Anda di halaman 1dari 14

TINEA CRURIS

Posted on August 16, 2009 by diyoyen.


Categories: Kulit Kelamin.
I.DEFINISI
Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar anus.
Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang
berlangsun seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerahgenito-krural saja atau
bahkan meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah atau bagian
tubuh yang lain. Tinea cruris mempunyai nama lain eczema marginatum, jockey itch,
ringworm of the groin, dhobie itch (Rasad, Asri, Prof.Dr. 2005)
II.ETIOLOGI
Penyebab
Epidermophython

utama

dari

fluccosum

tinea

cruris

Trichophyton

Trichopyhton

rubrum

mentagrophytes

(4%),

(90%)

dan

Trichopyhton

tonsurans (6%) (Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003)


III EPIDEMIOLOGI
Tinea cruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak di daerah tropis.
Angka kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki dibandingkan
perempuan. Tidak ada kematian yang berhubungan dengan tinea cruris.Jamur ini sering
terjadi pada orang yang kurang memperhatikan kebersihan diri atau lingkungan sekitar
yang kotor dan lembab (Wiederkehr, Michael. 2008)
III.PATOFISIOLOGI
Cara penularan jamur dapat secara angsung maupun tidak langsung. Penularan
langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari manusia,
binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang
dihinggapi jamur, pakaian debu. Agen penyebabjuga dapat ditularkan melalui

kontaminasi dengan pakaian, handuk atau sprei penderita atau autoinokulasi dari tinea
pedis, tinea inguium, dan tinea manum. Jamur ini menghasilkan keratinase yang
mencerna keratin, sehingga dapat memudahkan invasi ke stratum korneum. Infeksi
dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya didalam jaringan keratin yang
mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi ke jaringan epidermis dan
menimbulkan reaksi peradangan. Pertumbuhannya dengan pola radial di stratum korneum
menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan meninggi (ringworm).
Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi suatu reaksi
peradangan.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit adalah:
a.Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik, zoofilik,
geofilik. Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu dengan yang lain
dalam hal afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh misalnya:
Trichopyhton rubrum jarang menyerang rambut, Epidermophython fluccosum paling
sering menyerang liapt paha bagian dalam.
b.Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.
c.Faktor suhu dan kelembapan
Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada
lokalisasi atau lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela jari
paling sering terserang penyakit jamur.
d.Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan

Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat insiden
penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah sering
ditemukan daripada golongan ekonomi yang baik
e.Faktor umur dan jenis kelamin (Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003)
IV.MANIFESTASI KLINIS
1. Anamnesis
Keluhan penderita adalah rasa gatal dan kemerahan di regio inguinalis dan dapat
meluas ke sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas ke supra pubis
dan abdomen bagian bawah. Rasa gatal akan semakin meningkat jika banyak berkeringat.
Riwayat pasien sebelumnya adalah pernah memiliki keluhan yang sama. Pasien berada
pada tempat yang beriklim agak lembab, memakai pakaian ketat, bertukar pakaian
dengan orang lain, aktif berolahraga, menderita diabetes mellitus. Penyakit ini dapat
menyerang pada tahanan penjara, tentara, atlit olahraga dan individu yang beresiko
terkena dermatophytosis.
2. Pemeriksaan Fisik
Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan sekunder.
Makula eritematosa, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari papula atau pustula.
Jika kronis atau menahun maka efloresensi yang tampak hanya makula hiperpigmentasi
dengan skuama diatasnya dan disertai likenifikasi. Garukan kronis dapat menimbulkan
gambaran likenifikasi.
Manifestasi tinea cruris :
1.Makula eritematus dengan central healing di lipatan inguinal, distal lipat paha, dan
proksimal dari abdomen bawah dan pubis
2.Daerah bersisik

3.Pada infeksi akut, bercak-bercak mungkin basah dan eksudatif


4.Pada infeksi kronis makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai
likenifikasi
5.Area sentral biasanya hiperpigmentasi dan terdiri atas papula eritematus yang tersebar
dan sedikit skuama
6.Penis dan skrotum jarang atau tidak terkena
7.Perubahan sekunder dari ekskoriasi, likenifikasi, dan impetiginasi mungkin muncul
karena garukan
8.Infeksi kronis bisa oleh karena pemakaian kortikosteroid topikal sehingga tampak
kulit eritematus, sedikit berskuama, dan mungkin terdapat pustula folikuler
9.Hampir setengah penderita tinea cruris berhubungan dengan tinea pedis (Wiederkehr,
Michael. 2008).

Gambar Tinea Cruris


Gambar Tinea cruris with red annular scaly plaques
V.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan mikologik untuk membantu penegakan diagnosis terdiri atas
pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan mikologik untuk
mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis berupa kerokan kulit yang sebelumnya
dibersihkan dengan alkohol 70%.
a.Pemeriksaan dengan sediaan basah

Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% kerok skuama dari bagian tepi lesi
dengan memakai scalpel atau pinggir gelas taruh di obyek glass tetesi KOH
10-15 % 1-2 tetes tunggu 10-15 menit untuk melarutkan jaringan lihat di
mikroskop dengan pembesaran 10-45 kali, akan didapatkan hifa, sebagai dua garis
sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora) pada
kelainan kulit yang lama atau sudah diobati, dan miselium
b. Pemeriksaan kultur dengan Sabouraud agar
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada medium
saboraud dengan ditambahkan chloramphenicol dan cyclohexamide (mycobyoticmycosel) untuk menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan.
Identifikasi jamur biasanya antara 3-6 minggu (Wiederkehr, Michael. 2008)
c.Punch biopsi
Dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis namun sensitifitasnya
dan spesifisitasnya rendah. Pengecatan dengan Peridoc AcidSchiff, jamur akan
tampak merah muda atau menggunakan pengecatan methenamin silver, jamur akan
tampak coklat atau hitam (Wiederkehr, Michael. 2008).
Pengecatan dengan Periodic Acid Shiff
Pengecatan dengan (hematoxylin and eosin stain).
d. Penggunaan lampu wood bisa digunakan untuk menyingkirkan adanya eritrasma
dimana akan tampak floresensi merah bata(Wiederkehr, Michael. 2008).
VI.DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan melihat
gambaran klinis dan lokasi terjadinya lesi serta pemeriksaan penunjang seperti yang telah
disebutkan dengan menggunakan mikroskop pada sediaan yang ditetesi KOH 10-20%,
sediaan biakan pada medium Saboraud, punch biopsi, atau penggunaan lampu wood.

VII.DIAGNOSIS BANDING
Candidosis intertriginosa
Kandidosis adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh spesies Candida
biasanya oleh Candida albicans yang bersifat akut atau subakut dan dapat mengenai
mulut, vagina, kulit, kuku, bronki.Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat
menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan.
Patogenesisnya dapat terjadi apabila ada predisposisi baik endogen maupun
eksogen. Faktor endogen misalkan kehamilan karena perubahan pH dalam vagina,
kegemukan karena banyak keringat, debilitas, iatrogenik, endokrinopati, penyakit
kronis orang tua dan bayi, imunologik (penyakit genetik). Faktor eksogen berupa
iklim panas dan kelembapan, kebersihan kulit kurang, kebiasaan berendam kaki
dalam air yang lama menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur,
kontak dengan penderita.
Dapat mengenai daerah lipatan kulit, terutama ketiak, bagian bawah
payudara, bagian pusat, lipat bokong, selangkangan, dan sela antar jari; dapat juga
mengenai daerah belakang telinga, lipatan kulit perut, dan glans penis
(balanopostitis). Pada sela jari tangan biasanya antara jari ketiga dan keempat, pada
sela jari kaki antara jari keempat dan kelima, keluhan gatal yang hebat, kadangkadang disertai rasa panas seperti terbakar.
Lesi pada penyakit yang akut mula-mula kecil berupa bercak yang berbatas
tegas, bersisik, basah, dan kemerahan. Kemudian meluas, berupa lenting-lenting
yang dapat berisi nanah berdinding tipis, ukuran 2-4 mm, bercak kemerahan, batas
tegas, Pada bagian tepi kadang-kadang tampak papul dan skuama. Lesi tersebut
dikelilingi oleh lenting-lenting atau papul di sekitarnya berisi nanah yang bila pecah
meninggalkan daerah yang luka, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti
lesi utama. Kulit sela jari tampak merah atau terkelupas, dan terjadi lecet. Pada
bentuk yang kronik, kulit sela jari menebal dan berwarna putih.

Gambar Candidosis intertriginosa


Erytrasma
Erytrasma adalah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang disebabkan
oleh Corynebacterium minitussismum, ditandai lesi berupa eritema dan skuama halus
terutama di daerah ketiak dan lipat paha. Gejala klinis lesi berukuran sebesar milier
sampai plakat. Lesi eritroskuamosa, berskuama halus kadang terlihat merah kecoklatan.
Variasi ini rupanya bergantung pada area lesi dan warna kulit penderita. Tempat
predileksi kadang di daerah intertriginosa lain terutama pada penderita gemuk. Perluasan
lesi terlihat pada pinggir yang eritematosa dan serpiginose. Lesi tidak menimbul dan
tidak terlihat vesikulasi. Efloresensi yang sama berupa eritema dan skuama pada seluruh
lesi merupakan tanda khas dari eritrasma. Skuama kering yang halus menutupi lesi dan
pada perabaan terasa berlemak. Pada pemeriksaan dengan lampu wood lesi terlihat
berfluoresensi merah membara (coral red) (Rasad, Asri, Prof.Dr. 2005)

Gambar erytrasma

Gambar erytrasma dengan lampu wood tampak floresensi merah


Psoriasis
Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan
residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan
skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai fenomena tetesan lilin,
Auspitz, dan Kobner. Tempat predileksi pada skalp, perbatasan daerah tersebut
dengan muka, ekstremitas ekstensor terutama siku serta lutut dan daerah
lumbosakral. Kelainan kulit terdiri atas bercak eritema yang meninggi (plak)
dengan skuama diatasnya. Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium
penyembuhan sering bagian di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir.

Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta transparan.
Besar kelainan bervariasi dapat lentikular, numular atau plakat, dapat berkonfluensi.

Gambar Psoriasis
Dermatitis Seboroik
Dermatitis Seboroik merupakan penyakit inflamasi konis yang mengenai
daerah kepala dan badan. Prevalensi Dermatitis Seboroik sebanyak 1-5%
populasi.Lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita. Penyakit ni dapat
mengenai bayi sampa orang dewasa. Umumnya pda bayi terjadi pada usia 3 bulan
sedang pada dewasa pada usia 30-60 tahun. Kelainan kulit berupa eritema dan
skuama yang berminyak dan agak kekuningan dengan batas kurang tegas. Bentuk
yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak berskuama dan berminyak
disertai eksudat dan krusta tebal.
VIII.PENATALAKSANAAN
Pada infeksi tinea cruris tanpa komplikasi biasanya dapat dipakai anti jamur topikal
saja dari golongan imidazole dan allynamin yang tersedia dalam beberapa formulasi.
Semuanya memberikan keberhasilan terapi yang tinggi 70-100% dan jarang ditemukan
efek samping. Obat ini digunakan pagi dan sore hari kira-kira 2-4 minggu. Terapi
dioleskan sampai 3 cm diluar batas lesi, dan diteruskan sekurang-kurangnya 2 minggu
setelah lesi menyembuh. Terapi sistemik dapat diberikan jika terdapat kegagalan dengan
terapi topikal, intoleransi dengan terapi topikal. Sebelum memilih obat sistemik
hendaknya cek terlebih dahulu interaksi obat-obatan tersebut. Diperlukan juga monitoring
terhadap fungsi hepar apabila terapi sistemik diberikan lebih dari 4 mingggu.
Pengobatan anti jamur untuk Tinea cruris dapat digolongkan dalam emapat
golongan yaitu: golongan azol, golongan alonamin, benzilamin dan golongan lainnya

seperti siklopiros,tolnaftan, haloprogin. Golongan azole ini akan menghambat enzim


lanosterol 14 alpha demetylase (sebuah enzim yang berfungsi mengubah lanosterol ke
ergosterol), dimana truktur tersebut merupakankomponen penting dalam dinding sel
jamur. Goongan Alynamin menghambat keja dari squalen epokside yang merupakan
enzim yang mengubah squalene ke ergosterol yang berakibat akumulasi toksik squalene
didalam sel dan menyebabkan kematian sel. Dengan penghambatan enzim-enzim tersebut
mengakibatkan kerusakan membran sel sehingga ergosterol tidak terbentuk. Golongan
benzilamin mekanisme kerjanya diperkirakan sama dengan golongan alynamin
sedangkan golongan lainnya sama dengan golongan azole. Pengobatan tinea cruris
tersedia dalam bentuk pemberian topikal dan sistemik:
Obat secara topikal yang digunakan dalam tinea cruris adalah:
1.Golongan Azol
a.Clotrimazole (Lotrimin, Mycelec)
Merupakan obat pilihan pertama yang digunakan dalam pengobatan tinea cruris
karena bersifat broad spektrum antijamur yang mekanismenya menghambat
pertumbuhan ragi dengan mengubah permeabilitas membran sel sehingga sel-sel
jamur mati. Pengobatan dengan clotrimazole ini bisa dievaluasi setelah 4 minggu
jika tanpa ada perbaikan klinis. Penggunaan pada anak-anak sama seperti dewasa.
Obat ini tersedia dalam bentuk kream 1%, solution, lotion. Diberikan 2 kali sehari
selama 4 minggu. Tidakada kontraindikasi obat ini, namun tidak dianjurkan pada
pasien yang menunjukan hipersensitivitas, peradangan infeksi yang luas dan
hinari kontak mata.
b.Mikonazole (icatin, Monistat-derm)
Mekanisme

kerjanya

dengan

selaput

dinding

sel

jamur

yang

rusak

akanmenghambat biosintesis dari ergosterol sehingga permeabilitas membran sel


jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Tersedia dalam bentuk cream 2%,
solution, lotio, bedak. Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Penggunaan pada

anak sama dengan dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan
hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
c.Econazole (Spectazole)
Mekanisme kerjanya efektif terhadap infeksi yang berhubungan dengan kulit
yaitu menghambat RNA dan sintesis, metabolisme protein sehingga mengganggu
permeabilitas dinding sel jamur dan menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan
dengan ecnazole dapat dilakukan dalam 2-4 minggu dengan cara dioleskan
sebanyak 2kali atau 4 kali dalam sediaan cream 1%.. Tidak dianjurkan pada
pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
d.Ketokonazole (Nizoral)
Mekanisme kerja ketokonazole sebagai turunan imidazole yang bersifat broad
spektrum akan menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur
meningkat menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan ketokonazole dapat
dilakukan selama 2-4 minggu. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan
hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
e.Oxiconazole (Oxistat)
Mekanisme oxiconazole kerja yang bersifat broad spektrum akan menghambat
sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat menyebabkan sel
jamur mati. Pengobatan dengan oxiconazole dapat dilakukan selama 2-4 minggu.
Tersedia dalam bentk cream 1% atau bedak kocok. Penggunaan pada anak-anak
12 tahun penggunaan sama dengan orang dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien
yang menunjukkan hipersensitivitas dan hanya digunakan untuk pemakaian luar.
f.Sulkonazole (Exeldetm)
Sulkonazole merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik
tangkapnya yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan
kebocoran komponen sel, sehingga menyebabkan kematian sel jamur. Tersedia

dalam bentuk cream 1% dan solutio. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun


penggunaan sama dengan orang dewasa (dioleskan pada daerah yang terkena
selama 2-4 minggu sebanyak 4 kali sehari).
2.Golongan alinamin
a.Naftifine (Naftin)
Bersifat broad spektrum anti jamur dan merupakan derivat sintetik dari alinamin
yang mekanisme kerjanya mengurangi sintesis dari ergosterol sehingga
menyebabkan pertumbuhan sel amur terhambat. Pengobatan dengan naftitine
dievaluasi setelah 4 minggu jika tidak ada perbaikan klinis. Tersedia dalam bentuk
1% cream dan lotion. . Penggunaan pada anak sama dengan dewasa ( dioleskan 4
kali sehari selama 2-4minggu).
b. Terbinafin (Lamisil)
Merupakan derifat sintetik dari alinamin yang bekerja menghambat skualen
epoxide yang merupakan enzim kunci dari biositesis sterol jamur yang
menghasilkan kekurangan ergosterol yang menyebabkan kematian sel jamur.
Secara luas pada penelitian melaporkan keefektifan penggunaan terbinafin.
Terbenafine dapat ditoleransi penggunaanya pada anak-anak. Digunakan selama
1-4 minggu
3.Golongan Benzilamin
a. Butenafine (mentax)
Anti jamur yang poten yang berhuungan dengan alinamin. Kerusakan membran
sel jamur menyebabkan sel jamur terhambat pertumbuhannya. Digunakan dalam
bentuk cream 1%, diberikan selama 2-4 minggu. Pada anak tidak dianjurkan.
Untuk dewasa dioleskan sebanyak 4kali sehari.
4.Golongan lainnya

a. Siklopiroks (Loprox)
Memiliki sifat broad spektrum anti fungal. Kerjanya berhubunan dengan sintesi
DNA
b.Haloprogin (halotex)
Tersedia dalam bentuk solution atau spray, 1% cream. Digunakan selama 24minggu dan dioleskan sebanyak 3kali sehari.
c.Tolnaftate
Tersedia dalam cream 1%,bedak,solution. Dioleskan 2kali sehari selama 2-4
minggu(Wiederkehr, Michael. 2008).
Pengobatan secara sistemik dapat digunakan untuk untuk lesi yang luas atau gagal
dengan pengobatan topikal, berikut adalah obat sistemik yang digunakan dalam
pengobatan tinea cruris:
a. Ketokonazole
Sebagai turunan imidazole, ketokonazole merupakan obat jamur oral yangberspektrum
luas. Kerja obat ini fungistatik. Pemberian 200mg/hari selama 2-4 minggu.
b. Itrakonazole
Sebagai turunan triazole, itrakonazole merupakan obat anti jamur oral yang
berspektrum luas yang menghambat pertumbuhan sel jamur dengan menghambat
sitokrom P-450 dependent sintetis dari ergosterol yang merupakan komponen penting
pada selaput sel jamur.Pada penelitian disebutkan bahwa itrakonazole lebih baik
daripada griseofulvin dengan hasil terbaik 2-3 minggu setelah perawatan. Dosis
dewasa 200mg po selam 1 minggu dan dosis dapat dinaikkan 100mg jika tidak ada
perbaikan tetpi tidak boleh melebihi 400mg/hari.Untuk anak-anak 5mg/hari PO selama
1 minggu. Obat ini dikontraindikasikan pada penderita yang hipersensitivitas, dan

jangan diberikan bersama dengan cisapride karena berhubunngan dengan aritmia


jantung.
c.Griseofulfin
Termasuk obat fungistatik, bekerja dengan menghambat mitosis sel jamur dengan
mengikat mikrotubuler dalam sel. Obat ini lebih sedikit tingkat keefektifannya
dibanding itrakonazole. Pemberian dosis pada dewasa 500mg microsize (330-375 mg
ultramicrosize) PO selama 2-4minggu, untuk anak 10-25 mg/kg/hari Po atau 20 mg
microsize /kg/hari
c.Terbinafine
Pemberian secara oral pada dewasa 250g/hari selama 2 minggu). Pada anak
pemberian secara oral disesuaikan dengan berat badan:
12-20kg :62,5mg/hari selama 2 minggu
20-40kg :125mg/ hari selama 2 minggu
>40kg:250mg/ hari selama 2 minggu
Edukasi kepada pasien di rumah :
1.Anjurkan agar menjaga daerah lesi tetap kering
2.Bila gatal, jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan infeksi.
3.Jaga kebersihan kulit dan kaki bila berkeringat keringkan dengan handuk dan
mengganti pakaian yang lembab
4.Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat seperti katun,
tidak ketat dan ganti setiap hari.

5.Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk yang digunakan penderita
harus segera dicuci dan direndam air panas.
IX.KOMPLIKASI
Tinea cruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang lain. Pada
infeksi jamur yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi kulit.
X.PROGNOSIS
Prognosis penyakit ini baik dengan diagnosis dan terapi yang tepat asalkan
kelembapan dan kebersihan kulit selalu dijaga.

Anda mungkin juga menyukai