Anda di halaman 1dari 24

MATRIKS DAN DETERMINAN

5.1

UMUM
Misalkan seorang tata usaha jurusan Fisika dimintai mencatat prestasi

akademis empat mahasiswa A, B, C dan D untuk memberikan gambaran


mengenai korelasi matakuliah Fisika-Matematika sebagai penunjang matakuliah
Medan Elektromagnet, dan Mekanika Kuantum. Dari data nilai yang tersedia, ia
menyusun tabel prestasi, dalam skala 100, sebagai berikut :
Mekanika

Fisika Matematika

Medan EM

Mahasiswa A

80

80

90

Mahasiswa B

80

90

85

Mahasiswa C

90

80

90

Mahasiswa D

80

75

80

Kuantum

Susunan bilangan dalam tabel prestasi keempat mahasiswa di atas, dapat


disusun ulang secara abstrak, tanpa informasi, sebagai berikut :

(1)

Susunan petak bilangan ini disebut matriks, yang dilambangkan dengan huruf A.
Ia disebut berukuran 4 kali 3 atau dituliskan (4x3), untuk menunjukkan bahwa
ia memiliki 3 buah baris (lajur datar) dan 3 buah kolom (lajur tegak). Tiap
bilangan dalam matriks A disebut elemen matriks. Jadi, angka 85 adalah salah
satu elemen matriks A pada baris ke-2, dan kolom ke-3.

5.2

DEFINISI DAN NOTASI


Definisi matriks yang lebih pasti dan umum adalah sebagai berikut.

DEFINISI I
Sebuah matriks A berukuran (m x n) adalah suatu susunan petak bilangan
yang memiliki m baris dan n kolom, dengan elemen pada baris ke-i dan kolom kej, atau petak (i,j) dilambangkan dengan aij, yakni :
Kolom j

A=

Indeks i berjalan dari i hingga m ; sedangkan j dari i hingga n.


Untuk matriks A pada Pers. (5.1) di atas,
a11 = 80, a12 = 80, a13 = 90
a21 = 80, a22 = 90, a23 = 85
dan seterusnya.
Bila banyaknya baris dan kolom sebuah matriks adalah sama, matriks
tersebut disebut matriks bujur sangkar berukuran n x n , atau berorde n. Matriks
yang hanya terdiri dari satu baris, berukuran (1 x n), disebut matriks baris.
Sedangkan yang terdiri dari hanya satu kolom, berukuran (n x l) disebut matriks
kolom. Jika setiap elemen sebuah matriks adalah bilangan real, matriks
bersangkutan dikatakan matriks real, sedangkan bila sekurang-kurangnya satu
elemennya bernilai kompleks, ia dikatakan matriks kompleks.
Sebuah matriks A berukuran m x n dengan elemen aij seringkali diringkas
sebagai berikut : A = (aij). Untuk matriks bujur sangkar, elemen-elemen aij,
dengan (i = j), disebut elemen diagonal.

Matriks bujur sangkar A yang semua elemen tak diagonalnya nol, jadi aij = ,
untuk i j, disebut matriks diagonal. Matriks diagonal ini, seringkali diringkas
penulisannya dengan pernyataan : = diag [a11 a22 ... ann].
Matriks diagonal istimewa yang semua elemen diagonalnya bernilai satu,
disebut matriks satuan, yang lazimnya dinotasikan dengan I. Matriks yang semua
elemennya nol, aij = 0, untuk semua i dan j, disebut matriks nol, dan dilambangkan
dengan 0.
Contoh.
Matriks-matriks,
|

] ,

(2)

Berturut-turut adalah matriks diagonal, dan satuan berorde-3.

5.3

ALJABAR MATRIKS

a)

Kesamaan matriks.
Dua buah matriks adalah sama, jika dan hanya jika mereka memiliki ukuran

yang sama dan setiap elemennya yang bersangkutan adalah sama pula. Jadi, jika
A = (aij), dan B = (bij) adalah dua buah matriks dengan ukuran sama, maka A = B,
jika dan hanya jika aij = bij, untuk semua i dan j.
Contoh.
|

Jika dan hanya jika


a11 = 1

a12 = 2

a13 = -1

a21 = 3

a22 = 1

a23 = 0

b)

Penjumlahan/pengukuran matriks.

Dua buah matriks A dan B berukuran sama dapat dijumlahkan/dikurangkan


dengan hasil sebuah matriks baru C berukuran sama pula, yang elemennya
merupakan hasil jumlah/selisih elemen matriks A dan B yang bersesuaian.
Jadi, misalkan A = (aij), dan B = (bij) bersama-sama berukuran (m x n).
Maka, A B = C, dengan Cij = aij bij.
Contoh.
|

| + |

c)

| =

Perkalian dengan sebuah bilangan.


Perkalian sebuah matriks A dengan sebuah bilangan c, menghasilkan sebuah

matriks baru B dengan ukuran yang sama dan elemennya sama dengan hasil kali
elemen matriks A dengan c.
Misalkan A = (aij) berukuran ( m x n), maka cA = B. Matriks B = (bij) juga
berukuran (m x n) dengan bij = c aij.
Contoh.
|

d)

Perkalian matriks.
Sebuah matriks A (m x n) dapat mengalikan sebuah matriks B (n x p) dari

kiri, yang memberi hasil sebuah matriks C = AB berukuran (m x p). Elemen


dalam baris ke-i dan kolom ke-j dari C adalah jumlah :

PERHATIAN :

(3)

definisi perkalian matriks mensyaratkan jumlah elemen baris

matriks pertama (A) haruslah sama banyak dengan jumlah elemen kolom matriks
kedua (B).
Dalam kalimat, Pers. (5.3) mengatakan elemen i dan j dari matriks hasil
kali AB = C, diberikan oleh jumlah hasil kali setiap elemen A dalam baris i, satu

per satu, secara berurutan dari kiri ke kanan, dengan elemen bersesuaian B dalam
kolom j, dari atas ke bawah.
Contoh.
Misalkan,
A=|

dan B = |

maka AB = C, dengan

PERHATIAN : Berbeda dari aljabar bilangan biasa, hasil kali dua buah matriks,
pada umumnya, tidaklah komut, yakni AB BA.
e)

Operasi transpos.
Dalam berbagai penerapan matriks, seringkali kita ingin memperoleh

sebuah matriks baru dari matriks A dengan cara mempertukarkan baris dan
kolomnya. Operasi pertukaran baris dan kolom sebuah matriks A ini disebut
operasi transposisi, sedangkan matriks hasil transposisi-nya disebut matriks
transpos dari A, atau A transpos, yang lazim dilambangkan dengan AT. Jadi, jika :
A = (aij)

maka

AT = (aji)

Dengan demikian, jika matriks A berukuran (m x n), maka AT berukuran (n x m).


Contoh.
Jika A = |

| berukuran (2 x 3)

maka:
AT = |

berukuran (3 x 2)

Jadi, transpos sebuah matriks baris adalah matriks kolom, dan sebaliknya.

TEOREMA I :
1)

(AT)T = A

(4)

Jika A dan B adalah matriks berorde sama, maka :


2)

(A + B)T = AT + BT

(5)

3)

(AB)T = BTAT

(6)

Dalam pendahuluan vektor, telah pula kita pelajari bahwa dua buah vektor a
dan b adalah tegak lurus atau ortogonal, jika hasil kali titik keduanya adalah nol,
yakni a.b = 0 . Sejalan dengan ini, definisi keortogonalan dua vektor dalam ruang
berdimensi-n didefinisikan sebagai berikut:
DEFINISI II :
Vektor (matriks kolom) A dan B berdimensi-n adalah ortogonal, jika <A|B>
= 0. Selanjutnya, jika <A|A> = 1, A disebut vektor ortonormal.
BEBAS LINIER
Berikut adalah definisi vektor-vektor bebas linier, yakni himpunan sejumlah
vektor yang masing-masingnya bukan merupakan resultan vektor yang lainnya.
Sebagai contoh, vektor satuan sistem koordinat kartesius i,j,dan k adalah
himpunan tiga buah vektor yang bebas linier dalam ruang berdimensi -3.
DEFINISI III :
Himpunan vektor berdimensi-n {(

) dengan k

} adalah

bebas linear, jika persamaan vektor :


A2 +

, A2 +

,Ak = 0

hanyalah mempunyai pecahan untuk :

=0

Sama halnya dengan vektor satuan i, j, dan k yang membangun ruang


(vektor) berdimensi 3, himpunan vektor {Ak, 2

} yang bebas linear

membangun ruang (vektor) berdimensi k.

5.4

MATRIKS DAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR. REDUKSI BARIS


Tinjauan sistem persamaan linear dalam variabel x, y, z berikut :

2x + y z = 2
xy + z=7

(7)

2x + 2y z = 4
Sistem persamaan ini dapat ditulis ulang dalam bentuk matriks sebagai berikut :
AX = B

(8)

Dengan
A=|

| ;X=|

|;B=| |

(9)

Matriks A ini sering kali disebut matriks koefisien.


Berikut akan kita bahas langkah pemecahan sistem persamaan linear, yaitu
dengan mengalikannya, langkah demi langkah, ke suatu sistem persamaan setara
sederhana berbentuk:
(10)
yang darinya terbaca langsung pemecahannya. Untuk itu kita akan menerapkan
metode Reduksi Baris (RB) pada persamaan matriksnya, pers. (7) mengikuti
langkah-langkah berikut ini :
Kita mulai dengan membentuk matriks [A|B] (3x4), yang ketiga kolom
pertamanya adalah kolomnya A, dan kolom keempatnya adalah B, yaitu
[A|B] = |

(11)

Matriks [A|B] ini disebut matriks perluasan (augmented) sistem persamaan linear
(7). Pada matriks perluasan inilah kita terapkan operasi RB, yang terdiri dari:
(a). Menukarkan dua buah baris
7

(b). Mengalikan sebarang garis dengan sebuah tetapan taknol.


(c). Menjumlahkan atau mengurangkan dua baris sebarang.
Tujuan kita adalah menerapkan secara berulang ketiga operasi baris ini pada
matriks perluasan bersangkutan hingga ia teralihkan ke bentuk [I|S], yakni
[I|S] = |

yang adalah matriks perluasan sistem persamaan (10).


Marilah kita terapkan ketiga operasi yang disebutkan diatas
Langkah 1. Tukarkan baris 1 dan 2 :
|

Langkah 2. Kurang baris 3 dengan baris 2.


Langkah 3. Tukar baris 3 dengan baris 2.
Hasil dari langkah 2 dan 3 adalah :
|

Langkah 4. Jumlahkan baris 3 dengan (-2) kali baris 1


Langkah 5. Jumlahkan baris 3 (langkah 4) dengan -3 kali baris 2.
(langkah 2 dan 3). Hasil langkah 4 dan 5 adalah :
|

| >|

|> |

Langkah 6. Kalikan baris 3 dengan (-1/9)


|

| > |

Matriks perluasan terakhir ini telah berada dalam bentuk eselon baris, yaitu
bentuk matriks dengan elemen taknol pertama pada setiap baris terletak pada
kolom berikut dari elemen taknol pertama baris sebelumnya.
Kita dapat menyederhanakannya lebih lanjut, ke bentuk yang semua suku
matriks koefesiennya setelah elemen taknol, 1 dalam hal ini, sama dengan nol.
Untuk itu kita terapkan operasi RB berikut.
Langkah 7. Jumlahkan baris 1 dengan baris 2 kemudian,
Langkah 8. Jumlahkan baris 1 dengan -3 kali baris 3
|

| > |

| > |

Langkah 9. Jumlahkan baris 2 dengan -2 kali baris 3:


|

>

Ini menggambarkan sistem persamaan linear (5.22), yang memiliki pemecahan


.
CATATAN : untuk menghemat ruang, dan memperjelas operasi reduksi baris ini,
disarankan menggunakan notasi aljabar berikut diatas tanda panah (
matriks semula dan matriks hasil. Yaitu, aRp

>) antara

bRg, (dibaca: baris p dikalikan

dengan a kemudian dijumlahkan atau dikurangkan dengan b kali baris q), seperti
diperlihatkan pada contoh 5.8, (R singkatan row, istilah inggris untuk baris).

RANK MATRIKS
Penerapan

matriks

dalam

pemecahan

persamaan

linear

seringkali

memerlukan pengertian rank matriks. Definisinya sebagai berikut.


DEFINISI IV :
Sebuah matriks A (m x n) dikatakan memiliki rank r

m, jika matriks hasil

reduksi baris kebentuk eselon baris memiliki paling sedikit r buah baris taknol.
9

Contoh.
Selidikilah rank dari matriks :
M = |

Pemecahan :
Untuk mengalihkan matriks M ke bentuk eselon baris, kita lakukan operasi
reduksi baris berikut :
|

| R2 R3

| R3 4R1

| -(1/11)R2

R3+7R1

Karena dalam bentuk eselon ini terdapat dua baris yang taknol, maka rank matriks
M adalah r=2.
Sistem persamaan linear di atas terdiri atas 3 buah persamaan dalam 3
variabel, untuk rank matriks perluasan r sama dengan jumlah variabel n. Dalam
hal yang umum, r tidak perlu sama dengan n, seperti diperlihatkan pada contoh
berikut.
Contoh.
Pecahan sistem persamaan berikut dengan menggunakan metode reduksi baris :
x + 3y + z = 6
3x - 2y - 8z = 7
4x + 5y - 3z = 17
Pemecahan :
Matriks perluasan adalah :
10

M= |

yang telah kita perlihatkan dalam contoh 5.8 memiliki rank r = 2.


Persamaan setaranya dalam bentuk eselon adalah :
x + 3y + z = 6
y+z=1
0=0
Jadi, terdapat tak hingga banyaknya pemecahan dalam bentuk :
x = 3 + 2z dan y = 1 z
karena z dapat diberi nilai bebas berapapun. Secara geometris, pemecahan ini
menyatakan garis potong ketiga bidang yang dinyatakan oleh masing-masing
persamaan linier.
Jadi, kita mempunyai aturan umum berikut :
Misalkan M matriks perluasan sebuah sistem persamaan linier takhomogen
dalam n variabel yang memiliki rank r

n. Jika:

a)

r = n, maka terdapat pemecahan tunggal bagi setiap variabel

b)

r < n, maka terdapat tak hingga banyaknya pemecahan dengan r buah


variabel yang dipilih yang dinyatakan dalam (n-r) variabel bebas yang sisa.

5.5. Determinan
Untuk setiap matriks bujur sangkar A berode n kita kaitkan sebuah bilangan
det (A) atau (aij) yang disebut determinan A, yang dihitung dari elemen matriks A
sebagai berikut.
Untuk n = 1 dan n = 2, kita definisikan :
det [a11] = a11

(5.24)

11

det = |

|=|

(5.25)

sedangkan untuk matriks berukuran n = 3, kita definisikan :


|

(5.26)

Dengan menyusun kembali suku-sukunya, ruas kanan pers. (5.26) dapat


ditulis sebagai berikut :

atau,
|

(5.27)

ketiga determinan pada pers. (5.27) dapat diperoleh dari determinan semula
dengan mengabaikan baris dan kolom tertentu.
Definisi (5.27) untuk determinan matriks berorde 3 ini memperlihatkan
suatu pola perhitungan determinan yang diturunkan dari definisi umum
determinan matriks berode n > 3. Untuk memahami rumusan pola umumnya, kita
perlu menelaah terlebih dahulu kedua besaran berikut :
1.

MINOR
Determinan orde dua pada pers (5.27) disebut determinan minor dari elemen
bersangkutan yang dikalikan. Jadi,
|

| adalah minor dari

12

|
2.

| adalah minor dari

KOFAKTOR
Kofaktor dari determinan aij adalah determinan Kij , yaitu
Kij =

x (minor dari

Jadi, pers (5.27) dapat dituliskan sebagai

secara umum, determinan suatu matriks A diberikan oleh definisi berikut

DEFINISI V :
Determinan suatu matriks A sama dengan jumlah hasilkali setiap elemen
sebarang baris atau kolom dengan kofaktornya.
Contoh.
Hitunglah determinan matriks koefisien pers. (5.21) :
|

Dengan menggunakan kofaktor dari elemen-elemen kolom ketiga.


Pemecahan :
Kofaktor dari elemen kolom ketiga, -1,1, dan 1, berturut-turut dinyatakan
oleh K13, K23, K33 adalah
K13 =

K23 =

K33 =

|=4
| = -2
| = -3

Dengan menggunakaan definisi V

13

| = (-1)K13 + (1)K23 + (1)K33


= (-1)(4) + (1)(2) + (1)(-3)
= -9

Perhitungan determinan, seringkali dipermudah dengan menggunakan teoremateorema berikut.


TEOREMA 3 :
Misalkan A sebuah matriks bujur sangkar berorde n. Maka:

Dengan teorema ini, teorema berikut yang diungkapkan dalam baris matriks,
juga berlaku untuk kolom matriks.
TEOREMA 4 :
Misalkan A sebuah matriks bujur sangkar berorde n.
a)

Jika salah satu baris matriks A sama dengan nol. Maka : det (A) = 0

b)

Jika dua baris dari matriks A adalah sebanding. Maka : det (A) = 0

c)

Jika A adalah matriks hasilkali salah satu baris matriks A dengan tetapan C,
maka : det (A) = c det (A)

d)

Jika A adalah matriks hasil pertukaran dua baris matriks A maka : det (A)
= - det (A)

Berikut adalah teorema determinan mengenai perkalian matriks.


TEOREMA 5 :
Jika A dan B adalah dua matriks bujur sangkar berorde sama, maka :

14

5.6. ATURAN CRAMER BAGI SISTEM PERSAMAAN LINIER


Aturan Cramer adalah suatu aturan untuk memecahkan sebuah sistem n
persamaan linear dengan n variabel seperti (n = 2)

apabila determinan matriks koefisiennya :


|

tak sama dengan nol. Pemecahannya diberi oleh rumus :


|

|;

Pembilang untuk pemecahan x adalah determinan matriks yang diperoleh dari


matriks koefisien A dengan menggantikan kolom pertamanya dengan kolom b
(tetapan b1 dan b2) ; sedangkan penggantian kolom kedua matriks A dengan
kolom b, determinannya memberikan pembilang untuk pemecahan y.
Untuk sistem n > 2 persamaan linear, aturan pemecahan di atas diperluas
oleh teorema berikut.

TEOREMA 6. ATURAN CRAMER


Jika AX = B adalah suatu sistem persamaan linear untuk n variabel x 1, dan
A berorde n, dengan det (A)

0, maka

Ui adalah determinan matriks yang diperoleh dari A dengan menggantikan


kolom ke-i dari A dengan matriks kolom B.
Contoh.

15

Pemecahan sistem persamaan linear (5.20) dengan menggunakan aturan Cramer


Pemecahan :
Kita hitung dulu determinan matriks yang bersangkutan menurut pers.
(5.32) :
D = det (A) = |

Ux = |

| = -9 ;

| = -27 ;

Uy = |

| = 18 ;

Uz = |

| = -18

Maka menurut metode Cramer, pemecahan untuk x, y, dan z berturut-turut adalah:

sesuai dengan hasil metode reduksi baris di atas.

PERSAMAAN LINIER HOMOGEN


Metode Cramer dapat pula diterapkan pada sistem persamaan linier
homogen, untuk
Jika

, yakni yang berbentuk

maka pemecahannya adalah:

16

0i adalah determinan matriks yang diperoleh dari A dengan menggantikan kolom


ke-i dari A dengan matriks kolom B = 0; jadi 0i bernilai nol untuk semua i. Jelas,
pemecahannya adalah

, yang dikenal sebagai pemecahan trivial.

Untuk memperoleh pemecahan taknol (taktrivial),

, tuliskan kembali

persamaan (5.33) sebagai berikut:

Dengan demikian, jika

maka haruslah dipenuhi:

sebagai syarat perlu, pemecahan taktrivial. Dalam hal ini, matriks A disebut
matriks singuler, sebaliknya disebut matriks taksinguler.

5.7

Matriks Invers
Jika A dan B matriks bujur sangkar sedemikian rupa sehingga AB = BA = I

maka B disebut balikan atau invers dari A dan dapat dituliskan B = A-1 (B sama
dengan invers A). Matriks B juga mempunyai invers yaitu A, maka dapat
dituliskan A = B-1. Jika tidak ditemukan matriks B maka A dikatakan matriks
tunggal (singular).
Apabila A dan B adalah matriks se-ordo dan memiliki invers maka invers
dari AB yaitu:

Contoh 1.
|

|
|
|

||
||

dan

Maka dapat dituliskan bahwa

17

Contoh 2.
|

dan

||

||

Karena

|
|
|

maka matriks A dan B disebut matriks tunggal.

TEOREMA 5.7 :
Jika A sebuah matriks berorde n dan det (A) 0 maka:
(5.37)
Konsep matriks invers ini dapat pula digunakan untuk memecahkan suatu
sistem persamaan linear.
Misal:
(5.38)
Jika A-1 adalah matriks invers A maka dengan mengalikan kedua belah ruas
dengan A-1 maka:

(5.39)
yang bergantung pada matriks invers A-1.

Ada dua metode perhitungan matriks invers sebuah matriks bujur sangkar
A, yaitu sebagai berikut.
1.

Metode reduksi baris

18

Dalam metode reduksi baris ini, pertama membentuk matriks perluasan


[

2.

Metode determinan
Metode ini didasarkan pada syarat bahwa sebuah matriks A berorde n

memiliki invers, jika dan hanya jika determinannya tidak nol, det (A) 0.
Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut.

Membentuk matriks kofaktor dari A, yaitu sebuah matriks yang semua


elemennya adalah kofaktor dari setiap elemen matriks A.
|

Membentuk transpos dari matriks kofaktor tersebut, yaitu mempertukarkan


barisnya menjadi kolom dan kolomnya menjadi baris.
|

Matriks ini lazim disebut matriks adjoint dari A, ditulis adj (A), jadi:

Maka:

Contoh.
Hitunglah matriks invers dari

Pemecahan.
Kofaktor dari elemen-elemen matriks A yaitu:

19

|
|

|
|

sehingga:
|

Karena adjoint A adalah transpos dari cof (A) maka:


|

Kemudian menghitung det (A):

Jadi:

20

Contoh.
Selesaikan persamaan linier berikut:
2x + y z = 2
xy + z=7
2x + 2y z = 4
PEMECAHAN :
|

| ;

| | ; dan

| |

Maka:

X=

| |

|| |

(invers A telah dihitung pada contoh)


Jadi,

5.8

MATRIKS SEBAGAI OPERATOR TRANSFORMASI

21

Pada geometri analisis, kita pelajari persamaan rotasi yang mengaitkan


koordinat (x,y), dari suatu titik P relatif terhadap suatu sistem sumbu (X,Y),
dengan koordinat (X,y) titik P yang sama relatif terhadap sistem sumbu baru
(X,Y).

GAMBAR 5.1 Rotasi koordinat dengan sudut .


Jika sudut rotasi antara sumbu (X,Y) terhadap (X,Y) adalah (arah
putaran positif, lihat Gambar 5.1), maka persamaannya adalah :
x = x cos + y sin
y = -x sin + y cos
yang dapat digabung dalam bentuk matriks sebagai berikut :
[ ]=[
Matriks R = [

][ ]
]

(5.46)
(5.47)

22

dikenal sebagai matriks transformasi. Persamaan yang setara dengan (5.45),


namun berlaku dalam ruang tiga dimensi, berkaitan dengan rotasi benda tegar
(gasing yang berpusing dan porosnya).
Dari segi transformasi, matriks rotasi A dapat dipandang sebagai suatu
operator yang memetakan setiap titik (x,y) dalam bidang, ke titik bayangannya
(x,y) = (x cos + y sin , -x cos + y sin ).
Bentuk umum transformasi linear pada bidang adalah :
| |

|| |

(5.48)

dengan matriks transformasi yang bersangkutan adalah


M=[

(5.49)

Transformasi linear istimewa dari (x,y) ke (x,y) yang adalah sedemikian rupa
sehingga tak mengubah jarak antara 2 titik, yakni :
(5.50)
disebut transformasi orthogonal. Berikut kita akan mencari persamaan yang
dipenuhi elemen matriks M agar transformasi (5.48) orthogonal. Sisipkan Pers.
(5.48) ke dalam ruas kanan Pers. (5.50), kita peroleh
=

=
=

Jadi,
= 1, ab + cd = 0, dan

=1

(5.51)

Karena itu kita peroleh


[
atau,

][

]=[

]=[

]
(5.52)

23

Jadi, M adalah matriks orthogonal.


Berdasarkan definisi matriks invers, syarat matriks orthogonal ini
menunjukkan bahwa

. Matriks rotasi R pada (5.48), sebagaimana

dapat Anda perlihatkan, adalah orthogonal. Karena itu, dengan memperkalikan


Pers. (5.47) dengan

, kita peroleh transformasi koordinat invers (balik) :

[ ]=[

][ ]

(5.53)

CATATAN : Sifat geometri yang tak berubah dibawah suatu transformasi disebut
invariant. Sebagai contoh, jarak

pada bidang datar adalah suatu invariant

terhadap transformasi orthogonal.


Untuk memberikan tafsiran geometri bagi matriks transformasi umum M,
marilah kita meninjau (x,y) sebagai koordinat titik-titik pada suatu bidang selaput
yang dapat dideformasi, artinya dapat ditarik, dilenturkan, dan dirotasikan
terhadap suatu titik tertentu O pada selaput. Maka setelah deformasi, setiap
koordinat (x,y) akan menjadi (x,y). Dalam hal ini matriks M berperan sebagai
operator yang melakukan deformasi yang bersangkutan.

24

Anda mungkin juga menyukai