ABSTRAK
151 jenis dari suku Euphorbiaceae yang tercakup dalam 44 marga yang telah selesai diteliti revisinya
di kawasan Malesia, ternyata ada yang jenis-jenisnya mempunyai potensi sebagai obat tradisional.
Lima jenis di antaranya merupakan catatan baru sebagai tumbuhan obat. Potensi obat tersebut antara
lain sebagai obat sakit asma, demam, sakit perut, kencing nanah, sakit gigi, sakit kepala, sebagai racun
ikan dan obat kuat (tonik). Bagian-bagian tumbuhan yang biasa digunakan adalah akar, daun, buah
atau bagian tumbuhan yang mengandung getah beracun. Selanjutnya akan diuraikan informasi yang
lengkap mengenai lima jenis catatan baru tersebut (pertelaan, persebaran, habitat dan ekologi, potensi).
Kata kunci: Euphorbiaceae, potensi, obat.
ABSTRACT
One hundred fifty eight species of Euphorbiaceae belong to 44 genera have been revised in the
Malesian region and they have been used as traditional medicinal plants. Five species of them are new
record as a medicinal plants and they have not mentioned in any publications yet. Those potential
plants can be used to cure asthma, fever, stomach, gonorrhoea, toothache, headache, as a fish poison
and tonic. Parts of plant which can be used as a medicine are root, leaf, fruit, or whole parts of plant
contain toxic latex. The complete information (description, distribution, habitat and ecology, potential)
concerning five new record species will be presented in this paper.
Key words: Euphorbiaceae, potential, medicine.
PENDAHULUAN
Euphorbiaceae merupakan suku terbesar
keempat dari lima suku tumbuhan berpembuluh di
kawasan Malesia yang mewadahi 1354 jenis dari
91 marga (Whitmore,1995). Penelitian taksonomi
marga-marga Euphorbiaceae antara lain dilakukan
oleh Backer & Bakhuizen (1963), Whitmore
(1972), Airy Shaw (1975,1980,1981,1982) dan
lain-lain.
Banyak penelitian yang menggeluti bidang obat-obatan tradisional. Penelitian tersebut
antara lain: Heyne (1950) yang telah mulai merintis
pembuatan buku mengenai De Nuttige Planten van
Indonesie I & II (terjemahan dalam bahasa
Indonesia oleh Departemen Kehutanan: Tumbuhan
Berguna Indonesia I IV) memuat 49 jenis
Euphorbiaceae yang diman-faatkan sebagai bahan
obat-obatan tradisional, kemudian SteenisKruseman (1953) menerbitkan sebuah buku yang
berjudul: Select Indonesian Medicinal Plants yang
memuat 18 jenis, selanjutnya berturut-turut terbit
buku mengenai obat-obatan tradisional yang
berjudul: Materia Medika Indonesia I III: 2 jenis
(Anonim, 1977, 1979), Vademekum Bahan Obat
Alam: 5 jenis (Anonim,1989), buku karangan
Syamsuhidayat & Hutapea (1991): 12 jenis,
Hutapea (1993,1994):17jenis, buku-buku yang
dikeluarkan
dari
Departemen
Kesehatan
(1997,1999): 3 jenis dan Wijayakusuma et al.
(1992): 18 jenis, Medicinal Herb Index in
Indonesia (1995): 127 jenis serta Prosea (1999,
2001, 2003): 80 jenis. Berdasarkan data-data yang
pernah muncul tersebut terkumpul 148 jenis
tumbuhan yang berpotensi sebagai obat tradisional
dari suku Euphorbiaceae.
Indonesia yang umumnya mempunyai
adat istiadat dan budaya yang sangat beragam
karena kekayaan keanekaragaman etniknya,
menyebabkan beberapa masyarakatnya masih
menggunakan obat tradisional dengan memanfaatkan alam sekitarnya, terutama yang hidup di
pedalaman dan terasing. Penggunaan obat
tradisional tersebut, pada prinsipnya bertujuan
untuk: memelihara kesehatan dan menjaga
kebugaran, pencegahan penyakit, obat pengganti
atau pendamping obat medik dan memulihkan
kesehatan (Supandiman et al., 2000).
Walaupun obat-obatan tradisional menempati tingkatan rendah di bidang kedokteran dan
biasanya penggunaannya secara eksternal sebagai
obat merupakan pertolongan awal dalam mengatasi penyakit bagi masyarakat secara lokal, namun
demikian itu semua harus dipertimbangkan sebagai
petunjuk atau data dasar untuk penelitian
terapannya. Sehingga untuk mencapai hasil optimal
bagi kepentingan umat manusia di masa depan,
jantan,
menghasilkan
efek
percepatan
pertumbuhan bulu tikus paling baik setelah
pemberian pil jamu uji dosis 405 mg/kg bb
selama 4 minggu (Soemardji et al, 2004).
Penelitian ini mendukung salah satu pemanfaatan
tumbuhan tersebut secara tradisional sebagai
obat penyubur rambut. Penelitian tentang daya
anti bakteri dan anti jamur dengan getah segar
Euphorbia antiquorum menghasilkan kadar
hambat minimal tertinggi sebesar 31. 25 mg/cc
terhadap Tricophyton rubrum (Saptaningsih,
1991). Pemanfaatan tumbuhan ini secara empirik
di antaranya sebagai obat disentri dan bengkakbengkak, sehingga penelitian ini cukup mendukung pemanfaatan tersebut. Sedangkan
penelitian tentang ekstrak polar daun Euphorbia
prunifolia secara in vitro dapat menyebabkan
kontraksi ileum pada mencit putih jantan
(Masrul, 1991). Bobot ekstrak etanol simplisia
herba Phyllanthus niruri dengan takaran 15,05
mg/kg bb yang berkhasiat diuretik dan peluruh
batu kandung kemih pada tikus putih jantan
setara dengan 168,56 mg/70 kg bb atau 2,41
mg/kg bb orang dewasa atau 1,5 g serbuk
herba/70 kg bb orang dewasa (Dhianawaty et al,
2002). Indikasi tersebut sesuai dengan pemanfaatannya secara tradisional sebagai obat kencing
batu dan pelancar air seni. Uji kemampuan
ekstrak daun katu (Sauropus androgynus) yang
diberikan selama 14 hari sama dengan moloco
B12 yang diberikan selama 7 hari berdasarkan
tebal lapisan epithelium tunika mukosa glandula
ingluvica merpati betina (p<0,05) (Sari, 2003).
Penelitian tersebut menunjukkan ekstrak daun
katu dapat memperlancar produksi air susu. Ini
sesuai dengan pemanfaatannya secara tradisional
sebagai perangsang produksi air susu. Jenis-jenis
Codiaeum variegatum dan Macaranga triloba
baru dilaporkan potensinya sebagai anti virus
HIV (Agusta & Chairul, 1995).
Tabel 1.
Pertelaan jenis dan persebarannya.
1. Baccaurea lanceolata (Miq.) Mull. Arg.
Tumbuhan berupa pohon dengan tinggi
3 - 30 m, berumah dua. Daun tunggal, berseling,
tersusun secara spiral; pangkal tangkai daun
biasanya dengan kelenjar yang menonjol; helaian
daun membundar telur sampai membundar telur
sungsang. Perbungaan jantan menempel pada
batang (cauline), beberapa menggerombol
bersama-sama, terdiri dari banyak bunga; bungabunga tersusun di sepanjang perbungaan, berwarna kuning sampai kemerah-merahan, atau