Anda di halaman 1dari 29

RESUME BUKU

PENDIDIKAN

PANCASILA

OLEH :
AISYAH NUR ROSYIDANA (155121184)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
AKUNTANSI SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA


2015/2016
PANCASILA DALAM KONTEKS SEJARAH BANGSA INDONESIA

Pancasila disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI yang proses
perumusannya dilakukan melalui beberapa sidang, yaitu sidang BPUPKI pertama, sidang
panitia 9, dan sidang BPUPKI kedua. Nilai-nilai essensial yang terkandung dalam pancasila
yaitu : ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan serta keadilan. Nilai-nilai tersebut
dalam kenyataannya telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala sebelum
negara Indonesia didirikan. Dimulai dari zaman batu kemudian muculnya kerajaan-kerajaan
seperti kerajaan Sriwijaya dibawah Wangsa Syailendra yang bercirikan kedatuan, kemudian
kerajaan Majapahit yang bercirikan keprabuan, dan negara kebangsaan modern yaitu Negara
Indonesia Merdeka.
Setelah Majapahit runtuh agama Islam mulai berkembang di Indonesia. Bersamaan
dengan itu, orang-orang Eropa antara lain Portugis, kemudian diikuti oleh Spanyol, mulai
berdatangan ke Indonesia. Tujuan mereka datang ke Indonesia adalah untuk mencari sumber
rempah-rempah. Bangsa asing yang datang ke Indonesia tersebut pada awalnya berdagang,
namun lama-kelamaan mereka melakukan praktek penjajahan. Setelah itu bangsa Belanda
datang pula ke Indonesia dan mendirikan sebuah perkumpulan yang bernama VOC. Praktek
VOC di Indonesia mulai kelihatan dengan paksaan-paksaan yang berusaha menguasai
daerah-daerah di Indonesia dan menguasai pusat rempah-rempah, sehingga rakyat mulai
melakukan perlawanan. Perlawanan-perlawanan tersebut diantaranya terjadi di Mataram,
Makasar, Banten, Jawa Timur, yang kemudian semakin meluas ke daerah Maluku,
Palembang, Minangkabau, Jawa Tengah, Lombok, Batak dan masih banyak lagi. Walaupun
dorongan cinta tanah air rakyat Indonesia menimbulkan semangat juang yang tinggi untuk
melawan Belanda, namun tentu saja perlawanan-perawanan tersebut memakan banyak sekali
korban jiwa. Bahkan Belanda juga menerapkan sistem monopoli melalui tanam paksa kepada
rakyat Indonesia dan Belanda tidak perduli terhadap penderitaan rakyat Indonesia.
Indonesia mulai bangkit pada tahun 1908 yang diawali dengan didirikannya sebuah
orgaisasi yang bernama Budi Utomo dan merupakan pelopor pergerakan nasional yang
setelah itu diikuti munculnya organisasi-organisasi pergerakan nasional lainnya. Kemunculan
organisasi-organisasi tersebut menjadikan rakyat Indonesia mempunyai tujuan satu yang jelas
yaitu Indonesia Merdeka.
Pada tahun 1940-an Jepang masuk ke Indonesia dengan propaganda “Jepang
pemimpin Asia, Jepang saudara tua Bangsa Indonesia”. Jepang bersikap murah hati terhadap
Bangsa Indonesia dikarenakan Jepang merasa terdesak oleh sekutu barat. Jepang juga
menjanjikan kemerdekaan terhadap Bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia diperkenankan
memperjuangkan kemerdekaannya bahkan dianjurkan pula untuk mendirikan Negara
Indonesia Merdeka dihadapan musuh-musuh Jepang. Janji tersebut direalisasikan melalui
pembentukan BPUPKI yang bertugas untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan
Indonesia. Dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, BPUPKI melakukan 2 sidang.
Sidang yang pertama dilaksanakan selama 4 hari. Beberapa tokoh yang menyampaikan
usulannya yaitu Muh. Yamin, Prof. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Mereka mengusulkan
tentang rumusan dasar negara Indonesia dan teori-teori negara. Sidang BPUPKI kedua
berlangsug selama 7 hari. Pada sidang kedua ini dibentuklah suatu hukum tertulis yang
disebut dengan Undang-Undang Dasar. Kemudian diputuskan pula beberapa keputusan
penting yaitu tentang bentuk negara, luas wilayah negara baru serta susunan Undang-Undang
Dasar.
Pada pertengahan bulan Agustus 1945 terbentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia atau PPKI yang diketuai oleh Ir. Soekarno dan wakilnya Moh. Hatta. Pada tanggal
14 Agustus 1945 Soekarno mengumumkan bahwa Indonesia akan segera merdeka, bukan
karena hadiah atau janji dari Jepang melainkan hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri.
Kemudian tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta, tepatnya pada hari
jum’at legi, pukul 10 pagi WIB. Soekarno dengan didampingi oleh Moh. Hatta membacakan
naskah proklamasi yang sudah dirapatkan dan direncanakan bersama dengan rekan-rekannya.
Dengan demikian Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Pada tanggal 18 Agustus PPKI
mengadakan sidang yang pertama dan menghasilkan keputusan mengenai pengesahan UUD
1945, pemilihan presiden dan wakil presiden, serta menetapkan berdirinya Komite Nasional
Indonesia Pusat sebagai badan musyawarah darurat. Sidang kedua (19 Agustus 1945) berhasil
menetapkan keputusan tentang daerah propinsi, kedudukan kooti, kedudukan kota, serta
dibentuknya departemen-departemen. Sidang ketiga (20 Agustus 1945) menghasilkan
pembentukan Badan Keamanan Rakyat. Sidang keempat (22 Agustus 1945) membahas
agenda Komite Nasional Partai Nasional Indonesia yang pusatnya di Jakarta. Walaupun
sudah merdeka, Indonesia masih menghadapi kelicikan yang dilakukan oleh Belanda yaitu
menyebarluaskan kepada dunia luar bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hadiah dari
Jepang. Tetapi Bangsa Indonesia tetap berusaha untuk melawannya dengan berbagai cara.
Dari hasil konferensi meja bundar melalu konstitusi RIS, maka ditetapkan mengenai bentuk
negara serikat (federalis), dan menentukan sifat pemerintahan yang berasas demokrasi liberal,
serta ditetapkannya sebuah persetujuan tentang “pengakuan kedaulatan” negara Indonesia.
Berdasarkan persetujuan RIS dengan negara RI tanggal 19 mei 1950, maka seluruh negara
bersatu dalam negara kesatuan dengan Konstitusi Sementara yang berlaku sejak 17 Agustus
1950. Maka dari itu berlakulah UUDS 1950 di Indonesia. Presiden akhirnya mengeluarkan
dekrit pada tanggal 5 Juli 1959 dikarenakan konstituante yang bertugas untuk membuat UUD
dinilai gagal dalam membuat UUD negara RI. Isi dari dekrit presiden tersebut adalah
membubarkan konstituante, menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 (tidak berlakunya
kembali UUDS 1950), serta dibentuknya MPRS dan DPAS. Dengan demikian UUD 1945
berlaku kembali di Negara Republik Indonesia pada saat itu hingga sekarang. Seiring dengan
berjalannya waktu, banyak terjadi pemberontakan di Indonesia dikarenakan Pancasila dan
UUD 1945 tidak diwujudkan sebagaimana mestinya. Masa dimana tatanan masyarakat dan
pemerintah pada saat terjadinya pemberontakan-pemberontakan tersebut disebut dengan
“orde lama”. Hingga meletusnya pemberontakan G 30S PKI maka orde lama dinggap
berakhir dan berganti dengan “orde baru”. Pada masa orde baru presiden memberikan
kekuasaan penuh kepada Panglima Angkatan Darat Letnan Jendral Soeharto untuk
memulihkan keamanan dan merealisasikan pembangunan nasional sebagai perwujudan
pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

Banyak orang yang beranggapan bahwa filsafat adalah bidang ilmu yang rumit.
Padahal sebenarnya setiap orang yang hidup sudah pasti berfilsafat. Maka sebenarnya filsafat
itu sangat mudah dipahami. Apabila seseorang berpandangan bahwa kebenaran pengetahuan
itu sumbernya rasio maka orang tersebut berfilsafat rasionalisme. Apabila seseorang
berpandangan bahwa hidup ini hanya untuk mencari kesenangan dan kepuasan lahiriah maka
orang tersebut berfilsafat hedonisme. Begitu juga apabila seseorang berpandangan bahwa
dalam hidup masyarakat maupun negara yang terpenting adalah kebebasan individu maka
orang tersebut berpandangan atau berfilsafat individualisme.
Secara etimologis istilah “filsafat” berasa dari bahasa Yunani “philein” yang artinya
“cinta” dan “sophos” yang artinya “hikmah” atau “kebijaksanaan”. Jadi secara harfiah
istilah “filsafat” mengandung makna cinta kebijaksanaan. Namun jika kita membahas
pengertian filsafat dalam hubungannya dengan lingkup bahasannya maka mencakup banyak
sekali bidang-bidang bahasannya. Keseluruhan arti filsafat dapat dikelompokkan menjadi dua
macam yaitu yang pertama filsafat sebagai produk dan yang kedua filsafat sebagai suatu
proses atau suatu aktivitas berfilsafat. Cabang-cabang filsafat yang pokok adalah metafisika,
epistemologi, metodologi, logika, etika, dan estetika. Berdasarkan cabang-cabang tersebut
kemudian muncullah berbagai macam aliran dalam filsafat.
Rumusan kesatuan sila-sila pancasila dalam hubungannya dengan filsafat adalah
sebagai suatu sistem. Yang mana pengertian sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang
saling berhubungan, saling bekerja sama untuk suatu tujuan tertentu. Setiap sila dalam
pancasila pada hakikatnya merupakan suatu asas sendiri, namun fungsi secara keseluruhan
merupakan suatu kesatuan yang sistematis. Kesatuan sila-sila pancasila bersifat organis yaitu
secara filosofis bersumber pada hakikat dasar ontologis manusia yang memiliki unsur-unsur.
Unsur-unsur manusia tersebut merupakan kesatuan organis. Maka sila-sila pancasila juga
memiliki kesatuan yang bersifat organis. Susunan dan rumusan pancasila bersifat hierarkhis
dan berbentuk piramidal. Maksudnya adalah didalam setiap sila pancasila senantiasa
terkandung sila-sila lainnya. Atau dapat diartikan setiap sila dalam pancasila mempunyai arti
yang saling berhubungan. Maka segala hal yang berkaitan dengan sifat dan hakikat negara
harus berhubungan atau sesuai dengan landasan sila-sila pancasila. Kesesuaian yang
dimaksud adalah kesesuaian antara hakikat nilai-nilai sila-sila pancasila dengan negara dalam
pengertian kesesuaian sebab dan akibat. Kesatuan sila-sila pancasila yang “majemuk
tunggal”, “hierarkhis piramidal” juga memiliki sifat saling mengisi dan saling
mengkualifikasi. Maksudnya adalah bahwa setiap sila senantiasa dikualifikasi oleh keempat
sila lainnya. Secara filosofis pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki dasar
ontologis (membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret), epistemologis (berkaitan
dengan asal, sifat, karakter dan jenis pengetahuan), dan aksiologis (mempertanyakan
bagaimana penggunaan ilmu).
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia
pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis, fundamental dan
menyeluruh. Maka sila-sila pancasila merupakan suatu kesatuan yang bulat dan utuh,
hierarkhis dan sistematis. Dalam pengertian inilah maka sila-sila pancasila merupakan suatu
sistem filsafat. Dengan demikian kelima sila bukan terpisah-pisah dan memiliki makna
sendiri-sendiri, melainkan memiliki esensi serta makna yang utuh. Pancasila sebagai filsafat
bangsa dan negara Republik Indonesia, mengandung makna bahwa dalam setiap aspek
kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan dan kenegaraan harus berdasarkan nila-nilai
Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Nilai-nilai pancasila adalah
bersifat objektif dan subjektif. Artinya esensi nilai-nilai pancasila adalah bersifat universal
yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Sehingga
memungkinkan untuk dapat diterapkan pada negara lain walaupun mungkin namanya bukan
pancasila. Artinya jika suatu negara menggunakan prinsip filosofi bahwa negara
Berketuhanan, Berkemanusiaan, Berpersatuan, Berkerakyatan dan Berkeadilan, maka pada
hakikatnya negara tersebut menggunakan dasar filsafat dari nilai sila-sila pancasila. Nilai-
nilai pancasila terkndung dalam Pembukaan UUD 1945 secara yuridis memiliki kedudukan
sebagai Pokok Kaidah Negara yang Fundamental. Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya
memuat nilai-nilai pancasila mengandung Empat Pokok Pikiran yang apabila dianalisis
makna yang terkandung didalamnya adalah merupakan penjabaran dari nilai-nilai Pancasila.
Dengan kata lain keempat pokok pikiran tersebut merupakan perwujudan dari sila-sila
Pancasila. Pokok pikiran ini sebagai dasar fundamental dalam pendirian negara, yang
realisasi berikutnya perlu diwujudkan lebih lanjut dalam pasal-pasal UUD 1945. Dalam
pengertian inilah maka sebenarnya dapat disimpulkan bahwa Pancasila merupakan dasar
yang fundamental bagi negara Indonesia terutama dalam pelaksanaan dan peyelenggaraan
negara. Bagi bangsa Indonesia dalam era reformasi dewasa ini seharusnya bersifat rendah
hati untuk mawas diri dalam upaya untuk memperbaiki kondisi dan nasib bangsa ini
hendaknya didasarkan pada moralitas yang tertuang dalam keempat pokok pikiran tersebut
yaitu moral Ketuhanan dan Kemanusiaan agar kesengsaraan rakyat tidak semakin bertambah.
Berikut ini akan dijelaskan nilai-ilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila, namun
semuanya itu tidak dapat dilepaskan keterkaitannya dengan sila-sila lainnya. Adapun nilai-
nilai yang terkandung dalam setiap sila adalah sebagai berikut:
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai
keempat sila lainnya. Dalam sila ini terkandung nilai bahwa negara yang didirikan
adalah sebagai penjelmaan tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh karena itu segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan
negara bahkan moral negara, moral penyelenggara negara, politik negara,
pemerintahan negara, hukum dan peraturan perundang-undangan negara, kebebasan
dan hak asasi warga negara harus dijiwai nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila ini secara sistematis didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha
Esa, serta mendasari dan menjiwai ketiga sila berikutnya. Dalam sila kemanusiaan
terkandung nilai-nilai bahwa negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia sebagai makhluk yang beradab. Dalam kehidupan kenegaraan harus
senantiasa dilandasi oleh moral kemanusiaan. Nilai kemanusiaan yang adil
mengandung suatu makna bahwa hakikat manusia sebagai makhluk yang berbudaya
dan beradab harus berkodrat adil. Jadi, nilai yang terkandung dalam Kemanusiaan
yang adil dan beradab adalah menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia,
menghargai atas kesamaan hak dan derajat tanpa membedakan suku, ras, keturunan,
status sosial maupun agama. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama
manusia, tenggang rasa, tidak semena-mena terhadap sesama manusia, dan
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
3. Persatuan Indonesia
Sila Persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan yang Maha
Esa dan Kemanusiaan yang adil dan beradab serta mendasari dan dijiwai sila
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijksanaan dalam
Permusyawaratan/perwakilan dan Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
Dalam sila ini terkandung nilai bahwa negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat
manusia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Negara
mengatasi segala paham golongan, etnis, suku, ras individu maupun golongan agama.
Mengatasi dalam arti memberikan wahana atas tercapainya harkat dan martabat
seluruh warganya. Oleh karena itu tujuan negara dirumuskan untuk melindungi
segenap warganya dan seluruh tumpah darahnya, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan warganya serta dalam kaitannya dengan pergaulan dengan
bangsa-bangsa lain di dunia untuk mewujudkan suatu ketertiban dunia yang
berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
4. Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyaratan/Perwakilan
Nilai yang terkandung dalam sila keempat ini didasari oleh sila Ketuhanan yang
Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab serta Persatuan Indonesia, kemudian
mendasari serta menjiwai sila Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. Nilai
filosofis yang terkandung didalamnya adalah bahwa hakikat negara adalah sebagai
penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Hakikat rakyat adalah merupakan sekelompok manusia sebagai makhluk Tuhan yang
Maha Esa yang bersatu dan bertujuan mewujudkan harkat dan martabat manusia
dalam suatu wilayah negara. Rakyat adalah subjek pendukung pokok negara. Negara
adalah dari oleh dan untuk rakyat, oleh karena itu rakyat adalah asal mula kekuasaan
negara. Sehingga dalam sila kerakyatan terkandung nilai demokrasi yang secara
mutlak harus dilaksanakan dalam hidup bernegara.
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Nilai yang terkandung dalam sila ini didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan
yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, serta
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/perwakilan. Dalam sila kelima ini terkandung nilai yang merupakan
tujuan negara sebagai tujuan dalam hidup bersama. Maka didalam sila kelima tersebut
terkandung nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama. Keadilan
tersebut didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan kemanusiaan. Nilai-nilai keadilan
haruslah merupakan suatu dasar yang harus diwujudkan dalam hidup bersama
kenegaraan untuk mewujukan tujuan negara.
PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai
sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran norma, baik norma hukum, norma moral
maupun norma kenegaraan lainnya. Dalam filsafat pancasila didalamnya terkandung suatu
pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan menyeluruh dan
sistem pemikiran ini merupakan suatu nilai. Oleh karena itu suatu pemikiran filsafat tidak
secara langsung menyajikan norma-norma yang merupakan pedoman dalam suatu tindakan
atau aspek praksis melainkan suatu nilai-nilai yang bersifat mendasar. Sebagai suatu nilai,
Pancasila memberikan dasar-dasar yang bersifat fundamental dan universal bagi manusia
dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam
kehidupan yang nyata didalam masyarakat, bangsa maupun negara dalam suatu norma-norma
yang jelas sehingga merupakan suatu pedoman. Jadi sila-sila pancasila pada dasarnya
bukanlah merupakan suatu pedoman yang langsung bersifat normatif ataupun praksis
melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber norma yang
kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam norma-norma dalam kehidupan kenegaraan maupun
kebangsaan.

Pengertian Etika
Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu etika
umum dan etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-
ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang
bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita
harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral.
Etika umum mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia,
sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya dengan berbagai
aspek kehidupan manusia.

Pengertian Nilai, Etika dan Moral


Di dalam Dictionary of Sociology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai
adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia.
Jadi nilai itu pada dasarnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek. Sesuatu
itu mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu. Didalam
nilai itu sendiri terkandung cita-cita, harapan-harapan, dambaan-dambaan dan keharusan.
Maka apabila kita berbicara tentang nilai, sebenarnya kita berbicara tentang hal yag ideal,
tentang hal yang merupakan cita-cita, harapan dambaan dan keharusan.
Max Sceler mengemukakan bahwa nilai-nilai yang ada, tidak sama luhurnya dan sama
tingginya. Nilai-nilai itu secara senyatanya ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah
dibandingkan dengan nilai-nilai lainnya. Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dapat
dikelompokkan dalam empat tingkatan sebagai berikut:
1) Nilai-nilai kenikmatan: dalam tingkatan ini terdapat deretan nilai-nilai yang
mengenakkan dan tidak mengenakkan yang menyebabkan orang senang atau tidak
senang.
2) Nilai-nilai kehidupan: dalam tingkat ini ada nilai-nilai yang penting bagi kehidupan.
Seperti kesehatan, kesegaran jasmani, dan kesejahteraan umum.
3) Nilai-nilai kejiwaan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan yang sama sekali
tidak tergantung dari kadan jasmani maupun lingkungan. Yaitu keindahan, kebenaran,
dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat.
4) Nilai-nilai kerohanian: dalam tingkat ini terdapat modalitas nilai dari yang suci dan
tidak suci. Seperti nilai-nilai pribadi.
Walter G. Everest menggolongkan nilai-nilai manusiawi ke dalam delapan kelompok,
yaitu :
1) Nilai-nilai ekonomis (ditujukan oleh harga pasar dan meliputi semua benda yang
dapat dibeli)
2) Nilai-nilai kejasmanian (membantu pada kesehatan, efisiensi dan keindahan dari
kehidupan badan)
3) Nilai-nilai hiburan (nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang dapat
menyumbangkan pada pengayaan kehidupan)
4) Nilai-nilai sosial (berasal dari keutuhan kepribadian dan sosial yang diinginkan)
5) Nilai-nilai watak (keseluruhan dari keutuhan kepribadian dan sosial yang diinginkan)
6) Nilai-nilai estetis (nilai-nilai keindahan dalam alam dan karya seni)
7) Nilai-nilai intelektual (nilai-nilai pengetahuan dan pengajaran kebenaran)
8) Nilai-nilai keagamaan
Sedangkan Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam, yaitu :
1) Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia,
atau kebutuhan ragawi manusia.
2) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan
kegiatan atau aktivitas.
3) Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai
kerokhanian ini dapat dibedakan atas empat macam: nilai kebenaran, nilai keindahan,
nilai kebaikan, dan nilai religius.
Masih banyak lagi pengelompokan nilai, seperti yang dilakukan N. Rescher, yaitu
pembagian nilai berdasarkan pembawa nilai, hakikat keuntungan yang diperoleh, dan
hubungan antara pendukung nilai dan keuntugan yang diperoleh. Begitu pula dengan
pengelompokan nilai menjadi nilai intrinsik dan ekstrinsik, nilai objektif dan subjektif, nilai
positif dan negatif, dan sebagainya.
Dari uraian mengenai macam-macam nilai di atas, dapat disimpulkan bahwa yang
mengandung nilai itu bukan hanya sesuatu yang berwujud material saja, tetapi juga sesuatu
yang berwujud nonmaterial. Notonegoro berpendapat bahwa nilai-nilai Pancasila tergolong
nilai-nilai kerokhanian, tetapi nilai-nilai kerokhanian yang mengakui adanya nilai material
dan nilai vital. Selain nilai-nilai yang dikemukakan oleh para tokoh aksiologi tersebut
menyangkut tentang wujud macamnya, nilai-nilai tersebut juga berkaitan dengan tigkatan-
tingkatannya. Hal ini kita lihat secara objektif karena nilai-nilai tersebut menyangkut segala
aspek kehidupan manusia. Ada sekelompok nilai yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai-nilai lainnya ada yang lebuh rendah bahkan ada tingkatan nilai
yang bersifat mutlak. Namun demikian hal ini sangat tergantung pada filsafat dari masyarakat
atau bangsa sebagai subjek pendukung nilai-nilai tersebut.

Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis


a) Nilai Dasar
Yaitu merupakan hakikat, esensi, intisari atau makna yang terdalam dari nilai-nilai
tersebut. Nilai dasar ini bersifat uiversal karena menyangkut hakikat kenyataan
objektif segala sesuatu.
b) Nilai Instrumental
Untuk dapat direalisasikan dalam suatu kehidupan praksis maka nilai dasar tersebut di
atas harus memiliki formulasi serta ukuran yang jelas. Nilai instrumental inilah yang
merupakan suatu pedoman yang dapat diukur dan dapat diarahkan. Sehingga dapat
juga dikatakan bahwa nilai instrumental itu merupakan suatu eksplisitasi dari nilai
dasar.
c) Nilai Praksis
Nilai praksis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam suatu
kehidupan yang nyata. Sehingga nilai praksis ini merupakan perwujudan dari nilai
instrumental tersebut. Dalam perwujudannya nilai instrumental dan nilai praksis tidak
boleh menyimpang dari sistemnya.

Hubungan Nilai, Norma dan Moral


Agar nilai menjadi lebih berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku manusia,
maka perlu lebih dikonkritkan lagi serta difomulasikan menjadi lebih objektif sehingga
memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam tingkah laku secara konkrit. Maka
wujud yang lebih konkrit dari nilai tersebut adalah merupakan suatu norma. Selanjutnya nilai
dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika. Istilah moral mengandung integritas
dan martabat pribadi manusia. Derajat kepribadian seseorang amat ditentukan oleh moralitas
yang dimilikinya. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseoang itu tercermin
dari sikap dan tingkah lakunya. Dalam pengertian inilah maka kita memasuki wilayah norma
sebagai penuntun sikap dan tingkah laku manusia. Setiap orang memiliki moralitasnya
sendiri-sendiri, tetapi tidak dengan etika. Tidak semua orang perlu melakukan pemikiran
yang kritis terhadap etika. Terdapat suatu kemungkinan bahwa seseorang mengikuti begitu
saja pola-pola moralitas yang ada dalam suatu masyarakat tanpa perlu menyaringnya secara
kritis. Demikianlah hubungan yang sistematik antara nilai, norma dan moral yang pada
gilirannya ketiga aspek tersebut terwujud dalam suatu tingkahlaku praksis dalam kehidupan
manusia.

Etika Politik
Etika politik termasuk kelompok etika sosial yaitu etika khusus. Secara substantif
pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu
manusia. Oleh karena itu etika politik berkaitan erat dengan pembahasan moral. Hal ini
berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai
subjek etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban
lainnya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia. Walaupun dalam
hubungannya dengan masyarakat bangsa maupun negara, etika politik tetap meletakkan dasar
fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa
kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk yang beradap dan
berbudaya. Berdasarkan suatu kenyataan bahwa masyarakat, bangsa maupun negara bisa
berkembang ke arah keadaan yang tidak baik dalam arti moral. Dalam suatu masyarakat
negara yang demikian ini maka seorang yang baik secara moral kemanusiaan akan dipandang
tidak baik menurut negara serta masyarakat otoriter, karena tidak dapat hidup sesuai dengan
aturan yang buruk dalam suatu masyarakat negara. Oleh karena itu aktualisasi etika politik
harus senantiasa mendasarkan kepada ukuran harkat dan martabat manusia.
Pengertian ‘politik’ berasal dari kosa kata ‘politics’, yang memiliki makna bermacam-
macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau ‘negara’, yang menyangkut proses penetuan
tujuan-tujuan dari sistem itu dan diikuti oleh pelaksanaan tujuan-tujuan itu. Politik selalu
menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat dan buka tujuan pribadi seseorang. Selain
itu politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai politik, lembaga
masyarakat maupun perseorangan. Berdasarkan pengertian-pengertian pokok tentang politik
maka secara operasional bidang politik menyangkut konsep-konsep pokok yang berkaitan
dengan negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijaksanaan, pembagian, serta alokasi.
Dalam hubungan dengan etika politik pengertian politik harus dipahami dalam pengertian
yang lebih luas yaitu menyangkut seluruh unsur yang membentuk suatu persekutuan hidup
yang disebut masyarakat negara.

Nilai-nilai Pancasila sebagai Sumber Etika Politik


Sebagai dasar filsafat negara Pancasila tidak hanya merupakan sumber derivasi
peraturan perundang-undangan, melainkan juga merupakan sumber moralitas terutama dalam
hubungannya dengan legitimasi kekuasaan, hukum serta berbagai kebijakan dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Sila pertama serta sila kedua adalah merupakan
sumber nilai-nilai moral bagi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. Negara Indonesia yang
berdasarka sila I bukanlah negara ‘teokrasi’ yang mendasarkan kekuasaan negara dan
penyelenggara negara pada legitimasi religius. Kekuasaan kepala negara tidak bersifat mutlak
berdasarkan legitimasi religius, melainkan berdasarkan legitimasi hukum dan demokrasi.
Oleh karena itu asas sila I lebih berkaitan dengan legitimasi moral. Hal inilah yang
membedakan negara Berketuhanan Yang Maha Esa dengan negara teokrasi. Walaupun dalam
negara Indonesia tidak mendasarkan pada legitimasi religius, namun secara moralitas
kehidupan negara harus sesuai dengan nilai-nilai yang berasal dari Tuhan terutama hukum
serta moral dalam kehidupan negara. Selain sila I, sila II juga merupakan sumber nilai-nilai
moralitas dalam kehidupan negara.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar
kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku, disahkan dan
dijalakan secara demokratis, dan dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral. Dalam
pelaksanaan dan penyelenggaran negara, baik menyangkut kekuasaan, kebijaksanaan yang
menyangkut publik, pembagian serta kewenangan harus berdasarkan legitimasi moral
ketuhanan dan moral kemanusiaan agar tidak terjerumus ke dalam negara kekuasaan. Selain
itu dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara harus berdasarkan legitimasi hukum.
Prinsip-prinsip dasar etika politik itu dalam realisasi praksis dalam kehidupan kenegaraan
senantiasa dilaksanakan secara korelatif. Kebijaksanaan serta keputusan yang diambil dalam
pelaksanaan kenegaraan harus mendapat legitimasi rakyat dan juga harus berdasarkan
prindip-prinsip moralitas. Etika politik ini juga harus direalisasikan oleh setiap individu yang
ikut terlibat secara konkrit dalam pelaksanaan pemerintahan negara.
PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL

Pengertian Asal Mula Pancasila


Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia, bukan
terbentuk secara mendadak serta bukan hanya diciptakan oleh seseorang sebagaimana yang
terjadi pada ideologi-ideologi lain di dunia, namun terbentuknya pancasila melalui proses
yang cukup panjang dalam sejarah bangsa Indonesia. Secara kausalitas pancasila sebelum
disahkan menjadi dasar filsafat negara nilai-nilainya telah ada dan berasal dari bangsa
Indonesia sendiri yang berupa nilai-nilai adat-istiadat, kebudayaan dan nilai-nilai religius.
Kemudian para pendiri negara Indonesia mengangkat nilai-nilai tersebut dirumuskan secara
musyawarah mufakat berdasarkan moral yang luhur. Setelah kemerdekaan Indonesia sebelum
sidang resmi PPKI Pancasila sebagai calon dasar filsafat negara dibahas serta disempurnakan
kembali dan akhirnya pada tanggal 18 Agustus 1945 disahkan oleh PPKI sebagai dasar
filsafat negara Republik Indonesia. Maka secara kausalitas asal mula pancasila dibedakan
atas dua macam, yaitu: asal mula yang langsung dan asal mula yang tidak langsung.
1. Asal Mula yang Langsung
Asal mula yang langsung tentang pancasila adalah asal mula yang langsung
terjadinya Pancasila sebagai dasar filsafat negara yaitu asal mula yang sesudah dan
menjelang Proklamasi Kemerdekaan yaitu sejak dirumuskan oleh para pendiri negara
sejak sidang BPUPKI pertama, Panitia Sembilan, sidang BPUPKI kedua serta sidang
PPKI sampai pengesahannya. Asal mula bahan Pancasila adalah pada bangsa
Indonesia sendiri yang terdapat dalam kepribadian dan pandangan hidup. Asal mula
bentuk Pancasila adalah Ir. Soekarno bersama-sama Moh. Hatta serta anggota
BPUPKI lainnya merumuskan dan membahas Pancasila terutama dalam hal bentuk,
rumusan serta nama Pancasila. Asal mula karya adalah PPKI sebagai pembentuk
negara dan atas kuasa pembentuk negara yang mengesahkan Pancasila menjadi dasar
negara yang sah. Tujuannya adalah untuk dijadikan dasar negara dan asal mula tujuan
tersebut adalah BPUPKI dan Panitia Sembilan termasuk Soekarno dan Hatta yang
menentukan tujuan dirumuskannya Pancasila sebelum ditetapkan oleh PPKI sebagai
dasar negara yang sah.
2. Asal Mula yang Tidak Langsung
Secara kausalitas asal mula yang tidak langsung Pancasila adalah asal mula
sebelum proklamasi kemerdekaan. Dengan demikian asal mula yang tidak langsung
Pancasila adalah terdapat pada kepribadian serta dalam pandangan hidup sehari-hari
bangsa Indonesia. Unsur-unsur pancasila tersebut sebelum secara langsung
dirumuskan menjadi dasar filsafat negara, nilai-nilainya yaitu nilai Ketuhanan, nilai
kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan telah ada dan
tercermin dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia sebelum membentuk negara.
Nilai-nilai tersebut terkandung dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum
membentuk negara, yang berupa nilai-nilai adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta
nilai religius. Degan demikian dapat disimpulkan bahwa asal mula tidak langsung
pancasila pada hakikatnya adalah bangsa Indonesia sendiri. Tinjauan kausalitas
tersebut memberikan bukti secara ilmiah bahwa pancasila bukan merupakan hasil
perenungan atau pemikiran seseorang atau sekelompok orang bahkan pancasila juga
bukan merupakan hasil sintesa paham-paham besar dunia melainkan nilai-nilai
pancasila secara tidak langsung telah terkandung dalam pandangan hidup bangsa
Indonesia.
3. Bangsa Indonesia ber-Pancasila dalam ‘Tri Prakara’
Pada hakikatnya bangsa Indonesia ber-Pancasila dalam tiga asas atau ‘Tri Prakara’
yaitu:
Pertama: bahwa unsur-unsur pancasila sebelum disahkan menjadi dasar filsafat
negara secara yuridis sudah dimiliki oleh bangsa Indonesian sebagai asas-asas dalam
adat-istiadat dan kebudayaan dalam arti luas (Pancasila Asas Kebudayaan).
Kedua: demikian juga unsur-unsur pancasila telah terdapat pada bangsa Indonesia
sebagai asas-asas dalam agama-agama (nilai-nilai religius) (Pancasila Asas Religius)
Ketiga: unsur-unsur tadi kemudian diolah, dibahas dan dirumuskan secara saksama
oleh para pediri negara dalam sidang-sidang BPUPKI, Panitia Sembilan. Setelah
bangsa Indonesia merdeka rumusan pancasila calon dasar negara tersebut kemudian
disahkan oleh PPKI sebagai Dasar Filsafat Negara Indonesia dan terwujudlah
Pancasila sebagai asas kenegaraan (Pancasila Asas Kenegaraan).

Kedudukan dan Fungsi Pancasila


1. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Manusia senantiasa memerlukan nilai-nilai luhur sebagai pandangan hidup. Nilai-
nilai luhur tersebut adalah suatu wawasan yang menyeluruh terhadap kehidupan itu
sendiri. Pandangan hidup berfungsi sebagai kerangka acuan baik untuk menata
kehidupan diri pribadi maupun dalam interaksi antar manusia dalam masyarakat serta
alam sekitarnya. Proses perumusan pandangan hidup masyarakat dituangkan dan
dilembagakan menjadi pandangan hidup bangsa dan selanjutnya pandangan hidup
bangsa dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup negara. Pandangan
hidup bangsa diproyeksikan kembali kepada pandangan hidup masyarakat serta
tercermin dalam sikap hidup pribadi warganya. Dengan demikian dalam negara
pancasila pandangan hidup masyarakat tercermin dalam kehidupan negara.
1. Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Kedudukan pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci sebagai berikut:
a) Pancasila sebagai dasar negara adalah merupakan sumber dari segala sumber
hukum Indonesia.
b) Meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945
c) Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara
d) Mengandung norma yang mengharuskan UUD mengandung isi yang
mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara memegang teguh
cita-cita moral rakyat yang luhur.
e) Merupakan sumber semangat bagi UUD 1945, bagi penyelenggara negara,
para pelaksana pemerintahan.
2. Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia
Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia maka Pancasila pada
hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran
seseorang atau kelompok orang sebagaimana ideologi-ideologi lain didunia,
namun pancasila diangkat dari nilai-nilai adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta
nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum
membentuk negara, dengan kata lain pancasila diangkat dari pandangan hidup
masyarakat Indonesia sendiri.
Unsur-unsur pancasila tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan oleh para
pendiri negara, sehingga pancasila berkedudukan sebagai dasar negara dan
ideologi bangsa. Dengan demikian pancasila sebagai ideologi bangsa berakar pada
pandangan hidup dan budaya bangsa, dan bukannya mengangkat ideologi dari
bangsa lain.

Makna Ideologi bagi Bangsa dan Negara


Kompleks pengetahuan yang berupa ide-ide, pemikiran-pemikiran, gagasan-gagasan,
harapan serta cita-cita merupakan suatau nilai yang dianggap benar dan mmemiliki derajat
yang tinggi dalam suatu negara. Hal ini merupakan suati landasan bagi seluruh warga negara
untuk memahami alam serta mentukan sikap dasar untuk bertindak dalam hidupnya. Pada
hakikatnya ideologi adalah merupakan hasil refleksi manusia berkat kemampuannya
mengadakan distansi terhadap dunia kehidupannya. Ideologi mencerminkan cara berfikir
masyarakat, bangsa maupun negara, namun juga membentuk masyarakat menuju cita-citanya.
Dengan demikian ideologi sangat menentukan eksistensi suatu bangsa dan negara. Ideologi
membimbing bangsa dan negara untuk mencapi tujuannya melalui berbagai reilisasi
pembangunan. Selain sebagai sumber motivasi ideologi juga merupakan sumber semangat
dalam berbagai kehiduan negara. Agar ideologi mampu menampung aspiasi para
pendukungnya untuk mencapai tujuan dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara maka
ideologi tersebut haruslah bersifat dinamis, terbuka, inspiratif yang senantiasa mampu
mengadaptasikan dirinya dengan perkembangan zaman. Inilah peranan penting ideologi bagi
bangsa dan negara agar bangsa dapat mempertahankan eksisitensinya.

Pancasila sebagai Ideologi yang Reformatif, Dinamis dan Terbuka


Pancasila sebagai ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat reformatif,
dinamis dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi pancasila adalah bersifat aktual,
dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman, ilmu
pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat. Dalam
ideologi terbuka terdapat cita-cita dan nilai-nilai yang mendasar yang bersifat tetap dan tidak
berubah sehingga tidak langsung besifat operasional. Dengan demikian penjabaran ideologi
dilaksanakan dengan interpretasi yang kritis dan rasional.

Perbandingan Ideologi Pancasila dengan Paham Ideologi Besarlainnya di Dunia


Ideologi pada suatu bangsa pada dasarnya memiliki ciri khas serta karakteristik
masing-masing sesuai dengan sifat dan ciri khas bangsa itu sendiri. Namun demikian dapat
juga terjadi bahwa ideologi pada suatu bangsa datang dari luar dan dipaksakan
keberlakuannya pada bangsa tersebut sehingga tidak mencerminkan kepribadian dan
karateristik bangsa tersebut. Ideologi pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia
berkembang melalui suatu proses yang cukup panjang. Pada awalnya bersumber dari nilai-
nilai yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yaitu adat-istiadat, serta dalam agama-agama
bangsa Indonesia sebagai pandangan hidup bangsa. Oleh karena itu nilai-nilai pancasila
berasal dari nilai-nilai pandangan hidup bangsa telah diyakini kebenarannya kemudian
diangkat oleh bangsa Indonesia sebagai dasar filsafat negara dan kemudian menjadi ideologi
bangsa dan negara. Oleh karena itu ideologi pancasila ada pada kehidupan bangsa dan
terlekat pada kelangsungan hidup bangsa dalam rangka bermasyarakat benbangsa dan
bernegara.
Negara persatuan yaitu negara yang mengatasi segala paham golongan dan paham
perseorangan. Jadi negara persatuan bukanlah negara yang berdasarkan individualisme
sebagaimana diterapkan di negara liberal di mana hanya merupakan suatu ikatan individu
saja. Demikian juga negara persatuan bukanlah negara yang berdasarkan klass yang hanya
mendasarkan pada satu golongan saja. Negara persatuan pada dasarnya adalah negara yang
mengatasi segala golongan, negara melindungi seluruh warganya yang terdiri atas berbagai
macam golongan dan berbagai macam paham. Oleh karena itu negara persatuan negara yang
memilki sifat persatuan bersama, negara yang berdasarkan kekeluargaan, tolong menolong
atas dasar keadilan sosial.
Sebagaimana diketahui bahwa walaupun bangsa Indonesia terdiri atas berbagai
macam suku bangsa yang memiliki karakter, kebudayaan serta adat-istiadat yang beraneka
ragam, namun keseluruhannya merupakan suatu kesatuan dan persatuan negara dan bangsa
Indonesia. Hakikat ‘Bhineka Tunggal Ika’ yang memberikan suatu pengertian bahwa
meskipan bangsa dan negara Indonesia terdiri atas bermacam-macam suku bangsa yang
memiliki adat-istiadat, kebudayaan serta karakter yang berbeda-beda, memiliki agama yang
berbeda-beda dan terdiri atas beribu-ribu kepulauan wilayah nusantara Indonesia, namun
keseluruhannya adalah merupakan suatu persatuan yaitu persatuan bangsa dan negara
Indonesia. Perbedaan itu merupakan suatu bawaan kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan
yang Maha Esa, namun perbedaan tersebut ada untuk dipersatukan dalam suatu sintesa yang
positif dalam suatu negara kebersamaan, negara persatuan Indonesia.

Teori Kebangsaan
Dalam tumbuh berkembangnya suatu bangsa terdapat berbagai macam teori besar yang
merupakan bahan komparasi bagi para pendiri negara Indonesia untuk mewujudkan suatu
bangsa yang memilki sifat dan karakteristik tersendiri. Teori-teori kebangsaan tersebut adalah
sebagai berikut:
1) Teori Hans Kohn
Hans Kohn sebagai seorang ahli antropologi etnis mengemukakan teorinya
tentang bangsa, yaitu terbentuknya karena persamaan bahasa, ras, agama, peradaban,
wilayah, negara dan kewarganegaraan.
2) Teori Kebangsaan Ernest Renan
Menurut Renan pokok-pokok pikiran tentang bangsa adalah:
 Bahwa bangsa adalah suatu jiwa, suatu asas kerokhanian
 Bahwa bangsa adalah suatu solidaritas yang besar
 Bangsa adalah suatu hasil sejarah
 Bangsa adalah bukan sesuatu yang abadi
 Wilayah dan ras bukanlah suatu penyebab timbulnya bangsa.
3) Teori Gepolitik oleh Frederich Ratzel
Suatu teori kebangsaan yang baru mengungkapkan hubungan antara wilayah
geografi dengan bangsa yang dikembangkan oleh Frederich Ratzel dalam bukunya
yang berjudul ‘Political Geography’ (1987). Teori tersebut menyatakan bahwa negara
adalah merupakan suatu organisme yang hidup. Agar suatu bangsa itu hidup subur
dan kuat maka memerlukan sutu ruangan untuk hidup, dalam bahasa Jerman disebut
‘Lebensraum’. Negara-negara besar menurut Ratzal memiliki semangat ekspansi,
militerisme serta optimisme, teori Ratzel ini bagi negara-negara modern terutama di
Jerman mendapat sambutan hangat, namun sisi negatifnya menimbulkan semangat
kebangsaan yang chauvinistis.
PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK
INDONESIA

Pancasila merupakan suatu asas kerokhanian negara, sehingga merupakan suatu


sumber nilai, norma, dan kaidah baik moral maupun hukum dalam negara Republik
Indonesia. Kedudukan pancasila ini justru mewujudkan fungsinya yang pokok sebagai dasar
negara Republik Indonesia, yang di jabarkan dalam suatu peraturan perundang-undangan.
Oleh karena itu pancasila merupakan sumber hukum dasar negara baik yang tertulis maupun
tidak tertulis.
Indonesia adalah negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum, segala aspek dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur dalam suatu sistem peraturan perundang-
undangan. Pembagian kekuasaan, lembaga-lembaga tinggi negara, hak dan kewajiban warga
negara, keadilan sosial dan lainnya diatur dalam suatu undang-undang dasar negara. Hal
inilah yang di maksud dengan pengertian pancasila dalam konteks ketatanegaraan Republik
Indonesia. Pembukaan UUD 1945 dalam konteks ketatanegaraan Republik Indonesia
memiliki kedudukan yang sangat penting karena merupakan suatu pokok kaidah negara yang
fundamental dan berada pada hierarkhi tertib hukum tertinggi di negara Indonesia.

Pembukaan UUD 1945


Pembukaan UUD 1945 terdiri atas empat alinea, dan setiap alinea memiliki
spesifikasi jika ditinjau berdasarkan isinya. Alinea pertama, kedua dan ketiga memuat
segolongan pernyataan yang tidak memiliki hubungan kausal organis dengan pasal-pasalnya.
Bagian tersebut memuat serangkaian pernyataan yang menjelaskan peristiwa yang
mendahului terbentuknya negara indonesia, adapun alinea keempat memuat dasar-dasar
fundamental negara yaitu: tujuan negara, ketentuan UUD negara, bentuk negara dan dasar
filsafat negara pancasila.
1. Pembukaan UUD 1945 sebagai tertib hukum tertinggi
Kedudukan pembukaam UUD 1945 dalam kaitannya dengan tertib hukum
indonesia memiliki dua aspek yang sangat fundamental yaitu: pertama,
memberikan faktor-faktor mutlak bagi terwujudnya tertib hukum indonesia, dan
kedua, memasukkan diri dalam tertib hukum indonesia sebagai tertib hukum
tertinggi. Dalam kedudukan dan fungsi pancasila sebagai dasar negara Republik
Indonesia, pada hakikatnya merupakan suatu dasar dan asas kerokhanian dalam
setiap aspek penyelenggeraan negara termasuk dalam penyusunan tertib hukum
Indonesia. Maka kedudukan pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan
UUD 1945 adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum Indonesia.
2. Pemukaan UUD 1945 memenuhi syarat adanya tertib hukum Indonesia
Dalam alinea ke empat pembukaan UUD 1945, terdapat unsur-unsur yang
menurut ilmu hukum disyaratkan bagi adanya suatu tertib hukum di Indonesia.
adapun syarat-syarat tertib hukum yang dimaksud adalah meliputi empat hal yaitu:
a. Adanya kesatuan subjek
b. Adanya kesatuan asas kerokhanian
c. Adanya kesatuan daerah
d. Adanya kesatuan waktu
Dengan demikian maka seluruh peraturan hukum yang ada di dalam wilayah
negara Republik Indonesia sejak saat ditetapkannya pembukaan UUD 1945 secara
formal pada tanggal 18 Agustus 1945, telah memenuhi syarat sebagai suatu tertib
hukum negara.
3. Pembukaan UUD 1945 sebagai pokok kaidah negara yang fundamental
Sebagaimana dijelaskan bahwa pembukaan UUD 1945, dalam hubungannya
dengan tertib hukum Indonesia, memberikan faktor-faktor mutlak bagi tertib
hukum Indonesia dan sebagai asas bagi hukum dasar negara, baik yang tertulis
maupun tidak tertulis. UUD sebagai hukum dasar tertulis mempunyai dasar-dasar
pokok, yang pada hakekatnya bersifat tidak tertulis dan terpisah dari UUD
(pembukaan UUD 1945) yang berkedudukan sebagai pokok kaidah negara yang
fundamental. Pokok kaidah negara yang fundamental menurut ilmu hukum
tatanegara memiliki beberapa unsur mutlak antara lain:
a. Dari segi terjadinya:
Di tentukan oleh pembentuk negara dan dalam suatu pernyataan lahir sebagai
penjelmaan kehendak pembentuk negara, untuk menjadikan hal-hal tertentu
sebagai dasar-dasar negara yang dibentuknya
b. Dari segi isinya:
Dari segi isinya pembukaan uud 1945 memuat dasar-dasar pokok negara yaitu
dasar tujuan negara, ketentuan di adakannya UUD negara, bentuk negara dan
dasar filsafat negara. Berdasarkan unsur-unsur yang terkandung dalam
pembukaan UUD 1945, maka menurut ilmu hukum tatanegara bahwa
pembukaan UUD 1945 pada hakikatnya telah memenuhi syarat sebagai pokok
kaidah negara yang fundamental
4. Pembukaan UUD 1945 tetap terlekat pada kelangsungan hidup negara Republik
Indonesia 17 Agustus 1945
Pembukaaan UUD 1945 memiliki hakikat kedudukan hukum yang kuat
bahkan secara yuridis tidak dapat diubah, terlekat pada kelangsungan hidup
negara. Hal ini berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
a. Menurut tata hukum suatu peraturan hukum hanya dapat diubah atau
dihapuskan oleh penguasa atau perturan hukum yang lebih tinggi tingkatannya
dari pada penguasa yang menetapkannya.
b. Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu tertib hukum yang tertinggi di negara
Republik Indonesia.
c. Pembukaan UUD 1945 secara hukum tidak dapat di ubah, judi secara material
yaitu hakikat isi yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945, senantiasa
terlekat pada kelangsungan hidup negara Republik Indonesia.

Tujuan Pembukaan UUD 1945


Berdasarkan susunan pembukaan UUD 1945, maka dapat dibedakan empat
macam tujuan sebagaimana terkandung dalam empat alinea dalam pembukaan UUD
1945.
5. Nilai-nilai hukum Tuhan, hukum kodrat dan hukum etis yang terkandung dalam
pembukaan UUD 1945
Telah dijelaskan bahwa di antara alinea I, II, III, IV terdapat hubungan
kesatuan. Alinea IV merupakan penjelmaan alinea I, II dan III. Oleh karena itu
dalam pembukaan UUD 1945 alinea I, II, dan III terkandung nilai-nilai hukum
kodrat (alinea I) yang konsekuensinya direalisasikan dalam alinea II dan hukum
Tuhan dan hukum etis (alinea III), yang kemudan di jelmakan dalam alinea IV
yang merupakan dasar bagi pelaksanaan dan penjabaran hukum positif Indonesia.
6. Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945
Menurut penjelasan resmi dari pembukaan UUD 1945 yang termuat dalam
berita Republik Indonesia tahun II no. 7, dijelaskan bahwa pembukaan UUD 1954
mengandung pokok-pokok pikiran yang meliputi suasana kebatinan dari UUD
negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum yang
menguasai hukum dasar negara. Berdasarkan isi dari penjelasan resmi pembukaan
UUD 1945 tersebut bahwa dengan pokok-pokok pikiran tersebut nilai-nilai yang
terkandung dalam UUD 1945 dijabarkan secara normatif dalam pasal-pasal UUD
1945. Pokok-pokok pikiran tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pokok pikiran pertama: negara melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia dengan berdasar asas persatuan, dengan mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Pokok pikiran kedua: negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
3. Pokok pikiran ketiga: negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas
kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan.
4. Pokok pikiran keempat: negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa,
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradap.

Hubungan Antara Pembukaan UUD 1945 dengan Batang Tubuh UUD 1945
Pembukaan UUD 1945 mempunyai fungsi hubungan langsung yang bersifat kausal
organis dengan batang tubuh UUD 1945, karena isi dalam pembukaan di jabarkan kedalam
pasal-pasal UUD 1945. Maka pembukaan UUD 1945 yang memuat dasar filsafat negara, dan
UUD merupakan satu kesatuan walaupun dapat dipisahkan, bahkan merupakan rangkaian
kesatuan nilai dan norma yang terpadu. Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya terkandung
pokok-pokok pikiran persatuan Indonesia, keadilan sosial, kedaulatan rakyat berdasarkan atas
permusyawaratan/perwakilan, serta Ketuhanan yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab, yang intisarinya merupakan penjelmaan dari dasar filsafat pancasila.

Hubungan Antara Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila


Dalam pembukaan UUD 1945 secara formal yuridis pancasila ditetapkan sebagai dasar
filsafat negara Republik Indonesia. Maka hubungan antara pembukaan UUD 1945 adalah
bersifat timbal balik sebagai berikut:
a. Hubungan secara formal
Dengan dicantumkannya pancasila secara formal di dalam pembukaan UUD
1945, maka pancasila memperoleh kedudukan sebagai norma dasar hukum positif.
Dengan demikian tata kehidupan bernegara tidak hanya bertopang pada asas-asas
sosial, ekonomi, politik akan tetapi dalam perpaduannya dengan keseluruhan asas
yang melekat padanya, yaitu perpaduan asas-asas kultural, religius dan asas-asas
kenegaraan yang unsurnya terdapat dalam pancasila. Oleh karena itu sebagai
substansi esensial dari pembukaan dan mendapatkan kedudukan formal yuridis dalam
pembukaan, sehingga baik rumusan maupun yuridisnya sebagai dasar negara adalah
sebagaimana terdapat dalam UUD 1945. Maka perumusan yang menyimpang dari
pembukaan tersebut adalah sama halnya dengan mengubah secara tidak sah
pembukaan UUD 1945.
b. Hubungan secara material
Berdasarkan urutan tertib hukum Indonesia pemukaan UUD 1945 adalah
sebagai tertib hukum yang tertinggi, tertib hukum tersebut bersumberkan pada
pancasila. Hal ini berarti secara meterial tertib hukum Indonesia dijabarkan dari nilai-
nilai yang terkandung dalam pancasila. Selain itu dalam hubungannya dengan hakikat
kedudukan pembukaan UUD 1945 sebagai pokok kaidah negara yang fundamental,
maka sebenarnya secara material yang merupakan intisari dari pokok kaidah negara
fundamental tersebut tidak lain adalah pancasila.
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN DALAM
BERMASYARAKAT, BERBANGSA DAN BERNEGARA

A. Pengertian paradigma
Istilah “paradigma” pada awalnya berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan
terutama dalam kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahuan. Secara terminologis
tokoh yang mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu pengetahuan adalah
Thomas S. Khun dalam bukunya yang berjudul structure of scientific revolution.
Intisari pengertian paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi
teoritis yang umum, sehingga merupakan suatu sumber hukum-hukum, metode, serta
penerapan dalam ilmu pengatahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri serta
karakter ilmu pengetahuan itu sediri.

B. Pancasila sebagai paradigma pembangunan


Secara filisofis hakikat kedudukan pancasila sebagai paradigma pembangunan
nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan
nasional kita harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai sila-sila pancasila. Oleh
karena hakikat nilai-nilai pancasila mendasarkan diri pada dasar ontologis manusia
sebagai subjek pendukung pokok sila-sila pancasila sekaligus sebagai pendukung
pokok negara.
1. Pancasila sebagai paradigma pengembangan iptek
Dalam upaya manusia mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat dan
martabatnya maka manusia mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
(iptek). Iptek pada hakikatnya merupakan suatu hasil kreativitas rokhani manusia.
Atas dasar kreativitas akalnya manusia mengembangkan iptek dalam rangka untuk
mengolah kekayaan alam yang disediakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Oleh
karena itu tujuan yang essensial dari iptek adalah demi kesejahteraan umat
manusia, sehingga iptek pada hakikatnya tidak bebas namun terikat oleh nilai.
Pengembangan iptek sebagai hasil budaya manusia harus didasarkan pada moral
Ketuhanan dan kemanusaan yang adil dan beradap
2. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan POLEKSOSBUD HANKAM
pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu realisasi praksis untuk
mencapai tujuan bangsa. Adapun pembangunan dirinci dalam berbagai macam
bidang antara lain POLEKSOSBUD HANKAM. Dalam bidang kenegaraan
penjabaran pembangunan dituangkan dalam GBHN yang dirinci dalam bidang-
biang operasional serta target pencapaiannya. Pembangunan yang merupakan
realisasi praksis dalam negara untuk mencapai tujuan seluruh warga harus
mendasarkan pada hakikat manusia sebagai subjek pelaksana sekaligus tujuan
pembangunan. Hakikat manusia merupakan sumber nilai bagi pengembangan
POLEKSOSBUD HANKAM. Pembangunan hakikatnya membangun manusia
secara lengkap, secara utuh meliputi seluruh unsur hakikat manusia monopluralis
atau membangun martabat manusia.
3. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Bidang Politik
Pembangunan dan pengembangan bidang politik harus mendasarkan pada
dasar ontologis manusia. Hal ini didasarkan pada kenyataan objektif bahwa
manusia adalah sebagai subjek negara. Oleh karena itu kehidupan politik dan
negara harus benar-benar untuk merealisasikan tujuan demi harkat dan martabat
manusia. Dalam sistem politik negara harus mendasarkan pada tuntutan hak dasar
kemanusiaan atau hak asasi manusia, kemudian harus didasarkan pada kekuasaan
yang bersumber pada penjelmaan hakikat manusia sebagai individu-makhluk
sosial yang terjelma sebagai rakyat. Pengembangan politik negara terutama dalam
proses reformasi dewasa ini harus mendasarkan pada moralitas sebagaimana
tertuang dalam sila-sila pancasila sehingga praktek-praktek politik yang
menghalalkan segala cara dengan memfitnah, memprovokasi, menghasut rakyat
yang tidak berdosa untuk diadu domba harus segera diakhiri.
4. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi
Didalam suatu negara menjadi sangat penting bahkan mendesak untuk
dikembangkan sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas ekonomi yang
berkemanusiaan. Oleh karena itu Mubyarto kemudian mengembangkan ekonomi
kerakyatan, yaitu ekonomi yang humanistik yang mendasarkan pada tujuan demi
kesejahteraan rakyat secara luas. Pengembangan ekonomi bukan hanya mengejar
pertumbuhan saja melainkan demi kemanusiaan, demi kesejahteraan seluruh
bangsa.
5. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Sosial Budaya
Dalam pembangunan pengembangan aspek sosial budaya hendaknya
didasarkan atas sistem nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki
oleh masyarakat tersebut. Terutama dalam rangka bangsa Indonesia melakukan
reoformasi di segala bidang dewasa ini. Oleh karena itu dalam pengembangan
sosial budaya pada masa reformasi dewasa ini kita harus mengangkat nilai-nilai
yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai dasar nilai yaitu nilai-nilai pancasila itu
sendiri.
6. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Hankam
Negara pada hakikatnya adalah merupakan suatu masyarakat hukum. Demi
tegaknya hak-hak warga negara maka diperlukan peraturan perundang-undangan
negara. Oleh karena itu pancasila sebagai dasar negara dan mendasarkan diri pada
hakikat kemanusiaan monopluralis maka pertahanan dan keamanan negara harus
dikembalikan pada tercapainya harkat dan martabat manusia sebagai pendukung
pokok negara. Demikian pula pertahanan dan keamanan negara bukanlah hanya
untuk sekelompok warga ataupun kelompok politik tertentu. Pertahanan dan
keamanan haruslah diperuntukkan demi terwujudnya keadilan dalam hidup
masyarakat agar negara benar-benar meletakkan pada fungsi yang sebenarnya
sebagai suatu negara hukum yang bukannya suatu negara yang berdasarkan atas
kekuasaan.
7. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Kehidupan Beragama
Pada proses reformasi dewasa ini di beberapa wilaya negara Indonesia terjadi
konflik sosial yang bersumber pada masalah SARA, terutama bersumber pada
masalah agama. Oleh karena itu merupakan suatu tugas berat bagi bangsa
Indonesia untuk mengembalikan suasana kehidupan beragama yang penuh
perdamaian. Kehidupan beragama dalam negara Indonesia dewasa ini harus
dikembangkan ke arah terciptanya kehidupan bersama yang penuh toleransi,
saling menghargai berdasarkan nilai kemanusiaan yang beradap.

C. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi


Ketika gelombang gerakan reformasi melanda Indonesia maka seluruh aturan
main dalam wacana politik mengalami keruntuhan terutama praktek-praktek elit
politik yang dihinggapi penyakit KKN. Dalam kenyataanya gerakan reformasi ini
harus dibayar mahal oleh bangsa Indonesia yaitu dampak sosial, politik, ekonomi
terutama kemanusiaan. Kondisi ekonomi semakin memprihatinkan sektor riil sudah
tidak berdaya. Namun demikian dibalik berbagai macam keterpurukan bangsa
Indonesia tersebut masih tersisa satu keyakinan akan nilai yang dimilikinya yaitu
nilai-nilai yang berakar dari pandangan hidup bangsa Indonesia sendiri yaitu nilai-
nilai pancasila. Dalam perspektif pancasila gerakan reformasi sebagai suatu upaya
untuk menata ulang dengan melakukan perubahan-perubahan sebagai realisasi
kedinamisan dan keterbukaan pancasila dalam kebijaksanaan dan penyelenggaraan
negara.

D. Aktualisasi Pancasila
Aktualisasi pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu aktualisasi
objektif dan subjektif. Aktualisasi objektif yaitu aktualisasi pancasila dalam berbagai
bidang kehidupan kenegaraan yang meliputi kelembagaan negara. Aktualisasi
subjektif adalah aktualisasi pancasila pada setiap individu terutama dalam aspek
moral dalam kaitannya dengan hidup negara dan masyarakat.

E. Tridharma Perguruan Tinggi


Pendidikan tinggi sebagai institusi dalam masyarakat bukanlah merupakan
menara gading yang jauh dari kepentingan masyarakat melainkan senantiasa
mengemban dan mengabdi kepada masyarakat. Maka menurut PP. No. 60 Th. 1999,
bahwa perguruan tinggi memiliki tiga tugas pokok yang disebut Tridharma Perguruan
Tinggi, yang meliputi (1) pendidikan tinggi, (2) penelitian, dan (3) pengabdian kepada
masyarakat.

F. Kampus sebagai Moral Force Pengembangan Hukum dan HAM


Masyarakat kampus sebagai masyarakat ilmiah harus benar-benar
mengamalkan budaya akademik, terutama untuk tidak terjebak pada politik praktis.
Bukan berarti masyarakat kampus tidak boleh berpolitik, melainkan masyarakat
kamus harus benar-benar berpegang pada komitmen moral, yaitu wajib senantiasa
bertanggung jawab atas kebenaran objektif, tanggung jawab terhadap masyarakat dan
negara, serta mengabdi pada kesejahteraan kemanusiaan. Dasar pijakan kebenaran
masyarakat kampus adalah kebenaran yang besumber pada hati nurani serta sikap
moral yang luhur yang bersumber pada Ketuhanan dan kemanusiaan.

Anda mungkin juga menyukai