Epithermal Low Sulphidation Mentah

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 9

2.1.

2 Proses Epithermal
Endapan epitermal didefinisikan sebagai salah satu endapan dari sistem hidrotermal yang
terbentuk pada kedalaman dangkal yang umumnya pada busur vulkanik yang dekat
dengan permukaan (Simmons et al, 2005 dalam Sibarani, 2008). Penggolongan tersebut
berdasarkan temperatur (T), tekanan (P) dan kondisi geologi yang dicirikan oleh
kandungan mineralnya. Secara lebih detailnya endapan epitermal terbentuk pada
kedalaman dangkal hingga 1000 meter dibawah permukaan dengan temperatur relatif
rendah (50-200)0C dengan tekanan tidak lebih dari 100 atm dari cairan meteorik dominan
yang agak asin (Pirajno, 1992).
Tekstur penggantian (replacement) pada mineral tidak menjadi ciri khas karena jarang
terjadi. Tekstur yang banyak dijumpai adalah berlapis (banded) atau berupa fissure vein.
Sedangkan struktur khasnya adalah berupa struktur pembungkusan (cockade structure).
Asosiasi pada endapan ini berupa mineral emas (Au) dan perak (Ag) dengan mineral
penyertanya berupa mineral kalsit, mineral zeolit dan mineral kwarsa. Dua tipe utama
dari endapan ini adalah low sulphidation dan high sulphidation yang dibedakan terutama
berdasarkan pada sifat kimia fluidanya dan berdasarkan pada alterasi dan mineraloginya.
Endapan epithermal umumnya ditemukan sebagai sebuah pipe-seperti zona dimana
batuan mengalami breksiasi dan teralterasi atau terubah tingkat tinggi. Veins juga
ditemukan, khususnya sepanjang zona patahan., namun mineralisasi vein mempunyai tipe
tidak menerus (discontinuous).
Pada daerah volcanic, sistem epithermal sangat umum ditemui dan seringkali mencapai
permukaan, terutama ketika fluida hydrothermal muncul (erupt) sebagai geyser dan
fumaroles. Banyak endapan mineral epithermal tua menampilkan fossil roots dari sistem
fumaroles kuno. Karena mineral-mineral tersebut berada dekat permukaan, proses erosi
sering mencabutnya secara cepat, hal inilah mengapa endapan mineral epithermal tua
relatif tidak umum secara global. Kebanyakan dari endapan mineral epithemal berumur
Mesozoic atau lebih muda.
Mineralisasi epitermal memiliki sejumlah fitur umum seperti hadirnya kalsedonik quartz,
kalsit, dan breksi hidrotermal. Selain itu, asosiasi elemen juga merupakan salah satu ciri
dari endapan epitermal, yaitu dengan elemen bijih seperti Au, Ag, As, Sb, Hg, Tl, Te, Pb,
Zn, dan Cu. Tekstur bijih yang dihasilkan oleh endapan epitermal termasuk tipe pengisian
ruang terbuka (karakteristik dari lingkungan yang bertekanan rendah), krustifikasi,
colloform banding dan struktur sisir. Endapan yang terbentuk dekat permukaan sekitar
1,5 km dibawah permukaan ini juga memiliki tipe berupa tipe vein, stockwork dan
diseminasi.
Dua tipe utama dari endapan ini adalah low sulphidation dan high sulphidation yang
dibedakan terutama berdasarkan pada sifat kimia fluidanya dan berdasarkan pada alterasi
dan mineraloginya (Hedenquist et al., 1996:2000 dalam Chandra,2009).
Dibawah ini digambarkan ciri-ciri umum endapan epitermal (Lingren, 1933 dalam
Sibarani,2008)):
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Suhu relatif rendah (50-250C) dengan salinitas
bervariasi antara 0-5 wt.%
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Terbentuk pada kedalaman dangkal (~1 km)
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Pembentukan endapan epitermal terjadi pada
batuan sedimen atau batuan beku, terutama yang berasosiasi dengan batuan intrusiv dekat
permukaan atau ekstrusif, biasanya disertai oleh sesar turun dan kekar.

<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Zona bijih berupa urat-urat yang simpel, beberapa


tidak beraturan dengan pembentukan kantong-kantong bijih, seringkali terdapat pada pipa
dan stockwork. Jarang terbentuk sepanjang permukaan lapisan, dan sedikit kenampakan
replacement (penggantian).
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Logam mulia terdiri dari Pb, Zn, Au, Ag, Hg, Sb,
Cu, Se, Bi, U
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Mineral bijih berupa Native Au, Ag, elektrum, Cu,
Bi, Pirit, markasit, sfalerit, galena, kalkopirit, Cinnabar, jamesonite, stibnite, realgar,
orpiment, ruby silvers, argentite, selenides, tellurides.
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Mineral penyerta adalah kuarsa, chert, kalsedon,
ametis, serisit, klorit rendah-Fe, epidot, karbonat, fluorit, barite, adularia, alunit, dickite,
rhodochrosite, zeolit
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Ubahan batuan samping terdiri dari chertification
(silisifikasi), kaolinisasi, piritisasi, dolomitisasi, kloritisasi
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Tekstur dan struktur yang terbentuk adalah
Crustification (banding) yang sangat umum, sering sebagai fine banding, vugs, urat
terbreksikan.
Karakteristik umum dari endapan epitermal (Simmons et al, 2005 dalam Sibarani, 2008)
adalah:
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Jenis air berupa air meteorik dengan sedikit air
magmatik
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Endapan epitermal mengandung mineral bijih
epigenetic yang pada umumnya memiliki batuan induk berupa batuan vulkanik.
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Tubuh bijih memiliki bentuk yang bervariasi yang
disebabkan oleh kontrol dan litologi dimana biasanya merefleksikan kondisi paleopermeability pada kedalaman yang dangkal dari sistem hidrotermal.
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Sebagian besar tubuh bijih terdapat berupa sistem
urat dengan dip yang terjal yang terbentuk sepanjang zona regangan. Beberapa
diantaranya terdapat bidang sesar utama, tetapi biasanya pada sesar-sesar minor.
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Pada suatu jaringan sesar dan kekar akan terbentuk
bijih pada urat.
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Mineral gangue yang utama adalah kuarsa
sehingga menyebabkan bijih keras dan realtif tahan terhadap pelapukan.
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Kandungan sulfida pada urat relatif sedikit (<1 s/d
20%).
2.1.3 Klasifikasi Endapan Epithermal
Pada lingkungan epitermal terdapat 2 (dua) kondisi sistem hidrotermal (Gambar 2.4)
yang dapat dibedakan berdasarkan reaksi yang terjadi dan keterdapatan mineral-mineral
alterasi dan mineral bijihnya yaitu epitermal low sulfidasi dan high sulfidasi (Hedenquist
et al .,1996; 2000 dalam Sibarani, 2008). Pengklasifikasian endapan epitermal masih
merupakan perdebatan hingga saat ini, akan tetapi sebagian besar mengacu kepada aspek
mineralogi dan gangue mineral, dimana aspek tersebut merefleksikan aspek kimia fluida
maupun aspek perbandingan karakteristik mineralogi, alterasi (ubahan) dan bentuk
endapan pada lingkungan epitermal. Aspek kimia dari fluida yang termineralisasi adalah
salah satu faktor yang terpenting dalam penentuan kapan mineralisasi tersebut terjadi
dalam sistem hidrotermal.

1. Karakteristik Endapan Epitermal Sulfida Rendah / Tipe Adularia-Serisit (


Epithermal Low Sulfidation )
<!--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Tinjauan Umum
Endapan epitermal sulfidasi rendah dicirikan oleh larutan hidrotermal yang bersifat netral
dan mengisi celah-celah batuan. Tipe ini berasosiasi dengan alterasi kuarsa-adularia,
karbonat, serisit pada lingkungan sulfur rendah dan biasanya perbandingan perak dan
emas relatif tinggi. Mineral bijih dicirikan oleh terbentuknya elektrum, perak sulfida,
garam sulfat, dan logam dasar sulfida. Batuan induk pada deposit logam mulia sulfidasi
rendah adalah andesit alkali, dasit, riodasit atau riolit. Secara genesa sistem epitermal
sulfidasi rendah berasosiasi dengan vulkanisme riolitik. Tipe ini dikontrol oleh strukturstruktur pergeseran (dilatational jog).
<!--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Genesa dan Karakteristik
Endapan ini terbentuk jauh dari tubuh intrusi dan terbentuk melalui larutan sisa magma
yang berpindah jauh dari sumbernya kemudian bercampur dengan air meteorik di dekat
permukaan dan membentuk jebakan tipe sulfidasi rendah, dipengaruhi oleh sistem
boiling sebagai mekanisme pengendapan mineral-mineral bijih. Proses boiling disertai
pelepasan unsur gas merupakan proses utama untuk pengendapan emas sebagai respon
atas turunnya tekanan. Perulangan proses boiling akan tercermin dari tekstur crusstiform
banding dari silika dalam urat kuarsa. Pembentukan jebakan urat kuarsa berkadar tinggi
mensyaratkan pelepasan tekanan secara tiba-tiba dari cairan hidrotermal untuk
memungkinkan proses boiling. Sistem ini terbentuk pada tektonik lempeng subduksi,
kolisi dan pemekaran (Hedenquist dkk., 1996 dalam Pirajno, 1992).
Kontrol utama terhadap pH cairan adalah konsentrasi CO2 dalam larutan dan salinitas.
Proses boiling dan terlepasnya CO2 ke fase uap mengakibatkan kenaikan pH, sehingga
terjadi perubahan stabilitas mineral contohnya dari illit ke adularia. Terlepasnya CO2
menyebabkan terbentuknya kalsit, sehingga umumnya dijumpai adularia dan bladed
calcite sebagai mineral pengotor (gangue minerals) pada urat bijih sistem sulfidasi rendah
Endapan epitermal sulfidasi rendah akan berasosiasi dengan alterasi kuarsaadularia,
karbonat dan serisit pada lingkungan sulfur rendah. Larutan bijih dari sistem sulfidasi
rendah variasinya bersifat alkali hingga netral (pH 7) dengan kadar garam rendah (0-6 wt)
% NaCl, mengandung CO2 dan CH4 yang bervariasi. Mineral-mineral sulfur biasanya
dalam bentuk H2S dan sulfida kompleks dengan temperatur sedang (150-300 C) dan
didominasi oleh air permukaan
Batuan samping (wallrock) pada endapan epitermal sulfidasi rendah adalah andesit alkali,
riodasit, dasit, riolit ataupun batuan batuan alkali. Riolit sering hadir pada sistem
sulfidasi rendah dengan variasi jenis silika rendah sampai tinggi. Bentuk endapan
didominasi oleh urat-urat kuarsa yang mengisi ruang terbuka (open space), tersebar
(disseminated), dan umumnya terdiri dari urat-urat breksi (Hedenquist dkk., 1996).
Struktur yang berkembang pada sistem sulfidasi rendah berupa urat, cavity filling, urat
breksi, tekstur colloform, dan sedikit vuggy (Corbett dan Leach, 1996), lihat Tabel 2.1
Tabel 2.1 Karakteristik endapan epitermal sulfidasi rendah
(Corbett dan Leach, 1996).

Tipe endapan
Sinter breccia, stockwork
Posisi tektonik
Subduction, collision, dan rift
Tekstur
Colloform atau crusstiform
Asosiasi mineral
Stibnit, sinnabar, adularia, metal sulfida
Mineral bijih
Pirit, elektrum, emas, sfalerit, arsenopirit
Contoh endapan
Pongkor, Hishikari dan Golden Cross
<!--[if !supportLists]-->c. <!--[endif]-->Interaksi Fluida
Epithermal Low Sulphidation terbentuk dalam suatu sistem geotermal yang didominasi
oleh air klorit dengan pH netral dan terdapat kontribusi dominan dari sirkulasi air
meteorik yang dalam dan mengandung CO2, NaCl, and H2S
<!--[if !supportLists]-->d. <!--[endif]-->Model Konseptual Endapan Emas Epitermal
Sulfidasi Rendah

Gambar.2.9 Model
endapan emas
epitermal sulfidasi
rendah
(Hedenquist dkk.,
1996 dalam Nagel,
2008).
Gambar diatas
(Gambar.2.9)
merupakan model
konseptual dari endapan emas sulfidasi rendah. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa
endapan ephitermal sulfidasi rendah berasosiasi dengan lingkungan volkanik, tempat
pembentukan yang relatif dekat permukaan serta larutan yang berperan dalam proses
pembentukannya berasal dari campuran air magmatik dengan air meteorit
2. Karakteristik Endapan Epitermal Sulfida Tinggi (Epithermal High Sulfidation)
atau Acid Sulfate
<!--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Tinjauan Umum
Endapan epitermal high sulfidation dicirikan dengan host rock berupa batuan vulkanik
bersifat asam hingga intermediet dengan kontrol struktur berupa sesar secara regional
atau intrusi subvulkanik, kedalaman formasi batuan sekitar 500-2000 meter dan
temperatur 1000C-3200C. Endapan Epitermal High Sulfidation terbentuk oleh sistem dari
fluida hidrotermal yang berasal dari intrusi magmatik yang cukup dalam, fluida ini
bergerak secara vertikal dan horizontal menembus rekahan-rekahan pada batuan dengan
suhu yang relatif tinggi (200-3000C), fluida ini didominasi oleh fluida magmatik dengan
kandungan acidic yang tinggi yaitu berupa HCl, SO2, H2S (Pirajno, 1992).

Genesa dan
Karakteristik
Endapan epitermal
high sulfidation
terbentuk dari
reaksi batuan induk
dengan fluida
magma asam yang
panas, yang
menghasilkan suatu
karakteristik zona
alterasi (ubahan)
yang akhirnya membentuk endapan Au+Cu+Ag. Sistem bijih menunjukkan kontrol
permeabilitas yang tergantung oleh faktor litologi, struktur, alterasi di batuan samping,
mineralogi bijih dan kedalaman formasi. High sulphidation berhubungan dengan pH
asam, timbul dari bercampurnya fluida yang mendekati pH asam dengan larutan sisa
magma yang bersifat encer sebagai hasil dari diferensiasi magma, di kedalaman yang
dekat dengan tipe endapan porfiri dan dicirikan oleh jenis sulfur yang dioksidasi menjadi
SO.
<!--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Interaksi Fluida
Epithermal High Sulphidation terbentuk dalam suatu sistem magmatic-hydrothermal
yang didominasi oleh fluida hidrothermal yang asam, dimana terdapat fluks larutan
magmatik dan vapor yang mengandung H2O, CO2, HCl, H2S, and SO2, dengan variabel
input dari air meteorik lokal.
2.2 Potensi Dan Keberadaan Endapan Epithermal
Jenis endapan epitermal yang terletak 500 m bagian atas dari suatu sistem hidrotermal ini
merupakan zone yang menarik dan terpenting. Disini terjadi perubahan-perubahan suhu
dan tekanan yang maksimum serta mengalami fluktuasi-fluktuasi yang paling cepat.
Fluktuasi-fluktuasi tekanan ini menyebabkan perekahan hidraulik (hydraulic fracturing),
pendidihan (boiling), dan perubahan-perubahan hidrologi sistem yang mendadak. Prosesproses fisika ini secara langsung berhubungan dengan proses-proses kimiawi yang
menyebabkan mineralisasi (www.terrasia.tripod.com)
Terdapat suatu kelompok unsur-unsur yang umumnya berasosiasi dengan mineralisasi
epitermal, meskipun tidak selalu ada atau bersifat eksklusif dalam sistem epitermal.
Asosiasi klasik unsur-unsur ini adalah: emas (Au), perak (Ag), arsen (As), antimon (Sb),
mercury (Hg), thallium (Tl), dan belerang (S) (www.terrasia.tripod.com) .
Dalam endapan yang batuan penerimanya karbonat (carbonat-hosted deposits), arsen dan
belerang merupakan unsur utama yang berasosiasi dengan emas dan perak (Berger,
1983), beserta dengan sejumlah kecil tungsten/wolfram (W), molybdenum (Mo), mercury
(Hg), thallium (Tl), antimon (Sb), dan tellurium (Te); serta juga fluor (F) dan barium (Ba)
yang secara setempat terkayakan. Dalam endapan yang batuan penerimanya volkanik
(volcanic-hosted deposits) akan terdapat pengayaan unsur-unsur arsen (As), antimon

(Sb), mercury (Hg), dan thallium (Tl); serta logam-logam mulia (precious metals) dalam
daerah-daerah saluran fluida utama, sebagaimana asosiasinya dengan zone-zone alterasi
lempung. Menurut Buchanan (1981), logam-logam dasar (base metals) karakteristiknya
rendah dalam asosiasinya dengan emas-perak, meskipun demikian dapat tinggi pada level
di bawah logam-logam berharga (precious metals) atau dalam asosiasi-nya dengan
endapan-endapan yang kaya perak dimana unsur mangan juga terjadi. Cadmium (Cd),
selenium (Se) dapat berasosiasi dengan logam-logam dasar; sedangkan fluor (F), bismuth
(Bi), tellurium (Te), dan tungsten (W) dapat bervariasi tinggi kandungannya dari satu
endapan ke endapan yang lainnya; serta boron (B) dan barium (Ba) terkadang terkayakan.
(www.terrasia.tripod.com).
Mineral-mineral ekonomis yang dihasilkan dari epitermal antara lain Au, Ag, Pb, Zn, Sb,
Hg, arsenopirit, pirit, garnet, kalkopirit, wolframit, siderit, tembaga, spalerite, timbal,
stibnit, katmiun, galena, markasit, bornit, augit, dan topaz. Berikut ini adalah beberapa
contoh logam hasil dari endapan epitermal yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi,
antara lain: Emas (Au) dan Perak (Ag).
2.2.1 Emas
Emas adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol Au (bahasa Latin:
'aurum') dan nomor atom 79. Sebuah logam transisi (trivalen dan univalen) yang lembek,
mengkilap, kuning, berat, "malleable", dan "ductile". Emas tidak bereaksi dengan zat
kimia lainnya tapi terserang oleh klorin, fluorin dan aqua regia. Logam ini banyak
terdapat di nugget emas atau serbuk di bebatuan dan di deposit alluvial dan salah satu
logam coinage. Kode ISOnya adalah XAU. Emas melebur dalam bentuk cair pada suhu
sekitar 1000 derajat celcius.
Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya berkisar
antara 2,5 3 (skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan
logam lain yang berpadu dengannya. Mineral pembawa emas biasanya berasosiasi
dengan mineral ikutan (gangue minerals). Mineral ikutan tersebut umumnya kuarsa,
karbonat, turmalin, flourpar, dan sejumlah kecil mineral non logam. Mineral pembawa
emas juga berasosiasi dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral pembawa
emas terdiri dari emas nativ, elektrum, emas telurida, sejumlah paduan dan senyawa emas
dengan unsur-unsur belerang, antimon, dan selenium. Elektrum sebenarnya jenis lain dari
emas nativ, hanya kandungan perak di dalamnya >20% (Sutarto, 2004).
Sebagian besar endapan emas di Indonesia dihasilkan jenis endapan epitermal. Endapan
emas tipe ini umumnya didapatkan dalam bentuk urat, baik dalam urat kuarsa maupun
dlam urat bentuk karbonat yang terbentuk dalam suhu 150-3000C dengan pH sedikit asam
atau mendekati netral Urat-urat tersebut terbentuk oleh hasil aktifitas hidrotermal yang
berada di sekitar endapan porfiri. Dimana emas, perak, tembaga, wolfram, dan timah
terdapat dalam endapan ini (Sukandarrumidi, 2007).
Kebanyakan emas epitermal terdapat dalam vein-vein yang berasosiasi dengan Alterasi
Quartz-Illite yang menunjukkan pengendapan dari fluida-fluida dengan pH mendekati
netral (Fluida-fluida Khlorida Netral) Dalam alterasi dan mineralisasi dengan jenis fluida
ini, emas dijumpai dalam vein, veinlet, breksi ekplosi atau breksi hidrotermal, dan
stockwork atau stringer Pyrite+Quartz yang berbentuk seperti rambut (hairline)
Emas epitermal juga terdapat dalam Alterasi Advanced-Argillic dan alterasi-alterasi
sehubungan yang terbentuk dari Fluida-fluida Asam Sulfat. Dalam alterasi dan
mineralisasi dengan jenis fluida ini, emas dijumpai dalam veinlet, batuan-batuan silika

masif, atau dalam rekahan-rekahan atau breksi-breksi dalam batuan.


Proses terbentuknya emas endapan epitermal dapat diuraikan sebagai berikut: emas
diangkut oleh larutan hidrotermal yang kaya akan ligand HS- dan OH-. Ligan ini
mengangkut emas hingga ke tempat pengendapannya. Kehadiran breksi hidrotermal
merupakan salah satu cirri adanya proses pendidihan pada larutan hidrotermal.
Pendidihan terjadi karena ada pertemuan antara larutan yang bersuhu tinggi (hidrotermal)
dengan larutan yang bersuhu rendah (larutan meteoric). Selama proses pendidihan ini
tekanan menjadi semakin besar sehingga mengancurkan dinding batuan yang dilalui
larutan hidrotermal. Akibat proses pendidihan tersebut, yaitu hilangnya gas H2S, terjadi
peningkatan pH dan penurunan suhu. Ketiga proses tersebut dapat mengantarkan emas
pada batuan sehingga kadar emas primer tinggi biasanya dijumpai di breksi hidrotermal
(Sukandarrumidi, 2007).
Dibawah ini contoh endapan emas epitermal dari sistem low sulfidation dan high
sulfidation.
Tabel 2.2 Contoh endapan emas epitermal (high sulfidation)
(Wayan dalam . www.osun.org)
Endapan
Au (ton)
Umur
Yanacocha/Peru
820
M/P
Pueblo Viejo
680
Cret
Pascua
640
M/P
Pienina/Peru
250
M/P
Lepanto
210
Quat
El Indio
190
M/P
Chinquashih
150
Quat
Summitville
20
M/P
Rodalquilar
10
N/P
Tabel 2.3 Contoh endapan emas epitermal (Low Sulphidation)

(Wayan dalam www.osun.org)


Endapan
Au (ton)
Lihir
924
Porgera
600
Round Mountain
443
Baguio District
300
Hishikari
250
Kelian
180
Gunung Pongkor
175
Dukat
150
Cerro Korikollo
147

Umur
Quat
M/P
M/P
Quat
Quat
M/P
M/P
Cret
M/P

2.2.2 Perak
Dijumpai sebagai unsur (perak murni) atau sebagai senyawa. Sebagai perak murni (Ag)
mempunyai sifat; Kristal-kristal berkelompok tersusun sejajar, menjarum, atau menjaring,
kadang berupa sisik, kilap logam. Dalam bentuk mineral didapatkan sebagai argentite,
cerrargirit, miagirit, dan proustit (Sukandarrumidi, 2007). Perak biasanya berasosiasi
dengan pirit, tembaga, emas, kalsit, dan nikel. Perak terbentuk dari reduksi sulfide pada
bagian bawah endapan Ag, Zn, dan Pb. Terkadang juga terbentuk sebagai endapan primer
urat epitermal berasosiasi dengan kalsit (temperature rendah) (Sutarto, 2004). Kandungan
perak pada beberapa mineral dapat mencapai perak murni (100%), argentite (87%),
prousite (65%), miagrite (36%), dan dalam kandungan emas (28%). Endapan perak yang
dihasilkan dari endapan emas kurang lebih 75% didapatkan sebagai hasil samping dari
pengolahan bijih emas, nikel dan tembaga. Endapan perak dapat berupa endapan
pengisian dan endapan penggantian, serta pengayaan sulfide. Kebanyakan endapan perak
didunia dihasilkan dari dari hidrotermal tipe fissure filling (Sukandarrumidi, 2007).
2.3 Pemanfaatan Hasil Endapan Epitermal
2.3.1 Emas
Emas digunakan sebagai standar keuangan di banyak negara dan juga digunakan sebagai
perhiasan, dan elektronik. Penggunaan emas dalam bidang moneter dan keuangan
berdasarkan nilai moneter absolut dari emas itu sendiri terhadap berbagai mata uang di
seluruh dunia, meskipun secara resmi di bursa komoditas dunia, harga emas dicantumkan
dalam mata uang dolar Amerika. Bentuk penggunaan emas dalam bidang moneter
lazimnya berupa bulion atau batangan emas dalam berbagai satuan berat gram sampai
kilogram.
2.3.2 Sfalerit (ZnS)
Unsur ini biasanya ditemukan bersama dengan logam-logam lain seperti tembaga dan
timbal dalam bijih logam. Seng diklasifikasikan sebagai kalkofil, yang berarti bahwa
unsur ini memiliki afinitas yang rendah terhadap oksigen dan lebih suka berikatan dengan
belerang. Kalkofil terbentuk ketika kerak bumi memadat di bawah kondisi atmosfer bumi
awal yang mendukung reaksi reduksi. Sfalerit, yang merupakan salah satu bentuk kristal
seng sulfida, merupakan bijih logam yang paling banyak ditambang untuk mendapatkan
seng karena mengandung sekitar 60-62% seng.
Pelapisan seng pada baja untuk mencegah perkaratan merupakan aplikasi utama seng.
Aplikasi-aplikasi lainnya meliputi penggunaannya pada baterai dan campuan logam.
2.3.2 Timbal (Pb)
Timbal tersebut juga memberikan berbagai manfaat, salah satunya adalah pelumasan
pada dudukan katup dalam proses pembakaran khususnya bagi mesin-mesin kendaraan
bermotor keluaran lama (dekade 1980-an dan sebelumnya). Adanya fungsi pelumasan
dari Timbal pada dudukan katup tersebut, akan mengakibatkan dudukan katup terjaga
dari keausan dan resesi (recession valve) sehingga lebih tahan lama/awet. Dengan kata
lain perawatan untuk dudukan katup tersebut menjadi lebih murah.
sifat timbal ini yang tahan terhadap korosi (karatan), timbal ini biasanya digunakan untuk
bahan perpipaan, bahan aditif untuk bensin, baterai, pigmen dan amunisi. Selain itu
dalam dunia permesinan terutama kendaraan bermotor timbal ini juga bermanfaat buat
menambah nilai oktan pada bensin (premium) sehingga efek knocking (ketukan) pada
mesin dapat dihindari. Residu timbal ini berfungsi untuk melapisi katup. Karena ada

lapisan ini, maka ketika katup menutup ada semacam bantalan/pelindung antara bahan
metal katup dengan dudukan katup(valve seat) di cylinder head mesin sehingga terhindar
terjaga dari keausan dan resesi (recession valve) sehingga lebih tahan lama/awet.
(www.superpedia.rumahilmuindonesia.net)

Anda mungkin juga menyukai