Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Menurut Davison & Neale, gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan cemas,
dimana pikiran seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang menetap dan tidak
terkontrol, dan ia dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu berulang-ulang,
sehingga menimbulkan stress dan mengganggu fungsinya dalam kehidupan seharihari (Fausiah & Widury, 2007). Obsesi adalah pikiran-pikiran, bayangan-bayangan
atau dorongan-dorongan intrusive dan kebanyakan tidak masuk akal yang dicoba
ditolak atau dieliminasi oleh individu. Sedangkan kompulsi adalah pikiran-pikiran
atau tindakan-tindakan yang digunakan untuk menekan obsesi dan membuat individu
merasa lega. Gangguan obsesif kompulsif dapat dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan
ketidak berdayaan, karena obsesi dapat menghabiskan waktu dan mengganggu
rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan, aktivitas sosial yang biasanya, atau
hubungan dengan teman atau anggota keluarga (Durand & Barlow,2005). Menurut
APA & Taylor, gangguan obsesif-kompulsif dialami 2 % sampai 3% masyarakat
umum pada suatu saat dalam kehidupan mereka (Nevid, dkk.2005). Menurut Skoog,
suatu studi di Swedia menemukan bahwa meskipun kebanyakan pasien OCD
menunjukkan perbaikan, banyak juga yang terus berlanjut mempunyai simtom gangguan
hidup ini sepanjang hidup mereka (Nevid,et all.,2005). DSM IV membuat diagnosis
gangguan obsesif kompulsif bila orangterganggu oleh obsesi atau kompulsi yang
berulang, atau keduanya sedemikian rupa sehingga menyebabkan distress yang nyata,
1

memakan waktu lebih satu jam dalam sehari, atau secara signifikan mengganggu halhal rutin yang normal, mengganggu fungsi kerja atau sosial. Gangguan obsesif
kompulsif menduduki peringkat keempat dari gangguan jiwa setelah fobia, gangguan
penyalahgunaan zat dan gangguan depresi berat.
Referat ini disusun untuk menambah pengetahuan tentang apa yangdimaksud dengan
gangguan obsesif kompulsif, bagaimana mendiagnosisnya danterapi apa yang harus
diberikan kepada pasien.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Menurut Davison & Neale, gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan cemas,
dimana pikiran seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang menetapdan tidak
terkontrol, dan ia dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu berulang-ulang,
sehingga menimbulkan stress dan mengganggu fungsinya dalam kehidupan seharihari (Fausiah & Widury, 2007). Obsesi kompulsi adalah suatu kondisi heterogen yang
melibatkan pikirandistress yang tidak diinginkan dan ritual kompulsif mengenai satu
atau beberapatema-tema umum seperti kontaminasi, agama, simetri.Dalam DSM-IV
TR obsesi didefinisikan sebagai berikut :
1. Pikiran, impuls,

atau

bayangan

yang berulang-ulang dan

menetap

yangdialami, pada suatu saat selama gangguan, dirasakan mengganggu dan


tidak sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang jelas.
2. Pikiran, impuls, atau bayangan tidak hanya kekhawatiran berlebihan
tentangmasalah kehidupan yang nyata
3. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls,
ataubayangan tersebut untuk menetralkannya dengan pikiran atau tindakan
lain.
4. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan obsesional adalah
hasil

dari

pikirannya

sendiri

(tidak
3

disebabkan

dari

luar

seperti

penyisipanpikiran). Pengertian obsesi menurut Kaplan, et all., adalah pikiran,


ide atau sensasiyang muncul secara berulang-ulang.
Menurut Davison &Neale, hal-hal tersebut muncul tanpa dapat dicegah, dan
individu merasakannya sebagai hal yang tidak rasional dan tidak dapat dikontrol
(Fausiah &Widury, 2007). Sedangkan kompulsi menurut Davison & Neale
adalah perilaku atau tindakan mental yang berulang, dimana individu merasa
didorong untuk menampilkannya agar mengurangi stress (Fausiah & Widury,
2007). Dalam DSM-IV TR mendefinisikan kompulsi sebagai berikut :
a. Perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau
tindakan mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata dalam
hati) yang dirasakannya mendorong untuk melakukan sebagai respon terhadap
suatu obsesi, atau menurut dengan aturan yang harus dipenuhi secara kaku.
b. Perilaku

atau

tindakan

mental

ditujukan

untuk

mencegah

atau

mengurangipenderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang


menakutkan,akan tetapi, perilaku atau tindakan mental tersebut tidak
dihubungkan dengan cara yang realistik dengan apa yang mereka maksudkan
untuk menetralkan atau mencegah, atau secara jelas berlebihan.
Sejalan dengan Fa, dkk; Steketee & Barlow (Durand & Barlow, 2006),
kompulsi dapat berbentuk perilaku (misalnya mencuci tangan, memeriksa keadaan)
atau mental (memikirkan tentang kata-kata tertentu dengan urutan tertentu,

menghitung, berdoa dan seterusnya). Dari berbagai definisi diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan cemas, dimana
pikiran seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang menetap dan tidak terkontrol,
dan ia dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu berulang-ulang, sehingga
menimbulkan stress dan mengganggu fungsinya dalam kehidupan sehari-hari
(Fausiah & Widury, 2007).

B. Epidemiologi
Prevalensi gangguan obsesif kompulsif pada populasi umum diperkirakan adalah 2
sampai 3 persen. Beberapa peneliti memperkirakan bahwa gangguan obsesifkompulsif ditemukan pada sebanyak 10 persen pasien rawat jalan di klinik psikiatrik.
Angka tersebut menyebabkan gangguan obsesif-kompulsif sebagai diagnosis
psikiatrik tersering keempat setelah fobia, gangguan yang berhubungan dengan zat,
dan gangguan depresif berat (Kaplan & Saddock, 1993).

Untuk orang dewasa, laki-laki dan perempuan sama mungkin terkena, tetapi untuk
remaja, laki-laki lebih sering terkena gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan
perempuan. Usia onset rata-rata adalah kira-kira 20 tahun. Secara keseluruhan, kirakira dua pertiga dari pasien memiliki onset gejala sebelum usia 25 tahun, dan kurang
dari 15 persen pasien memiliki onset gejala setelah usia 35 tahun. Orang yang hidup
sendirian lebih banyak terkena gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan orang yang

menikah. Gangguan obsesif-kompulsif ditemukan lebih jarang diantara golongan


kulit hitam dibandingkan kulit putih (Kaplan & Saddock, 1993).

Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif umumnya dipengaruhi oleh gangguan


mental lain. Prevalensi seumur hidup untuk gangguan depresif beratpada pasien
dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah kira-kira 67 persen danuntuk fobia sosial
adalah kira-kira 25 persen. Diagnosis psikiatrik komorbidlainnya pada pasien dengan
gangguan obsesif-kompulsif adalah gangguan penggunaan alkohol, fobia spesifik,
gangguan panik, dan gangguan makan(Kaplan & Saddock, 1993).

C. Etiologi
1. Aspek Biologis
a. Neurotransmiter. Davison & Neale menjelaskan bahwa salah satu penjelasan yang
mungkin tentang gangguan obsesif-kompulsif adalah keterlibatan neurotransmitter di
otak, khususnya kurangnya jumlah serotonin. Data menunjukkan bahwa obat
serotonergik lebih efektif dibandingkan obat lain yang mempengaruhi sistem
neurotransmiter lain. Tetapi apakah serotonin terlibat di dalam penyebab gangguan
obsesif-kompulsif belum jelas. (Kaplan & Saddock, 1993)
b. Genetik. Penelitian pada anak kembar untuk gangguan obsesif-kompulsif
telahsecara konsisten menemukan adanya angka kesesuaian yang lebih tinggisecara bermakna
pada kembar monozigotik dibandingkan kembardizigotik. Penelitian keluarga pada

pasien gangguan obsesif kompulsif menemukan bahwa 35 persen sanak saudara


derajat pertama pasiengangguan obsesif-kompulsif juga menderita gangguan.

2. Psikologis. Menurut Salkovskis, dkk; Steketee dan Barlow, klien-klien OCD


menyetarakan pikiran dengan tindakan atau aktifitas tertentu yang dipresentasikan
oleh pikiran tersebut. Ini disebut thought-action fusion (fusi pikiran dan tindakan).
Fusi antara pikiran dan tindakan ini dapatdisebabkan oleh sikap-sikap tanggung
jawab yang berlebih-lebihan yangmenyebabkan timbulnya rasa bersalah seperti yang
berkembang selamamasa kanak-kanak, dimana pikiran jahat diasosiasikan dengan
niat jahat (Durand & Barlow, 2006).

3. Faktor psikososial. Menurut Sigmund Freud, gangguan obsesif-kompulsif bisa


disebabkan karena regresi dari fase anal dalam perkembangannya. Mekanisme
pertahanan psikologis mungkin memegang peranan pada beberapa manifestasi pada
gangguan obsesif-kompulsif. Represi perasaan marah terhadap seseorang mungkin
menjadi alasan timbulnya pikiran berulang untuk menyakiti orang tersebut.

D. Diagnosis
Kriteria diagnostik untuk gangguan obsesif-kompulsif menurut DSM IV:
1. Salah satu obsesi atau kompulsi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:

a. Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan yang rekuren dan persisten yang


dialami, pada suatu saat dimana selama gangguan, sebagai intrusif
dan tidak sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan penderitaanyang jelas.
b. Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan tidak semata-mata kekhawatiran
yang berlebihan tentang masalah kehidupan yang nyata.
c. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls,atau
bayangan-bayangan tersebut untuk mentralkannya dengan pikiran atau
tindakan lain.
d. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan
obsesional adalah keluar dari pikirannya sendiri( tidak disebabkan dari
luar seperti penyisipan pikiran).

Kompulsi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:


a. Perilaku (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau tindakan
mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata dalam hati) yang
berulang yang dirasakannya mendorong untuk melakukannya sebagai respon
terhadap suatu obsesi, atau menurut dengan aturan yang harus dipatuhi secara kaku.

b.

Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau menurunkan


penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan,
tetapi perilaku atau tindakan mental tersebut tidak dihubungkan dengan cara

yang realistik dengan apa mereka dianggap untuk menetralkan atau


mencegah, atau jelas berlebihan.

2. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang telah menyadari bahwa
obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. Catatan: ini tidak
berlaku bagi anak-anak
3.

Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas, menghabiskan waktu


(menghabiskan lebih dari satu jam sehari), atau secara bermakna mengganggu
rutinitas normal orang, fungsi pekerjaan (atau akademik),atau aktifitas
atau hubungan sosial yang biasanya.

4.

Jika terdapat gangguan aksis I lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak terbatas
padanya (misalnya preokupasi dengan makanan jika terdapat

gangguan

makan, menarik rambut jika terdapat trikotilomania,permasalahan pada


penampilan jika terdapat gangguan dismorfik tubuh,preokupasi dengan obat
jika terdapat suatu gangguan penggunaan zat,preokupasi dengan menderita
suatu penyakit serius jika terdapat hipokondriasis, preokupasi dengan
dorongan atau fanatasi seksual jika terdapat parafilia, atau perenungan
bersalah jika terdapat gangguandepresif berat).
5. Tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya obat yang disalah
gunakan, medikasi) atau kondisi medis umum.Sebutkan jika: Dengan tilikan
buruk:jika selama sebagian besar waktuselama episode terakhir, orang tidak

menyadari bahwa obsesi dankompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan.


( Kaplan & Saddock,1993).

Pedoman diagnosis menurut PPDGJ III:


a. Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan
kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya
dua minggu berturut-turut
b. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu
aktivitas penderita.
c. Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:

Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.

Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil


dilawan,meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.

Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan


hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari
ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti
dimaksud di atas).

Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan


pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive).

d. Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengandepresi.
Penderita gangguan obsesif kompulsif seringkali juga menunjukkan gejala

10

depresif, dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang dapat


menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode depresifnya. Dalam
berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya gejala
depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala obsesif.
Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis diutamakan
dari gejala-gejala yang timbul lebih dahulu. Diagnosis gangguan obsesif
kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan depresif pada saat
gejalas obsesif kompulsif tersebut timbul. Bila dari keduanya tidak ada yang
menonjol, maka baik menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer.
Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada gejala yang paling
bertahan saat gejala yang lain menghilang.
e. Gejala obsesif sekunder yang terjadi pada gangguan skizofrenia, sindrom
Tourette, atau gangguan mental organk, harus dianggap sebagaibagian dari
kondisi tersebut (Maslim. R, 2003)
F42.0 Predominan Pikiran Obsesif atau PengulanganPedoman Diagnostik
a. Keadaan ini dapat berupa gagasan, bayangan pikiran, atau impuls (dorongan
perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien)
b. Meskipun

isi

pikiran

tersebut

berbeda-beda,

umumnya

selalumenyebabkan penderitaan (distress) (Maslim. R, 2003).

11

hampir

F42.1 Predominan Tindakan Kompulsif ( obsesional ritual) Pedoman Diagnostik


a. Umumnya tindakan kompulsif berkaitan dengan kebersihan (khususnya
mencuci tangan), memeriksa berulang untuk meyakinkan bahwa suatusituasi
yang dianggap berpotensi bahaya terjadi, atau masalah kerapian dan
keteraturan. Hal tersebut dilator belakangi perasaan takut terhadap bahaya yang
mengancam dirinya atau bersumber dari dirinya, dan tindakan ritual tersebut
merupakan ikhtiar simbolik dan tidak efektif untuk menghindari bahaya
tersebut.
b. Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita banyak waktu sampai beberapa
jam dalam sehari dan kadang-kadang berkaitan dengan ketidak mampuan
mengambil keputusan dan kelambanan (Maslim. R,2003).

F42.2 Campuran Pikiran dan Tindakan Obsesif Pedoman Diagnostik


a. Kebanyakn dari penderita obsesif kompulsif memperlihatkan pikiran obsesif
serta tindakan kompulsif. Diagnosis ini digunakan bialmana kedua hal tersebut
sama-sama menonjol, yang umumnya memang demikian.
b.

Apabila salah satu memang jelas lebih dominan,sebaiknya dinyatakan dalam


diagnosis F42.0 atau F42.1. Hal ini berkaitan dengan respon yang berbeda
terhadap pengobatan. Tindakan kompulsif lebih respondif terhadap terapi
perilaku (Maslim. R, 2003).
F42.8 Gangguan Obsesif Kompulsif Lainnya

12

F42.9 Gangguan Obsesif Kompulsif YTT (Maslim. R, 2003).

E. Gambaran Klinis
Obsesif dan kompulsi memiliki ciri tertentu secara umum:
a. Suatu gagasan atau impuls yang memaksakan dirinya secara bertubi-tubi dan
terus-menerus ke dalam kesadaran seseorang.
b.

Suatu perasaan ketakutan yang mencemaskan yang menyertai manifestasi sentral dan
seringkali menyebabkan orang melakukan tindakan kebalikan melawan
gagasan atau impuls awal.

c.

Obsesi dan kompulsi adalah asing bagi ego (ego-alien), yaitu dialami sebagai
suatu yang asing bagi pengalaman seseorang tentang dirinya sendiri sebagai makhluk
psikologis.

d.

Tidak peduli bagaimana jelas dan memaksanya obsesi atau kompulsitersebut, orang
biasanya menyadarinya sebagai mustahil dan tidak masuk akal.

e.

Orang yang menderita akibat obsesi dan kompulsi biasanya merasakan suatu
dorongan yang kuat untuk menahannya.

Tetapi kira-kira separuh dari semua pasien memiliki pertahanan yang kecil terhadap
kompulsi. Kira-kira 80 persen dari semua pasien percaya bahwa kompulsi adalah
irasional ( Kaplan & Saddock, 1993).
Gambaran obsesi dan kompulsi adalah heterogen pada dewasa, pada anak-anak dan remaja.
Gejala pasien individual mungkin bertumpang tindih dan berubah dengan berjalannya
13

waktu, tetapi gangguan obsesif-kompulsif memiliki empat pola gejala yang utama.
Pola yang paling sering ditemukan adalah suatu obsesi tentang kontaminasi, diikuti
oleh mencuci disertai penghindaran obsesif terhadap objek yang kemungkinan
terkontaminasi. Objek yang ditakuti seringkali sukar untuk dihindari, sebagai contoh
feses, urin, debu atau kuman. Pasien mungkin secara terus-menerus menggosok kulit
tangannya dengan mencuci tangan secara berlebihan atau mungkin tidak mampu
pergi keluar rumah karena takut akan kuman. Walaupun kecemasan adalah respon
emosional yang paling sering terhadap objek yang ditakuti,rasa malu dan rasa jijik
yang obsesif juga sering ditemukan. Pasien denganobsesi kontaminasi biasanya
percaya bahwa kontaminasi ditularkan dari objek ke objek atau orang ke orang oleh
kontak ringan. ( Kaplan & Saddock, 1993).
Pola kedua yang sering adalah obsesi keragu-raguan, diikuti oleh pengecekan yang
kompulsi. Obsesi seringkali melibatkan suatu bahaya kekerasan, seperti lupa mematikan
kompor atau tidak mengunci pintu. Pengecekan tersebut mungkin menyebabkan
pasien pulang beberapa kali kerumah untuk memeiksa kompor. Pasien memiliki
keragu-raguan terhadap diri sendiri yang obsesional, saat mereka selalu merasa
bersalah karena melupakanatau melakukan sesuatu. ( Kaplan & Saddock, 1993)
Pola ketiga yang tersering adalah pola dengan semata-mata pikiran obsesional yang
mengganggu tanpa suatu kompulsi. Obsesi tersebut biasanya berupa pikiran berulang
akan suatu tindakan seksual atau agresi yang dicela oleh pasien. Pola keempat yang
tersering adalah kebutuhan akan simetrisitas atau ketepatan, yang dapat menyebabkan
perlambatan kompulsi. Pasien secaraharfiah menghabiskan waktu berjam-jam untuk
14

makan atau mencukur wajahnya. Trikotilomania dan menggigit kuku mungkin


merupakan kompulsi yang beruhubungan dengan gangguan obsesif-kompulsif
(Kaplan & Saddock,1993).

F. Terapi
a. Farmakoterapi
Data yang tersedia menyatakan bahwa semua obat yang digunakan untuk mengobati
gangguan depresif atau gangguan mental lain, dapat digunakan dalam rentang dosis
yang biasanya. Efek awal biasanya terlihat setelah empat sampai enam minggu
pengobatan, walaupun biasanya diperlukan waktu delapan sampai enam belas minggu
untuk mendapatkan manfaat terapeutik yang maksimum. Walaupun pengobatan
dengan obat antidepresan adalah masih kontroversial, sebagian pasien dengan
gangguan obsesif-kompulsif yang berespon terhadap pengobatan dengan antidepresan
tampaknya mengalami relaps jika terapi obat dihentikan. Pengobatan standar adalah
memulai dengan obat spesifik-serotonin, contohnya clomipramine (Anafranil) atau
inhibitor ambilan kembali spesifik serotonin (SSRI-serotonin specificreuptake
inhibitor), seperti Fluoxetine (Prozac) ( Kaplan & Saddock, 1993).

Clomipramine.
Clomipramine biasanya dimulai dengan dosis 25 sampai 50 mg sebelum tidur dan dapat
ditingkatkan dengan peningkatan 25mg sehari setiap dua sampai tiga hari, sampai
dosis maksimum 250 mg sehariatau tampak efek samping yang membatasi dosis.
15

Karena Clopramine adalah suatu obat trisiklik, obat ini disertai dengan efek samping
berupa sedasi,hipotensi, disfungsi seksual dan efek samping antikolinergik, seperti
mulutkering ( Kaplan & Saddock, 1993).

SSRI
Obat-obat Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) bekerja terutama pada
terminal akson presinaptik dengan menghambat ambilan kembali serotonin.
Penghambatan ambilan kembali serotonin diakibatkan oleh ikatan obat (misalnya:
fluoxetine) pada transporter ambilankembali yang spesifik, sehinggga tidak ada lagi
neurotransmitter serotonin yang dapat berkaitan dengan transporter. Hal tersebut akan
menyebabkan serotonin bertahan lebih lama di celah sinaps. Pengguanaan
SelectiveSerotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) terutama ditujukan untuk memperbaiki
perilaku stereotipik , perilaku melukai diri sendiri, resisten terhadap perubahan halhal rutin, dan ritual obsesif dengan ansietas yang tinggi. Salah satu alasan utama
pemilihan obat-obat penghambat reuptake serotonin yang selektif adalah kemampuan
terapi. Efek samping yang dapat terjadi akibat pemberian fluexetine adalah nausea,
disfunfsi seksual, nyeri kepala, dan mulut kering. Toleransi SSRI yang relative baik
disebabkan oleh karena sifatselektivitasnya. Obat SSRI tidak banyak berinteraksi
dengan reseptorneurotransmitter lainnya. Penelitian awal dengan metode pengamatan
kasusserial terhadap 8 subjek. Tindakan terapi ditujukan untuk mengatasi gejalagejala disruptif, dan dimulai dengan fluexetine dosis 10 mg/hari denganpengamatan.

16

Perbaikan paling nyata dijumpai pada gangguan obsesif dan gejala cemas (Pinzon
dkk.,2006). Jika pengobatan dengan Clomipramine atau SSRI tidak berhasil,
banyak ahli terapi menambahkan lithium (Eskalith). Obat lain yang dapat digunakan
dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif adalah inhibitor monoaminoksidase
(MAOI,

monoamine

oxidase

inhibitor),

khususnya

Phenelzine

(Nardil)

(Kaplan& Saddock, 1993)

b. Exposure and Response Prevention


Terapi ini (dikenal pula dengan sebutan flooding) diciptakan olehVictor Meyer
(1966), dimana pasien menghadapkan dirinya sendiri pada situasi yang menimbulkan
tindakan kompulsif atau (seperti memegang sepatu yang kotor) dan kemudian
menahan diri agar tidak menampilkan perilaku yang menjadi ritualnya membuatnya
menghadapi stimulus yang membangkitkan kecemasan, sehingga memungkinkan
kecemasan menjadi hilang. (Fausiah & Widury, 2007)

c. Terapi Keluarga (Family therapy)


Terapi keluarga (Majahudin, 1995), merupakan teknik pengobatan yang sangat
penting bila pada keluarga pasien OCD ini didapatkan kekacauan hubungan
dalam keluarga, kesukaran dalam perkawinan, masalah spesifikasi dalam anggota
keluarga atau peran anggota keluarga yang kurang sesuai yang akan mengganggu
keberhasilan fungsi masing-masing individu dalam keluarga termasuk dalam

17

waktu jangka panjang akanberakibat buruk pada anak OCD. Seluruh anggota
keluarga dimasukkan ke dalam proses terapi menggunakan semua data anggota
keluarga seperti tingkah laku individu dalam keluarga. Menilai tingkah laku setiap
anggota keluarga yang mempengaruhi tingkah laku yang baik dan membina
pengaruh tingkah laku yang positif dari setiap individu.

d.

Terapi perilaku (Behavior therapy. Leonardo mengatakan (Majahudin, 1995)


bahwa teknik terapi perilaku yang khusus digunakan untuk pasien anak usia lebih
tua dan remaja dengan gangguan OCD adalah latihan relaksasi dan response
preventiontechnique.
Terapi perilaku pada penderita OCD, awalnya mengumpulkan informasi yang
lengkap mengenai riwayat timbulnya gejala OCD, isyarat faktor internal dan
faktor eksternal, serta faktor pencetus akan timbulnya gejala OCD. Kemudian
mengawasi tingkah laku pasien dala menghindari situasi yang menimbulkan
kecemasan, menghindari timbulnya gejala kompulsif dan tingkat kecemasan
pasien saat timbul gejala OCD harus diperiksa secara teliti. Teknik terapi perilaku
yang dianjurkan pada anak dan remaja (Majahudin, 1995) :
a. Latihan relaksasi
Pasien diminta untuk berpikir dan bersikap rileks dan kemudian pasien
diminta untuk memikirkan pikiran obsesi masuk dalam alam sadar.
Ketikapikiran

obsesi

muncul,

maka

terapi

akan

meminta

pasien

untuk menghentikan pemikiran itu, misalnya dengan cara memukul maja, atau
18

menarik tali elastic yang diikatkan pada tangan. Hal ini dilakukan di
rumahatau di mana saja.

b. Response prevention technique


Mula-mula didapatkan dulu rangsangan (stimulus) atau pencetus yang
menyebabkan

dorongan

untuk

melakukan

tindakan

kompulsif.

Jika

rangsangan kompulsif muncul maka pasien secara aktif diberanikan


untuk melawan tingkah laku kompulsif, sering dengan mengalihkan perhatian
pasien sehingga tindakan kompulsif tidak mungkin dilakukan misalnya
dengan memukul meja.

c. Penurunan kecemasan
Tujuan dari terapi ini untuk menghilangkan kecemasan yang menimbulkan gejala
obsesif dan kompulsif. Hal ini dilakukan dengan desensitisasi secara
sistematik yakni dengan menghadapkan anak atau remaja pada situasi yang menakutkan
(misalnya pisau, hal-hal yang kotor, pegangan pintu dan sebagainya) secara
pelan-pelan samapai ketakutan dan kecemasan hilang atau tidak ada lagi.

G. Perjalanan Penyakit dan Prognosis


Lebih dari setengah pasien dengan gangguan obsesif kompulsif memiliki onset
gejala yang tiba-tiba. Kira-kira 50 sampai 70 persen pasienmemiliki onset gejala
setelah suatu peristiwa yang menyebabkan stres, seperti kehamilan, masalah
19

seksual, dan kematian seorang sanak saudara. Karenabanyak pasien tetap


merahasiakan gejalanya, mereka seringkali terlambat 5 sampai 10 tahun sebelum
pasien datang ke psikiater, walaupun keterlambatan tersebut kemungkinan
dipersingkat dengan meningkatkan kesadaran akan gangguan tersebut diantara
orang awam dan profesional. Perjalanan penyakit biasanya lama tetapi bervariasi.
Beberapa pasien mengalami penyakit yang berfluktuasi, dan pasien lain
mengalami penyakit yang konstan. (Kaplan,Saddock.1993)
Perilaku kompulsi pada penderita kompulsif akan membuang waktu dan tidak
dapat melakukan aktivitas lainnya. Orang-orang dengan gangguan obsesif
kompulsif mungkin tertunda keluar rumah sampai satu jam atau lebih karena
harus melakukan ritual pengecekan mereka (Nevid, et all., 2005). Mereka
seharusnya dapat melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat dari pada mengikuti
pikiran obsesinya dan tindakan kompulsif nya. Kira-kira 20 sampai 30 persen
pasien dengan gangguan obsesif kompulsif memiliki gangguan depresif berat,
dan bunuh diri adalah risiko bagi semua pasien dengan gangguan obsesif
kompulsif. Suatu prognosis buruk dinyatakan oleh mengalah (bukannya
menahan) pada kompulsi, onset pada masa anak-anak, kompulsi yang aneh
(bizzare), perlu perawatan di rumahsakit, gangguan depresif berat yang menyertai,
kepercayaan waham, adanya gagasan yang terlalu dipegang (overvalued) yaitu
penerimaan obsesi dankompulsi, dan adanya gangguan kepribadian (terutama
gangguan kepribadian skizotipal). Prognosis yang baik ditandai oleh penyesuaian
sosial danpekerjaan yang baik, adanya peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala
20

yang episodik. Isi obsesional tampaknya tidak berhubungan dengan prognosis.


(Kaplan, Saddock.1993)

21

DAFTAR PUSTAKA

Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III.

Jakarta:

Bagian

Ilmu

Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.Nevid, S. Jeffrey, Spencer, A. R &


Beverly G. 2005.
Durand, V. Mark dan David H. Barlow. 2006.
Gangguan Obsesif-Kompulsif. Tinjauan Gejala danPsikodinamika.
Intisari Psikologi Abnormal.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.Fausiah, F &
Widury, J. 2007.
Jurnal Anima, vol X, No.40, hal.44-71Maslim, Rusdi. 2003.
Psikologi Abnormal jilid 1. Jakarta: Erlangga.Pinzon, R. 2006.
Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta: UI-Press.Kaplan, H.l dan Saddock
B.J. 1993. Comprehensive Textbook of Psychiatry vol.26th edition. USA:
Williams and Wilikins BaltimoreMarlina, S. Mahajudin. 1995.
Sadock, Benjamin J. 2004. Buku Ajar Psikiatri Klinis. EGC: Jakarta.
Tatalaksana Farmakologis. Gangguan Spektrum Autistik:Telaah Pustaka Kini. Dexa
Media. Jurnal Kedokteran dan Farmasi, No.4, vol.19,ISSN 0215-7551, hal.
169-172.

22

23

Anda mungkin juga menyukai