Cidera Kepala
Cidera Kepala
a. KONSEP DASAR
1. Definisi kasus
Cedera kepala adalah cedera yang terjadi pada kulit kepala,
tengkorak dan otak. (Smeltzer, 2001:2010)
Cedera kepala adalah cedera kepala ( terbuka dan tertutup) yang
terjadi karena: fraktur tengkorak, komusio (gegar serebri), kontusio
(memar/ laserasi) dan perdarahan serebral (sub arakhnoid, subdural,
epidural, intra serebral dan batang otak). (Doenges, 1999: 270)
Cedera kepala adalah trauma yang terjadi karena adanya pukulan/
benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran.
(Tucker, 1998)
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injuri baik secara langsung
maupun tidak langsung, dengan disertai atau tanpa disertai perdarahan
yang mengakibatkan gangguan fungsi otak. (Price, 1995: 1015)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa cedera
kepala adalah trauma pada kulit kepala, tengkorak dan otak yang terjadi
baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kepala yang dapat
mengakibatkan
terjadinya
penurunan
kesadaran
bahkan
dapat
menyebabkan kematian.
Klasifikasi Cidera Kepala
a.
3) Cedera Kepala Berat (CKB). GCS lebih kecil atau sama dengan
8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24
jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau
hematoma intracranial.
c. Klasifikasi cidera kepala berdasarkan morfologi pencitraan atau
radiologi
Dari gambaran morfologi pencitraan atau radiologi menurut
(Sadewa, 2011) maka cedera kepala difus dikelompokkan menjadi:
1) Cedera akson difus (difuse aksonal injury) DAI --- Difus axonal
injury adalah keadaan dimana serabut subkortikal yang
menghubungkan inti permukaan otak dengan inti profunda otak
(serabut proyeksi), maupun serabut yang menghubungkan intiinti
dalam
satu
hemisfer
(asosiasi)
dan
serabut
yang
2. Penyebab
a. cedera akselerasi: Peristiwa gonjaan yang hebat pada kepala baik
disebabkan oleh pukulan maupun bukan dari pukulan.
b. Kontak benturan: Terjadi benturan atau tertabrak sesuatu obyek
c. Kecelakaan lalu lintas
d. Jatuh
e. Kecelakaan industri
f. Serangan yang disebabkan karena olah raga
g. Perkelahian
(Smeltzer, 2001: 2210; Long, 1996: 203)
4. Patofisiologis
Cedera kepala terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar
pada permukaan otak, laserasi cedera robekan/ hemoragi, akibatnya akan
terjadi kemampuan autoregulasi cerebral yang kurang atau tidak ada pada
area cedera dan konsekuensinya meliputi hiperemia. Peningkatan/ kenaikan
salah satu otak akan menyebabkan jaringan otak tidak dapat membesar
karena tidak ada aliran cairan otak dan sirkulasi pada otak, sehingga lesi
yang terjadi menggeser dan mendorong jaringan otak. Bila tekanan terus
menerus meningkat akibatnya tekanan pada ruang kranium terus menerus
meningkat. Maka aliran darah dalam otak menurun dan terjadilah perfusi
yang tidak adekuat, sehingga terjadi masalah perubahan perfusi serebral.
Perfusi yang tidak adekuat dapat menimbulkan tingkatan yang gawat, yang
berdampak adanya vasodilatasi dan edema otak.
Edema akan terus bertambah menekan/ mendesak terhadap jaringan
saraf, sehingga terjadi peningkatan tekanan intra kranial. (Price, 1996)
Edema jaringan otak akan mengakibatkan peningkatan TIK yang akan
menyebabkan herniasi dan penekanan pada batang otak. Dampak dari cedera
kepala:
a. Pola pernapasan
Trauma
serebral
ditandai
dengan
peningkatan
TIK,
yang
b. Mobilitas Fisik
Akibat trauma dari cedera otak berat dapat mempengaruhi gerakan
tubuh, sebagai akibat dari kerusakan pada area motorik otak. Selain itu
juga dapat menyebabkan kontrol volunter terhadap gerakan terganggu
dalam memenuhi perawatan diri dalam kehidupan sehari-hari dan terjadi
gangguan tonus otot dan penampilan postur abnormal, sehingga
menyebabkan masalah kerusakan mobilitas fisik. ( Donges, 2000;Price,
1996)
c. Keseimbangan Cairan
Trauma kepala yang berat akan mempunyai masalah untuk
mempertahankan status hidrasi hidrat yang seimbang, sehingga respon
terhadap status berkurang dalam keadaan stress psikologis makin banyak
hormon antideuretik dan makin banyak aldosteron diproduksi sehingga
mengakibatkan
retensi
cairan
dan
natrium
pada
trauma
yang
d. Akivitas menelan
Adanya trauma menyebabkan gangguan area motorik dan sensorik
dari hemisfer cerebral akan merusak kemampuan untuk mendeteksi
adanya makanan pada sisi mulut yang di pengaruhi dan untuk
memanipulasinya dengan geakan pipi dan.Selain reflek menelan dan
e. kemampuan komunikasi
Pada pasien dengan trauma cerebral disertai gangguan komunikasi,
disfungsi ini paling sering menyebabkan kecacatan pada penderita cedera
kepala, kerusakan ini diakibatkan dari kombinasi efek-efek disorganisasi
dan kekacauan proses bahasa dan gangguan. Bila ada pasien yang telah
mengalami trauma pada area hemisfer cerebral dominan dapat
menunjukan kehilangan kemampuan untuk menggunakan bahasa dalam
beberaa hal bahkan mungkin semua bentuk bahasa sehingga dapat
menyebabkan gangguan komunikasi verbal. (Price,1996)
f. Gastrointestinal
Setelah trauma kepala perlukaan dan perdarahan pada lambung jarang
di temukan, tapi setelah 3 hari pasca trauma terdapat respon yang berbeda
dan merangsang aktivitas hipotalamus dan stimulasi vagus yang dapat
menyebabkan hiperkardium. Hipotalamus merangsang anterior hipofisis
untuk mengeluarkan kartikosteroid dalam menangani cedera cerebral.
Hiperkardium terjadi peningkatan pengeluaran katekolamin dalam
menangani stress yang mempengaruhi produksi asam lambung.
(Price,1996)
5. Komplikasi
Kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan hematoma
intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak. Komplikasi dari
cedera kepala adalah:
a. Peningkatan TIK
b. Iskemia
c. Infark
d. Kerusakan otak irreversibel
e. Kematian
f. Paralisis saraf fokal sepertio anomsia (tidak dapat mencium baubauan)
6. Penatalaksanaan
a. Dexamethason/kalmetason sebagai pengobatan anti edema
serebral,dosis sesai dengan berat ringanya trauma.
b. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi
vasodilatasi.
c. Pemberian anal getik.
d. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20%
glukosa 40% atau gliserol.
e. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidazole.
f. Makanan atau cairan infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18
jam pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan
makanan lunak.
g. Pembedahan
(Smeltzer, 2001; Long, 1996)
7.
Pemeriksaaan penunjang
a. CT Scan (tanpa/ dengan kontras): mengidentifikasi adanya sol,
hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan
otak.
b. MRI: sama dengan CT Scan dengan/ tanpa kontras
c. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral,
seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, pendarahan trauma.
d. EEG: untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya
gelombang patologis.
keseimbangan
cairan
dan
elektrolit
berhubungan
dengan
(Doenges, 1999)
i. Gg komunikasi verbal berhubungan dengan cedera otak dan penurunan
kesadaran (Carpenito, 2000)
3. Rencana asuhan
a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia dan edema
serebral (Doenges, 1999)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan tingkat kesadaran
membaik
KH: Mempertahankan tingkat kesadaran biasa atau perbaikan, tandatanda vital (TTV) kembali normal dan tak ada tanda- tanda
peningkatan tekanan intra kranial (TIK)
Intervensi:
1)
2)
3)
Pantau TTV
R: Ketidakstabilan TTV mempengaruhi tingkat kesadaran.
4)
5)
6)
7)
b. Pola
napas
tidak
efektif
berhubungan
dengan
kerusakan
2)
3)
4)
5)
persepsi
sensorik
berhubungan
dengan
penurunan
i.
DAFTAR PUSTAKA
NANDAdalamhttp://lutfyaini.blogspot.com/2014/05/laporan-