawet.
Rasa obat yang kurang menyenangkan akan lebih terasa jika diberikan dalam
larutan dibandingkan dalam bentuk padat. Walaupun demikian, larutan dapat
diberi pemanis dan perasa agar penggunaannya lebih nyaman.
Bahan aktif yang digunakan dalam praktikum semi solid ini adalah Efedrin
HCl. Efedrin adalah alkaloid yang diperoleh dari tumbuhan Efedra. Farmakodinamik
Efedrin sama seperti amfetamin (tetapi efek sentralnya lebih lemah) atau mirip
epinefrin. Dibandingkan dengan epinefrin, efedrin dapat diberikan per oral, masa
kerjanya jauh lebih lama, efek sentralnya kuat, dan untuk terapi diperlukan dosis yang
jauh lebih besar dari dosis epinefrin. Efedrin bekerja merangsang reseptor , 1 dan
2. Efek perifer bekerja langsung dan tidak langsung (melalui pembebasan NE
endogen) pada efektor sel.
Seperti epinefrin, efedrin menimbulkan bronkodilatasi, tetapi efeknya lebih
lemah dan berlangsung lama. Hal ini digunakan untuk terapi asma bronchial.
Kegunaan Efedrin HCl adalah simpatomimetikum. Dua kelompok obat yang
mempengaruhu system saraf simpatis, adrenergic (simpatomimetik) dan penghambat
adrenergic (Para-simpatomimetik).
ADRENERGIK (SIMPATOMIMETIK)
Obat- obat yang merangsang saaf simpatis disebut dengan adrenergic, karena
obat ini menyerupai neurotransmitter simpatis (norepinefrin dan epinefrin). Obat- obat
ini bekerja pada satu tempat atau lebih dari reseptor adrenergik yang terdapat pada
sel- sel otot polos, seperti pada jantung, dinding bronkiolus, saluran gastrointestinal,
kandung kemih dan otot siliaris pada mata. Ada 4 reseptor adrenergic: 1, 2, 1 dan
2.
Reseptor adrenergic alfa terletak pada jaringan pembuluh darah dari otot
polos. Jika reseptor alfa dirangsang, arteriola dan venula mengalami konstraksi
sehingga meningkatkan resistensi perifer dan aliran darah ke jantung. Sirkulasi akan
bertambah baik dan tekanan darah akan meningkat. Jika terjadi terlalu banyak
perangsangan, aliran darah yang menuju ke organ vital akan berkurang. Reseptor 2
terdapat pada ujung saraf simpatis postganlionik, dan jika dirangsang akan
menghambat pelepasan nonrepinefrin. Ini akan mengakibatkan penurunan darah.
Reseptor adrenergic 1 terutama terdapat pada jantung. Perangsangan reseptor
1 meningkatkan kontraktilitas miokardium dan denyut jantung. Reseptor adrenergik
2 terutama terdapat pada otot polos paru- paru, arteriol otot rangka, dan otot uterus.
Perangsangan reseptor 2 menghasilkan: (1) Relaksasi otot polos paru- paru, sehingga
terjadi bronkodilatasi, (2) Menambah aliran darah ke otot rangka, dan (3) Relaksasi
otot uterus, sehingga kontrkasi uterus berkurang.
Reseptor adrenergik lain adalah dopaminergik dan terdapat pada arteri ginjal,
mesenterium, koroner dan serebral. Jika reseptor ini dirangsang, pembuluh darah
berdilatasi dan aliran darah bertambah. Hanya dopamin yang dapat mengaktivasi
reseptor ini.
Obat- obat simpatomimetik yang merangsang reseptor adrenergic
diklasifikasikan kedalam tiga golongan berdasarkan efeknya pada sel- sel organ:
1. Simpatomimetik yang bekerja langsung, yang langsung merangsang reseptor
adrenergik. Contoh: epinefrin atau norepinefrin.
2. Simpatomimetik yang bekerja tidak langsung, yang merangsang pelepasan
norepinefrin dari ujung saraf terminal. Contoh: Amfetamin.
3. Simpatomimetik yang bekerja campuran (baik langsung maupun tidak langsung) yang
merangsang reseptor adrenergik dan merangsang pelepasan norepinefrin dari ujung
saraf terminal.
Sehari
0,8 mg/ kg
16 mg/ kg
Sehari
50 mg
150 mg
(FI III hal 968)
III.
FORMULASI
1. Bahan aktif
Zat Aktif
Efedrin HCl
Struktur
Rumus
molekul
C10H15NO
Titik lebur
Pemerian
Hablur putih atau serbuk putih halus; tidak berbau; rasa pahit.
{FI III hal. 236}
Kelarutan
Stabilitas
Inkompabilitas
Lindungi semua bentuk sediaan dari cahaya. {FI III hal. 237}
Keterangan
lain
Penyimpanan
Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya. {FI III hal.
237}
Penggunaan
2. Natrium Benzoat
Zat
Natrium Benzoat
Sinonim
Struktur
Rumus
molekul
Titik lebur
Pemerian
Kelarutan
Stabilitas
Inkompabilitas
Keterangan
lain
Penyimpanan
Kadar
penggunaan
3. Propilenglikol
Zat
Propilenglikol
Sinonim
Struktur
Rumus
molekul
Titik lebur
Pemerian
Kelarutan
Stabilitas
Inkompabilitas
Keterangan
lain
Penyimpanan
4. Sirupus Simplex
Zat
Sirupus simplex
Sinonim
Struktur
Rumus
C12H22O11
molekul
Titik lebur
Pemerian
Kelarutan
Stabilitas
Inkompabilitas
Keterangan
lain
Penyimpanan
Kadar
penggunaan
5. Aquadest
Zat
Aquadest
Sinonim
Struktur
Rumus
molekul
Titik lebur
Pemerian
Kelarutan
Stabilitas
Stabilitas baik pada keadaan fisik (padat, cair, gas). {HOPE 6th
2009}
lain
Penyimpanan
IV.
Permasalahan
Penyelesaian
2.
yang
ideal
pengawet
yaitu
ditumbuhi mikroorganisme.
3.
4.
Sediaan
harus
terlindung
cahaya.
5.
V.
PENDEKATAN FORMULA
No. Nama Bahan
Jumlah
Kegunaan
1.
Efedrin HCl
0,16 %
Zat Aktif
2.
Natrium Benzoat
0,15 %
3.
Sirupus Simplex
20 %
4.
Propilenglikol
10 %
5.
Aquadest
6.
Perasa Strawberry
64,69 %
qs
Pelarut
Pewarna, perasa, pengharum
VI.
PENIMBANGAN
Penimbangan
Dibuat sediaan 8 botol (@ 60 ml) = 480 ml sisanya 20 ml di botol 30 ml.
No.
Nama Bahan
1.
Efedrin HCl
2.
Natrium Benzoat
3.
Sirupus Simplex
4.
Propilenglikol
5.
Aquadest
6.
Perasa Strawberry
120 gram
328,45 ml
15 tetes
Saccharum Album
2.
Aquadest
VII.
Jumlah
PROSEDUR PEMBUATAN
Ukur air sebanyak 500 ml dalam gelas ukur 100 ml, lakukan sebanyak 5 kali.
Masukan sakarum album kedalam Erlenmeyer, aduk hingga terlarut lalu serkai
dengan kain batis, diamkan hingga dingin lalu ambil 100 ml.
Beaker glass kecil dibilas dengan aquadest sebanyak 2 ml, lakukan sebanyak 3
kali.
Beaker Glass kecil dibilas dengan aquadest sebnayak 2 ml, lakukan sebanyak
3 kali.
5. Mengencerkan propilenglikol
Beaker Glass kecil dibilas dengan aquadest sebayak 2 ml, lakukan sebanyak 3 kali
6. Masukan sirupus simplex yang telah dingin ke dalam beaker glass utama, aduk hingga
homogen.
7. Tambahkan aquadest hingga 500 ml ke dalam beaker glass utama, aduk hingga
homogen.
8. Masukan beberapa tetes essen strawberry, aduk sampai homogen.
9. Sediaan dimasukkan kedalam botol yang telah ditara 60 ml, kemas dan beri etiket.
IX.
PEMBAHASAN
Larutan oral adalah sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral,
mengandung satu atau lebih zat dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis,
atau pewarna yang larut dalam air atau campuran kosolven-air. Larutan oral yang
tidak mengandung gula tetapi bahan pemanis buatan seperti sorbitol atau
aspartame, dan bahan pengental, seperti gom selulosa, sering digunakan untuk
penderita diabetes.
Pada percobaan ini dibuat formula sediaan sirup sebagai berikut: Efedrin HCl,
Natrium Benzoat, Sirupus Simpleks, Propilenglikol dan penambahan aquadest
sampai volume yang sudah ditentukan, selain itu juga ada penambahan essen
stroberi agar sediaan terlihat lebih menarik karena ditujukan untuk anak- anak.
Untuk melarutkan bahan- bahan yang sudah ditentukan dalam formula, kita
larutkan satu per satu pada beaker glass kecil sesuai kelarutannya. Setelah itu kita
masukkan kedalam beaker glass 500 ml yang sudah ditara.
Dalam pembuatan sediaan sirup ini ditambahkan sirupus simplex sebagai
pemanis. Sementara sirupus simplex itu sendiri merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri dan jamur, maka kedalam sediaan yang dibuat ditambahkan
pengawet Natrium Benzoat sebanyak 0,15%. Ditambahkannya pengawet kedalam
sediaan yang kita buat adalah untuk meningkatkan kemampuan spektrum
antimikroba, efek yang sinergis memungkinkan penggunaan pengawet dalam
jumlah kecil, sehingga kadar toksisitasnya menurun pula, dan mengurangi
kemungkinan terjadinya resistensi.
Karena tidak mungkin rasanya jika membuat sediaan sirup untuk anak- anak
tanpa ditambahkannya pemanis dan pewarna, maka kita tambahkan sirupus
simplex sebanyak 20% dan essen stroberi. Sirupus simplex dibuat dari 65%
sacharum album dan 35% aquadest. Dalam sediaan yang kita buat yaitu 78 gram
sacharum album dan 42 gram aquadest. Selain sebagai pemanis, kita gunakan
sirupus simplex ini sebagai pengental juga agar sediaan tidak terlalu encer
nantinya. Namun penggunaan sirupus simpleks dengan kadar 20% 35% dapat
menimbulkan kristalisasi pada leher botol.
Kristalisasi dapat terjadi karena gula yang terdapat dalam larutan mengalami
salting out. Biasanya kristal terbentuk pada leher botol setelah penuangan
berulang kali. Ketika botol ditutup kembali setelah penuangan, gula yang
tertinggal pada leher botol bergesekan dengan tutup botol dan akhirnya inti kristal
terbentuk. Proses mengkristalnya gula pada leher botol sediaan ini dikenal
sebagai caploking. Maka dari itu, untuk anticaploking agent kami menggunakan
propilenglikol 10 % kedalam sediaannya. Konsentrasi propilenglikol 15% dapat
mencegah pertumbuhan kristal gula di leher botol. Selain itu kita gunakan pula zat
tambahan ini untuk meningkatkan kekentalan (viskositas).
Setelah sediaan jadi dilakukan evaluasi. Dalam pengisian larutan kedalam
botol ditambahkan 3% dari 60 ml larutan sehingga volume total yang diisikan
kedalam botol adalah sebesar 61,8 ml atau dibulatkan menjadi 62 ml. Hal tersebut
dilakukan agar volume sediaan yang terpindahkan saat dituang dari botol
seluruhnya adalah tidak boleh kurang dari 100 % volume yang tertera pada etiket.
Dalam uji organoleptik setelah 1 minggu, sediaan diidentifikasi dari segi
warna, bau dan rasa. Dan hasilnya ada dalam tabel 2.1 .
Pada uji kejernihan dalam sediaan sirup ini terdapat tanda-tanda pertumbuhan
jamur dan adanya serat seperti lendir. Diperkirakan adanya jamur dan lendir ini
bisa jadi karena aquadest di laboratorium kurang steril, sehingga untuk
kedepannya kita harus memanaskan aquadest tersebut terlebih dahulu untuk
meminimalisir kekurangan kualitas pada sediaan yang dibuat.
Untuk sediaan larutan atau sirup harus memiliki stabilitas pH yang sama atau
perubahan pH nya tidak lebih dari 1 untuk kestabilan efek farmakologinya. Pada
sediaan sirup efedrin ini, setelah dilakukan uji pH ternyata 4 botol memiliki pH 7
dan 2 botol memiliki pH 6.
X.
KESIMPULAN
Dari percobaan yang sudah kami lakukan dengan formula diatas, ditemukan
bahwa sediaan sirup tersebut ada yang tidak lolos uji. Misalnya pada evaluasi
kejernihan, ditemukan adanya mikroba dan lendir/ serat. Pada uji organoleptik pun
baunya tidak begitu bagus karena bau asam sehingga tidak lolos uji.
Formulasi yang tepat untuk sediaan yang dibuat adalah sebagai berikut.
No. Nama Bahan
Jumlah
Kegunaan
1.
Efedrin HCl
0,16 %
Zat Aktif
2.
Methylparaben
0,18 %
XI.
3.
Prophylparaben
0,02 %
3.
Sirupus Simplex
20 %
4.
Propilenglikol
10 %
5.
Aquadest
6.
Perasa Strawberry
64,69 %
qs
Pelarut
Pewarna, perasa, pengharum
DAFTAR PUSTAKA
Rowe, Raymond C.2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients. 5th ed, London:
Pharmaceutical Press.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia edisi III,
Jakarta: Departemen Kesehatan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV,
Jakarta: Departemen Kesehatan.
British Pharmacopeia. Volume III. London: The Stationery Office; 2009.
Lacy, C.F., Amstrong, L.L., Goldman, M.P., Lance, L.L., 2006, Drug Information
Handbook, 17th Edition.
Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK UNSRI, Kumpulan Kuliah Farmakologi
Ed. 2, Jakarta, 2008, hal. 366.
Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta 1996 Farmakologi, Pendekatan Proses
Keperawatan Joyce L. Kee dan Evelyn R. Hayes hal. 263.
Japanese Pharmacopoeia ed. 15th. Ministry of Health, Labour and Walfare: 2001
XII.
LAMPIRAN