PENDIDIKAN
PANCASILA
OLEH :
AISYAH NUR ROSYIDANA (155121184)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
AKUNTANSI SYARIAH
Pancasila disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI yang proses
perumusannya dilakukan melalui beberapa sidang, yaitu sidang BPUPKI pertama, sidang
panitia 9, dan sidang BPUPKI kedua. Nilai-nilai essensial yang terkandung dalam pancasila
yaitu : ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan serta keadilan. Nilai-nilai tersebut
dalam kenyataannya telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala sebelum
negara Indonesia didirikan. Dimulai dari zaman batu kemudian muculnya kerajaan-kerajaan
seperti kerajaan Sriwijaya dibawah Wangsa Syailendra yang bercirikan kedatuan, kemudian
kerajaan Majapahit yang bercirikan keprabuan, dan negara kebangsaan modern yaitu Negara
Indonesia Merdeka.
Setelah Majapahit runtuh agama Islam mulai berkembang di Indonesia. Bersamaan
dengan itu, orang-orang Eropa antara lain Portugis, kemudian diikuti oleh Spanyol, mulai
berdatangan ke Indonesia. Tujuan mereka datang ke Indonesia adalah untuk mencari sumber
rempah-rempah. Bangsa asing yang datang ke Indonesia tersebut pada awalnya berdagang,
namun lama-kelamaan mereka melakukan praktek penjajahan. Setelah itu bangsa Belanda
datang pula ke Indonesia dan mendirikan sebuah perkumpulan yang bernama VOC. Praktek
VOC di Indonesia mulai kelihatan dengan paksaan-paksaan yang berusaha menguasai
daerah-daerah di Indonesia dan menguasai pusat rempah-rempah, sehingga rakyat mulai
melakukan perlawanan. Perlawanan-perlawanan tersebut diantaranya terjadi di Mataram,
Makasar, Banten, Jawa Timur, yang kemudian semakin meluas ke daerah Maluku,
Palembang, Minangkabau, Jawa Tengah, Lombok, Batak dan masih banyak lagi. Walaupun
dorongan cinta tanah air rakyat Indonesia menimbulkan semangat juang yang tinggi untuk
melawan Belanda, namun tentu saja perlawanan-perawanan tersebut memakan banyak sekali
korban jiwa. Bahkan Belanda juga menerapkan sistem monopoli melalui tanam paksa kepada
rakyat Indonesia dan Belanda tidak perduli terhadap penderitaan rakyat Indonesia.
Indonesia mulai bangkit pada tahun 1908 yang diawali dengan didirikannya sebuah
orgaisasi yang bernama Budi Utomo dan merupakan pelopor pergerakan nasional yang
setelah itu diikuti munculnya organisasi-organisasi pergerakan nasional lainnya. Kemunculan
organisasi-organisasi tersebut menjadikan rakyat Indonesia mempunyai tujuan satu yang jelas
yaitu Indonesia Merdeka.
Pada tahun 1940-an Jepang masuk ke Indonesia dengan propaganda “Jepang
pemimpin Asia, Jepang saudara tua Bangsa Indonesia”. Jepang bersikap murah hati terhadap
Bangsa Indonesia dikarenakan Jepang merasa terdesak oleh sekutu barat. Jepang juga
menjanjikan kemerdekaan terhadap Bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia diperkenankan
memperjuangkan kemerdekaannya bahkan dianjurkan pula untuk mendirikan Negara
Indonesia Merdeka dihadapan musuh-musuh Jepang. Janji tersebut direalisasikan melalui
pembentukan BPUPKI yang bertugas untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan
Indonesia. Dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, BPUPKI melakukan 2 sidang.
Sidang yang pertama dilaksanakan selama 4 hari. Beberapa tokoh yang menyampaikan
usulannya yaitu Muh. Yamin, Prof. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Mereka mengusulkan
tentang rumusan dasar negara Indonesia dan teori-teori negara. Sidang BPUPKI kedua
berlangsug selama 7 hari. Pada sidang kedua ini dibentuklah suatu hukum tertulis yang
disebut dengan Undang-Undang Dasar. Kemudian diputuskan pula beberapa keputusan
penting yaitu tentang bentuk negara, luas wilayah negara baru serta susunan Undang-Undang
Dasar.
Pada pertengahan bulan Agustus 1945 terbentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia atau PPKI yang diketuai oleh Ir. Soekarno dan wakilnya Moh. Hatta. Pada tanggal
14 Agustus 1945 Soekarno mengumumkan bahwa Indonesia akan segera merdeka, bukan
karena hadiah atau janji dari Jepang melainkan hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri.
Kemudian tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta, tepatnya pada hari
jum’at legi, pukul 10 pagi WIB. Soekarno dengan didampingi oleh Moh. Hatta membacakan
naskah proklamasi yang sudah dirapatkan dan direncanakan bersama dengan rekan-rekannya.
Dengan demikian Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Pada tanggal 18 Agustus PPKI
mengadakan sidang yang pertama dan menghasilkan keputusan mengenai pengesahan UUD
1945, pemilihan presiden dan wakil presiden, serta menetapkan berdirinya Komite Nasional
Indonesia Pusat sebagai badan musyawarah darurat. Sidang kedua (19 Agustus 1945) berhasil
menetapkan keputusan tentang daerah propinsi, kedudukan kooti, kedudukan kota, serta
dibentuknya departemen-departemen. Sidang ketiga (20 Agustus 1945) menghasilkan
pembentukan Badan Keamanan Rakyat. Sidang keempat (22 Agustus 1945) membahas
agenda Komite Nasional Partai Nasional Indonesia yang pusatnya di Jakarta. Walaupun
sudah merdeka, Indonesia masih menghadapi kelicikan yang dilakukan oleh Belanda yaitu
menyebarluaskan kepada dunia luar bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hadiah dari
Jepang. Tetapi Bangsa Indonesia tetap berusaha untuk melawannya dengan berbagai cara.
Dari hasil konferensi meja bundar melalu konstitusi RIS, maka ditetapkan mengenai bentuk
negara serikat (federalis), dan menentukan sifat pemerintahan yang berasas demokrasi liberal,
serta ditetapkannya sebuah persetujuan tentang “pengakuan kedaulatan” negara Indonesia.
Berdasarkan persetujuan RIS dengan negara RI tanggal 19 mei 1950, maka seluruh negara
bersatu dalam negara kesatuan dengan Konstitusi Sementara yang berlaku sejak 17 Agustus
1950. Maka dari itu berlakulah UUDS 1950 di Indonesia. Presiden akhirnya mengeluarkan
dekrit pada tanggal 5 Juli 1959 dikarenakan konstituante yang bertugas untuk membuat UUD
dinilai gagal dalam membuat UUD negara RI. Isi dari dekrit presiden tersebut adalah
membubarkan konstituante, menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 (tidak berlakunya
kembali UUDS 1950), serta dibentuknya MPRS dan DPAS. Dengan demikian UUD 1945
berlaku kembali di Negara Republik Indonesia pada saat itu hingga sekarang. Seiring dengan
berjalannya waktu, banyak terjadi pemberontakan di Indonesia dikarenakan Pancasila dan
UUD 1945 tidak diwujudkan sebagaimana mestinya. Masa dimana tatanan masyarakat dan
pemerintah pada saat terjadinya pemberontakan-pemberontakan tersebut disebut dengan
“orde lama”. Hingga meletusnya pemberontakan G 30S PKI maka orde lama dinggap
berakhir dan berganti dengan “orde baru”. Pada masa orde baru presiden memberikan
kekuasaan penuh kepada Panglima Angkatan Darat Letnan Jendral Soeharto untuk
memulihkan keamanan dan merealisasikan pembangunan nasional sebagai perwujudan
pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
Banyak orang yang beranggapan bahwa filsafat adalah bidang ilmu yang rumit.
Padahal sebenarnya setiap orang yang hidup sudah pasti berfilsafat. Maka sebenarnya filsafat
itu sangat mudah dipahami. Apabila seseorang berpandangan bahwa kebenaran pengetahuan
itu sumbernya rasio maka orang tersebut berfilsafat rasionalisme. Apabila seseorang
berpandangan bahwa hidup ini hanya untuk mencari kesenangan dan kepuasan lahiriah maka
orang tersebut berfilsafat hedonisme. Begitu juga apabila seseorang berpandangan bahwa
dalam hidup masyarakat maupun negara yang terpenting adalah kebebasan individu maka
orang tersebut berpandangan atau berfilsafat individualisme.
Secara etimologis istilah “filsafat” berasa dari bahasa Yunani “philein” yang artinya
“cinta” dan “sophos” yang artinya “hikmah” atau “kebijaksanaan”. Jadi secara harfiah
istilah “filsafat” mengandung makna cinta kebijaksanaan. Namun jika kita membahas
pengertian filsafat dalam hubungannya dengan lingkup bahasannya maka mencakup banyak
sekali bidang-bidang bahasannya. Keseluruhan arti filsafat dapat dikelompokkan menjadi dua
macam yaitu yang pertama filsafat sebagai produk dan yang kedua filsafat sebagai suatu
proses atau suatu aktivitas berfilsafat. Cabang-cabang filsafat yang pokok adalah metafisika,
epistemologi, metodologi, logika, etika, dan estetika. Berdasarkan cabang-cabang tersebut
kemudian muncullah berbagai macam aliran dalam filsafat.
Rumusan kesatuan sila-sila pancasila dalam hubungannya dengan filsafat adalah
sebagai suatu sistem. Yang mana pengertian sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang
saling berhubungan, saling bekerja sama untuk suatu tujuan tertentu. Setiap sila dalam
pancasila pada hakikatnya merupakan suatu asas sendiri, namun fungsi secara keseluruhan
merupakan suatu kesatuan yang sistematis. Kesatuan sila-sila pancasila bersifat organis yaitu
secara filosofis bersumber pada hakikat dasar ontologis manusia yang memiliki unsur-unsur.
Unsur-unsur manusia tersebut merupakan kesatuan organis. Maka sila-sila pancasila juga
memiliki kesatuan yang bersifat organis. Susunan dan rumusan pancasila bersifat hierarkhis
dan berbentuk piramidal. Maksudnya adalah didalam setiap sila pancasila senantiasa
terkandung sila-sila lainnya. Atau dapat diartikan setiap sila dalam pancasila mempunyai arti
yang saling berhubungan. Maka segala hal yang berkaitan dengan sifat dan hakikat negara
harus berhubungan atau sesuai dengan landasan sila-sila pancasila. Kesesuaian yang
dimaksud adalah kesesuaian antara hakikat nilai-nilai sila-sila pancasila dengan negara dalam
pengertian kesesuaian sebab dan akibat. Kesatuan sila-sila pancasila yang “majemuk
tunggal”, “hierarkhis piramidal” juga memiliki sifat saling mengisi dan saling
mengkualifikasi. Maksudnya adalah bahwa setiap sila senantiasa dikualifikasi oleh keempat
sila lainnya. Secara filosofis pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki dasar
ontologis (membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret), epistemologis (berkaitan
dengan asal, sifat, karakter dan jenis pengetahuan), dan aksiologis (mempertanyakan
bagaimana penggunaan ilmu).
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia
pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis, fundamental dan
menyeluruh. Maka sila-sila pancasila merupakan suatu kesatuan yang bulat dan utuh,
hierarkhis dan sistematis. Dalam pengertian inilah maka sila-sila pancasila merupakan suatu
sistem filsafat. Dengan demikian kelima sila bukan terpisah-pisah dan memiliki makna
sendiri-sendiri, melainkan memiliki esensi serta makna yang utuh. Pancasila sebagai filsafat
bangsa dan negara Republik Indonesia, mengandung makna bahwa dalam setiap aspek
kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan dan kenegaraan harus berdasarkan nila-nilai
Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Nilai-nilai pancasila adalah
bersifat objektif dan subjektif. Artinya esensi nilai-nilai pancasila adalah bersifat universal
yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Sehingga
memungkinkan untuk dapat diterapkan pada negara lain walaupun mungkin namanya bukan
pancasila. Artinya jika suatu negara menggunakan prinsip filosofi bahwa negara
Berketuhanan, Berkemanusiaan, Berpersatuan, Berkerakyatan dan Berkeadilan, maka pada
hakikatnya negara tersebut menggunakan dasar filsafat dari nilai sila-sila pancasila. Nilai-
nilai pancasila terkndung dalam Pembukaan UUD 1945 secara yuridis memiliki kedudukan
sebagai Pokok Kaidah Negara yang Fundamental. Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya
memuat nilai-nilai pancasila mengandung Empat Pokok Pikiran yang apabila dianalisis
makna yang terkandung didalamnya adalah merupakan penjabaran dari nilai-nilai Pancasila.
Dengan kata lain keempat pokok pikiran tersebut merupakan perwujudan dari sila-sila
Pancasila. Pokok pikiran ini sebagai dasar fundamental dalam pendirian negara, yang
realisasi berikutnya perlu diwujudkan lebih lanjut dalam pasal-pasal UUD 1945. Dalam
pengertian inilah maka sebenarnya dapat disimpulkan bahwa Pancasila merupakan dasar
yang fundamental bagi negara Indonesia terutama dalam pelaksanaan dan peyelenggaraan
negara. Bagi bangsa Indonesia dalam era reformasi dewasa ini seharusnya bersifat rendah
hati untuk mawas diri dalam upaya untuk memperbaiki kondisi dan nasib bangsa ini
hendaknya didasarkan pada moralitas yang tertuang dalam keempat pokok pikiran tersebut
yaitu moral Ketuhanan dan Kemanusiaan agar kesengsaraan rakyat tidak semakin bertambah.
Berikut ini akan dijelaskan nilai-ilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila, namun
semuanya itu tidak dapat dilepaskan keterkaitannya dengan sila-sila lainnya. Adapun nilai-
nilai yang terkandung dalam setiap sila adalah sebagai berikut:
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai
keempat sila lainnya. Dalam sila ini terkandung nilai bahwa negara yang didirikan
adalah sebagai penjelmaan tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh karena itu segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan
negara bahkan moral negara, moral penyelenggara negara, politik negara,
pemerintahan negara, hukum dan peraturan perundang-undangan negara, kebebasan
dan hak asasi warga negara harus dijiwai nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila ini secara sistematis didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha
Esa, serta mendasari dan menjiwai ketiga sila berikutnya. Dalam sila kemanusiaan
terkandung nilai-nilai bahwa negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia sebagai makhluk yang beradab. Dalam kehidupan kenegaraan harus
senantiasa dilandasi oleh moral kemanusiaan. Nilai kemanusiaan yang adil
mengandung suatu makna bahwa hakikat manusia sebagai makhluk yang berbudaya
dan beradab harus berkodrat adil. Jadi, nilai yang terkandung dalam Kemanusiaan
yang adil dan beradab adalah menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia,
menghargai atas kesamaan hak dan derajat tanpa membedakan suku, ras, keturunan,
status sosial maupun agama. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama
manusia, tenggang rasa, tidak semena-mena terhadap sesama manusia, dan
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
3. Persatuan Indonesia
Sila Persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan yang Maha
Esa dan Kemanusiaan yang adil dan beradab serta mendasari dan dijiwai sila
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijksanaan dalam
Permusyawaratan/perwakilan dan Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
Dalam sila ini terkandung nilai bahwa negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat
manusia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Negara
mengatasi segala paham golongan, etnis, suku, ras individu maupun golongan agama.
Mengatasi dalam arti memberikan wahana atas tercapainya harkat dan martabat
seluruh warganya. Oleh karena itu tujuan negara dirumuskan untuk melindungi
segenap warganya dan seluruh tumpah darahnya, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan warganya serta dalam kaitannya dengan pergaulan dengan
bangsa-bangsa lain di dunia untuk mewujudkan suatu ketertiban dunia yang
berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
4. Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyaratan/Perwakilan
Nilai yang terkandung dalam sila keempat ini didasari oleh sila Ketuhanan yang
Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab serta Persatuan Indonesia, kemudian
mendasari serta menjiwai sila Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. Nilai
filosofis yang terkandung didalamnya adalah bahwa hakikat negara adalah sebagai
penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Hakikat rakyat adalah merupakan sekelompok manusia sebagai makhluk Tuhan yang
Maha Esa yang bersatu dan bertujuan mewujudkan harkat dan martabat manusia
dalam suatu wilayah negara. Rakyat adalah subjek pendukung pokok negara. Negara
adalah dari oleh dan untuk rakyat, oleh karena itu rakyat adalah asal mula kekuasaan
negara. Sehingga dalam sila kerakyatan terkandung nilai demokrasi yang secara
mutlak harus dilaksanakan dalam hidup bernegara.
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Nilai yang terkandung dalam sila ini didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan
yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, serta
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/perwakilan. Dalam sila kelima ini terkandung nilai yang merupakan
tujuan negara sebagai tujuan dalam hidup bersama. Maka didalam sila kelima tersebut
terkandung nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama. Keadilan
tersebut didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan kemanusiaan. Nilai-nilai keadilan
haruslah merupakan suatu dasar yang harus diwujudkan dalam hidup bersama
kenegaraan untuk mewujukan tujuan negara.
PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai
sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran norma, baik norma hukum, norma moral
maupun norma kenegaraan lainnya. Dalam filsafat pancasila didalamnya terkandung suatu
pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan menyeluruh dan
sistem pemikiran ini merupakan suatu nilai. Oleh karena itu suatu pemikiran filsafat tidak
secara langsung menyajikan norma-norma yang merupakan pedoman dalam suatu tindakan
atau aspek praksis melainkan suatu nilai-nilai yang bersifat mendasar. Sebagai suatu nilai,
Pancasila memberikan dasar-dasar yang bersifat fundamental dan universal bagi manusia
dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam
kehidupan yang nyata didalam masyarakat, bangsa maupun negara dalam suatu norma-norma
yang jelas sehingga merupakan suatu pedoman. Jadi sila-sila pancasila pada dasarnya
bukanlah merupakan suatu pedoman yang langsung bersifat normatif ataupun praksis
melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber norma yang
kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam norma-norma dalam kehidupan kenegaraan maupun
kebangsaan.
Pengertian Etika
Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu etika
umum dan etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-
ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang
bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita
harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral.
Etika umum mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia,
sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya dengan berbagai
aspek kehidupan manusia.
Etika Politik
Etika politik termasuk kelompok etika sosial yaitu etika khusus. Secara substantif
pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu
manusia. Oleh karena itu etika politik berkaitan erat dengan pembahasan moral. Hal ini
berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai
subjek etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban
lainnya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia. Walaupun dalam
hubungannya dengan masyarakat bangsa maupun negara, etika politik tetap meletakkan dasar
fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa
kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk yang beradap dan
berbudaya. Berdasarkan suatu kenyataan bahwa masyarakat, bangsa maupun negara bisa
berkembang ke arah keadaan yang tidak baik dalam arti moral. Dalam suatu masyarakat
negara yang demikian ini maka seorang yang baik secara moral kemanusiaan akan dipandang
tidak baik menurut negara serta masyarakat otoriter, karena tidak dapat hidup sesuai dengan
aturan yang buruk dalam suatu masyarakat negara. Oleh karena itu aktualisasi etika politik
harus senantiasa mendasarkan kepada ukuran harkat dan martabat manusia.
Pengertian ‘politik’ berasal dari kosa kata ‘politics’, yang memiliki makna bermacam-
macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau ‘negara’, yang menyangkut proses penetuan
tujuan-tujuan dari sistem itu dan diikuti oleh pelaksanaan tujuan-tujuan itu. Politik selalu
menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat dan buka tujuan pribadi seseorang. Selain
itu politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai politik, lembaga
masyarakat maupun perseorangan. Berdasarkan pengertian-pengertian pokok tentang politik
maka secara operasional bidang politik menyangkut konsep-konsep pokok yang berkaitan
dengan negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijaksanaan, pembagian, serta alokasi.
Dalam hubungan dengan etika politik pengertian politik harus dipahami dalam pengertian
yang lebih luas yaitu menyangkut seluruh unsur yang membentuk suatu persekutuan hidup
yang disebut masyarakat negara.
Teori Kebangsaan
Dalam tumbuh berkembangnya suatu bangsa terdapat berbagai macam teori besar yang
merupakan bahan komparasi bagi para pendiri negara Indonesia untuk mewujudkan suatu
bangsa yang memilki sifat dan karakteristik tersendiri. Teori-teori kebangsaan tersebut adalah
sebagai berikut:
1) Teori Hans Kohn
Hans Kohn sebagai seorang ahli antropologi etnis mengemukakan teorinya
tentang bangsa, yaitu terbentuknya karena persamaan bahasa, ras, agama, peradaban,
wilayah, negara dan kewarganegaraan.
2) Teori Kebangsaan Ernest Renan
Menurut Renan pokok-pokok pikiran tentang bangsa adalah:
Bahwa bangsa adalah suatu jiwa, suatu asas kerokhanian
Bahwa bangsa adalah suatu solidaritas yang besar
Bangsa adalah suatu hasil sejarah
Bangsa adalah bukan sesuatu yang abadi
Wilayah dan ras bukanlah suatu penyebab timbulnya bangsa.
3) Teori Gepolitik oleh Frederich Ratzel
Suatu teori kebangsaan yang baru mengungkapkan hubungan antara wilayah
geografi dengan bangsa yang dikembangkan oleh Frederich Ratzel dalam bukunya
yang berjudul ‘Political Geography’ (1987). Teori tersebut menyatakan bahwa negara
adalah merupakan suatu organisme yang hidup. Agar suatu bangsa itu hidup subur
dan kuat maka memerlukan sutu ruangan untuk hidup, dalam bahasa Jerman disebut
‘Lebensraum’. Negara-negara besar menurut Ratzal memiliki semangat ekspansi,
militerisme serta optimisme, teori Ratzel ini bagi negara-negara modern terutama di
Jerman mendapat sambutan hangat, namun sisi negatifnya menimbulkan semangat
kebangsaan yang chauvinistis.
PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK
INDONESIA
Hubungan Antara Pembukaan UUD 1945 dengan Batang Tubuh UUD 1945
Pembukaan UUD 1945 mempunyai fungsi hubungan langsung yang bersifat kausal
organis dengan batang tubuh UUD 1945, karena isi dalam pembukaan di jabarkan kedalam
pasal-pasal UUD 1945. Maka pembukaan UUD 1945 yang memuat dasar filsafat negara, dan
UUD merupakan satu kesatuan walaupun dapat dipisahkan, bahkan merupakan rangkaian
kesatuan nilai dan norma yang terpadu. Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya terkandung
pokok-pokok pikiran persatuan Indonesia, keadilan sosial, kedaulatan rakyat berdasarkan atas
permusyawaratan/perwakilan, serta Ketuhanan yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab, yang intisarinya merupakan penjelmaan dari dasar filsafat pancasila.
A. Pengertian paradigma
Istilah “paradigma” pada awalnya berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan
terutama dalam kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahuan. Secara terminologis
tokoh yang mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu pengetahuan adalah
Thomas S. Khun dalam bukunya yang berjudul structure of scientific revolution.
Intisari pengertian paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi
teoritis yang umum, sehingga merupakan suatu sumber hukum-hukum, metode, serta
penerapan dalam ilmu pengatahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri serta
karakter ilmu pengetahuan itu sediri.
D. Aktualisasi Pancasila
Aktualisasi pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu aktualisasi
objektif dan subjektif. Aktualisasi objektif yaitu aktualisasi pancasila dalam berbagai
bidang kehidupan kenegaraan yang meliputi kelembagaan negara. Aktualisasi
subjektif adalah aktualisasi pancasila pada setiap individu terutama dalam aspek
moral dalam kaitannya dengan hidup negara dan masyarakat.