Anda di halaman 1dari 31

DASAR-DASAR GENETIKA

DASAR-DASAR GENETIKA
by Arwin Lim
A. DEFINISI
Genetika adalah ilmu yang mempelajari tentang apa yang diturunkan dari suatu generasi ke
generasi berikutnya dan bagaimana cara pewarisan/penurunan tersebut. Ilmu ini mempelajari
pewarisan sifat (Inggris:trait) yang dimiliki satu individu ke individu lainnya. Istilah lain untuk
ilmu ini adalah hereditas dan ilmu pewarisan. Secara umum, genetika berusaha menjelaskan
material apa saja yang membawa informasi untuk diwariskan (bahan genetik), bagaimana
informasi itu diekspresikan (ekspresi genetik), dan bagaimana informasi itu ditransmisikan dari
satu individu ke individu yang lain (pewarisan genetik).
Anjing selalu beranak anjing, begitu juga kucing beranak kucing, tidak mungkin anak-anaknya
anjing. Diantara mereka (keturunan = offspring) satu sama lain ada bedanya dalam beberapa
hal, tetapi tetap tidak berbeda berapa jauh dengan sifat sifat yang dipunyai induknya. Orangorang Yunani purba pun telah memahami bahwasannya orang tua yang bermata biru 8 (blue
eyed parents) memiliki anak yang juga bermata biru. Juga mereka ketahui penurunan mengenai
sifat kelainan mata dan kebutaan pada generasi-generasi berikutnya itulah yang dikenal dengan
istilah inheritanceatau heredity (keturunan).
Sifat hereditas ini dapat diekspresikan (jadi terlihat oleh mata) atau dapat pula tersembunyi
(tidak terlihat oleh mata), yang selalu didapat atau diturunkan dari nenek moyangnya.
Termasuk dalam hal ini sifat-sifat fisis, faali, psikis, maupun instinct terutama sekali pada hewan
tingkat tinggi dan manusia.
Perbedaan perbedaan yang ada diantara individu-indivdu dari satu spesies disebut sebagai
variasi. Yang dikenal ada dua macam, yaitu :
o Variasi somatik ( badaniah) atau variasi lingkungan. Umpamanya : makanan, temperatur dan
faktor-faktor luar lainnya.
o Variasi garminalis atau variasi hereditas pada offspring tertentu.
Genetika mempelajari hal-hal diatas yakni mengenai perbedaan-perbedaan maupun
persamaan-persamaan oleh factor herediter dengan lingkungan. Hal ini dituliskan dalam rumus
berikut :

Dimana :
P = Phenotypus ( sifat individu yang dapat terlihat oleh mata)
G = Genotypus ( sifat herediter individu yang dibawa oleh gen-gen yang merupakan dasar
genetikanya).

E = Environment ( faktor lingkungan)

B. GENETIKA DAN BIOLOGI


Genetika merupakan cabang tersendiri dari biologi, karena mempelajari baik hewan/manusia
maupun tumbuh-tumbuhan, khusus hal genetiknya.khusus genetiknya tidak berarti genetika
lepas dari ilmu ilmu lainnya. Justru genetika ini banyak membantu dalam lapangan agricultural
(pertanian dan peternakan) yakni menyempurnakan bentuk, hasil panen/produksi, resistensi
terhadap penyakit dan lain-lain.
Genetika juga banyak membantu dalam mempelajari evolusi, embriologi, sitologi, bioseluler,
faali dan lain-lain. Jadi bila hendak mempelajari Zoologi atau Botani, malahan juga kadangkadang diperlukan pengetahuan dasar lainnya : kimia, biokimia, fisika dan statistika. Hal ini
disebabkan dalam genetika ini banyak sekali dipelajari segala sifat multi disipliner.

C. CABANG GENETIKA
Kemajuan genetika telah sedemikian pesatnya, sehingga telah ada cabang-cabang dari genetika
yang mempelajari hal-hal yang lebih sempit tetapi lebih mendalam (spesialisasi) dari salah satu
bagian genetika. Genetika berkembang baik sebagai ilmu murni maupun ilmu terapan. Cabangcabang ilmu ini terbentuk terutama sebagai akibat pendalaman terhadap suatu aspek tertentu
dari objek kajiannya.
Cabang-cabang murni genetika :
a. Genetika perkembangan mempelajari cara gen mengontrol perkembangan embrio.
b. Genetika molecular berkaitan dengan pembentukan gen secara kimia.
c. Genetika perilaku melibatkan interaksi antara komponen hereditas dan komponen
lingkungan dalam perilaku manusia. Misalnya , cabang ilmu ini mempelajari kontribusi genetik
dan lingkungan terhadap aspek perilaku seperti kepribadian, intelegensia, penyakit jiwa atau
peran seksual.
d. Sitogenetika berkaitan dengan peran gen dan kromosom dalam aktivitas seluler.
e. Genetika biokimia
f. Genetika faali
g. Genetika populasi mempelajari prinsip-prinsip genetic yang dapat mempengaruhi
keseluruhan populasi organisme.
Cabang-cabang terapan genetika :
1. Genetika kedokteran merupakan ilmu yang mempelajari kemungkinan faktor genetika yang
mempengaruhi kejadian dari suatu faktor patologis.
2. Ilmu pemuliaan
3. Rekayasa genetika digunakan untuk menguraikan pengenalan akan criteria pilihan dan
rancangan menusia ke dalam suatu konstruksi dan kombinasi gen.
D. SEJARAH PERKEMBANGAN GENETIKA

Genetika ini telah lama dikenal manusia, misal oleh orang Yunani Purba . Di Mesir dan Syria
sejak lama telah dilakukan percobaan guna mencari hasil panen/produksi tanaman, yang lebih
baik (yakni dengan cara selection). Di Mesir dilakukan seleksi untuk mencari bibit/benih
gandum dan di Syria terhadap bibit kurma. Dasar percobaan mereka masih lemah, karena sifat
keilmiahannya belum tampak. Mereka belum mengetahui sifat herediter yang menurun ke
generasi berikutnya.
Walaupun demikian bahwa dasar pemikiran mereka adalah benar dalam ilmu Genetika,
dibuktikan pertama kali oleh Johannsen (Botanist Denmark), yakni dengan melihat hasil panen
penanaman biji kacang-kacangan.
Gagasan tentang hereditas (pewarisan) dapat ditelusur kembali sampai 6000 tahun yang lalu
dari batu bertulis di Chaldea, yang melukiskan silsilah pewarisan sifat-sifat pada bulu kuda.
Mengenai hereditas pada manusia, disebutkan adanya penyakit darah hemofili di dalam
Talmud kira-kira 1500 tahun yang lalu. Walaupun ada catatan sejarah yang menarik ini, dasar
mengenai konsepsi (pembuahan) dan keterangan mengenai pewarisan sebagian besar tetap
bersifat spekulatif, sampai waktu yang relatif lama. Di dalam kenyataan, masyarakat primitif
masih memandang bahwa hubungan kelamin tidak ada hubungannya sama sekali dengan
terjadinya kehamilan dan kelahiran.
Pada abad ketiga sebelum masehi, Aristoteles mengatakan bahwa semen (benih) laki-laki
berasal dari darah dan mempunyai kemampuan memberi kehidupan pada embrio yang
terbentuk di dalam rahim, dengan cara penggumpalan darah menstruasi. Pandangan ini
diterima umum selama hampir 2000 tahun sampai pada abad ketujuh belas, saat William
Harvey, yang memperoleh kemashuran berkat penyelidikannya pada peredaran darah,
menunjukkan bahwa pada rusa yang dibunuh pada berbagai waktu setelah kawin, tidak pernah
ditemukan adanya penggumpalan darah menstruasi, tetapi terdapat embrio kecil yang secara
bertahap bertambah besar dan kompleks selama seluruh periode kehamilan.
Bahwa persatuan antara sel telur dengan spermatozoon merupakan dasar penting untuk
konsepsi, pertama kali diterangkan oleh Reigner de Graaf, seorang sarjana Belanda. Pada akhir
abad ketujuh belas ia melukiskan adanya tonjolan-tonjolan kecil pada ovarium (indung telur)
mammalia. Tonjolan tadi, yang sekarang disebut folikel de Graaf, berisi sel telur yang belum
dibuahi atau ovum. Untuk pertama kali dilontarkan gagasan bahwa spermatozoon sendiri
bukan merupakan satu-satunya alat hereditas yang dengan demikian menerangkan mengapa
orang tua, baik ibu atau ayah, keduanya mewariskan sifat-sifatnya kepada anak-anaknya.
Walaupun demikian, baru setelah bertahun-tahun konsep ini diterima secara umum.
Pierre Louis Moreau de Maupertuis dilahirkan di perancis pada tahun 1698. Lewat penyelidikan
yang mengagumkan terhadapnya yang dilakukan oleh profesor Bentley Glass. Kita
mendapatkan gambaran mengenai seorang naturalis dengan pandangan jauh ke depan pada
masa itu. Ia mempelajari sifat-sifat tertentu pada manusia yang diwariskan, misalnya ada jari
berlebih (polidaktilio) dan kekurangan pigmentasi pada rambut dan kulit (albinesme=bulai), dan
dari studi silsilah keluarga ditunjukkan bahwa kedua kelainan tadi diwariskan dengan cara yang
berbeda. Ia sangat percaya bahwa kedua orang tua mempunyai sumbangan yang sama untuk
menentukan sifat anaknya, dan ia memberikan bukti eksperimental tentang hal ini dengan
percobaan perkawinan pada binatang. Konsepnya tentang dasar struktural hereditas
merupakan sesuatu yang baru, dan dalam beberapa hal mirip dengan gagasan Mendel yang
dirumuskan hampir 100 tahun kemudian. Maupertuis mengajukan adanya partikel hereditas;

tiap partikel dimaksudkan untuk membentuk bagian tubuh tertentu, dan setiap bagian tubuh
dibentuk dari gabungan antara kedua partikel tadi; satu berasal dari ayah dan yang satunya lagi
berasal dari ibu. Satu partikel mungkin mendominasi yang lain, sehingga anak yang dilahirkan
akan lebih mirip dengan salah satu orang tuanya.
1. MENDELISME
Riwayat pengetahuan genetika masa kini sesungguhnya bermula dari kerja rahib Moravia yang
bernama Gregor Mendel pada akhir pertengahan abad kesembilan belas. Mendel membuat
penemuannya yang begitu mengagumkan lewat analisa yang saksama dan cermat dari hasil
perkawinan silang pada berbagai ercis (pisum sativum). Pada saat itu percobaan semacam itu
bukan merupakan barang baru. T.A.Knight di inggris pada tahun 1823 telah melaporkan hasil
perkawinan silang berbagai varietas ercis. Ia mendapatkan bahwa pada keturunan pertama
yang disebut sebagai generasi filial pertama atau F1, ada dominasi warna biji. Dominasi tadi
ialah bahwa apabila tanaman berbiji kuning disilangkan dengan yang berbiji hijau, maka semua
tanaman F1 mempunyai biji kuning, jadi warna kuning dominan terhadap warna hijau. Apabila
tanaman F1 tadi melakukan penyerbukan sendiri (self fertilization;inbred), maka tanaman
pada generasi kedua (F2) akan mempunyai warna seperti warna parental (induknya), ialah
warna hijau dan warna kuning. Hasil yang serupa didapat oleh penyelidik-penyelidik lain,
tetapai tidak seorangpun dari peneliti tadi mencatat junlah yang pasti tipe-tipe yang berbedabeda pada keturunan dari hasil perkawinan silang tadi. Sebelum Mendel, rupa-rupanya tidak
ada seorangpun yang memikirkan unit pewarisan yang tunduk kepada hukum statistik.
Penemuan inilah yang merupakan sumbangan besar dari Mendel.
Johan Mendel lahir pada tanggal 22 juli 1822 di Heizendorff di Moravia, yang dahulunya
merupakan bagian dari Austria , tetapi sekarang merupakan bagian dari Cekoslowakia. Ia
memperolah nama Gregor pada saat memasuki Ordo Augustinia pada tahun 1843. Setelah
menjadi pastor, ia memulai kariernya dengan memasuki sekolah guru dengan mempelajari
matematika, zoologi dan botani di Universitas wina, tetapi gagal pada ujian kualifikasi. Pada
tahun 1853 ia pergi ke biara Brunn (sekarang disebut Brno dan termasuk wilayah Cekoslowakia)
dimana ia melakukan percobaan-percobaan klasiknya pada ercis. Percobaannya tentang
perkawinan tanaman menyita sebagian besar waktunya sampai saat ia dipilih sebagai Abbot
biara pada tahun 1868. Sesudah itu waktunya dicurahkan terutama untuk tugas-tugas
administrasi dan usaha-usaha menghimbau pemerintah agar biara dibebaskan dari pajak. Ia
meninggal dunia karena menderita penyakit Bright (nefritis) pada tanggal 6 januari 1884.
Pada perkawinan tanamannya, Mendel memilih untuk penelitian tujuh pasang sifat yang
berlawanan pada ercis sebagai contoh, biji bulat atau keriput, batang pendek atau tinggi, bunga
ungu atau putih, dan lain-lainnya. Untuk setiap percobaan, ia menyilangkan tanaman yang
hanya mempunyai satu macam pasangan perbedaan. Ia menggolongkan hibrid (hasil
perkawinan silang) ke dalam keturunan F1, dan F1 ini kemudian dibiarkan mengadakan
penyerbukan sendiri dan mempelajari keturunan F2-nya. Pada setiap persilangan pada 7
perkawinan, tanaman pada F2 selalu menyerupai salah satu tipe parental. Sebagai contoh,
apabila tanaman berbatang tinggi disilangkan dengan tanaman berbatang pendek, maka semua
keturunan F1 berbatang tinggi. Sifat-sifat yang manifes pada hibrid disebut dominan dan sifat
yang tidak manifes disebut resesif.

Hasilnya yang diperoleh dari penyerbukan sendiri tanaman F1 lebih menarik lagi .Ia
mendapatkan bahwa keturunan F2 ada yang menampakkan sifat dominan (menang), tetapi ada
juga yang menampakkan sifat resesif (kalah). Tidak hanya sampai disini, bahkan sifat dominan
dan resesif pada keturunan F2 mempunyai perbandingan yang pasti, yaitu 3:1, dan tidak
tampak adanya bentuk peralihan. Sebagai contoh, dari 1064 tanaman keturunan F2, yang
berbatang tinggi ada sebanyak 787, yang berbatang pendek sebanyak 277, sehingga
perbandingannya adalah 2,84:1. Apabila hasil percobaannya mengenai semua pasangan sifaftsifat yang berlawanan yang berbeda-beda dijumlahkan, maka perbandingan dominan dan
resesif adalah 2,98:1. Apabila sekarang pada tanaman F2 yang menampakkan sifat resesif
dilakukan penyerbukan sendiri , maka semua keturunan F3 akan menampakkan sifat resesif,
yaitu sifat berbatang pendek. Tetapi apabila pada tanaman yang menampakkan sifat dominan
pada F2 dilakukan penyerbukan sendiri, maka dua pertiga dari keturunannya akan
menunjukkan sifat dominan dan resesif dengan perbandingan 3:1, jadi serupa dengan bentuk
hibrid pada generasi F1. Apabila sisa sepertiga tanaman berbatang tinggi dari generasi F2
melakukan penyerbukan sendiri, maka tanaman tersebut akan menghasilkan anak-anak yang
hanya menunjukkan sifat yang dominan. Seperti dikatakan oleh Mendel, perbandingan 3:1 pada
generasi kedua akan berubah menjadi perbandingan 1:2:1, apabila bentuk dominan yang
tampak pada generasi ini dianalisa menurut tipe anaknya yang akan dihasilkan apabila tanaman
ini melakukan penyerbukan sendiri: Hasil ini dapat diterangkan sebagai berikut. Tiap tanaman
mempunyai dua faktor yang menentukan satu sifat khusus, dan seperti telah ditekankan oleh
Mendel, satu induk hanya akan mewariskan satu dari sepasang faktor kepada kepada
keturunannya. Adalah benar-benar suatu kebetulan faktor yang mana dari kedua faktor
tersebut yang diwariskan pada satu saat. Ini sering disebut sebagai hukum Mendel I atau
hukum segregasi (pemisahan faktor keturunan). Pada saat pembentukan gamet (sel kelamin),
sebuah sifat yang berlawanan akan memesahkan diri dari yang lain. Induk tanaman berbatang
tinggi dapat ditandai dengan TT sedangkan tanaman yang berbatang pendek dengan tt, dan
tanaman hybrid yang berbatang tinggi pada F1 ditandai dengan Tt. Apabila yang terakhir ini
membentuk gamet, masing-masing akan membawa faktor T atau t. Apabila individu hibrid
dibiarkan mengadakan penyerbukan sendiri, maka gabungan dua tipe gamet yang berbeda
dapat diharapkan terjadi sebagai berikut :

Induk Tt X Tt
Gamet T atau t T atau t
Anak TT Tt Tt tt
1:2:1
3 tinggi : 1 pendek

Dengan cara lain dapat diperolah berbagai kombinasi gamet dengan melukiskan kotak punnet
(dari R.C Punnett, ahli genetika tumbuhan yang tersohor)
Dalam hal ini perlu diketahui adanya beberapa istilah baru. Telah diterangkan bahwa untuk

setiap sifat fisik atau ciri (trait) setiap individu mempunyai faktor. Apabila kedua faktor tadi
sama, maka individu disebut dalam keadaan homozigot, tetapi apabila kedua faktor tadi
berbeda, individu dikatakan dalam keadaan heterozigot, (misalnya Tt ). Pada keadaan
heterozigot, satu sifat yang manifes disebut dominan, sedang sifat yang tidak tampak disebut
resesif. Hampir 50 tahun yang lalu , Johannsen, seorang ahli ilmu tumbuhan Denmark
mengajukan istilah gena untuk faktor hereditas. Gena-gena yang bertanggung jawab untuk
sifaat yang berbeda disebut alelomorf atau disingkat alele. Jadi pada ercis terdapat dua alel
untuk ukuran pohon, yaitu sifat batang tinggi dan sifat batang pendek.
Sebelum jaman Mendel, umumnya dianggap bahwa pembuahan menyangkut percampuran
bahan hereditas dari kedua induk, tiap induk mewariskan sebagian dari semua sifat-sifatnya.
Tetapi Mendel menunjukkan bahwa ini tidak benar. Tanaman berbatang tinggi tidak harus
mewariskan sifat tingginya kepada semua anak-anaknya. Apabila tanaman tadi bersifat
heterozigot, maka ada kemungkinan yang sama untuk mewariskan baik gena batang tinggi
maupun gena batang pendek. Demikian juga, seorang penderita cacat polidaktili (faktor
dominan pada manusia) mempunyai kemungkinan yang sama untuk mewariskan baik gena
polodaktili maupun gena tangan normal kepada anak-anaknya. Tiap-tiap anak tidak akan
menerima hanya sebagian kecilsifat dari seorang orang tuanya. Sungguh menakjubkan, bahwa
Mendel dapat merumuskan gagasannya tanpa suatu pengetahuan pun tentang hakiki faktor
keturunan atau gena.
Hasil yang diperoleh Mendel begitu bagus. Jumlah tipe-tipe keturunan yang berbeda yang ia
peroleh sangat mendekati nilai yang diharapkan berdasarkan teori Mendel. Almarhum Sir
Ronald Fischer, seorang ahli statistik yang termashur, menganalisa data Mendel dengan cermat,
dan menarik kesimpulan bahwa percobaan Mendel bukanlah merupakan penemuan , tetapi
merupakan demonstrasi teori yang ada pada pikiran Mendel ketika ia melakukan percobaan.
Suatu hal yang penting ialah bahwa pemikiran Mendel bersifat revolusioner pada zamannya.
Sejak itu kesahihan (validitas) hasil-hasil percobaannya telah dibuktikan pada organisme yang
tidak terbatas jumlahnya , dan Mendelisme sekarang merupakan dasar semua teori genetika.
Mendel mengajukan hasil percobaannya pada Natural History Society of Brunn pada tahun
1865, dan beberapa tahun kemudian dipublikasikan di dalam Transactions of the Society.
Walaupun demikian, karyanya tetap tidak mendapat perhatian sampai hampir selama 50 tahun.
Alasannya tidak jelas. Salah satu perkiraan ialah bahwa Transactions of the Natural History
Society di Brunn merupakan majalah yang tidak begitu dikenal, tetapi sebenarnya pada saat itu
bukan kurang dikenal, seperti yang diduga, karena majalah itu dikirimkan kepada paling sedikit
120 perhimpunan, akademi dan perpustakaan. Yang lebih mungkin ialah bahwa cendekiawan
pada pertengahan abad kesembilan belas hanyalah belum siap menerima karya ini. Orangorang pada zaman Mendel disibukkan dengan teori evolusi dan hakiki spesies yang diajukan
oleh Darwin. Mungkin mereka menyalahtafsirkan karya Mendel sebagai usaha yang keliru
dalam menyelidiki masalah-masalah mereka sendiri. Bahkan Carl Nageli, ahli terkemuka dalam
masalah hibridisasi tanaman, telah gagal untuk melihat arti pentingnya hasil percobaan
Mendel, dan Nageli adalah kawan dekat dan penasehat Mendel.
Hukum-hukum Mendel tentang pewarisan sebagian besar tetap tidak dikenal sampai pada
tahun 1900 waktu dalam selang beberapa bulan, hukum-hukum tadi ditemukan kembali secara
terpisah oleh tiga ahli biologi: Hugo de Vries, seorang profesor botani di Universitas
Amsterdam, Carl Correns, seorang ahli botani di Universitas Tubungen dan Erich von

Tschermak-Seysenegg, seorang asisten pada pusa percobaan tanaman di Esslingen dekat Wina.
Ketiga penyelidik tadi secara terpisah memperoleh kesimpulan yang sama dengan yang
diperoleh oleh Mendel. Patut disayangkan, bahwa Mendel telah meninggal 16 tahun sebelum
hasil karyanya diketahui umum sebagai salah satu penemuan yang paling penting sepanjang
masa
Menurut Tatum, maka era genetika dapat dibagi atas 4 perioide :
1. PERIODE PRIMITIF/ PERIODE PRE MENDEL
Ditandai dengan experiments yang tidak sempurna, malahan kadang-kadang kurang tepat.
Contoh :
1760-1790 : seleksi dan inbreeding oleh beckwell, Collings, Bates.
1765: hibridisasi tembakau oleh Kolreuter.
1777 : Sifat buta warna oleh Scott, dan pada tahun 1779 Lort mencoba
menerangkannya. Keterangan mereka kurang tepat. 40 tahun kemudian
Nassa berhasil menerangkannya dengan tepat : sexlinked.
1803 : sifat hemophilia oleh Otto.
1822 : John Goss menyalidiki segregesi resesif tanaman kacang, tetapi gagal
mendapatkan ratiionya. Hal ini juga dilakukan oleh Alexander seton.
1823 : Knight melaporkan adanya dominansi, resesif, dan segresi pada kacang.
Penyelidikannya tidak beraturan.
2. PERIODE KLASIK
Dipelajari oleh Mendel (1866). Mendel berhasil dengan baik menolak teori humoral yang
masih dianut oleh para sarjana ketika itu.
Mendel merupakan orang yang pertama-tama yang berhasil hibridasi secara ilmiah. Dasr-dasar
penyelidikannya ini dilupakan orang untuk waktu 34 tahun, karena orang lebih tertarik hasil
penyelidikan Charles Darwin.
3. PERIODE RENAISSANCE
Penyelidikan sudah pada tingkat molekuler. Pelopornya adalah Bradle dan Tatum yang terkenal
dengan teorinya :one gene one enzyme
4. PERIODE MODERN
Taraf mencari struktur gen (DNA-RNA)
Nama-nama para sarjana yang perlu diketahui dan hasil penyelidikan mereka ialah antara lain :
1875 : Strasburger penyebut pertama kromosom.
1885 : Flemming melihat mitosis yang pertama kali.
1886 : Galton memperlihatkan bahwa betapa pentingnya Statiska dalam Genetika
disebut Biometrical Genetics.
1892 : Weismann memperlihatkan bahwa meiosis adalah suatu mekanisme distribusi
kromosom.
1898 : Flemming melihat bahwa jumlah kromosom manusia terdiri atas 24 pasang.
1899 : Kongres Genetika Pertama di London.
1900 : De Vries (Belanda),Corens (Jerman) dan Toschermak (Austria) penemu hukum
Mendel, disebut rediscovery of Mendelian.

1928 : Muller mempelajari Radiation Genetics.


1930-1940 : Sitogenetika maju dengan pesat, terutama sekali penyelidikan dengan
jagung (paramutasi, dan sebagainya).
1953 : Watson dan Crick menemukan struktur DNA.
1956 : Tjio dan levan membantah kebenaran teori/ penemuan Flemming, dan
Mendapatkan bahwa jumlah kromosom manusia adalah 46 kromosom.
Genetika tergolong ilmu pengetahuan modern dan dimulai setelah GREGOR MENDEL
mengumumkan hasil-hasil penemuannya. Sebelumnya teori mengenai ilmu keturunan yang
berlaku adalah sebagai berikut :
1. Dahulu ada anggapan bahwa faktor keturunan terdapat di dalam darah dan diwariskan dari
orang tua kepada anak melalui cairan darah. Teori ini tidak dapat dibenarkan terkenal dengan
nama : TEORI DARAH.
2. Ada kepercayaan bahwa cedera yang dialami oleh seorang ibu yang sedang mengandung
akan diwariskan kepada anaknya.
3. Teori Telegoni yang menganggap bahwa anak tetap membawa sifat dari ayahnya walaupun si
ibu sudah berganti suami.

2. PERMULAAN GENETIKA MANUSIA


Sekarang kita akan menengok kembali hasil karya beberapa pendiri genetika manusia. Kita
yakin bahwa perhatian untuk genetika manusia tidak merupakan loncatan di dalam satu
malam. Kita telah melihat bagaimana Maupertuis mempelajari pewarisan albinisme dan
polidaktili pada abad kesembilan belas. Keterangan Otto mengenai hemofili pada tahun 1903
pada satu keluarga di New Hampshire rupa-rupanya merupakan uraian yang pertama yang jelas
mengenai gambaran klinik dan cara pewarisan penyakit ini; hemofili diwariskan oleh wanita
karier yang sehat kepada anaknya laki-laki, tetapi tidak pernah oleh ayah yang sakit kepada
anaknya laki-laki. Sifat yang diwariskan dengan cara ini disebut terangkai-seks (sex-linked).
Masalah ini akan dibicarakan kemudian.
Sampai permulaan abad ini, kebanyakan penyelidik mengenai pewarisan pada manusia
terutama tertarik untuk melacak silsilah keluarga. Segi genetika manusia yang lain memperoleh
sedikit perhatian, kecuali beberapa penyelidikan tentang akibat perkawinan keluarga (
perkawinan seketurunan darah atau konsanguin ). Salah seorang dari ilmuwan yang mula-mula
tertarik kepada akibat perkawinan sedarah ( imbreeding) adalah Charles Darwin, yang ia sendiri
menikah dengan saudara sepupunya. Hasil percobaannya pada tanaman menyebabkan ia
sampai kepada kesimpulan bahwa keturunan yang berada dari perkawinan organisma yang
tidak mempunyai hubungan keluarga ( outbreeding) lebih kuat dibanding keturunan hasil
perkawinan antara organisma yang mempunyai hubungan keluarga (inbreeding). Meniere,
seorang ahli penyakit saraf dari perancis, pada tahun 1856 menunjukkan bahwa pada manusia,
penyakit bisu tuli lebih banyak terdapat pada anak-anak yang berasal dari perkawinan keluarga.
Secara keseluruhan pengetahuan kita tentang pewarisan pada manusia hanya sedikit sekali
mengalami kemajuan sampai pada akhir abad kesembilan belas.

Johannsen adalah orang yang pertama kali menjelaskan perbedaan antara pengertian genotife,
yang berarti konstitusi genetic, dengan pengertian fenotife, yang berarti sifat fisik individu yang
nerupakan hasil interaksi antara genotife dengan lingkungan. Jadi, tanaman Ercis dapat
mempunyai genotipe Tt, tetapi mempunyai fenotipe pendek karena tanaman padi tumbuh di
daerah yang kekurangan sinar matahari atau kekurangan air. Pada manusia, perbedaan antara
pengaruh alamiah dan pemeliharaan dijelaskan untuk pertama kali pada tahun 1875 oleh Sir
Francis Galton, yang seperti saudara sepupunya yang terkenal Charles Darwin, mulai kariernya
sebagai mahasiswa kedokteran, tetapi akhirnya meninggalkan bidang kedokteran karena
mendapatkan warisan yang besar. Galton mengatakan bahwa karena anak kembar indentik
mempunyai konstitusi genetic yang sama, maka kalau ada perbedaan diantara anak kembar
tadi tentulah ini akibat pengaruh lingkungan, ini berarti kembar indektik menpunyai genotipe
yang sama, tetapi dapat mempunyai fenotipe yang berbeda apabila dibesarkan di dalam
lingkungan yang berbeda. Galton terutama tertarik kepada pewarisan sifat fisik dan bakat
tertentu. Di dalam mengejar apa yang menarik baginya, ia mempelajari keluarga jago gulat di
inggris utara. Tetapi ia sadar bahwa dasar perkiraan kualitatif bakat-bakat tersebut tidak
memuaskan dan bahwa penting untuk menilai secara kuantitatif sifat-sifat yang dipelajari.
Sebagai alat untuk menaksir derajat kemiripan antara berbagai anggota keluarga, ia
memperkenalkan di dalam genetika suatu konsep statistik koefisien regresi. Pekerjaan Galton
ini membentuk fundamen bagi pnyelidik-penyelidik selanjutnya yang lebih banyak tertarik
kepada segi matematika pada pewarisan manusia.
Perhatian Galton tertuju pada banyak hal, salah satu diantaranya adalah gagasan tentang
perbaikan mutu keturunan pada manusia dan hewan dengan cara perkawinan selektif, dan
untuk ini diajukanlah istilah eugenik. Selama bertahun-tahun, gerakan eugenik berkembang dan
mempunyai pengikut-pengikut yang bergairah baik di Eropa maupun di Amerika Serikat.
Kelihatannya cukup beralasan pada saat itu, bahwa tujuan yang diinginkan oleh ahli genetika
manusia tentunya adalah perbaikan spesies manusia dengan perkawinan selektif. Oleh karena
itu selama bertahun-tahun genetika manusia dan eugenik melekat didalam pikiran masyarakat,
tetapi bahkan sampai sekarang pengetahuan kita tentang genetika manusia masih sangat
kurang untuk dapat menganjurkan kebijaksanaa-kebijaksaan eugenik secara tegas. Dari apa
yang kita ketahui didapat kesan bahwa bagaimanapun tindakan tersebut umumnya tidak akan
memadai. Walaupun demikian ini tidak berarti bahwa tidak perlu kita mengingatkan seseorang
yang mempunyai faktor keturunan yang membahayakan dengan risiko mempunyai anak sakit,
dan menerangkan pentingnya pembatasan jumlah keluarga pada kasus kasus seperti itu.

E. SITOGENETIKA
Sitogenetika adalah ilmu yang mempelajari struktur kromosom dari sel. Karena keadaan
konstan jumlah dan morfologi (struktur kromosom) ada kemungkinan untuk membuat
klasifikasi kromosom. Masing-masing kromosom mempunyai karakteristik dasar dalam kaitan
dengan :
a. Panjang total

b. Posisi dari sentromer


c. Panjang dari lengan
d. Ada atau tidak adanya satelit
e. Pola banding (pita)
Pada sel berinti, kromosom merupakan komponen utama inti yang mengandung bahan
informasi genetik. Kromosom tersusun atas benang-benang kromatin dan tiap serabut kromatin
dipercaya mengandung satu molekul DNA. Dikenal dua macam serabut kromatin, yaitu
kromatin jenis A dan jenis B. Serabut kromatin jenis A meiliki diameter rata-rata 10 nm,
sedangkan jenis B lebih besar, rata-rata adalah 20 30 nm. Mengingat diameter helik ganda
DNA hanya 2 nm, maka diameter yang sangat berbeda antara serabut kromatin dan DNA
menimbulkan pertanyaan karena ternyata serabut kromatin juga mengandung benang DNA.
Ternyata perbedaan ini disebabkan oleh adanya lilitan molekul DNA dan sejumlah besar
molekul protein.
Sebagai penyusun kromosom, serabut-serabut kromatin mengandung nukleosom yang berupa
bangunan-bangunan yang memiliki pola berulang. Nukleosom ini terbentuk oleh gabungan DNA
dengan protein inti khusus yang disebut histon yang memiliki diameter sekitar 11 nm dan
panjang 5,5 nm.
Molekul histon membentuk inti yang dikelilingi oleh molekul DNA dengan ketebalan 2 nm,
menghasilkan superheliks kidal dengan diameter 10,8 nm. Benang DNA membuat dua putaran
mengelilingi inti histon. Tiap putaran mengandung sekitar 83 pasang basa. Nukleosom satu
dengan nukleosom lainnya akan dihubungkan dengan DNA penyambung (linker DNA).
Pada makhluk tingkat tinggi tiap sel somatic (sel tubuh) mengandung 1 sel kromosom.
Kromosom yang berasal dari ayah berbeda dengan kromosom yang berasal dari ibunya.
Kromsom kromosom demikian disebut kromosom homolog. Sel-sel kelamin mengandung
separo dari jumlah kromsom yang terdapat dalam sel somatic suatu individu. Oleh karena itu
sel kelamin bersifat haploid. Satu stel kromosom haploid dari suatu jenis makhluk dinamakan
genom. Misalnya :
- manusia tubuhnya mempunyai 46 kromosom
- sel kelamin mempunyai 23 kromosom.
Sel somatic umumnya mengandung jenis kromosom rangkap dibandingkan dengan kromosom
sel kelamin dan ini disebut diploid. Jumlah diploid kromosom yang ada dalam sel somatic
manusia normal adalah 46.
Kromosom kelamin adalah X dan Y. pada perempuan , kedua kromosom kelaminnua adalah
kromosom X, sedangkan pada laki-laki , satu kromosom kelaminnya adalah X dan yang lainnya
adalah kromosom Y. jumlah haploid kromosom adalah 23. jumlah ini dihasilkan melalui
pembelahan meiosis yang hanya terjadi pada gamet.
Setiap gamet (sperma atau ovum) mengandung satu sel kromosom haploid. Satu sama lain
jenisnya berbeda. kromosom kelamin bertindak seperti pasangan homolog autosom dan
berpisah saat metaphase I pada pembelahan meiosis. Meiosis menghasilkan variasi genetic.
Gen yang berada pada kromosom ibu dan ayah dapat berubah susunan dan disusun ulang
melalui proses pertukaran silang (pemutusan dan penyatuan kromatid yang bukan
pasangannya dalam metaphase I). konsekuensi genetiknya adalah bertambahnya variasi genetic
yaitu keunikan nyata pada setiap manusia.
Dua kromosom dapat berdeviasi dari pola yang normal baik karena kromosom terlalu sedikit

atau banyak, yaitu kelainan numeric atau dimana masing-masing kromosom abnormal yaitu
kelainan structural.
1. ABNORMALITAS STRUKTUR KROMOSOM
a. Non disfungsi
Hal ini merupakan kegagalan dari pasangan kromatid untuk berpisah pada suatu sel yang
membelah. Jika hal ini terjadi baik pada pembelahan pertama atau kedua dari meiosis, maka
hal ini akan menimbulkan gamet dengan kromosom abnormal.
b. Translokasi
Pada translokasi sederhana , terdapat pertukaran bahan kromosom antara dua kromosom non
homolog.
c. Delesi
Pada delesi, terdapat kehilangan bahan kromosom akibat patahan kromatid selama
pembelahan sel.
d. Duplikasi
Jika patahan terjadi pada suatu kromosom selama pembelahan sel, maka bagian yang patah
dapat menyusun diri kembali sehingga banyak lokus diduplikasi pada satu kromosom dan tidak
ada dari anggota lain dari pasangan kromosom.
e. Inversi.
Hal ini terjadi setelah fraktur dari suatu kromatid, fragmen melekatkan dirinya kembali pada
kromosom yang sama dalam suatu urutan yang berbeda.
2. ABNORMALITAS DARI JUMLAH KROMOSOM
a. Monosomi
Jumlah kromosom adalah 45. monosomi disebabkan tidak adanya satu dari pasangan
kromosom dalam sel yang diploid. Misalnya monosomi 21-22 dan fetus meninggal saat lahir.
b. Trisomi
Jumlah kromosom adalah 47, trisomi disebabkan oleh non disjungsi dari suatu pasangan
kromosom selama pembelahan meiosis pertama, dengan akibat ditemukannya tiga kromosom
ketimbang hanya dua. Misalnya trisomi 13, 18, dan 21. trisomi 13 dan 18 kurang umum
ketimbang trisomi 21, yang terakhir berkaitan dengan sindroma down. Ini dijelaskan pertama
kali pada tahun 1866, namun penyebabnya belum diketahui hingga tahun 1959, ketika Lejeune
dan Turpin berhasil menunjukkan bahwa individu ini membawa 47 kromosom, kromosom
ekstra ditandakan pada saat sebagai kromosom 21. Insidens diperkirakan 2 kali lebih sering
pada semua pembuahan daripada insidens pada kelahiran hidup.
c. Polisomi.
Jumlah kromosom adalah 48 atau lebih , hal ini terjadi jika satu kromosom diwakili sebanyak
empat kali atau lebih. Suatu contoh adalah XXXXY.
d. Anenploidi kompleks.
Pada keadaan ini dua atau lebih kromosom mempunyai variasi jumlah yang abnormal; struktur
dari kromosom ini normal. Contohnya adalah trisomi 21 dan XXX pada individu yang sama.

Table 1 trisomi kromosom serta tanda-tanda klinisnya.


SINDROM INSIDENS MANIFESTASI KLINIK
Trisomi 13,
Sindrom Patau 1/20.000 kelahiran Bibir sumbing, jari-jari fleksi dengan polidaktili, hemangioma
muka, dahi, atau leher, hidung lebar, telinga mengalami malformasi letak rendah , tengkorak
abnormal kecil, malformasi otak, mikrotalmia, malformasi jantung, iga hipoplastik atau tidak
ada, anomaly visceral dan genital.
Trisomi 18,
Sindrom Edward 1/8.000 kelahiran Berat badan lahir rendah , tinju tertutup dengan jari
telunjuk menumpang pada jari ke-3 dan ke-5 menumpangi ke-4, pinggul sempit dengan abduksi
terbatas, kaki dengan telapak rata, mikrosefali, mikrognatia, malformasi jantung dan ginjal dan
retardasi mental, 95% kasus meninggal pada umur 1 tahun.
Trisomi 21.
Sindrom Down 1/600-800 kelahiran Hipotonia, muka datar, fisur palpebra keatas dan miring
dan lipatan epikantus, iris bernoda (bintik brushfield); berbagai tingkat retardasi mental,
displasia pelvis, malformasi jantung, lipatan simian; tangan pendek dan lebar, hipoplasia falanks
tengah jari kelima, atresia intestinum, lenkungan langit-langit tinggi, 5 % penderita sindroma
down adalah akibat translokasi dimana fenotipnya serupa dengan trisomi 21 sindroma down.
Trisomi 8,
Mosaikisme - Muka panjang, dahi tinggi menonjol, hidung menghadap keatas lebar, bibir bawah
tebal menonjol, mikroretrognathia, telinga letak rendah, lengkungan langit-langit tinggi kadangkadang bercela. Anomaly osteoartikuler lazim ada ; retardasi mental sedang.

F. GENETIKA MOLEKULAR
Cakupan genetika molecular meluas dari struktur gen hingga fugsi produk produknya dalam sel.
Bidang ini didominasi oleh kekuatan dan pesatnya perubahan teknologi yang melibatkan
manipulasi DNA, RNA dan protein yang mengakibatkan pertukaran yang tetap antara wawasan
baru dalam bidang ilmu dasar dan penerapannya pada masalah-masalah kesehatan. Tujuan
dasar genetika molecular adalah untuk mengidentifikasi penyakit keturunan pada tingkat gen
yang terkena dan untuk mendefinisikan secara kimiawi mutasi dengan tepat. Bila mutasi telah
diidentifikasi, upaya dilakukan untuk memahami apa yang terjadi pada fungsi sel , jaringan ,
organ dan organisme.
1. ASAM NUKLEAT
Asam nukleat (bahasa Inggris: nucleic acid) adalah makromolekul biokimia yang kompleks,
berbobot molekul tinggi, dan tersusun atas rantai nukleotida yang mengandung informasi
genetik. Asam nukleat yang paling umum adalah Asam deoksiribonukleat (DNA) and Asam
ribonukleat (RNA). Asam nukleat ditemukan pada semua sel hidup serta pada virus.
Asam nukleat dinamai demikian karena keberadaan umumnya di dalam inti (nukleus) sel. Asam
nukleat merupakan biopolimer, dan monomer penyusunnya adalah nukleotida. Setiap
nukleotida terdiri dari tiga komponen, yaitu sebuah basa nitrogen heterosiklik (purin atau

pirimidin), sebuah gula pentosa, dan sebuah gugus fosfat. Jenis asam nukleat dibedakan oleh
jenis gula yang terdapat pada rantai asam nukleat tersebut (misalnya, DNA atau asam
deoksiribonukleat mengandung 2-deoksiribosa). Selain itu, basa nitrogen yang ditemukan pada
kedua jenis asam nukleat tersebut memiliki perbedaan: adenin, sitosin, dan guanin dapat
ditemukan pada RNA maupun DNA, sedangkan timin dapat ditemukan hanya pada DNA dan
urasil dapat ditemukan hanya pada RNA

2. MOLEKUL DNA SEBAGAI BAHAN GENETIK


Asam deoksiribonukleat atau lebih dikenal dengan singkatan DNA (bahasa Inggris:
deoxyribonucleic acid) adalah sejenis asam nukleat yang tergolong biomolekul utama penyusun
berat kering setiap organisme. Di dalam sel, DNA umumnya terletak di dalam inti sel. Sekitar
50.000 gen diduga terkode dalam DNA.
Secara garis besar, peran DNA di dalam sebuah sel adalah sebagai materi genetik; artinya, DNA
menyimpan cetak biru bagi segala aktivitas sel. Ini berlaku umum bagi setiap organisme. Di
antara perkecualian yang menonjol adalah beberapa jenis virus (dan virus tidak termasuk
organisme) seperti HIV (Human Immunodeficiency Virus).
Sejarah
DNA pertama kali berhasil dimurnikan pada tahun 1868 oleh ilmuwan Swiss Friedrich Miescher,
yang menamainya nuclein berdasarkan lokasinya di dalam inti sel. Namun demikian, penelitian
terhadap peranan DNA di dalam sel baru dimulai pada awal abad 20, bersamaan dengan
ditemukannya postulat genetika Mendel. DNA dan protein dianggap dua molekul yang paling
memungkinkan sebagai pembawa sifat genetis berdasarkan teori tersebut.
Dua eksperimen pada dekade 40-an membuktikan fungsi DNA sebagai materi genetik. Dalam
penelitian oleh Avery dan rekan-rekannya, ekstrak dari sel bakteri yang satu gagal mentransform sel bakteri lainnya kecuali jika DNA dalam ekstrak dibiarkan utuh. Eksperimen
Hershey dan Chase membuktikan hal yang sama dengan menggunakan pencari jejak radioaktif
(radioactive tracers).
Misteri yang belum terpecahkan ketika itu adalah: bagaimanakah struktur DNA sehingga ia
mampu bertugas sebagai materi genetik? Persoalan ini dijawab oleh Francis Crick dan
koleganya James Watson pada tahun 1953 berdasarkan hasil difraksi sinar-x DNA oleh Maurice
Wilkins dan Rosalind Franklin. Crick, Watson, dan Wilkins mendapatkan hadiah Nobel
Kedokteran pada 1962 atas penemuan ini. Franklin, karena sudah wafat pada waktu itu, tidak
dapat dianugerahi hadiah ini.
Diterangkan bahwa DNA memiliki struktur heliks ganda. Analisis menunjukkan bahwa tiap untai
heliks merupakan suatu polinukleotida yang tersusun oleh nukleotida-nukleotida yang
dihubungkan satu sama lain melalui ikatan konvalen fosfodiseter.
Struktur
Sebelum Watson dan Crick, DNA sudah diketahui sebagai polimer yang terdiri dari tiga
komponen utama: fosfat, gula deoksiribosa, dan 4 basa nitrogen yaitu adenine, guanine, timin
dan sitosin. Asam fosfat dan deoksiribosa membentuk dua utas heliks DNA, serta terletak

diantara utas dan menghubungkan mereka. Sebuah unit monomer DNA yang terdiri dari ketiga
komponen tersebut dinamakan nukleotida
Pada molekul DNA keempat basa ini terdapat berpasangan , antara basa purin dan pirimidin.
Adenine akan selalu berpasangan dengan timin melalui dua jembatan hydrogen dan guanine
akan selalu berpasangan dengan sitosin melalui tiga jembatan hydrogen.
INFORMASI GENETIK
Meskipun molekul DNA mengandung informasi genetic yang tersimpan dalam sel atau
organisme dan selanjutnya dapat diteruskan ke sel atau generasi penerusnya , namun
mekanismenya cukup rumit. Informasi genetic yang tersimpan dalam molekul DNA adalah
informasi untuk ekspresi suatu fenotipe tertentu melalui pembentukan molekul protein. Tetapi
dalam mengarahkan pembentukan molekul protein, DNA tidak secara langsung berfungsi
sebagai sablon (template). Dalam hal ini diperlukan molekul lain yang berfungsi sebagai
perantara yang dikenal sebagai molekul RNA. Dalam melaksanakan fungsinya molekul
perantara ini akan merekam apa yang ada dalam molekul DNA.
3. MOLEKUL RNA SEBAGAI PERANTARA
Asam ribonukleat (bahasa Inggris:ribonucleic acid, RNA) senyawa yang merupakan bahan
genetik dan memainkan peran utama dalam ekspresi genetik. Dalam dogma pokok (central
dogma) genetika molekular, RNA menjadi perantara antara informasi yang dibawa DNA dan
ekspresi fenotipik yang diwujudkan dalam bentuk protein.
Struktur RNA
Struktur dasar RNA mirip dengan DNA. RNA merupakan polimer yang tersusun dari sejumlah
nukleotida. Setiap nukleotida memiliki satu gugus fosfat, satu gugus gula ribosa, dan satu gugus
basa nitrogen (basa N). Polimer tersusun dari ikatan berselang-seling antara gugus fosfat dari
satu nukleotida dengan gugus gula ribosa dari nukleotida yang lain.
Perbedaan RNA dengan DNA terletak pada satu gugus hidroksil tambahan pada cincin gula
ribosa (sehingga dinamakan ribosa). Basa nitrogen pada RNA sama dengan DNA, kecuali basa
timin pada DNA diganti dengan urasil pada RNA. Jadi tetap ada empat pilihan: adenin, guanin,
sitosin, atau urasil untuk suatu nukleotida.
Selain itu, bentuk konformasi RNA tidak berupa pilin ganda sebagaimana DNA, tetapi bervariasi
sesuai dengan tipe dan fungsinya.]
Tipe-tipe RNA
RNA hadir di alam dalam berbagai macam/tipe. Sebagai bahan genetik, RNA berwujud sepasang
pita (Inggris double-stranded RNA, dsRNA). Genetika molekular klasik mengajarkan adanya tiga
tipe RNA yang terlibat dalam proses sintesis protein:
1. RNA kurir (bahasa Inggris: messenger RNA, mRNA),
2. RNA ribosom (bahasa Inggris: ribosomal RNA, rRNA),
3. RNA translasi (bahasa Inggris: transfer RNA, tRNA).
Pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21 diketahui bahwa RNA hadir dalam berbagai macam
bentuk, hingga sekarang dikenal istilah, di antaranya miRNA dan siRNA.
Fungsi RNA

Pada sekelompok virus (misalnya bakteriofag), RNA merupakan bahan genetik. Ia berfungsi
sebagai penyimpan informasi genetik, sebagaimana DNA pada organisme hidup lain. Ketika
virus ini menyerang sel hidup, RNA yang dibawanya masuk ke sitoplasma sel korban, yang
kemudian ditranslasi oleh sel inang untuk menghasilkan virus-virus baru.
Namun demikian, peran penting RNA terletak pada fungsinya sebagai perantara antara DNA
dan protein dalam proses ekspresi genetik karena ini berlaku untuk semua organisme hidup.
Dalam peran ini, RNA diproduksi sebagai salinan kode urutan basa nitrogen DNA dalam proses
transkripsi. Kode urutan basa ini tersusun dalam bentuk 'triplet', tiga urutan basa N, yang
dikenal dengan nama kodon. Setiap kodon berelasi dengan satu asam amino (atau kode untuk
berhenti), monomer yang menyusun protein. Lihat ekspresi genetik untuk keterangan lebih
lanjut.
Penelitian mutakhir atas fungsi RNA menunjukkan bukti yang mendukung atas teori 'dunia
RNA', yang menyatakan bahwa pada awal proses evolusi, RNA merupakan bahan genetik
universal sebelum organisme hidup memakai DNA.

RNA interference
Suatu gejala yang baru ditemukan pada penghujung abad ke-20 adalah adanya mekanisme
'pembungkaman' ("silencing") dalam ekspresi genetik. Kode genetik yang dibawa RNA tidak
ditranslasi menjadi protein oleh tRNA. Ini terjadi karena sebelum sempat ditranslasi, mRNA
dicerna/dihancurkan oleh suatu mekanisme yang disebut sebagai "RNA interference".
Mekanisme ini melibatkan paling sedikit tiga substansi (enzim?). Pertama kali ditemukan pada
nematoda "Caenorhabditis elegans". Tapi selanjutnya ditemukan pada hampir semua kelompok
organisme hidup.
G. FARMAKOGENETIKA
Istilah farmakogenetika diperkenalkan oleh Vogel untuk studi variasi-variasi yang ditentukan
secara genetik yang hanya diungkapkan oleh pengaruh obat. Definisi tersebut tidak meliputi
gangguan herediter, yang gejalanya mungkin terjadi secara spontan, tetapi sering timbul atau
diperberat oleh obat-obatan. Sekarang banyak penyelidik juga memasukkan penyakit semacam
ini ke dalam lingkup farmakogenetika. Selama beberapa tahun terakhir, beberapa penemuan
yang penting telah diperoleh yang menyangkut peranan faktor-faktor keturunan dalam reaksi
mikroorganisme dan insekta terhadap obat-obatan. Sebagai contoh, penyelidikan sedang
dilakukan terhadap penyebab resistensi terhadap penicillin dan strain bakteri tertentu, dan
resistensi terhadap insektisida DDT dan organofosfor pada insekta. Ini merupakan bidang riset
yang menarik dan yang mempunyai penerapan langsung didalam ilmu kedokteran klinik dan
kesehatan masyarakat.
Sampai akhir-akhir ini perbedaan reaksi terhadap obat-obatan secara individual dan rasial pada
manusia dipandang sebagai hal yang menyusahkan, tetapi sekarang variabilitas tersebut
merupakan tantangan bagi penyelidik-penyelidik dibidang kedokteran. Telah diketahui selama
bertahun-tahun bahwa beberapa individu dapat tertama peka terhadap pengaruh obat
tertentu, sedang yang lain dapat resisten. Variasi individual tersebut mungkin adalah akibat dari
faktor-faktor yang tidak genetic. Sebagai contoh, orang muda dan tua sangat peka terhadap

morfin dan turunan-turunannya, seperti halnya penderita penyakit hepar. Variasi semacam itu
tidak masuk dalam lingkup farmakogenetika, yang hanya menyangkut variasi reaksi terhadap
obat yang ditentukan secara genetic. Karena kemajuan-kemajuan yang besar dalam bidang ini
pada beberapa tahun terakhir, maka banyak orang beranggapan bahwa farmakogenetika dapat
dipandang sebagai cabang genetika yang terpisah.
1. GENETIKA DALAM METABOLISME OBAT
Urutan peristiwa yang terjadi pada waktu obat dimetabolisir biasanya adalah sebagai berikut :
OBAT MASUK
PENYERAPAN
DISTRIBUSI
INTERAKSI OBAT-SEL
PEMECAHAN
EKSKRESI
Tidak semua obat-obatan dimetabolisir dengan cara ini, sebagai contoh, beberapa obat tidak
dipecah dahulu sebelum diekskresi. Tetapi metabolisme kebanyakan obat mengikuti urutan
seperti diatas. Jadi, apabila suatu obat diminum mula-mula ia diabsorpsi (diserap) dari usus dan
mengikuti aliran darah, untuk kemudian didistribusikan keberbagai jaringan dan cairan jaringan.
Hanya sebagai kecil dari dosis total yang benar-benar berinteraksi dengan sel-sel untuk
menghasilkan pengaruh farmakologik khusus. Sebagian besar obat tadi dipecah atau diekskresi
secara utuh. Proses pemecahan yang sebenarnya, yang terjadi terutama didalam hepar,
bervariasi untuk berbagai obat. Beberapa obat dioksidasi secara sempurna menjadi oksida
karbon, yang kemudian dikeluarkan lewat pernapasan. Yang lain diekskresi dalam berbagai
bentuk, baik l;ewat ginjal kedalam urine atau lewat hepar ke dalam empedu, dan kemudian ke
dalam feces, dan beberapa obat mengalami berbagai transpormasi biokimiawi yang
meningkatkan kelarutannya, sehingga obat-obat tersebut lebih mudah dan cepat diekskresi.
Salah satu transpormasi biokimiawi yang penting adalah konjugasi (penggabungan dua molekul)
dengan asam glukonorat, suatu zat hidrat arang, dan proses ini disebut konjugasi glukuronid.
Untuk morfin dan derivatnya, seperti codein, eliminasinya hampir seluruhnya tergantung pada
proses ini. Isoniasida , suatu bahan yang penting yang dipakai untuk pengobatan TBC ,
mengalami asetilasi sebelum diekskresi. Proses ini menyangkut pemasukan satu gugus asetilasetil ke dalam molekulnya. Obatobat lain yang sering mengalami asetilasi sebelum diekskresi
adalah sulfonamide.
Untuk mempelajari metabolisme dan efek obat tertentu, cara yang biasa dipakai ialah dengan
memberi dosis standard obat, dan kemudian setelah selang waktu tetentu reaksi terhadap obat
ditentukan. Ini dapat meliputi pengukuran jumlah obat yang beredar dalam darah atau

melakukan pengukuran lain yang berhubungan dengan kecepatan metabolisme obat. ada
variasi yang besar di dalam cara berbagai individu bereaksi terhadap obat tertentu , dan
variabilitas di dalam reaksi ini dapat kontinyu atau diskontinyu
2. VARIASI GENETIK YANG HANYA DIUNGKAPKAN OLEH PENGARUH OBAT
Diantara contoh-contoh obat yang sangat dikenal, yang telah dapat mengungkapkan adanmya
variabilitas genetic, adalah hydrogen peroksida, isoniasida, suksinilkolin, primakuin, obat-obat
antikoagulan tertentu, dan obat-obatan anestesi.
Pada tahun 1946, Takahara , seorang ahli THT dari Jepang mengobati seorang gadis umur 11
tahun yang menderita lesi ganggren pada mulut. Jaringan yang mengalami ganggren dieksisi
dan hydrogen peroksida dituangkan pada lukanya untuk sterilisasi. Dalam keadaan normal,
dengan pemberian hydrogen peroksida, darah yang merembes dari luka akan tetap berwarna
merah cerah dan berbuih. Tetapi Takahara mendapatkan bahwa darah yang terkena peroksida
berubah menjadi hitam kecoklatan dan tidak berbentuk buih. Takahara menduga bahwa sel-sel
darah merah penderita tersebut mungkin mengalami defisiensi enzima katalase yang memecah
hydrogen peroksida menjadi air dan oksigen. Ia mengatakan bahwa apabila enzima ini tidak
ada, maka hidrigen peroksida tidak akan dipecah, dan dengan demikian tidak akan terjadi buih,
dan Hb akan dioksidasi menjadi methemoglobin yang berwarna hitam kecoklatan.
Penyelidikan selanjutnya menunjukkan bahwa keadaan ini dalam kenyataannya disebabkan
oleh tidak adanya katalase, dan oleh karena itu keadaan tersebut disebut akatalasia. Pe
nyelidikan terhadap keluarga gadis tadi dan terhadap keluarga yang lain menunjukkan bahwa
akatalasia merupakan kelaianan rresesif yang jarang dijumpai. Pengukuran aktivitas enzima
katalase darah dapat membedakan tiga golongan individu : individu yang homozigot untuk gena
normal dengan kadar enzima yang normal, individu yang homozigot untuk gene akatalasia
dengan tidak ada enzima katalase di dalam darahnya, dan individu heterozigot dengan kadar
enzima yang sedang. Penyakit akatalasia tidak hanya terbatas pada orang-orang Jepang, tetapi
sejak itu juga telah didapatkan pada lain tempat di dunia. Hanya kira-kira separuh dari
penderita akatalasia menderita sepsis oral, beberapa orang tidak menunjukkan gejala sama
sekali dan benar-benar sehat.
Isoniasida , merupakan salah satu obat terpenting yang dipakai dalam pengobatan TBC . banyak
penyelidikan telah dilakukan tentang metabolisme obat ini. Telah ditunjukkan bahwa isoniasida
cepat diserap dari usus, yang menyebabkan kadar permulaan yang tinggi didalam darah, dan
yang kemudian turun perlahan-lahan karena obat tersebut diinaktivasi dan diekskresi. Dalam
hal metabolisme isoniasida dapat sibedakan dengan jelas 2 golongan individu : inaktivator cepat
dan lambat, pada yang pertama , kadar obat didalam darah turun dengan cepat setelah
pemberian dosis oral, sedangkan pada yang kedua kadar obat-obat didalam darah tetap tinggi
untuk beberapa saat. Penyelidikan keluarga menunjukkan bahwa inaktivator lambat untuk
isoniasida menunjukkan keadaan homozigot untuk gena resesif autosomal, sedang inaktivator
cepat adalah homozigot untuk gena dominant. Kecepatan inaktivasi obat pada heterozigot
adalah segera. Kesimpulan penyekidikan tersebut ialah bahwa inaktivator cepat menghasilkan
enzima yang menginaktifkan isoniasida, tetapi pada inaktifator lambat enzima terbut tidak ada.
Di Amerika Serikat dan Eropa kira-kira 50% dari populasi adalah inaktivator lambat. Pada
beberapa individu, isoniasida menyebabkan gejala toksis, misalnya polyneuritis. Mungkin dapat

diduga , bahwa karena kadar obat didalam darah tetap lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama
pada inaktivator lambat, gejala toksis dapat lebih sering terdapat pada individu tersebut, dan
memang ada bukti demikian.
Fenelzine, suatu obat yang dipakai untuk pengobatan penyakit depresi menpunyai konfigurasi
molekul serupa dengan isoniazide. Tidak semua penderita bereaksi terhadap fenelzin, dan
cukup menarik bahwa ada kemungkinan untuk meramalkan penderita mana yang akan bereaksi
, dengan mengetahui kemampuannya untuk menginaktivasi isonisida. Penyelidikan terakhir
menunjukkan bahwa inaktivator lambat untuk isoniasida mempunyai reaksi lebih baik terhadap
ffenelzin dibanding inaktivator cepat ( Johanstone & Marsh, 1973 ). Demikian juga , efek
samping toksis terhadap hidralzin dan sulfasalazin lebih umum terdapat pada inaktivator
lambat untuk isoniasida.
Kurare adalah suatu ekstrak tumbuhan yang dibuat oleh suku Indian tertentu di Amerika
Selatan selama bertahun tahun. Bahan ini menyebabkan paralysis otot yang berat tapi tanpa
hilangnya kesadaran, dan orang Indian membubuhkan bahan ini pada ujung panah mereka
pada waktu berburu. Di dalam bidang kedokteran, kurare dipakai dalam operasi bedah, karena
dapat menyebabkan relaksasi otot. Suksinilkolin adalah jenis obat lain yang juga menyebabkan
relaksasi otot, walaupun dengan mekanisme berbeda dengan kurare. Obat ini lebih
menguntungkan dibandingkan kurare karena kerjanya hanya dalam waktu pendek. Otot-otot
pernapasan dilumpuhkan , demikian juga otot skelet yang lain, dan sebagai akibatnya
pernapasan berhenti untuk sementara, biasanya dua atau tiga menit setelah suksinilkolin
disuntikkan. Selama periode napas berhenti , ahli anestesi mempertahankan pernapasannya
dengan pernapasan buatan. Tetapi pada kira-kira satu dalam 2000 penderita , periode
apnoeanya dapat diperpamjang sampai 1 jam atau lebih. Pada kasus-kasus demikian, apnoea
dapat ditolong dengan transfuse darah yang diambil dari orang normal, kalau tidak, ahli
anestesi membuat pernapasan buatan sampai efek obat hilang. Suksinilkolin dalam keadaan
normal dipecah di dalam tubuh oleh enzim pseudokolinesterase yang terdapat dalam plasma
darah. Pada penderita yang sangat peka terhadap suksinilkolin , pseudokolinesterase plasma
dalam darahnya adalah abnormal dan tidak dapat memecah obat dengan kecepatan normal.
Selama bertahun-tahun, kinin merupakan opbat pilihan untuk pengobatan malaria, tetapi
walaupun obat ini efektif untuk serangan akut, kinin tidak efektif untuk mencegah kambuhnya
penyakit. Pada tahun 1926, primakin diperkenalkan dan terbukti jauh lebih baik dibanding kinin
dalam mencegah kambuhnya penyakit. Sejak itu dipakai beberapa bahan yang secara kimiawi
serupa dengan primakin. Tetapi tidak lama setelah primakin diperkenalkan , ternyata
didapatkan beberapa orang yang peka terhadap obat ini. Obat ini dapat dipakai dalam
beberapa hari tanpa efek yang merugikan, tetapi kemudian penderita tiba-tiba mulai
mengeluarkan urine berwarna gelap dan sering hitam, kemudian timbul ikterus dan jumlah sel
darah merah dan kadar hemoglobin berangsur-angsur turun karena sel darah merah rusak.
Penderita biasanya sembuh dalam periode hemolitik tersebut, tetapi kadang-kadang perusakan
sel darah merah begitu hebat, sehingga dapat fatal.
Penyebab kepekaan terhadap primakin kemudian ternyata adalah defisiensi enzima
dehidrogenase glucose 6 fosfat (G6PD) dalam sel darah merah. Tetapi mekanisme yang pasti
bagaimana defisiensi enzim G6PD menyebabkan hemolisis dengan adanya primakin masih
belum diketahui dengan jelas. Orang dengan defisiensi enzim G6PD juga peka terhadap
fenasetin, furadantin, sulfonamide tertentu dan asam asetil salisilat (aspirin). Penyelidikan

keluarga menunjukkan bahwa defisiensi G6PD diwariskan secara resesif terangkai X. defisiensi
G6PD sel darah merah lebih sering terdapat pada orang Negro dibanding Kaukasoid, tetapi
pada penderita Negro aktivitas enzim dalam sel darah putih adalah normal, sedangkan kadar
enzim ini sangat berkurang pada penderita laki-laki Kaukasoid.
Antikoagulan kumarin dipakai dalam pengobatan infark miokard untuk mencegah pengentalan
darah. Penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa ada variasi diskontinyu dalam reaksi
penderita yang menggunkan obat tersebut. Dalam keadaan ini tidak ada kenaikan kepekaan,
tetapi malahan ada kenaikan resistensi terhadap efek obat tersebut. Sebagai contoh telah
didapatkan seorang penderita yang membutuhkan obat ini 20 kali dosis biasa untuk
mempertahankan efek antikoagulasi yang memadai. Resistensi ini rupanya diwariskan secara
dominant autosomal.
Riset riset dasar mengenai aspek molekular genetik, pengaturan ekspresi gen dan sintesis
protein sekarang membuahkan hasil dalam bidang kedokteran klinis dengan kecepatan yang
meningkat. Salah satu hasil awal adalah pemahaman mengenai mekanisme bagaimana
antibiotik bekerja. Banyak yang berkerja dengan menghambat sintesis protein pada salah satu
tahapan pembentukan sel. Sebagian antibiotik bekerja terutama pada bakteri , tetapi yang lain
menghambat sintesis dalam sel hewan lain, termasuk mamalia. Kenyataan ini membuat
antibiotik sangat berguna dalam riset serta pengobatan infeksi.
Table 2 mekanisme bagaimana antibiotik dan obat terkait menghambat sintesis protein
OBAT EFEK
Kloramfenikol Mencegah ikatan normal mRNA dengan ribosom
Streptomicin, Neomicin, Kanamisin Memyebabkan kesalahan pembacaan kode genetic
Sikloneksimid, tetrasiklin Menghambat pemindahan kompleks mRNA asam amino ke
polipeptida
Puromisin Kompleks puromisin-asam amino menggantikan kompleks tRNA asam amino dan
mencegah penambahan asam amino lain ke polipeptida
Mitramicin, mitomicinC, daktinomicin (aktinomicin D) Berikatan dengan DNA , mencegah
polimerisasi RNA pada DNA
Klorokuin, kolkisin, novoblosin Menghambat DNA polymerase
Mustrard nitrogen, mekloretamin (mustargen) Berikatan dengan guanine pada pasangan basa
Toksin dipteri Mencegah ribosom bergerak pada mRNA.

H. PERKEMBANGAN GENETIKA DALAM DUNIA MEDIS


1. GENETIKA DAN PENYAKIT
Kelainan genetik yang menyebabkan lebih dari 600 penyakit pada manusia sekarang telah
berhasil diidentifikasi. Banyak dari penyakit ini jarang dijumpai , tetapi sebagian relatif cukup
sering dan sebagian menyebabkan kelainan yang parah dan akhirnya fatal. Pada umumnya
hanya penyakit yang jarang yang diwariskan secara sederhana, pada penyakit yang umum,
biasanya tidak ada pola pewarisan sederhana. Sebagai contoh , pada kanker payudara,
penyelidikan telah jelas menunjukkan bahwa faktor genetik tidak diragukan lagi memainkan

peranan sebagai penyebab, tetapi tidak mungkin untuk menerangkan penemuan ini dengan
hanya memakai cara pewarisan secara Mendel. Pewarisan unifaktorial atau multifaktorial
mungkin ikut berperan sebagai penyebab beberapa macam penyakit, tetapi gambarannya
hampir selalu dipersulit oleh faktor-faktor lingkungan.
Didalam mencoba memahami genetika penyakit tertentu , penyelidik dapat mendekati
masalahnya dengan berbagai cara . kita dapat mempelajari insidensi penyakit diantara sanak
saudara, membandingkan insidensi penyakit pada kembar identik dan non identik,
membandingkan insidensi penyakit pada berbagai golongan ras, mempelajari hubungan
penyakit tertentu dengan berbagai ciri-ciri lain misalnya golongan darah dan akhirnya
mempelajari unsure-unsur patologik penyakit dalam keluarga, misalnya mengenai lipid serum
pada keluarga penderita penyakit jantung iskemik.
Pada waktu ini kita percaya bahwa baik faktor hereditas (genetik) maupun faktor lingkungan
ikut berperan sebagai penyebab sebagian besar penyakit, walaupun pada beberapa keadaan
salah satu faktor dapat lebih penting dibanding yang lain.
Alkaptonuri adalah penyakit yang sangat jarang. Orang yang menderita penyakit ini
mengekskresi urine yang berwarna kehitaman. Penyakit ini biasanya diketahui pada masa bayi
karena popoknya berwarna kehitaman akibat terkena urine, dan apabila dicuci dengan sabun
warna tadi malahan menjadi lebih nyata. Warna kehitaman tadi disebabkan oleh karena adanya
asam homogentisat yang pada orang normal akan dipecah, sehingga tidak akan terdapat
didalam urine. Penyakit ini tidak berat kecuali apabila terjadi arthritis yang dapat timbul sebagai
komplikasi pada umur lanjut, penyakit ini tidak berbahaya dan tidak menyebabkan
ketidakmampuan. Pada 1901 dalam suatu naskah yang dibacakan didepan Royal Medical And
Chirutgical Society di London, Sir Archibald Garrod melukiskan 4 keluarga dengan 11 orang
menderita alkaptonuri, dan tidak kurang dari tiga penderita adalah anak dari hasil perkawinan
antara saudara sepupu. Pada tiap kasus, orang tua penderita kelihatannya normal. Bateson
mengusulkan kepada Garod bahwa alkaptonuri mungkin merupakan penyakit resesif yang
jarang, karena menurut Bateson saudara sepupu lebih mungkin mempunyai gena yang sama
yang diwariskan dari nenek yang sama, sehingga diduga terhadap frekwensi perkawinan
keluarga yang tinggi diantara orang tua individu homozigot untuk gena jarang . keadaan ini
sesuai dengan apa yang didapat Garrod pada keluarga alkaptonuri. Secara umum , makin jarang
suatu penyakit resesif ini timbul , maka makin sering penderita penyakit tadi adalah saudara
saudara sepupu.
Sampai saat penemuan Garrod, genetika terutama hanya mempelajari pewarisan abnormalitas
structural atau lain-lain yang tampak nyata, seperti polidaktilly pada manusia atau warna bunga
pada ercis. Hal yang baru dan penting pada penemuan Garrod adalah bahwa pada alkaptonuri
ada kelainan herediter yang menyangkut proses kimiawi atau Garrod lebih suka menyebutnya
kelainan metabolisme bawaan. ( Inborn errors of metabolism). Ini merupakan awal genetika
biokimiawi dan gagasan bahwa gena-gena mengatur pembentukan enzima yang nantinya akan
berfungsi dalam pelaksanaan proses-proses biokimiawi khusus. Beadle dan Tatum memberikan
bukti ekperimental untuk gagasan ini dengan percobaan perkawinan dan pada ragi roti
neurospora crassa. Pekerjaan mereka begitu penting, sehingga mereka menerima hasiah nobel
dalam ilmu kedokteran dan fisiologi pada tahun 1958.
Pada kira-kira waktu yang sama dengan saat Garrod melakukan pengamatannya yang sangat
penting tentang pewarisan alkatonuri dan beberapa kelainan biokimiawi tertentu yang lain

pada manusia, Karl Landsteiner menemukan golongan darah ABO . penemuan ini merupakan
permulaan berkembangnya cabang genetika manusia yang penting, yaitu genetika golongan
darah.
Akhirnya pada tahun 1956, Tjio dan Leifan, demikian pula Ford dan Hamerton secara terpisah,
menunjukkan dengan jelas untuk pertama kali bahwa jumlah kromosom pada manusia adalah
46, bukan 48 seperti yang dianggap sebelumnya. Sumbangan yang sangat besar yang oleh para
penyelidik tadi adalah pengenalan metode yang diosempurnakan untuk studi kromosom.
Sebelum itu sangatlah sulit untuk mempelajari kromosom manusia karena ukurannya yang
kecil. Dengan tehnik baru tadi, dimungkinkan untuk memisahkan kromosom kromosom dan
mengamatinya secara lebih teliti. Ini terutama merupakan sebab adanya Pemecahan masalah
kromosom ( chromosome breakthrough ) pada tahun 1959, waktu LeJeuNe di Paris dan
Ford dan Jacobs di Inggris menunjukkan bahwa pada penderita sindroma down ( mongolisme)
dan pada penderita dengan berbagai perkembangan seksual lainnya.
a. DIABETES MELITUS
Ada dua bentuk diabetes mellitus yang secara klinis berbeda, bentuk yang sangat berat, yang
timbul pada masa kanak-kanak atau masa dewasa awal, dan bentuk yang jauh lebih ringan yang
mengenai orang tua. Bentuk pertama hanya dapat diatasi dengan suntikan insulin secara
teratur yang harus dilakukan seumur hidup, sedangkan bentuk yang ringan biasanya dapat
bereaksi baik dengan pengaturan diit saja. Wanita dengan diabetes sering melahirkan bayi
dengan kelebihan berat badan dan lebih sering melahirkan bayi meninggal serta bayi dengan
malformasi congenital tertentu. Keadaan ini juga terjadi pada beberapa wanita yang menderita
diabetes di kemudian hari, sedangkan pada waktu hamil tidak ada tanda-tanda klinis penyakit
tersebut.
Royal College of General Practitioners di London mengadakan penyelidikan pada sanak saudara
derajat pertama ( orang tua, anak-anaknya, saudara-saudara kandungnya) 1307 penderita
diabetes mellitus dan membandingkan hasilnya dengan pertemuan pada sanak saudara derajat
pertama pada kelompok control yang tidak menderita diabetes mellitus sebanyak 859 orang
yang dipilih secara acak dari populasi umum. Mengenai data pada saudara-saudara kandung
propositus hasilnya sangat menarik. Pada kelompok control, proporsi mereka yang mempunyai
saudara kandung dengan diabetes adalah kira-kira 0,3 persen pada umur 30 tahun, kemudian
meninghkat menjadi 2 persen pada umur lebih dari 70 tahun. Sebaliknya pada penderita
diabetes mellitus proporsi saudara kandungnya yang juga menderita diabetes adalah 5 persen
pada umur di bawah 30 tahun dan 3 persen di atas umur 70 tahun. Ini berarti bahwa penderita
diabetes yang diagnosa pada umur dibawah 30 tahun kemungkinannya mempunyai saudara
kandung yang juga terkena adalah 15 kali lebih besar dibanding orang sehat. Sebaliknya
penderita diabetes yang berumur lebih dari 70 tahun pada saat didiagnosa, kemungkinan
mempunyai saudara kandung dengan diabetes hanya 1,5 kali lebih besar daripada orang sehat.
Hasil ini menunjukkan bahwa ada predisposisi genetic yang kuat pada orang-orang yang
menderita diabetes yang timbul pada umur muda. Pada umur lanjut, penyakit diabetes lebih
merupakan akibat faktor lingkungan, misalnya karena makan berlebihan.
Beberapa penyelidik yang menerima pandangan bahwa diabetes disebabkan oleh gen resesif

telah melangkah lebih jauh dan mangatakan bahwa bentuk penyakit yang timbul pada masa
kanak-kanak dan berat menunjukkan keadaan homozigot, sedangkan yang ringan dan timbul
pada umur dewasa menunjukkan keadaan heterozigot.
Meskipun beberapa penyelidik percaya bahwa diabetes mellitus diwariskan secara resesif
autosomal, namun penyelidik lain puas dengan anggapan bahwa penyakit ini adalah akibat dari
kerja banyak gena (pewarisan multifaktorial). Sebagai dukungan terhadap gagasan ini , telah
diketahui bahwa insidensi diabetes mellitus pada orang tua dan anak-anaknya (apabila
diadakan koreksi umur) sama dengan pada saudara-saudara kandungnya, suatu hal yang
berlawanan dengan apa yang diharapkan apabila penyakit tersebut disebabkan oleh gene
resesif. Kedua, tidak ada perbedaan yang jelas antara kadaar gula darah setelah diberi minum
sejumlah glukosa pada keluarga penderita diabetes dengan orang-orang control. Pada kedua
golongan tadi terdapat distribusi berkesinambungan dari harga normal sampai abnormal, tanpa
adanya dua tonjolan ( bimodalitas) yang diharapkan apabila penyakitnya disebabkan oleh gena
tunggal. Bukti-bukti berdasarkan frekuensi diabetes pada berbagai sanak saudara individu yang
sakit juga menunjukkan bahwa penyakit tersebut diwariskan secara multifaktorial.
Dengan menerima gagasan pewarisan multifaktorial , Simpson dan Smith secara terpisah
membuat perkiraan tentang heritabilitasnya, yaitu kira-kira 75 persen untuk diabetes yang
timbul awal dan hanya 35 persen untuk diabetes yang timbul lambat.
b. HIPERTENSI
Penderita hipertensi dibagi menjadi dua golongan. Pada orang pertama, penyakit timbul
umumnya pada masa dewasa awal dan disebabkan secara sekunder oleh penyakit ginjal
tertentu atau kelainan kelanjar endokrin tertentu. Bentuk hipertensi ini disebut hipertensi
sekunder dan tidak sering dijumpai. Pada penderita golongan kedua tidak didapatkan penyebab
yang nyata untuk hipertensinya, yang biasanya mulai pada umur setengah tua. Bentuk penyakit
ini disebut hipertensi essensial dan jauh lebih sering dijumpai dibanding hipertensi sekunder.
Umumnya disepakati bahwa faktor genetic penting dalam etiologi hipertensi essensial, karena
telah ditunjukkan bahwa terdapat konkordansi yang tinggi pada kembar indentik, tetapi para
ahli mempunyai perbedaan pendapat mengenai hakiki yang pasti faktor-faktor genetic
tersebut.
c. PENYAKIT JANTUNG ISKEMIK
Aterosklerosis dengan akibat penyempitan arteria koronaria yang menyebabkan penyakit
jantung iskemik atau trombosis koroner, sebagian disebabkan oleh penimbunan lipid pada
dinding pembuluh darah. Ini merupakan bagian dari proses menua alami. Tetapi keadaan ini
dapat terjadi secara premature dan dapat menyebabkan kematian pada decade ketiga sampai
kelima kehidupan.
Satu macam penyakit jantung iskemik yang timbul awal adalah hiperkolesterolemi familiar yang
diwariskan secara autosomal dominant. Ini hanyalah merupakan sebagian kecil dari penyakit
jantung iskemik yang timbul awal. Kasus-kasus lain ada hubungannya dengan beberapa
penyakit lain misalnya diabetes mellitus. Tetapi sebagian besar kasus tidak diwariskan secara
sederhana dan tidak berhubungan dengan proses penyakit yang lain.

Pendapat yang umum ialah bahwa pada sebagian besar penderita , penyakit itu multifaktorial
dengan heritabilitas kira-kira sebesar 65 persen, resiko pada keluarga derajat pertama
penderita adalah rata-rata 6 kali lebih besar daripada insidensi populasi, insidensi populasi
adalah kira-kira 15 orang per 1000 pada laki-laki yang timbul penyakitnya sebelum umur 55
tahun dan 10 orang per 100 pada wanita yang timbul penyakitnya sebelum umur 65 tahun.
d. ULKUS PEPTIK
Doll dan kawan-kawan menunjukkan bahwa ulkus ventrikuli dan ulkus duodeni dua kali lebih
sering terjadi pada keluarga derajat pertama penderita dibanding pada populasi umum dan tipe
ulkusnya cenderung sama untuk penderita dan keluarganya yang juga menderita ulkus. Dapat
diterangkan bahwa kenaikan risiko pada keluarga dekat hanyalah mencerminkan adanya
kesamaan lingkungan.
Hasil-hasil penyelidikan yang luas pada anak kembar baru-baru ini memberikan beberapa
kejelasan mengenai masalah tersebut. Dari kira-kira 29 pasang anak kembar identik yang
diseleksi karena salah satu dari pasangan sakit, ditemukan bahwa pada 12 pasangan, anak yang
merupakan pasangannya juga sakit. Tetapi pada pasangan anak kembar non-identik, yang
menunjukkan bahwa terdapat faktor genetic yang berperan. Tetapi karena konkordansi pada
anak kembar identik hanya 41%, ini berarti bahwa faktor lingkungan tentunya juga memainkan
peranan penting sebagai penyebab.
Beberapa penyelidikan dalam beberapa tahun terakhir ini menunjukkan bahwa penyakit
tertentu lebih sering ada hubungannya dengan golongan darah tertentu dibandingkan dengan
yang diharapkan terjadi secara kebetulan.
Pengamatan ini menunjukkan adanya kaitan kausal antara penyakit tertentu dengan golongan
darah yang berhubungan dengannya. Dapat dianggap bahwa karena golongan-golongan darah
diwariskan, maka faktor genetik tentunya memainkan peranan dalam menyebabkan penyakit
tertentu yang berhubungan dengan golongan darah tersebut. Contoh hubungan semacam itu
yang paling sering baik dan tercatat ialah hubungan (asosiasi) antara ulkus duodeni dengan
golongan darah O (gambar 38). Ini tidak berarti bahwa semua orang yang bergolongan darah O
akan menderita ulkus duodeni, tetapi hanyalah bahwa risiko orang dengan golongan darah O
untuk menderita ulkus duodeni lebih besar dibanding dengan orang-orang dengan golongan
darah lain.
Telah dihitung bahwa orang orang dengan golongan darah O kira-kira 40 persen lebih besar
kemungkinannya untuk menderita ulkus duodeni dibanding orang orang dengan golongan
darah A, B dan AB . ulkus ventrikuli juga ada hubungannya dengan golongan darah O , tetapi
tidak begitu kuat. Hubungan antara golongan darah O dengan ulkus duodeni didapatkan pada
orang-orang Eropa, Jepang, Negro Amerika Utara dan beberapa kelompok Rsil.
Penting untuk membedakan antara hubungan (asosiasi) dengan perangkaian genetic. Pada
hubungan/asosiasi, timbul dua kelainan pada orang yang sama lebih sering daripada yang
diperkirakan terjadi secara kebetulan, dan ini menunjukkan adanya hubungan kausal antara
dua keadaan tersebut. Tetapi perangkaian genetic hanyak mengenai susunan letak gen dalam
kromosom. Gen dikatakan berangkai apabila gena-gena tersebut terletak pada pasangan
kromosom yang sama, suatu hal yang penting adalah bahwa perangkaian itu terjadi karena
antara lokus-lokus dan bukan dengan satu alel tertentu pada satu lokus.

Bagaimana gena golongan darah mempengaruhi dinding lambung dan dinding duodeni belum
diketahui. Mungkin, intergritas lapisan mukosa lambung dan duodenum diatur oleh beberapa
gena untuk ulserasi peptic dan tidak hanya berhubungan dengan golongan darah , tetapi juga
dengan status secretor. Substansi golongan darah ABO disekresi di dalam air ludah dan getah
lambung orang-orang yang mempunyai gena sekrestor (S). gena ini dominant terhadap gena
non secretor (s). orang-orang yang homozigot dominant untuk gena non secretor (s) tidak
mensekresi substansi golongan darah ABO. Telah ditemukan bahwa ulkus duodeni dan ulkus
ventrikuli lebih umum terdapat pada orang-orang non secretor. Dalam kenyataan, rupanya
status secretor lebih penting daripada golongan darah se4seorang dalam menentukan
kemungkinan timbulnya ulkus peptic.
e. SKIZOFRENIA
Skizofreni adalah penyakit psikotik yang biasanya timbul pada kehidupan dewasas awal.
Penyakit ini ditandai dengan adanya perubahan kepribadian dan emosional yang diiukuti
dengan lari dari dunia yang nyata diseertai dengan halusinasi dan angan-angan (delusi). Pada
waktu ini, kira-kira ada 80.000 penderita skizofreni di Inggris. Belum ada kelainan biokimia
khusus yang dapat diketahui pada pemyakit ini.
Sebagian besar penyelidik setuju bahwa ada peranan genetic dalam etiologi skizofreni, tetapi
bagaimana cara berpengaruhnya dan seberapa besar peranan tersebut belum jelas, sebagian
karena adanya kekacauan mengenai definisinya , terutama dalam pemakaian istilah schizoid.
Istilah schizoid dipakai untuk menunjukkan kelainan yang menyerupai skizofreni yang sering
terdapat pada kleuarga skizofreni. Masalah ini timbul karena tidak ada krieteria klinis untuk
membedakan secara jelas antara kepribadian schizoid dan kepribadian normal. Masalah definisi
telah dibicarakan secara mendalam oleh Heston (1970). Untuk penyederhanaan, kita dapat
memandang isitilah schizoid untuk orang yang mempunyai gejala dasar skizofreni, tetapi dalam
bentuk yang lebih ringan, diperkirakan bahwa secara kasar 4 persen dari populasi umum
menderita kelainan skizofreni atai schizoid.
Penyakit skizofreni ada hubungannya degan beberapa cirri, misalnya bentuk tubuh, intelegensi,
dan banyak orang percaya bahwa faktor lingkungan tentu mempunyai peranan penting dalam
etiologi penyakit. Mungkin adanya prevalensi diantara keluarga dekat sebagian disebabkan
karena mereka mempunyai lingkungan yang sama. Beberapa penyelidik sekarang menganggap
bahwa skizofreni dalam kenyataannya dapat diwariskan secra multifaktorial, dengan
heritabilitas kira-kira 80 persen. Tetapi dengan pengetahuan kita pada saat ini tidak mungkin
untuk menetapkan secaara tegas tentang hakiki faktor genetic pada skizofreni. Riset biokimiawi
pada penderita dan keluarganya pada saat ini mungkin dapat memperjelas keadaan pada masamasa yang akan datang.
f. KELAINAN KONGENITAL
Banyak kelainan congenital yang disebabkan oleh defek gena tunggal (misalnya mikrosefali
bentuk resesif autosomal) atau oleh kelainan kromosom (misalnya sindroma trisomi
autosomal). Kelainan kelainan congenital tertentu yang agak sering terjadi dianggap

mempunyai sebab multifaktorial . termasuk disini adalah spina bifida, anensefali, penyakit
jantung congenital bentuk yang umum, stenosis pylorus congenital, celah bibir dan langit-langit
, kaki pengkor (club foot) congenital dan dislokasi pinggul congenital. Bukti-bukti untuk
pewarisan multifaktorial pada kelainan-kelainan ini telah dikumpulkan oleh Carter (1965).
Spina bifida dan anensefali relative sering terjadi yaitu mengenai satu diantara 200 bayi, dan
dalam beberapa hal antara kedua kelainan tersebut ada hubungan, karena keduanya sering
terjadi pada anggota keluarga lain di dalam keluarga yang sama. Kelainan ini lebih sering terjadi
pada anak-anak dari ibu multipara yang berumur tua dan lebih sering terdapat di Inggris Barat
Laut dan Wales serta Skotland dibanding dengan Inggris Tenggara.
g. KANKER
Kanker merupakan suatu penyakit yang menyerang proses dasar kehidupan sel, yang hampir
semuanya mengubah genom sel (komplemen genetic total sel) serta mengakibatkan
pertumbuhan liar dan penyebaran sel kanker. Penyebab perubahan genom ini adalah mutasi
(perubahan) salah satu gen atau lebih; atau mutasi sebagian besar segmen utas DNA yang
mengandung banyak gen; atau pada beberapa keadaan, penambahan atau pengurangan
sebagian besar segmen kromosom.
Setiap gen pada keturunan manusia mempunyai kemungkinan 1 dalam 100.000 merupakan
suatu mutan bila dibandingkan dengan gen orang tuanya. Jadi hanya dibutuhkan kesempatan
agar mutasi dapat berlangsung. Akan tetapi, faktor-faktor lain yang menambah kemungkinan
mutasi adalah radiasi ionisasi, zat karsinogen, beberapa virus, iritasi fisik dan predisposisi
herediter.
Beberapa kanker dijumpai pada golongan ras tertentu, dan ini menunjukkan adanya penyebab
genetic. Sebagai contoh, kanker kulit pada orang kulit putih di Australia jauh lebih sering
terdapat dibandingkan dengan penduduk asli, mungkin ini disebabkan karena melanin didalam
kulit penduduk asli dapat mencegah penembusan sinar ultraviolet.
Pada kanker tertentu, faktor genetik rupanya memegang peranan penting sebagai penyebab,
tetapi tidak eksklusif. Kanker lambung dan payudara termasuk jenis ini, bukti ini berasal dari
empat sumber yaitu : frekuensi penyakit pada keluarga dekat penderita, penyelidikan anak
kembar, penyelidikan golongan darah dan pemakaian analog binatang.
Penyelidikan pada kanker lambung menunjukkan bahwa kira-kira 3 persen dari keluarga derajat
pertama mempunyai kemungkinan untuk mendapatkan penyakit dibanding 1,5 persen pada
control. Bahwa frekuensi jenis tumor yang didapatkan pada propositus lebih besar pada
keluarga dekat penderita daripada dengan populasi umum, menunjukkan adanya faktor genetik
sebagai penyebabnya.

2. REKAYASA GENETIKA / KLONING


Rekayasa genetika merupakan istilah yang digunakan untuk menguraikan pengenalan akan
criteria pilihan dan rancangan manusia ke dalam suatu konstruksi dan kombinasi gen. walaupun

demikian, istilah ini akan berarti pertukaran bahan herediter buatan antar spesies.
Pemindahan informasi genetik dari organisme yang lebih tinggi ke dalam bakteri saat ini
merupakan suatu hal yang memungkinkan . hal ini melibatkan implantasi gen manusia ke dalam
bakteri dengan DNA rekombinan, dalam suatu usaha untuk mendapatkan pengetahuan yang
baru dari mekanisme genetic pada tingkat molecular dan juga untuk memperoleh mamfaat
dengan dapat diperolehnya suplai insulin, interferon, dan protein lain manusia yang berlimpah
dan murah.
Pada hakekatnya terdapat tiga vector yang digunakan dalam teknologi DNA rekombinan
(rekayasa genetika) : yaitu plasmid, fage dan kosmid. Semua ini bereplikasi dalam sel bakteri
host. Plasmid secara alamiah terdapat dalam bakteri serta memberikan ketahanan bagi bakteri
terhadap berbagai bahan termasuk antibiotika. Mereka diwariskan secara stabil dalam keadaan
ekstrakromosomal dan terdiri dari suatu dupleks DNA yang sirkuler.
Setelah DNA asing dimasukkan dalam plasmid, maka plasmid dimasukkan kembali ke dalam sel
bakteri host dengan memaparkan sel bakteri dengan garam kalsium yang menjadikan
membrane sel permeable terhadap plasmid.
Langkah berikutnya adalah menumbuhkan vektor host dalam biakan untuk menghasilkan suatu
klon, yaitu keadaan dimana semua sel berasal dari konstitus genetik tunggal. Akhirnya, dibuat
dilakukan suatu seleksi terhadap klon yang mengandung fragmen DNA yang relevan. Sejumlah
tehnik telah dikembangkan untuk mendeteksi insersi dari ururtan yang khas.
Terdapat beberapa aplikasi dari DNA rekombinan . misalnya dalam pemetaan/struktur gen, dan
struktur populasi , pengendalian penyakit genetika, biosintesa, misalnya biosintesa insulin,
hormone pertumbuhan dan interferon, dan pengobatan penyakit genetika dengan insersi dari
suatu gen dengan klonasi yang normal.
KLONING
Kloning diartikan sebagai cara perkembangbiakan makhluk hidup untuk mendapatkan individu
atau anakan yang persis sama dengan induknya tanpa melalui suatu proses pembuahan. Heboh
kloning, diawali dengan lahirnya domba lucu Doly hasil kloning dr Ian Wilmut, ilmuwan asal
Skotlandia di tahun 1997. Lahirnya binatang hasil kloning ini diasumsikan membuka pintu
gerbang untuk pengklon-an manusia, dan pada perkembangannya isu-isu tersebut langsung
disinggungkan dengan harkat dan martabat manusia. Sehingga bak bola salju, di tahun 1997-an
berita ini mengalir dari media masa satu ke media masa yang lain dan mengundang komentar
berbagai pakar mulai dari ilmuwan, agamawan sampai budayawan. Padahal sebenarnya kloning
bukan merupakan hal yang baru. Bagi para ahli mikrobiologi kloning bagaikan makanan seharihari, karena teknik ini digunakan misalnya untuk riset, diagnostik, pemetaan gen dan enzim.
Bagi para biolog, teknik inipun tergolong usang, karena sejak tahun 1952 teknik ini sudah mulai
digunakan yakni untuk mengeluarkan inti embrion kodok. Bagi masyarakat awam, pendekatan
kloning secara tidak sadar sudah sering dilakukan, yakni pada saat kita melakukan stek, baik
stek akar, batang atau daun. Dengan stek kita benar-benar bisa berharap untuk mendapatkan
individu baru (anakan) dengan sifat-sifat yang sama dengan tanaman yang kita stek.
Sejak lahirnya domba Doly banyak pihak maupun ilmuwan berpikir untuk menggunakan teknik
ini untuk berbagai tujuan. Mulai dari tujuan mulia misalnya untuk keperluan pengobatan
sampai tujuan edan-edanan, membuat Hitler atau John F Kenedy baru.

Padahal menurut Prof Dr Sangkot Marzuki (Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman)
pengklonan manusia hanya merupakan fantasi saja karena suksesnya 1 dari 277 dan
hasilnyapun (kalau pun bisa berhasil) diragukan apakah mewarisi kesuksesan pendahulunya.
Dalam bidang kesehatan banyak yang bisa diharapkan untuk teknik ini misalnya untuk
pengobatan kanker dan penyakit-penyakit degeneratif seperti atherosklerosis (pengapuran
pada pembuluh darah) dan osteoporosis (kerapuhan tulang).
Pada penyakit kanker terjadi pembelahan sel secara tidak terkendali secara terus menerus (satu
menjadi dua, dua menjadi empat dan seterusnya) sehingga timbul tumor, hal ini terjadi karena
adanya telomerase (enzim penghancur telomer). Padahal normalnya telomer beraksi seperti
sumbu pembakar. Sumbu semakin menyusut setiap kali sel membelah dan akhirnya ketika
sumbu habis akan memicu tombol untuk membunuh atau menghentikan pertumbuhan dirinya
sendiri. Dengan teknik kloning diharapkan dapat mengisolasi protein penghasil telomerase
tersebut, yang pada gilirannya bisa menangkal dan mengobati penyakit kanker. Untuk penyakit
degeneratif (penyakit yang timbul karena usia lanjut) diobati secara tidak langsung yaitu
memberikan obat awet muda, berupa protein hasil kloning yang dapat menghambat proses
penuaan pada sel, sehingga sel normal hidupnya lebih lama dan penyakit tua tadi jadi lambat
datangnya. Konon kabarnya protein awet muda tersebut siap dikemas dalam bentuk pil. Dan
barang siapa meminumnya dimungkinkan menjadi awet muda dan panjang umur. Ada yang
tidak sabar meminumnya ? Tunggu saja barangkali di tahun 2000 ini ada iklan di TV-media
untuk pil tersebut, hanya 99.999 rupiah.
Teknologi kloning juga mencatat kemajuan yang berarti setelah si gempar Doly, yaitu pada
awal-awal tahun 1998 dengan dilahirkannya 2 ekor sapi (George dan Charlie) di Texas AS. Kedua
ekor sapi ini diciptakan melalui proses kombinasi antara teknik kloning dan rekayasa genetik
(transgenik). Seperti umumnya hewan hasil kloning, mereka mempunyai sifat-sifat unggul, dan
dirancang untuk menghasilkan sesuatu yang unggul sesuai dengan program penciptanya.
Program genetik yang disiapkan untuk kedua sapi ini adalah untuk menghasilkan susu yang
mengandung gizi sempurna dan mengandung obat-obatan untuk jenis-jenis penyakit tertentu.
Bahkan para ahli di sana mengaku bahwa mereka telah menyiapkan sapi yang apabila lahir
nanti akan menghasilkan susu yang mengandung serum albumin, protein esensial dalam darah
yang sangat berguna bagi dunia kedokteran dan kesehatan.
Pro dan kontra tentang produk transgenik atau produk hasil rekayasa genetika masih tetap
hangat.Teknologi rekayasa genetika sebenarnya bukanlah hasil orisinal para ilmuwan biotek.
Dia hasil peniruan proses alamiah yang sudah ada seperti proses sintesis protein antibodi IgG
dalam sel tubuh mamalia yang merupakan salah satu bentuk pertahanan tubuh dari serangan
kuman penyakit. Beratus jenis antibodi IgG dalam tubuh mamalia dikodekan oleh berbagai gen
DNA yang merupakan hasil potong dan tempel (rekombinasi) alamiah berbagai fragmen DNA di
dalam sel.
Proses transfer gen antar-kingdom seperti bakteri Agrobacterium tumefaciens ke dalam sel
inangnya sudah terjadi sejak dulu tanpa campur tangan manusia. Proses inilah yang mengilhami
rekayasa genetika tanaman, dengan memanfaatkan plasmid Agrobacterium sebagai pembawa
gen dari sifat yang ingin dicangkokkan pada suatu tanaman.

Teknologi rekayasa genetika dalam bentuk yang lebih konservatif juga kita temui dalam proses
perkawinan silang untuk mendapatkan bibit unggul. Proses ini memakan waktu lama serta
terikutnya sifat yang tak dinginkan dari tanaman penyilang. Sedangkan dalam rekayasa genetika
modern, rekombinan dilakukan secara in vitro (di luar sel makhluk hidup), sehingga
dimungkinkan mencangkok (kloning) hanya satu jenis gen yang diinginkan dalam waktu lebih
cepat.
Hasil penelitian kloning monyet mengungkapkan masalah mendasar yang mungkin akan
membuat proses itu tidak mungkin diterapkan terhadap manusia. Menurut laporan wartawan
VOA Jessica Berman, penemuan itu bermakna penting karena potensi cloning untuk
penyembuhan penyakit manusia. Laporan selengkapnya disampaikan berikut oleh Guga
Pardede dalam Amerika Kini.
Para penganjur apa yang disebut terapi kloning untuk manusia mengatakan teknik itu
mempunyai potensi menyembuhkan penyakit seperti diabetes atau penyakit gula, alzheimer
atau pikun, dan penyakit Parkinsons. Para penganjur tersebut yakin usaha untuk meng-klone
primata atau monyet akan mengembangkan teknik tersebut. Dari semua primata diluar
manusia, monyet rhesus adalah diantara primata yang gennya paling serupa dengan manusia
yang memungkinkan kloning dapat diterapkan pada manusia. Oleh karena itu, para ilmuwan
telah berusaha meng-klone monyet rhesus dengan mendorong sel telur binatang itu
membuat duplikatnya sendiri tanpa menggunakan embrio karena penggunaan embrio dapat
menimbulkan pertentangan. Sebaliknya, para peneliti berusaha membuahi telur dengan D-N-A
atau gen yang diambil dari sel dewasa dimanapun dalam tubuh. Para pakar berharap untuk
merangsang pertumbuhan telur dan mengambil sel-sel stem-nya yang menurut pakar dapat
dikembangkan untuk menjadi bagian manapun dalam tubuh.
Tetapi, dalam sebuah artikel dalam jurnal Science, para peneliti mengatakan telur monyet
rhesus yang diklone tidak dapat dikembangkan menjadi sell stem. Tidak seperti binatang lain
yang berhasil diklone sebegitu jauh dengan menggunakan sel dewasa, antara lain tikus,
pemimpin penelitian Christopher Navara dari bagian Obstetrik dan Gynecology mengatakan
telur monyet rhesus tampaknya berbeda.
Langkah pertama dalam eksperimen kloning adalah mengambil D-N-A dari telur. Tampaknya
dalam kasus monyet rhesus, ketika kita mengambil D-N-A dari sel telur, kita juga mengeluarkan
faktor lain yang perlu untuk perkembangan embrio. Jadi, kalau kita menggantikan D-N-A yang
dikeluarkan tadi dengan D-N-A dari sel lain, embrionya tidak dapat lagi berkembang
seterusnya.
D-N-A atau bahan genetika dalam setiap sel menyediakan program atau rencana untuk
pertumbuhan sel. Profesor Navara mengatakan sel telur tadi tidak dapat berkembang dengan
normal karena bahan genetika penting dalam sel telur hilang dari ke-724 sel yang diklone. Para
peneliti di Advanced Cell Technology adalah yang pertama berhasil mengklone tikus, dengan
menggunakan teknik yang sama dengan yang dicoba para peneliti di Pittsburgh. Walaupun
kelompok Pittsburgh ini tidak berhasil mengklone monyet, direktur kedokteran Robert Lanza
yakin masih mungkin mengklone monyet rhesus. Dr. Lanza mengemukakan selalu ada masalah

dalam mengklone binatang, oleh karena itu para pakar harus melakukan penelitian bertahuntahun untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Walaupun kurang berhasil, Christopher Navara
dari Universitas Pittsburgh tadi mengatakan para peneliti akan terus berusaha untuk
mengklone monyet rhesus karena membuka kemungkinan untuk dapat diterapkan terhadap
manusia.
Para penentang kloning mengatakan penelitian itu membuktikan bahwa kloning tidak dapat
dan tidak patut diadakan pada manusia karena itu akan mengarah ke suatu bentuk pembuatan
manusia. Kekhawatiran mereka mungkin beralasan karena seorang dokter kesuburan di
Kentucky, Panayiotis Davos, mengklaim bahwa ia telah berhasil membuat embrio manusia yang
pertama dari bahan genetika sel dewasa. Kalau hasil tes menunjukkan embrio itu sehat, Dr.
Zavos mengatakan ia berencana memasukkannya ke kandungan seorang wanita bulan depan.
Dalam menanggapinya, penulis artikel dalam jurnal Science tadi, Gerarld Schatten, dikutip
mengatakan kloning untuk melahirkan manusia adalah tidak aman, tidak etis, dan sepatutnya
dilarang hukum.
3. DOPING
Berbagai upaya dilakukan, untuk menciptakan atlet super, yang dapat memecahkan rekor dunia
dalam semua cabang olahraga. Diantaranya dengan menyalahgunakan obat-obatan, yang
sebetulnya dikembangkan untuk menolong penderita penyakit kronis. Misalnya saja, pada akhir
tahun 80-an, para ahli kedokteran meneliti Erythro-poietin-EPO, yakni sejenis hormon yang
diproduksi di dalam ginjal. Dalam tubuh EPO memiliki fungsi penting dalam pembentukan sel
darah merah. Penelitian ditujukan untuk membantu penderita gagal ginjal, untuk meningkatkan
jumlah sel darah merahnya.
EPO diperoleh dengan cara rekayasa genetika dari tubuh penderita gagal ginnjal itu sendiri.
Dengan menyuntikan hormon, yang berasal dari tubuhnya sendiri, dapat diperoleh dua
keuntungan. Tubuh penderita gagal ginjal tidak akan menolak hormon EPO, dan sekaligus
jumlah sel darah merahnya akan bertambah. Tapi rupanya keunggulan EPO, juga tercium oleh
para olahragawan. Dengan metode serupa, para atlet disuntik doping EPO yang berasal dari sel
darahnya sendiri. Seperti juga pada penderita gagal ginjal, atlit yang mendapat doping EPO,
menunjukan peningkatan jumlah sel darah merah secara signifikan.
Dengan meningkatnya jumlah sel darah merah, pasokan oksigen ke berbagai jaringan otot atlit
bersangkutan juga meningkat drastis. Doping EPO terutama digemari oleh atlit yang
memerlukan stamina tinggi. Misalnya para pembalap sepeda atau pelari marathon dan lomba
ski jarak jauh. Banyaknya kasus doping EPO yang terbongkar, menunjukan betapa atraktifnya
doping dengan sel darah sendiri ini. Sebab dampak negatifnya juga dapat diminimalkan. Akibat
skandal EPO, tahun 1998 lalu dalam balapan sepeda Tour de France, tim balap Perancis, Festina
didiskualifikasi. Dalam olimpiade musim dingin tahun 2002, juara lomba ski 50 kilometer,
Johann Mhlegg harus mengembalikan medalinya, karena terbukti melakukan doping EPO.
Doping EPO memang masih dapat dilacak oleh para pengawas doping. Karena EPO yang

direkayasa secara genetika, tetap masih memiliki perbedaan kecil dengan EPO yang diproduksi
tubuh secara alami. Tentu saja kasus doping dengan memanfaatkan teknik rekayasa genetika,
tidak berhenti dengan kasus EPO. Sebaliknya, pengetahuan yang diperoleh dari doping EPO,
merupakan landasan dasar bagi doping jenis baru, yang sulit dilacak lagi jejaknya. Yakni doping
genetika.
Tahun 1997 lalu, para peneliti kedokteran dari Universitas Chicago, dalam ujicoba
menggunakan tikus dan monyet di laboratorium, membuktikan, pemberian gen EPO tambahan,
dapat memacu produksi EPO alami. Dalam tubuh tikus dan monyet yang direkayasa gen EPO
tambahan, jumlah sel darah merahnya meningkat antara 70 sampai 80 persen. Padahal jika
menggunakan suntikan EPO konvensional, peningkatan jumlah sel darah merah, hanya
mencapai 7 sampai 10 persen saja. Juga doping genetika semacam itu akan sulit dilacak. Sebab
produk dopingnya identik dengan produk hormon alami. Barulah jika dilakukan biopsi otot,
dapat terlacak jejak rekayasa genetikanya.
Doping rekayasa genetika memang tidak akan berhenti pada penyalahgunaan gen EPO.
Beberapa tahun lalu, kelompok peneliti dari fakultas kedokteran Universitas Royal Free di
London, yang dipimpin Geofrey Goldspink menemukan sejenis gen, yang memproduksi protein
yang menstimulir pertumbuhan otot. Rekayasa gen pertumbuhan otot pada tikus percobaan,
menunjukan perkembangan volume otot antara 15 sampai 30 persen. Sasaran penelitian,
sebetulnya untuk membantu penderita penyakit penyusutan otot. Namun dari awal Goldspink
sudah menyadari, penemuannya suatu hari nanti, akan disalahgunakan untuk doping.
Seperti juga diungkapkan Prof.Dr. Horst Michna, dari universitas teknik Mnchen, peluang
penyalah gunaannya memang amat besar. Akan tetapi, ia juga memperingatkan dampak
sampingannya. Tahun 1999 lalu, seorang pasien berusia 18 tahun, penderita penyakit genetika
gangguan metabolisme, meninggal, ketika menjalani terapi genetika semacam itu. Tahun 2002
lalu, pemerintah Perancis menghentikan penelitian terapi genetika pada anak-anak, yang
mengidap penyakit genetika lemahnya sistem kekebalan tubuh. Penyebabnya, pengobatan tsb
memicu munculnya penyakit kanker darah.
Tapi juga jangan dilupakan, bagi para atlit, ketenaran dan keberhasilan memecahkan rekor,
adalah segalanya. Tidak peduli semahal apapun harga yang harus dibayar di kemudian hari.
Selain itu, keberhasilan para ahli genetika, membuat pemetaan genome manusia, membuka
cakrawala baru dalam rekayasa genetika. Termasuk penyalahgunaannya untuk doping. Para
pakar genetika, sejauh ini juga sudah mengenali sejumlah gen manusia, yang berkaitan dan
berpengaruh pada prestasi puncak olahraga.
Namun prestasi puncak dalam olahraga, tidak hanya ditentukan oleh satu atau beberapa gen
saja. Terdapat kaitan rumit antar gen, yang memiliki parameternya masing-masing. Demikian
diungkapkan Bernd Wolfrath, dokter kepala di bagian kedokteran olahraga universitas teknik
Mnchen. Disebutkannya, sebuah tim internasional, saat ini sedang memetakan apa yang
disebut gen "fitness" tsb. Sejauh ini sudah diketahui terdapat 100 gen, yang berperan pada

pencapaian prestasi puncak. Disadari, dengan pengetahuan genome seluas itu, kasus doping
genetika ibaratnya tinggal menunggu waktu untuk mencuat.

Anda mungkin juga menyukai