Anda di halaman 1dari 11

PERENCANAAN PENGELOLAAN KOTA BATU MENUJU

KAWASAN BERBASIS EKOWISATA

Oleh:
Arga Sevtyan Vallentyno
NIM. 0911253005
ABSTRAK
Dalam penelitian ini berisi tentang analisis kebijakan publik bidang kepariwisataan di
Kota Batu, Jawa Timur. Tujuan dari penelitian ini adalah membahas mengenai bagaimana
kebijakan perencanaan pengelolaan Kota Batu dalam bidang kepariwisataan dengan konsep
ekowisata ditinjau dalam kerangka studi kebijakan publik. Masalah penelitian yang kedua
adalah bagaimana pemerintah Kota Batu menerapkan kebijakan penyelamatan dan
pelestarian lingkungan ditinjau dari kajian politik lingkungan yang mengacu pada Peraturan
Menteri Nomor 33 Tahun 2009 Tentang pedoman pengembangan ekowisata di daerah.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif
yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati Jenis pendekatan yang dilakukan adalah deskriptif yang
digunakan untuk menjelaskan bagaimana proses pembuatan kebijakan kepariwisataan di Kota
Batu berdasarkan pengamatan awal yang akan dianalisa lebih mendalam oleh peneliti.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah (1). Dalam proses pembuatan kebijakan,
pemerintah Kota Batu sudah melakukan tahapan-tahapan sesuai dengan kerangka model dan
pendekatan dalam kajian kebijakan publik yaitu model sistem yang dikembangkan oleh
David Easton melalui pendekatan partisipatori yang melibatkan masyarakat dalam
pembuatannya. Sehingga kebijakan RIPPDA ini layak untuk dilanjutkan melihat dukungan
yang besar dan adanya sinergitas antara pemerintah daerah dengan stakeholder pembangunan
pariwisata di Kota Batu. (2). Menanggapi isu-isu pelestarian lingkungan yang mengacu pada
peraturan menteri dalam negeri nomor 33 tahun 2009 tentang pedoman pengembangan
ekowisata daerah, pemerintah Kota Batu juga telah mampu menyelenggarakan tata kelola dan
pemanfaatan lingkungan dengan baik dalam kerangka kajian politik lingkungan. Kebijakan
yang telah ditetapkan menjamin adanya perlindungan dan pelestarian ekosistem alam dalam
Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah (RIPPDA) dan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kota Batu. Pemerintah Kota Batu menyadari bahwa perkembangan
kepariwisataan dan pertanian yang menjadi sektor unggulan Kota Batu sangat bergantung
kepada kelestarian alam. Maka, dengan adanya jaminian keberlangsungan ekosistem alam
pemanfaatan aset utama daerah akan maksimal dan mendatangkan banyak manfaat bagi
masyarakat Kota Batu maupun daerah sekitarnya.
Kata Kunci : Pemerintah Kota Batu, Kebijakan Publik, Ekowisata, Penyelamatan dan
Pelestarian Lingkungan.

I.

Pendahuluan
Kota Batu atau yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan Kota Wisata Batu
(KWB) merupakan daerah administratif yang tergolong masih baru berdiri. Semenjak
dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2001 tentang
pembentukan Kota Batu secara resmi memisahkan diri dari wilayah Kabupaten Malang
menjadi daerah otonom yang mandiri. Kota Batu terbagi menjadi tiga kecamatan yaitu
Kecamatan Batu, Kecamatan Bumiaji, dan Kecamatan Junrejo terbagi menjadi 20 desa 4
kelurahan.
Pengembangan Kota Batu untuk dijadikan wilayah industri pariwisata
memberikan dampak positif terhadap pendapatan asli daerah yang kemudian dapat
dialokasikan untuk pembangunan insfrastruktur daerah. Nilai tambah inilah yang perlu
disadari oleh pemerintah daerah Kota Batu agar pengelolaan sumber-sumber pendapatan
daerah dapat terencana dengan sebaik-baiknya.
Menurut Wibowo, merujuk pada TAP MPR Nomor 9 Tahun 1998 menyatakan
bahwa mendayagunakan potensi pariwisata sebagai sumber devisa negara. Ditambah
dengan dikeluarkannya UU Nomor 9 tahun 1990 yang menjelaskan bahwa modal berupa
sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan yang dimiliki bangsa
Indonesia perlu dimanfaatkan secara optimal melalui penyelenggaraan kepariwisataan
yang ditujukan untuk meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, memperluas dan memeratakan kesempatan
berusaha dan lapangan kerja, mendorong pembangunan daerah, memperkenalkan dan
mendayagunakan obyek dan daya tarik wisata Indonesia, serta memupuk rasa cinta tanah
air dan mempererat persahabatan antar bangsa (wibowo, 2007 : 3).
Dari sini pemerintah daerah Kota Batu perlu merumuskan formulasi kebijakan
dalam pengelolaan perencanaan daerah yang dalam hal ini menjadi tugas Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah. Dengan memperhatikan peraturan menteri dalam
negeri nomor 33 tahun 2009 tentang pedoman pengembangan ekowisata di daerah yang
tercantum dalam ketentuan umum salah satunya adalah ekowisata merupakan kegiatan
wisata alam di daerah yang bertanggungjawab dengan memperhatikan unsur pendidikan,
pemahaman, dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi sumberdaya alam, serta
peningkatan pendapatan masyarakat lokal. Pengembangan ekowisata adalah kegiatan
perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ekowisata.

Dalam Kajian Environmental Politics yang menganalisis peran institusi atau


pihak-pihak yang berkepentingan dengan sumber daya alam dan lingkungan, ada
keterkaitan antara pemerintah dalam menangani permasalahan lingkungan. Selain itu
kajian politik lingkungan juga menganalisis masyarakat, swasta, lembaga swadaya
masyarakat, lembaga pembangunan, pendidikan dan penelitian. (Tony Djogo, 2011).
Dalam beberapa kasus pemerintah daerah membuat kesalahan dalam regulasi kebijakan
terkait lingkungan seperti pemberian ijin pertambangan pada perusahaan besar dan
pendirian bangunan untuk kepentingan di tingkat elit demi mendapatkan banyak
keuntungan yang justru mengakibatkan kerusakan lingkungan dan bencana alam. Di sini
peranan pemerintah dalam menanggapi keperihatinan publik dan institusi lain dari
masyarakat atas persoalan lingkungan dapat ditindak-lanjuti dengan membuat dan
menegakkan peraturan untuk pengendalian dampak lingkungan maupun mengendalikan
atau menindak perusahaan yang menghasilkan dampak negatif pada lingkungan.
Berdasarkan penjabaran latar belakang yang dikemukakan di atas maka penulis
tertarik untuk meneliti dan mendiskripsikan masalah tersebut melalui penulisan skripsi
yang berjudul Perencanaan Pengelolaan

Kota Batu menuju kawasan berbasis

ekowisata
II.

Tinjauan Pustaka
II.1.

Kebijakan Publik
Kebijakan publik menurut Thomas R Dye adalah apapun yang dipilih

pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan. Sedangkan menurut Robert Eystone
kebijakan publik didefinisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan
lingkungannya (Budi Winarno, 2012 : 20).
Kebijakan publik merupakan arah tindakan yang dilakukan oleh pemerintah
dan mempunyai pengaruh terhadap kepentingan masyarakat secara luas. Dalam
analisis kebijakan publik mengenai kebijakan kepariwisataan Kota Batu, analisik
kebijakan berhubungan dengan penyelidikan dan deskripsi sebab-sebab beserta
konsekuensinya. Kita dapat menganalisis pembuatan, substansi, dan dampak dari
kebijakan itu termasuk siapa yang diuntungkan dan siapa aktor yang berperan di
dalamnya.

II.2.

Politik Lingkungan
Politik lingkungan adalah kajian yang membahas interaksi antar berbagai

elemen sistem dalam proses perumusan dan pengambilan kebijakan publik terhadap
masalah-masalah lingkungan. Dalam studi kajian politik lingkungan menurut Peter
Dauverger dalam Handbook of Global Environmental Politics, kajian politik
lingkungan global dimulai pada akhir 1960an hingga awal 1970an dimana ia
menganalisa tentang peran negara, lembaga-lembaga internasional, ekonomi politik
global, kekuasaan global, norma dan ideologi di bawah disiplin ilmu politik (Peter
Dauverger, 2005 : 5). Beberapa ahli lain juga beranggapan bahwa politik lingkungan
hidup mempelajari dampak ekologi dan ekonomi global seperti politik pertumbuhan,
perdagangan, korporasi, finansial dan konsumsi. Namun Dauverger menegaskan
bahwa sumbangan dan kontribusi utama dari kajian politik lingkungan ini adalah
meluasnya area riset interdisipliner dalam politik dan lingkungan.
Sedangkan menurut Garner, politik lingkungan membahas

secara

komperhensif berbagai isu krisis lingkungan, ideologi politik lingkungan, gerakan


lingkungan, dan proses politik dan lingkungan (Garner, 1996 : v-vi). Maka dalam
menanggapi permasalah lingkungan perlu adanya formulasi kebijakan dalam rangka
penyelamatan lingkungan.
II.3.
Ekowisata
Ekowisata menurut Emil Salim adalah pariwisata yang berwawasan
lingkungan dan pengembangannya selalu memperhatikan nilai-nilai (Yoeti Oka A,
1996).

Pada

dasarnya

ekowisata

diselenggarakan

dengan

memperhatikan

kesederhanaan, menjaga keaslian alam dan lingkungan, melestarikan keaslian seni


dan budaya, adat istiadat, kebiasaan hidup, menciptakan ketenangan, memelihara
flora dan fauna, serta terpeliharanya

lingkungan hidup sehingga tercipta

keseimbangan antara kehidupan manusia dan alam sekitarnya.


Ekowisata dalam Peraturan Menteri dalam negeri nomor 33 tahun 2009
tentang pedoman pengembangan ekowisata di daerah yang tercantum dalam
ketentuan umum BAB I Pasal 1 menyebutkan ekowisata adalah kegiatan wisata alam
di daerah yang bertanggungjawab dengan memperhatikan unsur pendidikan,
pemahaman, dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi sumberdaya alam, serta
peningkatan pendapatan masyarakat lokal.
Pengembangan Kepariwisataan

II.4.

Pengembangan kepariwisataan adalah usaha-usaha yang dilakukan dalam


rangka meningkatkan potensi wisata di suatu daerah. Potensi pariwisata jika dikelola
dengan baik maka akan mendatangkan banyak keuntungan. Menurut yoeti, bahwa bila
pada suatu daerah tujuan wisata yang berkembang baik, dengan sendirinya akan
memberikan dampak positif pada daerah itu, karena itu dapat menciptakan lapangan
kerja yang cukup luas bagi penduduk sekitar, alasan utama pengembangan pariwisata
sangat erat hubungannya dengan pembangunan ekonomi di daerah tempat di mana
daerah tujuan wisata itu berada (Yoeti Oka A, 1997 : 33).
Pengembangan

wisata

dapat

dipahami

dengan

melihat

tujuan

dari

pengembangan wisata itu sendiri, dimana pariwisata bagaimanapun bentuknya tujuan


pengembangannya perlu memperhatikan kemungkinan-kemungkinan peningkatan
kerjasama dengan bangsa-bangsa lain yang saling menguntungkan (Yoeti Oka A, 1997
: 14).
Dalam Inpres Nomor 9 tahun 1969 pasal 2 menyebutkan bahwa tujuan
pengembangan kepariwisataan nasional adalah meningkatkan

pendapatan devisa

pada khususnya dan pendapatan negara dan masyarakat pada umumnya, perluasan
kesempatan kerja dan mendorong kegiatan-kegiatan industri penunjang dan industri
sampingan lainnya. Kemudian memperkenalkan dan mendayagunakan keindahan
alam dan kebudayaan Indonesia. Serta meningkatkan persaudaraan atau persahabatan
nasional dan internasional (Yoeti Oka A, 1997 : 42).
III.

Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah dengan metode penelitian kualitatif deskriptif.
Jenis pendekatan yang dilakukan adalah deskriptif yang digunakan untuk menjelaskan
bagaimana proses pembuatan kebijakan kepariwisataan di Kota Batu berdasarkan
pengamatan awal yang akan dianalisa lebih mendalam oleh peneliti. Penelitian ini
memilih lokasi di Kota Batu. Penelitian dilakukan selama kurang lebih 3 bulan, yakni
mulai dari bulan Oktober 2013 sampai Desember 2013. Pemilihan waktu dan tempat
penelitian adalah atas pertimbangan efisiensi waktu dan pembiayaan dalam penelitian.
Kegiatan pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan juga
wawancara mendalam atau depth interview. Tujuan dari observasi ini adalah untuk
mengetahui secara mendalam dan menyeluruh tentang mengenai kejadian-kejadian nyata

dan juga interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat tersebut (Wuisman, 1991 : 72).
Hasil dari observasi melalui pengamatan tersebut dapat dicatat dalam bentuk narasi.
Wawancara mendalam dilakukan untuk melengkapi data-data yang tidak diperoleh
melalui observasi dan wawancara biasa.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif sehingga dalam pengolahan
data akan dilakukan melalui pendeskripsian hasil wawancara yang telah dilakukan
dilapangan. Dalam penelitian kualitatif ini menggunakan analisis kualitatif yang
dikemukakan yakni data yang dimunculkan adalah data yang berupa kata-kata bukan
angka-angka, yang diperoleh melalui beberapa cara yakni observasi, wawancara serta
dokumen-dokumen penunjang lainnya. Analisis data menurut Miles dan Huberman
terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yakni reduksi data,
penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi (Miles & Huberman, 1992 : 16).
IV.

Hasil Penelitian dan Pembahasan


Dari pengumpulan dan analisis data ditemukan bahwa dalam perencanaan
pengelolaan kepariwisataan di Kota Batu dalam prakteknya telak menyusun kebijakan
daerah berupa penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
yang mengacu pada kebijakan dan undang- undang yang lebih tinggi. Penyusunan
RIPPDA ini disesuaikan dengan kebijakan kepariwisataan nasional dan kebijakan
kepariwisataan provinsi Jawa Timur. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2009 yang menyatakan dalam pembuatan Pembangunan kepariwisataan dilakukan
berdasarkan rencana induk pembangunan kepariwisataan yang terdiri atas rencana induk
pembangunan kepariwisataan nasional dan rencana induk pembangunan kepariwisataan
daerah.
Mengacu pada penyusunan RIPPDA kemudian dilakukan analisis berdasarkan
analisis kebijakan publik. Dalam kerangkan analisis kebijakan publik ada model yang
dapat dijadikan acuan perumusan kebijakan. Model-model ini dikembangkan untuk
menyederhanakan proses perumusan kebijakan yang rumit, dan sekaligus untuk mudah
dimengerti. Dalam analisis ini penulis menggunakan model sistem yang dikembangkan
oleh Paine dan Naumes yang merujuk pada model sistem David Easton. Model ini
menurut Paine dan Naumes merupakan model deskriptif karena menggambarkan
senyatanya yang terjadi dalam pembentukan kebijakan (Winarno, 2012 : 97). Model ini
disusun hanya dari sudut pandang pembuat kebijakan, dalam hal ini adalah pemerintah
daerah Kota Batu.
Analisis dilakukan dengan menggunakan model sistem David Easton dengan
membedah bagaimana sebuah kebijakan itu dibuat. Kerangka sistem menurut David
Easton adalah seperti pada gambar dibawah ini:
inputs

Sistem
politik
feedback
Sumber: Diolah. Winarno, 2013.

outputs

Dalam pembuatannya, RIPPDA telah melewati serangkaian proses yang


melibatkan berbagai stakeholders di Kota Batu. Dalam proses pembuatan rancangan
RIPPDA dilakukan oleh eksekutif dalam hal ini oleh BAPPEDA Kota Batu. Wewenang
BAPPEDA dalam hal ini adalah membuat draft rancangan RIPPDA dengan melalui
proses analisis wilayah kota. Wilayah yang sudah terpetakan direncanakan untuk
dikembangkan melalui pembangunan daerah. Proses ini memakan waktu yang tidak
singkat karena memerlukan analisa mendalam dan tidak sembarangan terkait arah
pembangunan di Kota Batu agar dapat tepat sasaran. Hal ini dilakukan mengingat
RIPPDA akan digunakan untuk kurun waktu 10 tahun. Model analisis pembuatan
kebijakan dapat dilihat dalam gambar di bawah ini:
Kebijakan
Publik

Bottom Up

RIPPDA

Keterlibatan
Stakeholders dalam
pembuatan kebijakan
Sumber: Diolah dari analisis penulis,

Pendekatan yang digunakan dalam


2013 pembuatan kebijakan ini adalah
menggunakan pendekatan partisipatori melihat dalam pembuatannya melibatkan
stakeholders yang mendukung pembangunan kepariwisataan di Kota Batu.
Keterlibatan stakeholders merupakan suatu cara untuk mempercepat para individu,
kelompok-kelompok kepentingan, dan para pejabat memberikan kontribusi mereka
dalam pembuatan desain kebijakan.
Dengan teknik trianggulasi yang membandingkan antara hasil penelitian
sebelumnya dengan hasil wawancara di lapangan serta data dokumen hasil penelitian
maka penulis membuat kesimpulan berdasarkan analisis terhadap inputs pembuatan
kebijakan ini bersifat bottom up yang melibatkan stakeholders di dalam pembuatan
RIPPDA Kota Batu. Kebijakan ini bersifat bottom up dilihat dari tahapan pembuatan
agenda kebijakan yang melibatkan stakeholders pada tanggal 11 November 2010
dalam bentuk lokakarya untuk mempresentasikan rancangan awal RIPPDA yang
kemudian dilakukan pembahasan dan menerima masukan.

Berdasarkan analisa di atas maka dalam pembuatan kebijakan kepariwisataan,


pemerintah Kota Batu terdapat sinegitas antara pemerintah, DPRD Kota Batu,
masyarakat dan swasta. Dengan memperhatikan isu-isu strategis kepariwisaaan,
pembuatan kebijakan ini sudah memenuhi syarat untuk menjadi kebijakan publik.
Maka kebijakan RIPPDA ini layak untuk dilanjutkan.
Kemudian Selanjutnya penulis membahas mengenai politik lingkungan dalam
usaha pelestarian dan penyelamatan lingkungan. Dengan mengacu pada UU Nomor
10 Tahun 2009 Tentang kepariwisataan dan Peraturan menteri dalam negeri nomor 33
tahun 2009 tentang pedoman pengembangan ekowisata di daerah, Pemerintah Kota
Batu melakukan langkah strategis dalam usaha-usaha pelestarian lingkungan daerah
dalam bentuk rencana induk pembangunan pariwisata daerah (RIPPDA) dan
Peraturan Daerah Nomor 07 Tahun 2011 tentang rencana tata ruang Kota Batu Tahun
2010-2030.
Dalam rencana induk pembangunan kepariwisataan daerah, pemerintah Kota
Batu memberikan arahan kepada masyarakat terkait pelestarian lingkungan dan
pengembangan pariwisata melalui pembentukan Kelompok Masyarakat Sadar Wisata
(POKDARWIS) yang tujuannya memberikan pemahaman dan peningkatan kualitas
SDM kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian alam serta sambutan
yang ramah terhadap wisatawan yang gunanya sebagai daya tarik untuk wisatawan.
Usaha ini dilakukan dalam rangka promosi wisata daerah yang nantinya dapat
meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.
V.

Kesimpulan dan Saran


Kebijakan perencanaan kepariwisataan di Kota Batu disusun berdasarkan
kajian-kajian

terhadap

peraturan

perundangan-undangan,

arah

kebijakan

kepariwisataan nasional dan provinsi, serta analisa mendalam terhadap kondisi


daerahnya serta keterlibatan masyarakat dalam pembuatan kebijakan kepariwisataan
daerah. Sesuai dengan visi dan misi Kota Batu, menempatkan pariwisata dan
pertanian sebagai komoditas utama dalam mendorong pembangunan daerah
merupakan arah perencanaan pembangunan yang harus mendapatkan perhatian
khusus.
Dalam kesimpulan ini penulis menegaskan kembali jawaban dari masalah
penelitian dari hasil penelitiaan sebagai berikut:

1. Dalam proses pembuatan kebijakan, pemerintah Kota Batu sudah melakukan


tahapan-tahapan sesuai dengan kerangka model dan pendekatan dalam kajian
kebijakan publik yaitu model sistem yang dikembangkan oleh David Easton
melalui pendekatan partisipatori yang melibatkan masyarakat dalam
pembuatannya. Sehingga kebijakan RIPPDA ini layak untuk dilanjutkan
melihat dukungan yang besar dan adanya sinergitas antara pemerintah daerah
dengan stakeholder pembangunan pariwisata di Kota Batu.
2. Menanggapi isu-isu pelestarian lingkungan yang mengacu pada peraturan
menteri dalam negeri nomor 33 tahun 2009 tentang pedoman pengembangan
ekowisata daerah, pemerintah Kota Batu juga telah mampu menyelenggarakan
tata kelola dan pemanfaatan lingkungan dengan baik dalam kerangka kajian
politik lingkungan. Kebijakan yang telah ditetapkan menjamin adanya
perlindungan dan pelestarian ekosistem alam dalam Rencana Induk
Pembangunan Pariwisata Daerah (RIPPDA) dan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kota Batu. Pemerintah Kota Batu menyadari bahwa perkembangan
kepariwisataan dan pertanian yang menjadi sektor unggulan Kota Batu sangat
bergantung kepada kelestarian alam. Maka, dengan adanya jaminian
keberlangsungan ekosistem alam pemanfaatan aset utama daerah akan
maksimal dan mendatangkan banyak manfaat bagi masyarakat Kota Batu
maupun daerah sekitarnya.
Daftar Pustaka
Berg, Bruce. L. 2007. Qualitative Research Methods for The Social Sciences.Boston:
Pearson Education, Inc.
Dauverger, Peter. 2005. Handbook of Global Environmental Politic. Northamton : Edward
Elgar Publishing, Inc.
Fandeli, Chafid dan Mukhson. 2000. Pengusahaan Pariwisata. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar Offset
Garner, Robert. 1996. Environmental Politic. New York: Prentice Hall, Harvester
Wheatsheaf.
Hakim, Luchman. 2004. Dasar dasar Ekowisata. Malang : . Bayumedia Publishing

Miles, Matthew B. Dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku
Sumber Tentang Metode-Metode Baru/ Matthew B. Miles, A. Michael Huberman.
Terj. Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Pendit, Nyoman S. 1990. Ilmu Pariwisata Pengantar Perdana . Jakarta : Pradnya Paramita
Rudito, Bambang & Famiola, Melia. 2008. Social Mapping (Metode Pemetaan Sosial).
Bandung: Rekayasa Sains.
Salim, Agus. 2001. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial (Pemikiran Norman K. Denzin,
dan Egon Guba, serta Penerapannya). Yogyakarta: Tiara Wacana.
Wahab, Solichin A. 2008. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Malang: UPT Penerbitan
Universitas Muhammadiyah malang
Wibowo. 2007. Dampak Pengembangan Ekowisata Kawasan Wisata Gunung MerapiMerbabu Terhadap Perubahan Struktur Masyarakat. Surakarta: Skripsi
Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik : Teori, Proses, dan Studi Kasus. Yogyakarta: CAPS
Wuisman, J. J. M. 1991. Metoda Penelitian Ilmu Sosial. Malang: Dwi Murni.
Yoeti, Oka A. 1996. Pemasaran Pariwisata. Bandung : Angkasa
Yoeti, Oka A. 1997. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta : PT. Pradnya
Paramita
DOKUMEN INSTANSI
Pemda Batu. 2010. RIPPDA Periode 2010-2020. Batu: Pemda Batu
Pemda Batu. 2011. RTRW Kota Batu Periode 2010-2030. Batu: Pemda Batu
Pemda Batu. 2012. Batu Milesstone (Informasi Potensi Daerah Kota Batu tahun 2012). Batu:
Pemda Batu

JURNAL
Hand Out Mata Kuliah Concept Resort And Leisure, Strategi Pengembangan Dan
Pengelolaan Resort And Leisure Gumelar S. Sastrayuda ( 2010)
INTERNET
Djogo, Tony. 2011. Politik Lingkungan. http://devenvist.blogspot.com/politik-lingkungan
diakses pada tanggal 24 Desember 2013 pukul 20.30 WIB

Anda mungkin juga menyukai