Anda di halaman 1dari 26

Materi Pancasila : Ujian Perangkat Desa

PANCASILA

Pancasila secara etimologi artinya dasar yang memiliki lima sendi

Pancasila berasal dari bahasa Sanskerta

Istilah “Pancasila” ditemukan pada zaman kerajaan Majapahit, yaitu berada dalam kitab
Negarakertagama

Kitab Negarakertagama yang memuat istilah Pancasila ditulis pada tahun 1365 oleh Empu Prapanca

Istilah “Bhinneka Tunggal Ika” terdapat dalam kitab Sutasoma

Kitab Sutasoma ditulis oleh Empu Tantular

Rumusan Pancasila yang terdapat dalam konstitusi RIS juga tercantum sama persis dalam UUDS 1950.
Berlaku tanggal 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959

Rumusan Pancasila yang sah dan benar (baik pengucapan maupun penulisan) terdapat dalam
Pembukaan UUD 1945 alenia IV.

Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah

1. Membubarkan konstituante

2. Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945

3. Tidak berlakunya lagi UUDS 1950

4. Dibentuknya MPRS dan DPAS dalam waktu sesingkat-singkatnya

Pancasila adalah suatu kesatuan yang majemuk tunggal. Artinya seluruh lima sila yang ada adalah satu
kesatuan yang utuh.

Konsekuensi dari majemuk tunggal adalah semua sila tidak dapat berdiri sendiri dan tak dapat berselisih

Pancasila memiliki hierarki piramida artinya sila 1 meliputi sila 2 sampai 5. Sila 2 meliputi sila 3 sampai 5,
dst.

Masing-masing sila Pancasila bersifat saling mengisi dan mengkualifikasi, artinya dalam setiap sila
terkandung empat sila yang lainnya

Pancasila sebagai satu kesatuan formal logis artinya Kesatuan sila-sila Pancasila bersifat hierarkis
piramidal yang menggambarkan hubungan luas.
Yang menjadi dasar ontologis atau dasar antropologi dari Pancasila adalah manusia yang manusia yang
bersifat makhluk monopluralis.

Sebagai suatu ideologi, Pancasila memiliki tiga unsur pokok. Yaitu panthos, ethos, logos

Makna dari “panthos” adalah penghayatan

Makna dari “ethos” adalah kesusilaan

Makna dari “logos” adalah rasionalitas

Bangsa Indonesia adalah causa materialis Pancasila. Artinya sumber pengetahuan Pancasila adalah nilai-
nilai dari bangsa Indonesia itu sendiri.

Maksud dari isi Pancasila bersifat umum universal adalah dilaksanakan dalam berbagai bidang, baik
bidang kenegaraan, bidang hukum, maupun bidang-bidang kehidupan yang nyata.

Maksud dari isi Pancasila bersifat khusus konkret adalah isi arti Pancasila dalam realisasi praktis di
berbagai bidang kehidupan bersifat khusus, konkret, dan dinamis.

Maksud dari nilai material adalah segala sesuatu yang berguna bagi jasmani.

Salah satu identitas bangsa Indonesia yang sesuai dengan Pancasila adalah musyawarah

Nasionalisme Indonesia terdiri dari kesatuan hal-hal berikut ini.

1. Kesatuan sejarah

2. Kesatuan nasib

3. Kesatuan wilayah

4. Kesatuan Kebudayaan

Yang dimaksud dengan kesatuan sejarah adalah bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang dari suatu
proses sejarah. Dimulai dari zaman prasejarah, kerajaan, lalu Proklamasi 17 Agustus 1945

Yang dimaksud dengan kesatuan nasib adalah Bangsa Indonesia pernah mengalami nasib yang sama
yaitu era penjajahan.

Yang dimaksud dengan kesatuan kebudayaan adalah budaya Indonesia meskipun beragam, namun tetap
satu, yaitu budaya nasional Indonesia.

Proses Perumusan Pancasila

Kata Pancasila terdiri dari dua kata dari bahasa Sansekerta : panca berarti lima dan sila berarti prinsip
atau asa.
Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi terdapat usulan-usulan pribadi
yang dikemukankan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, yaitu :

Lima Dasar oleh Muhammad Yamin, yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945. Muh. Yamin
merumuskan lima dasar sebagai berikut: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri
Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat

Panca Sila oleh Soekarno yang dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945. Soekarno mengemukakan dasar-
dasar sebagai berikut: Kebangsaan; Internasionalisme; Mufakat, dasar perwakilan, dsar
permusyawaratan; Kesejahteraan; Ketuhanan.

Nama Pancasila itu diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni itu, katanya:

“Sekarang banyaknya prinsip: Kebangsaan, internasionaisme, mufakat, kesejarhteraan, dan ketuhanan,


lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang
teman kita ahli bahasa – namanya ialah Pancasila. Sila artinya azaz atau dasar dan di atas kelima dasar
itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.”

Setelah rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi beberapa dokumen
penetapannya ialah:

Rumusan Pertama : Piagam Jakarta (Jakarta Charter) tanggal 22 Juni 1945

Rumusan Kedua : Pembukaan Undang-Undang Dasar tanggal 18 Agustus 1945

Rumusan Ketiga : Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat – tanggal 27 Desember 1949

Rumusan Keempat : Mukaddimah Undang-Undang Dasar Sementara – tanggal 15 Agustus 1950

Rumusan Kelima : Rumusan kedua yang dijiwai oleh rumusan pertama (merujuk Dekrit Presiden 5 Juli
1959)

Pada tanggal 30 September 1965 adalah awal dari Gerakan 30 September (G30/S PKI). Pemberontakan
ini merupakan wujud usaha mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis. Hari itu, enam
Jenderal dan beberapa orang lainnya dibunuh sebagai upaya kudeta. Namun berkat kesadaran untuk
mempertahankan Pancasila maka upaya tersebut mengalami kegagalan. Maka 30 September diperingati
sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September dan tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian
Pancasila, memperingati bahwa dasar Indonesia, Pancasila adalah sakti, tak tergantikan.
a. Pembentukan BPUPKI

BPUPKI (Dokuritsu Junbi Coosakai)

Dibentuk : tanggal 1 Maret 1945

Oleh : Jenderal Kumakichi Harada (kepala pemerintahan militer Jepang di Jawa)

Tujuan utama :

menyelidiki dan mempelajari segala sesuatu yang dirasa penting terkait pembentukan negara Indonesia
merdeka.

mempersiapkan hal-hal penting terkait dengan tata pemerintahan Indonesia setelah merdeka

Ketua BPUPKI : Radjiman Wediodiningrat

Wakit ketua : Ichibangase Yosio dan R. P. Soeroso

Anggota : 67 orang (60 orang Indonesia + 7 orang Jepang

Upacara pembukaan BPUPKI :

tanggal : 28 Mei 1945

tempat : Gedung Cuo Sangi In, Pejambon, Jakarta

b. Perumusan Dasar Negara

Sedikit menilik ke belakang, pembentukan BPUPKI merupakan bukti kesungguhan janji Jepang
memerdekakan Indonesia. Karena waktu itu posisi Jepang sudah terpojok. Jepang mengalami kekalahan
di berbagai medan pertempuran. Jepang berupaya menarik simpati dari rakyat Indonesia agar
membantu melawan Sekutu dengan janji kemerdekaan.

BPUPKI yang berhasil dibentuk melakukan dua kali sidang.

Sidang Pertama (29 Mei -1 Juni 1945) membahas tentang perumusan dasar negara Indonesia

Sidang Kedua (10 – 14 Juli 1945) membahas tentang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
kewarganegaraan Indonesia, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan
negara, serta pendidikan
Pembahasan lebih lanjut:

Sidang Pertama (29 Mei – 1 Juni 1945)

Sidang Pertama BPUPKI

Pada tanggal 28 Mei 1945, diadakan upacara pelantikan dan sekaligus seremonial pembukaan masa
persidangan BPUPKI yang pertama di gedung “Chuo Sangi In“, yang pada zaman kolonial Belanda gedung
tersebut merupakan gedung Volksraad (dari bahasa Belanda, semacam lembaga “Dewan Perwakilan
Rakyat Hindia Belanda” pada masa penjajahan Belanda), dan kini gedung itu dikenal dengan sebutan
Gedung Pancasila, yang berlokasi di Jalan Pejambon 6 – Jakarta. Namun masa persidangan resminya
sendiri (masa persidangan BPUPKI yang pertama) diadakan selama empat hari dan baru dimulai pada
keesokan harinya, yakni pada tanggal 29 Mei 1945, dan berlangsung sampai dengan tanggal 1 Juni 1945,
dengan tujuan untuk membahas bentuk negara Indonesia, filsafat negara “Indonesia Merdeka” serta
merumuskan dasar negara Indonesia.

Upacara pelantikan dan seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dihadiri oleh
seluruh anggota BPUPKI dan juga dua orang pembesar militer jepang, yaitu: Panglima Tentara Wilayah
ke-7, Jenderal Izagaki, yang menguasai Jawa serta Panglima Tentara Wilayah ke-16, Jenderal Yuichiro
Nagano. Namun untuk selanjutnya pada masa persidangan resminya itu sendiri, yang berlangsung
selama empat hari, hanya dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI.

Sebelumnya agenda sidang diawali dengan membahas pandangan mengenai bentuk negara Indonesia,
yakni disepakati berbentuk “Negara Kesatuan Republik Indonesia” (“NKRI“), kemudian agenda sidang
dilanjutkan dengan merumuskan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk hal ini, BPUPKI
harus merumuskan dasar negara Republik Indonesia terlebih dahulu yang akan menjiwai isi dari Undang-
Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia itu sendiri, sebab Undang-Undang Dasar adalah
merupakan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Guna mendapatkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, maka agenda
acara dalam masa persidangan BPUPKI yang pertama ini adalah mendengarkan pidato dari tiga orang
tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, yang mengajukan pendapatnya tentang dasar negara
Republik Indonesia itu adalah sebagai berikut :
Sidang tanggal 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. berpidato mengemukakan gagasan
mengenai rumusan lima asas dasar negara Republik Indonesia, yaitu: “1. Peri Kebangsaan; 2. Peri
Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan; 4. Peri Kerakyatan; dan 5. Kesejahteraan Rakyat”.

Sidang tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Soepomo berpidato mengemukakan gagasan mengenai
rumusan lima prinsip dasar negara Republik Indonesia, yang dia namakan “Dasar Negara Indonesia
Merdeka“, yaitu: “1. Persatuan; 2. Kekeluargaan; 3. Mufakat dan Demokrasi; 4. Musyawarah; dan 5.
Keadilan Sosial”.

Sdang tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima sila
dasar negara Republik Indonesia, yang dia namakan “Pancasila“, yaitu: “1. Kebangsaan Indonesia; 2.
Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan; 3. Mufakat atau Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; dan 5.
Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang dikemukakan oleh Ir.
Soekarno tersebut kemudian dikenal dengan istilah “Pancasila“, masih menurut dia bilamana diperlukan
gagasan mengenai rumusan Pancasila ini dapat diperas menjadi “Trisila” (Tiga Sila), yaitu: “1.
Sosionasionalisme; 2. Sosiodemokrasi; dan 3. Ketuhanan Yang Berkebudayaan”. Bahkan masih menurut
Ir. Soekarno lagi, Trisila tersebut bila hendak diperas kembali dinamakannya sebagai “Ekasila” (Satu Sila),
yaitu merupakan sila: “Gotong-Royong”, ini adalah merupakan upaya dari Bung Karno dalam
menjelaskan bahwa konsep gagasan mengenai rumusan dasar negara Republik Indonesia yang
dibawakannya tersebut adalah berada dalam kerangka “satu-kesatuan“, yang tak terpisahkan satu
dengan lainnya. Masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dikenang dengan sebutan detik-detik
lahirnya Pancasila dan tanggal 1 Juni ditetapkan dan diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.

Pidato dari Ir. Soekarno ini sekaligus mengakhiri masa persidangan BPUPKI yang pertama, setelah itu
BPUPKI mengalami masa reses persidangan (periode jeda atau istirahat) selama satu bulan lebih.
Sebelum dimulainya masa reses persidangan, dibentuklah suatu panitia kecil yang beranggotakan 9
orang, yang dinamakan “Panitia Sembilan” dengan diketuai oleh Ir. Soekarno, yang bertugas untuk
mengolah usul dari konsep para anggota BPUPKI mengenai dasar negara Republik Indonesia.

Masa antara sidang resmi pertama dan sidang resmi kedua

Naskah Asli “Piagam Jakarta” atau “Jakarta Charter” yang dihasilkan oleh “Panitia Sembilan” pada
tanggal 22 Juni 1945

Sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama, masih belum ditemukan titik temu
kesepakatan dalam perumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, sehingga
dibentuklah “Panitia Sembilan” tersebut di atas guna menggodok berbagai masukan dari konsep-konsep
sebelumnya yang telah dikemukakan oleh para anggota BPUPKI itu. Adapun susunan keanggotaan dari
“Panitia Sembilan” ini adalah sebagai berikut :

Ir. Soekarno (ketua)

Drs. Mohammad Hatta (wakil ketua)

Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota)

Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. (anggota)

Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim (anggota)

Abdoel Kahar Moezakir (anggota)

Raden Abikusno Tjokrosoejoso (anggota)

Haji Agus Salim (anggota)

Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)

Sesudah melakukan perundingan yang cukup sulit antara 4 orang dari kaum kebangsaan (pihak
“Nasionalis“) dan 4 orang dari kaum keagamaan (pihak “Islam“), maka pada tanggal 22 Juni 1945 “Panitia
Sembilan” kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang kemudian
dikenal sebagai “Piagam Jakarta” atau “Jakarta Charter“, yang pada waktu itu disebut-sebut juga sebagai
sebuah “Gentlement Agreement“. Setelah itu sebagai ketua “Panitia Sembilan“, Ir. Soekarno melaporkan
hasil kerja panitia kecil yang dipimpinnya kepada anggota BPUPKI berupa dokumen rancangan asas dan
tujuan “Indonesia Merdeka” yang disebut dengan “Piagam Jakarta” itu. Menurut dokumen tersebut,
dasar negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut :

Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,

Kemanusiaan yang adil dan beradab,

Persatuan Indonesia,

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rancangan itu diterima untuk selanjutnya dimatangkan dalam masa persidangan BPUPKI yang kedua,
yang diselenggarakan mulai tanggal 10 Juli 1945.
Di antara dua masa persidangan resmi BPUPKI itu, berlangsung pula persidangan tak resmi yang dihadiri
38 orang anggota BPUPKI. Persidangan tak resmi ini dipimpin sendiri oleh Bung Karno yang membahas
mengenai rancangan “Pembukaan (bahasa Belanda: “Preambule“) Undang-Undang Dasar 1945“, yang
kemudian dilanjutkan pembahasannya pada masa persidangan BPUPKI yang kedua (10 Juli-17 Juli 1945).

Sidang resmi kedua (10 Juli – 14 Juli 1945)

Masa persidangan BPUPKI yang kedua berlangsung sejak tanggal 10 Juli 1945 hingga tanggal 14 Juli 1945.
Agenda sidang BPUPKI kali ini membahas tentang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
kewarganegaraan Indonesia, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan
negara, serta pendidengajaran. Pada persidangan BPUPKI yang kedua ini, anggota BPUPKI dibagi-bagi
dalam panitia-panitia kecil. Panitia-panitia kecil yang terbentuk itu antara lain adalah: Panitia Perancang
Undang-Undang Dasar (diketuai oleh Ir. Soekarno), Panitia Pembelaan Tanah Air (diketuai oleh Raden
Abikusno Tjokrosoejoso), dan Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta).

Pada tanggal 11 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir.
Soekarno, membahas pembentukan lagi panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya adalah khusus
merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang yaitu sebagai berikut :

Prof. Mr. Dr. Soepomo (ketua panitia kecil)

Mr. KRMT Wongsonegoro (anggota)

Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota)

Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)

Mr. Raden Panji Singgih (anggota)

Haji Agus Salim (anggota)

Dr. Soekiman Wirjosandjojo (anggota)

Pada tanggal 13 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir.
Soekarno, membahas hasil kerja panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya adalah khusus merancang isi
dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang tersebut.

Pada tanggal 14 Juli 1945, sidang pleno BPUPKI menerima laporan panitia Perancang Undang-Undang
Dasar, yang dibacakan oleh ketua panitianya sendiri, Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut membahas
mengenai rancangan Undang-Undang Dasar yang di dalamnya tercantum tiga masalah pokok yaitu :
Pernyataan tentang Indonesia Merdeka

Pembukaan Undang-Undang Dasar

Batang tubuh Undang-Undang Dasar yang kemudian dinamakan sebagai “Undang-Undang Dasar 1945“,
yang isinya meliputi :

Wilayah negara Indonesia adalah sama dengan bekas wilayah Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan
Malaya, Borneo Utara (sekarang adalah wilayah Sabah dan wilayah Serawak di negara Malaysia, serta
wilayah negara Brunei Darussalam), Papua, Timor-Portugis (sekarang adalah wilayah negara Timor
Leste), dan pulau-pulau di sekitarnya,

Bentuk negara Indonesia adalah Negara Kesatuan,

Bentuk pemerintahan Indonesia adalah Republik,

Bendera nasional Indonesia adalah Sang Saka Merah Putih,

Bahasa nasional Indonesia adalah Bahasa Indonesia.

Konsep proklamasi kemerdekaan negara Indonesia baru rencananya akan disusun dengan mengambil
tiga alenia pertama “Piagam Jakarta“, sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya
diambil dari alinea keempat “Piagam Jakarta“. Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara
peserta sidang BPUPKI mengenai penerapan aturan Islam, Syariat Islam, dalam negara Indonesia baru.
“Piagam Jakarta” atau “Jakarta Charter” pada akhirnya disetujui dengan urutan dan redaksion yang
sedikit berbeda.

Persiapan kemerdekaan dilanjutkan oleh PPKI

Persidangan resmi PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945

Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan karena dianggap telah dapat menyelesaikan tugasnya
dengan baik, yaitu menyusun rancangan Undang-Undang Dasar bagi negara Indonesia Merdeka, dan
digantikan dengan dibentuknya “Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia” (“PPKI“) atau dalam bahasa
Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai dengan Ir. Soekarno sebagai ketuanya.
Tugas “PPKI” ini yang pertama adalah meresmikan pembukaan (bahasa Belanda: preambule) serta
batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Tugasnya yang kedua adalah melanjutkan hasil kerja BPUPKI,
mempersiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak pemerintah pendudukan militer Jepang kepada
bangsa Indonesia, dan mempersiapkan segala sesuatu yang menyangkut masalah ketatanegaraan bagi
negara Indonesia baru.

Anggota “PPKI” sendiri terdiri dari 21 orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, sebagai upaya
untuk mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah Hindia Belanda, terdiri dari: 12 orang asal
Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil
(Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa. “PPKI” ini diketuai oleh Ir. Soekarno,
dan sebagai wakilnya adalah Drs. Mohammad Hatta, sedangkan sebagai penasihatnya ditunjuk Mr.
Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo. Kemudian, anggota “PPKI” ditambah lagi sebanyak enam
orang, yaitu: Wiranatakoesoema, Ki Hadjar Dewantara, Mr. Kasman Singodimedjo, Mohamad Ibnu Sayuti
Melik, Iwa Koesoemasoemantri, dan Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo.

Secara simbolik “PPKI” dilantik oleh Jendral Terauchi, pada tanggal 9 Agustus 1945, dengan
mendatangkan Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta dan Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.)
Radjiman Wedyodiningrat ke “Kota Ho Chi Minh” atau dalam bahasa Vietnam: Thành phố Hồ Chí Minh
(dahulu bernama: Saigon), adalah kota terbesar di negara Vietnam dan terletak dekat delta Sungai
Mekong.

Pada saat “PPKI” terbentuk, keinginan rakyat Indonesia untuk merdeka semakin memuncak.
Memuncaknya keinginan itu terbukti dengan adanya tekad yang bulat dari semua golongan untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan negara Indonesia. Golongan muda kala itu menghendaki agar
kemerdekaan diproklamasikan tanpa kerjasama dengan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang
sama sekali, termasuk proklamasi kemerdekaan dalam sidang “PPKI“. Pada saat itu ada anggapan dari
golongan muda bahwa “PPKI” ini adalah hanya merupakan sebuah badan bentukan pihak pemerintah
pendudukan militer Jepang. Di lain pihak “PPKI” adalah sebuah badan yang ada waktu itu guna
mempersiapkan hal-hal yang perlu bagi terbentuknya suatu negara Indonesia baru.

Tetapi cepat atau lambatnya kemerdekaan Indonesia bisa diberikan oleh pemerintah pendudukan militer
Jepang adalah tergantung kepada sejauh mana semua hasil kerja dari “PPKI“. Jendral Terauchi kemudian
akhirnya menyampaikan keputusan pemerintah pendudukan militer Jepang bahwa kemerdekaan
Indonesia akan diberikan pada tanggal 24 Agustus 1945. Seluruh persiapan pelaksanaan kemerdekaan
Indonesia diserahkan sepenuhnya kepada “PPKI“. Dalam suasana mendapat tekanan atau beban berat
seperti demikian itulah “PPKI” harus bekerja keras guna meyakinkan dan mewujud-nyatakan keinginan
atau cita-cita luhur seluruh rakyat Indonesia, yang sangat haus dan rindu akan sebuah kehidupan
kebangsaan yang bebas, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Ir. Soekarno membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang sudah diketik oleh
Mohamad Ibnu Sayuti Melik dan telah ditandatangani oleh Soekarno-Hatta

Sementara itu dalam sidang “PPKI” pada tanggal 18 Agustus 1945, dalam hitungan kurang dari 15 menit
telah terjadi kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik dari pihak kaum keagamaan yang beragama
non-Muslimserta pihak kaum keagamaan yang menganut ajaran kebatinan, yang kemudian diikuti oleh
pihak kaum kebangsaan (pihak “Nasionalis“) guna melunakkan hati pihak tokoh-tokoh kaum keagamaan
yang beragama Islam guna dihapuskannya “tujuh kata” dalam “Piagam Jakarta” atau “Jakarta Charter“.

Setelah itu Drs. Mohammad Hatta masuk ke dalam ruang sidang “PPKI” dan membacakan empat
perubahan dari hasil kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik tersebut. Hasil perubahan yang
kemudian disepakati sebagai “pembukaan (bahasa Belanda: “preambule“) dan batang tubuh Undang-
Undang Dasar 1945“, yang saat ini biasa disebut dengan hanya UUD ’45 adalah :

Pertama, kata “Mukaddimah” yang berasal dari bahasa Arab, muqaddimah, diganti dengan kata
“Pembukaan”.

Kedua, anak kalimat “Piagam Jakarta” yang menjadi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, diganti
dengan, “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Ketiga, kalimat yang menyebutkan “Presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam”, seperti
tertulis dalam pasal 6 ayat 1, diganti dengan mencoret kata-kata “dan beragama Islam”.

Keempat, terkait perubahan poin Kedua, maka pasal 29 ayat 1 dari yang semula berbunyi: “Negara
berdasarkan atas Ketuhananan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”
diganti menjadi berbunyi: “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.

“PPKI” sangat berperan dalam penataan awal negara Indonesia baru. Walaupun kelompok muda kala itu
hanya menganggap “PPKI” sebagai sebuah lembaga buatan pihak pemerintah pendudukan militer
Jepang, namun terlepas dari anggapan tersebut, peran serta jasa badan ini sama sekali tak boleh kita
remehkan dan abaikan, apalagi kita lupakan. Anggota “PPKI” telah menjalankan tugas yang diembankan
kepada mereka dengan sebaik-baiknya, hingga pada akhirnya “PPKI” dapat meletakkan dasar-dasar
ketatanegaraan yang kuat bagi negara Indonesia yang saat itu baru saja berdiri.
Butir Pancasila

Butir Pancasila sesuai dengan Tap MPR no. I/MPR/2003.

Menjelaskan Bentuk-Bentuk Pengamalan Pancasila

1. KETUHANAN YANG MAHA ESA

Percaya dan taqwa kepada Tuhan YME sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

Hormat menghormati antar pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda
sehingga terbina kerukunan hidup.

Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.

Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.

2. KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB

Mengakui persmaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.

Saling mencintai sesama manusia.

Mengembangkan sikap tenggang rasa.

Tidak semena-mena terhadap orang lain.

Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.

Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.

Berani membela kebenaran dan keadilan.

Mengembangkan sikap hormat menghormati dengan bekerjasama dengan bangsa lain

3. PERSATUAN INDONESIA

Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi atau golongan.

Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.

Cinta bangsa dan tanah air.

Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia.

Memajukan pergaulan demi pergaulan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhineka Tunggal Ika.
4. KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/
PERWAKILAN

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.

Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.

Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepetingan bersama.

Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.

Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan keputusan musyawarah.

Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.

Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan YME,
menjunjung tinggi harkaat martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

5. KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA

Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekluargaan
dan kegotongroyongan.

Bersikap adil.

Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Menghormati hak-hak orang lain.

Suka memberi pertolongan kepada orang lain.

Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.

Tidak bersifat boros.

Tidak bergaya hidup mewah.

Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.

Suka bekerja keras.

Menghargai hasil karya orang lain.

Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Nilai objektif dan subjektif Pancasila


Nilai objektif Pancasila

Nilai Pancasila yang bersifat objektif artinya Pancasila memiliki nilai universal atau umum yang relevan
dengan kenyataan sosial. Beberapa poin yang bisa dipaparkan unutuk menjeaskan bahwa Pancasila
memiliki nilai objektif antara lain:

Sila-sila Pancasila menunjukkan kenyataan adanya sifat-sifat yang abstrak, umum dan universal. Kita bisa
melihat nilai keadilan sosial, misalnya, adalah suatu konsep yang memerlukan abstraksi untuk
memahaminya.

Inti sila-sila Pancasila dalam triprakara selalu ada dalam adat, kebiasaan, budaya, agama, dan tradisi yang
dianut masyarakat Indonesia. Artinya ada kaitan antara hidup manusia Indonesia dengan sila-sila
Pancasila. Misalnya, sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, menunjukkan kaitan erat antara
keyakinan manusia Indonesia dengan apa yang dikandung oleh sila pertama.

Pancasila menurut ilmu hukum memenuhi kaidah negara yang fundamental, tidak dapat diubah oleh
siapapun. Oleh karenanya, keberadaannya secara konstitusional kekal, kecuali kekuatan hukum yang
mendasarinya dihapus.

Pancasila juga akan tetap ada karena dimuat dalam Pembukaan UUD 1945 yang tidak boleh diubah oleh
siapapun. Bila diubah, maka konsekuensinya negara Indonesia bubar. Di tegaskan pula di alenia ke-3
Pembukaan UUD 1945 bahwa kemerdekaan merupakan karunia Tuhan dan manusia tidak dapat
mengubahnya. Penjelasan ini menunjukkan bahwa Pancasila memiliki nilai yang objektif.

Namun demikian, nilai Pancasila juga bersifat subjektif. Artinya, Pancasila merupakan produk pemikiran
manusia, bukan wahyu yang turun dari langit

Nilai subjektif Pancasila

Beberapa poin yang bisa menjelaskan Pancasila memiliki sifat subjektif diantaranya:
Nilai-nilai Pancasila berasal dari hasil ide, gagasan, pikiran, dan penilaian falsafah bangsa Indonesia.
Dengan menilai dari sudut pandang pencetus Pancasila, dapat dilihat adanya nilai-nilai Pancasila yang
bersifat subjektif.

Nilai-nilai Pancasila dianggap sebagai falsafah hidup yang sesuai dengan manusia Indonesia. Kesesuaian
ini menyiratkan sifat subjektifitas dari manusia Indonesia untuk masyarakat Indonesia.

Nilai-nilai Pancasila mengandung empat nilai kerohanian yang terdiri atas kenyataan atau kebenaran,
estetis, etis, dan religius. Hal ini merupakan wujud dari hati nurani manusia Indonesia, jadi bersifat
subjektif.

Norma yang terdapat dalam masyarakat terdiri dari 4 macam, yaitu:

Norma Agama bersumber dari Tuhan melalui utusannya yang berisikan peraturan hidup yang diterima
sebagai perintah–perintah, larangan-larangan dan anjuran-anjuran yang berasal dari Tuhan. Sebagian
besar norma agama bersifat umum, jadi berlaku bagi seluruh golongan manusia di dunia terlepas dari
agama yang dianut. Contoh, semua agama mengajarkan agar umatnya tidak berdusta; sanksinya adalah
“rasa berdosa “.

Norma Kesusilaan yang dianggap sebagai aturan yang datang dari suara hati sanubari manusia; dari
bisikan kalbu atau suara batin yang diakui dan diinsyafi oleh setiap orang sebagai pedoman dalam sikap
dan perbuatannya. Misalnya, suara batin kita memerintahkan “Hendaknya engkau berlaku jujur“.
Penyimpangan dari norma kesusilaan dianggap salah atau jahat sehingga pelanggarnya akan diejek atau
disindir. Bila penyimpangan kesusilaan dianggap keterlaluan maka pelakunya akan dikucilkan.

Norma Kesopanan merupakan peraturan hidup yang timbul dari pergaulan segolongan manusia dan
dianggap sebagai tuntunan pergaulan sehari-hari sekelompok masyarakat. Misalnya menegaskan agar
orang muda menghormati orang yang lebih tua. Bila dilanggarnya sanksinya adalah dikucilkan dari
pergaulan hidup bermasyarakat.

Norma Hukum adalah aturan tertulis maupun tidak tertulis yang berisikan perintah atau larangan yang
memaksa dan yang akan menimbulkan sanksi yang tegas bagi setiap orang yang melanggarnya.

Fungsi Pancasila
1. Pancasila Sebagai Jiwa Bangsa Indonesia

Setiap Bangsa mempunyai jiwanya masing-masing yang disebut Volkgeish, artinya Jiwa Bangsa atau Jiwa
Rakyat. Pancasila sebagai jiwa Bangsa Indonesia yang berfungsi agar Indonesia tetap hidup dalam jiwa
Pancasila. Bangsa Indonesia lahir sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia.

2. Pancasila Sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia

Fungsi pancasila sebagai kepribadian Bangsa Indonesia yaitu sebagai hal yang memberi corak khas bagi
Bangsa dan menjadi pembeda Bangsa Indonesia dengan Bangsa lain.

Diwujudkan dengan tingkah laku dan sikap mental, sehingga ciri khas ini yang dimaksud dengan
kepribadian.

3. Pancasila Sebagai Sumber dari Segala Sumber Hukum

Fungsi pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum yaitu mengatur semua hukum yang berlaku
di Negara Indonesia. Semua hukum harus patuh dan menjadikan Pancasila sebagai sumbernya.

Artinya setiap hukum yang berlaku tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. Jadi setiap sila-sila yang
ada di Pancasila adalah nilai dasar, sedangkan hukum adalah nilai instrumental atau penjabaran dari sila
pancasila.

Sumber tertib hukum Republik Indonesia adalah pandangan hidup, cita-cita hukum, kesadaran, dan cita-
cita moral yang meliputi suasana kejiwaan serta watak Bangsa Indonesia. Meliputi cita-cita mengenai
kemerdekaan Individu, Kemerdekaan Bangsa, Perikemanusiaan, Keadilan Sosial, dan Perdamaian
Nasional. Cita-cita politik mengenai bentuk, tujuan, sifat negara. Dan Cita-cita moral mengenai
kehidupan agama dan masyarakat.

4. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia


Fungsi pancasila sebagai pandangan hidup atau cara pandang adalah Bangsa Indonesia harus
berpedoman, menjadi pancasila sebagai petunjuk kehidupan sehari-hari.

Segala bentuk cita-cita moral Bangsa dan bentuk budaya harus bersumber dari Pancasila, juga
merupakan satu-kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, hal ini memiliki tujuan demi tercapainya
kesejahteraan lahir dan batin.

fungsi pancasila

5. Pancasila Sebagai Cita-Cita dan Tujuan Bangsa Indonesia

Seperti yang telah kita ketahui bahwa pancasila telah jelas termuat di pembukaan UUD 1945, sehingga
pancasila merupakan tujuan dan cita-cita Bangsa Indonesia, cita-cita inilah yang menjadi tujuan Bangsa,
menciptakan masyarakat yang adil dan makmur.

6. Pancasila Menjadi Falsafah Hidup Bangsa

Fungsi pancasila sebagai falsafah hidup bangsa yaitu sebagai pemersatu Bangsa Indonesia, pancasila
mengandung nilai-nilai kepribadian yang dipercayai paling benar, bijaksana, adil dan cocok untuk Bangsa
Indonesia untuk mempersatukan rakyat.

7. Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia

Pancasila berfungsi sebagai dasar untuk mengatur pemerintahan Negara, segala sesuatu kehidupan di
Indonesia, seperti rakyat, pemerintah, dan wilayah. Pancasila juga digunakan sebagai dasar mengatur
penyelenggaraan Negara dan kehidupan Negara sesuai dengan bunyi UUD 1945.

8. Pancasila Sebagai Falsafah Hidup Bangsa

Fungsi pancasila sebagai falsafah hidup bangsa yaitu sebagai pemersatu Bangsa Indonesia. Karena
Pancasila dianggap mempunyai nilai yang paling bijaksana, adil, dan benar yang diharapkan bisa menjadi
pemersatu Bangsa.
9. Pancasila Sebagai Perjanjian Luhur Bangsa Indonesia.

Pada saat Bangsa Indonesia melakukan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945,
Bangsa ini belum memiliki UUD Negara yang tertulis, untuk itu PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) pada tanggal 18 Agustus 1945 mengesahkan pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 yang
merupakan berdasar dari pancasila.

PPKI merupakan badan sebagai tempat wakil-wakil rakyat di Indonesia sehingga pancasila merupakan
hasil perjanjian bersama rakyat, dan untuk membela pancasila selamanya.

Teori kausalitas ini dikembangkan oleh Aristoteles, adapun berkaitan dengan asal mula yang langsung
tentang Pancasila adalah asal mula yang langsung terjadinya Pancasila sebagai dasar filsafat negara yaitu
asal mula yang sesudah dan menjelang Proklamasi Kemerdekaan yaitu sejak dirumuskan para pendiri
negara sejak sidang BPUPKI pertama. Adapun rincian asal mula langsung Pancasila adalah sebagai
berikut :

a. Asal Mula Bahan (Kausa Materialis)Asal Bahan Pancasila adalah pada bangsa Indonesia sendiri yang
terdapat dalam kepribadian dan pandangan hidup

.b. Asal Mula Bentuk (Kausa Formalis)Asal mula bentuk Pancasila adalah Ir. Soekarno bersama Drs.
Moh.Hatta serta anggota BPUPKI lainnya yang merumuskandan membahas Pancasila terutama dalam hal
bentuk, rumusan serta nama Pancasila

c. Asal Mula Karya (Kausa Effisien)Asal mula karyanya adalah PPKI sebagai pembentuk negara dan atas
kuasa pembentuk negara yang mengesahkan Pancasila menjadi dasar negara yang sah.

d. Asal Mula Tujuan (Kausa Finalis)Asal mula tujuan adalah para anggota BPUPKI dan Panitia Sembilan
termasuk Soekarno dan Hatta yang menentukan tujuan dirumuskannya Pancasila sebelum ditetapkan
oleh PPKI sebgaai dasar negarayang sah.

Simak lebih lanjut di Brainly.co.id - https://brainly.co.id/tugas/7934725#readmore

Menurut Aristoteles ada 4 kausa atau sebab terjadinya negara :

1) Kausa Materialis : Berarti asal mula berupa bahan. Sebelum terbentuknya negara, harus ada bahan
dasar untuk membentuk negara itu. Dalam kasus pemerintahan negara Indonesia, maka untuk
membentuk suatu negara, harus ada asas dasar mengapa dibentuknya negara. Dalam hal ini adalah UUD
1945 dan Pancasila sebagai dasar hukum dan dasar negara. Bukan cuma itu, masyarakat dan wilayah juga
harus ada dalam membentuk suatu negara. Namun yang kita kemudian perbincangkan adalah suatu
pemerintahan. Oleh karena itu, bahan dasar untuk membentuk suatu pemerintahan yang baik adalah
UUD 1945 dan Pancasila.

2) Kausa Finalis : Asal mula berupa tujuan, untuk apa sesuatu hal itu diadakan. Untuk apa tujuan dari
pemerintahan itu ada. Nah, sebelum membentuk suatu pemerintahan Indonesia yang baik, dasarnya
adalah UUD 1945 dan Pancasila. Tujuannya apa, untuk mensejahterakan dan memakmurkan rakyat
sesuai asas keadilan dan kemanusiaan. Pancasila dirumuskan sebagai dasar kehidupan rakyat Indonesia.
Maka dari itu, pelaksanaan hukum di Negara ini harus dilihat pada dasar hukum yuridis kta yaitu UUD
1945 agar mampu menciptakan pemerintahan yang baik, sesuai UUD 1945.

3) Kausa Formalis : Asal mula berupa bentuk, bagaimana wujud dan bangun sesuatu hal itu diadakan.
Maka dibentuklah UU dan sebagainya sebagai aturan negara, serta bentuk dan sistem pemerintahan
seperti apa yang akan dijalankan. Apakah itu demokrasi atau otoritarian, dan parlementer atau
presidensial. Ada gambaran sebelumnya dalam pemerintahan yang baik. Apakah demokrasi atau
otoritarian yang mampu mensejahterakan rakyat dan parlementer atau presidensialkah yang cocok
dalam sistem pemerintahan negara Indonesia.

4) Kausa Efisien : Asal mula berupa karya, yaitu suatu proses untuk mewujudkan sesuatu hal itu menjadi
ada/nyata. Jika semuanya telah

ditetapkan, maka terjadilah proses pemerintahannya. Baik buruknya pemerinthan, itu adalah sesuatu
yang nyata, yang telah diciptakan atau dibuat oleh ahli politik, hukum dan sebangainya. Maka baiknya
karya itu, jika dari tiga kausa sebelumnya itu baik pula, dan begitu pula sebaliknya. Kaitannya dengan
kasus pemerintahan Indonesia sekarang ini adalah, asas dasar hukum kita yang tidak tegas, penerapan
pancasila yang lemah, dan penerapan sistem pemerintahan yang salah, maka rakyat tidak sejahtera
terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah

5 Contoh Kasus Pelanggaran Pancasila Sesuai Sila-Silanya

Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang sah, di dalam pancasila terkandung lima sila yang
merupakan hal terpenting bagi Indonesia karena sesuai dengan kepribadian Indonesia dan sudah
mencakup cita-cita Bangsa Indonesia. Bahkan pancasila juga dijadikan sebagai dasar hukum sehingga
hukum yang dibuat di Indonesia ini berpatokan dengan pancasila. Sebagai warga negara Indonesia yang
baik tentu saja kita juga harus menaati dan menghormati Pancasila sebagai landasan hukum. Namun
sangat disayangkan beberapa masyarakat justru “melanggar” beberapa sila yang sudah tercantum di
Pancasila. Supaya kita lebih tahu mengenai apa saja yang kiranya bisa melanggar Pancasila maka kali ini
kami akan memberikan infromasi kepada kalian mengenai contoh kasus pelanggaran pancasila. Berikut
ini adalah informasi lengkapnya :

Sila pertama

Pada sila pertama yang ada di dalam Pancasila berbunyi “KeTuhanan yang Maha Esa”. Bunyi sila pertama
yang ada di dalam pancasila ini bertujuan supaya setiap individu masyarakat Indonesia bisa bebas
memeluk agama sesuai dengan kepercayaan mereka masing-masing dan juga beribadah sesuai agama
dan bisa saling menumbuhkan rasa toleransi kepada agama lain. Sila pertama ini mengalami pergantian
karena negara Indonesia sendiri adalah negara yang tidak hanya menganut satu agama dan kepercayaan
saja. Namun sayangnya masih saja bisa terjadi beberapa pelanggaran entah itu disadari atau tanpa
disadari. Oleh karena itu kali ini kami akan memberikan informasi mengenai pelanggaran sila pertama.
contoh pancasila sebagai ideologi terbuka juga wajib kita pahami.

Contoh penyimpangan :

Tidak ada sikap toleransi kepada sesama : Seperti yang sudah tersirat pada sila pertama jika Indonesia
sendiri memiliki berbagai macam agama. Salah satu contoh penyimpangannya adalah

 tidak adanya sikap toleransi kepada agama lainnya. Sikap ini biasanya didasari karena keegoisan.
 Gerakan radikal kelompok tertentu yang mengatasnamakan agama : Tindakan kedua yang
menyimpang dari sila pertama adalah gerakan kelompok radikal yang mengatasnamakan
kegiatan menyimpang mereka dengan atas nama agama tertentu. Seperti misalnya saja
terorisme yang seringkali mengatasnamakan agama tertentu.
 Perusakan tempat ibadah : Yang ketiga adalah perusakan tempat ibadah agama lain hanya
karena merasa terganggu atau karena konflik dan permasalahan lainnya.
 Fanatisme yang sifatnya anarki : Tidak hanya itu saja, namun sikap fanatasime pada agama yang
sifatnya bisa anarki dan merugikan orang lain maka masuk ke dalam pelanggaran pancasila.

Contoh kasus penyimpangan sila pertama :

Bom Bali I : Contoh kasus penyimpangan pada sila pertama ini adalah aksi terorisme yang terkenal yang
terjadi pada tahun 2002 di Bali. Aksi terorisme yang dijadikan sebagai peristiwa terorisme terbesar
sepanjang sejarah di Indonesia ini terjadi pada 3 peristiwa sekaligus. Membunuh sekitar ratusan orang
yang kebanyakan merupakan warga asing yang sedang berlibur, dan bom bali itu didasarkan pada agama
sehingga menyalahi pancasila.

Sila kedua

Makna pancasila sebagai ideolgi negara harus kita pahami dengan baik. Selanjutnya kita akan membahas
pada sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”. Pada sila kedua ini diharapkan
masyarakat bisa hidup dengan adil dan sesuai dengan hakikat manusia. Supaya kita bisa mengetahui apa
saja pelanggaran pancasila maka berikut ini adalah daftar pelanggaran pancasila sila kedua ini. Berikut
list lengkapnya :

Contoh penyimpangan :

Perbudakan : Perbudakan jelas menyalahi sila kedua ini karena manusia tidak dilakukan dengan
semestinya dan tidak manusiawi sehingga perbudakan sangatlah dilarang.

Memperkerjakan anak di bawah umur : Jenis penyimpangan sila kedua adalah memperkejakan anak di
bawah umur. Anak di bawah umur tidak pantas untuk bekerja karena kewajiban mereka adalah sekolah,
terutama jika memperkerjakan anak di bawah umur dengan tidak wajar.

Ketidakadilan dalam bidang ekonomi : Terkadang ada beberapa kasus dalam ekonomi yang akan
merugikan orang-orang yang tidak mampu dan malah menguntungkan bagi kalangan kaum atas.

Contoh kasus penyimpangan sila kedua :

Ketikdakadilan karena hutang bagi rakyat kalangan bawah : Salah satu kasus yang pernah ada dan
menjadi salah satu pelangagran dalam sila kedua ini adalah usaha pemerintah untuk memenuhi
kewajuban pemabayaran pajak. Hal ini menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat terutama yang
berasal dari kalangan bawah karena merasa digenjot untuk membayar dan itu sama saja seperti
membuat rakyat kecil mensubsidi pengusaha kaya yang sekarang mengemplang BLBI. Hal ini
menimbulkan ketidakadilan.

Sila ketiga

contoh Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari sila
ketiga. Sila ketiga adalah sila berbunyi “Persatuan Indonesia” yang memiliki makna penting yaitu
mengutamakan persatuan seluruh bangsa Indoenesia yang berbeda dari suku, agama, ras, dan
budayanya. Dengan sila ini diharapakan jika Indonesia bisa bersatu walau berbeda-beda. Berikut ini
adalah contoh kasus pelanggaran pancasilanya :

Contoh penyimpangan :

Menganggap suku lain lebih baik dari sukunya sendiri : Indonesia terdiri dari berbagai macam suku ras,
semua suku tentu saja memiliki keunikan dan kelebihan masing-masing. Membandingkan dan
mengangap suku lain remeh tentu saja merupakan salah satu pelanggaran dari sila ini karena semuanya
memang diciptakan berbeda untuk saling melengkapi.

Perang antar suku : Seperti yang dilihat, makna dari sila ini adalah mempersatukan Indonesia. Jika terjadi
perang suku tentu saja Indonesia akan terpecah dan mungkin tidak menjadi utuh sehingga ini bisa
menjadi salah satu pelanggaran pancasila.
Menjadi provoator etnis atau suku tertentu : Yang ketiga adalah ketika ada seseorang yang menjadi
seorang provokator dari suku atau etnis tertentu yang bisa memcicu adanya perang antar suku atau
konflik panas.

Contoh kasus penyimpangan sila ketiga :

OPM (Organisasi Papua Merdeka) : Organisasi Papua Merdeka ini sudah beridiri sejak tahun 1965 dan
bahkan masih berdiri sampai sekarang. Gerakan ini merupakan salah satu organisasi yang bersikeras
untuk memisahkan Papua Barat dari wilayah NKRI dan ingin merdeka sendiri karena merasa jika daerah
mereka tidak ada hubungannya dengan bangsa Indonesia. Ini termasuk pelanggaran sila ketiga karena
ingin berpisah dari Bangsa Indonesia.

Sila keempat

Sila keempat adalah sila yang berbunyi seperti ini, “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Pada sila keempat ini memiliki makna yang lebih
mengutamakan kepentingan masyarakat dan juga negara. Berikut adalah beberapa contoh
penyimapangan dan juga kasus riilnya. Ini dia informasi pentingya untuk Anda!

Contoh penyimpangan :

Ketidakadilan bagi masyarakat : Sila keempat mengungkapkan akan lebih mementingkan masyarakat
daripada pemerintah itu sendiri. Namun nyatanya masih banyak penyimpangan dan kekeliruan dalam
hukum sehingga menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat.

Melarang orang berpendapat : Contoh penyimpangan dari sila keempat ini adalah melarang orang untuk
berpendapat atau bahkan memboikotnya. Hal ini jelas berbeda dan bertentangan dari silam keempat.

Melarang orang menduduki jabatantertentu karena suku, ras, agama, dll : Poin ketiga ini sangat nyata
sedang terjadi di Indonesia. Sangat disayangkan jika Indonesia ini memiliki beragam suku
namunmasyarakatnya masih banyak yang belum bisa berkembang dengan baik. Contohnya saja adanya
larangan seseorang yang beragama dan suku minoritas yang dilarang menduduki suatu jabatan hanya
karena tidak seagama atau tidak satu suku.

Contoh kasus penyimpangan sila keempat :

Ketikdakadilan hukum : Penyimpangan kasus dari sila keempat ini adalah ketikdakadilan hukum bagi
pejabat dan kaum bawah. Buktinya beberapa tahun silam orang yang dikataka mencuri buah seperti
semangka dan kakao harus mendekam di balik jeruji besi mulai dari ancaman 1 hingga 5 tahun, hanya
karena mencuri kakao seharga 2000 rupiah saja. Sedangkan para pejabat yang sudah menelan uang milik
negara milyaran rupiah hanya ditahan selama 1-2 tahun bahkan tidak diselidiki. Hal ini memang ironis
tapi memang ada di Indonesia, merupakan salah satu pelangagran berat pancasila.

Sila kelima
Yang terakhir adalah sila kelima atau berbunyi, “keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia”. Yang
memiliki makna jika semua masyarakat Indonesia harus bisa hidup dengan adil. Namun nyatanya sampai
saat ini masih banyak sekali hal dilanggar. Berikut adalah contohnya :

Contoh penyimpangan :

Menelantarkan para veteran : Salah satu contoh nyata tidak adilnya itu bisa kita lihat bagaiamana negara
memperlakukan veteran atau pejuang yang sudah mengabdi pada negara bahkan sejak jaman
kemerdekaan. Banyak sekali veteran dan mantan atlet yang sekarang ini hidupnya susah dan bahkan
harus berjualan di usia rentanya. Padahal dahulu mereka berjuang bertaruh nyawa hanya untuk merdeka
dan bisa mengharumkan nama Indonesia. Balasannya?

Perlakuan tidak adil karena kondisi tertentu : Yang kedua adalah perlakuan yang tidak adil kepada
masyarakat mungkin karena perbedaan yang ada.

Contoh kasus penyimpangan sila kelima :

Perbedaan kehidupan warga Ibukota dan Papua : Pelanggaran dari sila kelima ini bisa dilihat dari
perbedaan kehidupan anatara masyarakat kota Jakarta dan Papua. Walau mungkin sama-sama warga
Indonesia tetap saja warga Jakarta dan Papua ini berbeda, di Jakarta semua infrastruktur dibangun
merata sedangkan di Papua pembangunan belum rata dan masih banyak yang menggunakan koteka.

Nilai-nilai Pancasila sebagai Ideologi Terbuka

Suatu ideologi dapat dikatakan sebagai ideologi terbuka jika memenuhi unsur-unsur berikut ini, yaitu:

Nilai dan cita-cita harus berasal dari kebudayaan masyarakat itu sendiri.

Dasar pelaksanaan ketatanegaraan, yaitu berdasarkan musyawarah mufakat dan bukan dari satu
kelompok saja.

Isinya tidak dapat langsung dioperasionalkan, karena harus melalui penjabaran yang mendalam.

Sebagai sebuah ideologi, didalam Pancasila terkandung nilai-nilai yang bersumber dari kehidupan
masyarakat dan budaya yang telah tumbuh didalam masyarkat serta pandangan hidup yang dipegang
teguh. Dengan begitu telah memenuhi syarat disebut sebagai suatu ideologi terbuka. Ramlan Surbakti
(1999) mengatakan, ada dua fungsi utama ideologi didalam masyarkat, yakni sebagai tujuan maupun
gagasan yang ingin diraih bersama dalam kehidupan bermasyarakat, menjadikannya pemersatu
kemajemukan dan juga sebagai pedoman dalam menyelesaikan konflik yang timbul di dalam masyarakat.
(baca juga: Faktor Penyebab Konflik Sosial dan Cara Mengatasinya). Berikut adalah penjelasan dari Nilai-
nilai Pancasila sebagai Ideologi Terbuka :

Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka


Ideologi terbuka merupakan cerminan nilai-nilai dalam berbagai segi kehidupan, termasuk kehidupan
politik bangsa Indonesia, yakni menjadi nilai pokok dan digunakan sebagai pedoman di dalam
menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa juga bernegara. Sebuah ideologi, dalam hal ini
Pancasila yang menjadi sebuah pedoman dalam sebuah kehidupan yang menyeluruh harusah memiliki
sebuah sifat yang terbuka juga fleksibel tidak kaku atau pun tertutup dalam segala jenis perubahan
yangterjadi seiring perkembangan jaman, seperti penjelasan berikut.

Dimensi realita, yakni nilai mendasar yang mencerminkan realitas kehidupan masyarakat dimana
ideologi tersebut tercipta dan mengakar dalam pikiran serta prilaku masyarakat.

Dimensi Idealisme, merupakan suatu ideologi yang ada dalam nilai dasar yang mampu memberikan
harapan serta cita-cita pada masyarakat untuk sebuah kehidupan yang lebih baik.

Dimensi Fleksibelitas, merupakan sesuatu ideologi yang dapat mempengaruhi dan sekaligus bersinergi
dengan setiap perubahan jaman serta keadaan hidup masyrakatnya.

Dimensi Normalitas, merupakan ideolgi atau nilai-nilai yang memiliki sifat yang mengikat dengan norma-
norma maupun aturan yang wajib ditaati serta dipatuhi dan bersifat positif. (baca juga: Macam macam
Norma dan Penjelasannya)

Nilai-nilai Ideologi Terbuka

Salah satu faktor yang menjadi pendorong sebuah gagasan tentang keterbukaan ideologi
Pancasila,adanya sebuah kenyataan mengenai pembangunan dan kehidupan masyarakat yang
berkembang seiring pergantian jaman. Keterbukaan ideologi Pancasila dalam penerapannya sebagai pola
pikir yang dinamis dan terkonsep, dikenal dengan adanya tiga tingkatan nilai-nilai didalamnya
diantaranya sebagai berikut:

Nilai dasar, merupakan sebuah nilai yang mendasar yang relatif tetap dan tidak berubah dan ini terdapat
dalam isi kelima sila dalam Pancasila.

Nilai instrumen, ialah nilai dasar yang diuraikan secara lebih dinamis seperti dalam UUD 1945, maupun
perundang-undangan lainnya yang perlu diuraikan maknanya supaya lebih dipahami oleh masyarakat.
9baca juga: Manfaat UUD Republik Indonesia tahun 1945 bagi warga negara serta bangsa dan negara)

Nilai praktis, merupakan perwujudan nilai instrumental dalam bentuk nyata di dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara. Dalam perwujudannya nilai praktis bersifat abstrak,
misalnya saling menghormati, bekerjasama, dan kerukunan antar sesama.
Moerdiono menyatakan ada beberapa faktor yang mendorong pemikiran Pancasila menjadi sebuah
ideologi yang terbuka, diantaranya.

Dalam proses pembangunan nasional berencana, dinamika masyarakat kita berkembang amat cepat.

Kenyataan terpuruknya ideologi tertutup seperti marxismeleninisme atau komunisme.

Pengalaman sejarah politik di Indonesia yang pernah dipengaruhi komunisme menjadi sangat penting.
Karena pengaruh tersebut Pancasila menjadi semacam dogma yang kaku.

Tekad untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.

Istilah Pancasila yang menjadi satu-satunya asas telah dihapus berdasarkan ketetapan MPR tahun 1999,
dan hal tersebut dapat diartikan sebagai pengembalian fungsi pokok pancasila sebagai dasar negara.
Dalam kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa, Pancasila haruslah
menjadi jiwa bangsa Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kelebihan Ideologi Terbuka

Pada prinsipnya Pancasila sebagai Ideologi terbuka yakni sebuah keterbukaan yang memiliki makna agar
memperkaya wawasan dan oreintasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ada beberapa
kelebihan didalam Pancasila sebagai ideologi terbuka, diantaranya sebagai berikut.

Pancasila memberikan pengakuan serta memberi perlindungan hak dan kewajiban warga negara baik
hak secara individu maupun hak sosial di segala segi kehidupan baik ekonomi maupun politik.

Pancasila tak hanya dimplikasikan pada demokrasi politik saja namun juga pada demokrasi ekonomi yang
berdasarkan asas kekeluargaan

Pancasila memberi kebebasan pada setiap individu dalam menjalankan kepentingan sosial.

Pancasila berlandaskan pada nilai ketuhanan.

Pancasila mengakui adanya keselarasan antara kolektivisme maupun individualisme.

Didalamnya memiliki semua sikap-sikap positif yang ada pada ideologi lainnya yang ada di dunia.

Pancasila berpihak dan membela rakyat.

Pancasila memiliki peranan yang tidak membuat rakyat menderita


Setiap hal didalam masyarakat saling terkait serta memiliki keterikatan.

Bersifat terbuka terhadap perubahan sosial dan perkembangan jaman.

Kelemahan Ideologi Terbuka

Sebuah pemikiran maupun gagasan tentunya disamping memiliki kelebihan juga memiliki kelemahan,
diantaranya kelemahan-kelemahan tersebut sebagai berikut.

Karena memiliki sifat terbuka Pancasila terkadang ditafsirkan berbeda oleh setiap orang tergantung
kepentingan, terkadang merubah makna dasar dari Pancasila itu sendiri.

Terlalu diunggul-unggulkan (berlebihan)

Tak memiliki pedoman dasar dalam interpretasi sehingga sering kali terjadi multipersepsi.

Kelemahan Pancasila sebagai ideologi terbuka terletak dari bagaimana cara perumusan kembali dalam
sebuah kebijakan. Disinilah pokok permasalahan yang kemudian dapat menyentuh hal-hal lain, seperti
bagaimana cara mengkonseptualisasi fungsi negara. Bagaimana hubungan negara dengan warga negara,
seberapa besar perekonomian ditujukan guna memelihara negara serta memelihara kemajemukan
didalamnya. Dengan begitu, akan lebih mempermudah untuk menguraikan semua nilai-nilai yang
terkandung didalam Pancasila, sehingga tidak terjadi benturan dengan rumusan-rumusan yang bersifat
normatif semata. (baca juga: Fungsi Mahkamah Konstitusi dalam sistem pemerintahan di Indonesia).

Kesimpulan

Nilai-nilai Pancasila sebagai Ideologi Terbuka tidak memiliki sifat yang kaku maupun tertutup, namun
memiliki sifat yang terbuka. Ini memiliki pengertian bahwa ideologi Pancasila bersifat aktual, dinamis,
antisipatif serta senantiasa dapat masuk kedalam perkembangan zaman. Ideologi Pancasila ini yang
memiliki keterbukaan ini bukan berarti akan merubah nilai-nilai mendasar pancasila namun secara
tersirat nilai wawasannya lebih konkrit, sehingga berkemampuan lebih tajam untuk dapat memecahkan
masalah-masalah yang terjadi di masyarakat secara lebih mendalam dan aktual sesuai jamannya

Keterbukaan ini juga tentang keterbukaan dalam menerima budaya asing serta perubahan jaman namun
memiliki nilai esensi yang tetap dan tidak berubah. Sebab itulah sebagai makhluk sosial yang senantiasa
hidup berdampingan akan menimbulkan akulturasi budaya. Hal tersebut memiliki makna bahwa
Pancasila menerima budaya asing yang kemudian sejalan dengan hakikat maupun substansi Pancasila
yakni ketuhahan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan serta keadilan dan bersifat tetap.

Anda mungkin juga menyukai