Anda di halaman 1dari 112

FUNGSI PANCASILA BESERTA PENJELASANNYA !!!

Pancasila sebagai Jiwa Bangsa Indonesia.


Pancasila dalam pengertian ini adalah seperti yang dijelaskan dalam teori Von
Savigny artinya bahwa setiap Bangsa punya jiwanya masing-masing yang disebut
Volkgeist, artinya Jiwa Rakyat atau Jiwa Bangsa. Pancasila sebagai jiwa Bangsa lahir
bersamaan dengan adanya Bangsa Indonesia yaitu pada jaman Sriwijaya dan
Majapahit. Hal ini diperkuat oleh Prof. Mr. A.G. Pringgodigdo dalam tulisann beliau
dalam Pancasila. Beliau mengatakan antara lain bahwa tanggal 1 Juni 1945 adalah
Hari Lahir istilah Pancasila. Sedangkan Pancasila itu sendiri telah ada sejak adanya
Bangsa Indonesia
Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia.
diwujudkan dalam sikap mental dan tingkah laku serta amal perbuatan sikap mental.
Sikap mental dan tingkah laku mempunyai ciri khas, artinya dapat dibedakan dengan
Bangsa lain. Ciri Khas inilah yang dimaksud dengan kepribadian.
Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.
Artinya Pancasila dipergunakan sebagai petunjuk hidup sehari-hari dan juga
merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisah-pisah antara satu dengan yang lain.
Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia atau Dasar Falsafah Negara
atau Philosofis Granslog.
Dalam hal ini Pancasila dipergunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan Negara,
atau pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan Negara yang
sesuai dengan bunyi pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber Hukum.
atau sumber tertib hukum bagi Negara Republik Indonesia. Sumber tertib hukum
Republik Indonesia adalah pandangan hidup, kesadaran, cita-cita hukum serta citacita moral yang meliputi suasana kejiwaan serta watak Bangsa Indonesia. Cita-cita itu
meliputi cita-cita mengenai kemerdekaan Individu, kemerdekaan Bangsa,
perikemanusiaan, keadilan sosial dan perdamaian Nasional. Cita-cita politik mengenai
sifat, bentuk dan tujuan negara. Cita-cita moral mengenai kehidupan kemasyarakatan
dan keagamaan.
Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia.
Pada saat bangsa Indonesia mendirikan negara atau Proklamasi 17 Agustus 1945.
Bangsa Indonesia belum mempunyai Undang-undang Dasar Negara yang tertulis. 18
Agustus 1945 disahkan pembukaan dan batang tubuh Undang-undang Dasar 1945
oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). PPKI merupakan penjelmaan
atau wakil-wakil seluruh rakyat Indonesia yang mengesahkan perjanjian luhur itu
untuk membela Pancasila untuk selama-lamanya.

Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan Bangsa Indonesia.


Cita-cita luhur Negara Indonesia tegas dimuat dalam pembukaan Undang-undang
Dasar 1945. Karena pembukaan Undang-undang Dasar 1945 merupakan penuangan
jiwa proklamasi yaitu jiwa Pancasila, sehingga Pancasila merupakan cita-cita dan

tujuan bangsa indonesia. Cita-cita luhur inilah yang akan disapai oleh Bangsa
Indonesia.
Pancasila sebagai palsafah hidup yang mempersatukan Bangsa.
Pancasila merupakan sarana yang ampuh untuk mempersatukan Bangsa Indonesia.
Karena Pancasila adalah palsafah hidup dan kepribadian Bangsa Indonesia yang
mengandung nilai-nilai dan norma-norma yang oleh Bangsa Indonesia diyakini paling
benar, adil, bijaksana dan tepat bagi Bangsa Indonesia untuk mempersatukan Rakyat
Indonesia.

1.

1.

1.

1.

1.

Kronologis Lahirnya pancasila


Kronologis lahirnya pancasila
Secara kausalitas asal mula pancasila itu dibedakan menjadi asal mula langsung dan
asal mula yang tidak langsung.
1 . Asal mula langsung secara filsafati dapat dibedakan menjadi :
Asal mula bahan (Kausa Materialis)
Pancasila pada hakikatnya digali dari nilai-nilai yang hidup pada bangsa Indonesia
yang dapat berupa adat istiadat, tradisi kebudayaan,dll. Jadi disini dapat dikatakn asal
mula bahan pancasila itu adalah dari bangsa Indonesia itu sendiri.
Asal mula bentuk (Kausa Formalis)
asal mula bentuk atau bagaimana bentuk Pancasila itu dirumuskan sebagaimana
termuat dalam pembukaan UUD 1945. Maka asal mula bentuk Pancasila adalah Ir.
Soekarno bersama-sama Drs.Moh Hatta serta anggota BPUPKI lainnya merumuskan
dan membahas Pancasila terutama dalam hal bentuk, rumusan serta nama Pancasila.
Asal mula karya (Kausa Effisien)
menjadikan Pancasila dari calon dasar Negara menjadi dasar Negara yang sah. Asal
mula karya adalah PPKI sebagai pembentuk Negara dan atas kausa pembentuk
Negara yang mengesahkan Pancasila menjadi dasar Negara yang sah, setelah
dilakukan pembahasan baik dalam sidang-sidang BPUPKI, Panitia Sembilan
Asal mula tujuan (Kausa Finalis)
Pancasila yang dibahas dalam sidang-sidang para pendiri Negara,tujuannya sebagai
dasra Negara. . Oleh karena itu asal mula tujuan tersebut adalah para anggota
BPUPKI dan Panitia Sembilan termasuk Soekarno dan Hatta yang menentukan tujuan
dirumuskannya Pancasila sebelum ditetapkan oleh PPKI sebagai dasar Negara yang
sah.
2. asal mula yang tidak langsung
Adalah banhwa pancasila itu terbentuk dari unsure-unsur yang ada pada bangsa
Indonesia sejak sebelum proklamasi yang ada pada kepribadian serta dalam
pandangan hidup sehari-hari bangsa Indonesia sebelum membentuk Negara.
Kronologis perumusan pancasila dilalui dengan suatu proses sejarah yang cukup
panjang, yakni sejak zaman batu hingga kemudian timbulnya kerajaan-kerajaan pada
abad ke-4, ke-5, dan kemudian dasa-dasar kebangsaan Indonesia telah mulai tampak
pada abad ke-7, yaitu saat munculnya kerajaan sriwijaya dibawah wangsa Syailendra
di Palembang, dan puncaknya psda zaman Majapahit abad ke-13 hingga awal abad
ke-16.
a.
Zaman Sriwijaya
Menurut Mr. M. Yamin bahwa berdirinya Negara kebangsaan Indonesia tidak dapat
dipisahkan dengan kerajaan-kerajaan lama yang merupakan warisan nenk moyang

bangsa Indonesia. Negara kebangsaan Indonesia terbentuk melalui tiga tahap yaitu :
pertama, zaman Sriwijaya dibawah wangsa syailendra (600-1400), yang bercirikan
kedatuan. Kedua, Negara kebangsaan zaman Majapahit (1293-1525) yang bercirikan
keprabuan, kedua tahap tersebut merupakan Negara kebangsan dIndonesia lama.
Kemudian ketiga Negara kebangsaan modern yaitu Negara Indonesia merdeka.
1.
b.
Zaman Penjajahan
Setelah Majapahit runtuh pada permulaan abad XVI maka berkembanglah agama
Islam dengan pesatnya di Indonesia.. Namum lama kelamaan bangsa Portugis mulai
menunjukan peranannya dalam bidang perdagangan yang meningkat menjadi praktek
penjajahan misalnya Malaka sejak 1511 dikuasai oleh Portugis. Pada akhir abad ke
XVI bangsa Belanda dating pula ke Indonesia dengan menempuh jalan yang penuh
kesulitan. Untk mengindarkan persaingan di antara mereka sendiri (Belanda),
kemudian mereka mendirikan suatu perkumpulan dagang yang bernama V.O.C.,
(verenigde Oost Indeische Compagnie), yang dikalangan rakyat dikenal dengan istilah
Kompeni.praktek-praktek VOC mulai kelihatan dengan paksaan-paksaan sehingga
rakyat mulai mengadakan perlawanan. Mataran di bawah pemerihtahan sultan Agung
(1613-1645) berupaya mengadakan perlawanan dan menyerang ke Batavia pada tahun
1628 dan tahun 1929, walaupun tidak berhasil meruntuhkan namun Gubernur
Jenderal J.P. Coen tewas dalam serangan Sultan Agung yang akhirnya pun Sultan
Agung menyusul untuk mangkat, sehingga Mataram menjadi bagian kekuasaan
kompeni. Penghisapan mulai memuncak ketika Belanda mulai menerapkan system
monopoli melalui tanam paksa (1830-1870) dengan memaksakan beban kewajiban
terhadap rakyat yan gtidak berdosa. Penderitaan rakyat semakin menjadi-jadi dan
Belanda sudah tidak peduli lagi dengan ratap penderitaan tersebut, bahkan mereka
semakin gigih dalam menghisap rakyat untuk memperbanyak kekayaan bangsa
Belanda.
1.
c.
Zaman Penjajahan Jepang
Setelah Nederland diserbu oleh tentara Nazi Jerman pada tanggal 5 Mei 1940 dan
jatuh pada tanggal 10 Mei 1940, maka Ratu Wilhelmina dengan segenap aparat
pemerintahannya mengungsi ke Inggris, sehingga pemerintahan Belanda masih dapt
berkomunikasi dengan pemerintah jajahan di Indonesia. Janji Belanda tentang
Indonesia merdeka di kelak kemudian hari dalam kenyataannya hanya suatu
kebohongan belaka sehingga tidak pernah menjadi kenyataan. Bahkan sampai akhir
pendudukan pada tanggal 10 Maret 1940, kemerdekaan bangsa Indonesia itu tidak
pernah terwujud. Fasis jepang masuk ke Indonesia dengan propaganda Jepang
Pemimpin Asia, Jepang Saudara tua bangsa Indonesia, akan tetapi dalm perang
melawan sekutu barat yaitu (Amerika, Inggris, Rusia, Perancis, Belanda dan Negara
sekutu lainnya) nampanknya Jepang semakin terdesak. Oleh karena itu agar mendapat
dukungan dari bangsa Indonesia, maka pemerintah Jepang bersikap bermurah hati
terhadap bansa Indonesia, yaiut menjanjikan Indonesia meredeka di kelak kemudian
hari Untuk mendapat simpati dan dukungan dari bangsa Indonesia maka sebagai
realisasi janji tersebut maka dibentuklah suatu badan yang bertugas untuk menyelidiki
usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia yaitu Badan Penyelidik Usaha-usaha
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
1.
1.
Sidang BPUPKI pertama
BPUPKI mulai bekerja pada tanggal 28 Mei 1945, dimulai upacara pembukaan dan
pada keesokan harinya dimulai sidang-sidang (29Mei-1 Juni 1945). Yang tampil untuk
berpidato menyampaikan usulannya adalah sebagai berikut : (a) tanggal 29 Mei, Mr.
Muh Yamin, (b) tanggal 31 Mei, Prof Soepomo dan (c) tangal 1 Juni Ir. Soekarno.

1.

1.
2.
3.
4.
1.

1.

1.
2.
3.
4.
5.

Mr.muh yamin menyampaikan tentang calon rumusan dasar Negara Indonesia. Prof
soepomo mengemukakan teori-teori Negara, dan Ir.soekarno mengusulkan dasar
Negara yang terdiri atas lima prinsip.
2.
Piagam Jakarta
Panitia Sembilan bersidang tanggal 22 Juni 1945 dan menghasilakan kesepakatan
yang menurut istilah Ir. Soekarno adalah suatu modus, kesepakatan yang dituangkan
di dalam Mukadimah (Preambule) Hukum Dasar, alinea keempat dalam rumusan
dasar Negara sebagai berikut:
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya.
Kemanusiaan yang adil dan beradab;
Persatuan Indonesia;
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwkilan;
Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
3.
Sidang BPUPKI Kedua
BPUPKI menyetujui bagian akhir dari rancangan Preambul Hukum Dasar. Kemudian
tanggal 11 juli 1945, menghasilkan keputusan penting tentang luas wilayah Indonesia,
terdapat tiga usul yaitu a) Hindia Belanda yang dulu, b) hindia belanda ditambah
Malaya,Borneo Utara, Irian Timor,Timor-Timor, dan pulau-pulau sekitarnya, c)
Hindia Belanda ditambah Malaya, tetapi dikurangi Papua Barat. Hasil akhir sidang
BPUPKI tanggal 17 Juli 1945 merupakan sidang penutupan. BPUPKI telah berhasil
menyiapka rancangan mengenai suatu Naskah Dasar Negara dan Undang-Undang
Dasar yang kelak akan dipergunakan sebagai konstitusi Negara Indonesia Merdeka.
4.
Sidang PPKI
PPKI sebagai tindak lanjut dari BPUPKI mengadakan sidang untuk pertama kalinya
pada tanggal 18 Agustus 1945, yang menghasilkan:
Mengesahkan UUD 1945
Mengangkat Ir. Soekarno dan Moh. Hatta sebagai presiden dan Wakil Presiden
Untuk sementara pemerintahan dibantu oleh KNIP
Inilah sebagai hari disahkannya UUD 1945 yang berarti juga lahirnya pancasila
karena didalam pembukaan UUD 1945 memuat isi dari pada Pancasila yang berisi
lima butir:
Ketuhanan Yang Maha Esa
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Persatuan Indonesia
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Secara resmi dan formal pancasila dari?

Unsur-Unsur Pancasila sebagai Sistem Filsafat


Pengertian Filsafat
Secara etimologis istilah filsafatbersal dari bahasa Yunani philelin yang
artinya cinta dan sophos yang artinya hikmah atau kebijaksanaan atau
wisdom. Jadi secara harfiah istilah filsafat mengandung makna cinta
kebijaksanaan. Keseluruhan arti filsafat meliputi berbagai masalah yang dapat
dikelompokkan menjadi dua macam yakni sebagai berikut:
1.Filsafat sebagai Produk yang mencakup pengertian;
Filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep, pemikiran-pemikiran dari
para filsuf dari zaman dahulu yang lazimnya merupakan suatu aliran atau
system filsafat tertentu misalnya: nasionalisme, rasionalisme, hedonisme dan
lain sebagainya.

2. Filsafat sebagai suatu jenis Masalah yang dihadapi oleh manusia


sebagai hasil dari aktivitas berfilsafat. Jadi manusia mencari suatu kebenaran
yang bersumber pada akal manusia.
Filsafat merupakan suatu kumpulan paham yang tidak hanya diyakini, ditekuni
dan dipahami sebagai suatu sistem nilai namun lebih merupakan suatu
aktivitas berfilsafat, suatu proses yang dinamis dengan menggunakan metode
tersendiri.
Berikut cabang-cabang filsafat yang pokok :
- Metafisika yang membahas hal-hal yang dibalik fisis,
- Epistemologi yang membahas berkaitan dengan persoalan hakikat
penegetahuan,
- Metodologi yang berkaitan dengan persoalan hakikat metode dalam ilmu
pengetahuan,
- Logika yang berkaitan dengan filsafat berpikir yakni rumus, dalil-dalil berpikir
yang benar,
- Etika yang berkaitan dengan tingkah laku,
- Estetika yang berkaitan dengan hakikat keindahan.

Rumusan Kesatuan Sila-Sila Pancasila sebagai suatu


Sistem
adalah suatu kesatuan bagian bagian yang saling berhubungan, saling
bekerja sama untuk suatu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan
suatu kesatuan yang utuh.
Ciri-ciri sistem sebagai berikut:
- Suatu kesatuan yang terdiri bagian-bagian
- Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi masing-masing
- Saling berhubungan dan saling ketergantungan
- Keseluruhan yang dimaksudkan bertujuan untuk mencapai tujuan dari
sistem itu sendiri.
Pancasila memiliki bagian-bagian yang disebut sila yang berfungsi
secara private namun secara keseluruhan merupakan suatu sistem yang
sistematis.
Susunan Kesatuan Sila-Sila Pancasila yang bersifat Organis
Pancasila merupakan suatu kesatuan majemuk yang tunggal sehingga
konsekunsinya pada setiap sila tidak dapat berdiri sendiri dan antara sila yang
satu dan sila yang lain terutama pada bagian isinya saling berkaitan. Sifat
organis pada Pancasila sendiri bersumber pada hakikat manusia yang
monopluralis yang merupakan kesatuan organis dari susunan kodrat jasmani,
sifat kodrat rohani dan kedudukan kodrat sebagai makhluk berdiri-sendiri dan
mahluk Tuhan YME. Hal ini terjadi karena manusia sebagai pendukung utama
inti dari Pancasila.
Susunan Pancasila yang bersifat Hierarkhis dan berbentuk Piramidal.
Makna piramidal dalam susunan Pancasila adalah menggambarkan susunan
sila-sila pancasila dalam urutan luas (kwantitas) dan juga dalam hal isinya
(kwalitas). Sedangkan makna hierarkhis adalah susunan Pancasila sudah
dikemas sedemikian rupa sehingga urutannya tidak akan berubah. Dalam hal
bernegara harus terdapat kesuaian antar hakikat dan nilai-nilai Pancasila
yakni bahwa hakikat manusia sebagai mahlukTuhanYME yang membentuk
persatuan manusia yang disebut rakyat untuk mendirikan sebuah persatuan
yang dinamakan negara dengan tujuan bersama yakni suatu keadilan dalam
suatu persekutuan hidup masyarakat negara. Rumusan hierarkhis Pancasila

yang berbentuk piramidal bermakna bahwa sila yang satu menjiwai sila yang
lain dan juga saling dijiwai. Hal ini juga berarti bahwa dalam setiap sila
terdapat kualifikasi keempat sila-sila yang lain.

Kesatuan sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat


Dasar Antropologis atau Ontologis
Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya bersumber dari manusia yang
berhakikat mutlak monopluralis. Sehingga tepat bila dikatakan bahwa dasar
ontologis sila-sila Pancasila adalah manusia. Hal tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut bahwa manusia merupakan mahluk Tuhan YME yang
membentuk suatu kelompok individu yang berbentuk rakyat selanjutnya rakyat
membentuk suatu negara dengan jalan bersatu dengan meiliki tujuan-tujuan
yang ingin dicapai yakni tujuan-tujuan social yang berlandaskan nilai-nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab.

Dasar epistemologis Sila-sila Pancasila


Tiga hal yang menjadi fokus dalam dasar epistemology
Pertama,Pancasila adalah sumber pengetahuan .
Sumber pengetahuan ini berasal dari bangsa Indonesia sendiri yang
memiliki nilai-nilai adat, kebudayaan dan religious.
Kedua, mengenai susunan Pancasila sebagai sistem pengetahuan
yakni isi Pancasila yang bersifat umum universal atau dapat diterjemahkan
menjadi esensi pancasila yang dapat dijadikan tolok ukur dalam bernegara
dan sumber tertib hukum lalu isi Pancasila yang umum kolektif yang berarti

menjadi sumber tertib hukum bagi bangsa Indonesia dan Pancasila juga
khusus dan kongkrit yang berarti bahwa Pancasila dalam merealisasikan
setiap isinya dalam setiap aspek kehidupan khusus atau konkret serta
dinamis.
Ketiga, pandangan Pancasila tentang pengetahuan manusia.
Pancasila mengakui kebenaran yang diperoleh manusia berdasarkan rasa,
akal dan kehendak dan juga bersumber dari isi rohani seseorang selain
Pancasila juga mengakui kebenaran rasio yang bersumber pada akal
manusia dan juga kebenaran berdasarkan intuisi dan alat indra dan segala
bentuk penggunaan fisik dan mental serta jasamani dan rohani yang ada
pada diri manusia.

Dasar Aksiologis Pancasila


Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila mengandung nilai-nilai
kerokhanian dan juga mengandung nilai-nilai lain secara lengkap dan
harmonis seperti nilai-nilai material, vital, kebenaran, kebaikan, keindahan,
moral dan kesucian dimana sila pertama sebagai basis nya hingga sila kelima
sebagai tujuannya.

Inti isi Sila-sila Pancasila


Sila ke-Satu
Dalam sila Ke-Tuhanan yang maha esa terkandung makna bahwa negara
didirikan sebagai perwujudan manusia sebagai mahluk Tuhan, Dasar negara
kita mengakui dan melindungi warga negaranya untuk memeluk agama dan
beribadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing.

Sila ke-Dua
Dalam sila kedua mengandung makna bahwa negara harus menjunjung tinggi
harkat dan martabat manusia sebagai mahluk yang beradab.
Sila ke-Tiga
Dalam sila ketiga mengandung makna bahwa Negara terbentuk atas
manusia-manusia dari berbagai suku, agama, budaya dan wilayah yang
terbentang luas yang yang tergabung dalam satu wilayah daratan maupun
yang terpisah oleh selat ,laut yang saling bersatu menjadi suatu Negara
Republik Indonesia.
Sila ke-Empat
Dalam sila keempat mengandung makna nilai demokrasi yang secara mutlak
harus dilaksanakan dalam hidup bernegara.
Sila ke-Lima
Terkandung makna yang merupakan nilai-nilai yang merupakan tujuan citacita bersama sebagai tujuan Negara.
Sumber : Prof. Dr. Kaelan, M.S.
Perbandingan Filsafat Pancasila dengan Filsafat lain di Dunia
Filsafat Komunisme
Dalam filsafat komunisme tidak mementingkan adanya hal-hal
ketuhanan. Semua hal diatur oleh satu kelompok yang paling berkuasa
misalnya partai Komunis. Dalam filsafat komunis semua kebebasan
dihapuskan. Semua hal diatur oleh penguasa tunggal sehingga sumber dari
segala sumber hukum yang berlaku tidak berasal dari suara rakyat namun
dari penguasa tunggal yang ada dimana filsafat komunis itu berada.
Filsafat Liberalisme
Dalam filsafat liberalisme semua hal tidak memiliki batas sehingga
memungkinkan adanya benturan- benturan dalam masyarakat. Tidak ada
yang mengatur tentang penanggulangan benturan-benturan tersebut.
Masyarakat hanya akan menegur bila merasa terganggu oleh orang lain
namun apabila tidak merasa terganggu maka mereka cenderung untuk
bersikap masa bodoh.

Filsafat Individualisme
Filsafat ini lebih cenderung menitikberatkan pada kehidupan masingmasing orang dimana antara orang yang satu dengan orang yang lain tidak
mempunyai ikatan sosial atau dengan kata lain mereka berdiri masingmasing. Tidak ada persatuan ataupun tujuan bersama.

Unsur-Unsur Pancasila sebagai Sistem Filsafat


Pengertian Filsafat
Secara etimologis istilah filsafatbersal dari bahasa Yunani philelin yang
artinya cinta dan sophos yang artinya hikmah atau kebijaksanaan atau
wisdom. Jadi secara harfiah istilah filsafat mengandung makna cinta
kebijaksanaan. Keseluruhan arti filsafat meliputi berbagai masalah yang dapat
dikelompokkan menjadi dua macam yakni sebagai berikut:
1.Filsafat sebagai Produk yang mencakup pengertian;
Filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep, pemikiran-pemikiran dari
para filsuf dari zaman dahulu yang lazimnya merupakan suatu aliran atau
system filsafat tertentu misalnya: nasionalisme, rasionalisme, hedonisme dan
lain sebagainya.

2. Filsafat sebagai suatu jenis Masalah yang dihadapi oleh manusia


sebagai hasil dari aktivitas berfilsafat. Jadi manusia mencari suatu kebenaran
yang bersumber pada akal manusia.
Filsafat merupakan suatu kumpulan paham yang tidak hanya diyakini, ditekuni
dan dipahami sebagai suatu sistem nilai namun lebih merupakan suatu
aktivitas berfilsafat, suatu proses yang dinamis dengan menggunakan metode
tersendiri.
Berikut cabang-cabang filsafat yang pokok :
- Metafisika yang membahas hal-hal yang dibalik fisis,
- Epistemologi yang membahas berkaitan dengan persoalan hakikat
penegetahuan,
- Metodologi yang berkaitan dengan persoalan hakikat metode dalam ilmu
pengetahuan,
- Logika yang berkaitan dengan filsafat berpikir yakni rumus, dalil-dalil berpikir
yang benar,
- Etika yang berkaitan dengan tingkah laku,
- Estetika yang berkaitan dengan hakikat keindahan.

Rumusan Kesatuan Sila-Sila Pancasila sebagai suatu


Sistem
adalah suatu kesatuan bagian bagian yang saling berhubungan, saling
bekerja sama untuk suatu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan
suatu kesatuan yang utuh.
Ciri-ciri sistem sebagai berikut:
- Suatu kesatuan yang terdiri bagian-bagian
- Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi masing-masing
- Saling berhubungan dan saling ketergantungan
- Keseluruhan yang dimaksudkan bertujuan untuk mencapai tujuan dari
sistem itu sendiri.
Pancasila memiliki bagian-bagian yang disebut sila yang berfungsi
secara private namun secara keseluruhan merupakan suatu sistem yang
sistematis.
Susunan Kesatuan Sila-Sila Pancasila yang bersifat Organis
Pancasila merupakan suatu kesatuan majemuk yang tunggal sehingga
konsekunsinya pada setiap sila tidak dapat berdiri sendiri dan antara sila yang

satu dan sila yang lain terutama pada bagian isinya saling berkaitan. Sifat
organis pada Pancasila sendiri bersumber pada hakikat manusia yang
monopluralis yang merupakan kesatuan organis dari susunan kodrat jasmani,
sifat kodrat rohani dan kedudukan kodrat sebagai makhluk berdiri-sendiri dan
mahluk Tuhan YME. Hal ini terjadi karena manusia sebagai pendukung utama
inti dari Pancasila.
Susunan Pancasila yang bersifat Hierarkhis dan berbentuk Piramidal.
Makna piramidal dalam susunan Pancasila adalah menggambarkan susunan
sila-sila pancasila dalam urutan luas (kwantitas) dan juga dalam hal isinya
(kwalitas). Sedangkan makna hierarkhis adalah susunan Pancasila sudah
dikemas sedemikian rupa sehingga urutannya tidak akan berubah. Dalam hal
bernegara harus terdapat kesuaian antar hakikat dan nilai-nilai Pancasila
yakni bahwa hakikat manusia sebagai mahlukTuhanYME yang membentuk
persatuan manusia yang disebut rakyat untuk mendirikan sebuah persatuan
yang dinamakan negara dengan tujuan bersama yakni suatu keadilan dalam
suatu persekutuan hidup masyarakat negara. Rumusan hierarkhis Pancasila
yang berbentuk piramidal bermakna bahwa sila yang satu menjiwai sila yang
lain dan juga saling dijiwai. Hal ini juga berarti bahwa dalam setiap sila
terdapat kualifikasi keempat sila-sila yang lain.

Kesatuan sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat


Dasar Antropologis atau Ontologis
Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya bersumber dari manusia yang
berhakikat mutlak monopluralis. Sehingga tepat bila dikatakan bahwa dasar
ontologis sila-sila Pancasila adalah manusia. Hal tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut bahwa manusia merupakan mahluk Tuhan YME yang
membentuk suatu kelompok individu yang berbentuk rakyat selanjutnya rakyat
membentuk suatu negara dengan jalan bersatu dengan meiliki tujuan-tujuan
yang ingin dicapai yakni tujuan-tujuan social yang berlandaskan nilai-nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab.

Dasar epistemologis Sila-sila Pancasila


Tiga hal yang menjadi fokus dalam dasar epistemology
Pertama,Pancasila adalah sumber pengetahuan .
Sumber pengetahuan ini berasal dari bangsa Indonesia sendiri yang
memiliki nilai-nilai adat, kebudayaan dan religious.
Kedua, mengenai susunan Pancasila sebagai sistem pengetahuan
yakni isi Pancasila yang bersifat umum universal atau dapat diterjemahkan
menjadi esensi pancasila yang dapat dijadikan tolok ukur dalam bernegara
dan sumber tertib hukum lalu isi Pancasila yang umum kolektif yang berarti
menjadi sumber tertib hukum bagi bangsa Indonesia dan Pancasila juga
khusus dan kongkrit yang berarti bahwa Pancasila dalam merealisasikan
setiap isinya dalam setiap aspek kehidupan khusus atau konkret serta
dinamis.
Ketiga, pandangan Pancasila tentang pengetahuan manusia.
Pancasila mengakui kebenaran yang diperoleh manusia berdasarkan rasa,
akal dan kehendak dan juga bersumber dari isi rohani seseorang selain
Pancasila juga mengakui kebenaran rasio yang bersumber pada akal
manusia dan juga kebenaran berdasarkan intuisi dan alat indra dan segala
bentuk penggunaan fisik dan mental serta jasamani dan rohani yang ada
pada diri manusia.

Dasar Aksiologis Pancasila


Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila mengandung nilai-nilai
kerokhanian dan juga mengandung nilai-nilai lain secara lengkap dan
harmonis seperti nilai-nilai material, vital, kebenaran, kebaikan, keindahan,
moral dan kesucian dimana sila pertama sebagai basis nya hingga sila kelima
sebagai tujuannya.

Inti isi Sila-sila Pancasila


Sila ke-Satu
Dalam sila Ke-Tuhanan yang maha esa terkandung makna bahwa negara
didirikan sebagai perwujudan manusia sebagai mahluk Tuhan, Dasar negara
kita mengakui dan melindungi warga negaranya untuk memeluk agama dan
beribadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing.
Sila ke-Dua
Dalam sila kedua mengandung makna bahwa negara harus menjunjung tinggi
harkat dan martabat manusia sebagai mahluk yang beradab.
Sila ke-Tiga
Dalam sila ketiga mengandung makna bahwa Negara terbentuk atas
manusia-manusia dari berbagai suku, agama, budaya dan wilayah yang
terbentang luas yang yang tergabung dalam satu wilayah daratan maupun
yang terpisah oleh selat ,laut yang saling bersatu menjadi suatu Negara
Republik Indonesia.
Sila ke-Empat
Dalam sila keempat mengandung makna nilai demokrasi yang secara mutlak
harus dilaksanakan dalam hidup bernegara.
Sila ke-Lima
Terkandung makna yang merupakan nilai-nilai yang merupakan tujuan citacita bersama sebagai tujuan Negara.
Sumber : Prof. Dr. Kaelan, M.S.
Perbandingan Filsafat Pancasila dengan Filsafat lain di Dunia
Filsafat Komunisme

Dalam filsafat komunisme tidak mementingkan adanya hal-hal


ketuhanan. Semua hal diatur oleh satu kelompok yang paling berkuasa
misalnya partai Komunis. Dalam filsafat komunis semua kebebasan
dihapuskan. Semua hal diatur oleh penguasa tunggal sehingga sumber dari
segala sumber hukum yang berlaku tidak berasal dari suara rakyat namun
dari penguasa tunggal yang ada dimana filsafat komunis itu berada.
Filsafat Liberalisme
Dalam filsafat liberalisme semua hal tidak memiliki batas sehingga
memungkinkan adanya benturan- benturan dalam masyarakat. Tidak ada
yang mengatur tentang penanggulangan benturan-benturan tersebut.
Masyarakat hanya akan menegur bila merasa terganggu oleh orang lain
namun apabila tidak merasa terganggu maka mereka cenderung untuk
bersikap masa bodoh.

Filsafat Individualisme
Filsafat ini lebih cenderung menitikberatkan pada kehidupan masingmasing orang dimana antara orang yang satu dengan orang yang lain tidak
mempunyai ikatan sosial atau dengan kata lain mereka berdiri masingmasing. Tidak ada persatuan ataupun tujuan bersama.

Unsur-Unsur Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Pengertian Filsafat
Secara etimologis istilah filsafatbersal dari bahasa Yunani philelin yang
artinya cinta dan sophos yang artinya hikmah atau kebijaksanaan atau
wisdom. Jadi secara harfiah istilah filsafat mengandung makna cinta
kebijaksanaan. Keseluruhan arti filsafat meliputi berbagai masalah yang dapat
dikelompokkan menjadi dua macam yakni sebagai berikut:
1.Filsafat sebagai Produk yang mencakup pengertian;
Filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep, pemikiran-pemikiran dari
para filsuf dari zaman dahulu yang lazimnya merupakan suatu aliran atau
system filsafat tertentu misalnya: nasionalisme, rasionalisme, hedonisme dan
lain sebagainya.

2. Filsafat sebagai suatu jenis Masalah yang dihadapi oleh manusia


sebagai hasil dari aktivitas berfilsafat. Jadi manusia mencari suatu kebenaran
yang bersumber pada akal manusia.
Filsafat merupakan suatu kumpulan paham yang tidak hanya diyakini, ditekuni
dan dipahami sebagai suatu sistem nilai namun lebih merupakan suatu
aktivitas berfilsafat, suatu proses yang dinamis dengan menggunakan metode
tersendiri.
Berikut cabang-cabang filsafat yang pokok :
- Metafisika yang membahas hal-hal yang dibalik fisis,
- Epistemologi yang membahas berkaitan dengan persoalan hakikat
penegetahuan,
- Metodologi yang berkaitan dengan persoalan hakikat metode dalam ilmu
pengetahuan,
- Logika yang berkaitan dengan filsafat berpikir yakni rumus, dalil-dalil berpikir
yang benar,
- Etika yang berkaitan dengan tingkah laku,
- Estetika yang berkaitan dengan hakikat keindahan.

Rumusan Kesatuan Sila-Sila Pancasila sebagai suatu


Sistem
adalah suatu kesatuan bagian bagian yang saling berhubungan, saling
bekerja sama untuk suatu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan
suatu kesatuan yang utuh.
Ciri-ciri sistem sebagai berikut:
- Suatu kesatuan yang terdiri bagian-bagian
- Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi masing-masing
- Saling berhubungan dan saling ketergantungan
- Keseluruhan yang dimaksudkan bertujuan untuk mencapai tujuan dari
sistem itu sendiri.
Pancasila memiliki bagian-bagian yang disebut sila yang berfungsi
secara private namun secara keseluruhan merupakan suatu sistem yang
sistematis.
Susunan Kesatuan Sila-Sila Pancasila yang bersifat Organis
Pancasila merupakan suatu kesatuan majemuk yang tunggal sehingga
konsekunsinya pada setiap sila tidak dapat berdiri sendiri dan antara sila yang
satu dan sila yang lain terutama pada bagian isinya saling berkaitan. Sifat
organis pada Pancasila sendiri bersumber pada hakikat manusia yang
monopluralis yang merupakan kesatuan organis dari susunan kodrat jasmani,
sifat kodrat rohani dan kedudukan kodrat sebagai makhluk berdiri-sendiri dan
mahluk Tuhan YME. Hal ini terjadi karena manusia sebagai pendukung utama
inti dari Pancasila.
Susunan Pancasila yang bersifat Hierarkhis dan berbentuk Piramidal.
Makna piramidal dalam susunan Pancasila adalah menggambarkan susunan
sila-sila pancasila dalam urutan luas (kwantitas) dan juga dalam hal isinya
(kwalitas). Sedangkan makna hierarkhis adalah susunan Pancasila sudah
dikemas sedemikian rupa sehingga urutannya tidak akan berubah. Dalam hal
bernegara harus terdapat kesuaian antar hakikat dan nilai-nilai Pancasila
yakni bahwa hakikat manusia sebagai mahlukTuhanYME yang membentuk
persatuan manusia yang disebut rakyat untuk mendirikan sebuah persatuan
yang dinamakan negara dengan tujuan bersama yakni suatu keadilan dalam
suatu persekutuan hidup masyarakat negara. Rumusan hierarkhis Pancasila
yang berbentuk piramidal bermakna bahwa sila yang satu menjiwai sila yang
lain dan juga saling dijiwai. Hal ini juga berarti bahwa dalam setiap sila
terdapat kualifikasi keempat sila-sila yang lain.

Kesatuan sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat


Dasar Antropologis atau Ontologis
Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya bersumber dari manusia yang
berhakikat mutlak monopluralis. Sehingga tepat bila dikatakan bahwa dasar
ontologis sila-sila Pancasila adalah manusia. Hal tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut bahwa manusia merupakan mahluk Tuhan YME yang
membentuk suatu kelompok individu yang berbentuk rakyat selanjutnya rakyat
membentuk suatu negara dengan jalan bersatu dengan meiliki tujuan-tujuan
yang ingin dicapai yakni tujuan-tujuan social yang berlandaskan nilai-nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab.

Dasar epistemologis Sila-sila Pancasila


Tiga hal yang menjadi fokus dalam dasar epistemology
Pertama,Pancasila adalah sumber pengetahuan .
Sumber pengetahuan ini berasal dari bangsa Indonesia sendiri yang
memiliki nilai-nilai adat, kebudayaan dan religious.
Kedua, mengenai susunan Pancasila sebagai sistem pengetahuan
yakni isi Pancasila yang bersifat umum universal atau dapat diterjemahkan
menjadi esensi pancasila yang dapat dijadikan tolok ukur dalam bernegara
dan sumber tertib hukum lalu isi Pancasila yang umum kolektif yang berarti
menjadi sumber tertib hukum bagi bangsa Indonesia dan Pancasila juga
khusus dan kongkrit yang berarti bahwa Pancasila dalam merealisasikan
setiap isinya dalam setiap aspek kehidupan khusus atau konkret serta
dinamis.

Ketiga, pandangan Pancasila tentang pengetahuan manusia.


Pancasila mengakui kebenaran yang diperoleh manusia berdasarkan rasa,
akal dan kehendak dan juga bersumber dari isi rohani seseorang selain
Pancasila juga mengakui kebenaran rasio yang bersumber pada akal
manusia dan juga kebenaran berdasarkan intuisi dan alat indra dan segala
bentuk penggunaan fisik dan mental serta jasamani dan rohani yang ada
pada diri manusia.

Dasar Aksiologis Pancasila


Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila mengandung nilai-nilai
kerokhanian dan juga mengandung nilai-nilai lain secara lengkap dan
harmonis seperti nilai-nilai material, vital, kebenaran, kebaikan, keindahan,
moral dan kesucian dimana sila pertama sebagai basis nya hingga sila kelima
sebagai tujuannya.

Inti isi Sila-sila Pancasila


Sila ke-Satu
Dalam sila Ke-Tuhanan yang maha esa terkandung makna bahwa negara
didirikan sebagai perwujudan manusia sebagai mahluk Tuhan, Dasar negara
kita mengakui dan melindungi warga negaranya untuk memeluk agama dan
beribadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing.
Sila ke-Dua
Dalam sila kedua mengandung makna bahwa negara harus menjunjung tinggi
harkat dan martabat manusia sebagai mahluk yang beradab.
Sila ke-Tiga
Dalam sila ketiga mengandung makna bahwa Negara terbentuk atas

manusia-manusia dari berbagai suku, agama, budaya dan wilayah yang


terbentang luas yang yang tergabung dalam satu wilayah daratan maupun
yang terpisah oleh selat ,laut yang saling bersatu menjadi suatu Negara
Republik Indonesia.
Sila ke-Empat
Dalam sila keempat mengandung makna nilai demokrasi yang secara mutlak
harus dilaksanakan dalam hidup bernegara.
Sila ke-Lima
Terkandung makna yang merupakan nilai-nilai yang merupakan tujuan citacita bersama sebagai tujuan Negara.
Sumber : Prof. Dr. Kaelan, M.S.
Perbandingan Filsafat Pancasila dengan Filsafat lain di Dunia
Filsafat Komunisme
Dalam filsafat komunisme tidak mementingkan adanya hal-hal
ketuhanan. Semua hal diatur oleh satu kelompok yang paling berkuasa
misalnya partai Komunis. Dalam filsafat komunis semua kebebasan
dihapuskan. Semua hal diatur oleh penguasa tunggal sehingga sumber dari
segala sumber hukum yang berlaku tidak berasal dari suara rakyat namun
dari penguasa tunggal yang ada dimana filsafat komunis itu berada.
Filsafat Liberalisme
Dalam filsafat liberalisme semua hal tidak memiliki batas sehingga
memungkinkan adanya benturan- benturan dalam masyarakat. Tidak ada
yang mengatur tentang penanggulangan benturan-benturan tersebut.
Masyarakat hanya akan menegur bila merasa terganggu oleh orang lain
namun apabila tidak merasa terganggu maka mereka cenderung untuk
bersikap masa bodoh.

Filsafat Individualisme
Filsafat ini lebih cenderung menitikberatkan pada kehidupan masingmasing orang dimana antara orang yang satu dengan orang yang lain tidak

mempunyai ikatan sosial atau dengan kata lain mereka berdiri masingmasing. Tidak ada persatuan ataupun tujuan bersama.

Perilaku yang tidak sesuai dengan PANCASILA

1.

1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa


Maksudnya adalah tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa kepada orang lain, yaitu tidak boleh memaksakan orang lain memeluk
agama kita atau memaksa seseorang untuk berpindah dari agama satu ke agama yang
lain. Negara memberikan jaminan kebebasan kepada warga negara untuk memeluk
salah satu agama atau kepercayaan sesuai dengan keyakinan masing-masing.
Kasus yang bertentangan dengan adanya sila pertama adalah :
a)

Bom Bali

Jakarta, Kompas Biro Investigasi Federal (FBI) Amerika Serikat (AS) menyatakan
kesediaannya membantu Kepolisian Daerah (Polda) Bali untuk mengungkap kasus
peledakan bom di Jalan Legian, Kuta, Bali, yang menewaskan sedikitnya 182 orang,
Sabtu (12/10) malam. Bantuan serupa juga datang dari Polisi Federal Australia (AFP).
Selain kedua tim tersebut, Polda Bali juga dibantu Polda Jawa Timur dan Jawa
Tengah untuk menuntaskan kasus peledakan bom di Kuta itu. Kita terbuka terhadap
berbagai bentuk kerja sama bilateral atau kolektif dengan negara lain dalam upaya
memerangi terorisme, termasuk joint investigation ataupun pertukaran informasi
intelijen, kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Hassan Wirajuda usai mengadakan
pertemuan dengan para perwakilan asing di Departemen Luar Negeri, Jakarta, Senin
(14/10). Perihal adanya bantuan FBI itu juga dibenarkan Kepala Badan Hubungan
Masyarakat (Humas) Mabes Polri Inspektur Jenderal Saleh Saaf. Akan tetapi, ia
belum mengetahui detail dari bantuan tersebut. Ia mengatakan, jajaran Kepolisian
Negara RI (Polri), tambah Saleh, terbuka bagi negara mana pun yang ingin
memberikan bantuan tenaga penyidiknya. Tidak ada masalah soal itu, sebab kami

pun selama ini juga sudah memiliki hubungan Interpol. Ditegaskan, Cuma kalau
mereka datang diam-diam dan melakukan penyidikan sendiri, itu yang tidak boleh.
Sedangkan Pemerintah Australia maupun Inggris sejauh ini, menurut Saleh, baru
menyampaikan kesediaan mereka untuk memberi bantuan kemanusiaan. Seperti
Australia, selain memberi bantuan tenaga medis, bahkan mereka juga sudah
mengevakuasi 41 warga negaranya yang menjadi korban dalam ledakan tersebut,
ujarnya.
b)
Bom Bunuh Diri di Solo
Juru bicara Jamaah Anshorut Tauhid Jawa Timur Zulkarnain menduga bom bunuh diri
di Gereja Bethel Injil Sepenuh di Kepunton, Solo, Jawa Tengah, berkaitan langsung
dengan gejolak yang terjadi di Ambon beberapa waktu lalu. Pemerintah harus
waspada, gejolak seperti di Ambon sudah menjalar dan tidak hanya terjadi di
Ambon, kata Zulkarnain kepadaTempo, Ahad 25 September 2011. Bom bunuh diri di
Solo sendiri, tambah dia, merupakan imbas dari ketidakseriusan pemerintah dalam
menuntaskan kasus Ambon.
Konflik yang terjadi di Ambon, tambah dia, telah menyulut banyak kelompok yang
bersiap jihad ke Ambon. Hanya, pengetatan pintu-pintu masuk ke Ambon membuat
banyak kelompok yang akhirnya memutuskan untuk menyalurkan niatan jihadnya di
luar Ambon.
Ini sebab-akibat, di Ambon, polisi tidak tegas dan terkesan diskriminatif, kata
Zulkarnain sembari mencontohkan tidak transparannya polisi dalam mengungkap
kasus kematian seorang tukang ojek di Ambon.
Kami tahunya si tukang ojek di Ambon itu tidak diotopsi. Jadi jangan heran kalau
ada yang marah, ujar dia. Tak hanya itu, polisi dalam kerusuhan di Ambon dinilai
juga tidak transparan dalam menjelaskan terkait isu penembakan oleh sniper.
Zulkarnain melihat, selama pemerintah ataupun penegak hukum tidak tegas dan
transparan dalam menyikapi kasus Ambon, selama itu pula aksi-aksi seperti yang
terjadi di Solo akan terus terulang.
Dari kedua kasus tersebut diatas menandakan bahwa sudah tidak relevannya warga
indonesia dengan nilai pancasila khususnya pada sila pertama. Dari kasus pertama
dikatakan bahwa pelaku melakukan hal tersebut dengan alasan jihad, sedangkan pada
kasus kedua yaitu menunjukkan bahwa adanya pendangkalan iman seseorang. Hal
tersebut jelas sangat bertentangan dengan nilai pada sila pertama tentang Ketuhanan
Yang Maha Esa yaitu menghilangkan nyawa seseorang sekalipun alasannya adalah
berjihad dan membela agama islam. Belajar dari kasus pengeboman yang sering
terjadi di berbagai daerah seharusnya pemerintah mengadakan tindakan yang tegas
kepada pelaku bom, memberikan hukuman kepada pelaku. Pada kasus pengeboman
yang semakin marak ini terlihat pemerintah yang seolah jalan ditempat,tidak adanya
tindakan yang pasti. Tindakan dari pemerintah sangat diperlukan untuk menghindari
terjadinya bentuk tindakan provokasi terhadap kerukunan umat beragama. Banyaknya
kasus bom menunjukkan kegagalan pemerintah dalam memayungi keamanan pada
masyarakat, kegagalan dalam menjaga kerukunan umat beragama yang notabennya
indonesia terdiri dari beragam agama
1.
2. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Pada sila kedua ini memiliki makna manusia diakui dan diperlakukan sesuai dengan
harkat dan martabatnya sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, yang sama derajatnya,

yang sama haknya dan kewajiban-kewajiban azasinya, tanpa membeda-bedakan suku,


keturunan, agama, dan keparcayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan
sebagainya. Karena itu dikembangkanlah sikap saling ,mencintai sesama manusia,
sikap tenggang rasa serta sikap tidak terhadap orang lain. Kemanusiaan yang adil dan
beradab berarti menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, melakukan kegiatan-kegiatan
kemanusiaan dan berani membela kebenaran dan keadilan. Manusia adalah sederajat,
maka bangsa Indonesia merasakan dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia,
karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa
lain.
Kasus yang bertentangan dengan sila kedua ini adalah :
a)
Hutang Ciptakan Ketidakadilan bagi Rakyat Miskin
JAKARTA Upaya pemerintah untuk memenuhi kewajiban pembayaran utang yang
dinilai sudah mencapai taraf membahayakan telah memunculkan ketidakadilan bagi
rakyat kecil pembayar pajak. Pasalnya, saat ini, penerimaan pajak, baik dari pribadi
maupun pengusaha, digenjot untuk bisa membayar pinjaman, termasuk utang yang
dikemplang oleh pengusaha hitam obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia
(BLBI). Hal ini berarti rakyat kecil pembayar pajak seakan dipaksa menyubsidi
pengusaha kaya pengemplang BLBI. Akibatnya, kemampuan penerimaan negara dari
pajak justru kian berkurang untuk program peningkatan kesejahteraan pembayar pajak
seperti jaminan sosial, pendidikan, dan kesehatan.
Kebijakan pajak negara sangat tidak adil bagi rakyat karena penerimaan pajak tidak
mampu mendorong peningkatan kesejahteraan rakyat, ujar pengamat Koalisi Anti
Utang (KAU), Dani Setiawan, Kamis (5/5). Ia mengungkapkan persentase
pembayaran cicilan pokok dan bunga utang telah menyerap 31 persen penerimaan
perpajakan pada 2010. Angkanya diperkirakan tidak banyak berkurang pada tahun
2011, imbuh dia. Pada 2011, target penerimaan pajak dipatok sekitar 764,49 triliun
rupiah, naik dari penerimaan tahun lalu sekitar 590,47 triliun rupiah. Sementara itu,
tren kewajiban pembayaran cicilan dan bunga utang pemerintah terus meningkat dan
pada 2011 mencapai 247 triliun rupiah, melebihi penarikan utang baru tahun ini
sekitar 184 triliun rupiah.
b)
Rakyat Miskin Bulan-bulanan Ketidakadilan
Saiful Arif, selaku bidang operasional di LBH Surabaya mengungkapkan, masyarakat
miskin selama ini masih menjadi aktor utama ketidakadilan. Sehingga justru di forumforum hukum, masyarakat miskin menjadi bulan-bulanan kepastian tanpa keadilan
hukum.
Suatu contoh kasus, konflik agrarian, sengketa masih mewarnai perjalanan di tahun
2009, sebagian besar adalah sengketa-sengketa lama yang tidak kunjung menemukan
jalan keluar, aktor-aktor lama masih mendominasi konflik agraria di Jawa Timur,
yakni TNI, PTPN, Pemerintah daerah, serta pihak Swasta, ungkapnya, di Kantor
LBH Surabaya, Jalan Kidal No 6 Surabaya, Selasa (29/12/2009). LBH Surabaya
mencatat telah terjadi penggusuran terhadap 389 PKL yang dilakukan Pemerintah
kota Surabaya. Dia menjelaskan, Pemkot Surabaya di tahun 2009 melakukan
penggusuran lebih dari 750 rumah warga miskin yang berada di sitren kali
Wonokromo.
Apa yang dilakukan Pemkot Surabaya dan Satpol PP tersebut merupakan bentuk
main hakim sendiri, yang sangat berlawanan dengan ketentuan-ketentuan konstitusi,
bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, jelas Arif.
Sementara itu, Syaiful Aris, selaku Direktur LBH Surabaya mengatakan, bagi buruh

di Jawa Timur tahun 2009 ini juga masih menjadi tahun yang kelam. Cita-cita hidup
layak belum juga dapat diwujudkan, karena kebijakan upah yang masih dimanipulatif,
agar upah buruh serendah-rendahnya.
Menurut catatan yang ada di LBH Surabaya, ada 83 kasus yang melibatkan lebih dari
40 ribu buruh yang terjadi sepanjang tahun ini, dan sebagian besar kasus tersebut
belum mendapat penyelesaian, katanya.
Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang di hadapi oleh seluruh pemerintahan
yang ada di dunia ini. Contoh kasus diatas hanyalah beberapa potret tentang
ketidakadilan pemerintah kepada rakyat miskin, tidak adanya tindak lanjut dari
pemerintah dalam memberi bantuan ataupun jaminan kepada rakyat miskin. Di
Indonesia banyak sekali daerah-daerah miskin yang tidak tercium oleh pemerintah.
Dalam hal ini pemerintah seharusnya memberikan pemerataan pembangunan atau
bantuan kepada rakyat miskin terutama di daerah pedesaan. Seharusnya pemerintah
juga harus memberikan pelayanan dan fasilitas kepada masyarakat miskin seperti
pendidikan, kesehatan, air minum dan sanitasi, serta transportasi. Gizi buruk masih
terjadi di lapisan masyarakat miskin. Hal ini disebabkan terutama oleh cakupan
perlindungan sosial bagi masyarakat miskin yang belum memadai. Bantuan sosial
juga sangat dibutuhkan oleh mereka seperti kepada orang-orang penyandang cacat,
lanjut usia, dan yatim piatu. Sarana transportasi juga harus diperhatikan pada daerah
terisolir untuk mendukung penciptaan kegiatan ekonomi produktif bagi masyarakat
miskin.
1.
3. Sila Persatuan Indonesia
Sila Persatuan Indonesia, menempatkan manusia Indonesia pada persatuan, kesatuan,
serta kepentingan dan keselamatan Bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi
dan golongan.
Menempatkan kepentingan negara dan bangsa di atas kepentingan pribadi, berarti
manusia Indonesia sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan Negara dan
Bangsa, bila diperlukan. Sikap rela berkorban untuk kepentingan negara dan Bangsa,
maka dikembangkanlah rasa kebangsaan dan bertanah air Indonesia, dalam rangka
memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan
keadilan sosial. Persatuan dikembangkan tas dasar Bhineka Tunggal Ika, dengan
memajukan pergaulan demi kesatuan dan persatuan Bangsa Indonesia. Kasus yang
menyimpang dari nilai sila ketiga ini diantaranya adalah :
a)
Papua Keluar dari NKRI
Jakarta, PelitaOnline KETUA Solidaritas Kemanusiaan untuk Papua, Frans
Tomoki meminta agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bertanggung
jawab atas pelanggaran HAM di Papua. Jika Pemerintahan SBY-Boediono ini tidak
bertanggung jawab, maka ia mengancam akan keluar dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
Kami ingin Papua berdiri di atas kakinya sendiri untuk menantukan nasib rakyatnya.
Kalau pemerintah tidak memperhatikan kami, biarkan kami keluar dari NKRI, kata
Frans saat jumpa pers di Kontras, Jakarta, Selasa (1/11).
Menurutnya, para anggota militer yang ada di Papua, hanya bisa membuat rakyat
Papua menjadi tidak aman lantaran terlalu represif dalam bertindak demi kepentingan
PT Freeport Indonesia. Militer, kata dia, juga tidak membawa kesejahteraan bagi
rakyat di Bumi Cendrawasih.
Militer terlalu diskriminatif untuk warga Papua. Seharusnya berlaku adil. Kami
hanya ingin mandiri, pintanya tegas.
Dia menjelaskan, Kapolsek Mulia Papua, Dominggus Awes, yang ditembak di

bandara merupakan jaringan Organisasi Papua Merdeka (OPM) gadungan yang


dipelihara oleh militer.
Itu OPM gadungan, yang memang sengaja dipelihara oleh militer untuk mengalihkan
isu, terkait meninggalnya buruh Freeport yang menuntut kenaikan gaji, jelas dia.
Dia mengakui bahwa warga Papua mendapatkan perlakuan diskriminatif dari negeri
ini. Padahal Papua merupakan bagian dari NKRI.
Bagi Bangsa Papua, sudah jelas untuk menentukan nasib. Bagi saya lebih baik Papua
menentukan nasibnya sendiri.
b)
Banyaknya Aliran Sesat Yang Muncul
JEMBER Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jember menangani sebanyak lima kasus
aliran sesat di kabupaten setempat, yang semuanya bisa diatasi tanpa kekerasan.
Ketua MUI Jember bidang Fatwa dan Hukum, Abdullah Samsul Arifin, Selasa
menuturkan, pihaknya banyak menerima keluhan dari masyarakat terkait dengan
adanya aliran sesat yang meresahkan di sejumlah daerah. Kami menangani sebanyak
lima kasus aliran sesat selama beberapa pekan terakhir, namun semuanya bisa diatasi
tanpa ada aksi kekerasan, tutur Abdullah yang akrab disapa Gus Aab. Menurut dia,
faktor yang menyebabkan timbulnya aliran sesat, antara lain keterbatasan keilmuan
yang dimiliki oleh orang yang bersangkutan dan motivasi pelaksanaan ibadah yang
kurang tepat.
MUI Jember selalu melakukan dialog dan membina penganut aliran sesat itu, agar
kembali ke jalan yang benar sesuai ajaran agama Islam, ucap Gus Aab yang juga
Ketua PCNU Jember. Kasus aliran sesat yang terbaru adalah aliran yang diasuh oleh
Yayasan Qodriyatul Qosimiyah di Kecamatan Wuluhan karena ucapan kalimat
syahadat tersebut menyimpang dari ajaran agama Islam. Anggota MUI Jember
lainnya, Baharudin Rosyid, menambahkan biasanya tokoh aliran sesat tersebut bukan
berasal dari kalangan intelektual, dan mencari terobosan baru yang mudah diikuti oleh
masyarakat. Biasanya mereka masih mencari jati diri tentang agama Islam, seperti
yang dilakukan Yayasan Qodriyatul Qosimiyah yang mengarang buku kitab kuning
sendiri, sehingga menyalahi ajaran Islam dan sudah dinyatakan sesat oleh MUI
Jember, tuturnya. Menurut Baharudin yang juga Pembina Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Jember, kriteria aliran sesat antara lain mengingkari salah satu dari
enam rukun iman dan lima rukun Islam, menyakini atau mengikuti aqidah yang tidak
sesuai dengan Al Quran dan sunnah, dan meyakini turunnya wahyu setelah Al Quran.
Saya mengimbau masyarakat tidak main hakim sendiri dan bertindak anarkhis,
apabila ada aliran yang diduga sesat dan menyimpang dari ajaran agama Islam. Lebih
baik dilaporkan ke tokoh agama setempat atau MUI Jember, katanya, menambahkan.
(republika.co.id)
Dari dua kasus perpecahan diatas memang harus dilakukan tindakan tegas dari pihak
berwenang. Adanya tindakan tegas untuk membubarkan aliran yang dapat
menyesatkan umat islam, dan jika tetap membantah maka harus diberikan hukuman
yang dapat menimbulkan efek jera. Bisa juga dilakukan dengan melakukan
pendekatan secara spiritual. Sedangkan dalam kasus keluarnya papua seharusnya
pemerintah dapat menghimbau kepada seluruh menteri-menterinya untuk
Menciptakan kondisi yang mendukung komitmen, kesadaran dan kehendak untuk
bersatu dan membiasakan diri untuk selalu membangun konsensus, menghilangkan
kesempatan untuk berkembangnya primodialisme sempit pada setiap kebijaksanaan
dan kegiatan, agar tidak terjadi KKN,dan juga menumpas setiap gerakan separatis
secara tegas dan tidak kenal kompromi.

1.

4.
Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan dan Perwakilan.
Artinya manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat Indonesia
mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama. Dalam menggunakan hakhaknya ia menyadari perlunya selalu memperhatikan dan mengutamakan kepentingan
negara dan kepentingan masyarakat. Karena mempunyai kedudukan, hak, dan
kewajiban yang sama, maka pada dasarnya tidak boleh ada suatu kehendak yang
dipaksakan kepada pihak lain. Sebalum diambil keputusan yang menyangkut
kepentingan bersama terlebih dahulu diadakan musyawarah. Keputusan iusakan
secara mufakat. Musyarwarah untuk mencapai mufakat ini, diliputi oleh semangat
kekluargaan, yang merupakan ciri khas Bangsa Indonesia.
Manusia Indonesia menghormati dan menjunjung tinggi setiap hasil keputusan
musywarah, karena semua pihak yang bersangkutan harus menerimanya dan
melaksankannya dengan baik dan tanggung jawab.
Kasus yang menyimpang dari sila ini adalah :
a)
Prita Dipenjara, tapi Kejahatan Pornografi?
Prita Mulyasari, seorang ibu dari dua orang anak yang masih kecil harus mendekam
dibalik jeruji karena didakwa atas pelanggaran Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang
nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dari
pengakuannya, ia menjadi korban oknum perusahaan RS Omni International Alam
Sutera yang memperlakukan dia bak sapi perahan. Pasien yang harusnya mendapat
prioritas pelayanan kesehatan yang prima, justru menjadi obyek eksploitasi finansial
dan bahkan jika apa yang diungkapkan oleh ibu Priya Mulyasari dalam email/surat
pembaca itu benar , maka secara insitusi RS Omni Internasional melindungi oknum
dokter yang melakukan mal-praktik. Pihak manajemen RS Omni telah menggunakan
kekuasaan jaringan dan keuangan untuk mendukung perbuatan yang tidak semestinya.
UU ITE mengatur banyak aspek dalam dunia internet, mulai dari etika-moral dalam
menggunakan internet hingga transaksi bisnis internet. Perbuatan yang pertama
dilarang dalam UU 11/2008 adalah tindakan penyebaran konten asusila [ditegaskan
dalam UU 44/2008 tentang Pornografi], lalu perjudian (2), pencemaran nama baik (3),
dan pemerasan/ancaman (4), hal-hal berbau SARA dan seterusnya. Bila kita melihat
urutannya, maka semestinya UU ITE yang disahkan pada April 2008 digunakan untuk
membersihkan konten porno dari dunia internet demi melindungi generasi muda dari
degradasi moralitas. Namun, adakah perubahan berarti informasi dan industri
pornografi via internet di Indonesia sejak diterbitnya UU ITE April 2008 dan UU
Pornografi Oktober 2008 silam? Bukankah kasus pelanggaran Pasal 27 ayat 1 lebih
banyak daripada ayat 3 UU 11/2008? Mengapa pula seorang ibu yang menyampaikan
unek-unek menjadi korban mal praktik perusahaan rumah sakit harus kembali menjadi
korban sementara para oknum rumah sakit berleha-leha? Apakah dengan kekuasaan
jaringan dan finansial, maka manajemen Omni bisa menyewa pengacara (bahkan
jaksa) membuat yang benar jadi salah, salah jadi benar? Mengapa kepolisian tidak
menyelidiki siapa yang menyebarluaskan email private dari Bu Prita?
b)
Hukuman antara koruptor dengan pencuri kakao, dan semangka.
Saya tidak tahu apakah Polisi dan Jaksa kita kekurangan pekerjaan sehingga kasus
pengambilan 3 biji kakao senilai Rp 2.100 harus dibawa ke pengadilan. Begitu pula
dengan kasus pencurian satu buah semangka, di mana kedua tersangka disiksa dan
ditahan polisi selama 2 bulan dan terancam hukuman 5 tahun penjara. Sebaliknya
untuk kasus hilangnya uang rakyat senilai rp 6,7 trilyun di Bank Century, polisi dan
jaksa nyaris tidak ada geraknya kecuali pak Susno Duadji yang ke Singapura

menemui Anggoro salah satu penerima talangan Bank Century. Ini juga membuktikan
bagaimana Indonesia yang kaya alamnya ini tidak memberi manfaat apa-apa bagi
rakyatnya. Pihak asing bebas mengambil minyak, gas, emas, perak, tembaga senilai
ribuan trilyun/tahun dari Indonesia. Tapi rakyat Indonesia mayoritas hidup miskin.
Baru mengambil 3 biji kakao saja langsung dipenjara.
Itulah gambaran hukum yang terjadi di Indonesia. Tidak adanya keadilan hukuman
antara rakyat miskin dengan orang yang berkuasa. Hal in menunjukkan bahwa hukum
di Indonesia dapat dengan mudahnya diperjual belikan bagi mereka yang mempunyai
uang. Memang sungguh ironis ini terjadi dinegara kita, yang notabennya adalah
negara hukum, tetapi hukum yang berjalan sangatlah amburadul. Seharusnya
pemerintah lebih tegas kepada mafia hukum, yang telah banyak mencuri hak-hak
rakyat kecil. Satgas pemberantasan mafia hukum seharusnya segera melakukan
langkah-langkah penting. Salah satu yang perlu dilakukan adalah memberikan efek
jera kepada para pejabat yang ketahuan memberikan fasilitas lebih dan mudah kepada
mereka yang terlibat dalam kejahatan. Selain itu, kepada para pelaku kejahatan yang
terbukti mencoba atau melakukan transaksi atas nama uang, harus diberikan hukuman
tambahan. Memberikan efek jera demikian akan membuat mereka tidak ingin berpikir
melakukan hal demikian lagi.
1.
5.
Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Maksudnya yaitu manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk
menciptakan keadilan soial dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dalam rangka ini
dikembangkan perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan
dan kegotongroyongan. Untuk itu dikembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta menghormati hak-hak orang lain.
Kasus yang terjadi dari penyimpangan sila kelima ini diantaranya adalah :

a)

Kehidupan antara warga Jakarta dengan Papua

Kehidupan masyarakat papua dengan masyarakat jakarta tentulah sangat berbeda,


yang penduduknya juga merupakan penduduk Indonesia juga, tetapi kehidupan
mereka sangat jauh berbeda. Masih banyak masyarakat papua yang memakai koteka,
pembangunan di derah tersebut juga tidak merata. Kita bandingkan saja dengan
kehidupan masyarakat di Jakarta, banyak orang-orang memakai pakaian yang
berganti-ganti model, banyak bangunan menjulang tinggi.
b)
Kemiskinan di Papua
Jayapura, Kompas Jumlah penduduk miskin di sejumlah provinsi diperkirakan
meningkat sejalan dengan melonjaknya harga pelbagai kebutuhan dan tarif
transportasi. Kemiskinan itu makin terasa karena pendapatan penduduk umumnya
tidak meningkatkalaupun ada peningkatan hal itu tidak signifikan.
Menurut data yang diperoleh di Papua, Senin (21/3), jumlah penduduk miskin di
pulau yang amat kaya sumber daya alam itu 80,07 persen atau sekitar 1,5 juta
jiwa dari 1,9 juta penduduk Papua (data tahun 2001). Angka ini tidak berubah
karena sejak diberlakukannya Undang-Udnang (UU) Otonomi Khusus sejak akhir
2001-Maret 2005, sejumlah daerah belum memberi kontribusi bagi pemberantasan
sejumlah kategori kemiskinan. Angka kemiskinan di Papua diperkirakan akan
meningkat dengan kenaikan harga BBM.

Provinsi lain yang juga kaya sumber daya alam seperti Kalimantan Timur (Kaltim)
menghadapi masalah berat dari tingginya angka warga miskin. Di Kaltim jumlah
penduduk miskin mencapai 12 persen (328.000 orang dari 2,7 juta jiwa).
Dari kasus tersebut seharusnya pemerintah lebih tergerak untuk melakukan sesuatu
dan melakukan perubahan bagi kehidupan warga di Papua. Pemerintah terjun
langsung memberikan bantuan kepada masyarakat di daerah tersebutsupaya tidak ada
oknum yang ingin memanfaatkannya. Pemerintah juga harus melakukan pemerataan
pembangunan, transportasi, pendidikan, kesehatan dan lainnya di pedesaan, tidak
hanya di kota-kota besar.
Pemerintah juga harus melakukan pendekatan kepada masyarakat papua supaya tidak
lagi memakai koteka meskipun itu merupakan peninggalan nenek moyang yang ingin
tetap dilestarikan, tetapi mengikuti budaya dan perkembangan jaman juga penting.

Butir-Butir pengamalan sila-sila PANCASILA


BUTIR-BUTIR PENGAMALAN SILA-SILA PANCASILA
(Feri Hermawan Muslim)
TAP No. II/MPR/1978, 22 Maret 1978
1. SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA
1. Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab
2. Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganutpenganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup
3. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaannya
4. Tidak memaksakan sesuatu agama dan kepercayaan kepada orang lain

2. SILA KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB

1. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban


antara sesama manusia
2. Saling mencintai sesama manusia
3. Mengembangkan sikap tenggang rasa
4. Tidak semena-mena terhadap orang lain
5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan
6. Berani membela kebenaran dan keadilan
7. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia,
karena itu dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama
dengan bangsa lain

3. SILA PERSATUAN INDONESIA


1. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa
dan Negara diatas kepentingan pribadi atau golongan
2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara
3. Cinta tanah air dan bangsa
4. Bangga sebagai bangsa dan bertanah air Indonesia
5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang berBhinneka Tunggal Ika

4. SILA KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAH KEBIJAKSANAAN


DALAM PERMUSYAWARATAN / PERWAKILAN
1. Mengutamakan kepentingan Negara dan masyarakat
2. Tidak memaksakan kehendak terhadap orang lain
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan
5. Dengan itikat yang baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah
6. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang
luhur
7. Keputusan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada
Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta
nilai-nilai kebenaran dan keadilan

5. SILA KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA


1. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan
2. Bersikap adil
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
4. Menghormati hak-hak orang lain
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain
6. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain
7. Tidak bersikap boros
8. Tidak bergaya hidup mewah
9. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum
10. Suka bekerja keras
11. Menghargai kerja orang lain
12. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial

Ketetapan MPR(Tap MPR) no. I/MPR/2003


(45 butir Pancasila).
Tidak pernah dipublikasikan kajian mengenai apakah butir-butir ini benarbenar diamalkan dalam keseharian warga Indonesia.
Sila pertama

Bintang.
KETUHANAN YANG MAHAESA
1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
2. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk
agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.
4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah
yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa kepada orang lain.
Sila kedua

Rantai.
KEMNUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap
manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan,
jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.

4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.


5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10.
Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan
bangsa lain.
Sila ketiga

Pohon Beringin.
PERSATUAN INDONESIA
1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan
keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi dan golongan.
2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila
diperlukan.
3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air
Indonesia.
5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial.
6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Sila keempat

Kepala Banteng
KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAH KEBIJAKSANAAN DALAM
PERMUSYAWARATAN/PERWAKILAN
1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia
mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.

5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai


hasil musyawarah.
6. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan
hasil keputusan musyawarah.
7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan
pribadi dan golongan.
8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang
luhur.
9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral
kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan
kesatuan demi kepentingan bersama.
10.
Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk
melaksanakan pemusyawaratan.

Sila kelima

Padi Dan Kapas.


KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan
terhadap orang lain.
7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan
gaya hidup mewah.
8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan umum.

9. Suka bekerja keras.


10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan
dan kesejahteraan bersama.
11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang
merata dan berkeadilan sosial.

Fungsi Pancasila :
1. Pancasila Sebagai Dasar Negara
Dasar negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan
mampu memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah negara. Negara
Indonesia dibangun juga berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu
Pancasila. Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar negara, merupakan
sumber kaidah hukum yang mengatur negara Republik Indonesia, termasuk
di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni pemerintah, wilayah dan rakyat.
Pancasila dalam kedudukannya seperti inilah yang merupakan dasar pijakan
penyelenggaraan negara dan seluruh kehidupan negara Republik Indonesia.
2. Pancasila sebagai ideologi Bangsa Indonesia. Ideoligi berasal dari kata
Idea yang berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita cita dan logos
yang berarti ilmu jadi Ideologi dapat diartikan adalah Ilmu pengeertian
pengertian dasar. Dengan demikian Pancasila sebagai Ideologi Bangsa
dimana pada hakekatnya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran
Bangsa Indonesia. Pancasila di angkat atau di ambil dari nilai-nilai adatistiadat yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia, dengan
kata lain pancasila merupakan bahan yang di angkat dari pandangan hidup
masyarakat Indonesia.

3. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia yaitu yang


dijadikan pedoman hidup bangsa Indonesia dalam mencapai kesejahteraan
lahir dan batin dalam masyarakat yang heterogen (beraneka ragam).
4. Pancasila sebagai Jiwa Bangsa Indonesia. Menurut Von Savigny bahwa
setiap bangsa punya jiwanya masing-masing yang disebut Volkgeist, artinya
Jiwa Rakyat atau Jiwa Bangsa. Pancasila sebagai jiwa Bangsa lahir
bersamaan dengan adanya Bangsa Indonesia yaitu pada jaman dahulu kala
pada masa kejayaan nasional. Hal ini sesuai dengan apa yang telah
dikemukakan oleh Prof. Mr. A.G. Pringgodigdo dalam tulisann beliau dalam
Pancasila, yang menyatakan bahwa Pancasila itu sendiri telah ada sejak
adanya Bangsa Indonesia.
5. Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia, artinya Pancasila lahir
bersama dengan lahirnya bangsa Indonesia dan merupakan ciri khas bangsa
Indonesia dalam sikap mental maupun tingkah lakunya sehingga dapat
membedakan dengan bangsa lain.
6. Pancasila sebagai Perjanjian Luhur artinya Pancasila telah disepakati
secara nasional sebagai dasar negara tanggal 18 Agustus 1945 melalui
sidang PPKI (Panitia Persiapan kemerdekaan Indonesia).
7. Pancasila sebagai Sumber dari segala sumber tertib hukum artinya; bahwa
segala peraturan perundang- undangan yang berlaku di Indonesia harus
bersumberkan Pancasila atau tidak bertentangan dengan Pancasila.
8. Pancasila sebagai Cita-cita dan tujuan yang akan dicapai bangsa
Indonesia, yaitu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan
spiritual yang berdasarkan Pancasila.
9. Pancasila sebagai Falsafah Hidup yang Mempersatukan Bangsa Indonesia.
Pancasila merupakan sarana yang ampuh untuk mempersatukan Bangsa
Indonesia. Karena Pancasila adalah palsafah hidup dan kepribadian Bangsa
Indonesia yang mengandung nilai-nilai dan norma-norma yang oleh Bangsa
Indonesia diyakini paling benar, adil, bijaksana dan tepat bagi Bangsa
Indonesia untuk mempersatukan Rakyat Indonesia.
10. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup
Setiap manusia di dunia pasti mempunyai pandangan hidup. Pandangan

hidup adalah suatu wawasan menyeluruh terhadap kehidupan yang terdiri dari
kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur. Pandangan hidup berfungsi sebagai
pedoman untuk mengatur hubungan manusia dengan sesama, lingkungan
dan mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya.

Kedudukan Pancasila :
Secara singkat dapat diuraikan bahwa kedudukan pancasila adalah sebagai
dasar Negara RI.

1.
2.
3.
4.
5.

Pengertian Filsafat
Filsafat dalam Bahasa Inggris yaitu philosophy, adapun istilah
filsafat berasal dari Bahasa Yunani yaitu philosophia, yang terdiri
atas dua kata yaitu philos(cinta) atau philia (persahabatan, tertarik
kepada) dan sophos (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan,
keterampilan, intelegensi). Jadi secara etimologi, filsafat berarti
cinta kebijaksanaan atau kebenaran (love of wisdom). Orangnya
disebut filosof yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.[1]
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat memiliki arti
yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai
hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya[2].
Beberapa pengertian pokok tentang filsafat menurut kalangan
filosof adalah[3]:
Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik
serta lengkap tentang seluruh realitas.
Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar serta
nyata.
Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan
pengetahuan : sumbernya, hakikatnya, keabsahannya, dan nilainya.
Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan
pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang
pengetahuan.
Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu melihat apa yang
anda katakan dan untuk mengatakan apa yang anda lihat.

LANDASAN PENDIDIKAN PANCASILA


A.
1.
2.
3.
4.
B.
1.

2.

3.
4.

C.
1.

Landasan Pendidikan Pancasila


Landasan pendidikan pancasila adalah :
Landasan historis yaitu Pancasila didasarkan pada sejarah Bangsa Indonesia
sendiri.
Landasan Kulturil yaitu Pancasila didasarkan pada nilai-nilai budaya yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri
Landasan Yuridis yaitu penyelenggaraan pendidikan Pancasila didasarkan di
perguruan tinggi didasarkan pada ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku
di Indonesia.
Landasan Filosofis yaitu : secara filosofis Bangsa Indonesia dalam hidup
bermasyarakat dan bernegara berlandaskan pada nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila yang secara filosofis merupakan filosofi Bangsa Indonesia.
Kajian Pancasila
Kajian pancasila melalui empat tinjauan secara holistic, yaitu :
Tinjauan filosofis : mengungkapkan Pancasila sebagai system filsafat Bangsa
Indonesia, Ideologi Nasional, dan pandangan hidup bangsa, serta etika
bangsa, juga pandangan integralistik mengenai Pancasila yang membedakan
dengan ideologi lain di dunia.
Tinjauan historis : Memaparkan masa kejayaan nasional, asal mula
pancasila, latar belakang keberadaan pancasila baik secara etimologis,
terminologis maupun kronologis sehingga akan terlihat bentuk, susunan, sifat
dan system Pancasila dalam wujud kebulatan yang utuh menyeluruh dan
sistematik.
Tinjauan Yuridis konstitusional : Menguraikan status dan kedudukan
pancasila dalam tata kehidupan Bangsa Indonesia, hubungan pancasila
dengan norma-norma hukum yang ada dan berlaku di Indonesia.
Tinjauan aktual dan etis : Merupakan aktualisasi Pancasila dalam kehidupan
kampus dan masyarakat pada umumnya, Pancasila sebagai paradigm
pembangunan Poleksosbudhankam, pancasila sebagai dasar pembaharuan
hukum dan HAM, sehingga nilai-nilai Pancasila menjadi sumber moral dalam
kehidupan bermasyarakat.
Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Indonesia
Pengertian Ideologi

Ideologi sebagai suatu konsep atau sebagai suatu system berfikir, pertama
kali diperkenalkan oleh Destutt de Tracy, filsuf Prancis tahun 1796. Istilah
ideologi digunakan untuk menunjuk suatu bidang ilmu yang otonom yang
terpisah dari metafisika[1].
Ideologi ialah seperangkat nilai yang diyakini kebenarannya oleh suatu
bangsa dan digunakan sebagai dasar untuk menata masyarakat dalam
negara. Ideologi mengandung nilai-nilai dasar yang hidup dalam system
kehidupan masyarakat dan mengandung idealism yang mampu
mengakomodasikan tuntutan perkembangan zaman [2].
Jorge Larrain dalam tulisannya tentang The Concept of Ideology (2002)
memberikan pengertian ideology as a set of beliefs yaitu suatu system
kepercayaan mengenai sesuatu yang dipandang bernilai dan menjadi
kekuatan motivasional bagi perilaku individu atau kelompok [3].
Pancasila sebagai ideologi nasional artinya pancasila merupakan kumpulan
atau seperangkat nilai yang diyakini kebenarannya oleh Bangsa Indonesia
dan digunakan untuk menata atau mengatur masyarakat Indonesia.
2. Dimensi-dimensi yang dimiliki oleh Pancasila sebagai ideologi nasional,
yaitu[4] :
- Dimensi idealitas artinya ideologi pancasila mengandung harapan-harapan
dan cita-cita yang ingin dicapai oleh Bangsa Indonesia.
- Dimensi realitas artinya nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila
bersumber dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.
- Dimensi normalitas artinya Pancasila mengandung nilai-nilai yang bersifat
mengikat berupa norma-norma yang harus dipatuhi dan ditaati bersama.
- Dimensi fleksibilitas artinya ideologi Pancasila mampu mengikuti
perkembangan jaman, dapat menerima pemikiran-pemikiran baru sepanjang
tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasarnya.
3. Ideologi Terbuka dan Tertutup[5]
Pembahasan dalam hal ini menyangkut pengertian ideologi terbuka dan
ideologi tertutup dan bagaimana sifat dari idedologi Pancasila sebagai
ideologi Bangsa Indonesia dikaitkan dengan pengertian tersebut.
Ideologi bersifat tertutup jika ideologi tersebut tidak dapat menerima dan
mengembangkan pemikiran-pemikiran baru, tidak berinteraksi dengan
perkembangan jaman, hanya mengandung dimensi normalitas yang
dipaksakan dan dimensi idealitas semu, tidak demokratis dan lebih bersifat
otoriter.
Ideologi bersifat terbuka jika ideologi tersebut dapat menerima dan
mengembangkan pemikiran baru dari luar yang tidak bertentangan dengan
nilai-nilai dasarnya, bersifat demokratis dan dapat berinteraksi dengan
perubahan dan perkembangan jaman.
Ideologi Bangsa Indonesia yaitu ideologi Pancasila merupakan ideologi
terbuka berarti dapat menerima dan mengembangkan pemikiran baru dari
luar, dapat berinteraksi dengan perkembangan/perubahan zaman dan
lingkungannya, bersifat demokratis maka lebih dinamik dan inovatif.
D.
Perbandingan Pancasila dengan Ideologi Lain di Dunia [6]
1. Ideologi induvidualistik : memandang bahwa manusia sejak dilahirkan bebas
dan dibekali penciptanya sejumlah hak asasi, misalnya hak hidup, hak

kebebasan, hak kesamaan. Nilai kebebasan ialah yang utama. Metode


berfikir ideologi ini liberalistic yang berwatak individualistic.
2. Ideologi komunistik : mendasarkan diri pada premis bahwa semua materi
berkembang mengikuti hukum kontradiksi. Metode berfikirnya materialism
dialektik. Ideologi ini didasarkan pada ajaran Karl Marx, Frederick Engels, dan
Lenin yang menyatakan bahwa negara ialah susunan golongan (kelas) untuk
menindas golongan (kelas) yang lain.
3. Ideologi yang didasarkan pada Faham Agama : ideologi ini bersumber dari
ajaran agama yang termuat dalam kitab suci agama. Negara bersifat spiritual
religious.

[1]

Tim Dosen Pancasila Unhas, 2003. Pendidikan Pancasila Perguruan Tinggi.


Dicetak Offset Setting Perkasa.
[2]
Ibid
[3]
Ibid
[4]
Ibid
[5]
Ibid hal 19
[6]
Ibid. hal 20
PAHAM KEBANGSAAN DAN LAHIRNYA PANCASILA
A.
Lahirnya Paham Kebangsaan Indonesia
1. Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia
Bangsa Indonesia dijajah oleh bangsa asing sampai dengan tahun 1945.
Bangsa-bangsa yang pernah menjajah di wilayah nusantara adalah Portugis,
Belanda, Inggris dan Jepang. Perjuangan Bangsa Indonesia melawan
penjajah telah dimulai sejak wilayah nusantara masih berupa kerajaankerajaan, namun perlawanan waktu itu masih bersifat kedaerahan.
Selama penjajahan peristiwa yang menonjol adalah tahun 1908 yang dikenal
sebagai Gerakan Kebangkitan Nasional Pertama, yaitu lahirnya organisasi
pergerakan Budi Utomo yang dipelopori oleh Dr. Sutomo Dan Dr. Wahidin
Sudirohusodo, Dan 20 tahun kemudian pada tanggal 28 Oktober 1928
ditandai dengan lahirnya Sumpah Pemuda sebagai titik awal dari kesadaran
masyarakat untuk berbangsa Indonesia, dimana putra putri bangsa Indonesia
berikrar : BERBANGSA SATU, BERTANAH AIR SATU, DAN BERBAHASA
SATU : INDONESIA. Pernyataan ikrar ini mempunyai nilai dan tujuan yang
sangat strategis di masa depan yaitu persatuan dan kesatuan Indonesia. Niiai
yang terkandung didalamnya antara lain harga diri, solidaritas, persatuan dan
kesatuan, serta jati diri bangsa.
2.
Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908
Kebangkitan nasional Bangsa Indonesia ditandai dengan berdirinya
organisasi Boedi Oetomo yaitu sebuah organisasi pemuda yang didirikan oleh
Dr. Sutomo dan para mahasiswa STOVIA seperti Goenawan
Mangoenkoesoemo dan Soeraji pada tanggal 20 Mei 1908. Organisasi ini
digagas oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo. Organisasi ini bersifat sosial,
ekonomi, dan kebudayaan tetapi tidak bersifat politik. Berdirinya Budi Utomo
menjadi awal gerakan yang bertujuan mencapai

kemerdekaan Indonesia walaupun pada saat itu organisasi ini awalnya hanya
ditujukan bagi golongan berpendidikan Jawa. Saat ini tanggal berdirinya Budi
Utomo, 20 Mei, diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Pada mulanya, Budi Utomo bukan organisasi politik, kegiatannya terpusat
pada bidang sosial budaya, namun sejak tahun 1915, Budi Utomo mulai
bergerak di bidang politik. Pada tahun 1929, Budi Utomo masuk menjadi
anggota PPPKI (Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan
Indonesia).Pada tahun 1935, Budi Utomo bergabung dengan PBI (Persatuan
Bangsa Indonesia) yang dipimpin oleh Soetomo. Penggabungan (Fusi) Itu
membentuk organisasi baru bernama Parindra (Partai Indonesia Raya).
Sepuluh tahun pertama Budi Utomo mengalami beberapa kali pergantian
pemimpin organisasi. Kebanyakan memang para pemimpin berasal kalangan
"priyayi" atau para bangsawan dari kalangan keraton, seperti Raden
Adipati Tirtokoesoemo, bekas BupatiKaranganyar (presiden pertama Budi
Utomo), dan Pangeran Ario Noto Dirodjo dariKeraton Pakualaman.
3.

1.
2.
3.

Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928


Sumpah Pemuda yang dicetuskan tanggal 28 Oktober 1928. Persatuan
dan kesatuan Sumpah Pemuda dapat memberikan ide/gagasan atau
membimbing generasi yang akan datang untuk tetap tegaknya negara
kesatuan RI. Nilai-nilai Sumpah Pemuda perlu diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari dengan memahami dan menyadari kemajemukan
(keanekaragaman) masyarakat Indonesia, misalnya tidak boleh membedabedakan teman berdasarkan suku bangsa, Agama dan menggunakanBahasa
Indonesia dalam pergaulan sehari-hari dengan baik dan benar.
Sumpah Pemuda sebagai tonggak Penegas Persatuan bangsa
Indonesia dapat mencegah perpecahan bangsa, sebab tanpa persatuan dan
kesatuan, apapun yang dicita-citakan oleh negara dan bangsa sulit untuk
berhasil.
Kita ketahui bahwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 adalah cerminan dari
tekad dan ikrar para Pemuda, Pelajar dan Mahasiswa. Pada saat itu mereka
tidak membeda-bedakan suku, pulau, dan organisasi mana, karena tekad
mereka ingin bersatu untuk merebut Kemerdekaan dari para penjajah.
Semangat persatuan pada waktu itu sangat menonjol, mereka bertekad hidup
atau mati dan tiada jalan lain untuk merebut kemerdekaan kecuali bersatu
padu. Hasil dari tekad dan ikrar para pemuda yaitu pernyataan Sumpah
Pemuda yang menyatakan bahwa :
Kami putra putri Indonesia mengaku, bertumpah darah yang satu, tanah air In
donesia.
Kami putra putri Indonesia mengaku, berbangsa satu bangsa Indonesia.
Kami putra putri Indonesia mengaku, menjunjung bahasa persatuan b
ahasa Indonesia.
Ketiga keputusan tersebut dipatuhi oleh semua perkumpulan kebangsaan
Indonesia. Keyakinan persatuan Indonesia diperkuat dengan memperhatikan
dasar persatuan, yaitu Kemauan, Sejarah, Bahasa, Hukum adat dan
Pendidikan.
Adapun makna Sumpah Pemuda menjadi tonggak penegas yang sangat
penting dalam sejarah atau lebih jelasnya, bahwa kita wajib menjujung
tinggi persatuan Indonesia berdasarkan prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Kita

bangga bertanah air, berbangsa dan berbahasa Indonesia; Karena itu kita
wajib mencintai tanah air,bangsa dan bahasa Indonesia.
B.
Asal Mula Pancasila
1. Asal Mula bahan (causa materialis)
Pancasila merupakan nilai-nilai yang digali dari dari Bangsa Indonesia sendiri
berupa nilai-nilai adat istiadat, nilai tradisi, nilai kebudayaan, dan nilai-nilai
religious yang sudah ada dari sejak jaman dahulu kala.
2. Asal mula bentuk / bangun (causa formalis)
Bentuk dan bangun Pancasila sesuai dengan susunan sebagaimana yang
termuat dalam Pembukaan UUD RI 1945. Proses penyusunan Pancasila
dilakukan dalam sidang-sidang yang dilaksanakan oleh BPUPKI dalam
beberapa tahap.
3. Asal Mula Tujuan (Causa Finalis)
Pancasila menjadi pedoman sekaligus tujuan hidup dalam mencapai cita-cita
Bangsa Indonesia.
4. Asal Mula Karya (Causa Effisiens)
Pancasila ditetapkan menjadi dasar Negara RI oleh para anggota PPKI pada
tanggal 18 Agustus 1945 setelah dilakukan pembahasan dalam sidang
BPUPKI dan Panitia Sembilan.
DAFTAR PUSTAKA
Marwati, 1984, Sejarah Nasional Indonesia Jilid III-VI, Balai Pustaka. Jakarta
Tim Dosen Pancasila Unhas, 2003. Pendidikan Pancasila Perguruan Tinggi. Dicetak
oleh Offset Setting Perkasa 70 Qs. Makassar

PENGERTIAN DAN PROSES PERUMUSAN PANCASILA


A.

B.

Pengertian Pancasila
1. Pengertian secara etimologis Istilah Pancasila berasal dari
bahasa India (Sansekerta), yaitu panca artinya lima dan
syila artinya sendi, asas, alas, dasar, dan fondamen ; jadi
pancasila berarti berbatu sendi yang lima (consisting of five
rocks).
2. Pengertian kedua, panca artinya lima dan syila artinya
lima aturan tingkah laku yang baik. Jadi Pancasila berarti lima
aturan tingkah laku yang baik atau terpuji (five moral
principles).
Proses Perumusan Pancasila Secara Kronologis
Pembahasan mengenai Dasar Negara Indonesia dilakukan pertama
kali padaSidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang
berlangsung mulai tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945. Padasidang

tersebut terdapat usulanusulan tentang Dasar Negara, usulanusulan


yang
dikemukakan
adalah
:
1.

Prof.

Mr.

Muhammad

Yamin

Mengusulkan Dasar Negara dalam pidatonya yang tidak tertulis pada


tanggal 29Mei 1945 dalam sidang BPUPKI yaitu :
1) Peri Kebangsaan.
2) Peri Kemanusiaan.
3) Peri Ketuhanan.
4) Peri Kerakyatan.
5) Kesejahteraan rakyat.

1)
2)
3)
4)
5)

Setelah selesai berpidato, Beliau menyampaikan pula usulan-usulan


tertulisnaskah rancangan UUD RI. Dalam pembukaan itu tercantum
rumusan lima dasar yaitu:
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kebangsaan Paersatuan Indonesia.
Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/ Perwakilan.
Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Usulan Prof. Mr. Dr. R Soepomo (31 Mei 1945)
Paham persatuan.
Perhubungan Negara dan Agama.
Sistem badan permusyawaratan.
Sosialisasi Negara.
Hubungan antar bangsa yang bersifat Asia Timur Raya.
3. Usulan Ir. Soekarno
Tanggal 1 Juni 1945 Beliau mengemukakan usulan mengenai
Dasar Negara Indonesia merdeka yaitu:
1. Kebangsaan Indonesia.
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan.
3. Mufakat atau Demokrasi.
4. Kesejahteraan Sosial.
5. Ketuhanan yang berkebudayaan.
1)
2)
3)
4)
5)

Beliau mengusulkan pula agar kelima Dasar Negara ini diberi nama
Pancasila.
BPUPKI pada sidang pertamanya belum mencapai kata sepakat tent
ang DasarNegara
Indonesia merdeka.
Oleh karena itu, dibentuklah panitia kecil yangmembahas usulanusulan yang diajukan
dalam sidang BPUPKI baik secara lisanmaupun tertulis yang disebut
panitia Sembilan yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Adapun

C.

anggotanya terdiri dari tokoh-tokoh Nasional yang mewakili


golonganislam
dan
golongan
nasional,
yaitu:
Drs. Moch Hatta, Mr. A.A Maramis, Mr. MuhYamin, Mr. Ahmad Soe
bardjo, Abdul Kahar
Muzakar,
KH. Wahid
Hasyim, Abi
Kusno, Tjokrosoejoso dan Haji Agus Salim.
Rumusan Pancasila
Panitia Sembilan pada tanggal 22 Juni 1945, berhasil menyusun su
atu naskahyang kemudian disebut
Piagam Jakarta, yang di
dalamnya tercantum rumusan Dasar Negara sebagai berikut :
1.
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya.
2.
Kemanusiaan yang adli dan beradab
3.
Persatuan Indonesia.
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalamP
ermusyawaratan/ Perwakilan.
5.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Hasil kerja panitia Sembilan itu belum dapat pengesahan dari BPUP
KI, karenamereka
belum mewakili seluruh golongan masyarakat Indonesia dan rumu
sandasar negara yang dihasilkan itu masih dianggap belum
terumuskan
secara
jelas.
Untuk memantapkan hasil kerja BPUPKI dan sejalan denganperkem
bangan sejarah,
maka dibentuklah Panitia Persiapan KemerdekaanIndonesia (PPKI)
yang bersidang pada tanggal 18 Agustus 1945, yangkedudukannya
sama dengan badan perwakilan
rakyat dan anggotanyaditambah dari wakil-wakil daerah dan
golongan yang segera ditugaskan untuk menyusun alat-alat
kelengkapan negara yang diperlukan.

1.

2.

Dalam sidangnya PPKI menghasilkan :


Menetapkan dan mengesahkan UUD RI.
Dalam pengesahan tersebut terdapat
rumusan Pancasila sebagai DasarNegara yang tercantum dalam Pe
mbukaan UUD 1945 dengan sistematika sebagai berikut:
Ketuhanan Yang Maha Esa
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Persatuan Indonesia
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan.
Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Memilih Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs.
Mochammad Hatta sebagaiwakil Presiden.

3.

Sebelum dibentuk MPR dan DPR Presiden dibantu oleh sua


tu Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) untuk sementara waktu.
Jelaslah bahwa rumusan Pancasila yang sah dan benar tercantum d
alam
Pembukaan
UUD
1945
pada
alinea
4. Setelah Anda mempelajari uraian materitentang rumusan Pancasil
a, untuk lebih jelasnya
bagaimana suasana sidangBPUPKI ketika merumuskan Pancasila, c
oba Anda amati gambar berikut:

Suasana sidang BPUPKI pada saat membicarakan


dasar negara dan UUD Negara RI
DAFTAR PUSTAKA
Tim Dosen Pancasila Unhas, 2003. Pendidikan Pancasila Perguruan Tinggi.
Dicetak oleh Offset Setting Perkasa 70 Qs. Makassar

KEDUDUKAN PANCASILA DAN FUNGSINYA


A.

1)
2)
3)
4)

Kedudukan Pancasila
Berdasarkan teori Nawiasky, A. Hamid S. Attamimi kemudian
membandingkannya dengan teori Hans Kelsen dan menerapkannya
pada struktur tata hukum yang berlaku di Indonesia. Attamimi
menunjukkan struktur hierarki tata hukum Indonesia berdasarkan
teori tersebut, yaitu:[1]
Staatsfundamentalnorm: Pancasila (Pembukaan UUD 1945).
Staatsgrundgesetz: Batang Tubuh UUD 1945, Tap MPR, dan
Konvensi Ketatanegaraan.
Formell gesetz: Undang-Undang.
Verordnung en Autonome Satzung: Secara hierarkis mulai dari
Peraturan Pemerintah hingga Keputusan Bupati atau Walikota.
Penempatan Pancasila sebagai Staatsfundamental-norm pertama
kali disampaikan oleh Notonagoro[2]. Pancasila dilihat sebagai cita
hukum (rechtsidee) merupakan bintang pemandu. Posisi ini
mengharuskan pembentukan hukum positif adalah untuk mencapai
ide-ide dalam Pancasila, serta dapat digunakan untuk menguji
hukum positif. Dengan ditetapkannya Pancasila
sebagai Staatsfundamentalnorm maka pembentukan hukum,
penerapan, dan pelaksanaanya tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai
Pancasila.[3]
Namun, dengan penempatan Pancasila sebagai Staatsfundamentalnorm berarti menempatkannya di atas Undang-Undang
Dasar. Jika demikian, Pancasila tidak termasuk dalam pengertian
konstitusi, karena berada di atas konstitusi. Untuk membahas
permasalahan ini dapat dilakukan dengan melacak kembali konsepsi
norma dasar dan konstitusi menurut Kelsen dan pengembangan
yang dibuat oleh Nawiasky, serta melihat hubungan antara
Pancasila dan UUD 1945.
Semua norma hukum adalah milik satu tata aturan hukum yang
sama karena validitasnya dapat dilacak kembali, secara langsung
atau tidak, kepada konstitusi pertama. Bahwa konstitusi pertama
adalah norma hukum yang mengikat adalah sesuatu yang
dipreposisikan, dan formulasi preposisi tersebut adalah norma dasar
dari tata aturan hukum ini.[4]
Pancasila lahir dan dirumuskan dalam persidangan Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada saat
membahas dasar negara, khususnya dalam pidato Soekarno tanggal
1 Juni 1945. Soekarno menyebut dasar negara
sebagai Philosofische grondslag sebagai fondamen, filsafat, pikiran

yang sedalam-dalamnya yang diatasnya akan didirikan bangunan


negara Indonesia. Soekarno juga menyebutnya dengan
istilah Weltanschauungatau pandangan hidup. Pancasila adalah lima
dasar atau lima asas.[5]
Pidato yang dikemukakan Soekarno pada saat itu adalah rangkaian
persidangan BPUPKI yang membahas dasar negara. Selain
Soekarno, anggota-anggota yang lain juga mengemukakan
pendapatnya baik secara lisan maupun tertulis. Dari berbagai
pendapat yang dikemukakan dalam persidangan tersebut,
kemudian ditunjuk tim perumus yang terdiri dari 8 orang, yaitu: Ir.
Soekarno, Drs. M. Hatta, Mr. M. Yamin, M. Soetardjo
Kartohadikoesoemo, R. Otto Iskandardinata, Mr. A. Maramis, Ki
Bagoes Hadikoesoemo, dan K.H. Wachid Hasjim. Tim ini
menghasilkan rumusan yang kemudian dikenal dengan Piagam
Jakarta dan diterima oleh BPUPKI pada tanggal 10 Juli 1945.
[6] Dokumen inilah yang menjadi Pembukaan UUD 1945 setelah
terjadi kompromi dengan pencoretan tujuh kata. Walaupun
pengaruh Soekarno cukup besar dalam perumusan dokumen ini,
namun dokumen ini adalah hasil perumusan BPUPKI yang dengan
sendirinya merepresentasikan berbagai pemikiran anggota BPUPKI.
Dokumen ini disamping memuat lima dasar negara yang
dikemukakan oleh Soekarno, juga memuat pokok-pokok pikiran
yang lain.
Jika masalah dasar negara disebutkan oleh Soekarno
sebagai Philosofische grondslag ataupun Weltanschauung, maka
hasil dari persidangan-persidangan tersebut, yaitu Piagam Jakarta
yang selanjutnya menjadi dan disebut dengan Pembukaan UUD
1945, yang merupakan Philosofische
grondslag dan Weltanschauung bangsa Indonesia. Seluruh nilai-nilai
dan prinsip-prinsip dalam Pembukaan UUD 1945 adalah dasar
negara Indonesia, termasuk di dalamnya Pancasila.
B.

Pancasila Sebagai Sumber Dari Segala Sumber Hukum


Upaya mewujudkan Pancasila sebagai sumber nilai adalah
dijadikannya nilai- nilai dasar Pancasila sebagai sumber bagi
penyusunan norma hukum di Indonesia. Hal ini sesuai dengan
kedudukannya sebagai dasar (filosofis) negara sebagaimana
tertuang dalam pembukaan UUD 1945 Alinea IV, yang dijabarkan
lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang No. 10 Tahun
2004 yang menyatakan bahwa Pancasila merupakan sumber dari
segala sumber hukum negara.
Negara Indonesia memiliki hukum nasional yang merupakan satu
kesatuan sistem hukum. Sistem hukum Indonesia itu bersumber
dan berdasar pada pancasila sebagai norma dasar bernegara.
Pancasila berkedudukan sebagaigrundnorm (norma dasar)
atau staatfundamentalnorm (norma fondamental negara) dalam
jenjang norma hukum di Indonesia.

Nilai-nilai pancasila selanjutnya dijabarkan dalam berbagai


peraturan
perundang-undangan yang ada, baik dalam bentuk undang-undang,
ketetapan, keputusan, kebijaksanaan pemerintah, programprogram pembangunan, dan peraturan-peraturan lain yang pada
hakikatnya merupakan nilai instrumental sebagai penjabaran dari
nilai-nilai dasar pancasila.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. 2010. Ideologi, Pancasila, dan Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Tim Dosen Pancasila Unhas, 2003. Pendidikan Pancasila Perguruan Tinggi.
Dicetak oleh Offset Setting Perkasa 70 Qs. Makassar
[1] Ibid. Tata urutan yang dipakai oleh Attamimi adalah berdasarkan
Ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966. Ketetapan tersebut diganti dengan
Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan
Peraturan Perundang-Undangan. Pada Tahun 2003 telah ditetapkan UndangUndang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan.
[2] Notonagoro, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (Pokok Kaidah
Fundamentil Negara Indonesia) dalam Pancasila Dasar Falsafah Negara,
Cetakan keempat, (Jakarta: Pantjuran Tudjuh, tanpa tahun).
[3] Attamimi, Op Cit., hal. 309.
[4] Kelsen, General Theory, Op Cit., hal 115
[5] Saafroedin Bahar, Ananda B. Kusuma, dan Nannie Hudawati
(peny.), Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan (BPUPKI) Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
28 Mei 1945 22 Agustus 1945, (Jakarta: Sekretariat Negara Republik
Indonesia, 1995), hal. 63, 69, dan 81. RM. A.B. Kusuma, Lahirnya UndangUndang Dasar 1945, (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2004), hal. 117, 121, 128 129.
[6] Kusuma, Op Cit., hal. 130, catatan kaki no. 229.
FUNGSI-FUNGSI PANCASILA
Fungsi pokok Pancasila adalah sebagai Dasar Negara. Selain fungsi pokok
tersebut, masih ada fungsi lainnya yaitu :

Pancasila sebagai ideologi Bangsa Indonesia. Ideologi berasal dari


kata Idea yang berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita cita dan
logos berarti ilmu. Jadi Ideologi dapat diartikan sebagai Ilmu tentang ide
atau gagasan yang bersifat mendasar. Ideologi ialah seperangkat nilai yang
diyakini kebenarannya oleh suatu bangsa dan digunakan untuk menata
masyarakatnya. Pancasila sebagai ideologi nasional merupakan kumpulan
nilai yang diyakini kebenarannya oleh Bangsa Indonesia dan digunakan
untuk menata masyarakat.

Pancasila sebagai pandangan hidup merupakan pedoman bagi


Bangsa Indonesia dalam mencapai kesejahteraannya lahir dan batin.

Pancasila sebagai jiwa Bangsa Indonesia. Menurut Von Savigny


bahwa setiap bangsa punya jiwanya masing-masing yang disebut Volkgeist,
artinya Jiwa Rakyat atau Jiwa Bangsa. Pancasila sebagai jiwa Bangsa
Indonesia lahir bersamaan dengan adanya Bangsa Indonesia sendiri yaitu
sejak jaman dahulu kala. Menurut Prof. Mr. A.G. Pringgodigdo bahwa
Pancasila itu sendiri telah ada sejak adanya Bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia, artinya Pancasila
lahir bersama dengan lahirnya Bangsa Indonesia dan merupakan ciri khas
Bangsa Indonesia dalam sikap mental maupun tingkah lakunya sehingga
dapat membedakannya dengan bangsa lain.
Pancasila sebagai perjanjian luhur artinya Pancasila telah disepakati
secara nasional sebagai dasar negara, pada tanggal 18 Agustus 1945
melalui sidang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum artinya segala
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia harus
bersumberkan Pancasila atau tidak boleh bertentangan dengan Pancasila.
Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan yang ingin dicapai Bangsa
Indonesia, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata
secara materiil maupun spiritual, berdasarkan Pancasila.
Pancasila sebagai falsafah hidup yang mempersatukan Bangsa
Indonesia. Pancasila merupakan sarana yang ampuh untuk mempersatukan
Bangsa Indonesia. karena Pancasila adalah palsafah hidup dan kepribadian
Bangsa Indonesia yang mengandung nilai-nilai dan norma-norma yang oleh
Bangsa Indonesia diyakini paling benar, adil, bijaksana dan tepat untuk
mempersatukan seluruh rakyat Indonesia.
Melihat besarnya fungsi Pancasila, maka sebagai generasi muda yang
akan meneruskan perjuangan bangsa Indonesia kelak, perlu memelihara
dan melestarikannya dengan menghayati dan mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari.

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT BANGSA INDONESIA


A.

Pengertian Sistem
Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan, yang bagian-bagiannya atau
unsur-unsurnya saling berkaitan, saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu
tujuan tertentu dan merupakan keseluruhan yang utuh.
Pancasila adalah sebuah system karena pancasila merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Esensi seluruh sila-silanya juga merupakan suatu
kasatuan. Pancasila berasal dari kepribadian Bangsa Indonesia dan unsur-unsurnya
telah dimiliki oleh Bangsa Indonesia sejak dahulu.
Secara garis besar Pancasila adalah suatu realita yang keberadan dan
kebenaraannya tidak dapat diragukan. Nilai-nilai Pancasila seperti ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan harus menjadi pedoman dan tolak
ukur bagi seluruh kegiatan kemasyarakatan dan kenegaraan Bangsa Indonesia.

B.

Pengertian Filsafat
Filsafat dalam Bahasa Inggris yaitu philosophy, adapun istilah filsafat berasal
dari Bahasa Yunani yaitu philosophia, yang terdiri atas dua kata yaitu philos (cinta)
atau philia(persahabatan, tertarik kepada) dan sophos (hikmah, kebijaksanaan,
pengetahuan, keterampilan, intelegensi). Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta
kebijaksanaan atau kebenaran (love of wisdom). Orangnya disebut filosof yang dalam
bahasa Arab disebutfailasuf
Menurut Roeslan Abdoelgani (1962), menyatakan bahwa pancasila adalah
filsafat Negara yang lahir sebagai collection ideologies dari keseluruhan bangsa
Indonesia.
Filsafat
Pancasial
pada
hakikatnya
merupakan
suatu realiteit atau noodzakelijkheid bagi keutuhan persatuan Bangsa Indonesia.
Filsafat Negara kita adalah Pancasila, yang diakui dan diterima oleh Bangsa
Indonesia sebagai pandangan hidup. Dengan demikian, Pancasila harus dijadikan
pedoman dalam kelakuan dan pergaulan sehari-hari. Sebagai pandangan hidup
bangsa, maka sewajarnyalah asas-asas pancasila disampaikan kepada generasi baru
melaluai pengajaran dan pendidikan. Pancasila menunjukan terjadinya proses ilmu
pengetahuan. Validitas, dan hakikat ilmu pengetahuan (teori ilmu pengetahuan).

C.

Pancasila Sebagai Sistem Filsafat


Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem
filsafat. Sistem yang dimaksud dalam hal ini adalah satu-kesatuan bagian-bagian yang
saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu, lazimnya memiliki
ciri-ciri sebagai berikut :
Satu kesatuan bagian-bagian.
Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri.
Saling berhubungan, saling ketergantungan.
Kesemua dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan sistem).
Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks (Shore dan Voich, 1974:122)
Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan
suatu kesatuan organik. Sila-sila dalam pancasila saling berkaitan, saling berhubungan
bahkan saling mengkualifikasi. Sila yang satu senantiasa dikualifikasikan oleh silasila lainnya. Dengan demikian, Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu sistem,
dalam pengertian bahwa bagian-bagian (sila-silanya) saling berhubungan secara erat
sehingga membentuk suatu struktur yang menyeluruh. Pancasila sebagai suatu sistem
juga dapat dipahami dari pemikiran dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu
pemikiran tentang manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa,
dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia, dengan masyarakat bangsa dan
negara.
Kenyataan Pancasila yang demikian ini disebut kenyataan yang obyektif, yaitu
bahwa kenyataan itu ada pada Pancasila sendiri terlepas dari sesuatu yang lain atau
terlepas dari pengetahuan orang. Sehingga Pancasila sebagai suatu sistem filsafat
bersifat khas dan berbeda dengan sistem-sistem filsafat yang lain misalnya:
liberalisme, materialisme, komunisme, dan aliran filsafat yang lain.

1.
2.
3.
4.
5.

D.

Pendekatan-Pendekatan yang Digunakan


Pendekatan yang digunakan oleh pancasila dengan filsafat pada prinsipnya
sama yaitu menggunakan pendekatan induktif dan deduktif, yaitu :

1.

Pendekatan induktif pancasila, ialah karena pancasila lahir, tumbuh, dan


berkembang dari persada nusantara kita sendiri, yang berupa adat istiadat, tadisi,
budaya, pustaka dan keagamaan bangsa kita sendiri, maka kemudian berkembang
menjadi adat nasional atau budaya nasional.
2.
Pendekatan dedutif pancasila, yaitu pancasila sebagai pemersatu seluruh
kehidupan Bangsa Indonesia yang beraneka ragam corak budayanya.

DAFTAR PUSTAKA
Amsal Bakhtiar. 2004. Filsafat Ilmu. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Elly M.Setiadi. 2005. Pendidikan pancasila, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Tim Dosen Pancasila Unhas, 2003. Pendidikan Pancasila Perguruan Tinggi. Dicetak
oleh Offset Setting Perkasa 70 Qs. Makassar.

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

A.

Pengertian Etika
Etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku manusia
dipandang dari segi baik dan buruk. Etika lebih banyak bersangkutan dengan prinsipprinsip dasar pembenaran dalam hubungan dengan tingkah laku manusia. (Kattsoff,
1985). Etika membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan nilai seperti nilai
baik dan buruk, nilai kesopanan, keberanian, kerendahan hati, dan lain-lain.

Nilai pada hakikatnya suatu sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek,
namun bukan objek itu sendiri. Nilai merupakan kualitas dari sesuatu yang
bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Moral merupakan patokan-patokan, kumpulan peraturan lisan maupun tertulis
tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang
lebih baik.
Norma adalah aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan yang
mengikat warga masyarakat atau kelompok tertentu dan menjadi
panduan, tatanan dan pengendali sikap dan tingkah laku dalam
hidup bermasyarakat.
B.

Etika Politik
Etika politik berbeda dengan moralitas politisi. Moralitas politisi menyangkut
mutu moral negarawan dan politisi secara pribadi, misalnya apakah ia korup atau
tidak (di sini tidak dibahas). Etika politik menjawab dua pertanyaan :

Bagaimana seharusnya bentuk lembaga-lembaga


kenegaraan seperti hukum dan Negara (misalnya: bentuk Negara seharusnya
demokratis); jadi etika politik adalah etika institusi.

Apa yang seharusnya menjadi tujuan/sasaran segala


kebijakan politik, jadi apa yang akan dicapai baik oleh badan legislative
maupun eksekutif.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
C.

Sejak abad ke-17 filsafat mengembangkan pokok-pokok etika politik seperti :


Pemisahan antara kekuasaan gereja dan kekuasaan Negara (John Locke)
Kebebasan berpikir dan beragama (Locke)
Pembagian kekuasaan (Locke, Montesquie)
Kedaulatan rakyat (Rousseau)
Negara hukum demokratis/republican (Kant)
Hak-hak asasi manusia (Locke)
Keadilan sosial

Lima Prinsip Dasar Etika Politik Kontemporer


Kalau lima prinsip itu berikut ini disusun menurut pengelompokan pancasila,
maka itu bukan sekedar sebuah penyesuaian dengan situasi Indonesia, melainkan
karena Pancasila memiliki logika internal yang sesuai dengan tuntutan-tuntutan dasar
etika politik modern.
1.
Pluralisme
Dengan pluralism dimaksud kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya,
untuk hidup dengan positif, damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga
masyarakat yang berbeda pandangan hidup, agama, budaya, adat. Pluralism
mengimplikasikan pengakuan terhadap kebebasan beragama, kebebasan berpikir,
kebebasan mencari informasi, toleransi. Pluralisme memerlukan kematangan
kepribadian seseorang dan sekelompok orang.
Prinsip pluralism terungkap dalam Ketuhanan Yang Maha Esa yang
menyatakan bahwa di Indonesia tidak ada orang yang boleh didiskriminasikan karena
keyakinan religiusnya. Sikap ini adalah bukti keberadaban dan kematangan karakter
koletif bangsa.
2.
HAM

Jaminan hak-hak asasi manusia adalah bukti Kemanusiaan yang adil dan
beradab. Hak-hak asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan
dan wajib tidak diperlakukan, jadi bagaimana manusia harus diperlakukan agar sesuai
dengan martabatnya sebagai manusia.
Hak-hak asasi manusia adalah baik mutlak maupun kontekstual:

Mutlak karena manusia memilikinya bukan karena


pemberian Negara, masyarakat, melainkan karena ia manusia, jadi dari Sang
Pencipta.

Kontekstual karena baru mempunyai fungsi dan karena


itu mulai disadari, diambang modernitas dimana manusia tidak lagi dilindungi
oleh adat/tradisi, dan sebaliknya diancam oleh Negara modern.
Dibedakan tiga generasi hak-hak asasi manusia:
Generasi pertama (abad ke 17 dan 18): hak-hak liberal, demokratis dan
perlakuan wajar di depan hukum.
2. Generasi kedua (abad ke 19/20): hak-hak sosial
3. Generasi ketiga (bagian kedua abad ke 20): hak-hak kolektif (misalnya
minoritas-minoritas etnik).
1.

Kemanusiaan yang adil dan beradab juga menolak kekerasan dan eklusivisme
suku dan ras. Pelanggaran hak-hak asasi manusia tidak boleh dibiarkan (impunity).
3.
Solidaritas Bangsa
Solidaritas menunjukkan bahwa kita tidak hanya hidup demi diri sendiri,
melainkan juga demi orang lain, bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan.
Manusia hanya hidup menurut harkatnya apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri,
melainkan menyumbang sesuatu pada hidup manusia-manusia lain. Sosialitas
manusia berkembang secara melingkar: keluarga, kampong, kelompok etnis,
kelompok agama, kebangsaan, solidaritas sebagai manusia. Maka di sini termasuk
rasa kebangsaan. Manusia menjadi seimbang apabila semua lingkaran kesosialan itu
dihayati dalam kaitan dan keterbatasan masing-masing.
4.
Demokrasi
Prinsip kedaulatan rakyat menyatakan bahwa tak ada manusia, atau sebuah
elit, atau sekelompok ideology, atau sekelompok pendeta/pastor/ulama berhak untuk
menentukan dan memaksakan (menuntut dengan pakai ancaman) bagaimana orang
lain harus atau boleh hidup. Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang
dipimpin berhak menentukan siapa yang memimpin mereka dan kemana mereka mau
dipimpin. Demokrasi adalah kedaulatan rakyat plus prinsip keterwakilan. Jadi
demokrasi memerlukan sebuah system penerjemah kehendak masyarakat ke dalam
tindakan politik.
Demokrasi hanya dapat berjalan baik atas dua dasar:

Pengakuan dan jaminan terhadap HAM; perlindungan


terhadap HAM menjadi prinsip mayoritas tidak menjadi kediktatoran
mayoritas.

Kekuasaan dijalankan atas dasar, dan dalam ketaatan


terhadap hukum (Negara hukum demokratis). Maka kepastian hukum
merupakan unsur hakiki dalam demokrasi (karena mencegah pemerintah yang
sewenang-wenang).

5.

Keadilan Sosial
Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat.
Maksud baik apa pun kandas apabila melanggar keadilan. Moralitas masyarakat mulai
dengan penolakan terhadap ketidakadilan. Keadilan sosial mencegah bahwa
masyarakat pecah ke dalam dua bagian; bagian atas yang maju terus dan bagian
bawah yang mungkin hanya dapat survive di hari berikut.
Tuntutan keadilan social tidak boleh dipahami secara ideologis, sebagai
pelaksanaan ide-ide, ideology-ideologi, agama-agama tertentu; keadilan social tidak
sama dengan sosialisme. Keadilan social adalah keadilan yang terlaksana dalam
kenyataan, keadilan sosial diusahakan dengan membongkar ketidakadilanketidakadilan yang ada dalam masyarakat. Di mana perlu diperhatikan bahwa
ketidakadilan-ketidakadilan itu bersifat structural, bukan pertama-pertama individual.
Artinya, ketidakadilan tidak pertama-tama terletak dalam sikap kurang adil orangorang tertentu (misalnya para pemimpin), melainkan dalam struktur-struktur
politik/ekonomi/social/budaya/ideologis. Struktur-struktur itu hanya dapat dibongkar
dengan tekanan dari bawah dan tidak hanya dengan kehendak baik dari atas.
Ketidakadilan struktur adalah diskriminasi di semua bidang, terhadap perempuan,
diskriminasi atas dasar ras, suku dan budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Franz Magnis Suseno, 2007. Artikel Materi Kuliah Umum Fakultas Filsafat UGM
Yogyakarta Senin 27 Agustus 2007.
Tim Dosen Pancasila Unhas, 2003. Pendidikan Pancasila Perguruan Tinggi. Dicetak
oleh Offset Setting Perkasa 70 Qs. Makassar.

UUD RI 1945 SEBAGAI HUKUM DASAR


A.

Pengertian Hukum Dasar


Hukum dasar adalah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam
praktek penyelenggaraan negara. Untuk menyelediki hukum dasar suatu negara tidak
cukup hanya menyelidiki pasal-pasal UUD nya saja, akan tetapi harus menyelidiki
juga bagaimana prakteknya dan suasana kebatinannya dari UUD itu.
Hukum dasar tertulis (UUD) merupakan kerangka dan tugas-tugas pokok dari
badan-badan pemerintah suatu negara dalam menentukan mekanisme kerja badan-

badan tersebut seperti eksekutif, yudikatif dan legislatif. Undang-Undang Dasar RI


1945 merupakan hukum dasar yang tertulis, kedudukan dan fungsi dariUUD RI
1945 merupakan pengikat bagi pemerintah, lembaga negara, maupun lembaga
masyarakat, sebagai warga negara Indonesia. Sebagai hukum dasar, UUD RI
1945 memuat normat-norma atau aturan-aturan yang harus diataati dan dilaksanakan.
Istilah konstitusi mempunyai 2 ( dua ) pengertian yaitu :
1. Konstitusi dalam arti luas : adalah keseluruhan dari ketentuan ketentuan
dasar atau disebut juga hukum dasar,baik hukum dasar tertulis maupun hukum
dasar tidak tertulis.
2. Konstitusi dalam arti sempit : Adalah hukum dasar tertulis yaitu undangundang dasar. Di Indonesia disebut juga dengan UUD RI 1945.
Di negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi konstitusional,
UUD mempunyai fungsi khas, yaitu membatasi kekuasaan pemerintah, sehingga
penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat semena-mena.
B.

UUD RI 1945 Sebagai Landasan Konstitusional, Struktural, dan Operasional


Landasan Formil Konstitusional Peraturan Perundang-undangan adalah
dimaksudkan untuk memberikan legitimasi prosedural terhadap pembentukan
Peraturan Perundang-undangan yang dicantumkan dalam dasar hukum mengingat
suatu peraturan perundang-undangan. Sedangkan Landasan Materiil Konstitusional
Peraturan Perundang-undangan dimaksudkan untuk memberikan tanda bahwa
Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk merupakan penjabaran dari Pasal-pasal
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dicantumkan
juga dalam dasar hukum mengingat suatu Peraturan Perundang-undangan yang
(akan) dibentuk. Landasan Materiil Konstitusional Peraturan Perundang-undangan ini
kemudian diuraikan secara ringkas dalam konsiderans menimbang dan dituangkan
dalam norma-norma dalam pasal dan/atau ayat dalam Batang Tubuh dan dijelaskan
lebih lanjut dalam Penjelasan suatu peraturan perundang-undangan kalau kurang jelas.
Sebelum dibentuknya Mahkamah Konstitusi dalam Perubahan Ketiga
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di Era Reformasi,
undang-undang juga dapat diuji terhadap Undang-Undang Dasar. Namun
pengujiannya bukanlah pengujian secara judicial melainkan pengujian secara legislatif
atau secara politis (legislative/Political Review) karena yang mengujinya adalah
lembaga politik atau lembaga legislatif yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
sebagaimana dimuat dalam Pasal 5 ayat (1) TAP MPR No. III/MPR/2000 tentang
Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. TAP MPR ini
sebagai pengganti TAP MPRS No. XX/MPRS/1966.
Dengan dibentuknya Mahkamah Konstitusi yang diberikan kewenangan
konstitusional menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar dan
kewenangan Mahkamah Agung yang semula didasarkan kepada undang-undang
sekarang diangkat ke dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menjadi kewenangan konstitusional untuk menguji peraturan perundangundangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, pemahaman landasan
formil dan materiil konstitusional peraturan perundang-undangan menjadi suatu
conditio sine quanon bagi para Perancang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
menyusun/membuat peraturan perundang-undangan agar peraturan perundang-

undangan tersebut tidak mudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi atau


Mahkamah Agung.
Landasan konstitusional pembangunan adalah UUD 1945. UUD 1945
merupakan arahan yang paling dasar dalam menyusun tujuan pokok pembangunan
nasional sebagai suatu visi pembangunan nasional guna dijadikan landasan dalam
Keputusan/Ketetatapan MPR. Khusus dalam Pembukaan UUD 1945 disebutkan
empat pokok tujuan pembangunan nasional mencakup: mencerdaskan kehidupan
bangsa, menciptakan kesejahteraan umum, melindungi seluruh tumpah darah
Indonesia, dan berperanserta dalam membantu ketertiban dunia dan perdamaian
abadi.
Landasan operasional pembangunan adalah Keputusan/Ketetapan MPR.
Keputusan/Ketetapan MPR terutama Ketetapan tentang Garis-garis Besar Haluan
Negara (GBHN)1 merupakan arahan paling dasar sebagai misi pembangunan
nasional lima tahunan guna dijadikan landasan dalam penyusunan pembangunan
nasional-lima tahunan. GBHN disusun oleh MPR. Dasar penyusunan GBHN adalah
UUD 1945.
C.

Sifat UUD RI 1945


UUD RI 1945 memiliki sifat sebagai berikut :
1.
Singkat artinya UUD RI 1945 hanya memuat sendi sendi pokok hukum dasar
Negara Indonesia, yang hanya terdiri dari 37 Pasal. Sedangkan UUD lain memiliki
jumlah pasal yang lebih banyak, misalnya :
UUD S 1950 jumlah pasalnya sebanyak 146
UUD RIS 1949 jumlah pasalnya sebanyak 197
UUD Birma jumlah pasalnya sebanyak 234
UUD Panama jumlah pasalnya sebanyak 291
UUD India jumlah pasalnya sebanyak 395
2.
Fleksibel artinya dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat,
karena hanya memuat aturan-aturan yang bersifat pokok, sedangkan aturan-aturan
penyelenggaraan (yang lebih teknis) diserahkan pada peraturan-peraturan yang
tingkatannya lebih rendah seperti undang-undang, PP dan lain-lain yang lebih mudah
dari segi cara pembuatan atau perubahannya.
D.
Ciri Khas Negara Hukum
Negara Indonesia berdasarkan atas hokum (rechtstaat), bukan berdasarkan
kekuasaan belaka (machstaat)
1.
Adanya pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia yang mengandung
persamaan dalam bidang politik, hokum, ekonomi dan kebudayaan.
2.
Tegaknya peradilan yang bebas dan tidak memihak atau tidak dipengaruhi oleh
suatu kekuatan atau kekuasaan apapun.
3.
Adanya legalitas dalam segala bentuknya atau jaminan kepastian hokum artinya
ketentuan hukumnya dapat dipahami, dapat dilaksanakan serta aman dalam
pelaksanaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Dosen Pancasila Unhas, 2003. Pendidikan Pancasila Perguruan Tinggi. Dicetak
oleh Offset Setting Perkasa 70 Qs. Makassar.

Penjelasan fungsi pancasila


July 24, 2013 Filled under Pendidikan
Penjelasan fungsi pancasila Pancasila adalah ideologi dasar bagi
negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta:
paca berarti lima dan la berarti prinsip atau asas. Pancasila
merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan
bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha
Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia,
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule
(Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.
Penjelasan fungsi pancasila
Fungsi pokok Pancasila adalah sebagai Dasar Negara. Selain fungsi
pokok tersebut, masih ada fungsi lainnya yaitu :
1. Pancasila sebagai ideologi Bangsa Indonesia. Ideologi berasal dari
kata Idea yang berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita
cita dan logos berarti ilmu. Jadi Ideologi dapat diartikan sebagai Ilmu
tentang ide atau gagasan yang bersifat mendasar. Ideologi ialah
seperangkat nilai yang diyakini kebenarannya oleh suatu bangsa
dan digunakan untuk menata masyarakatnya. Pancasila sebagai
ideologi nasional merupakan kumpulan nilai yang diyakini
kebenarannya oleh Bangsa Indonesia dan digunakan untuk menata
masyarakat.
2. Pancasila sebagai pandangan hidup merupakan pedoman bagi
Bangsa Indonesia dalam mencapai kesejahteraannya lahir dan
batin.
3. Pancasila sebagai jiwa Bangsa Indonesia. Menurut Von Savigny
bahwa setiap bangsa punya jiwanya masing-masing yang disebut
Volkgeist, artinya Jiwa Rakyat atau Jiwa Bangsa. Pancasila sebagai
jiwa Bangsa Indonesia lahir bersamaan dengan adanya Bangsa
Indonesia sendiri yaitu sejak jaman dahulu kala. Menurut Prof. Mr.
A.G. Pringgodigdo bahwa Pancasila itu sendiri telah ada sejak
adanya Bangsa Indonesia.
4. Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia, artinya
Pancasila lahir bersama dengan lahirnya Bangsa Indonesia dan
merupakan ciri khas Bangsa Indonesia dalam sikap mental maupun
tingkah lakunya sehingga dapat membedakannya dengan bangsa
lain.
5. Pancasila sebagai perjanjian luhur artinya Pancasila telah
disepakati secara nasional sebagai dasar negara, pada tanggal 18
Agustus 1945 melalui sidang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia).
6. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum artinya
segala peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
harus bersumberkan Pancasila atau tidak boleh bertentangan
dengan Pancasila.
7. Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan yang ingin dicapai Bangsa

Indonesia, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang


merata secara materiil maupun spiritual, berdasarkan Pancasila.
8. Pancasila sebagai falsafah hidup yang mempersatukan Bangsa
Indonesia. Pancasila merupakan sarana yang ampuh untuk
mempersatukan Bangsa Indonesia. karena Pancasila adalah
palsafah hidup dan kepribadian Bangsa Indonesia yang
mengandung nilai-nilai dan norma-norma yang oleh Bangsa
Indonesia diyakini paling benar, adil, bijaksana dan tepat untuk
mempersatukan seluruh rakyat Indonesia.
Demikan artikel singkat penjelasan fungsi pancasila. Semoga
bermanfaat.
Artikel yang terkait penjelasan fungsi pancasila : fungsi pancasila
sebagai pandangan hidup, fungsi pancasila sebagai dasar negara,
fungsi pancasila sebagai jiwa dan kepribadian bangsa, fungsi
pancasila sebagai ideologi, kedudukan pancasila, pancasila sebagai
dasar negara, tujuan pancasila, penjelasan fungsi pancasila, arti
pancasila

Pengamalan Pancasila Sebagai Sumber Nilai


1. Pemasyarakatan Nilai Pancasila dalam Keluarga.Kehidupan sehari-hari dalam
keluarga harus dijiwai nilai-nilai luhur Pancasila, di mana orang tuamenjadi teladan
bagi anak-anaknya. Segala tindak tanduk seluruh keluarga harus bersumber darinilainilai luhur Pancasila.2. Pemasyarakatan Nilai Pancasila dalam SekolahAnak yang
berumur tujuh tahun telah memasuki usia wajib belajar pendidikan formal. Di
sinilah penanaman nilai-nilai luhur Pancasila dimulai yaitu dari taman kanak-kanak, t
erutama melalui pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan.3. Pendidikan dalam MasyarakatP e n d i d i k a n d a l a m m a s y a r a
k a t a m a t p e n t i n g u n t u k p e n a n a m a n n i l a i l u h u r P a n c a s i l a , k a r e n a wa
ktu di sekolah hanya terbatas sehingga waktu yang lebih banyak ada di
lingkungan keluargadan masyarakat maka pergaulan sehari-hari dalam
masyarakat luas akan sangat berpengaruh terhadap pembentukan sikap dan
kepribadian anak. Oleh karena itu, hendaknya masyarakat
ikut bertanggung jawab dalam pembentukan sikap dan perilaku anak, serta penanama
n nilai-nilailuhur Pancasila.
Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Makna, Hakikat dan Tujuan
Pembangunan Nasional
Pengertian Pembangunan:
Usaha bangsa untuk meningkatkan mutu dan taraf hidup masyarakatsehingga menjadi
lebih baik
Aspek Pembangunan
meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, di dalamnya mencakup
tigaaspek sekaligus, yaitu:1. Emansipasi bangsa, yaitu usaha bangsa
untuk melepaskan diri dari ketergantungan pada bangsalain agar dapat berdiri
sendiri dengan kekuatan sendiri tanpa melepaskan semangat kerja
samayang produktif 2. Modernisasi, adalah upaya untuk mencapai taraf mutu

kehidupan yang lebih baik 3. Humanisasi, bermakna bahwa pembangunan


pada hakikatnya untuk manusia seutuhnya dan seluruh masyarakat Indonesia
Makna Pembangunan Nasional,
adalah upaya untuk mening-katkan seluruh aspek kehidupanmasyarakat,
bangsa dan negara yang sekaligus merupakan proses pengembangan
keseluruhansistem penyelenggaraan negara untuk mewujudkan Tujuan Nasional.
Hakikat Pembangunan Nasional,
a d a l a h p e m b a n g u n a n m a n u - s i a I n d o n e s i a s e u t u h n y a d a n pembanguna
n masyarakat Indonesia seluruhnya.
Tujuan Pembangunan Nasional,
dilaksanakan untuk mewujud-kan Tujuan Nasional sepertitermaktub dalam
Pembukaan UUD 1945 alinea IV.
Paradigma
a d a l a h a n g g a p a n - a n g g a p a n d a s a r ya n g m e m b e n t u k k e r a n g k a
k e ya k i n a n ya n g berfungsi sebagai acuan, kiblat atau pedoman untuk melihat pers
oalan dan bagaimanamenyelesaikannya
Paradigma pembangunan
d i p a h a m i s e b a g a i k e r a n g k a k e ya k i n a n ya n g d i g u n a k a n s e b a g a i pedo
man untuk melihat persoalan dan bagaimana melaksanakan pembangunan
Paradigma Pembangunan
adalah suatu model, pola yang merupakan sistem berfikir sebagai upaya
untuk melaksanakan perubahan yang direncanakan guna mewujudkan cita-cita
kehidupanmasyarakat menuju hari esok yang lebih baik (secara kualitatif maupun
kuantitatif)Karena yang ingin dibangun adalah manusia dan masyarakat
Indonesia, sehingga
paradigma pembangunan harus berdasarkan kepribadian Indonesia dan menghasilka
n manusia danmasyarakat maju yang tetap berkepribadian Indonesia, yang dijiwai dan
dilandasi oleh nilai-nilailuhur Pancasila.
Pokok-pokok Pancasila sebagai paradigma Pembangunan adalah sebagai berikut:
1.Pancasila sebagai paradigma dalam pembangunan politik dan hukum
meliputi:
a. Pengembangan sistem politik negara yang menghargai harkat dan
martabat manusia sebagaisubyek atau pelaku b. Pengembangan sistem politik
yang demokratis, berkadaulatan rakyat ,dan terbukac. Sistem politik yang didasarkan
pada nilai-nilai moral bukan
sekadar kekuasaand. Pengambilan keputusan politi secara musyawarah mufakate. Poli
tik dan hukum yang didasarkan atas moral ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan,dan keadilan.
2.Pancasila sebagai paradigma dalam pembangunan ekonomi meliputi:
a. Dasar moralitas ketuhanan dan kemanusiaan
menjadi kerangka landasan pembangunan ekonomi b. Mengembangkan sistem
ekonomi yang
berperikemanusiaanc. Mengembangkan sistem ekonoimi yang bercorak kekeluargaan
d. Ekonomi yang menghindarkan diri dari segala bentuk monopoli
dan persaingan bebase. Ekonomi yang bertujuan keadilan dan kesejahteraan bersama
3.Pancasila sebagai paradigma dalam pembangunan sosial budaya meliputi:
a. Pembangunan sosial budaya dilaksanakan demi
terwujudnya masyarakat yang demokratis,aman, tenteram, dan
damai b. Pembangunan sosial budaya yang menghargai kemajemukan masyarakat

Indonesiac. Terbuka terhadap nilai-nilai luar yang positif untuk membangun


masyarakat Indonesia yangmodernd. Memelihara nilainilai yang telah lama hidup dan relevan bagi kemajuan masyarakat
4.Pancasila sebagai paradigma dalam pembangunan pertahanan
keamanan meliputi:
a. Pertahanan dan keamanan negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negar
anya b. Mengembangkan sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semestac. Mengembangkan prinsip hidup berdampingan secara damai dengan bangsa
lain
5.Pancasila sebagai paradigma dalam pembangunan ilmu pengetahuan dan
teknologimeliputi:
a. Pengembangan iptek diarahkan untuk mencapai kebaghagiaan
lahir batin, memenuhi kebutuhanmaterial dan spiritual b. Pengembangan iptek
mempertimbangkan aspek estetik dan moralc. Pengembangan iptek pada
hakekatnya tidak boleh bebas nilai, tetapi terikat pada nilai-nilai yang berlaku di
masyarakatd. Pembangunan iptek mempertimbangkan akal, rasa, dan kehendak e. Pe
mbangunan iptek bukan untuk kesombongan melainkan peningkatan
kualitas, harkat, danmartabat manusia
6.Pancasila sebagai paradigma dalam pembangunan agama meliputi:
a. Pengembangan kehidupan beragama adalah dengan terci ptanya
kehidupan sosial yang salingmenghargai dan menghormati b. Memberikan
kebebasan dalam rangka memeluk dan mengamalkan ajaran
agamac. Tidak memaksakan keyakinan agama kepada orang laind . M e n g a k u i
keberadaan agama orang lain dengan tidak saling menjelekkan
d a n m e n g h i n a antarumat beragama

PANCASILA DAN PENGETAHUAN ILMIAH


Tujuan pendidikan Pancasila adalah membentuk watak bangsa yang kukuh, juga untuk
memupuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma Pancasila.
Tujuan perkuliahan Pancasila adalah agar mahasiswa memahami, menghayati dan
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 dalam kehidupan sehari-hari sebagai warga negara
RI, juga menguasai pengetahuan dan pemahaman tentang beragam masalah dasar
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang hendak diatasi dengan pemikiran
yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
PANCASILA SEBAGAI PENGETAHUAN ILMIAH
Pengetahuan dikatakan ilmiah jika memenuhi syarat-syarat ilmiah yakni berobjek, bermetode,
bersistem, dan bersifat universal. Berobjek terbagi dua yakni objek material dan objek formal.
Objek material berarti memiliki sasaran yang dikaji, disebut juga pokok soal (subject matter)
merupakan sesuatu yang dituju atau dijadikan bahan untuk diselidiki. Sedangkan objek formal
adalah titik perhatian tertentu (focus of interest, point of view) merupakan titik pusat perhatian
pada segi-segi tertentu sesuai dengan ilmu yang bersangkutan. Bermetode atau mempunyai
metode berarti memiliki seperangkat pendekatan sesuai dengan aturan-aturan yang logis.
Metode merupakan cara bertindak menurut aturan tertentu. Bersistem atau bersifat sistematis
bermakna memiliki kebulatan dan keutuhan yang bagian-bagiannya merupakan satu
kesatuan yang yang saling berhubungan dan tidak berkontradiksi sehingga membentuk

kesatuan keseluruhan. Bersifat universal, atau dapat dikatakan bersifat objektif, dalam arti
bahwa penelusuran kebenaran tidak didasarkan oleh alasan rasa senang atau tidak senang,
setuju atau tidak setuju, melainkan karena alasan yang dapat diterima oleh akal. Pancasila
memiliki dan memenuhi syarat-syarat sebagai pengetahuan ilmiah sehingga dapat dipelajari
secara ilmiah.
Di samping memenuhi syarat-syarat sebagai pengetahuan ilmiah. Pancasila juga memiliki
susunan kesatuan yang logis, hubungan antar sila yang organis, susunan hierarkhis dan
berbentuk piramidal, dan saling mengisi dan mengkualifikasi.
Pancasila dapat juga diletakkan sebagai objek studi ilmiah, yakni pendekatan yang
dimaksudkan dalam rangka penghayatan dan pengamalan Pancasila yakni suatu penguraian
yang menyoroti materi yang didasarkan atas bahan-bahan yang ada dan dengan segala
uraian yang selalu dapat dikembalikan secara bulat dan sistematis kepada bahan-bahan
tersebut. Sifat dari studi ilmiah haruslah praktis dalam arti bahwa segala yang diuraikan
memiliki kegunaan atau manfaat dalam praktek. Contoh pendekatan ilmiah terhadap
Pancasila antara lain: pendekatan historis, pendekatan yuridis konstitutional, dan pendekatan
filosofis.
Materi 2
ASAL MULA PANCASILA
TEORI ASAL MULA PANCASILA
Asal mula Pancasila dasar filsafat Negara dibedakan:
1.

Causa materialis (asal mula bahan) ialah berasal dari bangsa Indonesia sendiri,
terdapat dalam adat kebiasaan, kebudayaan dan dalam agama-agamanya.
2.
Causa formalis (asal mula bentuk atau bangun) dimaksudkan bagaimana Pancasila
itu dibentuk rumusannya sebagaimana terdapat pada Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945. Dalam hal ini BPUPKI memiliki peran yang sangat menentukan.
3.
Causa efisien (asal mula karya) ialah asal mula yang meningkatkan Pancasila dari
calon dasar negara menjadi Pancasila yang sah sebagai dasar negara. Asal mula karya
dalam hal ini adalah PPKI sebagai pembentuk negara yang kemudian mengesahkan dan
menjadikan Pancasila sebagai dasar filsafat Negara setelah melalui pembahasan dalam
sidang-sidangnya.
4.
Causa finalis (asal mula tujuan) adalah tujuan dari perumusan dan pembahasan
Pancasila yakni hendak dijadikan sebagai dasar negara. Untuk sampai kepada kausan
finalis tersebut diperlukan kausa atau asal mula sambungan.
Unsur-unsur Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri, walaupun secara formal
Pancasila baru menjadi dasar Negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945,
namun jauh sebelum tanggal tersebut bangsa Indonesia telah memiliki unsur-unsur Pancasila
dan bahkan melaksanakan di dalam kehidupan mereka. Sejarah bangsa Indonesia
memberikan bukti yang dapat kita cari dalam berbagai adat istiadat, tulisan, bahasa,
kesenian, kepercayaan, agama dan kebudayaan pada umumnya misalnya:
1.

Di Indonesia tidak pernah putus-putusnya orang percaya kepada Tuhan, buktibuktinya: bangunan peribadatan, kitab suci dari berbagai agama dan aliran kepercayaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, upacara keagamaan pada peringatan hari besar agama,
pendidikan agama, rumah-rumah ibadah, tulisan karangan sejarah/dongeng yang

mengandung nilai-nilai agama. Hal ini menunjukkan kepercayaan Ketuhanan Yang Maha
Esa.
2.
Bangsa Indonesia terkenal ramah tamah, sopan santun, lemah lembut dengan
sesama manusia, bukti-buktinya misalnya bangunan padepokan, pondok-pondok,
semboyan aja dumeh, aja adigang adigung adiguna, aja kementhus, aja kemaki, aja
sawiyah-wiyah, dan sebagainya, tulisan Bharatayudha, Ramayana, Malin Kundang, Batu
Pegat, Anting Malela, Bontu Sinaga, Danau Toba, Cinde Laras, Riwayat dangkalan
Metsyaha, membantu fakir miskin, membantu orang sakit, dan sebagainya, hubungan
luar negeri semisal perdagangan, perkawinan, kegiatan kemanusiaan; semua mengindikasikan adanya Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.
Bangsa Indonesia juga memiliki ciri-ciri guyub, rukun, bersatu, dan kekeluargaan,
sebagai bukti-buktinya bangunan candi Borobudur, Candi Prambanan, dan sebagainya,
tulisan sejarah tentang pembagian kerajaan, Kahuripan menjadi Daha dan Jenggala,
Negara nasional Sriwijaya, Negara Nasional Majapahit, semboyan bersatu teguh bercerai
runtuh, crah agawe bubrah rukun agawe senthosa, bersatu laksana sapu lidi, sadhumuk
bathuk sanyari bumi, kaya nini lan mintuna, gotong royong membangun negara
Majapahit, pembangunan rumah-rumah ibadah, pembangunan rumah baru, pembukaan
ladang baru menunjukkan adanya sifat persatuan.
4.
Unsur-unsur demokrasi sudah ada dalam masyarakat kita, bukti-buktinya: bangunan
Balai Agung dan Dewan Orang-orang Tua di Bali untuk musyawarah, Nagari di
Minangkabau dengan syarat adanya Balai, Balai Desa di Jawa, tulisan tentang
Musyawarah Para Wali, Puteri Dayang Merindu, Loro Jonggrang, Kisah Negeri Sule, dan
sebagainya, perbuatan musyawarah di balai, dan sebagainya, menggambarkan sifat
demokratis Indonesia;
5.
Dalam hal Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, bangsa Indonesia dalam
menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat sosial dan berlaku adil terhadap
sesama, bukti-buktinya adanya bendungan air, tanggul sungai, tanah desa, sumur
bersama, lumbungdesa, tulisan sejarah kerajaan Kalingga, Sejarah Raja Erlangga,
Sunan Kalijaga, Ratu Adil, Jaka Tarub, Teja Piatu, dan sebagainya, penyediaan air kendi
di muka rumah, selamatan, dan sebagainya.
Pancasila sebenarnya secara budaya merupakan kristalisasi nilai-nilai yang baik-baik yang
digali dari bangsa Indonesia. Disebut sebagai kristalisasi nilai-nilai yang baik. Adapun kelima
sila dalam Pancasila merupakan serangkaian unsur-unsur tidak boleh terputus satu dengan
yang lainnya. Namun demikian terkadang ada pengaruh dari luar yang menyebabkan
diskontinuitas antara hasil keputusan tindakan konkret dengan nilai budaya.
ASAL MULA PANCASILA SECARA FORMAL
BPUPKI terbentuk pada tanggal 29 April 1945. Adanya Badan ini memungkinkan bangsa
Indonesia dapat mempersiapkan kemerdekaannya secara legal, untuk merumuskan syaratsyarat apa yang harus dipenuhi sebagai negara yang merdeka. Badan Penyelidik Usahausaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dilantik pada tanggal 28 Mei 1945 oleh Gunseikan
(Kepala Pemerintahan bala tentara Jepang di Jawa).
Badan penyelidik ini mengadakan sidang hanya dua kali. Sidang pertama tanggal 29 Mei
sampai dengan 1 Juni 1945, sedangkan sidang kedua 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945.
Pada sidang pertama M. Yamin dan Soekarno mengusulkan tentang dasar negara,
sedangkan Soepomo mengenai paham negara integralistik. Tindak lanjut untuk membahas
mengenai dasar negara dibentuk panitia kecil atau panitia sembilan yang pada tanggal 22

Juni 1945 berhasil merumuskan Rancangan mukaddimah (pembukaan) Hukum Dasar, yang
oleh Mr. Muhammad Yamin dinamakan Jakarta Charter atau Piagam Jakarta.
Sidang kedua BPUPKI menentukan perumusan dasar negara yang akan merdeka sebagai
hasil kesepakatan bersama. Anggota BPUPKI dalam masa sidang kedua ini ditambah enam
anggota baru. Sidang lengkap BPUPKI pada tanggal 10 Juli 1945 menerima hasil panitia
kecil atau panitia sembilan yang disebut dengan piagam Jakarta. Di samping menerima hasil
rumusan Panitia sembilan dibentuk juga panitia-panitia Hukum Dasar yang dikelompokkan
menjadi tiga kelompok panitia perancang Hukum Dasar yakni: 1) Panitia Perancang Hukum
Dasar diketuai oleh Ir. Soekarno dengan anggota berjumlah 19 orang 2) Panitia Pembela
Tanah Air dengan ketua Abikusno Tjokrosujoso beranggotakan 23 orang 3) Panitia ekonomi
dan keuangan dengan ketua Moh. Hatta, bersama 23 orang anggota.
Panitia perancang Hukum Dasar kemudian membentuk lagi panitia kecil Perancang Hukum
Dasar yang dipimpin Soepomo. Panitia-panitia kecil itu dalam rapatnya tanggal 11 dan 13 Juli
1945 telah dapat menyelesaikan tugasnya Panitia Persiapan Kemerdekaan (Dokuritsu Zyunbi
Linkai), yang sering disebut Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sidang
pertama PPKI tanggal 18 Agustus 1945 berhasil mengesahkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia dan menetapkan: menyusun Rancangan Hukum Dasar.
Selanjutnya tanggal 14 Juli 1945 sidang BPUPKI mengesahkan naskah rumusan panitia
sembilan yang dinamakan Piagam Jakarta sebagai Rancangan Mukaddimah Hukum Dasar,
dan pada tanggal 16 Juli 1945 menerima seluruh Rancangan
Hukum Dasar yang sudah selesai dirumuskan dan di dalamnya juga memuat Piagam Jakarta
sebagai mukaddimah.
Hari terakhir sidang BPUPKI tanggal 17 Juli 1945, merupakan sidang penutupan Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dan selesailah tugas badan
tersebut. Pada tanggal 9 Agustus 1945 dibentuk Panita Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI). Sidang pertama PPKI 18 Agustus 1945 berhasil mengesahkan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia dan menetapkan:
1.

Piagam Jakarta sebagai rancangan Mukaddimah Hukum Dasar oleh BPUPKI pada
tanggl 14 Juli 1945 dengan beberapa perubahan, disahkan sebagai Pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia.
2.
Rancangan Hukum Dasar yang telah diterima oleh BPUPKI pada tanggal 16 Juli
1945 setelah mengalami berbagai perubahan, disahkan sebagai Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia.
3.
Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama, yakni Ir. Soekarno dan Drs.
Moh. Hatta.
4.
Menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai Badan
Musyawarah Darurat.
Sidang kedua tanggal 19 Agustus 1945, PPKI membuat pembagian daerah propinsi,
termasuk pembentukan 12 departemen atau kementerian. Sidang ketiga tanggal 20,
membicarakan agenda badan penolong keluarga korban perang, satu di antaranya adalah
pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Pada 22 Agustus 1945 diselenggarakan
sidang PPKI keempat. Sidang ini membicarakan pembentukan Komite Nasional Partai

Nasional Indonesia. Setelah selesai sidang keempat ini, maka PPKI secara tidak langsung
bubar, dan para anggotanya menjadi bagian Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Anggota KNIP ditambah dengan pimpinan-pimpinan rakyat dari semua golongan atau aliran
dari lapisan masyarakat Indonesia.
Rumusan-rumusan Pancasila secara historis terbagi dalam tiga kelompok.
1.

Rumusan Pancasila yang terdapat dalam sidang-sidang Badan Penyelidik Usahausaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang merupakan tahap pengusulan sebagai
dasar negara Republik Indonesia.
2.
Rumusan Pancasila yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
sebagai dasar filsafat Negara Indonesia yang sangat erat hubungannya dengan
Proklamasi Kemerdekaan.
3.
Beberapa rumusan dalam perubahan ketatanegaraan Indonesia selama belum
berlaku kembali rumusan Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.
Dari tiga kelompok di atas secara lebih rinci rumusan Pancasila sampai dikeluarkannya Dekrit
Presiden tanggal 5 Juli 1959 ini ada tujuh yakni:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Rumusan dari Mr. Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945, yang disampaikan dalam pidato
Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia (Rumusan I).
Rumusan dari Mr. Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945, yang disampaikan sebagai usul
tertulis yang diajukan dalam Rancangan Hukum Dasar (Rumusan II).
Soekarno, tanggal 1 Juni 1945 sebagai usul dalam pidato Dasar Indonesia Merdeka,
dengan istilah Pancasila (Rumusan III).
Piagam Jakarta, tanggal 22 Juni 1945, dengan susunan yang sistematik hasil
kesepakatan yang pertama (Rumusan IV).
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tanggal 18 Agustus 1945 adalah rumusan
pertama yang diakui secara formal sebagai Dasar Filsafat Negara (Rumusan V).
Mukaddimah KRIS tanggal 27 Desember 1949, dan Mukaddimah UUDS 1950
tanggal 17 Agustus 1950 (Rumusan VI).
Rumusan dalam masyarakat, seperti mukaddimah UUDS, tetapi sila keempatnya
berbunyi Kedaulatan Rakyat, tidak jelas asalnya (Rumusan VII).
FUNGSI DAN KEDUDUKAN PANCASILA
PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
Dasar negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan mampu
memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah negara. Negara Indonesia dibangun
juga berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu Pancasila. Pancasila, dalam
fungsinya sebagai dasar negara, merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur
negara Republik Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni
pemerintah, wilayah dan rakyat. Pancasila dalam kedudukannya seperti inilah yang
merupakan dasar pijakan penyelenggaraan negara dan seluruh kehidupan negara
Republik Indonesia.
Pancasila sebagai dasar negara mempunyai arti menjadikan Pancasila sebagai dasar
untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan. Konsekuensinya adalah Pancasila
merupakan sumber dari segala sumber hukum. Hal ini menempatkan Pancasila sebagai
dasar negara yang berarti melaksanakan nilai-nilai Pancasila dalam semua peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah seharusnya semua peraturan
perundang-undangan di negara Republik Indonesia bersumber pada Pancasila.
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia mempunyai implikasi bahwa
Pancasila terikat oleh suatu kekuatan secara hukum, terikat oleh struktur kekuasaan
secara formal, dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai
dasar negara (Suhadi, 1998). Cita-cita hukum atau suasana kebatinan tersebut
terangkum di dalam empat pokok pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 di
mana keempatnya sama hakikatnya dengan Pancasila. Empat pokok pikiran Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 tersebut lebih lanjut terjelma ke dalam pasal-pasal UndangUndang Dasar 1945. Barulah dari pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 itu diuraikan
lagi ke dalam banyak peraturan perundang-undangan lainnya, seperti misalnya
ketetapan MPR, undang-undang, peraturan pemerintah dan lain sebagainya.
PANCASILA SEBAGAI PANDANGAN HIDUP
Setiap manusia di dunia pasti mempunyai pandangan hidup. Pandangan hidup adalah
suatu wawasan menyeluruh terhadap kehidupan yang terdiri dari kesatuan rangkaian
nilai-nilai luhur. Pandangan hidup berfungsi sebagai pedoman untuk mengatur hubungan
manusia dengan sesama, lingkungan dan mengatur hubungan manusia dengan
Tuhannya.
Pandangan hidup yang diyakini suatu masyarakat maka akan berkembang secara
dinamis dan menghasilkan sebuah pandangan hidup bangsa. Pandangan hidup bangsa
adalah kristalisasi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya maupun manfaatnya oleh suatu
bangsa sehingga darinya mampu menumbuhkan tekad untuk mewujudkannya di dalam
sikap hidup sehari-hari.
Setiap bangsa di mana pun pasti selalu mempunyai pedoman sikap hidup yang dijadikan
acuan di dalam hidup bermasyarakat. Demikian juga dengan bangsa Indonesia. Bagi
bangsa Indonesia, sikap hdup yang diyakini kebenarannya tersebut bernama Pancasila.
Nilai-nilai yang terkandung di dalam sila-sila Pancasila tersebut berasal dari budaya
masyarakat bangsa Indonesia sendiri. Oleh karena itu, Pancasila sebagai inti dari nilainilai budaya Indonesia maka Pancasila dapat disebut sebagai cita-cita moral bangsa
Indonesia. Cita-cita moral inilah yang kemudian memberikan pedoman, pegangan atau
kekuatan rohaniah kepada bangsa Indonesia di dalam hidup bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Pancasila di samping merupakan cita-cita moral bagi bangsa Indonesia,
juga sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia. Pancasila sebagaimana termuat dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah hasil kesepakatan bersama bangsa
Indonesia yang pada waktu itu diwakili oleh PPKI. Oleh karena Pancasila merupakan
kesepakatan bersama seluruh masyarakat Indonesia maka Pancasila sudah seharusnya
dihormati dan dijunjung tinggi.
Materi 3
PANCASILA DAN PERMASALAHAN AKTUAL
PANCASILA DAN PERMASALAHAN SARA

Konflik itu dapat berupa konflik vertikal maupun horisontal. Konflik vertikal misalnya
antara si kuat dengan si lemah, antara penguasa dengan rakyat, antara mayoritas
dengan minoritas, dan sebagainya. Sementara itu konflik horisontal ditunjukkan misalnya
konflik antarumat beragama, antarsuku, atarras, antargolongan dan sebagainya. Jurang
pemisah ini merupakan potensi bagi munculnya konflik.
Data-data empiris menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang
tersusun atas berbagai unsur yang sangat pluralistik, baik ditinjau dari suku, agama, ras,
dan golongan. Pluralitas ini di satu pihak dapat merupakan potensi yang sangat besar
dalam pembangunan bangsa, namun di lain pihak juga merupakan sumber potensial bagi
munculnya berbagai konflik yang mengarah pada disintegrasi bangsa.
Pada prinsipnya Pancasila dibangun di atas kesadaran adanya kompleksitas,
heterogenitas atau pluralitas kenyataan dan pandangan. Artinya segala sesuatu yang
mengatasnamakan Pancasila tetapi tidak memperhatikan prinsip ini, maka akan gagal.
Berbagai ketentuan normatif tersebut antara lain: Pertama, Sila ke-3 Pancasila secara
eksplisit disebutkan Persatuan Indonesia. Kedua, Penjelasan UUD 1945 tentang
Pokok-pokok Pikiran dalam Pembukaan terutama pokok pikiran pertama. Ketiga, PasalPasal UUD 1945 tentang Warga Negara, terutama tentang hak-hak menjadi warga
negara. Keempat, Pengakuan terhadap keunikan dan kekhasan yang berasal dari
berbagai daerah di Indonesia juga diakui, (1) seperti yang terdapat dalam penjelasan
UUD 1945 tentang Pemerintahan Daerah yang mengakui kekhasan daerah, (2)
Penjelasan Pasal 32 UUD 1945 tentang puncak-puncak kebudayaan daerah dan
penerimaan atas budaya asing yang sesuai dengan budaya Indonesia; (3) penjelasan
Pasal 36 tentang peng-hormatan terhadap bahasa-bahasa daerah. Kiranya dapat
disimpulkan bahwa secara normatif, para founding fathers negara Indonesia sangat
menjunjung tinggi pluralitas yang ada di dalam bangsa Indonesia, baik pluralitas
pemerintahan daerah, kebudayaan, bahasa dan lain-lain.
Justru pluralitas itu merupakan aset yang sangat berharga bagi kejayaan bangsa.
Beberapa prinsip yang dapat digali dari Pancasila sebagai alternatif pemikiran dalam
rangka menyelesaikan masalah SARA ini antara lain: Pertama, Pancasila merupakan
paham yang mengakui adanya pluralitas kenyataan, namun mencoba merangkumnya
dalam satu wadah ke-indonesiaan. Kesatuan tidak boleh menghilangkan pluralitas yang
ada, sebaliknya pluralitas tidak boleh menghancurkan persatuan Indonesia. Implikasi dari
paham ini adalah berbagai produk hukum dan perundangan yang tidak sejalan dengan
pandangan ini perlu ditinjau kembali, kalau perlu dicabut, karena jika tidak akan
membawa risiko sosial politik yang tinggi. Kedua, sumber bahan Pancasila adalah di
dalam tri prakara, yaitu dari nilai-nilai keagamaan, adat istiadat dan kebiasaan dalam
kehidupan bernegara yang diterima oleh masyarakat. Dalam konteks ini pemikiran
tentang toleransi, kerukunan, persatuan, dan sebagainya idealnya digali dari nilai-nilai
agama, adat istiadat, dan kebiasaan kehidupan bernegera yang diterima oleh
masyarakat

PANCASILA DAN PERMASALAHAN HAM


Hak asasi manusia menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, adalah hak yang melekat
pada kemanusiaan, yang tanpa hak itu mustahil manusia hidup sebagaimana layaknya
manusia. Dengan demikian eksistensi hak asasi manusia dipandang sebagai aksioma
yang bersifat given, dalam arti kebenarannya seyogianya dapat dirasakan secara
langsung dan tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut (Anhar Gonggong, dkk., 1995:
60).
Masalah HAM merupakan masalah yang kompleks, setidak-tidaknya ada tiga masalah
utama yang harus dicermati dalam membahas masalah HAM, antara lain: Pertama, HAM
merupakan masalah yang sedang hangat dibicarakan, karena (1) topik HAM merupakan
salah satu di antara tiga masalah utama yang menjadi keprihatinan dunia. Ketiga topik
yang memprihatinkan itu antara lain: HAM, demokratisasi dan pelestarian lingkungan
hidup. (2) Isu HAM selalu diangkat oleh media massa setiap bulan Desember sebagai
peringatan diterimanya Piagam Hak Asasi Manusia oleh Sidang Umum PBB tanggal 10
Desember 1948. (3) Masalah HAM secara khusus kadang dikaitkan dengan hubungan
bilateral antara negara donor dan penerima bantuan. Isu HAM sering dijadikan alasan
untuk penekanan secara ekonomis dan politis.
Kedua, HAM sarat dengan masalah tarik ulur antara paham universalisme dan
partikularisme. Paham universalisme menganggap HAM itu ukurannya bersifat universal
diterapkan di semua penjuru dunia. Sementara paham partikularisme memandang
bahwa setiap bangsa memiliki persepsi yang khas tentang HAM sesuai dengan latar
belakang historis kulturalnya, sehingga setiap bangsa dibenarkan memiliki ukuran dan
kriteria tersendiri.
Ketiga, Ada tiga tataran diskusi tentang HAM, yaitu (1) tataran filosofis, yang melihat
HAM sebagai prinsip moral umum dan berlaku universal karena menyangkut ciri
kemanusiaan yang paling asasi. (2) tataran ideologis, yang melihat HAM dalam kaitannya
dengan hak-hak kewarganegaraan, sifatnya partikular, karena terkait dengan bangsa
atau negara tertentu. (3) tataran kebijakan praktis sifatnya sangat partikular karena
memperhatikan situasi dan kondisi yang sifatnya insidental.
Pandangan bangsa Indonesia tentang Hak asasi manusia dapat ditinjau dapat dilacak
dalam Pembukaan UUD 1945, Batang Tubuh UUD 1945, Tap-Tap MPR dan Undangundang. Hak asasi manusia dalam Pembukaan UUD 1945 masih bersifat sangat umum,
uraian lebih rinci dijabarkan dalam Batang Tubuh UUD 1945, antara lain: Hak atas
kewarganegaraan (pasal 26 ayat 1, 2); Hak kebebasan beragama (Pasal 29 ayat 2); Hak
atas kedudukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan (Pasal 27 ayat 1); Hak
atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28); Hak atas
pendidikan (Pasal 31 ayat 1, 2); Hak atas kesejahteraan sosial (Pasal 27 ayat 2, Pasal 33
ayat 3, Pasal 34). Catatan penting berkaitan dengan masalah HAM dalam UUD 1945,
antara lain: pertama, UUD 1945 dibuat sebelum dikeluarkannya Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948, sehingga tidak secara eksplisit
menyebut Hak asasi manusia, namun yang disebut-sebut adalah hak-hak warga negara.
Kedua, Mengingat UUD 1945 tidak mengatur ketentuan HAM sebanyak pengaturan

konstitusi RIS dan UUDS 1950, namun mendelegasikan pengaturannya dalam bentuk
Undang-undang yang diserahkan kepada DPR dan Presiden.
Masalah HAM juga diatur dalam Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi
Manusia. Tap MPR ini memuat Pandangan dan Sikap Bangsa Indonesia terhadap Hak
Asasi Manusia serta Piagam Hak Asasi Manusia.
Pada bagian pandangan dan sikap bangsa Indonesia terhadap hak asasi manusia, terdiri
dari pendahuluan, landasan, sejarah, pendekatan dan substansi, serta pemahaman hak
asasi manusia bagi bangsa Indonesia. Pada bagian Piagam Hak Asasi Manusia terdiri
dari pembukaan dan batang tubuh yang terdiri dari 10 bab 44 pasal
Pada pasal-pasal Piagam HAM ini diatur secara eksplisit antara lain:
1.
Hak untuk hidup
2.
Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
3.
Hak mengembangkan diri
4.
Hak keadilan
5.
Hak kemerdekaan
6.
Hak atas kebebasan informasi
7.
Hak keamanan
8.
Hak kesejahteraan
9.
Kewajiban menghormati hak orang lain dan kewajiban membela negara
10.
Hak perlindungan dan pemajuan.
Catatan penting tentang ketetapan MPR tentang HAM ini adalah Tap ini merupakan
upaya penjabaran lebih lanjut tentang HAM yang bersumber pada UUD 1945 dengan
mempertimbangkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Perserikatan BangsaBangsa
PANCASILA DAN KRISIS EKONOMI
Pertumbuhan ekonomi yang telah terjadi pada masa Orba ternyata tidak berkelanjutan
karena terjadinya berbagai ketimpangan ekonomi yang besar, baik antargolongan, antara
daerah, dan antara sektor akhirnya melahirkan krisis ekonomi. Krisis ini semula berawal
dari perubahan kurs dolar yang begitu tinggi, kemudian menjalar ke krisis ekonomi, dan
akhirnya krisis kepercayaan pada segenap sektor tidak hanya ekonomi.
Kegagalan ekonomi ini disebabkan antara lain oleh tidak diterapkannya prinsip-prinsip
ekonomi dalam kelembagaan, ketidak- merataan ekonomi, dan lain-lain. yang juga dipicu
dengan maraknya praktek monopoli, Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme oleh para
penyelenggara negara
Sistem ekonomi Indonesia yang mendasarkan diri pada filsafat Pancasila serta konstitusi
UUD 1945, dan landasan operasionalnya GBHN sering disebut Sistem Ekonomi
Pancasila. Prinsip-prinsip yang dikembangkan dalam Sistem Ekonomi Pancasila antara
lain: mengenal etik dan moral agama, tidak semata-mata mengejar materi.
mencerminkan hakikat kemusiaan, yang memiliki unsur jiwa-raga, sebagai makhluk
individu-sosial, sebagai makhluk Tuhan-pribadi mandiri. Sistem demikian tidak mengenal

eksploitasi manusia atas manusia, menjunjung tinggi kebersamaan, kekeluargaan, dan


kemitraan, mengutamakan hajat hidup rakyat banyak, dan menitikberatkan pada
kemakmuran masyarakat bukan kemakmuran individu.
Sistem ekonomi Pancasila dibangun di atas landasan konstitusional UUD 1945, pasal 33
yang mengandung ajaran bahwa (1) Roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh
rangsangan-rangsangan ekonomi, sosial, dan moral; (2) Seluruh warga masyarakat
bertekad untuk mewujudkan kemerataan sosial yaitu tidak membiarkan adanya
ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial; (3) Seluruh pelaku ekonomi yaitu
produsen, konsumen, dan pemerintah selalu bersemangat nasionalistik, yaitu dalam
setiap putusan-putusan ekonominya menomorsatukan tujuan terwujud-nya
perekonomian nasional yang kuat dan tangguh; (4) Koperasi dan bekerja secara
kooperatif selalu menjiwai pelaku ekonomi warga masyarakat. Demokrasi ekonomi atau
ekonomi kerakyatan dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan; (5) Perekono-mian nasional yang amat luas terus-menerus diupayakan
adanya keseimbangan antara perencanaan nasional dengan peningkatan desentralisasi
serta otonomi daerah. hanya melalui partisipasi daerah secara aktif aturan main keadilan
ekonomi dapat berjalan selanjutnya menghasilkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.

Normal
0
false
false
false
EN-US
X-NONE
X-NONE

st1\:*{behavior:url(#ieooui) }

/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:Table Normal;

mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:;
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:Calibri,sans-serif;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Times New Roman;
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:Times New Roman;
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA

PANCASILA DALAM PERSPEKTIF HISTORIS


Era BPUPKI & PPKI:
Pertentangan Ideologi Nasionalis vs Islam
Kekalahan tentara Belanda 1942 kepada tentara Jepang di Kalijati merupakan
awal berkahirnya penjajahan Belanda di Indonesia. Kemenangan Jepang
tersebut semula- disambut gembira oleh rakyat Indonesia yang sejak awal
tidak mempunyai harapan merdeka di bahwa penjajahan Belanda. Harapan
mereka, Jepang sebagai sesama bangsa Asia akan memberi kemerdekaan
kepada bangsa Indonesia dalam waktu dekat[1].
Strategi Jepang untuk menjajah Indonesia memang cukup bagus, yaitu dengan
membolehkan rakyat Indonesia mengibarkan bendera merah putih,
menyanyikan lagi Indonesia Raya, dan untuk mengganti untuk sementara
tenaga administratifnya yang ditenggelamkan Sekutu, pegawai pangreh praja
Indonesia dinaikkan pangkatnya meskipun diturunkan gajinya. Tentara Jepang
menyebut dirinya sebagai saudara tua bangsa Indonesia [2]. Dengan sangat
strategis, tentara Jepang juga merekrut intelektual Indonesia dengan
memberinya wadah Komisi Penyelidik Adat Istiadat dan Tata Negara tanggal 8
November 1942 yang bersama-sama 13 orang Jepang mendiskusikan ideaidea mereka tentang nilai-nilai budaya bangsa Indonesia baik untuk
kepentingan Jepang maupun untuk kepentingan Indonesia merdeka yang
mereka cita-citakan[3]. Bahkan setelah kegagalan Tiga A (Nippon Cahaya Asia,
Nippon Pelindung Asia dan Nippon Pemimpin Asia, maka didirikanlah Pusat
Tenaga Rakyat (Putera) yang diketuai oleh empat serangkai, Sukarno, Hatta,

Ki Hadjar Dewantara dan Mas Mansur, yang mendapat sambutan hangat dari
rakyat.
Setelah
itu
dibentuklah
berbagai
organisasi
massa
seperti Seinendan (Barisan
Pemuda), Keibodan (Barisan
Pembantu
Polisi), Heiho yang terkenal dengan PETA yang diprakarsai Gatot
Mangkupraja. Semuanya adalah strategi Jepang untuk melunakkan hati
rakyat Indonesia agar mau membantu Jepang melawan Sekutu.
Kekalahan Jepang secara beruntun dalam perang (PD II) melawan sekutu
memaksa pemimpin administrasi militer di Indonesia yaitu Hayashi
menganjurkan kepada Pemerintah Jepang memberi janji kemerdekaan kepada
bangsa Indonesia, sebab berdasarkan pengamatannya kesengsaraan bangsa
Indonesia di bawah pemerintah Tentara Pendudukan sudah tidak tertahankan
lagi. Maka kalau Jepang secara eksplisit tidak memberikan janjir
kemerdekaan itu kepada pemimpin-peminpin Indonesia tentu mereka akan
berbalik melawan Jepang. Kalau itu terjadi, maka keadaan Jepang tentu tidak
dapat diselamatkan lagi. Saran ini kemudian diterima oleh Pemerintah Jepang
dibawah Perdana Menteri Koiso. Maka tanggal 7 September 1944, Koiso
mengumumkan ke seluruh dunia di muka sidang ke-85 Parlemen Jepang
bahwa Indonesia akan diberi kemerdekaan dalam waktu dekat[4].
Pemberian kemerdekaan dan bayangan kekalahan Jepang tersebut
akhirnya memaksa, mereka untuk mengumumkan pembentukan Dokuritsu
Zyumbi Tyoosakai yang disebut kemudian sebagai Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), pada tanggal 1 Maret 1945.
Pengangkatan 29 April 1945, Dr. KRT. Rajiman Wedyodiningrat diangkat ketua
(kaityo), bukan Soekarno, yang pada waktu itu dianggap sebagai pemimpin
nasional yang utama. Pengangkatan tersebut disetujui oleh Soekarno, alasannya,
sebagai anggota biasa akan lebih mempunyai banyak kesempatan untuk aktif
dalam diskusi-diskusi.
Sidang pleno BPUPKI pertama diadakan dari tanggal 28 Mei sampai
dengan tanggal 1 Juni 1945. Tanggal 28 Mei sidang dibuka dengan sambutan
Saiko Syikikan, Gunseikan, yang menasehati BPUPKI agar mengadakan
penelitian yang cermat terhadap dasar-dasar yang akan digunakan sebagai
landasan negara Indonesia merdeka sebagai suatu mata rantai dalam lingkungan
kemakmuran bersama di Asia Timur Raya[5].
Dalam pidato pembukaannya, dr. Rajiman antara lain mengajukan
pertanyaan kepada anggota sidang: Apa dasar Negara Indonesia yang akan kita
bentuk ini ?. Pertanyaan ini menjadi persoalan yang paling dominan sepanjang
29 Mei- 1 Juni 1945. Bahkan dalam rentang waktu tersebut hadir sejumlah
pembicara yang mengajukan sejumlah gagasan mengenai dasar filosofis atas
negara Indonesia yang hendak dibentuknya. Mereka misalnya Soekarno, Moh.
Yamin dan Supomo[6] yang secara argumentatif mengemukan pendapatnya
tentang dasar negara tersebut, yang pada akhirnya secara ekplisit tanggal 1 Juni
1945, Soekarno mengemukakan pidatonya yang memberikan jawaban yang
berisikan uraian tentang lima sila. Pidato kemudian diterbitkan dengan nama
Lahirnya Pancasila. Menurut Mohamad Hatta [7], pidato Soekarno itu dikatakan
sebagai yang bersifat kompromois, dapat meneduhkan pertentangan yang mulai
tajam antara pendapat yang mempertahankan Negara Islam dan mereka yang
menghendaki dasar negara sekuler, bebas dari corak agama.
Awal munculnya Pancasila disadari adalah bagian yang tidak terelakkan
dari sejumlah pergulatan dan perdebatanfounding fathers tatkala berbicara

mengenai dasar negara. Harus diakui terdapat berbagai kesulitan dalam


mempertemukan posisi-posisi ideologis anggota BPUPKI. Yang mengedepan di
antaranya adalah posisi-posisi dari mereka yang menjadikan Islam sebagai dasar
negara, mereka yang mencoba menegakkan suatu demokrasi konstitusional yang
sekuler, dan mereka yang menganjurkan negara yang disebut sebagai negara
integralistik. Perdebatan yang paling serius, emosional dan cenderung
konfrontasional antara para anggota adalah usul agar Islam dijadikan
sebagai dasar negara. Perdebatan tersebut memang pada akhirnya dimenangkan
oleh kelompok yang menginginkan Islam sebagai dasar negara, terbukti dengan
ditetapkannya Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 yang merupakan suatu
modus atau persetujuan antara pihak Islam dan pihak kebangsaan.
Dalam perkembangan selanjutnya, ternyata rumusan dalam Piagam
Jakarta yang mencantumkan kalimat,dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, setelah Proklamasi Kemerdekaan yaitu
pada tanggal 18 Agustus 1945, tidak diterbitkan sebagaimana draf awal. UUD
yang akhirnya diterbitkan tidak berisi konsesi-konsesi kepada posisi Islam
sebagaimana dipaparkan dalam Piagam Jakarta. Juga tidak ada keharusan bahwa
Presiden harus Islam. Mohammad Hatta dianggap berperan dalam penghapusan
ketujuh kata tersebut. Ia berhasil membujuk komisis penulis UUD untuk
menghilangkan acuan kepada Islam dalam draf akhir Pembukaan UUD. Hatta
khawatir bahwa Indonesia timur yang mayoritas Kristen tidak akan bergabung
dengan Republik kesatuan bila negara baru ini dirasakan mendukung Islam an
sich, walau secara tidak langsung sebagai dasarnya[8].
Pencoretan tujuh kata inilah yang menimbulkan kekecewaan umat Islam
terhadap pemerintahan Sukarno dan Mohammad Hatta, yang pada akhirnya
menjadikan problem ideologis ini menimpa pula masa pemerintahan Suharto.
Pergulatan awal inilah yang menjadi problem pertentangan pilihan ideologi yang
menjadi sumber ancaman bagi republik Indonesia. Dalam perkembangan lebih
lanjut, kondisi ini ternyata tidak bisa diakhiri secara elegan, bahkan semakin
lama menyimpan sejumlah persoalan yang berakhir dengan keteganganketegangan ideologi, dari sejak awal negara Indonesia dibentuk sampai sekarang
ini. Benar bila Carol Gluck[9] mengatakan bahwa Indonesia adalah sebuah negara
yang terlalu banyak meributkan masalah ideologi dibanding negara-negara lain.
Bahkan akhir-akhir ini utamanya tahun 1999 sejak reformasi digulirkan, ide
untuk memunculkan kembali Piagam Jakarta semakin mengedepan dalam
konstelasi perpolitikan nasional. Kalangan Islam, utamanya partai politik yang
berasaskan Islam, menjadi pilar utama bagi keinginan untuk menghidupkan
kembali Piagam Jakarta.
Dengan demikian melihat pada perkembangan perumusan Pancasila sejak
tanggal 1 Juni sampai 18 Agustus 1945, maka dapat diketahui bahwa Pancasila
mengalami perkembangan fungsi. Pada tanggal 1 dan 22 Juni, Pancasila yang
dirumuskan oleh Paniyia Sembilan dan kemudian disepakati oleh sidang Pleno
BPUPKI merupakan modus kompromi antara kelompok yang memperjuangkan
dasar negara nasionalisme dan kelompok yang memperjuangkan dasar negara
Islam. Akan tetapi pada tanggal 18 Agustus, Pancasila yang dirumuskan kembali
oleh PPKI berkembang menjadi modus kompromi antara kaum nasionalis, Islam
dan Kristen-Katolik dalam hidup bernegara. Di atas Pancasila yang merupakan
modus kompromi itu UUD dirumuskan, dan selanjutnya UUD itu menjadi dasar
untuk mendirikan Pemerintahan Republik Indonesia [10].

Era Orde Lama :


Dinamika Perdebatan Ideologis

Dinamika perdebatan ideologi antara kelompok Islam dengan


Pancasila adalah wajah dominan perpolitikan nasional dari tahun
1945-1965. Bahkan pertikaian itu dilanjutkan pada masa Orde Baru
sampai Orde Reformasi ini. Pada dasarnya hal ini dilatarbelakangi
oleh kekecewaan kalangan Islam atas penghapusan Piagam Jakarta
dari Pembukaan UUD 1945, apalagi ketika penguasa (negara)
menggunakan Pancasila sebagai alat untuk menekan kalangan
Islam tersebut.
Hal ini tampak ketika akhir tahun 1950-an, Pancasila sudah tidak lagi
merupakan kompromi atau titik pertemuan bagi semua ideologi sebagaimana
yang dimaksud Sukarno[11]. Ini karena Pancasila telah dimanfaatkan sebagai
senjata ideologis untuk mendelegitimasi tuntutan Islam bagi pengakuan negara
atas Islam. Bahkan secara terang-terangan Sukarno tahun 1953 mengungkapkan
kekhawatirannya tentang implikasi-implikasi negatif terhadap kesatuan nasional
jika orang-orang Islam Indonesia masih memaksakan tuntutan mereka untuk
sebuah negara Islam, atau untuk pasal-pasal konstitusional atau legal, yang akan
merupakan pengakuan formal atas Islam oleh negara[12].
Kekhawatiran Sukarno memang beralasan, apalagi ketika rentang tahun
1948 dan tahun 1962 terjadi pemberontakan Darul Islam melawan pemerintah
pusat. Serangan pemberontakan bersenjata yang berideologi Islam di Jawa
Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh meski akhirnya dapat ditumpas oleh Tentara
Nasional Indonesia, tetap saja menjadi bukti kongkret dari ancaman Islam [13].
Bahkan atas desakan AH. Nasution, kepala staf AD, tahun 1959, Sukarno
mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959 untuk kembali kepada UUD 1945 dan
menjadikannya sebagai satu-satunya konstitusi legal Republik Indonesia.
Perdebatan persoalan ideologi tahun-tahun 1959-an dianggap telah menyita
energi, sementara masalah lain belum dapat diselesaikan. Apalagi periode 1959
sampai peristiwa 30 September 1965 merupakan masa paling membingungkan
pemerintah, dengan munculnya kekuatan PKI yang berusaha menggulingkan
pemerintahan.
Era ini disebut sebagai Demokrasi terpimpin, sebuah periode paling labil
dalam struktur politik yang justru diciptakan oleh Sukarno. Pada era ini juga
Sukarno membubarkan partai Islam terbesar, Masyumi, karena dituduh terlibat
dalam pemberontakan regional berideologi Islam. Dalam periode Demokrasi
Terpimpin ini, Sukarno juga mencoba membatasi kekuasaan semua partai politik,
bahkan pertengahan 1950-an, Sukarno mengusulkan agar rakyat menolak partaipartai politik karena mereka menentang konsep musyawarah dan mufakat yang
terkandung dalam Pancasila[14]. Dalam rangka menyeimbangkan secara ideologis
kekuatan-kekuatan Islam, nasionalisme dan komunisme, Sukarno bukan saja
menganjurkan Pancasila melainkan juga sebuah konsep yang dikenal sebagai
NASAKOM, yang berarti persatuan antara nasionalisme, agama dan komunisme.
Kepentingan-kepentingan politis dan ideologis yang saling berlawanan antara
PKI, militer dan Sukarno serta agama (Islam) menimbulkan struktur politik yang

sangat labil pada awal tahun 1960-an, sampai akhirnya melahirkan Gerakan 30
S/PKI yang berakhir pada runtuhnya kekuasaan Orde Lama.

Era Orde Baru (1965-1985):


Awal dari Sebuah Legitimasi Kekuasaan
Peristiwa percobaan kudeta 30 September 1965 yang melibatkan Partai Komunis
Indonesia telah membawa perubahan besar dalam sejarah politik Indonesia. Peristiwa
penumpasan terhadap G 30 S/PKI dibawah komando Letjen Soeharto memberikan legitimasi
politik atas kesaktian Pancasila tanggal 1 Oktober 1965, sebagai momentum betapa PKI
tidak berhasil dan tidak pernah didukung oleh TNI dan rakyat untuk menggantikan ideologi
negara (Pancasila) dengan ideologi komunis. Tampilnya Pangkostrad Lentjen Soeharto
dalam penumpasan pemberontakan G 30 S/PKI tersebut adalah sejarah baru bagi terjadinya
peralihan kekuasaan dari Sukarno (Orde Lama) ke Suharto (Orde Baru).
Pada awal kekuasaannya, Soeharto berusaha meyakinkan bahwa rezim baru ini
adalah pewaris sah dan konstitusional dari presiden pertama. Dari khasanah ideologis
Sukarno, pemerintah baru ini mengambil Pancasila sebagai satu-satunya dasar negara dan
karena itu merupakan resep yang paling tepat untuk melegitimasi kekuasaannya [15].
Penamaan Orde Baru dimaklumkan sebagai keinginan untuk memberikan pemahaman
kepada masyarakat atas munculnya keadaan baru yang lebih baik daripada keadaan lama.
Reorientasi ekonomi, politik dan hubungan internasional ditambah stabilitas nasional adalah
langkah awal yang ditegakkan oleh Orde Baru.
Kekuasaan awal Orde Baru sanggup memberikan doktrin baru kepada masyarakat
bahwa setiap bentuk kudeta atas pemerintahan yang sah dengan mencoba mengganti
ideologi Pancasila adalah salah dan harus ditumpas sampai ke akar-akarnya. Tampaknya
propaganda itu berhasil, sehingga tampak jelas ketika rentang Oktober 1965 sampai awal
1966, terjadi peristiwa kekerasan massal yang luar biasa dasyatnya, yaitu pembantaian
orang-orang yang dicurigai berafiliasi terhadap komunis.
Instabilitas nasional di bawah Demokrasi Terpimpin serta percobaan kudeta tersebut
meyakinkan banyak pihak, bukan saja pihak militer, akan pentingnya mendepolitisasi
masyarakat. Koalisi Orde Baru, yang terdiri dari militer (sebagai kekuatan dominan),
kelompok pemuda-pelajar, Muslim, intelektual, demokrat, dsb, berhasil memberi dukungan
yang diperlukan untuk menggulingkan Sukarno dalam bulan Maret 1966 [16]. Mulai saat itulah,
Orde Baru menancapkan pengaruhnya dengan menfokuskan pada Pancasila dan
meletakkannya sebagai pilar ideologi rezim. Pancasila kemudian- menjadi suatu
pembenaran ideologis untuk kelompok yang berkuasa, tidak lagi hanya merupakan
suatu platform bersama di mana semua ideologi bisa dipertemukan. Pancasila menjadi
semakin diresmikan sebagai ideologi negara, di luar realitas Pancasila tidak sah digunakan
sebagai ideologi negara. Tampaknya keinginan awal itu berhasil menguatkan kekuasaan
Orde Baru dan memberikan jaminan stabilitas nasional yang mantap daripada Orde Lama.
Bagi Orde Baru, berbagai bentuk perdebatan mengenai ideologi negara, utamanya
antara kelompok Islam versus nasionalis, ternyata tidak semakin membuat stabilitas nasional
berjalan dengan baik, tetapi justru struktur politik labil yang lebih mengedepan. Belajar dari
tragedi sejarah Orde Lama yang agak serba permisifdalam memberikan ruang bagi
tumbuhnya ideologi lain, justru berkakbat fatal bagi berlangsungnya stabilitas kekuasaan
tersebut.

Itulah sebabnya, Suharto beserta tokoh penting Orde Baru seperti Adam Malik,
menggambarkan betapa pentingnya Pancasila bagi Orde Baru. Pancasila kemudian menjadi
kekuatan paling efektif untuk meminimalisasi kemungkinan munculnya kekuatan di luar
negara. Tampaknya di awal kekuasaannya, Orde Baru berhasil menyelesaikan masalah
legitimasi ideologisnya. Akhirnya tahun 1966 dan 1967, dasar-dasar negara suatu pemerintah
yang dilegitimasi oleh ideologi Pancasila mulai diletakkan. Menjelang pertengahan 1966,
MPRS[17] telah berhasil membersihkan dirinya dari semua pendukung Sukarno. Sehingga,
lembaga ini semakin memperoleh legalisasi untuk mengesahkan pengambilalihan kekuasaan
oleh Letjend Soeharto, tanggal 5 Juli 1966 serta berhasil menjelaskan penyelewenganpenyelewengan dalam pelaksanaan Pancasila dan Konstitusi yang telah terjadi selama Orde
Lama di bawah Sukarno.
Ditetapkannya Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 yang menyatakan bahwa Orde
Baru yang dipimpin oleh Letjen Soeharto didasarkan pada UUD dan Pancasila dan akan
melaksanakan tujuan-tujuan Revolusi. Ketetapan ini dengan tegas mengakui keabsahan,
legalitas,dan semangat revolusioner UUD dan Pancasila. Dan yang lebih penting lagi adalah
MPRS mengatakan bahwa sumber tertinggi hukum nasional adalah semangat Pancasila
yang diakui MPRS merupakan cerminan dari karakter nasional serta Pembukaan UUD yang
di dalamnya asas-asas Pancasila ditegaskan, itu lebih tinggi daripada Batang Tubuh UUD
1945[18].
Pada ulang tahun kedua puluh Lahirnya Pancasila tahun 1967, Persiden Soeharto
dan Adam Malik mengucapkan pidato-pidato yang menegaskan pendasaran legitimasi Orde
Baru kepada Pancasila. Pancasila dianggap melegitimasi Orde Baru, membenarkan
penurunan Sukarno, mendelegitimasi Islam (sebagai kekuatan politik) dan komunisme, serta
menjanjikan masa depan yang lebih baik bagi semua rakyat Indonesia melalui peningkatan
kemakmuran nasional. Kedua tokoh sentral Orde Baru tersebut menolak demokrasi liberal,
yang pernah dijalankan oleh Orde Lama dengan UUD 1950-nya, karena dianggap sebagai
penyelewengan dari tujuan asli Pancasila. Menurut Orde Baru, Sukarno benar, ketika dia
menolak sistem demokrasi parlementer dan membubarkan Konstituante serta menerapkan
Demokrasi Terpimpin. Dosa terbesar Sukarno terhadap Pancasila adalah karena ia memberi
dorongan kepada PKI, yang jelas anti-Pancasila, karena komunisme tidak sesuai dengan
asas pertama, kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pernyataan tegas dan sering diulang-ulang oleh kekuasaan Suharto adalah
perjuangan dan keyakinan Orde Baru hanyalah untuk melaksanakan Pancasila secara murni
dan konsekuen ?[19]. Pernyataan ini jelas menunjukkan bahwa tidak boleh ada penafsiran
resmi tentang Pancasila kecuali dari pemerintah yang berkuasa.
Pada kekuasaan Orde Baru inilah Pancasila benar-benar menjadi kekuatan ideologis
paling efektif dalam usahanya menancapkan kuku kekuasaannya. Orde Baru menjadi
kekuatan yang membela secara jelas Pancasila sebagai ideologi, sehingga setiap ancaman
besar terhadap bangsa (kekuasaan), merupakan ancaman erhadap Pancasila, dan buktinya
semua bentuk pemberontakan dapat dihancurkan. Adam Malik menunjuk pada Ketetapan
MPRS No. XX/MPRS/1966 sebagai bukti bahwa Pancasila memang merupakan suatu
sumber hukum legal dan moral, otoritas, dan legitimasi yang tertinggi di Indonesia. Pancasila
dengan demikian- tidak bisa dilaksanakan bila terdapat unsur-unsur dalam bangsa yang
tidak sesuai dengan kepribadian nasional, misalnya ideologi asing yang menganjurkan
diadakannya partai-partai politik oposisi, seperti di Barat.

Realitas ini menjadi suatu bukti betapa dalam perkembangan politik nasional era Orde
Baru sangat sulit diperoleh kekuatan di luar negara yang berani kritis atas negara. Disamping
hanya akan diberangus sampai ke akar-akarnya, gerakan oposisi justru hanya akan
menambah kekacauan dalam masyarakat. Dalam keadaan tertentu, realitas munculnya
oposisi tidak sesuai dengan Pancasila. Itulah bukti betapa Orde Baru seolah tidak bisa
dilepaskan dari Pancasila, karena bagaimanapun Pancasila adalah titik tolak dari rezim ini.
Dengan sebuah argumentasi menarik, Adam Malik mengatakan bahwa karena itu Orde Baru
memiliki suatu keyakinan yang dalam untuk mengabdi kepada rakyat dan mengabdi kepada
kepentingan nasional didasarkan pada falsafah Pancasila.
Demikianlah awal dimana kekuasaan Orde Baru telah berhasil
meyakinkan masyarakat tentang konsistensinya dalam mempertahankan
Pancasila sebagai ideologi negara. Bahkan sanggup pula menggunakan Pancasila
sebagai alat untuk memberikan legitimasi atas kekuasaan, untuk semakin kokoh,
tanpa terusik oleh kekuatan-kekuatan lain yang merongrongnya. Orde Baru
menjadi identik dengan Pancasila, sehingga setiap usaha mengkritisinya
dicurigai sebagai usaha untuk mengubah ideologi negara, dan itu harus
ditumpas habis, tidak saja oleh aparatur negara represif meminjam istilah
Althuser[20]- seperti presiden, menteri, ABRI dan lembaga kehakiman, tetapi juga
oleh aparatur negara ideologis, seperti lembaga keagamaan, pendidikan, media
massa, dan sebagainya.
Douglas E. Ramage[21] mengatakan bahwa meskipun penggabungan
partai-partai yang dipaksakan pada tahun 1973 merupakan contoh jelas dari
ketergantungan pemerintah kepada ideologi nasional untuk menciptakan
demokrasi Pancasila dan melegitimasi tindakan-tindakannya, tetapi baru pada
tahun 1978 pemerintah Orde Baru melakukan ofensif ideologi yang dimaksudkan
untuk menetapkan lebih lanjut parameter-parameter dan kendali-kendali atas
wacana politik di Indonesia. Puncaknya pada tanggal 22 Maret 1978, MPR
mengesahkan sebuah ketetapan tentang Pedoman Penghayatan dan Pengalaman
Pancasila (P4). Ketetapan ini menjadi sangat penting karena dikaitkan dengan
pedoman MPR untuk rencana pembangunan lima tahun. Dengan P4 ini
dimulailah program indoktrinasi Pancasila secara nasional melalui programprogram pendidikan ideologi yang dilaksanakan secara ketat[22].
Selama pembahasan-pembahasan di MPR tahun 1978 mengenai
rancangan ketetatapan P4, faksi NU dalam PPP melakukan protes dengan walk
out dari Majelis. Menurut Sidney Jones [23], pada saat itu NU adalah organisasi
massa (Islam) terakhir di negara Indonesia yang masih memiliki aspirasi-aspirasi
politik dan karena ini dicurigai oleh rezim karena pada tahun 1971 menolak
untuk mematuhi pedoman-pedoman Orde Baru tentang perilaku politik dan
kemudian tahun 1981, NU menolak mendukung Soeharto untuk masa jabatan
ketiga atau memberinya gelar Bapak Pembangunan Dengan perkataan lain, NU
masih bertindak seakan-akan sebuah partai yang independen. Perilaku seperti ini
membuat NU menjadi sasaran tuduhan anti-Pancasila oleh rezim, sebagaimana
dalam sebuah pidato Presiden Soeharto tahun 1980 ketika dia menyerang walk
out-nya NU dengan tuduhan seperti itu.
Semenjak itu, Presiden Orde Baru mulai secara tegas dan keras terhadap
setiap kekuatan yang tidak mau menerima Pancasila sebagai ideologi. Tanggal
27 Maret dan 16 April 1980, Presiden Suharto mengeluarkan peringatan
tersebut melalui pidatonya pada Rapim ABRI di Pekanbaru. Dia mengatakan
bahwa sebelum Orde Baru, Pancasila telah diancam oleh ideologi-ideologi lain,

seperti Marxisme, Leninisme, komunisme, sosialisme, nasionalisme dan agama.


Setiap organisasi di negara ini harus menerima Pancasila sebagai ideologi,
sehingga merupakan keharusan bahwa angkatan bersenjata mendukung
kelompok-kelompok yang membela dan mengikuti Pancasila. Soeharto, bahkan
mengisyaratkan agar ABRI harus mendukung partai Golkar, sebagai konsekuensi
dukungan atas pemerintahan yang membela Pancasila. ABRI dengan demikianharus berdiri di atas politik. Menurut David Jenkis, Soeharto dan kroninya di
ABRI merasa bahwa jika militer netral dalam pemilu, maka partai Islam (PPP)
akan mengalahkan Golkar. Dari pidato-pidato Soeharto, Islam jelas digambarkan
sebagai ancaman terhadap Pancasila, karena itu netralitas ABRI sama saja
dengan membahayakan Pancasila[24].

Dengan demikian, perjalanan panjang Orde Baru pada


dasarnya didasarkan pada keinginan untuk menguatkan dan
menancapkan ideologi Pancasila sebagai satu-satunya
ideologi sah negara. Dengan berlindung dibalik ideologi
Pancasila, Orde Baru yang didukung kino-kinonya (ABRI,
Golkar dan Birokrasi) menjadi kekuatan luar biasa di negara
Indonesia, tanpa dapat disentuh oleh kekuatan manapun.
Sebab, setiap kekuatan di luar mainstream negara saat itu
akan dianggap sebagai merongrong ideologi Pancasila.
Setelah ideologi komunisme mampu ditumpas, maka
Soeharto masih menganggap ada kekuatan lain yang
berbahaya, yaitu yang datang dari kekuatan Islam.
Apa yang dilakukan Soeharto tersebut memperoleh kecaman dan
menimbulkan cetusan perlawanan keras dan hidupnya kembali perdebatan
mengenai Pancasila. Kelompok lima puluh yang terdiri dari para purnawirawan
ABRI yang terkemuka, mantan para pemimpin partai dan akademisi (disebut
Petisi 50) menyerang Soeharto dalam suatu pernyataan keprihatinan terbuka
yang dikirim ke DPR. Pernyataan itu menuduh bahwa Soeharto telah memakai
alasan ancaman terhadap Pancasila untuk tujuan-tujuan politiknya sendiri.
Petisi 50 menganggap bahwa Pancasila tidak pernah dimaksudkan untuk dipakai
sebagai ancaman politik terhadap mereka yang dianggap sebagai lawan-lawan
politik. Pernyataan ini mengecam Soeharto, karena mencoba mem-personifikasikan Pancasila sehingga tiap desas-desus tentang dia akan dianggap sebagai
sikap anti-Pancasila[25]. Reaksi tersebut berakibat pada di back-list-nya mereka
oleh pemerintah, dan banyak dari mereka ditangkapi, dipecat dan dilarang ke
luar negeri. Tapi, ikhtiar ini telah memicu bangkitnya perlawanan atas
pemerintah Orde Baru, terutama faksi NU dari PPP.
Ditetapkannya Pancasila sebagai asas tunggal pada perkembangan
selanjutnya adalah semakin memperjelas arah kepentingan politik negara
dengan menggunakan ideologi Pancasila[26]. Semua organisasi, apapun bentuk
dan jenisnya, harus mencantumkan Pancasila sebagai asas dalam anggaran
dasarnya. Menurut William Liddle[27] menjelaskan mengapa asas tuinggal itu
demikian penting bagi Orde Baru:
Pemerintah memandang islam sebagai satu-satunya kekuatan
sosial yang belum berhasil ditundukkan, belum bersedia menerima
gagasan pemerintah tentang pemegang kekuasaan tertinggi. Diterimanya
doktrin negara Pancasila oleh umat Islam merupakan simbol dari
pengakuan. Penerimaan ini juga memberikan legitimasi kepada kendali

pemerintah yang semakin ketat terhadap kehidupan organisasional umat


Islam.
Bahkan, pada bulan Mei 1982 Wakil Presiden Adam Malik dengan tegas menunjuk Islam
politik sebagai sasaran utama pemerintah:
Kita harus menghindari perdebatan tentang ideologi dan agama.Dalam
kampanye (pemilu 1982) saya telah menekankan bahayanya memecah
dan mempolarisasi diri kita sendiri menuruti garis agama. Disengaja atau
tidak, partai Islam telah mengeksploitasi perasaan-perasaan keagamaan
rakyat. Ini tidak benar dan bisa membahayakan, suatu cara untuk
memecah belah rakyat[28].
Peristiwa berdarah di Tanjung Priok pada bulan September 1984
merupakan puncak ketegangan (politik-ideologis) antara kekuatan Islam versus
Pancasila. Hal ini dikarenakan adanya persepsi dalam sebagian komunitas Islam
bahwa negara memakai Pancasila sebagai alat ideologis untuk menindas Islam
politik. Peristiwa tersebut kemudian diikuti oleh serangkaian pengeboman pada
bulan Oktober, yang menurut pemerintah dilakukan oleh ekstremis Islam antiPancasila di pusat kota Jakarta. Anggota-anggota Petisi 50, termasuk Mayjen
(Purn) Dharsono, ditangkap dan diadili dengan tuduhan subversi (anti-Pancasila)
karena menghasut peristiwa Tanjungpriok dan pengeboman di Jakarta [29].
Pada era 1990-an, kekuasaan Orde Baru semakin memperoleh hati di
masyarakat dengan kebijakan pertumbuhan ekonomi yang cukup mengesankan.
Bank Dunia, dalam suatu laporan September 1993 yang dikutip The East Asian
Miraclemenunjuk Indonesia sebagai suatu ekonomi Asia Timur yang berkinerja
tinggi dan meramalkan bahwa negara ini akan memasuki bangsa-bangsa yang
ber-income-menengah menjelang peralihan abad. Janji Orde Baru pada
pertengahan tahun 1960-an tentang peningkatan besar dalam GNP dan
pendapatan per kapita pada kenyataannya telah dipenuhi. Standar kehidupan
rakyat telah membaik secara dramatis. Realitas ini semakin menguatkan citra
Orde
Baru
dihadapan
rakyatnya.
Bahkan
telah
berhasil
membangun image tentang kebobrokan ekonomi Orde Lama dan keberhasilan
ekonomi Orde Baru. Kebobrokan ekonomi Orde Lama disebabkan karena terlalu
sibuk melakukan perdebatan panjang tentang ideologi negara, bahkan
cenderung melakukan penyelewengan atas Pancasila. Artinya, bagi Orde Baru,
konsekuensi-konsekuensi penyelewengan tersebut adalah kondisi perekonomian
yang kacau dan ketidakstabilan politik.
Era ini ditandai dengan adanya kemesraan antara pemerintahan Orde
Baru dengan kekuatan Islam, bahkan dengan didirikannya Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia (ICMI), bulan Desember 1990. Kemesraan tersebut seolah
menandai berakhirnya konfrontasi ideologi antara kekuatan Islam dengan
Pancasila. Stabilitas politik pada era ini telah menjamin terselenggaranya
pembangunan secara bertahap dan membaiknya pertumbuhan ekonomi
masyarakat pada umumnya. Meskipun Sri Bintang Pamungkas, tokoh PPP (saat
itu) dan pengurus ICMI justru mempersoalkan adanya penyelewengan Pancasila
utamanya tentang asas keadilan sosial yang tidak terpenuhi dalam pertumbuhan
ekonomi tersebut.

Era Reformasi :

Antara Demokrasi dan Anarkhi


Penyelewengan masa Orde Baru pada akhirnya berakibat pada gelombang
besar reformasi yang telah berhasil menggulingkkan kekuatan Orde Baru, Mei
1997, dengan turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan setelah 32 tahun
menjadi presiden. Munculnya reformasi seolah menandai adanya jaman baru
bagi perkembangan perpolitikan nasional sebagai anti-tesis dari Orde Baru yang
dikatakan sebagai pemerintahan korup dan menindas, dengan konformitas
ideologinya. Pada era ini, kemudian berkembang secara pesat keinginan untuk
mengkhayalkan terbentuknya masyarakat sipil yang demokratis dan
berkeadilan sosial, tanpa kooptasi penuh dari negara. Persoalannya adalah justru
lepas kendalinya kekuatan masyarakat sipil dari kooptasi negara secara bebas
dari awal dari tragedi besar dan konflik-konflik berkepanjangan yang menandai
munculnya jaman baru tersebut. Tampaknya era ini seperti mengulang problem
perdebatan ideologis yang terjadi pada era Orde Lama, dan awal Orde Baru yang
berakhir dengan instabilitas politik dan ekonomi secara mendasar. Jatuhnya Orde
Baru yang sejak awal mengidentifikasikan sebagai satu-satunya- pendukung
Pancasila, seolah menandai munculnya pertanyaan-pertanyaan mendasar atas
kekuatan Pancasila sebagai sebuah ideologi. Tulisan dibawah ini mencoba
menggagas ulang sekaligus meneguhkan kekuatan Pancasila sebagai ideologi,
dan memberikan spirit nilainya bagi pembentukan masyarakat sipil di Indonesia,
agar kesalahan sejarah tidak terulang lagi

(Sumber : Buku (De) Konstruksi Indoeologi Negara : Upaya Membaca Ulang


Pancasila, Listiyono Santoso, Heri Santoso dan Soedarso, 2003, Penerbit NingRat Press, Yogyakarta)
[1]

Suwarno, PJ., 1993, Pancasila Budaya Bangsa Indonesia, Kanisius, Yogyakarta,

hlm. 99
[2]

Sartono Kartodirdjo, 1977, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900, Dari

Emporium sampai Imperium, Jilid I, Gramedia, Jakarta, hlm. 5-7


[3]

Suwarno, PJ. Ibid. hlm. 100

[4]

Harry Benda, Irikura, dkk., 1965, Japanese Military Administration in Indonesia

Selected Documents, Southeast Asia Studis, Yale University. hlm.244-345


[5]

Muhammad Yamin, 1959, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Djilid

Pertama, Prapantja, Jakarta, hlm. 803


[6]

Untuk lebih jelasnya tentang materi pidato, lihat Muh. Yamin. Ibid. Dan juga

penelitian PJ. Suwarno, 1993, Pancasila Budaya Bangsa Indonesia, Kanisius: Yogyakarta,
hlm. 44-56
[7]

Mohammad Hatta, 1977, Pengertian Pancasila, Idayu Press, Jakarta, hlm. 9

[8]

Adnan Buyung Nasution, 1992, The Aspiration for Constitutional Government in

Indonesia: A Socio-Legal Study of the Indonesian Konstituante, 1956-1959, Jakarta: Sinar


Harapan, hlm. 59.
[9]

Dikutip Dougkas E. Ramage, 1995, Politics in Indonesia Democracy, Islam and the

Ideologu of Tolerancy, London: Routledge, hlm. 334.


[10]

PJ. Suwarno, op.cit. hlm. 76-77

[11]

Adnan Buyung Nasution, op.cit. hlm. 52-118

[12]

sebagaimana dikutip oleh Douglas E. Remage, op.cit. hlm.29

[13]

Mengenai pemberontakan Darul Islam, lihat van Dijk, 1981, Rebellion under The

Banner of Islam; The Darul Islam in Indonesia, The Haque: Martinus Nijhof
[14]

Herbert Feith, sebagaimana dikutip oleh Douglas E. Ramage, op.cit. hlm. 34

[15]

Douglas R. Ramage, op.cit. hlm 41-42

[16]

Ricklefs, 1981, A History of Indonesia, Bloomington: Indiana University Press,

hlm. 278.
[17]

MPRS disebut sementara karena anggotanya hanya ditunjuk, tidak melalui

pemilu.
[18]

Douglas E. Ramage, op.cit. hlm. 44

[19]

Douglas E Ramage, op.cit. hlm 46, berdasar pada Pidato Presiden RI pada hari

lahirnya Pancasila ke 20 pada tanggal 1 Juni 1967


[20]

Sebagaimana dikutip oleh Yasraf Amir Piliang, dalamTim Maula,

1999, Jika

Rakyat Berkuasa, Bandung: Pustaka Hidayah,hlm.21


[21]

op.cit. hlm. 56

[22]

Lihat naskah Ketetapan MPR selengkapnya: Pedoman Penghayatan dan

Pengalaman Pancasila dan GBHN, Jakarta: CSIS (1978)


[23]

Sidney Jones, The Contraction and Expansion of the umat dan the Role of

the Nahdlatul Ulama in Indonesia, dalamIndonesia, No. 38, Oktober 1984, hlm. 9.
[24]

Douglas E. Ramage, op.cit. hlm. 57

[25]

Naskah asli Pernyataan Keprihatinan dimuat dalam Harian Pelita, 16 Juli 1980.

Dimana pernyataan tersebut ditandatangai oleh purnawirawan ABRI terkemuka, seperti


Mayjen (Purn) HR. Dharsono (Sekjen ASEAN), dua mantan perdana menteri, dan
Gubernur Jakarta yang populer, Mayjen (Purn) Ali Sadikin.
[26]

Terlihat dalam pidatonya, satu pada peringatan Hari Kemerdekaan 1982 dan

lainnya pada bulan Juli 1983, dimana Soeharto menjelaskan dasar pemikiran pemerintah
untuk memaksakan kepatuhan kepada Pancasila. dalam pidato pertama Soeharto
memperingatkan

adanya

ideologi-ideologi

alternatif

selain

Pancasila,

yang

masih

dikemukakan di Indonesia. Karena itu dia menetapkan bahwa semua organisasi sosial
politik, terutama partai-partai politik, harus menerima Pancasila sebagai asas tunggal.
Meskipun akhirnya kebijakan ini menuai kritik, utamanya dari kalangan Islam. Lebih
jelasnya, berita Antara, 16 Agustus 1992
[27]

William Liddle, Why Soeharto Tries to Bring Islam to Heel, Asian Wall Street

Journal Weekly, 12 Maret 1984, hlm. 11.


[28]

Sebagaimana dikutip oleh Douglas, op.cit. hlm. 64

[29]

Sinar Harapan, 19 November 1984

PANCASILA DAN PENGETAHUAN ILMIAH

Tujuan pendidikan Pancasila adalah membentuk watak bangsa yang kukuh, juga untuk
memupuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma Pancasila.
Tujuan perkuliahan Pancasila adalah agar mahasiswa memahami, menghayati dan
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 dalam kehidupan sehari-hari sebagai warga negara
RI, juga menguasai pengetahuan dan pemahaman tentang beragam masalah dasar
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang hendak diatasi dengan pemikiran
yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
PANCASILA SEBAGAI PENGETAHUAN ILMIAH
Pengetahuan dikatakan ilmiah jika memenuhi syarat-syarat ilmiah yakni berobjek, bermetode,
bersistem, dan bersifat universal. Berobjek terbagi dua yakni objek material dan objek formal.
Objek material berarti memiliki sasaran yang dikaji, disebut juga pokok soal (subject matter)
merupakan sesuatu yang dituju atau dijadikan bahan untuk diselidiki. Sedangkan objek formal
adalah titik perhatian tertentu (focus of interest, point of view) merupakan titik pusat perhatian
pada segi-segi tertentu sesuai dengan ilmu yang bersangkutan. Bermetode atau mempunyai
metode berarti memiliki seperangkat pendekatan sesuai dengan aturan-aturan yang logis.
Metode merupakan cara bertindak menurut aturan tertentu. Bersistem atau bersifat sistematis
bermakna memiliki kebulatan dan keutuhan yang bagian-bagiannya merupakan satu
kesatuan yang yang saling berhubungan dan tidak berkontradiksi sehingga membentuk
kesatuan keseluruhan. Bersifat universal, atau dapat dikatakan bersifat objektif, dalam arti
bahwa penelusuran kebenaran tidak didasarkan oleh alasan rasa senang atau tidak senang,
setuju atau tidak setuju, melainkan karena alasan yang dapat diterima oleh akal. Pancasila
memiliki dan memenuhi syarat-syarat sebagai pengetahuan ilmiah sehingga dapat dipelajari
secara ilmiah.
Di samping memenuhi syarat-syarat sebagai pengetahuan ilmiah. Pancasila juga memiliki
susunan kesatuan yang logis, hubungan antar sila yang organis, susunan hierarkhis dan
berbentuk piramidal, dan saling mengisi dan mengkualifikasi.
Pancasila dapat juga diletakkan sebagai objek studi ilmiah, yakni pendekatan yang
dimaksudkan dalam rangka penghayatan dan pengamalan Pancasila yakni suatu penguraian
yang menyoroti materi yang didasarkan atas bahan-bahan yang ada dan dengan segala
uraian yang selalu dapat dikembalikan secara bulat dan sistematis kepada bahan-bahan
tersebut. Sifat dari studi ilmiah haruslah praktis dalam arti bahwa segala yang diuraikan
memiliki kegunaan atau manfaat dalam praktek. Contoh pendekatan ilmiah terhadap
Pancasila antara lain: pendekatan historis, pendekatan yuridis konstitutional, dan pendekatan
filosofis.
Materi 2
ASAL MULA PANCASILA
TEORI ASAL MULA PANCASILA
Asal mula Pancasila dasar filsafat Negara dibedakan:
1.

Causa materialis (asal mula bahan) ialah berasal dari bangsa Indonesia sendiri,
terdapat dalam adat kebiasaan, kebudayaan dan dalam agama-agamanya.

2.

Causa formalis (asal mula bentuk atau bangun) dimaksudkan bagaimana Pancasila
itu dibentuk rumusannya sebagaimana terdapat pada Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945. Dalam hal ini BPUPKI memiliki peran yang sangat menentukan.
3.
Causa efisien (asal mula karya) ialah asal mula yang meningkatkan Pancasila dari
calon dasar negara menjadi Pancasila yang sah sebagai dasar negara. Asal mula karya
dalam hal ini adalah PPKI sebagai pembentuk negara yang kemudian mengesahkan dan
menjadikan Pancasila sebagai dasar filsafat Negara setelah melalui pembahasan dalam
sidang-sidangnya.
4.
Causa finalis (asal mula tujuan) adalah tujuan dari perumusan dan pembahasan
Pancasila yakni hendak dijadikan sebagai dasar negara. Untuk sampai kepada kausan
finalis tersebut diperlukan kausa atau asal mula sambungan.
Unsur-unsur Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri, walaupun secara formal
Pancasila baru menjadi dasar Negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945,
namun jauh sebelum tanggal tersebut bangsa Indonesia telah memiliki unsur-unsur Pancasila
dan bahkan melaksanakan di dalam kehidupan mereka. Sejarah bangsa Indonesia
memberikan bukti yang dapat kita cari dalam berbagai adat istiadat, tulisan, bahasa,
kesenian, kepercayaan, agama dan kebudayaan pada umumnya misalnya:
1.

2.

3.

4.

5.

Di Indonesia tidak pernah putus-putusnya orang percaya kepada Tuhan, buktibuktinya: bangunan peribadatan, kitab suci dari berbagai agama dan aliran kepercayaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, upacara keagamaan pada peringatan hari besar agama,
pendidikan agama, rumah-rumah ibadah, tulisan karangan sejarah/dongeng yang
mengandung nilai-nilai agama. Hal ini menunjukkan kepercayaan Ketuhanan Yang Maha
Esa.
Bangsa Indonesia terkenal ramah tamah, sopan santun, lemah lembut dengan
sesama manusia, bukti-buktinya misalnya bangunan padepokan, pondok-pondok,
semboyan aja dumeh, aja adigang adigung adiguna, aja kementhus, aja kemaki, aja
sawiyah-wiyah, dan sebagainya, tulisan Bharatayudha, Ramayana, Malin Kundang, Batu
Pegat, Anting Malela, Bontu Sinaga, Danau Toba, Cinde Laras, Riwayat dangkalan
Metsyaha, membantu fakir miskin, membantu orang sakit, dan sebagainya, hubungan
luar negeri semisal perdagangan, perkawinan, kegiatan kemanusiaan; semua mengindikasikan adanya Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Bangsa Indonesia juga memiliki ciri-ciri guyub, rukun, bersatu, dan kekeluargaan,
sebagai bukti-buktinya bangunan candi Borobudur, Candi Prambanan, dan sebagainya,
tulisan sejarah tentang pembagian kerajaan, Kahuripan menjadi Daha dan Jenggala,
Negara nasional Sriwijaya, Negara Nasional Majapahit, semboyan bersatu teguh bercerai
runtuh, crah agawe bubrah rukun agawe senthosa, bersatu laksana sapu lidi, sadhumuk
bathuk sanyari bumi, kaya nini lan mintuna, gotong royong membangun negara
Majapahit, pembangunan rumah-rumah ibadah, pembangunan rumah baru, pembukaan
ladang baru menunjukkan adanya sifat persatuan.
Unsur-unsur demokrasi sudah ada dalam masyarakat kita, bukti-buktinya: bangunan
Balai Agung dan Dewan Orang-orang Tua di Bali untuk musyawarah, Nagari di
Minangkabau dengan syarat adanya Balai, Balai Desa di Jawa, tulisan tentang
Musyawarah Para Wali, Puteri Dayang Merindu, Loro Jonggrang, Kisah Negeri Sule, dan
sebagainya, perbuatan musyawarah di balai, dan sebagainya, menggambarkan sifat
demokratis Indonesia;
Dalam hal Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, bangsa Indonesia dalam
menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat sosial dan berlaku adil terhadap
sesama, bukti-buktinya adanya bendungan air, tanggul sungai, tanah desa, sumur
bersama, lumbungdesa, tulisan sejarah kerajaan Kalingga, Sejarah Raja Erlangga,

Sunan Kalijaga, Ratu Adil, Jaka Tarub, Teja Piatu, dan sebagainya, penyediaan air kendi
di muka rumah, selamatan, dan sebagainya.
Pancasila sebenarnya secara budaya merupakan kristalisasi nilai-nilai yang baik-baik yang
digali dari bangsa Indonesia. Disebut sebagai kristalisasi nilai-nilai yang baik. Adapun kelima
sila dalam Pancasila merupakan serangkaian unsur-unsur tidak boleh terputus satu dengan
yang lainnya. Namun demikian terkadang ada pengaruh dari luar yang menyebabkan
diskontinuitas antara hasil keputusan tindakan konkret dengan nilai budaya.
ASAL MULA PANCASILA SECARA FORMAL
BPUPKI terbentuk pada tanggal 29 April 1945. Adanya Badan ini memungkinkan bangsa
Indonesia dapat mempersiapkan kemerdekaannya secara legal, untuk merumuskan syaratsyarat apa yang harus dipenuhi sebagai negara yang merdeka. Badan Penyelidik Usahausaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dilantik pada tanggal 28 Mei 1945 oleh Gunseikan
(Kepala Pemerintahan bala tentara Jepang di Jawa).
Badan penyelidik ini mengadakan sidang hanya dua kali. Sidang pertama tanggal 29 Mei
sampai dengan 1 Juni 1945, sedangkan sidang kedua 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945.
Pada sidang pertama M. Yamin dan Soekarno mengusulkan tentang dasar negara,
sedangkan Soepomo mengenai paham negara integralistik. Tindak lanjut untuk membahas
mengenai dasar negara dibentuk panitia kecil atau panitia sembilan yang pada tanggal 22
Juni 1945 berhasil merumuskan Rancangan mukaddimah (pembukaan) Hukum Dasar, yang
oleh Mr. Muhammad Yamin dinamakan Jakarta Charter atau Piagam Jakarta.
Sidang kedua BPUPKI menentukan perumusan dasar negara yang akan merdeka sebagai
hasil kesepakatan bersama. Anggota BPUPKI dalam masa sidang kedua ini ditambah enam
anggota baru. Sidang lengkap BPUPKI pada tanggal 10 Juli 1945 menerima hasil panitia
kecil atau panitia sembilan yang disebut dengan piagam Jakarta. Di samping menerima hasil
rumusan Panitia sembilan dibentuk juga panitia-panitia Hukum Dasar yang dikelompokkan
menjadi tiga kelompok panitia perancang Hukum Dasar yakni: 1) Panitia Perancang Hukum
Dasar diketuai oleh Ir. Soekarno dengan anggota berjumlah 19 orang 2) Panitia Pembela
Tanah Air dengan ketua Abikusno Tjokrosujoso beranggotakan 23 orang 3) Panitia ekonomi
dan keuangan dengan ketua Moh. Hatta, bersama 23 orang anggota.
Panitia perancang Hukum Dasar kemudian membentuk lagi panitia kecil Perancang Hukum
Dasar yang dipimpin Soepomo. Panitia-panitia kecil itu dalam rapatnya tanggal 11 dan 13 Juli
1945 telah dapat menyelesaikan tugasnya Panitia Persiapan Kemerdekaan (Dokuritsu Zyunbi
Linkai), yang sering disebut Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sidang
pertama PPKI tanggal 18 Agustus 1945 berhasil mengesahkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia dan menetapkan: menyusun Rancangan Hukum Dasar.
Selanjutnya tanggal 14 Juli 1945 sidang BPUPKI mengesahkan naskah rumusan panitia
sembilan yang dinamakan Piagam Jakarta sebagai Rancangan Mukaddimah Hukum Dasar,
dan pada tanggal 16 Juli 1945 menerima seluruh Rancangan
Hukum Dasar yang sudah selesai dirumuskan dan di dalamnya juga memuat Piagam Jakarta
sebagai mukaddimah.

Hari terakhir sidang BPUPKI tanggal 17 Juli 1945, merupakan sidang penutupan Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dan selesailah tugas badan
tersebut. Pada tanggal 9 Agustus 1945 dibentuk Panita Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI). Sidang pertama PPKI 18 Agustus 1945 berhasil mengesahkan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia dan menetapkan:
1.

Piagam Jakarta sebagai rancangan Mukaddimah Hukum Dasar oleh BPUPKI pada
tanggl 14 Juli 1945 dengan beberapa perubahan, disahkan sebagai Pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia.
2.
Rancangan Hukum Dasar yang telah diterima oleh BPUPKI pada tanggal 16 Juli
1945 setelah mengalami berbagai perubahan, disahkan sebagai Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia.
3.
Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama, yakni Ir. Soekarno dan Drs.
Moh. Hatta.
4.
Menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai Badan
Musyawarah Darurat.
Sidang kedua tanggal 19 Agustus 1945, PPKI membuat pembagian daerah propinsi,
termasuk pembentukan 12 departemen atau kementerian. Sidang ketiga tanggal 20,
membicarakan agenda badan penolong keluarga korban perang, satu di antaranya adalah
pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Pada 22 Agustus 1945 diselenggarakan
sidang PPKI keempat. Sidang ini membicarakan pembentukan Komite Nasional Partai
Nasional Indonesia. Setelah selesai sidang keempat ini, maka PPKI secara tidak langsung
bubar, dan para anggotanya menjadi bagian Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Anggota KNIP ditambah dengan pimpinan-pimpinan rakyat dari semua golongan atau aliran
dari lapisan masyarakat Indonesia.
Rumusan-rumusan Pancasila secara historis terbagi dalam tiga kelompok.
1.

Rumusan Pancasila yang terdapat dalam sidang-sidang Badan Penyelidik Usahausaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang merupakan tahap pengusulan sebagai
dasar negara Republik Indonesia.
2.
Rumusan Pancasila yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
sebagai dasar filsafat Negara Indonesia yang sangat erat hubungannya dengan
Proklamasi Kemerdekaan.
3.
Beberapa rumusan dalam perubahan ketatanegaraan Indonesia selama belum
berlaku kembali rumusan Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.
Dari tiga kelompok di atas secara lebih rinci rumusan Pancasila sampai dikeluarkannya Dekrit
Presiden tanggal 5 Juli 1959 ini ada tujuh yakni:
1.
2.
3.
4.
5.

Rumusan dari Mr. Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945, yang disampaikan dalam pidato
Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia (Rumusan I).
Rumusan dari Mr. Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945, yang disampaikan sebagai usul
tertulis yang diajukan dalam Rancangan Hukum Dasar (Rumusan II).
Soekarno, tanggal 1 Juni 1945 sebagai usul dalam pidato Dasar Indonesia Merdeka,
dengan istilah Pancasila (Rumusan III).
Piagam Jakarta, tanggal 22 Juni 1945, dengan susunan yang sistematik hasil
kesepakatan yang pertama (Rumusan IV).
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tanggal 18 Agustus 1945 adalah rumusan
pertama yang diakui secara formal sebagai Dasar Filsafat Negara (Rumusan V).

6.

Mukaddimah KRIS tanggal 27 Desember 1949, dan Mukaddimah UUDS 1950


tanggal 17 Agustus 1950 (Rumusan VI).
7.
Rumusan dalam masyarakat, seperti mukaddimah UUDS, tetapi sila keempatnya
berbunyi Kedaulatan Rakyat, tidak jelas asalnya (Rumusan VII).
FUNGSI DAN KEDUDUKAN PANCASILA
PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
Dasar negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan mampu
memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah negara. Negara Indonesia dibangun
juga berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu Pancasila. Pancasila, dalam
fungsinya sebagai dasar negara, merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur
negara Republik Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni
pemerintah, wilayah dan rakyat. Pancasila dalam kedudukannya seperti inilah yang
merupakan dasar pijakan penyelenggaraan negara dan seluruh kehidupan negara
Republik Indonesia.
Pancasila sebagai dasar negara mempunyai arti menjadikan Pancasila sebagai dasar
untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan. Konsekuensinya adalah Pancasila
merupakan sumber dari segala sumber hukum. Hal ini menempatkan Pancasila sebagai
dasar negara yang berarti melaksanakan nilai-nilai Pancasila dalam semua peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah seharusnya semua peraturan
perundang-undangan di negara Republik Indonesia bersumber pada Pancasila.
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia mempunyai implikasi bahwa
Pancasila terikat oleh suatu kekuatan secara hukum, terikat oleh struktur kekuasaan
secara formal, dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai
dasar negara (Suhadi, 1998). Cita-cita hukum atau suasana kebatinan tersebut
terangkum di dalam empat pokok pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 di
mana keempatnya sama hakikatnya dengan Pancasila. Empat pokok pikiran Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 tersebut lebih lanjut terjelma ke dalam pasal-pasal UndangUndang Dasar 1945. Barulah dari pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 itu diuraikan
lagi ke dalam banyak peraturan perundang-undangan lainnya, seperti misalnya
ketetapan MPR, undang-undang, peraturan pemerintah dan lain sebagainya.
PANCASILA SEBAGAI PANDANGAN HIDUP
Setiap manusia di dunia pasti mempunyai pandangan hidup. Pandangan hidup adalah
suatu wawasan menyeluruh terhadap kehidupan yang terdiri dari kesatuan rangkaian
nilai-nilai luhur. Pandangan hidup berfungsi sebagai pedoman untuk mengatur hubungan
manusia dengan sesama, lingkungan dan mengatur hubungan manusia dengan
Tuhannya.
Pandangan hidup yang diyakini suatu masyarakat maka akan berkembang secara
dinamis dan menghasilkan sebuah pandangan hidup bangsa. Pandangan hidup bangsa
adalah kristalisasi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya maupun manfaatnya oleh suatu
bangsa sehingga darinya mampu menumbuhkan tekad untuk mewujudkannya di dalam
sikap hidup sehari-hari.

Setiap bangsa di mana pun pasti selalu mempunyai pedoman sikap hidup yang dijadikan
acuan di dalam hidup bermasyarakat. Demikian juga dengan bangsa Indonesia. Bagi
bangsa Indonesia, sikap hdup yang diyakini kebenarannya tersebut bernama Pancasila.
Nilai-nilai yang terkandung di dalam sila-sila Pancasila tersebut berasal dari budaya
masyarakat bangsa Indonesia sendiri. Oleh karena itu, Pancasila sebagai inti dari nilainilai budaya Indonesia maka Pancasila dapat disebut sebagai cita-cita moral bangsa
Indonesia. Cita-cita moral inilah yang kemudian memberikan pedoman, pegangan atau
kekuatan rohaniah kepada bangsa Indonesia di dalam hidup bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Pancasila di samping merupakan cita-cita moral bagi bangsa Indonesia,
juga sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia. Pancasila sebagaimana termuat dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah hasil kesepakatan bersama bangsa
Indonesia yang pada waktu itu diwakili oleh PPKI. Oleh karena Pancasila merupakan
kesepakatan bersama seluruh masyarakat Indonesia maka Pancasila sudah seharusnya
dihormati dan dijunjung tinggi.
Materi 3
PANCASILA DAN PERMASALAHAN AKTUAL
PANCASILA DAN PERMASALAHAN SARA
Konflik itu dapat berupa konflik vertikal maupun horisontal. Konflik vertikal misalnya
antara si kuat dengan si lemah, antara penguasa dengan rakyat, antara mayoritas
dengan minoritas, dan sebagainya. Sementara itu konflik horisontal ditunjukkan misalnya
konflik antarumat beragama, antarsuku, atarras, antargolongan dan sebagainya. Jurang
pemisah ini merupakan potensi bagi munculnya konflik.
Data-data empiris menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang
tersusun atas berbagai unsur yang sangat pluralistik, baik ditinjau dari suku, agama, ras,
dan golongan. Pluralitas ini di satu pihak dapat merupakan potensi yang sangat besar
dalam pembangunan bangsa, namun di lain pihak juga merupakan sumber potensial bagi
munculnya berbagai konflik yang mengarah pada disintegrasi bangsa.
Pada prinsipnya Pancasila dibangun di atas kesadaran adanya kompleksitas,
heterogenitas atau pluralitas kenyataan dan pandangan. Artinya segala sesuatu yang
mengatasnamakan Pancasila tetapi tidak memperhatikan prinsip ini, maka akan gagal.
Berbagai ketentuan normatif tersebut antara lain: Pertama, Sila ke-3 Pancasila secara
eksplisit disebutkan Persatuan Indonesia. Kedua, Penjelasan UUD 1945 tentang
Pokok-pokok Pikiran dalam Pembukaan terutama pokok pikiran pertama. Ketiga, PasalPasal UUD 1945 tentang Warga Negara, terutama tentang hak-hak menjadi warga
negara. Keempat, Pengakuan terhadap keunikan dan kekhasan yang berasal dari
berbagai daerah di Indonesia juga diakui, (1) seperti yang terdapat dalam penjelasan
UUD 1945 tentang Pemerintahan Daerah yang mengakui kekhasan daerah, (2)
Penjelasan Pasal 32 UUD 1945 tentang puncak-puncak kebudayaan daerah dan
penerimaan atas budaya asing yang sesuai dengan budaya Indonesia; (3) penjelasan
Pasal 36 tentang peng-hormatan terhadap bahasa-bahasa daerah. Kiranya dapat
disimpulkan bahwa secara normatif, para founding fathers negara Indonesia sangat

menjunjung tinggi pluralitas yang ada di dalam bangsa Indonesia, baik pluralitas
pemerintahan daerah, kebudayaan, bahasa dan lain-lain.
Justru pluralitas itu merupakan aset yang sangat berharga bagi kejayaan bangsa.
Beberapa prinsip yang dapat digali dari Pancasila sebagai alternatif pemikiran dalam
rangka menyelesaikan masalah SARA ini antara lain: Pertama, Pancasila merupakan
paham yang mengakui adanya pluralitas kenyataan, namun mencoba merangkumnya
dalam satu wadah ke-indonesiaan. Kesatuan tidak boleh menghilangkan pluralitas yang
ada, sebaliknya pluralitas tidak boleh menghancurkan persatuan Indonesia. Implikasi dari
paham ini adalah berbagai produk hukum dan perundangan yang tidak sejalan dengan
pandangan ini perlu ditinjau kembali, kalau perlu dicabut, karena jika tidak akan
membawa risiko sosial politik yang tinggi. Kedua, sumber bahan Pancasila adalah di
dalam tri prakara, yaitu dari nilai-nilai keagamaan, adat istiadat dan kebiasaan dalam
kehidupan bernegara yang diterima oleh masyarakat. Dalam konteks ini pemikiran
tentang toleransi, kerukunan, persatuan, dan sebagainya idealnya digali dari nilai-nilai
agama, adat istiadat, dan kebiasaan kehidupan bernegera yang diterima oleh
masyarakat
PANCASILA DAN PERMASALAHAN HAM
Hak asasi manusia menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, adalah hak yang melekat
pada kemanusiaan, yang tanpa hak itu mustahil manusia hidup sebagaimana layaknya
manusia. Dengan demikian eksistensi hak asasi manusia dipandang sebagai aksioma
yang bersifat given, dalam arti kebenarannya seyogianya dapat dirasakan secara
langsung dan tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut (Anhar Gonggong, dkk., 1995:
60).
Masalah HAM merupakan masalah yang kompleks, setidak-tidaknya ada tiga masalah
utama yang harus dicermati dalam membahas masalah HAM, antara lain: Pertama, HAM
merupakan masalah yang sedang hangat dibicarakan, karena (1) topik HAM merupakan
salah satu di antara tiga masalah utama yang menjadi keprihatinan dunia. Ketiga topik
yang memprihatinkan itu antara lain: HAM, demokratisasi dan pelestarian lingkungan
hidup. (2) Isu HAM selalu diangkat oleh media massa setiap bulan Desember sebagai
peringatan diterimanya Piagam Hak Asasi Manusia oleh Sidang Umum PBB tanggal 10
Desember 1948. (3) Masalah HAM secara khusus kadang dikaitkan dengan hubungan
bilateral antara negara donor dan penerima bantuan. Isu HAM sering dijadikan alasan
untuk penekanan secara ekonomis dan politis.
Kedua, HAM sarat dengan masalah tarik ulur antara paham universalisme dan
partikularisme. Paham universalisme menganggap HAM itu ukurannya bersifat universal
diterapkan di semua penjuru dunia. Sementara paham partikularisme memandang
bahwa setiap bangsa memiliki persepsi yang khas tentang HAM sesuai dengan latar
belakang historis kulturalnya, sehingga setiap bangsa dibenarkan memiliki ukuran dan
kriteria tersendiri.

Ketiga, Ada tiga tataran diskusi tentang HAM, yaitu (1) tataran filosofis, yang melihat
HAM sebagai prinsip moral umum dan berlaku universal karena menyangkut ciri
kemanusiaan yang paling asasi. (2) tataran ideologis, yang melihat HAM dalam kaitannya
dengan hak-hak kewarganegaraan, sifatnya partikular, karena terkait dengan bangsa
atau negara tertentu. (3) tataran kebijakan praktis sifatnya sangat partikular karena
memperhatikan situasi dan kondisi yang sifatnya insidental.
Pandangan bangsa Indonesia tentang Hak asasi manusia dapat ditinjau dapat dilacak
dalam Pembukaan UUD 1945, Batang Tubuh UUD 1945, Tap-Tap MPR dan Undangundang. Hak asasi manusia dalam Pembukaan UUD 1945 masih bersifat sangat umum,
uraian lebih rinci dijabarkan dalam Batang Tubuh UUD 1945, antara lain: Hak atas
kewarganegaraan (pasal 26 ayat 1, 2); Hak kebebasan beragama (Pasal 29 ayat 2); Hak
atas kedudukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan (Pasal 27 ayat 1); Hak
atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28); Hak atas
pendidikan (Pasal 31 ayat 1, 2); Hak atas kesejahteraan sosial (Pasal 27 ayat 2, Pasal 33
ayat 3, Pasal 34). Catatan penting berkaitan dengan masalah HAM dalam UUD 1945,
antara lain: pertama, UUD 1945 dibuat sebelum dikeluarkannya Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948, sehingga tidak secara eksplisit
menyebut Hak asasi manusia, namun yang disebut-sebut adalah hak-hak warga negara.
Kedua, Mengingat UUD 1945 tidak mengatur ketentuan HAM sebanyak pengaturan
konstitusi RIS dan UUDS 1950, namun mendelegasikan pengaturannya dalam bentuk
Undang-undang yang diserahkan kepada DPR dan Presiden.
Masalah HAM juga diatur dalam Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi
Manusia. Tap MPR ini memuat Pandangan dan Sikap Bangsa Indonesia terhadap Hak
Asasi Manusia serta Piagam Hak Asasi Manusia.
Pada bagian pandangan dan sikap bangsa Indonesia terhadap hak asasi manusia, terdiri
dari pendahuluan, landasan, sejarah, pendekatan dan substansi, serta pemahaman hak
asasi manusia bagi bangsa Indonesia. Pada bagian Piagam Hak Asasi Manusia terdiri
dari pembukaan dan batang tubuh yang terdiri dari 10 bab 44 pasal
Pada pasal-pasal Piagam HAM ini diatur secara eksplisit antara lain:
1.
Hak untuk hidup
2.
Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
3.
Hak mengembangkan diri
4.
Hak keadilan
5.
Hak kemerdekaan
6.
Hak atas kebebasan informasi
7.
Hak keamanan
8.
Hak kesejahteraan
9.
Kewajiban menghormati hak orang lain dan kewajiban membela negara
10.
Hak perlindungan dan pemajuan.
Catatan penting tentang ketetapan MPR tentang HAM ini adalah Tap ini merupakan
upaya penjabaran lebih lanjut tentang HAM yang bersumber pada UUD 1945 dengan

mempertimbangkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Perserikatan BangsaBangsa


PANCASILA DAN KRISIS EKONOMI
Pertumbuhan ekonomi yang telah terjadi pada masa Orba ternyata tidak berkelanjutan
karena terjadinya berbagai ketimpangan ekonomi yang besar, baik antargolongan, antara
daerah, dan antara sektor akhirnya melahirkan krisis ekonomi. Krisis ini semula berawal
dari perubahan kurs dolar yang begitu tinggi, kemudian menjalar ke krisis ekonomi, dan
akhirnya krisis kepercayaan pada segenap sektor tidak hanya ekonomi.
Kegagalan ekonomi ini disebabkan antara lain oleh tidak diterapkannya prinsip-prinsip
ekonomi dalam kelembagaan, ketidak- merataan ekonomi, dan lain-lain. yang juga dipicu
dengan maraknya praktek monopoli, Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme oleh para
penyelenggara negara
Sistem ekonomi Indonesia yang mendasarkan diri pada filsafat Pancasila serta konstitusi
UUD 1945, dan landasan operasionalnya GBHN sering disebut Sistem Ekonomi
Pancasila. Prinsip-prinsip yang dikembangkan dalam Sistem Ekonomi Pancasila antara
lain: mengenal etik dan moral agama, tidak semata-mata mengejar materi.
mencerminkan hakikat kemusiaan, yang memiliki unsur jiwa-raga, sebagai makhluk
individu-sosial, sebagai makhluk Tuhan-pribadi mandiri. Sistem demikian tidak mengenal
eksploitasi manusia atas manusia, menjunjung tinggi kebersamaan, kekeluargaan, dan
kemitraan, mengutamakan hajat hidup rakyat banyak, dan menitikberatkan pada
kemakmuran masyarakat bukan kemakmuran individu.
Sistem ekonomi Pancasila dibangun di atas landasan konstitusional UUD 1945, pasal 33
yang mengandung ajaran bahwa (1) Roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh
rangsangan-rangsangan ekonomi, sosial, dan moral; (2) Seluruh warga masyarakat
bertekad untuk mewujudkan kemerataan sosial yaitu tidak membiarkan adanya
ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial; (3) Seluruh pelaku ekonomi yaitu
produsen, konsumen, dan pemerintah selalu bersemangat nasionalistik, yaitu dalam
setiap putusan-putusan ekonominya menomorsatukan tujuan terwujud-nya
perekonomian nasional yang kuat dan tangguh; (4) Koperasi dan bekerja secara
kooperatif selalu menjiwai pelaku ekonomi warga masyarakat. Demokrasi ekonomi atau
ekonomi kerakyatan dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan; (5) Perekono-mian nasional yang amat luas terus-menerus diupayakan
adanya keseimbangan antara perencanaan nasional dengan peningkatan desentralisasi
serta otonomi daerah. hanya melalui partisipasi daerah secara aktif aturan main keadilan
ekonomi dapat berjalan selanjutnya menghasilkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.

Normal
0
false
false
false
EN-US
X-NONE
X-NONE

st1\:*{behavior:url(#ieooui) }

/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:Table Normal;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:;
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:Calibri,sans-serif;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Times New Roman;
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:Times New Roman;
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA

PANCASILA DALAM PERSPEKTIF HISTORIS

Era BPUPKI & PPKI:


Pertentangan Ideologi Nasionalis vs Islam
Kekalahan tentara Belanda 1942 kepada tentara Jepang di Kalijati merupakan
awal berkahirnya penjajahan Belanda di Indonesia. Kemenangan Jepang
tersebut semula- disambut gembira oleh rakyat Indonesia yang sejak awal
tidak mempunyai harapan merdeka di bahwa penjajahan Belanda. Harapan
mereka, Jepang sebagai sesama bangsa Asia akan memberi kemerdekaan
kepada bangsa Indonesia dalam waktu dekat[1].
Strategi Jepang untuk menjajah Indonesia memang cukup bagus, yaitu dengan
membolehkan rakyat Indonesia mengibarkan bendera merah putih,
menyanyikan lagi Indonesia Raya, dan untuk mengganti untuk sementara
tenaga administratifnya yang ditenggelamkan Sekutu, pegawai pangreh praja
Indonesia dinaikkan pangkatnya meskipun diturunkan gajinya. Tentara Jepang
menyebut dirinya sebagai saudara tua bangsa Indonesia [2]. Dengan sangat
strategis, tentara Jepang juga merekrut intelektual Indonesia dengan
memberinya wadah Komisi Penyelidik Adat Istiadat dan Tata Negara tanggal 8
November 1942 yang bersama-sama 13 orang Jepang mendiskusikan ideaidea mereka tentang nilai-nilai budaya bangsa Indonesia baik untuk
kepentingan Jepang maupun untuk kepentingan Indonesia merdeka yang
mereka cita-citakan[3]. Bahkan setelah kegagalan Tiga A (Nippon Cahaya Asia,
Nippon Pelindung Asia dan Nippon Pemimpin Asia, maka didirikanlah Pusat
Tenaga Rakyat (Putera) yang diketuai oleh empat serangkai, Sukarno, Hatta,
Ki Hadjar Dewantara dan Mas Mansur, yang mendapat sambutan hangat dari
rakyat.
Setelah
itu
dibentuklah
berbagai
organisasi
massa
seperti Seinendan (Barisan
Pemuda), Keibodan (Barisan
Pembantu
Polisi), Heiho yang terkenal dengan PETA yang diprakarsai Gatot
Mangkupraja. Semuanya adalah strategi Jepang untuk melunakkan hati
rakyat Indonesia agar mau membantu Jepang melawan Sekutu.
Kekalahan Jepang secara beruntun dalam perang (PD II) melawan sekutu
memaksa pemimpin administrasi militer di Indonesia yaitu Hayashi
menganjurkan kepada Pemerintah Jepang memberi janji kemerdekaan kepada
bangsa Indonesia, sebab berdasarkan pengamatannya kesengsaraan bangsa
Indonesia di bawah pemerintah Tentara Pendudukan sudah tidak tertahankan
lagi. Maka kalau Jepang secara eksplisit tidak memberikan janjir
kemerdekaan itu kepada pemimpin-peminpin Indonesia tentu mereka akan
berbalik melawan Jepang. Kalau itu terjadi, maka keadaan Jepang tentu tidak
dapat diselamatkan lagi. Saran ini kemudian diterima oleh Pemerintah Jepang
dibawah Perdana Menteri Koiso. Maka tanggal 7 September 1944, Koiso
mengumumkan ke seluruh dunia di muka sidang ke-85 Parlemen Jepang
bahwa Indonesia akan diberi kemerdekaan dalam waktu dekat[4].
Pemberian kemerdekaan dan bayangan kekalahan Jepang tersebut
akhirnya memaksa, mereka untuk mengumumkan pembentukan Dokuritsu
Zyumbi Tyoosakai yang disebut kemudian sebagai Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), pada tanggal 1 Maret 1945.
Pengangkatan 29 April 1945, Dr. KRT. Rajiman Wedyodiningrat diangkat ketua
(kaityo), bukan Soekarno, yang pada waktu itu dianggap sebagai pemimpin
nasional yang utama. Pengangkatan tersebut disetujui oleh Soekarno, alasannya,

sebagai anggota biasa akan lebih mempunyai banyak kesempatan untuk aktif
dalam diskusi-diskusi.
Sidang pleno BPUPKI pertama diadakan dari tanggal 28 Mei sampai
dengan tanggal 1 Juni 1945. Tanggal 28 Mei sidang dibuka dengan sambutan
Saiko Syikikan, Gunseikan, yang menasehati BPUPKI agar mengadakan
penelitian yang cermat terhadap dasar-dasar yang akan digunakan sebagai
landasan negara Indonesia merdeka sebagai suatu mata rantai dalam lingkungan
kemakmuran bersama di Asia Timur Raya[5].
Dalam pidato pembukaannya, dr. Rajiman antara lain mengajukan
pertanyaan kepada anggota sidang: Apa dasar Negara Indonesia yang akan kita
bentuk ini ?. Pertanyaan ini menjadi persoalan yang paling dominan sepanjang
29 Mei- 1 Juni 1945. Bahkan dalam rentang waktu tersebut hadir sejumlah
pembicara yang mengajukan sejumlah gagasan mengenai dasar filosofis atas
negara Indonesia yang hendak dibentuknya. Mereka misalnya Soekarno, Moh.
Yamin dan Supomo[6] yang secara argumentatif mengemukan pendapatnya
tentang dasar negara tersebut, yang pada akhirnya secara ekplisit tanggal 1 Juni
1945, Soekarno mengemukakan pidatonya yang memberikan jawaban yang
berisikan uraian tentang lima sila. Pidato kemudian diterbitkan dengan nama
Lahirnya Pancasila. Menurut Mohamad Hatta [7], pidato Soekarno itu dikatakan
sebagai yang bersifat kompromois, dapat meneduhkan pertentangan yang mulai
tajam antara pendapat yang mempertahankan Negara Islam dan mereka yang
menghendaki dasar negara sekuler, bebas dari corak agama.
Awal munculnya Pancasila disadari adalah bagian yang tidak terelakkan
dari sejumlah pergulatan dan perdebatanfounding fathers tatkala berbicara
mengenai dasar negara. Harus diakui terdapat berbagai kesulitan dalam
mempertemukan posisi-posisi ideologis anggota BPUPKI. Yang mengedepan di
antaranya adalah posisi-posisi dari mereka yang menjadikan Islam sebagai dasar
negara, mereka yang mencoba menegakkan suatu demokrasi konstitusional yang
sekuler, dan mereka yang menganjurkan negara yang disebut sebagai negara
integralistik. Perdebatan yang paling serius, emosional dan cenderung
konfrontasional antara para anggota adalah usul agar Islam dijadikan
sebagai dasar negara. Perdebatan tersebut memang pada akhirnya dimenangkan
oleh kelompok yang menginginkan Islam sebagai dasar negara, terbukti dengan
ditetapkannya Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 yang merupakan suatu
modus atau persetujuan antara pihak Islam dan pihak kebangsaan.
Dalam perkembangan selanjutnya, ternyata rumusan dalam Piagam
Jakarta yang mencantumkan kalimat,dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, setelah Proklamasi Kemerdekaan yaitu
pada tanggal 18 Agustus 1945, tidak diterbitkan sebagaimana draf awal. UUD
yang akhirnya diterbitkan tidak berisi konsesi-konsesi kepada posisi Islam
sebagaimana dipaparkan dalam Piagam Jakarta. Juga tidak ada keharusan bahwa
Presiden harus Islam. Mohammad Hatta dianggap berperan dalam penghapusan
ketujuh kata tersebut. Ia berhasil membujuk komisis penulis UUD untuk
menghilangkan acuan kepada Islam dalam draf akhir Pembukaan UUD. Hatta
khawatir bahwa Indonesia timur yang mayoritas Kristen tidak akan bergabung
dengan Republik kesatuan bila negara baru ini dirasakan mendukung Islam an
sich, walau secara tidak langsung sebagai dasarnya[8].
Pencoretan tujuh kata inilah yang menimbulkan kekecewaan umat Islam
terhadap pemerintahan Sukarno dan Mohammad Hatta, yang pada akhirnya

menjadikan problem ideologis ini menimpa pula masa pemerintahan Suharto.


Pergulatan awal inilah yang menjadi problem pertentangan pilihan ideologi yang
menjadi sumber ancaman bagi republik Indonesia. Dalam perkembangan lebih
lanjut, kondisi ini ternyata tidak bisa diakhiri secara elegan, bahkan semakin
lama menyimpan sejumlah persoalan yang berakhir dengan keteganganketegangan ideologi, dari sejak awal negara Indonesia dibentuk sampai sekarang
ini. Benar bila Carol Gluck[9] mengatakan bahwa Indonesia adalah sebuah negara
yang terlalu banyak meributkan masalah ideologi dibanding negara-negara lain.
Bahkan akhir-akhir ini utamanya tahun 1999 sejak reformasi digulirkan, ide
untuk memunculkan kembali Piagam Jakarta semakin mengedepan dalam
konstelasi perpolitikan nasional. Kalangan Islam, utamanya partai politik yang
berasaskan Islam, menjadi pilar utama bagi keinginan untuk menghidupkan
kembali Piagam Jakarta.
Dengan demikian melihat pada perkembangan perumusan Pancasila sejak
tanggal 1 Juni sampai 18 Agustus 1945, maka dapat diketahui bahwa Pancasila
mengalami perkembangan fungsi. Pada tanggal 1 dan 22 Juni, Pancasila yang
dirumuskan oleh Paniyia Sembilan dan kemudian disepakati oleh sidang Pleno
BPUPKI merupakan modus kompromi antara kelompok yang memperjuangkan
dasar negara nasionalisme dan kelompok yang memperjuangkan dasar negara
Islam. Akan tetapi pada tanggal 18 Agustus, Pancasila yang dirumuskan kembali
oleh PPKI berkembang menjadi modus kompromi antara kaum nasionalis, Islam
dan Kristen-Katolik dalam hidup bernegara. Di atas Pancasila yang merupakan
modus kompromi itu UUD dirumuskan, dan selanjutnya UUD itu menjadi dasar
untuk mendirikan Pemerintahan Republik Indonesia [10].

Era Orde Lama :


Dinamika Perdebatan Ideologis

Dinamika perdebatan ideologi antara kelompok Islam dengan


Pancasila adalah wajah dominan perpolitikan nasional dari tahun
1945-1965. Bahkan pertikaian itu dilanjutkan pada masa Orde Baru
sampai Orde Reformasi ini. Pada dasarnya hal ini dilatarbelakangi
oleh kekecewaan kalangan Islam atas penghapusan Piagam Jakarta
dari Pembukaan UUD 1945, apalagi ketika penguasa (negara)
menggunakan Pancasila sebagai alat untuk menekan kalangan
Islam tersebut.
Hal ini tampak ketika akhir tahun 1950-an, Pancasila sudah tidak lagi
merupakan kompromi atau titik pertemuan bagi semua ideologi sebagaimana
yang dimaksud Sukarno[11]. Ini karena Pancasila telah dimanfaatkan sebagai
senjata ideologis untuk mendelegitimasi tuntutan Islam bagi pengakuan negara
atas Islam. Bahkan secara terang-terangan Sukarno tahun 1953 mengungkapkan
kekhawatirannya tentang implikasi-implikasi negatif terhadap kesatuan nasional
jika orang-orang Islam Indonesia masih memaksakan tuntutan mereka untuk
sebuah negara Islam, atau untuk pasal-pasal konstitusional atau legal, yang akan
merupakan pengakuan formal atas Islam oleh negara[12].
Kekhawatiran Sukarno memang beralasan, apalagi ketika rentang tahun
1948 dan tahun 1962 terjadi pemberontakan Darul Islam melawan pemerintah
pusat. Serangan pemberontakan bersenjata yang berideologi Islam di Jawa

Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh meski akhirnya dapat ditumpas oleh Tentara
Nasional Indonesia, tetap saja menjadi bukti kongkret dari ancaman Islam [13].
Bahkan atas desakan AH. Nasution, kepala staf AD, tahun 1959, Sukarno
mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959 untuk kembali kepada UUD 1945 dan
menjadikannya sebagai satu-satunya konstitusi legal Republik Indonesia.
Perdebatan persoalan ideologi tahun-tahun 1959-an dianggap telah menyita
energi, sementara masalah lain belum dapat diselesaikan. Apalagi periode 1959
sampai peristiwa 30 September 1965 merupakan masa paling membingungkan
pemerintah, dengan munculnya kekuatan PKI yang berusaha menggulingkan
pemerintahan.
Era ini disebut sebagai Demokrasi terpimpin, sebuah periode paling labil
dalam struktur politik yang justru diciptakan oleh Sukarno. Pada era ini juga
Sukarno membubarkan partai Islam terbesar, Masyumi, karena dituduh terlibat
dalam pemberontakan regional berideologi Islam. Dalam periode Demokrasi
Terpimpin ini, Sukarno juga mencoba membatasi kekuasaan semua partai politik,
bahkan pertengahan 1950-an, Sukarno mengusulkan agar rakyat menolak partaipartai politik karena mereka menentang konsep musyawarah dan mufakat yang
terkandung dalam Pancasila[14]. Dalam rangka menyeimbangkan secara ideologis
kekuatan-kekuatan Islam, nasionalisme dan komunisme, Sukarno bukan saja
menganjurkan Pancasila melainkan juga sebuah konsep yang dikenal sebagai
NASAKOM, yang berarti persatuan antara nasionalisme, agama dan komunisme.
Kepentingan-kepentingan politis dan ideologis yang saling berlawanan antara
PKI, militer dan Sukarno serta agama (Islam) menimbulkan struktur politik yang
sangat labil pada awal tahun 1960-an, sampai akhirnya melahirkan Gerakan 30
S/PKI yang berakhir pada runtuhnya kekuasaan Orde Lama.

Era Orde Baru (1965-1985):


Awal dari Sebuah Legitimasi Kekuasaan
Peristiwa percobaan kudeta 30 September 1965 yang melibatkan Partai Komunis
Indonesia telah membawa perubahan besar dalam sejarah politik Indonesia. Peristiwa
penumpasan terhadap G 30 S/PKI dibawah komando Letjen Soeharto memberikan legitimasi
politik atas kesaktian Pancasila tanggal 1 Oktober 1965, sebagai momentum betapa PKI
tidak berhasil dan tidak pernah didukung oleh TNI dan rakyat untuk menggantikan ideologi
negara (Pancasila) dengan ideologi komunis. Tampilnya Pangkostrad Lentjen Soeharto
dalam penumpasan pemberontakan G 30 S/PKI tersebut adalah sejarah baru bagi terjadinya
peralihan kekuasaan dari Sukarno (Orde Lama) ke Suharto (Orde Baru).
Pada awal kekuasaannya, Soeharto berusaha meyakinkan bahwa rezim baru ini
adalah pewaris sah dan konstitusional dari presiden pertama. Dari khasanah ideologis
Sukarno, pemerintah baru ini mengambil Pancasila sebagai satu-satunya dasar negara dan
karena itu merupakan resep yang paling tepat untuk melegitimasi kekuasaannya [15].
Penamaan Orde Baru dimaklumkan sebagai keinginan untuk memberikan pemahaman
kepada masyarakat atas munculnya keadaan baru yang lebih baik daripada keadaan lama.
Reorientasi ekonomi, politik dan hubungan internasional ditambah stabilitas nasional adalah
langkah awal yang ditegakkan oleh Orde Baru.
Kekuasaan awal Orde Baru sanggup memberikan doktrin baru kepada masyarakat
bahwa setiap bentuk kudeta atas pemerintahan yang sah dengan mencoba mengganti
ideologi Pancasila adalah salah dan harus ditumpas sampai ke akar-akarnya. Tampaknya
propaganda itu berhasil, sehingga tampak jelas ketika rentang Oktober 1965 sampai awal
1966, terjadi peristiwa kekerasan massal yang luar biasa dasyatnya, yaitu pembantaian
orang-orang yang dicurigai berafiliasi terhadap komunis.
Instabilitas nasional di bawah Demokrasi Terpimpin serta percobaan kudeta tersebut
meyakinkan banyak pihak, bukan saja pihak militer, akan pentingnya mendepolitisasi
masyarakat. Koalisi Orde Baru, yang terdiri dari militer (sebagai kekuatan dominan),
kelompok pemuda-pelajar, Muslim, intelektual, demokrat, dsb, berhasil memberi dukungan
yang diperlukan untuk menggulingkan Sukarno dalam bulan Maret 1966 [16]. Mulai saat itulah,
Orde Baru menancapkan pengaruhnya dengan menfokuskan pada Pancasila dan
meletakkannya sebagai pilar ideologi rezim. Pancasila kemudian- menjadi suatu
pembenaran ideologis untuk kelompok yang berkuasa, tidak lagi hanya merupakan
suatu platform bersama di mana semua ideologi bisa dipertemukan. Pancasila menjadi
semakin diresmikan sebagai ideologi negara, di luar realitas Pancasila tidak sah digunakan
sebagai ideologi negara. Tampaknya keinginan awal itu berhasil menguatkan kekuasaan
Orde Baru dan memberikan jaminan stabilitas nasional yang mantap daripada Orde Lama.
Bagi Orde Baru, berbagai bentuk perdebatan mengenai ideologi negara, utamanya
antara kelompok Islam versus nasionalis, ternyata tidak semakin membuat stabilitas nasional
berjalan dengan baik, tetapi justru struktur politik labil yang lebih mengedepan. Belajar dari
tragedi sejarah Orde Lama yang agak serba permisifdalam memberikan ruang bagi
tumbuhnya ideologi lain, justru berkakbat fatal bagi berlangsungnya stabilitas kekuasaan
tersebut.

Itulah sebabnya, Suharto beserta tokoh penting Orde Baru seperti Adam Malik,
menggambarkan betapa pentingnya Pancasila bagi Orde Baru. Pancasila kemudian menjadi
kekuatan paling efektif untuk meminimalisasi kemungkinan munculnya kekuatan di luar
negara. Tampaknya di awal kekuasaannya, Orde Baru berhasil menyelesaikan masalah
legitimasi ideologisnya. Akhirnya tahun 1966 dan 1967, dasar-dasar negara suatu pemerintah
yang dilegitimasi oleh ideologi Pancasila mulai diletakkan. Menjelang pertengahan 1966,
MPRS[17] telah berhasil membersihkan dirinya dari semua pendukung Sukarno. Sehingga,
lembaga ini semakin memperoleh legalisasi untuk mengesahkan pengambilalihan kekuasaan
oleh Letjend Soeharto, tanggal 5 Juli 1966 serta berhasil menjelaskan penyelewenganpenyelewengan dalam pelaksanaan Pancasila dan Konstitusi yang telah terjadi selama Orde
Lama di bawah Sukarno.
Ditetapkannya Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 yang menyatakan bahwa Orde
Baru yang dipimpin oleh Letjen Soeharto didasarkan pada UUD dan Pancasila dan akan
melaksanakan tujuan-tujuan Revolusi. Ketetapan ini dengan tegas mengakui keabsahan,
legalitas,dan semangat revolusioner UUD dan Pancasila. Dan yang lebih penting lagi adalah
MPRS mengatakan bahwa sumber tertinggi hukum nasional adalah semangat Pancasila
yang diakui MPRS merupakan cerminan dari karakter nasional serta Pembukaan UUD yang
di dalamnya asas-asas Pancasila ditegaskan, itu lebih tinggi daripada Batang Tubuh UUD
1945[18].
Pada ulang tahun kedua puluh Lahirnya Pancasila tahun 1967, Persiden Soeharto
dan Adam Malik mengucapkan pidato-pidato yang menegaskan pendasaran legitimasi Orde
Baru kepada Pancasila. Pancasila dianggap melegitimasi Orde Baru, membenarkan
penurunan Sukarno, mendelegitimasi Islam (sebagai kekuatan politik) dan komunisme, serta
menjanjikan masa depan yang lebih baik bagi semua rakyat Indonesia melalui peningkatan
kemakmuran nasional. Kedua tokoh sentral Orde Baru tersebut menolak demokrasi liberal,
yang pernah dijalankan oleh Orde Lama dengan UUD 1950-nya, karena dianggap sebagai
penyelewengan dari tujuan asli Pancasila. Menurut Orde Baru, Sukarno benar, ketika dia
menolak sistem demokrasi parlementer dan membubarkan Konstituante serta menerapkan
Demokrasi Terpimpin. Dosa terbesar Sukarno terhadap Pancasila adalah karena ia memberi
dorongan kepada PKI, yang jelas anti-Pancasila, karena komunisme tidak sesuai dengan
asas pertama, kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pernyataan tegas dan sering diulang-ulang oleh kekuasaan Suharto adalah
perjuangan dan keyakinan Orde Baru hanyalah untuk melaksanakan Pancasila secara murni
dan konsekuen ?[19]. Pernyataan ini jelas menunjukkan bahwa tidak boleh ada penafsiran
resmi tentang Pancasila kecuali dari pemerintah yang berkuasa.
Pada kekuasaan Orde Baru inilah Pancasila benar-benar menjadi kekuatan ideologis
paling efektif dalam usahanya menancapkan kuku kekuasaannya. Orde Baru menjadi
kekuatan yang membela secara jelas Pancasila sebagai ideologi, sehingga setiap ancaman
besar terhadap bangsa (kekuasaan), merupakan ancaman erhadap Pancasila, dan buktinya
semua bentuk pemberontakan dapat dihancurkan. Adam Malik menunjuk pada Ketetapan
MPRS No. XX/MPRS/1966 sebagai bukti bahwa Pancasila memang merupakan suatu
sumber hukum legal dan moral, otoritas, dan legitimasi yang tertinggi di Indonesia. Pancasila
dengan demikian- tidak bisa dilaksanakan bila terdapat unsur-unsur dalam bangsa yang
tidak sesuai dengan kepribadian nasional, misalnya ideologi asing yang menganjurkan
diadakannya partai-partai politik oposisi, seperti di Barat.

Realitas ini menjadi suatu bukti betapa dalam perkembangan politik nasional era Orde
Baru sangat sulit diperoleh kekuatan di luar negara yang berani kritis atas negara. Disamping
hanya akan diberangus sampai ke akar-akarnya, gerakan oposisi justru hanya akan
menambah kekacauan dalam masyarakat. Dalam keadaan tertentu, realitas munculnya
oposisi tidak sesuai dengan Pancasila. Itulah bukti betapa Orde Baru seolah tidak bisa
dilepaskan dari Pancasila, karena bagaimanapun Pancasila adalah titik tolak dari rezim ini.
Dengan sebuah argumentasi menarik, Adam Malik mengatakan bahwa karena itu Orde Baru
memiliki suatu keyakinan yang dalam untuk mengabdi kepada rakyat dan mengabdi kepada
kepentingan nasional didasarkan pada falsafah Pancasila.
Demikianlah awal dimana kekuasaan Orde Baru telah berhasil
meyakinkan masyarakat tentang konsistensinya dalam mempertahankan
Pancasila sebagai ideologi negara. Bahkan sanggup pula menggunakan Pancasila
sebagai alat untuk memberikan legitimasi atas kekuasaan, untuk semakin kokoh,
tanpa terusik oleh kekuatan-kekuatan lain yang merongrongnya. Orde Baru
menjadi identik dengan Pancasila, sehingga setiap usaha mengkritisinya
dicurigai sebagai usaha untuk mengubah ideologi negara, dan itu harus
ditumpas habis, tidak saja oleh aparatur negara represif meminjam istilah
Althuser[20]- seperti presiden, menteri, ABRI dan lembaga kehakiman, tetapi juga
oleh aparatur negara ideologis, seperti lembaga keagamaan, pendidikan, media
massa, dan sebagainya.
Douglas E. Ramage[21] mengatakan bahwa meskipun penggabungan
partai-partai yang dipaksakan pada tahun 1973 merupakan contoh jelas dari
ketergantungan pemerintah kepada ideologi nasional untuk menciptakan
demokrasi Pancasila dan melegitimasi tindakan-tindakannya, tetapi baru pada
tahun 1978 pemerintah Orde Baru melakukan ofensif ideologi yang dimaksudkan
untuk menetapkan lebih lanjut parameter-parameter dan kendali-kendali atas
wacana politik di Indonesia. Puncaknya pada tanggal 22 Maret 1978, MPR
mengesahkan sebuah ketetapan tentang Pedoman Penghayatan dan Pengalaman
Pancasila (P4). Ketetapan ini menjadi sangat penting karena dikaitkan dengan
pedoman MPR untuk rencana pembangunan lima tahun. Dengan P4 ini
dimulailah program indoktrinasi Pancasila secara nasional melalui programprogram pendidikan ideologi yang dilaksanakan secara ketat[22].
Selama pembahasan-pembahasan di MPR tahun 1978 mengenai
rancangan ketetatapan P4, faksi NU dalam PPP melakukan protes dengan walk
out dari Majelis. Menurut Sidney Jones [23], pada saat itu NU adalah organisasi
massa (Islam) terakhir di negara Indonesia yang masih memiliki aspirasi-aspirasi
politik dan karena ini dicurigai oleh rezim karena pada tahun 1971 menolak
untuk mematuhi pedoman-pedoman Orde Baru tentang perilaku politik dan
kemudian tahun 1981, NU menolak mendukung Soeharto untuk masa jabatan
ketiga atau memberinya gelar Bapak Pembangunan Dengan perkataan lain, NU
masih bertindak seakan-akan sebuah partai yang independen. Perilaku seperti ini
membuat NU menjadi sasaran tuduhan anti-Pancasila oleh rezim, sebagaimana
dalam sebuah pidato Presiden Soeharto tahun 1980 ketika dia menyerang walk
out-nya NU dengan tuduhan seperti itu.
Semenjak itu, Presiden Orde Baru mulai secara tegas dan keras terhadap
setiap kekuatan yang tidak mau menerima Pancasila sebagai ideologi. Tanggal
27 Maret dan 16 April 1980, Presiden Suharto mengeluarkan peringatan
tersebut melalui pidatonya pada Rapim ABRI di Pekanbaru. Dia mengatakan
bahwa sebelum Orde Baru, Pancasila telah diancam oleh ideologi-ideologi lain,

seperti Marxisme, Leninisme, komunisme, sosialisme, nasionalisme dan agama.


Setiap organisasi di negara ini harus menerima Pancasila sebagai ideologi,
sehingga merupakan keharusan bahwa angkatan bersenjata mendukung
kelompok-kelompok yang membela dan mengikuti Pancasila. Soeharto, bahkan
mengisyaratkan agar ABRI harus mendukung partai Golkar, sebagai konsekuensi
dukungan atas pemerintahan yang membela Pancasila. ABRI dengan demikianharus berdiri di atas politik. Menurut David Jenkis, Soeharto dan kroninya di
ABRI merasa bahwa jika militer netral dalam pemilu, maka partai Islam (PPP)
akan mengalahkan Golkar. Dari pidato-pidato Soeharto, Islam jelas digambarkan
sebagai ancaman terhadap Pancasila, karena itu netralitas ABRI sama saja
dengan membahayakan Pancasila[24].

Dengan demikian, perjalanan panjang Orde Baru pada


dasarnya didasarkan pada keinginan untuk menguatkan dan
menancapkan ideologi Pancasila sebagai satu-satunya
ideologi sah negara. Dengan berlindung dibalik ideologi
Pancasila, Orde Baru yang didukung kino-kinonya (ABRI,
Golkar dan Birokrasi) menjadi kekuatan luar biasa di negara
Indonesia, tanpa dapat disentuh oleh kekuatan manapun.
Sebab, setiap kekuatan di luar mainstream negara saat itu
akan dianggap sebagai merongrong ideologi Pancasila.
Setelah ideologi komunisme mampu ditumpas, maka
Soeharto masih menganggap ada kekuatan lain yang
berbahaya, yaitu yang datang dari kekuatan Islam.
Apa yang dilakukan Soeharto tersebut memperoleh kecaman dan
menimbulkan cetusan perlawanan keras dan hidupnya kembali perdebatan
mengenai Pancasila. Kelompok lima puluh yang terdiri dari para purnawirawan
ABRI yang terkemuka, mantan para pemimpin partai dan akademisi (disebut
Petisi 50) menyerang Soeharto dalam suatu pernyataan keprihatinan terbuka
yang dikirim ke DPR. Pernyataan itu menuduh bahwa Soeharto telah memakai
alasan ancaman terhadap Pancasila untuk tujuan-tujuan politiknya sendiri.
Petisi 50 menganggap bahwa Pancasila tidak pernah dimaksudkan untuk dipakai
sebagai ancaman politik terhadap mereka yang dianggap sebagai lawan-lawan
politik. Pernyataan ini mengecam Soeharto, karena mencoba mem-personifikasikan Pancasila sehingga tiap desas-desus tentang dia akan dianggap sebagai
sikap anti-Pancasila[25]. Reaksi tersebut berakibat pada di back-list-nya mereka
oleh pemerintah, dan banyak dari mereka ditangkapi, dipecat dan dilarang ke
luar negeri. Tapi, ikhtiar ini telah memicu bangkitnya perlawanan atas
pemerintah Orde Baru, terutama faksi NU dari PPP.
Ditetapkannya Pancasila sebagai asas tunggal pada perkembangan
selanjutnya adalah semakin memperjelas arah kepentingan politik negara
dengan menggunakan ideologi Pancasila[26]. Semua organisasi, apapun bentuk
dan jenisnya, harus mencantumkan Pancasila sebagai asas dalam anggaran
dasarnya. Menurut William Liddle[27] menjelaskan mengapa asas tuinggal itu
demikian penting bagi Orde Baru:
Pemerintah memandang islam sebagai satu-satunya kekuatan
sosial yang belum berhasil ditundukkan, belum bersedia menerima
gagasan pemerintah tentang pemegang kekuasaan tertinggi. Diterimanya
doktrin negara Pancasila oleh umat Islam merupakan simbol dari
pengakuan. Penerimaan ini juga memberikan legitimasi kepada kendali

pemerintah yang semakin ketat terhadap kehidupan organisasional umat


Islam.
Bahkan, pada bulan Mei 1982 Wakil Presiden Adam Malik dengan tegas menunjuk Islam
politik sebagai sasaran utama pemerintah:
Kita harus menghindari perdebatan tentang ideologi dan agama.Dalam
kampanye (pemilu 1982) saya telah menekankan bahayanya memecah
dan mempolarisasi diri kita sendiri menuruti garis agama. Disengaja atau
tidak, partai Islam telah mengeksploitasi perasaan-perasaan keagamaan
rakyat. Ini tidak benar dan bisa membahayakan, suatu cara untuk
memecah belah rakyat[28].
Peristiwa berdarah di Tanjung Priok pada bulan September 1984
merupakan puncak ketegangan (politik-ideologis) antara kekuatan Islam versus
Pancasila. Hal ini dikarenakan adanya persepsi dalam sebagian komunitas Islam
bahwa negara memakai Pancasila sebagai alat ideologis untuk menindas Islam
politik. Peristiwa tersebut kemudian diikuti oleh serangkaian pengeboman pada
bulan Oktober, yang menurut pemerintah dilakukan oleh ekstremis Islam antiPancasila di pusat kota Jakarta. Anggota-anggota Petisi 50, termasuk Mayjen
(Purn) Dharsono, ditangkap dan diadili dengan tuduhan subversi (anti-Pancasila)
karena menghasut peristiwa Tanjungpriok dan pengeboman di Jakarta [29].
Pada era 1990-an, kekuasaan Orde Baru semakin memperoleh hati di
masyarakat dengan kebijakan pertumbuhan ekonomi yang cukup mengesankan.
Bank Dunia, dalam suatu laporan September 1993 yang dikutip The East Asian
Miraclemenunjuk Indonesia sebagai suatu ekonomi Asia Timur yang berkinerja
tinggi dan meramalkan bahwa negara ini akan memasuki bangsa-bangsa yang
ber-income-menengah menjelang peralihan abad. Janji Orde Baru pada
pertengahan tahun 1960-an tentang peningkatan besar dalam GNP dan
pendapatan per kapita pada kenyataannya telah dipenuhi. Standar kehidupan
rakyat telah membaik secara dramatis. Realitas ini semakin menguatkan citra
Orde
Baru
dihadapan
rakyatnya.
Bahkan
telah
berhasil
membangun image tentang kebobrokan ekonomi Orde Lama dan keberhasilan
ekonomi Orde Baru. Kebobrokan ekonomi Orde Lama disebabkan karena terlalu
sibuk melakukan perdebatan panjang tentang ideologi negara, bahkan
cenderung melakukan penyelewengan atas Pancasila. Artinya, bagi Orde Baru,
konsekuensi-konsekuensi penyelewengan tersebut adalah kondisi perekonomian
yang kacau dan ketidakstabilan politik.
Era ini ditandai dengan adanya kemesraan antara pemerintahan Orde
Baru dengan kekuatan Islam, bahkan dengan didirikannya Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia (ICMI), bulan Desember 1990. Kemesraan tersebut seolah
menandai berakhirnya konfrontasi ideologi antara kekuatan Islam dengan
Pancasila. Stabilitas politik pada era ini telah menjamin terselenggaranya
pembangunan secara bertahap dan membaiknya pertumbuhan ekonomi
masyarakat pada umumnya. Meskipun Sri Bintang Pamungkas, tokoh PPP (saat
itu) dan pengurus ICMI justru mempersoalkan adanya penyelewengan Pancasila
utamanya tentang asas keadilan sosial yang tidak terpenuhi dalam pertumbuhan
ekonomi tersebut.

Era Reformasi :

Antara Demokrasi dan Anarkhi


Penyelewengan masa Orde Baru pada akhirnya berakibat pada gelombang
besar reformasi yang telah berhasil menggulingkkan kekuatan Orde Baru, Mei
1997, dengan turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan setelah 32 tahun
menjadi presiden. Munculnya reformasi seolah menandai adanya jaman baru
bagi perkembangan perpolitikan nasional sebagai anti-tesis dari Orde Baru yang
dikatakan sebagai pemerintahan korup dan menindas, dengan konformitas
ideologinya. Pada era ini, kemudian berkembang secara pesat keinginan untuk
mengkhayalkan terbentuknya masyarakat sipil yang demokratis dan
berkeadilan sosial, tanpa kooptasi penuh dari negara. Persoalannya adalah justru
lepas kendalinya kekuatan masyarakat sipil dari kooptasi negara secara bebas
dari awal dari tragedi besar dan konflik-konflik berkepanjangan yang menandai
munculnya jaman baru tersebut. Tampaknya era ini seperti mengulang problem
perdebatan ideologis yang terjadi pada era Orde Lama, dan awal Orde Baru yang
berakhir dengan instabilitas politik dan ekonomi secara mendasar. Jatuhnya Orde
Baru yang sejak awal mengidentifikasikan sebagai satu-satunya- pendukung
Pancasila, seolah menandai munculnya pertanyaan-pertanyaan mendasar atas
kekuatan Pancasila sebagai sebuah ideologi. Tulisan dibawah ini mencoba
menggagas ulang sekaligus meneguhkan kekuatan Pancasila sebagai ideologi,
dan memberikan spirit nilainya bagi pembentukan masyarakat sipil di Indonesia,
agar kesalahan sejarah tidak terulang lagi

(Sumber : Buku (De) Konstruksi Indoeologi Negara : Upaya Membaca Ulang


Pancasila, Listiyono Santoso, Heri Santoso dan Soedarso, 2003, Penerbit NingRat Press, Yogyakarta)
[1]

Suwarno, PJ., 1993, Pancasila Budaya Bangsa Indonesia, Kanisius, Yogyakarta,

hlm. 99
[2]

Sartono Kartodirdjo, 1977, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900, Dari

Emporium sampai Imperium, Jilid I, Gramedia, Jakarta, hlm. 5-7


[3]

Suwarno, PJ. Ibid. hlm. 100

[4]

Harry Benda, Irikura, dkk., 1965, Japanese Military Administration in Indonesia

Selected Documents, Southeast Asia Studis, Yale University. hlm.244-345


[5]

Muhammad Yamin, 1959, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Djilid

Pertama, Prapantja, Jakarta, hlm. 803


[6]

Untuk lebih jelasnya tentang materi pidato, lihat Muh. Yamin. Ibid. Dan juga

penelitian PJ. Suwarno, 1993, Pancasila Budaya Bangsa Indonesia, Kanisius: Yogyakarta,
hlm. 44-56
[7]

Mohammad Hatta, 1977, Pengertian Pancasila, Idayu Press, Jakarta, hlm. 9

[8]

Adnan Buyung Nasution, 1992, The Aspiration for Constitutional Government in

Indonesia: A Socio-Legal Study of the Indonesian Konstituante, 1956-1959, Jakarta: Sinar


Harapan, hlm. 59.
[9]

Dikutip Dougkas E. Ramage, 1995, Politics in Indonesia Democracy, Islam and the

Ideologu of Tolerancy, London: Routledge, hlm. 334.


[10]

PJ. Suwarno, op.cit. hlm. 76-77

[11]

Adnan Buyung Nasution, op.cit. hlm. 52-118

[12]

sebagaimana dikutip oleh Douglas E. Remage, op.cit. hlm.29

[13]

Mengenai pemberontakan Darul Islam, lihat van Dijk, 1981, Rebellion under The

Banner of Islam; The Darul Islam in Indonesia, The Haque: Martinus Nijhof
[14]

Herbert Feith, sebagaimana dikutip oleh Douglas E. Ramage, op.cit. hlm. 34

[15]

Douglas R. Ramage, op.cit. hlm 41-42

[16]

Ricklefs, 1981, A History of Indonesia, Bloomington: Indiana University Press,

hlm. 278.
[17]

MPRS disebut sementara karena anggotanya hanya ditunjuk, tidak melalui

pemilu.
[18]

Douglas E. Ramage, op.cit. hlm. 44

[19]

Douglas E Ramage, op.cit. hlm 46, berdasar pada Pidato Presiden RI pada hari

lahirnya Pancasila ke 20 pada tanggal 1 Juni 1967


[20]

Sebagaimana dikutip oleh Yasraf Amir Piliang, dalamTim Maula,

1999, Jika

Rakyat Berkuasa, Bandung: Pustaka Hidayah,hlm.21


[21]

op.cit. hlm. 56

[22]

Lihat naskah Ketetapan MPR selengkapnya: Pedoman Penghayatan dan

Pengalaman Pancasila dan GBHN, Jakarta: CSIS (1978)


[23]

Sidney Jones, The Contraction and Expansion of the umat dan the Role of

the Nahdlatul Ulama in Indonesia, dalamIndonesia, No. 38, Oktober 1984, hlm. 9.
[24]

Douglas E. Ramage, op.cit. hlm. 57

[25]

Naskah asli Pernyataan Keprihatinan dimuat dalam Harian Pelita, 16 Juli 1980.

Dimana pernyataan tersebut ditandatangai oleh purnawirawan ABRI terkemuka, seperti


Mayjen (Purn) HR. Dharsono (Sekjen ASEAN), dua mantan perdana menteri, dan
Gubernur Jakarta yang populer, Mayjen (Purn) Ali Sadikin.
[26]

Terlihat dalam pidatonya, satu pada peringatan Hari Kemerdekaan 1982 dan

lainnya pada bulan Juli 1983, dimana Soeharto menjelaskan dasar pemikiran pemerintah
untuk memaksakan kepatuhan kepada Pancasila. dalam pidato pertama Soeharto
memperingatkan

adanya

ideologi-ideologi

alternatif

selain

Pancasila,

yang

masih

dikemukakan di Indonesia. Karena itu dia menetapkan bahwa semua organisasi sosial
politik, terutama partai-partai politik, harus menerima Pancasila sebagai asas tunggal.
Meskipun akhirnya kebijakan ini menuai kritik, utamanya dari kalangan Islam. Lebih
jelasnya, berita Antara, 16 Agustus 1992
[27]

William Liddle, Why Soeharto Tries to Bring Islam to Heel, Asian Wall Street

Journal Weekly, 12 Maret 1984, hlm. 11.


[28]

Sebagaimana dikutip oleh Douglas, op.cit. hlm. 64

[29]

Sinar Harapan, 19 November 1984

Kita semua tahu dan kebanyakan hafal bunyi sila dalam Pancasila. Namun kita meski
tahu apa saja kedudukan Pancasila bagi bangsa atau rakyat Indonesia. Berikut ini
pembahasan lengkap kedudukan Pancasila bagi bangsa Indonesia:
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia
Pancasila sebagai dasar negara sering disebut juga falsafah negara. Pancasila sebagai
dasar negara Republik Indonesia berarti bahwa Pancasila digunakan sebagai dasar
dalam mengatur pemerintahan negara dan penyelenggaraan negara. Kedudukan
Pancasila sebagai dasar negara, merupakan sumber tertib hukum tertinggi yang
mengatur kehidupan Negara dan masyarakat. Hal ini berarti bahwa Pancasila sebagai
kaidah dasar negara bersifat mengikat dan memaksa, artinya, Pancasila mengikat dan
memaksa segala sesuatu yang berada dalam wilayah kekuasaan hukum negara RI agar
setia melaksanakan, mewariskan, mengembangan dan melestarikan nilai-nilai Pancasila.
Sehingga semua warga Negara, penyelenggara negara tanpa kecuali dan segala macam
peraturan perundang-undangan yang ada harus bersumber dan sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila.
Pancasila sebagai dasar negara berarti bahwa segala sesuatu yang berhubungan
dengan kehidupan ketatanegaraan negara RI harus berdasarkan Pancasila. Dan juga
semua peraturan yang berlaku di Indonesia harus bersumber pada Pancasila, dalam arti
Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Pancasila sebagai
dasar negara, mempunyai kekuatan mengikat secara hukum, sehingga semua peraturan
hukum / ketatanegaraan yang bertentangan dengan Pancasila harus disebut Perwujudan
nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara, dalam bentuk peraturan perundang-undangan
bersifat impratif ( mengikat) bagi berikut ini:
Penyelenggara negara.
Lembaga kenegaraan.
Lembaga kemasyarakatan.
Warga negara Indonesia dimanapun berada, dan penduduk di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia
Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia, berarti Pancasila adalah sikap mental
dan tingkah laku bangsa Indonesia yang mempunyai ciri khas, dan yang membedakan
bangsa Indonesia dengan bangsa lain. Fungsi Pancasila sebagai kepribadian bangsa
Indonesia berarti bahwa Pancasila adalah gambaran tertulis dan pola perilaku atau
gambaran tentang amal perbuatan bangsa Indonesia yang khas yang membedakannya
dengan bangsa-bangsa lain. Pancasila sebagai kepribadian bangsa, yaitu Pancasila

memberi ciri khas kepribadian yang tercermin dalam sila-sila Pancasila, yaitu bahwa
bangsa Indonesia adalah bangsa yang berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan
yang adil dan beradab, berjiwa persatuan dan kesatuan bangsa, berjiwa musyawarah
mufakat untuk mencapal hikmat kebijaksanaan, bercita-cita mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila sebagai pandangan hidup (way of life)
Pancasila sering disebut way of life, berarti pancasila menjadi petunjuk arah seluruh
kegiatan kehidupan dalam berbagai bidang kehidupan guna mengatur kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia
berfungsi sebagai norma, pegangan hidup, pedoman hidup dan petunjuk arah bagi
semua kegiatan hidup dan penghidupan bangsa Indonesia dalam berbagal aspek
kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia. Dengan demikian berarti bahwa semua
sikap dan perilaku setiap manusia Indonesia haruslah dijiwai dan merupakan pancaran
pengamalan sila-sila Pancasila.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yaitu semua sila Pancasila
adalah pencerminan atau gambaran dari sikap dan cara pandang manusia Indonesia
terhadap keagamaan (Ketuhanan Yang Maha Esa), terhadap sesama manusia
(kemanusiaan yang adil dan beradab), terhadap bangsa dan negaranya (persatuan
lndonesia), terhadap pemerintahan demokrasi (kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawatan/perwakilan), dan terhadap kepentingan bersama
(keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia),.
Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia
Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia berarti bahwa Pancasila
dijadikan sebagai cita-cita dan tujuan yang hendak dicapai bangsa Indonesia yaitu suatu
masyarakat yang Pancasilais. Dasar negara Pancasila yang dirumuskan dan terkandung
dalam pembukaan UUD 1945, memuat cita-cita dan tujuan nasional. Cita-cita bangsa
(Pembukaan UUD 1945 alenia II), tujuan bangsa (Pembukaan UUD 1945 alenia IV).
Tujuan bangsa dan negara Indonesia dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945,
yaitu sebagai berikut.
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Memajukan kesejahteraan umum.
Mencerdaskan kehidupan bangsa.
Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial.
Pancasila sebagal perjanjian luhur bangsa Indonesia
Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia, berarti bahwa Pancasila

merupakan keputusan final bagi bangsa Indonesia. Pancasila adalah kesepakatan dan
perjanjian serta konsensus bangsa Indonesia sebagai dasar negara yang ditetapkan
pada tanggal 18 Agustus 1945. Istilah Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa
Indonesia muncul dalam pidato kenegaraan Presiden Soekarno di depan sidang Dewan
Perwakilan Rakyat Gotong-ROyong (DPR-GR) pada tanggal 16 Agustus 1967, yang
merupakan kesepakatan bulat para wakil-wakil bangsa Indonesia (PPKI) menjelang dan
sesudah Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945. Pancasila sebagai perjanjian
luhur seluruh rakyat Indonesia, artinya bahwa Pancasila harus kita bela untuk selamaIamanya. Perjanjian luhur ini telah dilakukan pada tanggal 18 agustus 1945, yaltu pada
saat PPKI (sebagai wakil seluruh rakyat Indonesia) telah menerima Pancasila dan
menetapkan dasar negara secara konstitusional dalam pembukaan UUD 1945.

Pengertian Ideologi Menurut


Para Ahli
Ideologi berasal dari bahasa Yunani dan merupakan gabungan dari dua kata yaitu edios
yang artinya gagasan atau konsep dan logos yang berarti ilmu. Pengertian ideologi secara
umum adalah sekumpulan ide, gagasan, keyakinan dan kepercayaan yang menyeluruh
dan sistematis. Dalam arti luas, ideology adalah pedoman normatif yang dipakai oleh
seluruh kelompok sebagai dasar cita-cita, nila dasar dan keyakinan yang dijunjung tinggi.
Ada

beberapa

istilah

ideology

menurut

Destut

beberapa

para

ahli

De

yaitu:
Traacy

Ideologi pertama kali dikemukakan oleh destut de Tracy tahun 1796 yang berarti suatu
program yang diharapkan dapat membawa suatu perubahan institusional dalam
masyarakat

Perancis.

Ramlan

Surbakti

membagi

dalam

dua

pengertian

yakni

1. Ideologi secara fungsional : seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama atau


tentang

masyarakat

dan

Negara

yag

dianggap

paling

baik.

2. Ideologi secara structural : suatu system pembenaran seperti gagasan dan formula
politik

atas

setiap

kebijakan

dan

tindakan

yang

diambil

oleh

Wikipedia

penguasa.
Indonesia:

Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan atau aqidah aqliyyah (akidah yang sampai
melalui

proses

berpikir)

Destertt

yang

de

Ideologi

adalah

Tracy
studi

aturan-aturan
(2

terhadap

Descartes
Ideologi

melahirkan
ide

inti

Machiavelli

kehidupan.

april

(5
adalah

dalam

2004)

ide/pemikiran

tertentu.

mei
dari

2004)

semua

(1

pemikiran

manusia.

agustus

2006)

Ideologi adalah sistem perlindungan kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa.


Thomas

(23

oktober

2004)

Ideologi adalah suatu cara untuk melindungi kekuasaan pemerintah agar dapat bertahan
dan

mengatur

Francis
Ideologi

Bacon
adalah

Karl

sintesa

rakyatnya.

(5
pemikiran

Marx

januari

mendasar

dari

(1

2007)

suatu

konsep

mei

hidup.
2005)

Ideologi merupakan alat untuk mencapai kesetaraan dan kesejahteraan bersama dalam
masyarakat.
Napoleon
Ideologi
Muhammad

(22
keseluruhan

desember
pemikiran

Muhammad

Ismail

politik

2003)
dari

(24

rivalrivalnya.
april

2007)

Ideologi (Mabda) adalah Al-Fikru al-asasi al-ladzi hubna Qablahu Fikrun Akhar,
pemikiran mendasar yang sama sekali tidak dibangun (disandarkan) di atas pemikiran
pemikiran yang lain. Pemikiran mendasar ini merupakan akumulasi jawaban atas
pertanyaan dari mana, untuk apa dan mau kemana alam, manusia dan kehidupan ini
yang dihubungkan dengan asal muasal penciptaannya dan kehidupan setelahnya?
Dr.

Hafidh

Shaleh

(12

november

2008)

Ideologi adalah sebuah pemikiran yang mempunyai ide berupa konsepsi rasional (aqidah
aqliyah), yang meliputi akidah dan solusi atas seluruh problem kehidupan manusia.
Pemikiran

tersebut

harus

mempunyai

metode,

yang

meliputi

metode

untuk

mengaktualisasikan ide dan solusi tersebut, metode mempertahankannya, serta metode


menyebarkannya

ke

Taqiyuddin

seluruh

An-Nabhani

(17

dunia.
juli

2005)

Mabda adalah suatu aqidah aqliyah yang melahirkan peraturan. Yang dimaksud aqidah
adalah pemikiran yang menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan hidup, serta
tentang apa yang ada sebelum dan setelah kehidupan, di samping hubungannya dengan
Zat yang ada sebelum dan sesudah alam kehidupan di dunia ini. Atau Mabda adalah
suatu ide dasar yang menyeluruh mengenai alam semesta, manusia, dan hidup.
Mencakup

dua

bagian

yaitu,

fikrah

dan

Gunawan

thariqah.
Setiardjo:

Mengemukakan bahwa ideologi adalah seperangkat ide asasi tentang manusia dan
seluruh

realitas

yang

dijadikan

pedoman

dan

cita-cita

Ramlan

hidup.
Surbakti:

Mengemukakan ada dua pengertian Ideologi yaitu Ideologi secara fungsional dan
Ideologi secara struktural. Ideologi secara fungsional diartikan seperangkat gagasan
tentang kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan negara yang dianggap paling
baik. Ideologi secara fungsional ini digolongkan menjadi dua tipe, yaitu Ideologi yang
doktriner dan Ideologi yang pragmatis. Ideologi yang doktriner bilamana ajaran-ajaran
yang

terkandung

di

dalam

Ideologi

itu

dirumuskan

secara

sistematis,

dan

pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh aparat partai atau aparat pemerintah. Sebagai
contohnya adalah komunisme. Sedangkan Ideologi yang pragmatis, apabila ajaran-ajaran
yang terkandung di dalam Ideologi tersebut tidak dirumuskan secara sistematis dan
terinci, namun dirumuskan secara umum hanya prinsip-prinsipnya, dan Ideologi itu
disosialisasikan secara fungsional melalui kehidupan keluarga, sistem pendidikan,
system

ekonomi,

kehidupan

agama

dan

sistem

politik.

Notonegoro:
Mengemukakan, bahwa Ideologi negara dalam arti cita-cita negara atau cita-cita yang
menjadi dasar bagi suatu sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang
bersangkutan pada hakikatnya merupakan asas kerokhanian yang antara lain memiliki
ciri: 1) Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan

kenegaraan; 2) Mewujudkan suatu asas kerokhanian, pandangan dunia, pedoman hidup,


pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan kepada
generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban.
Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan. Kata ideologi sendiri diciptakan oleh Destutt
de Tracy pada akhir abad ke-18 untuk mendefinisikan sains tentang ide. Ideologi dapat
dianggap sebagai visi yang komprehensif, sebagai caramemandang segala sesuatu
(bandingkan Weltanschauung), secara umum (lihat Ideologi dalam kehidupan sehari
hari) dan beberapa arah filosofis (lihat Ideologi politis), atau sekelompok ide yang
diajukan oleh kelas yang dominan pada seluruh anggota masyarakat. Tujuan untama
dibalik ideologi adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses pemikiran
normatif.
Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak (tidak hanya sekadar pembentukan ide) yang
diterapkan pada masalah publik sehingga membuat konsep ini menjadi inti politik.
Secara implisit setiap pemikiran politik mengikuti sebuah ideologi walaupun tidak
diletakkan sebagai sistem berpikir yang eksplisit.(definisi ideologi Marxisme). Pada
intinya Ideologi merupakan cerminan cara berfikir orang atau masyarakat yang
sekaligus membentuk orang atau masyarakat itu menuju cita-citanya. Ideologi
merupakan sesuatu yang dihayati menjadi suatu keyakinan. Ideologi merupakan suatu
pilihan yang jelas membawa komitmen (keterikatan) untuk mewujudkannya. Semakin
mendalam kesadaran ideologis seseorang, maka akan semakin tinggi pula komitmennya
untuk melaksanakannya.

Pengertian Ideologi Menurut


Beberapa Ahli

05NOV2010Tinggalkan komentar
by mitha20mos in pengertian ideologi Tag:pengertian ideologi

PENGERTIAN IDEOLOGI MENURUT BEBERAPA AHLI

Machiavelli :
Ideologi adalah sistem perlindungan kekuasaan yang dimiliki oleh
penguasa. 1 agustus 2006
Thomas H:
Ideologi adalah suatu cara untuk melindungi kekuasaan pemerintah
agar dapat bertahan dan mengatur rakyatnya. 23 oktober 2004
Francis Bacon:
Ideologi adalah sintesa pemikiran mendasar dari suatu konsep
hidup.5 januari 2007
Karl Marx:
Mengartikan Ideologi sebagai pandangan hidup yang dikembangkan
berdasarkan kepenti-ngan golongan atau kelas sosial tertentu dalam
bidang politik atau sosial ekonomi. Gunawan Setiardjo
mengemukakan bahwa ideologi adalah seperangkat ide asasi tentang
manusia dan seluruh realitas yang dijadikan pedoman dan cita-cita
hidup.
Napoleon:
Ideologi keseluruhan pemikiran politik dari rivalrivalnya. 22
desember 2003
Muhammad Muhammad Ismail :
Ideologi (Mabda) adalah Al-Fikru al-asasi al-ladzi hubna Qablahu
Fikrun Akhar, pemikiran mendasar yang sama sekali tidak dibangun
(disandarkan) di atas pemikiran pemikiran yang lain. Pemikiran
mendasar ini merupakan akumulasi jawaban atas pertanyaan dari
mana, untuk apa dan mau kemana alam, manusia dan kehidupan ini
yang dihubungkan dengan asal muasal penciptaannya dan kehidupan
setelahnya? 24 april 2007
Dr. Hafidh Shaleh:
Ideologi adalah sebuah pemikiran yang mempunyai ide berupa
konsepsi rasional (aqidah aqliyah), yang meliputi akidah dan solusi
atas seluruh problem kehidupan manusia. Pemikiran tersebut harus

mempunyai metode, yang meliputi metode untuk mengaktualisasikan


ide dan solusi tersebut, metode mempertahankannya, serta metode
menyebarkannya ke seluruh dunia. 12 november 2008
Taqiyuddin An-Nabhani:
Mabda adalah suatu aqidah aqliyah yang melahirkan peraturan.
Yang dimaksud aqidah adalah pemikiran yang menyeluruh tentang
alam semesta, manusia, dan hidup, serta tentang apa yang ada
sebelum dan setelah kehidupan, di samping hubungannya dengan Zat
yang ada sebelum dan sesudah alam kehidupan di dunia ini. Atau
Mabda adalah suatu ide dasar yang menyeluruh mengenai alam
semesta, manusia, dan hidup. Mencakup dua bagian yaitu, fikrah dan
thariqah 17 JULI 2005.
Ramlan Surbakti
Mengemukakan ada dua pengertian Ideologi yaitu Ideologi secara
fungsional dan Ideologi secara struktural. Ideologi secara fungsional
diartikan seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama atau
tentang masyarakat dan negara yang dianggap paling baik. Ideologi
secara fungsional ini digolongkan menjadi dua tipe, yaitu Ideologi
yang doktriner dan Ideologi yang pragmatis. Ideologi yang doktriner
bilamana ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Ideologi itu
dirumuskan secara sistematis, dan pelaksanaannya diawasi secara
ketat oleh aparat partai atau aparat pemerintah. Sebagai contohnya
adalah komunisme. Sedangkan Ideologi yang pragmatis, apabila
ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Ideologi tersebut tidak
dirumuskan secara sistematis dan terinci, namun dirumuskan secara
umum hanya prinsip-prinsipnya, dan Ideologi itu disosialisasikan
secara fungsional melalui kehidupan keluarga, sistem pendidikan,
system ekonomi, kehidupan agama dan sistem politik.
Notonegoro
Mengemukakan, bahwa Ideologi negara dalam arti cita-cita negara
atau cita-cita yang menjadi dasar bagi suatu sistem kenegaraan untuk
seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan pada
hakikatnyamerupakan asas kerokhanian yang antara lain memiliki
ciri:
1) Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan
dan kenegaraan;
2) Mewujudkan suatu asas kerokhanian, pandangan dunia, pedoman
hidup, pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan, diamalkan,
dilestarikan kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan
dipertahankan dengan kesediaan berkorban.

Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan. Kata ideologi sendiri


diciptakan oleh Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18 untuk
mendefinisikan sains tentang ide. Ideologi dapat dianggap
sebagaivisi yang komprehensif, sebagai caramemandang segala
sesuatu (bandingkan Weltanschauung ), secara umum (lihat Ideologi
dalam kehidupan sehari hari) dan beberapa arah filosofis (lihat
Ideologi politis), atau sekelompok ide yang diajukan oleh kelas yang
dominan pada seluruh anggota masyarakat. Tujuan untama dibalik
ideologi adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses
pemikiran normatif. Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak (tidak
hanya sekadar pembentukan ide) yang diterapkan pada masalah
publik sehingga membuat konsep ini menjadi inti politik. Secara
implisit setiap pemikiran politik mengikuti sebuah ideologi walaupun
tidak diletakkan sebagai sistem berpikir yang eksplisit.(definisi
ideologiMarxisme ).
Pada intinya Ideologi merupakan cerminan cara berfikir orang atau
masyarakat yang sekaligus membentuk orang atau masyarakat itu
menuju cita-citanya. Ideologi merupakan sesuatu yang dihayati
menjadi suatu keyakinan. Ideologi merupakan suatu pilihan yang jelas
membawa komitmen (keterikatan) untuk mewujudkannya. Semakin
mendalam kesadaran ideologis seseorang, maka akan semakin tinggi
pula komitmennya untuk melaksanakannya.

Anda mungkin juga menyukai