Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Setiap organisasi tentu mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Namun dalam

menggapai tujuan tersebut, banyak hal yang mungkin terjadi dan bisa menghambat, menunda
atau menggagalkan tercapainya tujuan. Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi pasti
berhadapan dengan risiko. Risiko dalam berbagai wujud dan sumber menciptakan tantangan
dan sekaligus ketidakpastian. Kesadaran untuk mengelola risiko menjadi sebuah peluang
adalah impian semua instansi, tetapi risiko menjadi sangat tidak sederhana karena memiliki
kecenderungan ketidakpastian yang tinggi. Oleh karena itu, perlunya manajemen risiko untuk
membantu organisasi dalam mengelola setiap risiko yang mungkin terjadi dan berdampak
pada pencapaian tujuan organisasi.
Setiap perusahaan mempunyai strategi manajemen untuk memaksimalkan nilai
usahanya dengan efektif dan efisien. Tidak dapat dipungkiri, pajak merupakan indikator
aktifitas perusahaan dalam peningkatan nilai usaha. Oleh sebab itu dibutuhkan strategi
manajemen pajak sebagai sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan secara benar, tanpa
melanggar ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dengan risiko pajak yang
minimal sehingga perusahaan dapat memaksimalkan seluruh potensi usaha yang ada untuk
meraih keuntungan dan likuiditas sesuai dengan tujuan perusahaan.
Fakta yang terjadi dalam pemenuhan kewajiban perpajakan saat ini, masih banyak
Wajib Pajak menggunakan cara penghindaran pajak secara ilegal yang berdampak pada risiko
keuangan, reputasi, operasional, dan kelangsungan usaha.
Risiko berhubungan dengan ketidakpastian terjadi karena kurang atau tidak
tersedianya cukup informasi tentang apa yang akan terjadi. Sesuatu yang tidak pasti dapat
berakibat menguntungkan atau merugikan.

Menurut Wideman, ketidakpastian yang

menimbulkan kemungkinan menguntungkan dikenal dengan istilah peluang (opportunity),


sedangkan ketidakpastian yang menimbulkan akibat yang merugikan disebut dengan istilah
risiko (risk). Dalam beberapa tahun terakhir, manajemen risiko menjadi trend utama baik
dalam perbincangan, praktik, maupun pelatihan kerja. Hal ini secara konkret menunjukkan
pentingnya manajemen risiko dalam bisnis pada masa kini.

Risiko dapat dikurangi dan bahkan dihilangkan melalui manajemen risiko. Peran dari
manajemen risiko diharapkan dapat mengantisipasi terjadinya risiko yang sangat berlebihan
yang dapat membuat perusahaan gulung tikar, oleh sebab itu kita perlu melakukan ha-hal
yang lebih terarah, salah satunya dengan mengukur dimensi risiko yang akan terjadi pada diri
sendiri pada khususnya dan pada perusahaan pada umunya.
Manajemen

risiko

sebenarnya

dapat

pula

diterapkan

di

berbagai

bidang

termasuk perpajakan. Manajemen risiko mempunyai tujuan tunggal yaitu menekan risiko
yang meliputi aneka manfaat yakni Pertama, mampu memberikan informasi dan perspektif
kepada manajemen tentang semua profil risiko, perubahan mendasar mengenai produk dan
pasar, serta lingkungan bisnis dan perubahan yang diperlukan dalam proses manajemen
risiko. Kedua, mampu menyampaikan isu sentral tentang formulasi kebijakan manajemen
risiko dan review-nya. Ketiga, mampu menghitung dan mengukur besarnya risk exposure.
Keempat, mampu menetapkan alokasi sumber-sumber dana sekaligus limit risiko dengan
lebih tepat. Kelima, mampu membuat cadangan yang memadai untuk mengantisipasi risiko
yang sudah diukur dan dihitung. Dan keenam, mampu menghindari potensi kerugian yang
relatif lebih besar.
Dalam

perpajakan

nasional,

risiko

operasional

(operational

risk ) paling relevan untuk diterapkan dibandingkan dengan risiko pasar (market risk ), risiko
kredit (credit risk ), dan risiko likuiditas (liquidity risk ). Lalu, apa itu risiko operasional?
Michel Crouhydan Galai & Robert Mark (2000) mendefinisikan risiko operasional sebagai
risiko yang berkaitan dengan operasional bisnis.
Risiko ini meliputi dua komponen risiko. Pertama, risiko kegagalan operasional
(operational failure risk ) atau risiko intern terdiri dari risiko yang bersumber dari sumber
daya manusia, proses, dan teknologi. Kedua, risiko strategi operasional (operational strategic
risk ) atau risiko ekstern yang berasal dari faktor-faktor antara lain politik, pajak, regulasi,
pemerintah, masyarakat, kompetisi. Yang jadi pertanyaan, risiko operasional apa saja yang
dihadapi perpajakan nasional? Ada beberapa risiko yang dihadapi, seperti risiko karyawan
(people risk ). Konkretnya, persis seperti kasus pajak yang diduga melibatkan Gayus
Halomoan Tambunan.
Salah satu potensi risiko adalah pada sengketa pajak. Sengketa pajak adalah sengketa
yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak atau penanggung pajak dengan
pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan
2

banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak. Hal itu diatur berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan
Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU Pengadilan Pajak Nomor 14
Tahun 2002 pasal 1). Dalam hal ini, dituntut karyawan yang bukan hanya ahli dalam
bidangnya tetapi juga berintegritas tinggi. Mengapa? Karena, di sana tersimpan berlaksa
godaan yang bisa timbul dari wajib pajak dan/atau pejabat pajak. Kemudian, risiko reputasi.
Apa itu risiko reputasi?
Risiko reputasi merupakan risiko yang antara lain disebabkan publikasi atau persepsi
negatif terkait dengan aktivitas bisnis. Risiko tersebut tidak terkait langsung dengan kerugian
finansial. Tetapi, lebih sulit diselesaikan dan makan waktu lama. Tanpa disadari, Ditjen Pajak
kini sedang menderita risiko reputasi yang berawal dari risiko operasional, berupa main
mata beberapa karyawannya. Risiko reputasi juga dapat berbentuk keengganan wajib pajak
untuk mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Hal itu merupakan penurunan tingkat
kepercayaan masyarakat luas terhadap kinerja instansi tersebut. Sejatinya, Ditjen Pajak sudah
menyadarinya dengan slogannya, Lunasi Pajaknya, Awasi Penggunaannya.
1.2

Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang dari penjelasan sebelumnya, maka identifikasi masalah

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Bagaimana manajemen,
konsep risiko, manajemen risiko, manajemen pajak, dan manajemen risiko perpajakan?
2. Apa saja risiko-risiko pajak dalam suatu perusahaan?
3. Bagaimana cara pengelolaan risiko pajak?
4. Apa macam-macam sanksi pajak di Indonesia?

1.3

Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:


3

1. Untuk mengetahui manajemen konsep risiko,

manajemen risiko,

manajemen pajak,

dan manajemen risiko perpajakan.


2. Untuk mengetahui risiko-risiko pajak dalam suatu perusahaan.
3. Untuk mengetahui cara pengelolaan risiko pajak.
4. Untuk mengetahui macam-macam sanksi pajak di Indonesia.
1.4

Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Penelitian ini diharapkan dapat mendorong penelitian atau pengkajian yang lebih
kompleks (luas dan mendalam) tentang manajemen risiko perpajakan.
2. Penelitian ini sebagai pengetahuan bagi mahasiswa/i agar lebih memahami mengenai
manajemen risiko perpajakan.
3. Penelitian ini sebagai salah satu bahan referensi bagi mahasiswa/i mengenai manajemen
risiko perpajakan.

BAB II
LANDASAN TEORI DAN LANDASAN HUKUM
2.1

Manajemen,

Konsep

Risiko,

Manajemen Risiko,

Manajemen Risiko Perpajakan


2.1.1 Pengertian Manajemen
4

Manajemen Pajak,

dan

Para pakar mendefinisikan manajemen sebagai suatu ilmu dan seni dalam melakukan serangkaian
kegiatan yang saling berkaitan dengan memanfaatkan berbagai sumber daya untuk mencapai suatu tujuan
yang telah ditetapkan. Adapun pernyataan beberapa pakar, sebagai berikut:
Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumbersumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.Hasibuan S.P. Malayu
(2007 : 1)
Manajemen adalah suatu proses untuk memperoleh kegiatan menyeluruh secara efisien dan efektif
dengan dan melalui orang lain. Stephen P.Robbins (2005:8)
2.1.2

Pengertian Risiko
Kata risiko banyak dipergunakan dalam berbagai pengertian dan sudah biasa dipakai

dalam percakapan sehari-hari oleh kebanyakan orang. Memahami konsep risiko secara luas
merupakan dasar yang esensial untuk memahami konsep dan teknik manajemen risiko. Oleh
karena itu dengan mempelajari berbagai definisi yang ditemukan dalam berbagai literatur
diharapkan pemahaman tentang konsep risiko semakin jelas.
Vaughan (1978) mengemukan beberapa definisi risiko adalah sebagai berikut:
1. Risk is the chance of loss (Risiko adalah kesempatan dari kerugian)
Chance of loss biasanya dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana terdapat
suatu keterbukaan (exposure) terhadap kerugian atau suatu kemungkinan kerugian.
Sebaliknya

jika

disesuaikan

dengan

istilah

yang

dipakai

dalam

Statistik,

maka chance sering dipergunakan untuk menunjukkan tingkat probabilitas akan


munculnya situasi tertentu.

2. Risk is the possibility of loss (Risiko adalah kemungkinan kerugian)


Istilah possibility berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa berada di antara nol dan
satu. Definisi ini barangkali sangat mendekati dengan pengertian risiko yang dipakai
sehari-hari. Akan tetapi definisi ini agak longgar, tidak cocok dipakai dalam analisis
secara kuantitatif.
3. Risk is uncertainty (Risiko adalah ketidakpastian)
Tampaknya ada kesepakatan bahwa risiko berhubungan dengan ketidakpastian
(uncertainty) yaitu adanya risiko, karena adanya ketidakpastian.

2.1.2.1 Tipe-Tipe Risiko


Risiko dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:
1. Risiko murni (pure risk) adalah risiko dimana kemungkinan kerugian ada, tetapi
kemungkinan keuntungan tidak ada. Contoh: kecelakaan, kebakaran, kebanjiran dsb.
Salah satu cara menghindari risiko murni ini adalah dengan asuransi. Dengan demikian
besarnya kerugian dapat diminimalkan. Itu sebabnya risiko murni kadang dikenal dengan
istilah risiko yang dapat diasuransikan (insurable risk).
2. Risiko spekulatif adalah suatu risiko yang dihadapi perusahaan yang dapat memberikan
keuntungan dan juga dapat memberikan kerugian. Contoh: usaha bisnis, membeli saham.
Risiko spekulatif kadang-kadang dikenal dengan istilah risiko bisnis.
2.1.3

Pengertian Manajemen Risiko


Manajemen risiko merupakan suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis serta

mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh
efektifitas dan efisiensi yang lebih tinggi. Manajemen risiko adalah suatu pendekatan
terstruktur/metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman;
suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk: Penilaian risiko, pengembangan strategi untuk
mengelolanya dan mitigasi risiko dengan menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumber
daya.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191/PMK.09/2008, manajemen
risiko adalah pendekatan sistematis untuk menentukan tindakan terbaik dalam kondisi
ketidakpastian.
Manajemen risiko perusahaan merupakan sebuah proses yang diterapkan pada
lingkup strategi perusahaan dan seluruh proses yang ada pada perusahaan yang dilakukan
oleh jajaran direksi, manajer, serta personel-personel lainnya. Perencanaan manajemen risiko
dilakukan dengan mengidentifikasi risiko kejadian potensial yang akan timbul dan dapat
memengaruhi pencapaian tujuan perusahaan. Manajemen risiko perusahaan yang terintegrasi
dengan seluruh organ perusahaan dapat membentuk budaya risiko yang baik. Pengelolaan
risiko sesuai dengan selera dan toleransi perusahaan dapat lebih memberikan kepastian atau
keyakinan pada pencapaian tujuan perusahaan.
2.1.3.1 Proses Manajemen Risiko
6

Ruang lingkup proses manajemen risiko terdiri dari:


a. Penentuan konteks kegiatan yang akan dikelola risikonya
Menetapkan strategi, kebijakan organisasi dan ruang lingkup manajemen risiko yang akan
dilakukan.
b. Identifikasi risiko
Mengidentifikasi apa, mengapa dan bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya risiko untuk analisis lebih lanjut.
c. Analisis risiko
Dilakukan dengan menentukan tingkatan probabilitas dan konsekuensi yang akan terjadi.
Kemudian ditentukan tingkatan risiko yang ada dengan mengalikan kedua variabel
tersebut (probabilitas X konsekuensi).
d. Evaluasi risiko
Membandingkan tingkat risiko yang ada dengan kriteria standar. Setelah itu tingkatan
risiko yang ada untuk beberapa hazards dibuat tingkatan prioritas manajemennya. Jika
tingkat risiko ditetapkan rendah, maka risiko tersebut masuk ke dalam kategori yang
dapat diterima dan mungkin hanya memerlukan pemantauan saja tanpa harus melakukan
pengendalian.
e. Pengendalian risiko
Melakukan penurunan derajat probabilitas dan konsekuensi yang ada dengan
menggunakan berbagai alternatif metode, bisa dengan transfer risiko dan lain-lain.
f. Pemantauan dan telaah ulang
Monitor dan review terhadap hasil sistem manajemen risiko yang dilakukan serta
mengidentifikasi perubahan-perubahan yang perlu dilakukan.
g. Koordinasi dan komunikasi
Komunikasi dan konsultasi dengan pengambil keputusan internal dan eksternal untuk
tindak lanjut dari hasil manajemen risiko yang dilakukan.
2.1.4

Manajemen Pajak
Pemerintah pada saat ini melakukan upaya habis-habisan dalam bidang perpajakan. Karena itulah,

pengusaha harus menanggapinya dengan cara habis-habisan juga, yaitu dengan menempuh manajemen
pajak. Bagaimanapun juga pajak bagi perusahaan tetap sebagai beban (biaya). Jika pengelolaan pajak tidak
dilakukan dengan baik, kemungkinan di kemudian hari perusahaan terpaksa gulung tikar (Rugi).

Manajemen pajak yang tidak benar telah dapat dirasakan oleh pengusaha pada saat ini, hal ini
terungkap dalam seminar perpajakan baru-baru ini. Jika FISKUS (Pemerintah) melakukan pengecekan data,
kemungkinan dosa-dosa (kejahatan yang terselubung selama ini) yang dilakukan oleh beberapa perusahaan
(oknum) akan terungkap.
Pengelakan pajak adalah cermin dari keengganan untuk ikut melaksanakan sikap Kegotongroyongan
Nasional. Oleh sebab itulah, strategi dibidang perpajakan sebaiknya disebut dengan istilah Manajemen Pajak.
Tujuannya, bukan untuk mengelak membayar pajak, tapi mengatur sehingga pajak yang di bayar tidak lebih
dari jumlah yang semestinya.
Pada dasarnya manajemen pajak merupakan usaha penghematan pajak oleh wajib
pajak yang selalu berusaha meminimalkan beban pajak dan menunda pembayaran pajak
selambat mungkin sebatas masih diperkenankan peraturan perpajakan. Meminimalkan beban
pajak sekecil mungkin dapat dilakukan dengan menekan penghasilan-penghasilan dan/atau
memperbesar biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan (deductible) sehingga
Penghasilan Kena Pajak menjadi lebih kecil atau memanfaatkan hal-hal yang belum diatur
dalam peraturan perpajakan.
Tujuan manajemen pajak pada dasarnya sama saja dengan tujuan manajemen keuangan yaitu samasama bertujuan untuk memperoleh likuiditas (kelancaran) dan laba yang cukup. Kita juga dapat
mendefinisikan bahwa manajemen pajak sebagai kewajiban perpajakan dengan benar, tapi jumlah pajak dapat
ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Dengan demikian, dimasa
yang akan datang tidak akan terjadi yang namanya Restitusi pajak (kurang bayar) yang berakibatkan denda
dan sebagainya.

2.1.4.1 Fungsi Manajemen Pajak


Fungsi-fungsi manajemen pajak adalah:
1. Perencanaan pajak (Tax Planning)
Perencanaan pajak adalah tahap pertama dalam penghematan pajak, strategi
penghematan pajak disusun pada saat perencanaan.
2. Pelaksanaan kewajiban perpajakan (Tax Implementation)
Pelaksanaan kewajiban pajak baik yang formal maupun material, harus dipastikan
bahwa pelaksanaan kewajiban itu telah memenuhi peraturan perpajakan yang berlaku.
Manajemen pajak tidak dimaksudkan untuk melanggar peraturan. Jika pelaksanaannya
8

menyimpang dari peraturan yang ada maka hal tersebut telah menyimpang dari tujuan
manajemen pajak. Tujuan utama manajemen pajak sebenarnya adalah agar perusahaan
(wajib pajak) tidak menyimpang dari ketentuan.
3. Pengendalian pajak (Tax Control)
Pengendalian pajak adalah tahap pekerjaan untuk memastikan bahwa peraturan
perpajakan telah dilaksanakan. Dalam pengendalian pajak yang paling penting adalah
pengecekan saat pembayaran pajak. Pengendalian pajak di dalamnya termasuk juga
pemeriksaan jika perusahaan telah membayar pajak lebih besar dari pada pajak terutang.
Apabila jumlah pajak yang dibayar telah melampaui pajak yang terutang segera
mengajukan permohonan kepada FISKUS untuk mendapatkan izin agar tidak membayar
pajak lebih lanjut. Apabila pajaknya sudah terlanjur dibayar lebih besar dari pada pajak
yang terutang, perusahaan dapat segera mengupayakan untuk mengajukan permohonan
restitusi.
Menurut pengalaman orang, pengurus restitusi tidak semudah yang diatur dalam
ketentuan. Karena itu pengurusan Restitusi harus dipantau sedemikian rupa sehingga restitusi
dapat diterima pada waktunya.
2.1.5

Manajemen Risiko Perpajakan


Perpajakan korporasi jika tidak dikelola dengan optimal dapat menimbulkan risiko

yang berdampak serius terhadap kelangsungan usaha korporat. Risiko yang ditimbulkan dari
aspek perpajakan tidak saja berdampak pada risiko keuangan namun dapat meluas menjadi
risiko reputasi, risiko operasional, risiko bisnis dan pada akhirnya jika tidak dapat dilakukan
mitigasi dengan optimal dapat berdampak serius terhadap kelangsungan usaha/hidup
perusahaan.
Terkuaknya kasus Gayus Tambunan (GT) semakin menyadarkan kita bahwa pajak
memiliki dampak yang sangat serius jika risiko perpajakan tidak dikelola dengan baik.
Optimalisasi manajemen risiko perpajakan dapat membebaskan korporat dari lilitan
urusan pajak, karena semua risiko perpajakan akan diantisipasi dan dapat dideteksi secaradini. Kalaupun terjadi risiko, akan dapat dilakukan mitigasi untuk menghindari/mengurangi
dampak yang lebih serius dari risiko yang timbul dari perpajakan. Dengan pengelolaan risiko
perpajakan korporat yang optimal, diharapkan:

1. Upsize Risk atau risiko tidak tercapainya benefit/manfaat keuntungan dari aspek
perpajakan bagi korporat dapat dikelola sehingga manfaat pajak yang diharapkan untuk
meningkatkan nilai korporat dapat tercapai
2. Downsize Risk atau risiko buruk dari perpajakan yang merugikan korporat, dapat
dihindari/dikurangi seminimal mungkin dan jika terjadi risiko tersebut dapat dilakukan
mitigasi, sehingga sisa risiko (residual risk) yang timbul tidak berdampak signifikan
terhadap kelangsungan usaha korporat.
Tax Planning yang sampai saat ini menjadi sandaran utama untuk mengefisienkan
beban pajak ternyata tidak cukup untuk menjawab perkembangan

dunia

bisnis

dan

perpajakan yang terus berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada di
lingkungannya. Diperlukan perpaduan Tax Planning dan Tax Risk Management untuk lebih
mengoptimalkan upaya-upaya meningkatkan nilai perusahaan, dan itulah tujuan utama
pelatihan ini.
Manajemen

risiko

sebenarnya

dapat

pula

diterapkan

di

berbagai

bidang

termasuk perpajakan. Manajemen risiko mempunyai tujuan tunggal yaitu menekan risiko
yang meliputi aneka manfaat yakni:
1. Mampu memberikan informasi dan perspektif kepada manajemen tentang semua profil
risiko, perubahan mendasar mengenai produk dan pasar, serta lingkungan bisnis
dan perubahan yang diperlukan dalam proses manajemen risiko.
2. Mampu menyampaikan isu sentral tentang formulasi kebijakan manajemen risiko dan
review-nya.
3. Mampu menghitung dan mengukur besarnya risk exposure.
4. Mampu menetapkan alokasi sumber-sumber dana sekaligus limit risiko dengan
lebih tepat.
5. Mampu membuat cadangan yang memadai untuk mengantisipasi risiko yang sudah
diukur dan dihitung.
6. Mampu menghindari potensi kerugian yang relatif lebih besar.
2.2

Risiko Pajak di Perusahaan


Ada berbagai macam risiko pajak di perusahaan. Risiko pajak yang sering muncul

di perusahaan terdiri dari:


1. Risiko PPh Pasal 21

10

Adanya risiko PPh pasal 21 pada perusahaan disebabkan karena perusahaan memiliki
kewajiban untuk memotong pajak untuk karyawan-karyawannya. Sistem yang digunakan
tersebut yaitu with holding system. Jika ada kesalahan dalam pemotongan, penyetoran,
dan pelaporan pajak karyawan merupakan tanggung jawab perusahaan sebagai pemotong.
Risiko PPh Pasal 21 memiliki variabel antara lain:
a. Status pegawai
Setiap pegawai harus dijelaskan status kepegawaiannya di dalam perusahaan. Jenis
status pegawai yaitu pegawai tetap, pegawai tidak tetap, dan bukan pegawai.
Setiap status pegawai memiliki metode perhitungan PPh pasal 21 yang berbeda-beda.
b. Kebijakan pembayaran PPh
Perusahaan harus memberi kebijakan pembayaran PPh para karyawannya dengan cara
dibayar pegawai itu sendiri atau ditanggung oleh perusahaan atau diberikan
tunjangan.
c. Bukti potong dan kuitansi gaji
Setelah perusahaan memotong PPh pasal 21 para karyawan, harus memberikan bukti
potong

PPh

pasal

21

tersebut.

Bukti

potong

tersebut

dapat

berupa

kuitansi atau bukti potong tersendiri atau dalam daftar gaji karyawan.
d. SPT Masa dan SPT Masa Desember
Perusahaan harus melaporkan PPh pasal 21 dalam SPT masa Januari sampai
dengan November, SPT pembayaran bonus/THR, dan SPT Masa Desember.

2. Risiko PPN
Dari setiap transaksi penjualan dan pembelian akan terkena PPN. Sedangkan di
dalam perusahaan pasti ada transaksi penjualan dan pembelian dari Barang Kena Pajak
maupun Jasa Kena Pajak. sehingga perusahaan pasti memiliki risiko PPN.
3. Risiko PPh Badan

11

Risiko PPh Badan adalah risiko yang ada di setiap perusahaan untuk membayar Pajak
Penghasilan. Pajak Penghasilan dari tiap perusahaan yaitu pajak yang terkait dengan
transaksi organisasi dan akuntansi secara keseluruhan, meliputi:
a. Penerimaan/pendapatan
Setiap

transaksi

pembelian

maupun

penjualan

yang

memiliki

bukti

pembelian/penjualan akan menghasilkan pendapatan/penerimaan yang mempengaruhi


pajak penghasilan perusahaan. Jika semakin banyak pendapatan/penerimaan
perusahaan, akan menambah pajak penghasilan perusahaan. Sebaliknya jika semakin
sedikit pendapatan/penerimaan perusahaan, akan mengurangi pajak penghasilan
perusahaan.
b. Pembayaran beban operasional
Setiap transaksi pasti ada bukti pendukung yang memberikan daftar beban operasional
yang harus dibayar perusahaan. Jika semakin banyak beban operasional yang dibayar
perusahaan, akan menambah pajak penghasilan perusahaan. Sebaliknya jika semakin
banyak beban operasional perusahaan, akan mengurangi pajak penghasilan
perusahaan.
c. Perhitungan penyusutan
Setiap aset tetap yang dimiliki perusahaan pasti mengalami penyusutan,
perhitungan penyusutan tersebut memiliki beberapa metode perhitungan yang
hasilnya dapat mempengaruhi laporan laba rugi perusahaan. Laporan laba rugi
perusahaan mempengaruhi pajak penghasilan perusahaan.
d. Penjualan barang/jasa yang bukan aktivitas utama
Penjualan barang/jasa yang dilakukan perusahaan disamping aktivitas utama
perusahaan memiliki tarif pajak yang berbeda dengan penjualan pada aktivitas utama
perusahaan. Sehingga penjualan tersebut dapat mempengaruhi pajak penghasilan
perusahaan.
e. Laba/rugi usaha/selisih antara penerimaan dengan beban
Jumlah laba/rugi usaha/selisih antara penerimaan dengan beban perusahaan
mempengaruhi jumlah akhir penghasilan kena pajak perusahaan pada perhitungan
koreksi fiskal perusahaan, sehingga mempengaruhi ke pajak penghasilan perusahaan.
4. Risiko Pemotongan/Pemungutan Pihak Ketiga
a. PPh Pasal 22 Bendaharawan: Tidak tepat waktu dan tercecer.
b. PPh Pasal 23: Kesalahan pemotongan dan Tidak tepat waktu dan tercecer.
12

c. PPh Pasal 4 (2): Kesalahan pemotongan dan Tidak tepat waktu dan tercecer.

5. Risiko Pemeriksaan
Setiap Wajib Pajak orang pribadi maupun badan perusahaan memiliki risiko pemeriksaan,
karena sistem pajak di Indonesia menganut Self Assessment System. Sistem tersebut yang
dapat menimbulkan adanya sengketa pajak antara fiskus dan wajib pajak, sehingga
menimbulkan adanya pemeriksaan pajak. Namun bobot risiko pemeriksaan tergantung
pada jenis pemeriksaannya, antara lain:
a. Pemeriksaan Pengujian Kepatuhan
Pemeriksaan yang dilakukan pengujian terhadap bukti-bukti pembukuan yang
mendukung transaksi yang terjadi, sudah diproses dan dicatat sesuai dengan sistem
dan prosedur yang ditetapkan manajemen. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai
efektivitas dari pengendalian intern dan sistem pengendalian manajemen dengan
melakukan pemeriksaan secara sampling atas bukti-bukti pembukuan, sehingga bisa
diketahui apakah transaksi bisnis perusahaan dan pencatatan akuntansinya sudah
dilakukan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan manajemen perusahaan.
b. Pemeriksaan Tujuan Lain
Pemeriksaan pajak yang dilaksanakan sebagai bentuk pelaksanaan ketentuan tertentu
dalam aturan perpajakan yang bukan untuk menguji kepatuhan wajib pajak dan
produk hukum yang dihasilkan dari pemeriksaan pajak untuk tujuan lain bukanlah
selalu surat ketetapan pajak seperti pemeriksaan untuk menguji kepatuhan WP.
Artinya, bisa juga diterbitkan SKP atau STP kepada WP tersebut.
c. Pemeriksaan Bukti Permulaan
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya
dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
6. Risiko Keberatan
Pengajuan keberatan walaupun merupakan hak WP yang dapat dimanfaatkan untuk
memperjuangkan keadilan, namun demikian tetap mengandung risiko. Risiko yang
melekat dengan pengajuan keberatan adalah, adanya kemungkinan keputusan keberatan
yang berbeda:
a. Diterima
13

b. Diterima Sebagian
c. Ditolak
d. Ditambah Jumlah Pajak Terutang
e. Keputusan keberatan akan menimbulkan sanksi yang dapat mengganggu cash
flow perusahaan.
7. Risiko Banding
Sama halnya dengan pengajuan keberatan, pengajuan banding walaupun merupakan hak
Wajib Pajak yang dapat dimanfaatkan untuk memperjuangkan keadilan, namun demikian
tetap mengandung risiko. Risiko yang melekat dalam pengajuan banding adalah adanya
sanksi yang berat apabila banding ditolak (sanksi 100%).
2.3

Pengelolaan Risiko
Setelah analisis dan evaluasi risiko, langkah selanjutnya dalam manajemen risiko

adalah mengelola risiko. Risiko harus dikelola. Jika organisasi gagal mengelola risiko, maka
konsekuensi yang diterima bisa cukup serius, misal kerugian besar. Berbagai cara
pengelolaan risiko:
a. Penghindaran
Cara paling mudah dan aman untuk mengelola risiko adalah dengan menghindar.
Tetapi cara semacam ini tidak optimal.
Contoh: Jika ingin memperoleh keuntungan dari bisnis, maka mau tidak mau kita harus
keluar dan menghadapi risiko tersebut. Kemudian kita akan mengelola risiko tersebut.
b. Ditahan (Retention)
Dalam beberapa situasi, akan lebih baik jika kita menghadapi sendiri risiko tersebut
(menahan risiko tersebut/ risk retention).
c. Diversifikasi
Diversifikasi berarti menyebar eksposur yang kita miliki sehingga tidak terkonsentrasi
pada satu atau dua eksposur saja.
Contoh: Memegang aset tidak hanya satu, tetapi bermacam-macam (saham, obligasi,
properti). Jika terjadi kerugian pada satu aset, kerugian tersebut bisa dikompensasi oleh
keuntungan dari aset yang lainnya.
d. Transfer Risiko
Keputusan mengalihkan risiko adalah dengan cara risiko yang kita terima tersebut kita
alihkan ke tempat lain sebagian. Jika tidak ingin menanggung risiko tertentu, kita dapat
14

menstransfer risiko tersebut kepada pihak lain yang lebih mampu menghadapi risiko
tersebut.
Contoh: Membeli asuransi kecelakaan. Jika terjadi kecelakaan, perusahaan asuransi akan
menanggung kerugian dari kecelakaan tersebut.
e. Pengendalian Risiko
Dilakukan untuk mencegah atau menurunkan probabilitas terjadinya risiko atau
kejadian yang tidak kita inginkan. Keputusan mengontrol risiko adalah dengan cara
melakukan kebijakan antisipasi terhadap timbulnya risiko sebelum risiko itu terjadi.
Contoh: Untuk mencegah kebakaran, kita memasang alarm asap dibangunan kita. Alarm
merupakan salah satu cara kita mengendalikan risiko kebakaran.
f. Pendanaan Risiko
Mempunyai arti bagaimana mendanai kerugian yang terjadi jika suatu risiko
muncul. Keputusan pendanaan risiko menyangkut penyediaan sejumlah dana sebagai
cadangan (reserve) guna mengantisipasi timbulnya risiko di kemudian hari seperti
perubahan nilai tukar dolar terhadap mata uang domestik di pasaran.
Contoh: Jika terjadi kebakaran, bagaimana menanggung kerugian akibat kebakaran
tersebut, apakah dari asuransi, ataukah menggunakan dana cadangan. Sebuah perbankan
mempunyai kebijakan harus memiliki cadangan dalam bentuk mata uang dolar sehingga
jumlah perkiraan akan terjadi kenaikan atau perubahan nilai tukar dapat diantisipasi.
2.4

Sanksi Perpajakan
Pengetahuan tentang sanksi dalam perpajakan menjadi penting karena pemerintah

Indonesia memilih menerapkan self assessment system dalam rangka pelaksanaan


pemungutan pajak. Berdasarkan sistem ini, Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk
menghitung, menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri. Untuk dapat menjalankannya
dengan baik, maka setiap Wajib Pajak memerlukan pengetahuan pajak, baik dari segi
peraturan maupun teknis administrasinya. Agar pelaksanaannya dapat tertib dan sesuai
dengan target yang diharapkan, pemerintah telah menyiapkan rambu-rambu yang diatur
dalam UU Perpajakan yang berlaku.

15

Dari sudut pandang yuridis, pajak memang mengandung unsur pemaksaan. Artinya,
jika kewaiiban perpajakan tidak dilaksanakan, maka ada konsekuensi hukum yang bisa
terjadi. Konsekuensi hukum tersebut adalah pengenaan sanksi-sanksi perpajakan.
Menurut Mardiasmo (2011:59), sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa
ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan

(norma

perpajakan)

akan

dituruti/ditaati/dipatuhi. Atau dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat untuk
memperkeras peraturan perundang-undangan perpajakan agar dituruti/ditaati/dipatuhi.
Dalam Undang-Undang perpajakan ada 2 macam Sanksi Perpajakan yaitu:
1. Sanksi Administrasi terdiri dari:
a. Sanksi Adrninistrasi Berupa Denda
Sanksi administrasi berupa denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan
dalam UU perpajakan. Terkait besarannya denda dapat ditetapkan sebesar jumlah tertentu,
persentase dari jumlah tertentu, atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu.
Pada sejumlah pelanggaran, sanksi denda ini akan ditambah dengan sanksi pidana.
Pelanggaran yang juga dikenai sanksi pidana ini adalah pelanggaran yang sifatnya alpa
atau disengaja.
b. Sanksi Administrasi Berupa Bunga
Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang menyebabkan
utang pajak menjadi lebih besar. Jumlah bunga dihitung berdasarkan persentase tertentu
dari suatu jumlah, mulai dari saat bunga itu menjadi hak/kewajiban sampai dengan saat
diterima dibayarkan.
Terdapat beberapa perbedaan dalam menghitung bunga utang biasa dengan bunga
utang paiak. Penghitungan bunga utang pada umumnya menerapkan bunga majemuk
(bunga berbunga). Sementara, sanksi bunga dalam ketentuan pajak tidak dihitung
berdasarkan bunga majemuk.
Besarnya bunga akan dihitung secara tetap dari pokok pajak yang tidak/kurang
dibayar. Tetapi, dalam hal Waiib Pajak hanya membayar sebagian atau tidak membayar
sanksi bunga yang terdapat dalam surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan, maka
sanksi bunga tersebut dapat ditagih kembali dengan disertai bunga lagi.
16

c. Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan


Jika melihat bentuknya, bisa jadi sanksi administrasi berupa kenaikan adalah sanksi
yang paling ditakuti oleh wajib Pajak. Hal ini karena bila dikenakan sanksi tersebut,
jumlah pajak yang harus dibayar bisa menjadi berlipat ganda. Sanksi berupa kenaikan
pada dasarnya dihitung dengan angka persentase tertentu dari jumlah pajak yang tidak
kurang dibayar.
2. Sanksi Pidana
Kita sering mendengar isilah sanksi pidana dalam peradilan umum. Dalam perpajakan
pun dikenai adanya sanksi pidana. UU KUP menyatakan bahwa pada dasarnya, pengenaan
sanksi pidana merupakan upaya terakhir untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
Namun, pemerintah masih memberikan keringanan dalam pemberlakuan sanksi
pidana dalam pajak, yaitu bagi Wajib Pajak yang baru pertama kali melanggar ketentuan
Pasal 38 UU KUP tidak dikenai sanksi pidana, tetapi dikenai sanksi administrasi.
Pelanggaran Pasal 38 UU KUP adalah tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT
tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak
benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Hukum pidana diterapkan karena adanya tindak pelanggaran dan tindak kejahatan.
Sehubungan dengan itu, di bidang perpajakan, tindak pelanggaran disebut dengan kealpaan,
yaitu tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajiban pajak
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Sedangkan tindak kejahatan
adalah tindakan dengan sengaja tidak mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.

Meski dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tindak pidana di bidang
perpajakan tidak dapat dituntut setelah jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terlampaui. Jangka
waktu ini dihitung sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian
tahun pajak, atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan. Penetapan jangka waktu 10
(sepuluh) tahun ini disesuaikan dengan daluarsa penyimpanan dokumen-dokumen perpajakan
17

yang dijadikan dasar penghitungan jumlah pajak yang terutang, yaitu selama 10 (sepuluh)
tahun.

BAB III
KASUS
3.1

Kasus

18

Target Pajak Naik Terus


Target penerimaan dari pajak tersebut meningkat sekitar 10% dari APBN Perubahan 2014
yang ditetapkan sebesar Rp1.246,1 triliun setelah dikoreksi sebelumnya dari target APBN
2014. (w2taxservice.com)
DALAM sepuluh tahun terakhir nilai anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) terus
meroket. Tahun depan, sebagaimana disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) dalam Pidato Nota Keuangan 2015 di depan para wakil rakyat akhir pekan lalu,
Rancangan APBN 2015 dipatok sebesar Rp2.019,9 triliun.Dari mana sumber dana untuk
merealisasikan anggaran yang superjumbo itu? Sumber dana primadona berasal dari pajak
dipatok sebesar Rp1.370,8 triliun. Target penerimaan dari pajak tersebut meningkat sekitar
10% dari APBN Perubahan 2014 yang ditetapkan sebesar Rp1.246,1 triliun setelah dikoreksi
sebelumnya dari target APBN 2014. Yang menjadi persoalan besar bagaimana
mengoptimalkan penerimaan perpajakan?Fakta lapangan menunjukkan bahwa dalam 10
tahun terakhir ini, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak hanya tercatat dua kali memenuhi target
setoran pajak yang dipatok dalam APBN, tepatnya pada 2004 dan 2008.Meski kenyataan
realisasi penerimaan pajak selalu meleset, pemerintah tetap optimistis penerimaan pajak
tahun depan tetap bisa dimaksimalkan sehingga rasio pajak terhadap produk domestik bruto
(PDB) atau tax ratio juga akan terkerek ke level 12,32%.Pemerintah mematok tax ratio dalam
pengertian luas bisa bahkan mencapai sekitar 15,62% dengan mempertimbangkan pajak
daerah. Di balik sikap optimistis itu pemerintah menyadari bahwa kunci utamanya adalah
sejauh mana implementasi dari berbagai kebijakan intensifikasi pajak.Target kenaikan
penerimaan pajak sebesar 10% tahun depan dibandingkan tahun ini oleh Dirjen Pajak Fuad
Rahmany dinilai konservatif dan realistis. Lebih baik membuat angka yang memang bisa
dipenuhi sehingga tak perlu direvisi.Selama ini yang menjadi persoalan dalam merealisasikan
penerimaan perpajakan lebih banyak menyoroti soal intensifikasi ketimbang ekstensifikasi
pajak. Untuk meningkatkan kapasitas organisasi, kebutuhan sumber daya manusia (SDM)
untuk menjalankan organisasi menjadi kunci utama.Begitupula dari sisi anggaran yang masih
terus dikeluhkan petinggi lembaga pemungut pajak tersebut. Saat ini anggaran Ditjen Pajak
hanya berputar pada angka Rp5,5 triliun, padahal anggaran ideal berkisar antara Rp7 triliun
hingga Rp8 triliun.Dengan anggaran maksimal tersebut, bisa menambah sumber daya
manusia dan infrastruktur yang bisa meningkatkan kinerja karyawan kantor pajak. Tahun ini
kinerja Ditjen Pajak belum begitu menggembirakan. Tengok saja, realisasi penerimaan pajak
hingga awal Agustus sepanjang tahun ini baru mencapai Rp548,07 triliun atau sekitar 51,11%
dari target yang dipatok dalam APBN-P 2014.Meski demikian, penerimaan pajak masih
mencatatkan kenaikan sekitar 9,66% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun,
kenaikan tersebut tidak bisa dijadikan sebagai prestasi karena penerimaan masih jauh dari
target, sementara waktu terus meluncur mendekati akhir tahun.Dari realisasi penerimaan
pajak hingga awal Agustus ini, sebagaimana dilansir Ditjen Pajak, kontribusi terbesar
disumbangkan oleh pajak penghasilan (PPh) nonminyak dan gas (migas) yang mencapai
Rp275,55 triliun atau 56,7% dari target, menyusul pajak pertambahan nilai dan pajak
penjualan atas barang mewah (PPN dan PPnBM) sekitar Rp 223,99 triliun atau 47,1% dari
target, lalu PPh migas Rp44,49 triliun atau 53,04% dari target, serta pajak lainnya sebesar
19

Rp2,97 triliun atau 57,29 dari target dan pajak bumi dan bangunan (PBB) Rp1,06 triliun atau
4,87% dari target.Dilihat dari sektor usaha, tercatat industri pengolahan menduduki urutan
pertama pemasukan pajak sebesar Rp201,27 triliun, posisi kedua perdagangan besar dan
eceran Rp81,3 triliun, urutan ketiga adalah jasa keuangan dan asuransi Rp72,24 triliun, serta
posisi keempat ditempati pertambangan dan penggalian sebesar Rp36,38 triliun.Melihat
angka-angka realisasi penerimaan pajak tersebut, jelas mengundang kekhawatiran akan
tercapai target yang dipatok dalam APBN-P 2014 yang sudah dikoreksi dari target
sebelumnya di APBN 2014. Nah, penetapan target pajak untuk tahun depan sepertinya
pemerintah cenderung tidak berpijak pada kondisi perpajakan dari tahun ke tahun.

BAB IV
KESIMPULAN
Manajemen risiko perpajakan harus di kelola dengan baik, dimulai dari pendekatan
para pegawai pajak untuk selalu menghimbau agar wajib pajak dapat menyetor pajak yang
seharusnya terhutang, dan menyadarkan masyarakat kepedulian tentang pajak karena pajak
itu penting. Tidak hanya dari pegawai pajak saja yang harus mengelola tetapi kita sebagai
20

wajib pajak harus ikut serta dengan mematuhi peraturan perpajakan yang berlaku. Agar dapat
tercapainya target pajak.
p.s
Singkatnya, intensifikasi seakan menimpakan beban pertambahan target pajak kepada mereka
yang tak patuh dengan mengeksploitasi ketidakpatuhannya, dan peningkatan pajak akan
meningkat seiring dengan meningkatnya kepatuhan dari wajib pajak yang tidak patuh (karena
yang sudah patuh tidak akan terpengaruh dengan ini). Sedangkan ekstensifikasi seakan
menimpakan beban pertambahan target pajak kepada mereka yang patuh dengan menambah
jumlah beban pajaknya (karena yang tidak patuh tidak akan banyak terpengaruh dengan ini)

DAFTAR PUSTAKA

21

http://hikmawati92.blogspot.com/2013/07/manajemen-risiko-konsep-dasar-teknik_2.html
http://rahmatulliza43.blogspot.com/2012/11/manajemen-pajak.html
http://indahhandy.blogspot.com/2010/01/manajemen-resiko-dalam-mengelola-dan.html
http://akhwatassyari.blogspot.com/2012/05/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html
http://rezafrachman.blogspot.com/2011/08/18-pengelolaan-risiko.html
http://ngapackers.blogspot.com/2008/11/teknik-teknik-manajemen-resiko.html
http://www.scribd.com/doc/220908777/Tax-Risk-Management-Word
http://konsultanpajak-aaa.com/mengenal-sanksi-pajak.html
http://www.pajak.go.id/content/news/menghadapi-ketidakpastian-dengan-manajemen-risiko
http://www.bppk.depkeu.go.id/berita-pekanbaru/16050-mengenal-lebih-jauh-manajemenrisiko-dalam-perpajakan
http://pratamaindomitra.co.id/tax-risk-management.html
http://abhymujahidmuda.blogspot.com/2012/04/makalah-manajemen-risiko.html
http://nasional.sindonews.com/read/892935/16/target-pajak-naik-terus

22

Anda mungkin juga menyukai