Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH UROLOGI

INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

DISUSUN OLEH :

DWI AYU FAJAR CAHYATI (1010.711.011)


YOGI PEPRIAN TEDI (1010.711.063)
RISTA MELLYANA PURBA (1010.711.081)
AMALIA FILDZAH (1010.711.105)

S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

2013

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cystitis merupakan peradangan pada kandung kemih (Medical Surgical


Nursing,

2004) Cystitis adalah keadaan klinis akibat berkembang biaknya

mikroorganisme yang menyebabkan inflamasi pada kandung kemih.


Bakteri cystitis terjadi ketika saluran kemih biasanya steril rendah (uretra dan
kandung kemih) yang terinfeksi oleh bakteri dan menjadi iritasi dan meradang. Hal ini
sangat umum. Kondisi ini sering mempengaruhi wanita aktif seksual usia 20 sampai
50 tetapi juga bisa terjadi pada mereka yang tidak aktif secara seksual atau pada anak
perempuan muda. orang dewasa yang lebih tua juga berisiko tinggi untuk
mengembangkan sistitis, dengan kejadian pada orang tua yang jauh lebih tinggi
dibandingkan orang yang lebih muda.
Cystitis jarang terjadi pada laki-laki. Wanita lebih rentan terhadap perkembangan
cystitis karena bakteri yang relatif pendek mereka uretra-tidak harus menempuh
perjalanan sejauh untuk memasuki kandung kemih dan karena jarak yang relatif
pendek antara pembukaan uretra dan anus. Namun bukan penyakit eksklusif wanita.
Lebih dari 85% kasus cystitis disebabkan oleh''Escherichia coli ("E. coli ")'', bakteri
yang ditemukan di saluran pencernaan lebih rendah. Hubungan seksual dapat
meningkatkan risiko cystitis karena bakteri dapat diperkenalkan ke dalam kandung
kemih melalui uretra selama aktivitas seksual. Setelah bakteri masuk kandung kemih,
mereka biasanya dikeluarkan melalui buang air kecil. Ketika bakteri berkembang biak
lebih cepat daripada mereka dihapus oleh buang air kecil, hasil infeksi.

B. Masalah Yang Akan Dibahas


Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cystisis

BAB II
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM URINARIA

A. Pengertian
Sistem urinaria adalah suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah sehingga
darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang
masih dipergunakan oleh tubuh.
Sistem urinaria terdiri atas beberapa organ yaitu : Ginjal, Ureter, Vesika Urinaria (Kandung
Kemih) dan Uretra.
B. Organ-organ dalam sistem urinaria

1. Ginjal
Masing-masing ginjal mempunyai panjang kira-kira 12 cm dan lebar 2,5 cm pada
bagian paling tebal. Ginjal terletak di bagian belakang abdomen. Ginjal kanan terletak
lebih rendah dari ginjal kiri karena ada hepar di sisi kanan. Ginjal berbentuk seperti biji
kacang dan permukaan medialnya yang cekung disebut hilus renal yaitu tempat masuk
dan keluarnya saluran seperti pembuluh darah, pembuluh getah bening, saraf dan ureter.

Bila ginjal dibelah dua, secara longitudinal (memanjang) dapat terlihat tiga bagian
penting, yaitu korteks, medula dan pelvis renis. Bagian yang paling superfisial adalah
korteks renal yang tempak bergranula. Sebelah dalamnya terdapat bagian lebih gelap
yaitu medula ranal yang terdiri dari bangunan-bangunan berbentuk kerucut yang
disebut renal piramid, dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut
apeks atau papula renis, mengarah kebagian dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan
korteks yang disebut lobus ginjal.

Diantara piramid terdapat jaringan korteks yang disebut kolumna renal. Ginjal terdiri
atas satuan satuan fungsionalnya yang disebut nefron yang berjumlah lebih dari 1 juta
setiap ginjalnya.

a) Nefron adalah tempat pembentukan urine awal. Setiap nefron terdiri dari komponen
vaskuler dan tuberkuler. Komponen vaskuler terdiri atas pembuluh pembuluh
darah yaitu glomerulus dan kapiler pestibular, yang mengitari tubuli. Komponen
tubular berawal dengan kapsula bowmen (glomerular) dan mencakup tubuli
kontortus proksimal, ansa henle dan tubuli kontortus distal. Dari tubuli distal, isinya
disalurkan ke dalam duktus koligens (saluran penampung atau pengumpul).

b) Kapsula bowmen (Glomerular). Terdiri dari lapisan parietal (luar) dan lapis
viseral (langsung membungkus kapiler glomerulus). Sel sel parietal itu gepeng,
namun sel sel lapis viseral besar besar, dengan banyak juluran mirip jari jari

disebut sel berkaki (podosit). Juluran juluran mirip jari jari ini disebut pedikel
pedikel dan memeluk kapiler secara teratur, sehingga celah celah diantara pedikel
itu sangat teratur dan merupakan yang disebut celah celah pori filtrasi kapsul
bowen bersama glomerulus disebut korpus renal.

Ginjal mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut :


1. Fungsi ginjal dalam pengaturan tekanan darah
Pengaturan tekanan darah oleh ginjal dikendalikan oleh sistem renin angiotensin
aldosteron (ADH). Renin adalah hormon yang dikeluarkan oleh juxtaglomerular
apparatus (yang berhubungan dengan glomerulus) sebagai respon terhadap
berkurangnya sodium, atau terhadap stimulasi saraf ginjal melalui jalur simpati.
Angiotensin yang dihasilkan oleh hati diktifkan oleh angiotensin I pada waktu
terdapatnya renin. Enzim pada paru-paru mengubah angiotensin I menjadi bahan
aktif, angiotensin II. Angiotensin II merupakan vasokontriksi yang sangat kuat yang
juga merangsang dikeluarkannya aldesteron oleh kelenjar adrenal. Aldosteron
meningkatkan reabsorbsi sodium oleh ginjal, air mengikuti sodium, berdampak
peningkatan volume darah. GRF yang terendah terlihat pada penyakit ginjal (seperti
glomerulonefritis, nephropatic, syndrome, penyakit polycitic, trauma renal,
kegagalan ginjal) biasanya dapat menyebabkan hipotensi akibatnya dapat
menghasilkan sistem renin-angiotensin-aldosteron.

2. Fungsi ginjal dalam pengaturan cairan dan elektrolit


Ginjal mempunyai fungsi pengendalian cairan elektrolit yaitu mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit yang tepat dalam batas ekresi yang normal,
dalam batas sekresi dan reabsorbsi.

Jika bukan adanya sistem konservasi dari ginjal, orang yang akan kehabisan cairan
dan garam dalam waktu 3-4 menit tubulus yang berbelok-belok proksimal
mengabsorbsi 85-90 % air pada ultra filter. 80 % dari sodium yang telah difilter dan

terbanyak potasium yang telah difilter, bikarbonat, klorida, fosfat, glukosa dan
protein.

Mekanisme tambahan pada ginjal memungkinkan urine menjadi lebih pekat, sampai
1 % dibanding volume yang setiap harinya difilter. Ginjal dapat mengatur jumlah
cairan yang diekresikan dengan tepat sehingga intake dibawah yang diperlukan
untuk keseimbangan cairan normal melalui peningkatan konsentrasi urine.
Mekanisme yang berperan untuk peningkatan konsentrasi urine dan ketepatan
mengekresikan volume urine yang tepat terdapat pada tubulus henle mencapai
bagian medula dari ginjal yang tinggi hipertonisnya dalam perbandingan dengan
filtrasi. Pada bagian tubulus henle yang asenden sodiuem direabsorbsi ke
interstitium, tapi tubulus tidak permiabele untuk penggeseran air baik masuk atau
keluar dari tubulus. Regulasi komposisi elektrolit tubuh yang tepat terjadi pada
segmen tubulus distal, tergantung pada konsentrai elektrolit yang tersedia untuk selsel tubulus pada urine promotif dan konsentrasi bahan-bahan itu pada interstitium,
sel-sel tubulus mengekresikan atau terus mereabsorbsi elektrolit ke urine.

3. Fungsi ginjal dalam pengaturan asam basa


Ginjal turut mengatur asam basa bersama dengan sistem dapar paru dan cairan
tubuh dengan mengekresikan asam dan mengatur penyimpanan dapar cairan tubuh.
Ginjal merupakan satu-satunya organ untuk membuang tipe-tipe asam tertentu dari
tubuh yang dihasilkan oleh metabolisme protein, seperti asam sulfat dan fosfat.
Pengaturan keseimbangan asam basa dihasilkan oleh ginjal melalui regenerasi atau
ekresi ion bikarbonat pada tubulus proksimal. Pada keadaan asidosis baik karena
metabolik (bila fungsi ginjal tidak terganggu) atau respiratori gnjal mengekresi ion
hidrogen dan mengkonservasi ion-ion bikarbonat. Pada waktu alkalosis terjadi efek
yang sebaliknya yaitu konservasi ion-ion hidrogen.

Pengaturan Konsentrai Ion Hidrogen Oleh Ginjal


Ginjal mengatur konsentrasi ion hidrogen terutama dengan meningkatkan atau
menurunkan konsentrasi ion bikarbonat di dalam cairan tubuh.

a. Sekresi ion hidrogen oleh tubulus.


Sel epitel tubulus proksimal, tubulus distal, ubulus kongens, semuanya
mengekresi ion hidrogen ke dalam cairan tubulus. Proses sekresi mulai dari
karbondioksida di dalam sel epitel tubulus dibawah pengaruh suatu enzim
(karbonat ahidrase) bergabung dengan air untuk membentuk asam karbonat dan
kemudian berdisosiasi menjadi ion bikarbonat dn ion hidrogen. Kemudian ion
hidrogen disekresikan dengan transpor aktif melalui batas lumen membran sel
ke dalam tubulus. Di dalam kongens sekresi ion hidrogen dapat terus
berlangsung sampai konsentrai ion hidrogen di dalam tubulus menjadi 900 kali
di dalam cairan ekstra sel atau dengan kata lain sampai ph cairan tubulus turun
menjadi kira-kira 4,5 yang menunjukkan batas kemampuan epitel tubulus untuk
mengekresikan ion hidrogen.

b. Pengaturan sekresi ion hidrogen oleh konsentrasi karbondioksida dalam cairan


ekstra sel.
Reaksi kimia untuk sekresi ion hidrogen dimulai dengan karbondioksida oleh
karena itu faktor apapun yang meningkatkn konsentrasi karbondioksida dalam
cairan ekstra sel, juga meningkatkan sekresi ion hidrogen. Pada konsentrasi
normal kecepatan kecepatan sekresi ion hidrogen adalah kira-kira 3,5
milimol/menit.
c. Interaksi ion bikarbonat dengan ion hidrogen dalam tubulus reabsorbsi ion
bikarbonat.

d. Kecepatan normal filtrasi ion bikarbonat dan sekresi ion hidrogen ke dalam
tubulus filtras ion bikarbonat terhadap ion hidrogen.

4. Fungsi ginjal dalam pembentukan sel darah merah


Produksi atau eritrosit dikendalikan oleh ginjal. Eritroprotoen adalah hormon yang
dikeluarkan oleh ginjal. Eritroprotoen merangsang sum-sum tulang untuk
menghasilkan sel darah merah. Dari percobaan-percobaan diduga bahwa

eritroprotoen ini mungkin dibantu oleh sel-sel juxtaglomelar, sel-sel yang terletak di
dalam dinding pembuluh-pembuluh arterial dekat dengan glomerulus.

2. Ureter

Ureter muncul sebagai perpanjangan dari pelvis renalis yang


bermuara ke kandung kemih pada suatu daerah tribone. Air
kemih disekresikan oleh ginjal dialirkan ke vesika urinaria
(kandung kemih melalui ureter).
Ureter terdiri dari 2 saluran pipa masing masing
bersambung melalui ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria) panjangnya kira-kira
25-30 cm dengan penampang + 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga
abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis. Dinding ureter terdiri atas tiga
lapisan yaitu lapisan mukosa, otot polos dan jaringan fibrosa.

Fungsi ureter : Menyalurkan urine dari ginjal ke kandung kemih. Dimana yang
berperan adalah dinding ureter, kerena pada lapisan dinding ureter menimbulkan
gerakan-gerakan peristaltik dalam 5 menit sekali yang akan mendorong air kemih
masuk ke dalam kandung kemih.

3. Vesika Urinaria

Kandung kemih terletak dibelakang simpisis


pubis merupakan penampung urine. Selaput
mukosa berbentuk lipatan yang disebut rugae
(kerutan) yang disertai dengan dinding otot yang
elastis dapat mencembungkan kandung kemih
yang sangat besar dan menampung jumlah urine
yang banyak. Kandung kemih mendapat inervasi baik dari sistem simpatik parasimpatik

sedang

ureter

hanya

mendapat

serabut

dari

sistem

saraf

simpatik.

Kandung kemih berbentuk seperti kerucut. Bagian-bagiannya ialah verteks, fundus dan
korpus. Bagian verteks adalah bagian yang meruncing kearah depen dan berhubungan
dengan ligamentum vesika umbilikus medius. Bagian fundus merupakan bagian yang
menghadap kearah belakang dan bawah. Bagian korpus berada diantara verteks dan
fundus. Bagian fundus terpisah dari rektum oleh spasium rektovesikula yang terisi oleh
jaringan ikat, duktus deferens, vesikula seminalis. Dinding kandung kemih terdiri dari
tiga lapis otot polos dan selapis mukosa yang berlipat-lipat. Pada dinding belakang
lapisan mukosa, terlihat bagian yang tidak berlipat daerah ini disebut trigonum liestaudi.

4.

Uretra

Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada


kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih
keluar dan juga untuk menyalurkan air kemih keluar dan
juga untuk menyalurkan semen. Pada laki-laki uretra
berkelok-kelok, menembus prostat, kemudian melewati
tulang pubis, selanjutnya menuju penis. Oleh karena itu
pada laki-laki uretra dibagi menjadi 3 bagian, yaitu pars
proetalika, pars membranosa dan pars kavermosa. Muara uretra kearah dunia luar
disebut

meatus.

Pada perempuan, uretra terletak di belakang simfisis pubis, berjalan miring, sedikit
keatas, panjangnya + 3-4 cm. Lapisan uretra wanita terdiri dari tunika muskularis
(sebelah luar), lapisan spongeosa yang merupakan fleksus dari vena-vena dan lapisan
mukosa (lapisan sebelah dalam). Muara uretra pada perempuan terletak disebelah atas
vagina, antara klitoris dan vagina. Uretra pada perempuan hanya berfungsi sebagai
saluran saluran ekskretori.

C. Mekanisme pembentukan urine


Proses pembentukan urine diawali dengan masuknya darah melalui vas aferen ke dalam
glomerolus dan keluar melalui vas aferent. Bagian yang menyerupai bentuk batang yang

terdiri dari tubulus konturtus proksimal, ansa henle, tubulus kontortus distal, tubulus
koligentis.
Pada bagian-bagian batang ini terjadi proses sebagai berikut :
a. Filtrasi
Proses filtrasi terjadi pada glomerolus karena permukaan aferen lebih besar dari pada
permukaan eferen. Ha ini dapat mengakibatkan terjadinya penyaringan darah. Pada
proses ini yang tersaring adalah bagian cair dari darah kecuali protein. Selanjutnya cairan
tersebut seperti air, glukosa, natrium, korida, sulfat dan bikarbonat. Ditampung oleh
simpai gowmen yang selanjutnya diteruskan ke tubulus-tubulus ginjal. Yang berperan
dalam penyaringan molekul-molekul di atas adalah tekanan hidrostatik (TH) dan tekanan
osmotik (TO).
Laju dimana filtrat dibentuk disebut laju filtrasi glomerulus (LFG). Pada orang sehat
jumlah pembentukan filtrat permenit adalah 125 ml. Faktor klinis utama yang
mempengaruhi LFG adalah TH darah dan TO filtrat. Karena pengaruh TH terhadap LFG,
ginjal sudah lama diduga mempunyai fungsi homeostatis tekanan darah sistemik. Kita
tahu bahwa LFG relatif stabil karena arteri aferan menyesuaikan diameternya sebagai
respon terhadap tekanan darah yang datang kedalamnya.

b. Reabsorbsi
Proses reabsorbsi terjadi pada tubulus tubulus ginjal. Disini terjadi penyerapan kembali
dari sebagian air, glukosa, natrium, klorda, sulfat bikarbonat dan beberapa ion bikarbonat.
Pada tubulus ginjal bagian atas terjadi proses pasif (reabsorbsi obligatori), sedangkan
pada tubulus ginjal bawah terjadi proses aktif (fakultatif) yang menyerap kembali natrium
dan ion bikarbonat bila diperlukan.

c. Sekresi
Sisa penyerapan/hasil reabsorbsi akan dialirkan ke piala ginjal (pelvis renalis) selanjutnya
ke papila renalis.

D. Mekanisme Miksi / BAK

Fisiologi miksi dan dasar fisiologi kelainan pada proses berkemih ini masih banyak
menimbulkan ketidakpastian. Berkemih pada dasarnya merupakan refleks spinal yang akan
difasilitasi dan dihambat oleh pusat-pusat susunan saraf yang lebih tinggi, seperti defekasi,
kasilitasi dan inhibisi bersifat volunter.

Urine yang memasuki vesika tidak begitu meningkatkan tekanan intravesika sampai telah
terisi penuh. Selain itu, sepert juga jenis otot polos lainnya otot vesika memiliki sifat plastis,
bila diregang ketegangan yang mula-mula timbul tidak akan dipertahankan. Hubungan
anatara takanan intravesilukar dan volume vesikula dapat dipelajari dengan catatan tekanan
saat vesika diisi oleh air atau udara dengan penambahan 50 ml setiap kali (sistometri).
Selama proses berkemih, otot-otot perineum dan spingter uretra eksterna relaksasi. Otot
detrussor berkontraksi dan urine akan mengalir melalui uretra. Susunan otot polos pada
kedua uretra ternyata tidak memegang peran pada proses berkemih dan fungsinya yang
utama mungkin untuk mencegah refluks semen kedalam vesika selama ejakulasi.
Mekanisme awal yang menimbulkan proses miksi volunter belum diketahui dengan pasti.
Salah satu peristiwa awal ialah relaksasi otot-otot dasar panggul dan hal tu mungkin
menimbulkan tarikan ke bawah yang cukup besar pada otot detrusor untuk merangsang
kontraksi. Kontraksi otot-otot perinium dan spingter eksterna dapat dilakukan secara volunter,
sehingga mencegah urine untuk mengalir melewati uretra atau menghentikan aliran urine saat
sedang berkemih. Melalui proses belajar seorang dewasa dapat mempertahankan kontraksi
spingter eksterna sehingga mampu menunda berkemih sampai saat yang tepat. Setelah
berkemih, urine di uretra wanita akan dikeluarkan oleh pengaruh gravitasi urine sisa di uretra
pria dikeluarkan oleh beberapa kontraksi m. bulbokarerhosa.

E. Persyarafan Kandung Kemih


Persyarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus yang berhubungan dengan medula
spinalis melalui fleksus sakralis, terutama berhubungan dengan medula spinalis segmen S2
dan S3. berjalan melalui nervus peptikus ini adalah serat saraf sensorik dan serat saraf
motorik.
Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah saraf parasimpatis. Serat ini
erakhir pada sel ganglion yang terletak dalam dinding kandung kemih. Saraf post ganglion

pendek kemudian mempersarafi otot detrusor. Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe
persarafan lain yang penting untuk fungsi kandung kemih. Yang terpenting adalah serat otot
lurik yang berjalan melalui nervus pudiental menuju spingter eksternus kandung kemih. Ini
adalah serat saraf somatik yang mempersarafi dan mengontrol otot lurik pada spingter. Juga,
kandung kemih menerima saraf simpatis dari pangkalan simpatis melalui nervus,
hipogastrikus, terutama berhubungan dengan segmen L2 medula spinalis. Serat saraf simpatis
ini mungkin terutama merangsang pembuluh darah dan sedikit mempengaruhi kontraksi
kandung kemih.

F. Refleks Berkemih
Selama kandung kemih terisi, banyak yang menyertai kontraksi berkemih mulai tampak
seperti yang diperlihatkan oleh gelombang tajam dengan garis putus putus. Keadaan ini
disebabkan oleh reflek peregangan yang dimulai oleh resertor regang sensorik pada dinding
kandung kemih. Khususnya oleh reseptor pada uretra posterior, ketika daerah ini terisi urine
pada tekanan kandung kemih yang lebih tinggi. Sinyal sensori dari reseptor regangan
kandung kemih dihantarkan ke segment sakral medula spinalis melalui nervus pelvikus ddan
kemudian secara reflek kembali kandung kemih melalui sistem saraf parasimpatis melalui
saraf yang sama.
Ketika kadung kemih hanya terisi sebagian, kontraksi berkemih ini biasanya secara spontan
berelaksasi setelah beberapa detik, otot detruson berhenti berkontraksi dan tekanan turun
kembali ke garis basal karena kandung kemih menjadi bertambah sering dan menyebabkan
kontraksi otot detrusos lebih kuat.
Sekali refleks berkemih mulai timbul, reflek ini akan menghilang sendiri. Artinya
kontraksi awal kandung kemih selanjutnya akan mengaktifkan reseptor regangan untuk
menyebabkan peningkatan selanjutnya pada impuls sensorik ke kandung kemih dan uretra
posterior, yang menimbulkan peningkatan reflek kontraksi kandung kemih lebih lanjut; jadi,
siklus ini berulang dan berulang lagi sampai kandung kemih mencapai kontraksi yang kuat.
Kemudian, setelah beberapa detik sampai lebih dari semenit, reflek yang menghilang sendiri
ini mulai melemah dan siklus regeneratif dari refleks miksi itu berhenti, menyebabkan
kandung kemih berelaksasi.

Jadi, refleks berkemih adalah suatu siklus tunggal lengkap dari (1) peningkatan tekanan yang
cepat dan progresif, (2) periode tekanan dipertahankan, dan (3) kembalinya tekanan ke tonus
basal kandung kemih.
Sekali refleks berkemih terjadi tetapi tidak berhasil mengosongkan kandung kemih, elemen
saraf dari reflek ini biasanya tetap dalam keadaan terinhibisi selama beberapa menit sampai
satu jam atau lebih sebelum refleks berkemih lainnya terjadi. Karena kandung kemih menjadi
semakin

terisi,

refleks

berkemih

menjadi

semakin

sering

dan

semakin

kuat.

Sekali refleks berkemih menjadi cukup kuat, hal ini juga menimbulkan refleks lain, yang
berjalan melalui nervus pudendalke sfingter eksternus untuk menghambatnya. Jika inhibisi
ini lebih kuat dalam otak dari pada sinyal konstriktor volunter ke sfingter eksterna,
berkemihpun akan terjadi. Jika tidak, bekemih tidak akan terjadi sampai kandung kemuh
menjadi kuat.

G. Perangsangan atau penghambatan berkemih oleh otak


Refleks berkemih adalah refleks medulla spinalis yang seluruhnya bersifat autonomi, tetapi
dapat dihambat atau dirangsang oleh pusat dalam otak. Pusat-pusat ini antara lain ;
(1) pusat perangsang dan penghamabt kuat dalam batang otak, terutama terletak di pons, dan
(2) Beberapa pusat yang terletak di korteks serebral yang terutama bekerja sebagai
penghambat tetapi dapat menjadi perangsang.
Refleks berkemih merupakan dasar penyakit penyebab terjadinya berkemih, tetapi pusat yang
lebih tinggi normalnya memegang peranan sebagai pengendali akhir dari berkemih sebagai
berikut :
1. Pusat yang lebih tinggi menjaga secara parsial pengamatan refleks berkemih kecuali jika
peristiwa berkemih yang dikehendaki.
2. Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah berkemih, bahkan jika refleks berkemih timbul,
dengan membuat kontraksi tonik terus menurus pada sfingter eksternus kandung kemih
sampai mendapatkan waktu yang tepat untuk berkemih.
3. Jika tiba waktu untuk berkemih, pusat kortikal dapat merangsang pucat bermih sakral
untuk membantu mencetuskan refleks berkemih dan dalam waktu bersamaan
menghambat sfingter eksternus kandung kemih sehingga peristiwa berkemih dapat terjadi.

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Chystitis adalah inflamasi kandung kemih yang disebabkan oleh infeksi bakteri (biasanya
virus escherichia coli) yang menyebar dari uretra atau karena respon alergik atau akibat
iritasi mekanis pada kandung kemih (Sloane, 2004).

Chystitis juga merupakan inflamasi kandung kemih yang paling sering disebabkan oleh
infeksi asenden dari uretra, dimana ada aliran balik urin dari uretra ke dalam kandung kemih
(refluks uretrovesikal). (Baughman & Hackley, 2003).

Chystitis atau radang kandung kemih lebih sering terdapat pada wanita daripada pria, karena
dekatnya muara uretra dan vagina dengan daerah anal. (Tambayong, 2004)

B. Klasifikasi
Cystitis dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Tipe infeksi
Disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit
2. Tipe non infeksi
Disebabkan oleh bahan kimia, radiasi, dan interstisial (tidak diketahui penyebabnya /
ideopatik)

C. Etiologi
Etilologi cysitisis akibat infeksi yaitu :
1. Bakteri
Kebanyakan berasal dari bakteri Escherichia coly yang secara normal terletak pada
gastrointestinal. Pada beberapa kasus infeksi yang berasal dari uretra dapat menuju ginjal.
Bakteri lain yang bisa menyebabkan infeksi adalah Enterococcus, Klebsiella, Proteus,
Pseudomonas, dan Staphylococcus

2. Jamur
Infeksi jamur, penyebabnya misalnya Candida
3. Virus dan parasite
Dalam vagina, juga dapat berada dalam urine
Etiologi cystitis yang non infeksi biasanya terjadi karena :
1. Paparan bahan kimia, contohnya obat obatan (misalnya, Cyclophosphamide (Cytotaxan,
Procycox)
2. Radio terapi
3. Reaksi imunologi
Penyebab lain dari cystitis belum dapat diketahui. Tapi ada penelitian yang menyatakan
bahwa cystitis bisa disebabkan tidak berfungsinya epitel kandung kemih untuk menyimpan
urine yang menyebabkan adanya kebocoran pada lapisan dalam kandung kemih.

D. Manifestasi Klinis

1. Disuria
2. Rasa panas seperti terbakar saat kencing
3. Ada nyeri pada tulang punggung bagian bawah
4. Urgensi (rasa terdesak saat kencing)
5. Nocturia (cenderung sering kencing pada malam hari akibat penurunan kapasitas
kandung kemih)
6. Pengosongan kanding kemih yang tidak sempurna
7. Inkontininsia
8. Nyeri suprapubik
9. Darah dalam urin (hematuria)
10. Kotor atau bau urin kuat
11. Retensi, yaitu suatu keadaan penumpukan urin di kandung kemih dan tidak mempunyai
kemampuan untuk mengosongkannya.

E. Pathway
Infeksi
(bakteri, jamur, virus, parasit)

Non infeksi
(bahan kimia, radiasi, interstisial)

Hematogen, lympogen, eksogen (pemasangan kateter)

Melekat pada sel uroepitelial


Kolonisasi bakteri
Kolonisasi di periuretral
Masuk ke vesika urinaria

Merobek lapisan glycoprotein munclayer di mukosa urinaria

Kolonisasi dipermukaan mukosa vesika urinaria


Menembus epitel

Spasme otot polos vesika urinaria terganggu

RR

Sulit relaksasi

MK :
Nyeri

Leukosit

Kontraksi spasme otot polos terus menerus

Urine sedikit-sedikit keluar

vesika urinaria tidak kuat menampung urine

MK: Gg.Eliminasi Urine : Inkontinensia

Demam

MK : Resti Infeksi

Distensi kandung kemih

BAK sering

Metabolisme

MK : Gg. Citra Diri

F. Patofisiologi
Faktor-faktor utama dalam pencegahan infeksi saluran kemih adalah integritas jaringan dan
suplai darah. Retak dari permukaan lapisan jaringan mukosa memungkinkan bakteri masuk
menyerang jaringan dan menyebabkan infeksi. Pada kandung kemih suplai darah ke jaringan
bisa berkompromi bila tekanan di dalam kandung kemih meningkat sangat tinggi
(Tambayong, 2004). Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui :
1. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat terdekat saluran kemih yang
terinfeksi.
2. Hematogen yaitu penyebaran mikroorganisme patogen yang masuk melalui darah yang
terdapat kuman penyebab infeksi saluran kemih yang masuk melalui darah dari suplai
jantung ke ginjal.
3. Limfogen yaitu kuman masuk melalui kelenjar getah bening yang disalurkan melalui
helium ginjal.
4. Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.
Menurut Tiber (2003), agen infeksi kebanyakan disebabkan oleh bakteri E. coly. Tipikal ini
berada pada saluran kencing dari uretra luar sampai ke ginjal melalui penyebaran hematogen,
lymphogendan eksogen. Tiga faktor yang mempengaruhi terjadnya infeksi adalah virulensi
(kemampuan untuk

menimbukan penyakit) dari organisme, ukuran dari jumlah

mikroorganisme yang masuk dalam tubuh, dan keadekuatan dari mekanisme pertahanan
tubuh. Terlalu banyaknya bakteri yang menyebabkan infeksi dapat mempengaruhi
pertahanan tubuh alami pasien. Mekanisme pertahanan tubuh merupakan penentu terjadinya
infeksi, normalnya urin dan bakteri tidak dapat menembus dinding mukosa bladder. Lapisan
mukosa bladder tersusun dari sel-sel urotenial yang memproduksi mucin yaitu unsur yang
membantu mempertahankan integritas lapisan bladder dan mencegah kerusakan serta
inflamasi bladder. Mucin juga mencegah bakteri melekat pada selurotelial. Selain itu pH
urine yang asam dan penurunan/kenaikan cairan dari konstribusi urin dalam batas tetap,
berfungsi untuk mempertahankan integritas mukosa, beberapa bakteri dapat masuk dan
sistem urin akan mengeluarkannya.

Bentuk anatomi saluran kencing, keduanya mencegah dan merupakan konstribusi yang
potensial untuk perkembangan UTI (Urinary Tract Infection). Urin merupakan produk
yang steril, dihasilkan dari ultrafiltrasi darah pada glumerolus dari nepron ginjal, dan
dianggap sebagai sistem tubuh yang steril. Tapi uretra merupakan pintu masuk bagi
pathogen yang terkontaminasi. Selain itu pada wanita 1/3 bagian distal uretra disertai
jaringan periuretral dan vestibula vaginalis banyak dihuni bakteri dari usus karena letak
anus tidak jauh dari tempat tersebut. Kolonisasi basi pada wanita di daerah tersebut diduga
karena perubahan flora normal dari daerah perineum, berkurangnya antibody normal, dan
bertambahnya daya lekat oeganisme pada sel spitel pada wanita. Cystitis lebih banyak pada
wanita dari pada laki-laki, hal ini karena uretra wanita lebih pendek dan lebih dekat dengan
anus. Mikroorganisme naik ke bledder pada waktu miksi karena tekanan urine. Dan selama
miksi terjadi refluks ke dalam kandung kemih setelah mengeluarkan urine.

G. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Urinalis
Ketika infeksi terjadi, memperlihatkan bakteriuria, WBC (White Blood Cell), RBC
(Red Blood Cell) dan endapan sel darah putih dengan keteribatan ginjal.
2. Tes sensitifitas

Banyak mikroorganisme sensitif terhadap antibiotik dan antiseptik

berhubungan dengan infeksi berulang.


3. Culture

Mengidentifikasi bakteri

b. Pemeriksaan diagnostik
1. Sinar X ginjal, ureter dan kandung kemih mengidentifikasi anomaly struktur nyata.
2. Mikroskopis : Satu bakteri lapangan pandang minyak emersi, 102-103 organisme
koliform/ml urine plus piuria.
3. Tes kimiawi : Tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji carik.

H. Komplikasi
1. Obtruksi dan penyebaran infeksi penyumbatan saluran karena trauma, tumor, infeksi dan
atrofi.
2. Kerusakan ginjal sehingga dapat menyebabkan gagal ginjal.
3. Reccurent ISK terjadi infeksi kembali biasanya dengan bakteri yang sama.
4. Vesicolithiasis : Karena obstruksi calculi.
5. Nefrolitihiasis : Obstruksi calculi.
6. Hidronefrosis : Distensi pelvis dan kaliksrenalis oleh urine karena penyumbatan urine
balik ke ginjal menimbulkan edema.
7. Urinary incontinence : Ketidakmampuan mengendalikan fungsi ekskretorik karena
mobilitas berlebih leher kandung kemih dan uretra.
8. Insusifiensy ginjal : Fungsi ginjal terganggu.
9. Refluks vesicouretal : Aliran urine kembali ke ginjal

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari cystitis tipe infeksi adalah :
1. Minum banyak cairan untuk mengeluarkan bakteri yang ada dalam urine.
2. Pemberian antibiotik oral selama 3 hari, jika infeksinya kebal AB 7 10 hari.
3. Atropine untuk meringankan kejang otot.
4. Fenazopridin untuk mengurangi nyeri.
5. Membuat suasana air kemih menjadi basa yaitu dengan meminum baking soda yang di
larutkan dalam air.
6. Pembedahan, bila ada sumbatan aliran kemih atau kelainan struktur.
Penatalaksanaan pada cystitis tipe noninfeksi :
1. Meningkatkan intake cairan 2 3 liter/hari.
2. Kaji haluan urine terhadap perubahan warna, bau, dan pola berkemih, masukan dan
haluaran setiap 8 jam serta hasil urinalisis ulang.
3. Bersihkan daerah perineum dari depan ke belakang.
4. Hindari sesuatu yang membuat iritasi, contoh : celana dalam dari nylon.
5. Istirahat dan nutrisi adekuat.

6. Kosongkan kandung kemih segera setelah merasa ingin BAK.


Terapi obat untuk cystitis
Drug / obat

Dosis

Quinolones

Intervensi keperawatan

400 mg di minum

norfloxacin

Menghindari hidangan yang Quinolones


mengandung

PO x 3, 7 atau 10

(noroxin)

hari

Rasional

kafein

memperhatikan

klien

dan memperpanjang
yang paruh

telah menerima theophylline.


Hindari

Ciprofloxacin

250 mg di minum

(cipro)

PO x 3 , 7 atau 10

mengandung

hari

dan magnesium.

umur

cafein

dan

theophylline

yang Aluminium

dan

aluminium magnesium

bertentangan

antacid

dengan penyerapan obat

Beri dengan makanan atau


susu
100 mg 4 Monitor untuk gejala seperti Nitrofuration

Nitrofuration

dapat

(Macrodantin,

hari sekali PO x influenza pada klien lanjut usia

menyebabkan iritasi GI

Nephronex,

7 10 hari

dan pada klien dengan masalah

: Makanan atau susu

paru - paru

membantu

Novofuran)
tidur PO x 6

penurunan

masalah ini
Interstisial pneumonitis

bulan

merupakan kasus yang


setelah coitus

jarang

terjadi

pada

klien

yang

peka

terhadap nitrofurantoin
Trimetroprim

Sediakan masukan cairan yang Sulfa

sulfamethoxazole

sebelum

(bactrim, Septra,

PO 1 dosis

tidur cukup dan menghindari asam

Apo-Sulfatrim
roubac)

ascorbich
klorit,

dan
yang

diminum PO x 3 mengasamkan urine


, 7 atau 10 hari

ammonium
akan

mempunyai

kecenderungan
mengkristal,
pada

untuk
terutama

keasaman

atau

konsentrasi urine
Alergi

sulfa

umum

terjadi pada klien ini

setelah coitus

atau DF berarti
double-strength
sebesar 160/800
mg
Amoxicillin

/ 250 mg tiap 8 jam Berikan perhatian pada klien Augmentin

dapat

asam clavulanich sekali PO x 7-10 dengan asma, defisiensi G6Pd,

menyebabkan iritasi GI

(augmentin,

hari

dan alergi yang lain

clavulin)

bantuan

dapat

makanan

menurunkan

problem ini
Kedua 250 mg dan 500
mg tablet mengandung
125

mg

asam

cluvulanic

Cephalosporins :

menggantikan Cross-

Jangan

sensitivitas

Cefuroxime

jam Po x 3 , 7

separo dari 500 mg tablet

dengan penisilin secara

(Ceftin)

atau 10 hari

untuk 250 mg tablet

umum

tidur PO x 1
dosis

Tanyakan tentang riwayat Peningkatan


apakah ada alergi penisilin

penyerapan

Beri dengan makanan

makanan

Phenazopyridine

100200 mg 3 hari

Beri dengan makanan

(pyridium,

sekali PO x 2 atau

Memberitahu klien urine

phenzo,

3 hari sampai nyeri

akan

pyronium)

sembuh

menjadi merah atau kuning

berubah

bahwa

obat

pada

klien

merupakan

anestetik mukosa urine

Perubahan warna urine


normal terjadi

Informasikan

makanan

mengurangi distress GI

warna

keruh

Bantuan

pada

Klien

boleh

minum

obat seperti antibiotic

J. Prinsip Etik Keperawatan


1. Respect (Hak untuk dihormati)
Perawat harus menghargai hak-hak pasien/klien.
2. Autonomy (hak pasien memilih)
Hak pasien untuk memilih treatment terbaik untuk dirinya.
3. Beneficence (Bertindak untuk keuntungan orang lain/pasien)
Kewajiban untuk melakukan hal tidak membahayakan pasien/ orang lain dan secara aktif
berkontribusi bagi kesehatan dan kesejahteraan pasiennya.
4. Non-Maleficence (utamakan-tidak mencederai orang lain)
Kewajiban perawat untuk tidak dengan sengaja menimbulkan kerugian atau cidera.
Prinsip : Jangan membunuh, menghilangkan nyawa orang lain, jangan menyebabkan
nyeri atau penderitaan pada orang lain, jangan membuat orang lain tidak berdaya dan
melukai perasaaan orang lain.
5. Confidentiality (hak kerahasiaan)
Menghargai kerahasiaan terhadap semua informasi tentang pasien/klien yang
dipercayakan pasien kepada perawat.
6. Justice (keadilan)
Kewajiban untuk berlaku adil kepada semua orang. Perkataan adil sendiri berarti tidak
memihak atau tidak berat sebelah.
7. Fidelity (loyalty/ketaatan)
Kewajiban untuk setia terhadap kesepakatan dan bertanggungjawab terhadap
kesepakatan yang telah diambil.
Era modern, pelayanan kesehatan : Upaya Tim (tanggung jawab tidak hanya pada
satu profesi). 80% kebutuhan pt dipenuhi perawat.
Masing-masing profesi memiliki aturan tersendiri yang berlaku.
Memiliki keterbatasan peran dan berpraktik dengan menurut aturan yang disepakati.
8. Veracity (Truthfullness & honesty)
Kewajiban untuk mengatakan kebenaran.
Terkait erat dengan prinsip otonomi, khususnya terkait informed-consent.
Prinsip veracity mengikat pasien dan perawat untuk selalu mengutarakan kebenaran.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CYSISTIS
I.

Pengkajian
1. Pemerikasaan fisik: Dilakukan secara head to toe dan sistem tubuh
2. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko:

Adakah riwayat infeksi sebelumnya?

Adakah obstruksi pada saluran kemih?

3. Adanya factor yang menjadi predisposisi pasien terhadap infeksi nosokomial.

Bagaimana dengan pemasangan kateter ?

Imobilisasi dalam waktu yang lama.

Apakah terjadi inkontinensia urine?

4. Pengkajian dari manifestasi klinik infeksi saluran kemih

Bagaimana pola berkemih pasien? untuk mendeteksi factor predisposisi


terjadinya ISK pasien (dorongan, frekuensi, dan jumlah)

Adakah disuria?

Adakah urgensi?

Adakah hesitancy?

Adakah bau urine yang menyengat?

Bagaimana haluaran volume urine, warna (keabu-abuan) dan konsentrasi


urine?

Adakah nyeri-biasanya suprapubis pada infeksi saluran kemih bagian bawah

Adakah nyeri pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi saluran kemih


bagian atas

Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas.

5. Pengkajian psikologi pasien:

Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan yang


telah dilakukan? Adakah perasaan malu atau takut kekambuhan terhadap
penyakitnya.

II.

Analisa Data
Ds

Do

Klien mengatakan nyeri di abdomen -

Leukosit : 14.000

bagian bawah

Nadi

: 88 x/mnt

seperti -

Suhu

: 38,8oC

(setelah -

Urine

: bakteri penuh, keruh

HB

: 11 gr/dl

BJ Urine : 1030

Spasme pada area kandung kemih

Klien
terbakar

mengatakan
saat

bersenggama)

III.

panas
BAK

Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra,
kandung kemih dan struktur traktus urinarius lain.
2. Penyebaran Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran kemih.
3. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.

IV.

Intervensi
Dx

Intervensi

1. Nyeri

dan

ketidaknyamanan

Rasional

1. Pantau

haluaran

urine 1. Untuk

terhadap perubahan warna,

indikasi

penyimpangan dari hasil

berhubungan

dengan

bau

inflamasi

infeksi

masukan dan haluaran setiap

kemih

8 jam dan pantau hasil 2. membantu

traktus

urinalisis ulang.

uretra,
dan

dan

kandung
struktur

urinarius lain.

mengidentifikasi

dan

2. Catat

pola

berkemih,

intensitas

lamanya

skala

T).

obstruksi

pijatan

punggung,

lingkungan istirahat.
4. Bantu

relaksasi,

menurunkan tegangan otot.

kembali

mengarahkan
perhatian

dorong

dan

untuk relaksasi otot.


5. untuk

atau

dan

penyebab nyeri

4. membantu

3. Berikan tindakan nyaman,


seperti

mengevaluasi

(1-10) 3. meningkatkan

penyebaran nyeri (P Q R S

atau

yang diharapkan.

tempat

lokasi,

kemajuan

mencegah

kontaminasi uretra

penggunaan nafas berfokus.


5. Berikan perawatan perineal.
Kolaborasi :
Berikan

analgesik

kebutuhan

dan

sesuai

sehingga

mengurangi

dan 1. Memberikan

informasi

evaluasi

berhubungan
adanya

bakteri

saluran kemih

dengan
pada

1. Awasi

pemasukan

pengeluaran

karakteristik

urin
2. Dorong

nyeri
nyeri.

keberhasilannya.
2. Penyebaran Infeksi yang

Analgesik memblok lintasan

tentang fungsi ginjal dan


adanya komplikasi

klien

meningkatkan

untuk 2. Peningkatan
pemasukan

cairan
3. Kaji keluhan kandung kemih

BAK

membilas bakteri
3. Retensi urin dapat terjadi
menyebabkan

distensi

penuh

jaringan

4. Awasi

pemeriksaan

laboratorium;

(kandung

kemih/ginjal)

elektrolit, 4. Pengawasan

BUN,

kreatinin

terhadap

disfungsi ginjal

(KOLABORASI)
3. Kurangnya
tentang

pengetahuan
kondisi,

prognosis, dan kebutuhan


pengobatan berhubungan

1. Kaji

ulang

pengetahuan

1. Memberikan pengetahuan

penyakit dan harapan yang

dasar dimana pasien dapat

akan datang.

membuat

2. Berikan informasi tentang:


infeksi,

tindakan

pilihan

beradasarkan informasi.

dengan kurangnya sumber

sumber

informasi.

untuk mencegah penyebaran,

diharapkan

jelaskan

mengurangi ansietas dan

pemberian

antibiotik,

pemeriksaan

diagnostik:

Tujuan,

2. Pengetahuan

apa

yang
dapat

membantu
mengembangkan

gambaran singkat, persiapan

kepatuhan klien terhadap

yang

rencana terapetik.

dibutuhkan

pemeriksaan,

sebelum
perawatan

sesudah pemeriksaan.
3. Pastikan pasien atau orang
terdekat

telah

menulis

perjanjian untuk perawatan


lanjut dan instruksi tertulis
untuk

perawatan

pemeriksaan.

sesudah

3. Instruksi

verbal

dapat

dengan mudah dilupakan.

Got a Urinary Tract Infection? Your Chicken Dinner Could Be to Blame


By Maryn McKenna
July 13, 2012 |

Adrienne LeBeouf recognized the symptoms when they started. The burning and the urge to
head to the bathroom signaled a urinary tract infection, a painful but everyday annoyance that
afflicts up to 8 million American women a year. LeBeouf, who is 29 and works as a medical
assistant, headed to her doctor, assuming that a quick course of antibiotics would send the UTI
on its way.
That was two years ago, and LeBeouf has suffered recurring bouts of cystitis ever since. She is
one of a growing number of women, and some men, who have unknowingly become infected
with antibiotic-resistant versions of E. coli, the ubiquitous intestinal bacterium that is the usual
cause of UTIs.
There is no national registry for drug-resistant infections, and so no one can say for sure how
many resistant UTIs there are. But they have become so common that last year the specialty
society for infectious-disease physicians had to revise its recommendations for which drugs to
prescribe for cystitis -- and many infectious-disease physicians and gynecologists say informally
that they see such infections every week.

Dr. Jehan El-Bayoumi, LeBeoufs physician and an associate professor of medicine at George
Washington University Medical Center, said she has seen "a really significant increase,
especially within the past two to three years."
But the origin of these newly resistant E. coli has been a mystery -- except to a small group of
researchers in several countries. They contend there is persuasive evidence that the bacteria are
coming from poultry. More precisely, coming from poultry raised with the routine use of
antibiotics, which takes in most of the 8.6 billion chickens raised for meat in the U.S. each year.
Their research in the United States, Canada, and Europe (published most recently this month,
in June, and in March) has found close genetic matches between resistant E. coli collected from
human patients and resistant strains found on chicken or turkey sold in supermarkets or collected
from birds being slaughtered. The researchers contend that poultry -- especially chicken, the lowcost, low-fat protein that Americans eat more than any other meat -- is the bridge that allows
resistant bacteria to move to humans, taking up residence in the body and sparking infections
when conditions are right. Touching raw meat that contains the resistant bacteria, or coming into
environmental contact with it -- say, by eating lettuce that was cross-contaminated -- are easy
ways to become infected.
"The E. coli that is circulating at the same time, and in the same area -- from food animal sources,
retail meat, and the E. coli thats causing womens infections -- is very closely related
genetically," said Amee Manges, Ph.D., an associate professor of epidemiology at McGill
University in Montreal who has been researching resistant UTIs for a decade. "And the E. coli
that you recover from poultry meat tends to have the highest levels of resistance. Of all retail
meats, its the most problematic that way."
Policy concern over antibiotic-resistant bacteria -- where they come from and how they affect
human health -- is at a peak right now.
About 80 percent of the antibiotics sold in the United States each year are given to livestock as
"growth promoters" that allow animals to put on weight more quickly, or as prophylactic
regimens that protect against the confined conditions in which they are raised. (That figure, taken
from FDA documents, is not universally accepted; the Animal Health Institute, an industry group,

puts non-human use closer to 28 percent.) For decades, public health and agriculture have been
at loggerheads over the practice. Health officials argue that these uses create resistant bacteria
that move off large-scale farms via wind, water, dust, and in the animals themselves and the meat
they become -- and create difficult-to-treat human infections. Agricultural interests counter that
human infections have far more to do with medical misuse of antibiotics than with farming, and
that the cost of stopping the drugs would be too great for producers to bear.
Previously: You Want Superbugs With That?

The U.S. Food and Drug Administration, which regulates agricultural use of antibiotics, has been
aware for decades of evidence that farm overuse of antibiotics creates resistant human infections,
but has done little to help. In 1977, the agency proposed withdrawing its own approvals for
penicillin and tetracycline use as growth promoters, and the proposal remained on the books
even though the FDA was repeatedly stymied by legislative opposition. Last December, the
agency actually gave up, and announced that it was cancelling its then 34-year-old attempts,
opting instead for a voluntary approach. But this March, and again in June, a district court judge
in New York City ruled the FDA must go through with its original program for re-examining
agricultural antibiotic use, including holding hearings to examine the drugs off-farm effects.
The proposed link between resistant bacteria in chickens and those causing UTIs is not the first
time researchers have traced connections between agricultural antibiotic use and human illness.
But because the UTI epidemic is so large and costly, the assertion that it might be tied to chicken
production has brought renewed attention to the issue.
Investigators have been examining a possible link between growth promoters, chickens, and
human infections since at least 2001, when Manges and others published in the New England
Journal of Medicine an analysis of clusters of UTIs in California, Michigan, and Minnesota. The
striking thing at the time was that the clusters appeared to be outbreaks caused by very similar E.
coli strains that were resistant to the common drug Bactrim. In the United States, one out of
every nine women has a UTI every year. If a single small group of E. coli was causing some
proportion of the infections, that would be alarming -- but it might also offer a clue to defusing

the overall epidemic. Initially, though, the researchers had no idea where the strains were coming
from.
As a follow-up, Manges and other investigators looked for vehicles that might be transporting
particular E. coli strains. That was an unusual challenge, because E. coli is one of the most
common organisms on the planet, with a huge variety residing in the guts of humans and every
warm-blooded animal, and in reptiles and fish as well. The particular subset of strains they
examined are called "ExPEC," for "extra-intestinal pathogenic E. coli" -- that is, E. coli that
escapes the gut to cause illness elsewhere in the body, including in the urinary tract.
ExPECs were already a medical-research concern, because E. coli that moves from the gut into
the bladder may not stay there. Infections that are not treated can climb up to the kidneys and
enter the bloodstream. ExPEC E. coli cause up to 40,000 deaths from sepsis -- the most serious
form of bloodborne bacterial infection -- in the United States each year, and since about 2000,
antibiotic resistance in ExPEC strains has been climbing.
In 2005, University of Minnesota professor of medicine Dr. James R. Johnson published results
of two projects in which he analyzed meat bought in local supermarkets during 1999-2000 and
2001-2003. In both cases, he found resistant ExPEC E. coli strains that matched ones from
human E. coli infections. Other researchers soon found similar matches in meat -- particularly
poultry -- from across Europe, in Canada, and in additional studies from Minnesota and
Wisconsin.
In that research, investigators began to sort out two things. They became convinced that the
resistance pattern could be traced back to animal antibiotic use, because resistance genes in the
bacteria causing human infections matched genes found in bacteria on conventionally raised
meat. And they began to understand that E. colis complexity would make this new resistance
problem a difficult one to solve. The strains that cross to humans via poultry meat "dont
establish themselves as big, successful lineages" of bacteria that would be easy to target, Johnson
said. "But collectively they can cause a lot of infections, because there are just so many of them
and theyre so diverse."

There has been no way, to this point, to prove that a single specific UTI arose from a portion of
meat that in turn came from a single animal given antibiotics. The investigators tracing the
connection acknowledge this is a weakness in their case, but point out that modern medical
ethics do not permit experimenters to deliberately cause infections in healthy humans as a way to
prove a disease risk. What researchers do, in cases like this, is to gather evidence from big
groups of people that shows a disease emerging on a population level -- and based on the
molecular evidence from animals, meat, and humans, they believe they have done so with
ExPEC E.coli from chicken and UTIs.
Not everyone agrees, of course. Dr. Charles Hofacre, professor at the University of Georgias
Center for Food Safety and an officer of the American Association of Avian Pathologists, points
out that while the resistance factors in chicken- and human-associated bacteria resemble each
other, no study has yet proven that a transfer occurs. Antibiotic resistance is so common, Hofacre
said, that "it isnt surprising that genes carried by human E. coli are going to be similar to
resistance genes in chicken E. coli -- or pig E. coli, or salamander E. coli." He adds: "That
doesnt necessarily mean the antibiotic resistance genes in the human came from the salamander,
or the chicken or the pig."
Dr. Randall Singer, of the University of Minnesotas College of Veterinary Medicine, points out
that some recent research suggests that antibiotic resistance genes in E. coli may actually
originate from humans, spreading through sewage into ground and surface waters, and from
there into the environment and livestock. The resistance found in human and poultry E. coli "is a
typical multi-drug resistant pattern that you find all over the world, including in wild animal
populations that have had no exposure to" humans, he said. "To say these genes exist in a person
because of an antibiotic that was given to a chicken is too narrow an interpretation."
On the front lines of medicine, physicians report that they regularly see rising amounts of
resistant infections in patients for whom the resistance has no obvious explanation -- for example,
in patients who have not been treated in a hospital or other health-care facility where antibiotics
might have been overused or misused. Because they are front-line physicians, and not
microbiologists, these doctors do not analyze their patients diets and match their infections to
any animal strains. But when they do perform enough genetic analysis of their patients

infections to be able to tell which drugs will work, they see the same resistance factors in their
patients E. coli that Johnson, Manges, and others have spotted in their research. And for many
of them, the proposed connection between agricultural antibiotic use, resistant animal infections,
and resistant human infections makes intuitive sense. And particularly in the case of the new
outbreaks of UTIs.
"Medicine certainly does contribute to [antibiotic-resistant bacteria], but there have been studies
of other infectious diseases that have implicated animals and antibiotics in propagating certain
types of infections," said Dr. Connie Price, chief of infectious diseases at Denver Health &
Hospital in Colorado. "It makes sense to me that resistant urinary tract infections could
absolutely be one of those."
In Washington, El-Bayoumi said resistant UTIs are common among her patients, describing one
woman whose infection did not respond to the first drug she tried but did to the second, and
another whose infection recurred despite rounds of three different antibiotics before finally
responding to a fourth drug. She has treated LeBeouf for nine recurrences so far without ever
being able to eradicate her multi-drug resistant infection. "It stops for a while, and then it eases
back in," said LeBeouf, who describes losing work hours and sleep time to the nagging pressure
and pain. "We do a urine culture to see what medications will work. Dr. El-Bayoumis at the
point where she is saying, 'I dont know what else we can do.'"
People unlucky enough to contract these infections describe a consistent pattern. They assume
they have an ordinary UTI, go to their doctors for treatment, get a prescription, and feel better for
a few days -- and then are puzzled to find that the same painful symptoms are recurring, and they
have to return to the doctor again.
Because UTIs are such an everyday occurrence, the problem of rising resistance -- along with the
question of where the resistance comes from -- has not been a major priority for medicine. Nor
has tracing the possible cause back to chicken: by the time women realize they need treatment,
they usually have long forgotten when and how they might have been in contact with raw meat,
and their doctors are seldom epidemiologists.

"We tend to dismiss bladder infections as trivial," said Dr. Richard Colgan, an associate
professor at the University of Maryland School of Medicine. "But a woman who gets one -- and
they mostly occur in women -- usually endures symptoms for an average of a week until she can
get treated. She usually has to miss school or work on average of one week. A woman on
average will postpone sexual relations for a week."
The victims are not always women. And the infections are not always uncomplicated. The cost in
the United States of treating UTIs runs more than $1 billion per year, including hospitalizations
for the most serious complications and intermediate care for patients whose infections are
resistant to the easy-to-administer drugs.
There have been a few times, in the past few decades, where disease-causing E. coli crossing to
humans from meat became a national priority. The poster-child case is E. coli O157:H7, which
became notorious after the 1993 Jack-in-the-Box hamburger outbreak in which hundreds were
sickened and three children died; in response, the U.S. Department of Agriculture declared the
O157 strain an adulterant, making it illegal to distribute. But in contrast, it took almost two more
decades -- until September last year -- for other similar strains to be declared adulterants as well.
Researchers who have been tracking the highly resistant E. coli wonder what it will take for
these strains to have their Jack-in-the-Box moment. They cause more illness than O157 -- but in
a diffuse, slow-moving epidemic that even the victims may not know they are part of, like the
current outbreaks of antibiotic-resistant UTIs. And defusing this one will be far more politically
complex, because it will require addressing the economic imperatives that drive farmers to use
antibiotics -- and consumers role in supporting large-scale agriculture as well.
"I see people voting with their feet, buying cheap produce, meat that is less expensive, eggs that
are less expensive," said Dr. Jorge Parada, professor of medicine and infectious disease at Loyola
Universitys Stritch School of Medicine in Chicago. "My personal point of view is, this is
unsustainable in the long run. It has a whole series of side effects that are not negligible, and
antibiotic resistance is important among them."

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Sistitis terjadi karena adanya kuman / bakteri yang masuk kedalam vesika urinaria melalui uretra
dari mikroba yang terkandung dalam urin yang lama tertampung dalam vesika urinaria dan akan
menginfeksi di kandung kemih. Pada wanita lebih cenderung terkena sistitis karena uretra
pendek dibanding pria. Setelah terjadi infeksi akibat dari kuman dalam urine yang tertampung
dalam vesika urinaria akan menyebabkan daerah tersebut meradang dan bisa juga karena kateter
atau adanya trauma dari luar sehingga menyebabkan orang mengalami sistitis seperti perasaan/
dorongan selalu ingin BAK.
Pengenalan penyakit sistitis secara dini dan penanganan yang tepat sangat penting untuk
mencegah kekambuhan infeksi dan kemungkinan komplikasi seperti gagal ginjal atau sepsis.
Tujuan penanganan adalah untuk mencegah infeksi agar tidak berkembang dan menyebabkan
kerusakan renal permanen dan gagal ginjal.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Ni made Sumarwati. Edisi:
3. Jakarta: EGC.
Hidayat, A. Aziz Alimul . (2005). Kebutuhan Dasar Manusia . Jakarta : EGC.
NANDA Internasional. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.
Nursalam, dkk,(2008), Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan, Salemba Medika :Jakarta
Perry, Potter . (2005). Fundamental Keperawatan . EGC : Jakarta.
http://www.onearth.org/article/chicken-dinner-drug-resistant-superbug
http://www.onearth.org/article/chicken-dinner-drug-resistant-superbug?page=2

Anda mungkin juga menyukai