Anda di halaman 1dari 101

1

MODUL KULIAH
DASAR-DASAR GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN
PKS100

DISUSUN OLEH
YULIYANTO

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT


POLITEKNIK KELAPA SAWIT
CITRA WIDYA EDUKASI
2018
2

BAB I. PENDAHULUAN

Secara etimologi kata ’genetika’ berasal dari kata ’genos’ dalam Bahasa Latin,
yang berarti asal mula kejadian. Namun, genetika bukanlah ilmu tentang asal mula
kejadian meskipun pada batas-batas tertentu memang ada kaitannya juga dengan hal itu.
Genetika ialah ilmu yang mempelajari seluk-beluk alih informasi hayati dari generasi ke
generasi. Oleh karena cara berlangsungnya alih informasi hayati tersebut mendasari
adanya perbedaan dan persamaan sifat di antara individu organisme, maka dengan
singkat dapat pula dikatakan bahwa genetika adalah ilmu tentang pewarisan sifat.
Hingga sekarang masih sering dijumpai berbagai pandangan yang kurang tepat
mengenai pewarisan sifat. Pandangan atau faham semacam ini tidak hanya diperlihatkan
oleh kalangan awam yang relatif kurang mengenal ilmu genetika, tetapi tanpa disadari
berkembang juga di tengah masyarakat modern dengan tingkat pendidikan dan wawasan
pengetahuan yang cukup memadai. Berikut ini dikemukakan beberapa kesalahfahaman
yang berkaitan dengan pewarisan sifat, khususnya pada manusia.
1. Faham bahwa ayah lebih penting daripada ibu
Menurut faham ini gambaran dasar sifat seorang anak, terutama sifat fisiknya, hanya
ditentukan oleh sosok ayahnya saja. Dalam hal ini ibu hanya berperan mengarahkan
perkembangan selanjutnya. Jika anak diibaratkan sebagai buah atau biji mangga, maka
ayah adalah pohon mangga dan ibu adalah tanah tempat biji mangga itu akan tumbuh.
Masyarakat paternalistik sebenarnya tanpa disadari masih menganut faham yang
keliru ini. Padahal, dalam Bab II dan Bab IV jelas dapat dilihat bahwa baik ayah/tetua
jantan maupun ibu/tetua betina akan memberikan kontribusi yang sama dalam
menentukan sifat-sifat genetik anak/keturunan. Bahkan, untuk sifat-sifat yang diatur oleh
faktor sitoplasmik (Bab VIII), tetua betina memberikan kontribusi lebih besar daripada
tetua jantan karena sitoplasma ovum jauh lebih banyak daripada sitoplasma
spermatozoon.
2. Teori homunkulus (manusia kecil)
Segera setelah Anthony van Leeuvenhoek menemukan mikroskop, banyak orang
melakukan pengamatan terhadap berbagai objek mikroskopis, termasuk di antaranya
spermatozoon. Dengan mikroskop yang masih sangat sederhana akan terlihat bahwa
3

spermatozoon terdiri atas bagian kepala dan ekor. Di dalam bagian kepala itulah diyakini
bahwa struktur tubuh seorang anak telah terbentuk dengan sempurna dalam ukuran yang
sangat kecil. Ketika spermatozoon membuahi ovum, maka ovum hanya berfungsi untuk
membesarkan manusia kecil yang sudah ada itu. Jadi, pada dasarnya teori homunkulus
justru memperkuat faham bahwa ayah lebih penting daripada ibu.
3. Faham yang menganggap ibu sebagai penanggung jawab atas jenis kelamin
anak
Di kalangan masyarakat tertentu, misalnya masyarakat kerajaan, sering muncul
pendapat bahwa anak laki-laki lebih dikehendaki kehadirannya daripada anak
perempuan karena anak laki-laki dipandang lebih cocok untuk dapat dipercaya sebagai
pewaris tahta. Jika setelah sekian lama anak laki-laki tidak kunjung diperoleh juga, maka
istri/permaisuri sering dituding sebagai pihak yang menjadi penyebabnya sehingga perlu
dicari wanita lain yang diharapkan akan dapat memberikan anak laki-laki.
Bab VI akan menjelaskan bahwa manusia mengikuti sistem penentuan jenis kelamin
XY. Dalam hal ini justru prialah, sebagai individu heterogametik (XY), yang akan
menentukan jenis kelamin anak karena ia dapat menghasilkan dua macam
spermatozoon, yakni X dan Y. Sementara itu, wanita sebagai individu homogametik
(XX) hanya akan menghasilkan satu macam ovum (X).
4. Faham bahwa mutan adalah kutukan tuhan/dewa
Individu yang dilahirkan dengan cacat bawaan hingga kini masih sering dianggap
sebagai kutukan tuhan/dewa. Dalam Bab VII diuraikan bahwa perubahan/mutasi jumlah
dan struktur kromosom dapat mengakibatkan kelainan fisik dan mental pada individu
yang mengalaminya. Sebagai contoh, kelainan yang dinamakan sindrom Down terjadi
akibat adanya penambahan sebuah kromosom nomor 21, yang peluangnya akan
meningkat pada wanita yang melahirkan di atas usia 45 tahun.
5. Teori abiogenesis
Filsuf Yunani terkenal, Aristoteles, memelopori faham yang menganggap bahwa
makhluk hidup berasal dari benda mati. Faham yang dikenal sebagai teori abiogenesis
ini ternyata kemudian terbukti tidak benar. Louis Pasteur dengan percobaannya berupa
tabung kaca berbentuk leher angsa berhasil membuktikan bahwa makhluk hidup berasal
4

dari makhluk hidup sebelumnya atau omne vivum ex ovo omne ovum ex vivo. Jadi, lalat
berasal dari lalat, kutu berasal dari kutu, manusia berasal dari manusia, dan sebagainya.
Dalam hal ini, ada sesuatu yang diabadikan dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Itulah informasi hayati atau informasi genetik seperti yang akan menjadi materi bahasan
di hampir semua bab, khususnya Bab IX.
6. Faham tentang percampuran sifat
Faham ini dipelopori oleh filsuf Yunani lainnya, Hippocrates. Apabila dibandingkan
dengan kelima faham yang telah dijelaskan sebelumnya, tingkat kesalahannya
sebenarnya dapat dikatakan paling rendah. Menurut faham ini, sifat seorang anak
merupakan hasil percampuran acak antara sifat ayah dan sifat ibunya.
Orang sering kali mendeskripsikan sifat bagian-bagian tubuh seorang anak seperti
mata, rambut, hidung, dan seterusnya, sebagai warisan dari ayah atau ibunya.
Katakanlah, hidungnya mancung seperti ayahnya, rambutnya ikal seperti ibunya,
kulitnya kuning seperti ibunya, dan sebagainya. Sepintas nampaknya pandangan
semacam ini sah-sah saja. Namun, sekarang kita telah mengetahui dengan pasti bahwa
sebenarnya bukanlah sifat-sifat tersebut yang dirakit dalam tubuh anak, melainkan faktor
(gen) yang menentukan sifat-sifat itulah yang akan diwariskan oleh kedua orang tua
kepada anaknya.
7. Faham tentang pewarisan sifat nongenetik
Pada dasarnya hampir semua sifat yang nampak pada individu organisme merupakan
hasil interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan (nongenetik). Besarnya
kontribusi masing-masing faktor ini berbeda-beda untuk setiap sifat, seperti akan
dijelaskan di dalam Bab XIV.
Beberapa sifat tertentu, yang sebenarnya jauh lebih banyak dipengaruhi oleh faktor
nongenetik, kenyataannya justru sering kali dianggap sebagai sifat genetik. Akibatnya,
cara menyikapinya pun menjadi kurang tepat. Sebagai contoh, seorang pakar ilmu
pengetahuan dengan tingkat kecerdasan intelektual yang sangat tinggi tidak serta-merta
akan mewariskan kecerdasannya itu kepada anaknya. Tanpa kerja keras dan usaha yang
dilakukan dengan sungguh-sungguh akan sangat sulit bagi anak tersebut untuk dapat
menyamai prestasi ayahnya.
5

Sejarah Perkembangan
Jauh sebelum genetika dapat dianggap sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan,
berbagai kegiatan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa disadari
telah menerapkan prinsip-prinsip genetika. Sebagai contoh, bangsa Sumeria dan Mesir
kuno telah berusaha untuk memperbaiki tanaman gandum, bangsa Cina mengupayakan
sifat-sifat unggul pada tanaman padi, bangsa Siria menyeleksi tanaman kurma.
Demikian pula, di benua Amerika dilakukan persilangan-persilangan pada gandum dan
jagung yang berasal dari rerumputan liar. Sementara itu, pemuliaan hewan pun telah
berlangsung lama; hasilnya antara lain berupa berbagai hewan ternak piaraan yang kita
kenal sekarang.
Sejarah perkembangan genetika sebagai ilmu pengetahuan dimulai menjelang
akhir abad ke-19 ketika seorang biarawan Austria bernama Gregor Johann Mendel
berhasil melakukan analisis yang cermat dengan interpretasi yang tepat atas hasil-hasil
percobaan persilangannya pada tanaman kacang ercis (Pisum sativum). Sebenarnya,
Mendel bukanlah orang pertama yang melakukan percobaan-percobaan persilangan.
Akan tetapi, berbeda dengan para pendahulunya yang melihat setiap individu dengan
keseluruhan sifatnya yang kompleks, Mendel mengamati pola pewarisan sifat demi sifat
sehingga menjadi lebih mudah untuk diikuti. Deduksinya mengenai pola pewarisan sifat
ini kemudian menjadi landasan utama bagi perkembangan genetika sebagai suatu cabang
ilmu pengetahuan, dan Mendel pun diakui sebagai Bapak Genetika. Penjelasan lebih
rinci mengenai percobaan persilangan Mendel akan diberikan pada Bab II.
Karya Mendel tentang pola pewarisan sifat tersebut dipublikasikan pada tahun
1866 di Proceedings of the Brunn Society for Natural History. Namun, selama lebih dari
30 tahun tidak pernah ada peneliti lain yang memperhatikannya. Baru pada tahun 1900
tiga orang ahli botani secara terpisah, yakni Hugo de Vries di Belanda, Carl Correns di
Jerman, dan Eric von Tschermak-Seysenegg di Austria, melihat bukti kebenaran prinsip-
prinsip Mendel pada penelitian mereka masing-masing. Semenjak saat itu hingga lebih
kurang pertengahan abad ke-20 berbagai percobaan persilangan atas dasar prinsip-
prinsip Mendel sangat mendominasi penelitian di bidang genetika. Hal ini menandai
berlangsungnya suatu era yang dinamakan genetika klasik.
6

Selanjutnya, pada awal abad ke-20 ketika biokimia mulai berkembang sebagai
cabang ilmu pengetahuan baru, para ahli genetika tertarik untuk mengetahui lebih dalam
tentang hakekat materi genetik, khususnya mengenai sifat biokimianya. Pada tahun
1920-an, dan kemudian tahun 1940-an, terungkap bahwa senyawa kimia materi genetik
adalah asam deoksiribonukleat (DNA). Dengan ditemukannya model struktur molekul
DNA pada tahun 1953 oleh J.D. Watson dan F.H.C. Crick dimulailah era genetika yang
baru, yaitu genetika molekuler.
Perkembangan penelitian genetika molekuler terjadi demikian pesatnya. Jika ilmu
pengetahuan pada umumnya mengalami perkembangan dua kali lipat (doubling time)
dalam satu dasawarsa, maka hal itu pada genetika molekuler hanyalah dua tahun!
Bahkan, perkembangan yang lebih revolusioner dapat disaksikan semenjak tahun 1970-
an, yaitu pada saat dikenalnya teknologi manipulasi molekul DNA atau teknologi DNA
rekombinan atau dengan istilah yang lebih populer disebut sebagai rekayasa genetika.
Saat ini sudah menjadi berita biasa apabila organisme-organisme seperti domba,
babi, dan kera didapatkan melalui teknik rekayasa genetika yang disebut kloning.
Sementara itu, pada manusia telah dilakukan pemetaan seluruh genom atau dikenal
sebagai projek genom manusia (human genom project), yang diluncurkan pada tahun
1990 dan diharapkan selesai pada tahun 2005. Ternyata pelaksanaan proyek ini berjalan
justru lebih cepat dua tahun daripada jadwal yang telah ditentukan.

Kontribusi ke Bidang-bidang Lain


Sebagai ilmu pengetahuan dasar, genetika dengan konsep-konsep di dalamnya
dapat berinteraksi dengan berbagai bidang lain untuk memberikan kontribusi
terapannya.

1. Pertanian
Di antara kontribusinya pada berbagai bidang, kontribusi genetika di bidang
pertanian, khususnya pemuliaan tanaman dan ternak, boleh dikatakan paling tua.
Persilangan-persilangan konvensional yang dilanjutkan dengan seleksi untuk merakit
bibit unggul, baik tanaman maupun ternak, menjadi jauh lebih efisien berkat bantuan
pengetahuan genetika. Demikian pula, teknik-teknik khusus pemuliaan seperti mutasi,
7

kultur jaringan, dan fusi protoplasma kemajuannya banyak dicapai dengan pengetahuan
genetika. Dewasa ini beberapa produk pertanian, terutama pangan, yang berasal dari
organisme hasil rekayasa genetika atau genetically modified organism (GMO) telah
dipasarkan cukup luas meskipun masih sering kali mengundang kontroversi tentang
keamanannya.
2. Kesehatan
Salah satu contoh klasik kontribusi genetika di bidang kesehatan adalah diagnosis
dan perawatan penyakit fenilketonuria (PKU). Penyakit ini merupakan penyakit
menurun yang disebabkan oleh mutasi gen pengatur katabolisme fenilalanin sehingga
timbunan kelebihan fenilalanin akan dijumpai di dalam aliran darah sebagai derivat-
derivat yang meracuni sistem syaraf pusat. Dengan diet fenilalanin yang sangat ketat,
bayi tersebut dapat terhindar dari penyakit PKU meskipun gen mutan penyebabnya
sendiri sebenarnya tidak diperbaiki.
Beberapa penyakit genetik lainnya telah dapat diatasi dampaknya dengan cara
seperti itu. Meskipun demikian, hingga sekarang masih banyak penyakit yang menjadi
tantangan para peneliti dari kalangan kedokteran dan genetika untuk menanganinya
seperti berkembangnya resistensi bakteri patogen terhadap antibiotik, penyakit-penyakit
kanker, dan sindrom hilangnya kekebalan bawaan atau acquired immunodeficiency
syndrome (AIDS).
3. Industri farmasi
Teknik rekayasa genetika memungkinkan dilakukannya pemotongan molekul DNA
tertentu. Selanjutnya, fragmen-fragmen DNA hasil pemotongan ini disambungkan
dengan molekul DNA lain sehingga terbentuk molekul DNA rekombinan. Apabila
molekul DNA rekombinan dimasukkan ke dalam suatu sel bakteri yang sangat cepat
pertumbuhannya, misalnya Escherichia coli, maka dengan mudah akan diperoleh salinan
molekul DNA rekombinan dalam jumlah besar dan waktu yang singkat. Jika molekul
DNA rekombinan tersebut membawa gen yang bermanfaat bagi kepentingan manusia,
maka berarti gen ini telah diperbanyak dengan cara yang mudah dan cepat. Prinsip kerja
semacam ini telah banyak diterapkan di dalam berbagai industri yang memproduksi
biomolekul penting seperti insulin, interferon, dan beberapa hormon pertumbuhan.
8

4. Hukum
Sengketa di pengadilan untuk menentukan ayah kandung bagi seorang anak secara
klasik sering diatasi melalui pengujian golonan darah. Pada kasus-kasus tertentu cara ini
dapat menyelesaikan masalah dengan cukup memuaskan, tetapi tidak jarang hasil yang
diperoleh kurang meyakinkan. Belakangan ini dikenal cara yang jauh lebih canggih,
yaitu uji DNA. Dengan membandingkan pola restriksi pada molekul DNA anak, ibu, dan
orang yang dicurigai sebagai ayah kandung si anak, maka dapat diketahui benar tidaknya
kecurigaan tersebut.
Dalam kasus-kasus kejahatan seperti pembunuhan, pemerkosaan, dan bahkan teror
pengeboman, teknik rekayasa genetika dapat diterapkan untuk memastikan benar
tidaknya tersangka sebagai pelaku. Jika tersangka masih hidup pengujian dilakukan
dengan membandingkan DNA tersangka dengan DNA objek yang tertinggal di tempat
kejadian, misalnya rambut atau sperma. Cara ini dikenal sebagai sidik jari DNA (DNA
finger printing). Akan tetapi, jika tersangka mati dan tubuhnya hancur, maka DNA dari
bagian-bagian tubuh tersangka dicocokkan pola restriksinya dengan DNA kedua orang
tuanya atau saudara-saudaranya yang masih hidup.
5. Kemasyarakatan dan kemanusiaan
Di negara-negara maju, terutama di kota-kota besarnya, dewasa ini dapat dijumpai
klinik konsultasi genetik yang antara lain berperan dalam memberikan pelayanan
konsultasi perkawinan. Berdasarkan atas data sifat-sifat genetik, khususnya penyakit
genetik, pada kedua belah pihak yang akan menikah, dapat dijelaskan berbagai
kemungkinan penyakit genetik yang akan diderita oleh anak mereka, dan juga besar
kecilnya kemungkinan tersebut.
Contoh kontribusi pengetahuan genetika di bidang kemanusiaan antara lain dapat
dilihat pada gerakan yang dinamakan eugenika, yaitu gerakan yang berupaya untuk
memperbaiki kualitas genetik manusia. Jadi, dengan gerakan ini sifat-sifat positif
manusia akan dikembangkan, sedangkan sifat-sifat negatifnya ditekan. Di berbagai
negara, terutama di negara-negara berkembang, gerakan eugenika masih sering dianggap
tabu. Selain itu, ada tantangan yang cukup besar bagi keberhasilan gerakan ini karena
pada kenyataannya orang yang tingkat kecerdasannya tinggi dengan status sosial-
9

ekonomi yang tinggi pula biasanya hanya mempunyai anak sedikit. Sebaliknya, orang
dengan tingkat kecerdasan dan status sosial-ekonomi rendah umumnya justru akan
beranak banyak.

Materi Percobaan
Di dalam berbagai penelitian genetika hampir selalu digunakan organisme sebagai
materi percobaan. Ada beberapa persyaratan umum agar suatu organisme layak
digunakan sebagai materi percobaan genetika, khususnya pada persilangan-persilangan
untuk mempelajari pola pewarisan suatu sifat.
1. Keanekaragaman
Membedakan warna daun di antara varietas-varietas padi dengan sendirinya akan
jauh lebih sulit daripada mengamati warna bunga pada berbagai jenis anggrek. Jadi,
sifat-sifat seperti warna daun padi kurang memenuhi syarat untuk dipelajari pola
pewarisannya karena keanekaragamannya sangat rendah.
2. Daya gabung
Analisis genetik pada suatu spesies akan lebih cepat memberikan hasil apabila
spesies tersebut memiliki cara yang efektif dalam menggabungkan sifat kedua tetua
(parental) persilangan ke dalam sifat keturunannya. Sebagai contoh, organisme dengan
sterilitas sendiri atau sterilitas silang (Bab II) akan sulit menggabungkan sifat kedua
tetua kepada keturunannya sehingga organisme semacam ini semestinya tidak digunakan
untuk mempelajari pola pewarisan suatu sifat.
3. Persilangan terkontrol
Tikus, lalat buah (Drosophila sp), dan jagung sering digunakan sebagai materi
percobaan genetika karena ketiga organisme tersebut sangat mudah untuk dikontrol
persilangannya. Kita dapat memilih tetua sesuai dengan tujuan percobaan. Begitu pula,
pencatatan keturunan mudah untuk dilakukan dalam beberapa generasi.
4. Daur hidup
Organisme yang memiliki daur hidup pendek seperti lalat Drosophila, tikus, dan
bakteri sangat cocok untuk digunakan sebagai materi percobaan genetika. Drosophila
dapat menghasilkan 20 hingga 25 generasi tiap tahun, tikus menjadi dewasa hanya
dalam waktu enam minggu, sedangkan bakteri mempunyai daur hidup sekitar 20 menit.
10

5. Jumlah keturunan
Seekor lalat Drosophila betina dapat bertelur ribuan butir semasa hidupnya.
Organisme dengan jumlah keturunan yang besar seperti Drosophila itu memenuhi
persyaratan sebagai materi percobaan genetika.
6. Kemudahan dalam pengamatan dan pemeliharaan
Dua hal di bawah ini kembali memperlihatkan bahwa lalat Drosophila sangat cocok
untuk digunakan dalam penelitian genetika. Pertama, dengan kromosom yang ukurannya
relatif besar dan jumlahnya hanya empat pasang, Drosophila merupakan organisme yang
sangat mudah untuk diamati kromosomnya. Kedua, penanganan kultur Drosophila di
laboratorium sangat mudah dikerjakan. Hanya dengan media yang komposisi dan
pembuatannya sederhana, lalat buah ini akan tumbuh dan berkembang biak dengan
cepat.
11

BAB II. DASAR-DASAR PEWARISAN MENDEL

Seorang biarawan dari Austria, bernama Gregor Johann Mendel, menjelang akhir
abad ke-19 melakukan serangkaian percobaan persilangan pada kacang ercis (Pisum
sativum). Dari percobaan yang dilakukannya selama bertahun-tahun tersebut, Mendel
berhasil menemukan prinsip-prinsip pewarisan sifat, yang kemudian menjadi landasan
utama bagi perkembangan genetika sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan. Berkat
karyanya inilah, Mendel diakui sebagai Bapak Genetika.
Mendel memilih kacang ercis sebagai bahan percobaannya, terutama karena
tanaman ini memiliki beberapa pasang sifat yang sangat mencolok perbedaannya,
misalnya warna bunganya mudah sekali untuk dibedakan antara yang ungu dan yang
putih. Selain itu, kacang ercis merupakan tanaman yang dapat menyerbuk sendiri, dan
dengan bantuan manusia, dapat juga menyerbuk silang. Hal ini disebabkan oleh adanya
bunga sempurna, yaitu bunga yang mempunyai alat kelamin jantan dan betina.
Pertimbangan lainnya adalah bahwa kacang ercis memiliki daur hidup yang relatif
pendek, serta mudah untuk ditumbuhkan dan dipelihara. Mendel juga beruntung, karena
secara kebetulan kacang ercis yang digunakannya merupakan tanaman diploid
(mempunyai dua perangkat kromosom). Seandainya ia menggunakan organisme
poliploid, maka ia tidak akan memperoleh hasil persilangan yang sederhana dan mudah
untuk dianalisis.
Pada salah satu percobaannya Mendel menyilangkan tanaman kacang ercis yang
tinggi dengan yang pendek. Tanaman yang dipilih adalah tanaman galur murni, yaitu
tanaman yang kalau menyerbuk sendiri tidak akan menghasilkan tanaman yang berbeda
dengannya. Dalam hal ini tanaman tinggi akan tetap menghasilkan tanaman tinggi.
Begitu juga tanaman pendek akan selalu menghasilkan tanaman pendek.
Dengan menyilangkan galur murni tinggi dengan galur murni pendek, Mendel
mendapatkan tanaman yang semuanya tinggi. Selanjutnya, tanaman tinggi hasil
persilangan ini dibiarkan menyerbuk sendiri. Ternyata keturunannya memperlihatkan
nisbah (perbandingan) tanaman tinggi terhadap tanaman pendek sebesar 3 : 1. Secara
skema, percobaan Mendel dapat dilihat pada Gambar 2.1 sebagai berikut.
12

P: ♀ Tinggi x Pendek ♂
DD dd
Gamet D d

F1 : Tinggi
Dd

Menyerbuk sendiri (Dd x Dd)



F2 :
Gamet D d
Gamet 
D DD Dd
(tinggi) (tinggi)
d Dd dd
(tinggi) (pendek)

Tinggi (D-) : pendek (dd) = 3 : 1


DD : Dd : dd = 1 : 2 : 1
Gambar 2.1. Diagram persilangan monohibrid untuk sifat tinggi tanaman

Individu tinggi dan pendek yang digunakan pada awal persilangan dikatakan
sebagai tetua (parental), disingkat P. Hasil persilangannya merupakan keturunan (filial)
generasi pertama, disingkat F1. Persilangan sesama individu F1 menghasilkan keturunan
generasi ke dua, disingkat F2. Tanaman tinggi pada generasi P dilambangkan dengan
DD, sedang tanaman pendek dd. Sementara itu, tanaman tinggi yang diperoleh pada
generasi F1 dilambangkan dengan Dd.
Pada diagram persilangan monohibrid tersebut di atas, nampak bahwa untuk
menghasilkan individu Dd pada F1, maka baik DD maupun dd pada generasi P
membentuk gamet (sel kelamin). Individu DD membentuk gamet D, sedang individu dd
13

membentuk gamet d. Dengan demikian, individu Dd pada F1 merupakan hasil


penggabungan kedua gamet tersebut. Begitu pula halnya, ketika sesama individu Dd ini
melakukan penyerbukan sendiri untuk menghasilkan F2, maka masing-masing akan
membentuk gamet terlebih dahulu. Gamet yang dihasilkan oleh individu Dd ada dua
macam, yaitu D dan d. Selanjutnya, dari kombinasi gamet-gamet tersebut diperoleh
individu-individu generasi F2 dengan nisbah DD : Dd : dd = 1 : 2 : 1. Jika DD dan dd
dikelompokkan menjadi satu (karena sama-sama melambangkan individu tinggi), maka
nisbah tersebut menjadi D- : dd = 3 : 1.
Dari diagram itu pula dapat dilihat bahwa pewarisan suatu sifat ditentukan oleh
pewarisan materi tertentu, yang dalam contoh tersebut dilambangkan dengan D atau d.
Mendel menyebut materi yang diwariskan ini sebagai faktor keturunan (herediter),
yang pada perkembangan berikutnya hingga sekarang dinamakan gen.

Terminologi
Ada beberapa istilah yang perlu diketahui untuk menjelaskan prinsip-prinsip
pewarisan sifat. Seperti telah disebutkan di atas, P adalah individu tetua, F1 adalah
keturunan generasi pertama, dan F2 adalah keturunan generasi ke dua. Selanjutnya, gen
D dikatakan sebagai gen atau alel dominan, sedang gen d merupakan gen atau alel
resesif. Alel adalah bentuk alternatif suatu gen yang terdapat pada lokus (tempat)
tertentu. Gen D dikatakan dominan terhadap gen d, karena ekpresi gen D akan menutupi
ekspresi gen d jika keduanya terdapat bersama-sama dalam satu individu (Dd). Dengan
demikian, gen dominan adalah gen yang ekspresinya menutupi ekspresi alelnya.
Sebaliknya, gen resesif adalah gen yang ekspresinya ditutupi oleh ekspresi alelnya.
Individu Dd dinamakan individu heterozigot, sedang individu DD dan dd masing-
masing disebut sebagai individu homozigot dominan dan homozigot resesif. Sifat-sifat
yang dapat langsung diamati pada individu-individu tersebut, yakni tinggi atau pendek,
dinamakan fenotipe. Jadi, fenotipe adalah ekspresi gen yang langsung dapat diamati
sebagai suatu sifat pada suatu individu. Sementara itu, susunan genetik yang mendasari
pemunculan suatu sifat dinamakan genotipe. Pada contoh tersebut di atas, fenotipe
tinggi (D-) dapat dihasilkan dari genotipe DD atau Dd, sedang fenotipe pendek (dd)
14

hanya dihasilkan dari genotipe dd. Nampak bahwa pada individu homozigot resesif,
lambang untuk fenotipe sama dengan lambang untuk genotipe. .

Hukum Segregasi
Sebelum melakukan suatu persilangan, setiap individu menghasilkan gamet-gamet
yang kandungan gennya separuh dari kandungan gen pada individu. Sebagai contoh,
individu DD akan membentuk gamet D, dan individu dd akan membentuk gamet d.
Pada individu Dd, yang menghasilkan gamet D dan gamet d, akan terlihat bahwa gen D
dan gen d akan dipisahkan (disegregasi) ke dalam gamet-gamet yang terbentuk tersebut.
Prinsip inilah yang kemudian dikenal sebagai hukum segregasi atau hukum Mendel I.
Hukum Segregasi :
Pada waktu berlangsung pembentukan gamet, tiap pasang gen
akan disegregasi ke dalam masing-masing gamet yang terbentuk.

Hukum Pemilihan Bebas


Persilangan yang hanya menyangkut pola pewarisan satu macam sifat seperti yang
dilakukan oleh Mendel tersebut di atas dinamakan persilangan monohibrid. Mendel
melakukan persilangan monohibrid untuk enam macam sifat lainnya, yaitu warna bunga
(ungu-putih), warna kotiledon (hijau-kuning), warna biji (hijau-kuning), bentuk polong
(rata-berlekuk), permukaan biji (halus-keriput), dan letak bunga (aksial-terminal).
Selain persilangan monohibrid, Mendel juga melakukan persilangan dihibrid,
yaitu persilangan yang melibatkan pola perwarisan dua macam sifat seketika. Salah satu
di antaranya adalah persilangan galur murni kedelai berbiji kuning-halus dengan galur
murni berbiji hijau-keriput. Hasilnya berupa tanaman kedelai generasi F1 yang semuanya
berbiji kuning-halus. Ketika tanaman F1 ini dibiarkan menyerbuk sendiri, maka
diperoleh empat macam individu generasi F2, masing-masing berbiji kuning-halus,
kuning-keriput, hijau-halus, dan hijau-keriput dengan nisbah 9 : 3 : 3 : 1.
Jika gen yang menyebabkan biji berwarna kuning dan hijau masing-masing adalah
gen G dan g, sedang gen yang menyebabkan biji halus dan keriput masing-masing
15

adalah gen W dan gen w, maka persilangan dihibrid terdsebut dapat digambarkan secara
skema seperti pada diagram berikut ini.

P: ♀ Kuning, halus x Hijau, keriput ♂


GGWW ggww
Gamet GW gw

F1 : Kuning, halus
GgWw

Menyerbuk sendiri (GgWw x GgWw )



F2 :
Gamet ♂ GW Gw gW gw
Gamet ♀
GW GGWW GGWw GgWW GgWw
(kuning,halus) (kuning,halus) (kuning,halus) (kuning,halus)
Gw GGWw GGww GgWw Ggww
(kuning,halus) (kuning,keriput) (kuning,halus) (kuning,keriput)
gW GgWW GgWw ggWW ggWw
(kuning,halus) (kuning,halus) (hijau,halus) (hijau,halus)
gw GgWw Ggww ggWw ggww
(kuning,halus) (kuning,keriput) (hijau,halus) (hijau,keriput)

Gambar 2.2. Diagram persilangan dihibrid untuk sifat warna dan bentuk biji

Dari diagram persilangan dihibrid tersebut di atas dapat dilihat bahwa fenotipe F2
memiliki nisbah 9 : 3 : 3 : 1 sebagai akibat terjadinya segregasi gen G dan W secara
independen. Dengan demikian, gamet-gamet yang terbentuk dapat mengandung
kombinasi gen dominan dengan gen dominan (GW), gen dominan dengan gen resesif
(Gw dan gW), serta gen resesif dengan gen resesif (gw). Hal inilah yang kemudian
16

dikenal sebagai hukum pemilihan bebas (the law of independent assortment) atau hukum
Mendel II.
Hukum Pemilihan Bebas :
Segregasi suatu pasangan gen tidak bergantung kepada segregasi pasangan
gen lainnya, sehingga di dalam gamet-gamet yang terbentuk akan terjadi
pemilihan kombinasi gen-gen secara bebas.

Diagram kombinasi gamet ♂ dan gamet ♀ dalam menghasilkan individu generasi


F2 seperti pada Gambar 2.2 dinamakan diagram Punnett. Ada cara lain yang dapat
digunakan untuk menentukan kombinasi gamet pada individu generasi F2, yaitu
menggunakan diagram anak garpu (fork line). Cara ini didasarkan pada perhitungan
matematika bahwa persilangan dihibrid merupakan dua kali persilangan monohibrid.
Untuk contoh persilangan sesama individu GgWw, diagram anak garpunya adalah
sebagai berikut.
Gg x Gg Ww x Ww
 
3 W-  9 G-W- (kuning, halus)
3 G- 1 ww  3 G-ww (kuning, keriput)
3 W-  3 ggW- (hijau, halus)
1 gg 1 ww  1 ggww (hijau, keriput)
Gambar 2.3. Diagram anak garpu pada persilangan dihibrid
Ternyata penentuan nisbah fenotipe F2 menggunakan diagram anak garpu dapat
dilakukan dengan lebih cepat dan dengan risiko kekeliruan yang lebih kecil daripada
penggunaan diagram Punnett. Kelebihan cara diagram anak garpu ini akan lebih terasa
apabila persilangan yang dilakukan melibatkan lebih dari dua pasang gen (trihibrid,
tetrahibrid,dan seterusnya) atau pada persilangan-persilangan di antara individu yang
genotipenya tidak sama. Sebagai contoh, hasil persilangan antara AaBbcc dan aaBbCc
akan lebih mudah diketahui nisbah fenotipe dan genotipenya apabila digunakan cara
diagram anak garpu, yaitu
Aa x aa Bb x Bb cc x Cc
17

  
1 C-  3 A-B-C-
3 B- 1 cc  3 A-B-cc
1 A- 1 bb 1C-  1 A-bbC-
1 cc  1 A-bbcc
1 C-  3 aaB-C-
3 B- 1 cc  3 aaB-cc
1 aa 1 bb 1 C-  1 aabbC-
1 cc  1 aabbcc
(a)
Aa x aa Bb x Bb cc x Cc
  
1 Cc 1 AaBBCc
1 BB 1 cc 1 AaBBcc
1 Cc 2 AaBbCc
1 Aa 2 Bb 1 cc 2 AaBbcc
1 Cc 1 AabbCc
1 bb 1 cc 1 Aabbcc
1 BB 1 Cc 1 aaBBCc
1 cc 1 aaBBcc
1 aa 2 Bb 1 Cc 2 aaBbCc
1 cc 2 aaBbcc
1 bb 1 Cc 1 aabbCc
1 cc 1 aabbcc
(b)
Gambar 2.4. Contoh penggunaan diagram anak garpu
(a) Penentuan nisbah fenotipe
(b) Penentuan nisbah genotipe
18

Formulasi matematika pada berbagai jenis persilangan


Individu F1 pada suatu persilangan monohibrid, misalnya Aa, akan menghasilkan
dua macam gamet, yaitu A dan a. Gamet-gamet ini, baik dari individu jantan maupun
betina, akan bergabung menghasilkan empat individu F2 yang dapat dikelompokkan
menjadi dua macam fenotipe (A- dan aa) atau tiga macam genotipe (AA, Aa, dan aa).
Sementara itu, individu F1 pada persilangan dihibrid, misalnya AaBb, akan
membentuk empat macam gamet, masing-masing AB,Ab, aB, dan ab. Selanjutnya pada
generasi F2 akan diperoleh 16 individu yang terdiri atas empat macam fenotipe (A-B-,
A-bb, aaB-, dan aabb) atau sembilan macam genotipe (AABB, AABb, Aabb, AaBB,
AaBb, Aabb, aaBB, aaBb, dan aabb).
Dari angka-angka tersebut akan terlihat adanya hubungan matematika antara jenis
persilangan (banyaknya pasangan gen), macam gamet F1, jumlah individu F2, serta
macam fenotipe dan genotipe F2. Hubungan matematika akan diperoleh pula pada
persilangan-persilangan yang melibatkan pasangan gen yang lebih banyak (trihibrid,
tetrahibrid, dan seterusnya), sehingga secara ringkas dapat ditentukan formulasi
matematika seperti pada tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1. Formulasi matematika pada berbagai persilangan
Persilangan Macam Jumlah Macam Macam Nisbah fenotipe F2
gamet individu fenotipe genotipe
F1 F2 F2 F2
monohibrid 2 4 2 3 3:1
dihibrid 4 16 4 9 9:3:3:1
trihibrid 8 64 8 27 27 : 9 : 9 : 9 : 3 : 3 : 3 : 1
n hibrid 2n 4n 2n 3n ( 3 : 1 )n
Pada kolom terakhir dapat dilihat adanya formulasi untuk nisbah fenotipe F2.
Kalau angka-angka pada nisbah 3 : 1 dijumlahkan lalu dikuadratkan, maka akan
didapatkan ( 3 + 1 )2 = 32 + 2.3.1 + 12 = 9 + 3 + 3 + 1, yang tidak lain merupakan
angka-angka pada nisbah hasil persilangan dihibrid. Demikian pula jika dilakukan
pemangkattigaan, maka akan diperoleh ( 3 + 1 )3 = 33 + 3.32.11 + 3.31.12+ 13 = 27 + 9 +
9 + 9 + 3 + 3 + 3 + 1, yang merupakan angka-angka pada nisbah hasil persilangan
trihibrid.
19

Silang balik (back cross) dan silang uji (test cross)


Silang balik ialah persilangan suatu individu dengan salah satu tetuanya. Sebagai
contoh, individu Aa hasil persilangan antara AA dan aa dapat disilangbalikkan, baik
dengan AA maupun aa. Silang balik antara Aa dan AA akan menghasilkan satu macam
fenotipe, yaitu A-, atau dua macam genotipe, yaitu AA dan Aa dengan nisbah 1 : 1.
Sementara itu, silang balik antara Aa dan aa akan menghasilkan dua macam fenotipe,
yaitu A- dan aa dengan nisbah 1 : 1, atau dua macam genotipe, yaitu Aa dan aa
dengan nisbah 1 : 1.
Manfaat praktis silang balik adalah untuk memasukkan gen tertentu yang
diinginkan ke dalam suatu individu. Melalui silang balik yang dilakukan berulang-
ulang, dapat dimungkinkan terjadinya pemisahan gen-gen tertentu yang terletak pada
satu kromosom sebagai akibat berlangsungnya peristiwa pindah silang (lihat juga Bab
V). Hal ini banyak diterapkan di bidang pertanian, misalnya untuk memisahkan gen
yang mengatur daya simpan beras dan gen yang menyebabkan rasa nasi kurang enak.
Dengan memisahkan dua gen yang terletak pada satu kromosom ini, dapat diperoleh
varietas padi yang berasnya tahan simpan dan rasa nasinya enak.
Apabila suatu silang balik dilakukan dengan tetuanya yang homozigot resesif,
maka silang balik semacam ini disebut juga silang uji. Akan tetapi, silang uji sebenarnya
tidak harus terjadi antara suatu individu dan tetuanya yang homozigot resesif. Pada
prinsipnya semua persilangan yang melibatkan individu homozigot resesif (baik tetua
maupun bukan tetua) dinamakan silang uji.
Istilah silang uji digunakan untuk menunjukkan bahwa persilangan semacam ini
dapat menentukan genotipe suatu individu. Sebagai contoh, suatu tanaman yang
fenotipenya tinggi (D-) dapat ditentukan genotipenya (DD atau Dd) melalui silang uji
dengan tanaman homozigot resesif (dd). Kemungkinan hasilnya dapat dilihat sbb.
DD x dd Dd x dd
 
Dd (tinggi) 1 Dd (tinggi)
1 dd (pendek)
Gambar 2.5. Contoh diagram silang uji
20

Jadi, apabila tanaman tinggi yang disilang uji adalah homozigot (DD), maka hasilnya
berupa satu macam fenotipe, yaitu tanaman tinggi. Sebaliknya, jika tanaman tersebut
heterozigot (Dd), maka hasilnya ada dua macam fenotipe, yaitu tanaman tinggi dan
pendek dengan nisbah 1 : 1.

Modifikasi Nisbah Mendel


Percobaan-percobaan persilangan sering kali memberikan hasil yang seakan-akan
menyimpang dari hukum Mendel. Dalam hal ini tampak bahwa nisbah fenotipe yang
diperoleh mengalami modifikasi dari nisbah yang seharusnya sebagai akibat terjadinya
aksi gen tertentu. Secara garis besar modifikasi nisbah Mendel dapat dibedakan menjadi
dua kelompok, yaitu modifikasi nisbah 3 : 1 dan modifikasi nisbah 9 : 3 : 3 : 1.
Modifikasi Nisbah 3 : 1
Ada tiga peristiwa yang menyebabkan terjadinya modifikasi nisbah 3 : 1, yaitu
semi dominansi, kodominansi, dan gen letal.

Semi dominansi
Peristiwa semi dominansi terjadi apabila suatu gen dominan tidak menutupi
pengaruh alel resesifnya dengan sempurna, sehingga pada individu heterozigot akan
muncul sifat antara (intermedier). Dengan demikian, individu heterozigot akan memiliki
fenotipe yang berbeda dengan fenotipe individu homozigot dominan. Akibatnya, pada
generasi F2 tidak didapatkan nisbah fenotipe 3 : 1, tetapi menjadi 1 : 2 : 1 seperti halnya
nisbah genotipe.
Contoh peristiwa semi dominansi dapat dilihat pada pewarisan warna bunga pada
tanaman bunga pukul empat (Mirabilis jalapa). Gen yang mengatur warna bunga pada
tanaman ini adalah M, yang menyebabkan bunga berwarna merah, dan gen m, yang
menyebabkan bunga berwarna putih. Gen M tidak dominan sempurna terhadap gen m,
sehingga warna bunga pada individu Mm bukannya merah, melainkan merah muda.
Oleh karena itu, hasil persilangan sesama genotipe Mm akan menghasilkan generasi F2
dengan nisbah fenotipe merah : merah muda : putih = 1 : 2 : 1.
21

Kodominansi
Seperti halnya semi dominansi, peristiwa kodominansi akan menghasilkan nisbah
fenotipe 1 : 2 : 1 pada generasi F2. Bedanya, kodominansi tidak memunculkan sifat
antara pada individu heterozigot, tetapi menghasilkan sifat yang merupakan hasil
ekspresi masing-masing alel. Dengan perkataan lain, kedua alel akan sama-sama
diekspresikan dan tidak saling menutupi.
Peristiwa kodominansi dapat dilihat misalnya pada pewarisan golongan darah
sistem ABO pada manusia (lihat juga bagian pada bab ini tentang beberapa contoh alel
ganda). Gen IA dan IB masing-masing menyebabkan terbentuknya antigen A dan antigen
B di dalam eritrosit individu yang memilikinya. Pada individu dengan golongan darah
AB (bergenotipe IAIB) akan terdapat baik antigen A maupun antigen B di dalam
eritrositnya. Artinya, gen IA dan IB sama-sama diekspresikan pada individu heterozigot
tersebut.
Perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang masing-masing memiliki
golongan darah AB dapat digambarkan seperti pada diagram berikut ini.
IAIB x IAIB

1 IAIA (golongan darah A)
2 IAIB (golongan darah AB)
1 IBIB (golongan darah B)
Golongan darah A : AB : B = 1 : 2 : 1
Gambar 2.6. Diagram persilangan sesama individu bergolongan darah AB

Gen letal
Gen letal ialah gen yang dapat mengakibatkan kematian pada individu homozigot.
Kematian ini dapat terjadi pada masa embrio atau beberapa saat setelah kelahiran. Akan
tetapi, adakalanya pula terdapat sifat subletal, yang menyebabkan kematian pada waktu
individu yang bersangkutan menjelang dewasa.
Ada dua macam gen letal, yaitu gen letal dominan dan gen letal resesif. Gen letal
dominan dalam keadaan heterozigot dapat menimbulkan efek subletal atau kelainan
22

fenotipe, sedang gen letal resesif cenderung menghasilkan fenotipe normal pada individu
heterozigot.
Peristiwa letal dominan antara lain dapat dilihat pada ayam redep (creeper), yaitu
ayam dengan kaki dan sayap yang pendek serta mempunyai genotipe heterozigot
(Cpcp). Ayam dengan genotipe CpCp mengalami kematian pada masa embrio. Apabila
sesama ayam redep dikawinkan, akan diperoleh keturunan dengan nisbah fenotipe ayam
redep (Cpcp) : ayam normal (cpcp) = 2 : 1. Hal ini karena ayam dengan genotipe CpCp
tidak pernah ada.
Sementara itu, gen letal resesif misalnya adalah gen penyebab albino pada
tanaman jagung. Tanaman jagung dengan genotipe gg akan mengalami kematian setelah
cadangan makanan di dalam biji habis, karena tanaman ini tidak mampu melakukan
fotosintesis sehubungan dengan tidak adanya khlorofil. Tanaman Gg memiliki warna
hijau kekuningan, sedang tanaman GG adalah hijau normal. Persilangan antara sesama
tanaman Gg akan menghasilkan keturunan dengan nisbah fenotipe normal (GG) :
kekuningan (Gg) = 1 : 2.

Modifikasi Nisbah 9 : 3 : 3 : 1
Modifikasi nisbah 9 : 3 : 3 : 1 disebabkan oleh peristiwa yang dinamakan epistasis,
yaitu penutupan ekspresi suatu gen nonalelik. Jadi, dalam hal ini suatu gen bersifat
dominan terhadap gen lain yang bukan alelnya. Ada beberapa macam epistasis, masing-
masing menghasilkan nisbah fenotipe yang berbeda pada generasi F2.
Epistasis resesif
Peristiwa epistasis resesif terjadi apabila suatu gen resesif menutupi ekspresi gen
lain yang bukan alelnya. Akibat peristiwa ini, pada generasi F2 akan diperoleh nisbah
fenotipe 9 : 3 : 4.
Contoh epistasis resesif dapat dilihat pada pewarisan warna bulu mencit (Mus
musculus). Ada dua pasang gen nonalelik yang mengatur warna bulu pada mencit, yaitu
gen A menyebabkan bulu berwarna kelabu, gen a menyebabkan bulu berwarna hitam,
gen C menyebabkan pigmentasi normal, dan gen c menyebabkan tidak ada pigmentasi.
23

Persilangan antara mencit berbulu kelabu (AACC) dan albino (aacc) dapat digambarkan
seperti pada diagram berikut ini.
P : AACC x aacc
kelabu albino

F1 : AaCc
kelabu
F2 : 9 A-C- kelabu
3 A-cc albino kelabu : hitam : albino =
3 aaC- hitam 9 : 3 : 4
1 aacc albino
Gambar 2.7. Diagram persilangan epistasis resesif
Epistasis dominan
Pada peristiwa epistasis dominan terjadi penutupan ekspresi gen oleh suatu gen
dominan yang bukan alelnya. Nisbah fenotipe pada generasi F2 dengan adanya epistasis
dominan adalah 12 : 3 : 1.
Peristiwa epistasis dominan dapat dilihat misalnya pada pewarisan warna buah
waluh besar (Cucurbita pepo). Dalam hal ini terdapat gen Y yang menyebabkan buah
berwarna kuning dan alelnya y yang menyebabkan buah berwarna hijau. Selain itu, ada
gen W yang menghalangi pigmentasi dan w yang tidak menghalangi pigmentasi.
Persilangan antara waluh putih (WWYY) dan waluh hijau (wwyy) menghasilkan nisbah
fenotipe generasi F2 sebagai berikut.
P : WWYY x wwyy
putih hijau

F1 : WwYy
putih
F2 : 9 W-Y- putih
3 W-yy putih putih : kuning : hijau =
3 wwY- kuning 12 : 3 : 1
1 wwyy hijau
Gambar 2.7. Diagram persilangan epistasis dominan
24

Epistasis resesif ganda


Apabila gen resesif dari suatu pasangan gen, katakanlah gen I, epistatis terhadap
pasangan gen lain, katakanlah gen II, yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari
pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi
dinamakan epistasis resesif ganda. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 9 : 7 pada
generasi F2.
Sebagai contoh peristiwa epistasis resesif ganda dapat dikemukakan pewarisan
kandungan HCN pada tanaman Trifolium repens. Terbentuknya HCN pada tanaman ini
dapat dilukiskan secara skema sebagai berikut.
gen L gen H
 
Bahan dasar enzim L glukosida sianogenik enzim H HCN
Gen L menyebabkan terbentuknya enzim L yang mengatalisis perubahan bahan dasar
menjadi bahan antara berupa glukosida sianogenik. Alelnya, l, menghalangi
pembentukan enzim L. Gen H menyebabkan terbentuknya enzim H yang mengatalisis
perubahan glukosida sianogenik menjadi HCN, sedangkan gen h menghalangi
pembentukan enzim H. Dengan demikian, l epistatis terhadap H dan h, sementara h
epistatis terhadap L dan l. Persilangan dua tanaman dengan kandungan HCN sama-sama
rendah tetapi genotipenya berbeda (LLhh dengan llHH) dapat digambarkan sebagai
berikut.

P: LLhh x llHH
HCN rendah HCN rendah

F1 : LlHh
HCN tinggi
F2 : 9 L-H- HCN tinggi
3 L-hh HCN rendah HCN tinggi : HCN rendah =
3 llH- HCN rendah 9 : 7
1 llhh HCN rendah
Gambar 2.8. Diagram persilangan epistasis resesif ganda
25

Epistasis dominan ganda


Apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II yang
bukan alelnya, sementara gen dominan dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap
pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi dinamakan epistasis dominan ganda.
Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 15 : 1 pada generasi F2.
Contoh peristiwa epistasis dominan ganda dapat dilihat pada pewarisan bentuk
buah Capsella. Ada dua macam bentuk buah Capsella, yaitu segitiga dan oval. Bentuk
segitiga disebabkan oleh gen dominan C dan D, sedang bentuk oval disebabkan oleh gen
resesif c dan d. Dalam hal ini C dominan terhadap D dan d, sedangkan D dominan
terhadap C dan c.
P: CCDD x ccdd
segitiga oval

F1 : CcDd
segitiga
F2 : 9 C-D- segitiga
3 C-dd segitiga segitiga : oval = 15 : 1
3 ccD- segitiga
1 ccdd oval
Gambar 2.9. Diagram persilangan epistasis dominan ganda

Epistasis domian-resesif
Epistasis dominan-resesif terjadi apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis
terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II
ini juga epistatis terhadap pasangan gen I. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 13
: 3 pada generasi F2.
Contoh peristiwa epistasis dominan-resesif dapat dilihat pada pewarisan warna
bulu ayam ras. Dalam hal ini terdapat pasangan gen I, yang menghalangi pigmentasi,
dan alelnya, i, yang tidak menghalangi pigmentasi. Selain itu, terdapat gen C, yang
menimbulkan pigmentasi, dan alelnya, c, yang tidak menimbulkan pigmentasi. Gen I
dominan terhadap C dan c, sedangkan gen c dominan terhadap I dan i.
26

P: IICC x iicc
putih putih

F1 : IiCc
putih
F2 : 9 I-C- putih
3 I-cc putih putih : berwarna = 13 : 3
3 iiC- berwarna
1 iicc putih
Gambar 2.10. Diagram persilangan epistasis dominan-resesif

Epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif


Pada Cucurbita pepo dikenal tiga macam bentuk buah, yaitu cakram, bulat, dan
lonjong. Gen yang mengatur pemunculan fenotipe tersebut ada dua pasang, masing-
masing B dan b serta L dan l. Apabila pada suatu individu terdapat sebuah atau dua
buah gen dominan dari salah satu pasangan gen tersebut, maka fenotipe yang muncul
adalah bentuk buah bulat (B-ll atau bbL-). Sementara itu, apabila sebuah atau dua buah
gen dominan dari kedua pasangan gen tersebut berada pada suatu individu, maka
fenotipe yang dihasilkan adalah bentuk buah cakram (B-L-). Adapun fenotipe tanpa gen
dominan (bbll) akan berupa buah berbentuk lonjong. Pewarisan sifat semacam ini
dinamakan epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif.
P: BBLL x bbll
cakram lonjong

F1 : BbLl
cakram
F2 : 9 B-L- cakram
3 B-ll bulat cakram : bulat : lonjong =
9:6:1
3 bbL- bulat
1 bbll lonjong
Gambar 2.11. Diagram persilangan epistasis gen duplikat dengan efek
kumulatif
27

Interaksi Gen
Selain mengalami berbagai modifikasi nisbah fenotipe karena adanya peristiwa
aksi gen tertentu, terdapat pula penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak
melibatkan modifikasi nisbah fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe yang
merupakan hasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik. Peristiwa semacam
ini dinamakan interaksi gen.
Peristiwa interaksi gen pertama kali dilaporkan oleh W. Bateson dan R.C. Punnet
setelah mereka mengamati pola pewarisan bentuk jengger ayam. Dalam hal ini terdapat
empat macam bentuk jengger ayam, yaitu mawar, kacang, walnut, dan tunggal, seperti
dapat dilihat pada Gambar 2.12.

tungal walnut mawar kacang

Gambar 2.12. Bentuk jengger ayam dari galur yang berbeda


Persilangan ayam berjengger mawar dengan ayam berjengger kacang
menghasilkan keturunan dengan bentuk jengger yang sama sekali berbeda dengan
bentuk jengger kedua tetuanya. Ayam hibrid (hasil persilangan) ini memiliki jengger
berbentuk walnut. Selanjutnya, apabila ayam berjengger walnut disilangkan dengan
sesamanya, maka diperoleh generasi F2 dengan nisbah fenotipe walnut : mawar : kacang
: tunggal = 9 : 3 : 3 : 1.
Dari nisbah fenotipe tersebut, terlihat adanya satu kelas fenotipe yang sebelumnya
tidak pernah dijumpai, yaitu bentuk jengger tunggal. Munculnya fenotipe ini, dan juga
fenotipe walnut, mengindikasikan adanya keterlibatan dua pasang gen nonalelik yang
28

berinteraksi untuk menghasilkan suatu fenotipe. Kedua pasang gen tersebut masing-
masing ditunjukkan oleh fenotipe mawar dan fenotipe kacang.
Apabila gen yang bertanggung jawab atas munculnya fenotipe mawar adalah R,
sedangkan gen untuk fenotipe kacang adalah P, maka keempat macam fenotipe tersebut
masing-masing dapat dituliskan sebagai R-pp untuk mawar, rrP- untuk kacang, R-P-
untuk walnut, dan rrpp untuk tunggal. Dengan demikian, diagram persilangan untuk
pewarisan jengger ayam dapat dijelaskan seperti pada Gambar 2.13.
P: RRpp x rrPP
mawar kacang

F1 : RrPp
walnut
F2 : 9 R-P- walnut
3 R-pp mawar walnut : mawar : kacang : tunggal
3 rrP- kacang = 9 : 3 : 3 : 1
1 rrpp tunggal
Gambar 2.13. Diagram persilangan interaksi gen nonalelik

Teori Peluang
Percobaan-percobaan persilangan secara teori akan menghasilkan keturunan
dengan nisbah tertentu. Nisbah teoretis ini pada hakekatnya merupakan peluang
diperolehnya suatu hasil, baik berupa fenotipe maupun genotipe. Sebagai contoh,
persilangan monohibrid antara sesama individu Aa akan memberikan nisbah fenotipe A-
: aa = 3 : 1 dan nisbah genotipe AA : Aa : aa = 1 : 2 : 1 pada generasi F2. Dalam hal ini
dapat dikatakan bahwa peluang diperolehnya fenotipe A- dari persilangan tersebut
adalah 3/4, sedangkan peluang munculnya fenotipe aa adalah 1/4. Begitu juga, untuk
genotipe, peluang munculnya AA, Aa, dan aa masing-masing adalah 1/4, 2/4 (=1/2), dan
1/4.
Peluang munculnya suatu kejadian dapat didefinisikan sebagai nisbah munculnya
kejadian tersebut terhadap seluruh kejadian. Nilai peluang berkisar dari 0 (0%) hingga 1
29

(100%). Kejadian yang tidak pernah muncul sama sekali dikatakan memiliki peluang =
0, sedangkan kejadian yang selalu muncul dikatakan memiliki peluang = 1.
Dua kejadian independen untuk muncul bersama-sama akan memiliki peluang
yang besarnya sama dengan hasil kali masing-masing peluang kejadian. Sebagai contoh,
kejadian I dan II yang independen masing-masing memiliki peluang = 1/2. Peluang bagi
kejadian I dan II untuk muncul bersama-sama = 1/2 x 1/2 = 1/4. Contoh lainnya adalah
pada pelemparan dua mata uang logam sekaligus. Jika peluang untuk mendapatkan salah
satu sisi mata uang = 1/2, maka peluang untuk mendapatkan sisi mata uang tersebut pada
dua mata uang logam yang dilempar sekaligus = 1/2 x 1/2 = 1/4.
Apabila ada dua kejadian, misalnya A dan B yang masing-masing memiliki
peluang kemunculan sebesar p dan q, maka sebaran peluang kemunculan kedua kejadian
tersebut adalah (p + q)n. Dalam hal ini n menunjukkan banyaknya ulangan yang
dilakukan untuk memunculkan kejadian tersebut. Untuk jelasnya bisa dilihat contoh soal
berikut ini.
Berapa peluang untuk memperoleh tiga sisi bergambar burung garuda dan dua sisi
tulisan pada uang logam Rp 100,00 apabila lima mata uang logam tersebut dilemparkan
bersama-sama secara independen ? Jawab : Peluang memperoleh sisi gambar = p =
1/2, sedangkan peluang memperoleh sisi tulisan = q = 1/2. Sebaran peluang
memperoleh kedua sisi tersebut = (p + q)5 = p5 + 5 p4q + 10 p3q2 + 10 p2q3 + 5 pq4 + q5.
Dengan demikian, peluang memperoleh tiga sisi gambar dan dua sisi tulisan = 10 p3q2 =
10 (1/2)3(1/2)2 = 10/32.
Contoh lain penghitungan peluang misalnya pada sepasang suami-istri yang
masing-masing pembawa (karier) sifat albino. Gen penyebab albino adalah gen resesif a.
Jika mereka ingin memiliki empat orang anak yang semuanya normal, maka peluang
terpenuhinya keinginan tersebut adalah 81/256. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
Aa x Aa
suami istri

3 A- (normal)
1 aa (albino)
Peluang munculnya anak normal = 3/4 (misalnya = p)
30

Peluang munculnya anak albino = 1/4 (misalnya = q)


Karena ingin diperoleh empat anak, maka sebaran peluangnya = (p + q)4
= p4 + 4p3q + 6p2q2 + 4pq3 + q4
Peluang mendapatkan empat anak normal = p4 = (3/4)4 = 81/256

Uji X2 (Chi-square test)


Pada kenyataannya nisbah teoretis yang merupakan peluang diperolehnya suatu
hasil percobaan persilangan tidak selalu terpenuhi. Penyimpangan (deviasi) yang terjadi
bukan sekedar modifikasi terhadap nisbah Mendel seperti yang telah diuraikan di atas,
melainkan sesuatu yang adakalanya tidak dapat diterangkan secara teori. Agar lebih
jelas, berikut ini akan diberikan sebuah contoh.
Suatu persilangan antara sesama individu dihibrid (AaBb) menghasilkan
keturunan yang terdiri atas empat macam fenotipe, yaitu A-B-, A-bb, aaB-, dan aabb
masing-masing sebanyak 315, 108, 101, dan 32. Untuk menentukan bahwa hasil
persilangan ini masih memenuhi nisbah teoretis ( 9 : 3 : 3 : 1 ) atau menyimpang dari
nisbah tersebut perlu dilakukan suatu pengujian secara statistika. Uji yang lazim
digunakan adalah uji X2 (Chi-square test) atau ada yang menamakannya uji kecocokan
(goodness of fit).
Untuk melakukan uji X2 terhadap hasil percobaan seperti pada contoh tersebut di
atas, terlebih dahulu dibuat tabel sebagai berikut.
Tabel 2.1. Contoh pengujian hasil persilangan dihibrid
Kelas O E d = [O-E] d2/E
fenotipe (hasil percobaan) (hasil yang diharapkan)
A-B- 315 9/16 x 556 = 312,75 2,25 0,016
A-bb 108 3/16 x 556 = 104,25 3,75 0,135
AaB- 101 3/16 x 556 = 104,25 3,25 0,101
Aabb 32 1/16 x 556 = 34,75 2,75 0,218
Jumlah 556 556 X2h = 0,470
31

Pada tabel tersebut di atas dapat dilihat bahwa hsil percobaan dimasukkan ke dalam
kolom O sesuai dengan kelas fenotipenya masing-masing. Untuk memperoleh nilai E
(hasil yang diharapkan), dilakukan perhitungan menurut proporsi tiap kelas fenotipe.
Selanjutnya nilai d (deviasi) adalah selisih antara O dan E. Pada kolom paling kanan
nilai d dikuadratkan dan dibagi dengan nilai E masing-masing, untuk kemudian
dijumlahkan hingga menghasilkan nilai X2h atau X2 hitung. Nilai X2h inilah yang nantinya
akan dibandingkan dengan nilai X2 yang terdapat dalam tabel X2 (disebut nilai X2tabel )
yang disingkat menjadi X2t. Apabila X2h lebih kecil daripada X2t dengan peluang
tertentu (biasanya digunakan nilai 0,05), maka dikatakan bahwa hasil persilangan yang
diuji masih memenuhi nisbah Mendel. Sebaliknya, apabila X2h lebih besar daripada X2t,
maka dikatakan bahwa hasil persilangan yang diuji tidak memenuhi nisbah Mendel pada
nilai peluang tertentu (biasanya 0,05).
Adapun nilai X2t yang akan digunakan sebagai pembanding bagi nilai X2h dicari
dengan cara sebagai berikut. Kita tentukan terlebih dahulu nilai derajad bebas (DB),
yang merupakan banyaknya kelas fenotipe dikurangi satu. Jadi, pada contoh di atas nilai
DB nya adalah 4 - 1 = 3. Selanjutnya, besarnya nilai DB ini akan menentukan baris yang
harus dilihat pada tabel X2. Setelah barisnya ditentukan, untuk mendapatkan nilai X2t
pembanding dilihat kolom peluang 0,05. Dengan demikian, nilai X2t pada contoh
tersebut adalah 7,815. Oleh karena nilai X2h (0,470) lebih kecil daripada nilai X2t
(7,815), maka dikatakan bahwa hasil persilangan tersebut masih memenuhi nisbah
Mendel.
Tabel 2.2. Tabel X2
Derajad Peluang
Bebas 0,95 0,80 0,50 0,20 0,05 0,01 0,005
1 0,004 0,064 0,455 1,642 3,841 6,635 7,879
2 0,103 0,446 1,386 3,219 5,991 9,210 10,597
3 0,352 1,005 2,366 4,642 7,815 11,345 12,838
4 0,711 1,649 3,357 5,989 9,488 13,277 14,860
5 1,145 2,343 4,351 7,289 11,070 15,086 16,750
32

6 1,635 3,070 5,348 8,558 12,592 16,812 18,548


7 2,167 3,822 6,346 9,803 14,067 18,475 20,278
8 2,733 4,594 7,344 11,030 15,507 20,090 21,955
9 3,325 5,380 8,343 12,242 16,919 21,666 23,589
10 3,940 6,179 9,342 13,442 18,307 23,209 25,188
15 7,261 10,307 14,339 19,311 24,996 30,578 32,801
20 10,851 14,578 19,337 25,038 31,410 37,566 39,997
25 14,611 18,940 24,337 30,675 37,652 44,314 46,928
30 18,493 23,364 29,336 36,250 43,773 50,892 53,672
Alel Ganda
Di muka telah disinggung bahwa alel merupakan bentuk alternatif suatu gen yang
terdapat pada lokus (tempat) tertentu. Individu dengan genotipe AA dikatakan
mempunyai alel A, sedang individu aa mempunyai alel a. Demikian pula individu Aa
memiliki dua macam alel, yaitu A dan a. Jadi, lokus A dapat ditempati oleh sepasang
(dua buah) alel, yaitu AA, Aa atau aa, bergantung kepada genotipe individu yang
bersangkutan.
Namun, kenyataan yang sebenarnya lebih umum dijumpai adalah bahwa pada
suatu lokus tertentu dimungkinkan munculnya lebih dari hanya dua macam alel,
sehingga lokus tersebut dikatakan memiliki sederetan alel. Fenomena semacam ini
disebut sebagai alel ganda (multiple alleles).
Meskipun demikian, pada individu diploid, yaitu individu yang tiap kromosomnya
terdiri atas sepasang kromosom homolog, betapa pun banyaknya alel yang ada pada
suatu lokus, yang muncul hanyalah sepasang (dua buah). Katakanlah pada lokus X
terdapat alel X1, X2, X3, X4, X5. Maka, genotipe individu diploid yang mungkin akan
muncul antara lain X1X1, X1X2, X1X3, X2X2 dan seterusnya. Secara matematika
hubungan antara banyaknya anggota alel ganda dan banyaknya macam genotipe
individu diploid dapat diformulasikan sebagai berikut.
33

Banyaknya macam genotipe = 1/2 n ( n + 1 )


atau
(n+1)!
Banyaknya macam genotipe =
2!(n-1)!

n = banyaknya anggota alel ganda

Beberapa Contoh Alel Ganda


Alel ganda pada lalat Drosophila
Lokus w pada Drosophila melanogaster mempunyai sederetan alel dengan
perbedaan tingkat aktivitas dalam produksi pigmen mata yang dapat diukur
menggunakan spektrofotometer. Tabel 2.3 memperlihatkan konsentrasi relatif pigmen
mata yang dihasilkan oleh berbagai macam genotipe homozigot pada lokus w.

Tabel 2.3. Konsentrasi relatif pigmen mata pada berbagai genotipe


D. melanogaster
Genotipe Konsentrasi relatif Genotipe Konsentrasi relatif
pigmen mata pigmen mata
terhadap pigmen terhadap pigmen
total total
ww 0,0044 wsatwsat 0,1404
wawa 0,0197 wcolwcol 0,1636
wewe 0,0324 w+sw+s 0,6859
wchwch 0,0410 w+cw+c 0,9895
wcowco 0,0798 w+Gw+G 1,2548

Alel ganda pada tanaman


Contoh umum alel ganda pada tanaman ialah alel s, yang berperan dalam
mempengaruhi sterilitas. Ada dua macam sterilitas yang dapat disebabkan oleh alel s,
yaitu sterilitas sendiri (self sterility) dan sterilitas silang (cross sterility). Mekanisme
34

terjadinya sterilitas oleh alel s pada garis besarnya berupa kegagalan pembentukan
saluran serbuk sari (pollen tube) akibat adanya semacam reaksi antigen - antibodi antara
saluran tersebut dan dinding pistil.

s1 s 2 s1s2 s2s3

s1 s2 s1s2 s2s3

Gambar 2.14 Diagram sterilitas s


= fertil
= steril

Alel ganda pada kelinci


Pada kelinci terdapat alel ganda yang mengatur warna bulu. Alel ganda ini
mempunyai empat anggota, yaitu c+, cch, ch, dan c, masing-masing untuk tipe liar,
cincila, himalayan, dan albino. Tipe liar, atau sering disebut juga agouti, ditandai oleh
pigmentasi penuh; cincila ditandai oleh warna bulu kelabu keperak-perakan; himalayan
berwarna putih dengan ujung hitam, terutama pada anggota badan. Urutan dominansi
keempat alel tersebut adalah c+ > cch > ch > c dengan sifat dominansi penuh. Sebagai
contoh, genotipe heterozigot cchc, akan mempunyai bulu tipe cincila.

Golongan darah sistem ABO pada manusia


Pada tahun 1900 K. Landsteiner menemukan lokus ABO pada manusia yang
terdiri atas tiga buah alel, yaitu IA, IB, dan I0. Dalam keadaan heterozigot IA dan IB
bersifat kodominan, sedang I0 merupakan alel resesif (lihat juga bagian kodominansi
pada bab ini). Genotipe dan fenotipe individu pada sistem ABO dapat dilihat pada tabel
2.4.
35

Tabel 2.4. Genotipe dan fenotipe individu pada sistem ABO


Genotipe Fenotipe
IAIA atau IAI0 A
IBIB atau IBI0 B
IAIB AB
I0I0 O

Lokus ABO mengatur tipe glikolipid pada permukaan eritrosit dengan cara
memberikan spesifikasi jenis enzim yang mengatalisis pembentukan polisakarida di
dalam eritrosit tersebut. Glikolipid yang dihasilkan akan menjadi penentu karakteristika
reaksi antigenik tehadap antibodi yang terdapat di dalam serum darah. Antibodi adalah
zat penangkal terhadap berbagai zat asing (antigen) yang masuk ke dalam tubuh.
Dalam tubuh seseorang tidak mungkin terjadi reaksi antara antigen dan antibodi
yang dimilikinya sendiri. Namun, pada transfusi darah kemungkinan terjadinya reaksi
antigen-antibodi yang mengakibatkan terjadinya aglutinasi (penggumpalan) eritrosit
tersebut sangat perlu untuk diperhatikan agar dapat dihindari. Tabel 2.5 memperlihatkan
kompatibilitas golongan darah sistem ABO pada transfusi darah.

Tabel 2.5. Kompatibilitas golongan darah sistem ABO pada transfusi


darah.
Golongan Antigen Antibodi dalam Eritrosit yang Golongan darah
darah dalam serum digumpalkan donor
eritrosit
A A anti B B dan AB A dan O
B B anti A A dan AB B dan O
AB A dan B - - A, B, AB, dan O
O - anti A dan anti B A, B, dan AB O

Selain tipe ABO, K. Landsteiner, bersama-sama dengan P.Levine, pada tahun


1927 berhasil mengklasifikasi golongan darah manusia dengan sistem MN. Sama halnya
dengan sistem ABO, pengelompokan pada sistem MN ini dilakukan berdasarkan atas
36

reaksi antigen - antibodi seperti dapat dilhat pada tabel 2.6. Namun, kontrol gen pada
golongan darah sistem MN tidak berupa alel ganda, tetapi dalam hal ini hanya ada
sepasang alel, yaitu IM dan IN , yang bersifat kodominan. Dengan demikian, terdapat tiga
macam fenotipe yang dimunculkan oleh tiga macam genotipe, masing-masing golongan
darah M (IMIM), golongan darah MN (IMIN), dan golongan darah N (ININ).
Tabel 2.6. Golongan darah sistem MN
Genotipe Fenotipe Anti M Anti N
IMIM M + -
IMIN MN + +
ININ N - +

Sebenarnya masih banyak lagi sistem golongan darah pada manusia. Saat ini telah
diketahui lebih dari 30 loki mengatur sistem golongan darah, dalam arti bahwa tiap
lokus mempunyai alel yang menentukan jenis antigen yang ada pada permukaan
eritrosit. Namun, di antara sekian banyak yang dikenal tersebut, sistem ABO dan MN
merupakan dua dari tiga sistem golongan darah pada manusia yang paling penting. Satu
sistem lainnya adalah sistem Rh (resus).
Sistem Rh pertama kali ditemukan oleh K. Landsteiner, bersama dengan A.S.
Wiener, pada tahun 1940. Mereka menemukan antibodi dari kelinci yang diimunisasi
dengan darah seekor kera (Macaca rhesus). Antibodi yang dihasilkan oleh kelinci
tersebut ternyata tidak hanya menggumpalkan eritrosit kera donor, tetapi juga eritrosit
sebagian besar orang kulit putih di New York. Individu yang memperlihatkan reaksi
antigen-antibodi ini disebut Rh positif (Rh+), sedang yang tidak disebut Rh negatif (Rh-).
Pada mulanya kontrol genetik sistem Rh diduga sangat sederhana, yaitu R untuk
Rh+ dan r untuk Rh-. Namun, dari temuan berbagai antibodi yang baru, berkembang
hipotesis bahwa faktor Rh dikendalikan oleh alel ganda. Hal ini dikemukakan oleh
Wiener. Sementara itu, R.R. Race dan R.A. Fiescher mengajukan hipotesis bahwa
kontrol genetik untuk sistem Rh adalah poligen (lihat juga BabXIV).
Menurut hipotesis poligen, ada tiga loki yang mengatur sistem Rh. Oleh karena
masing-masing lokus mempunyai sepasang alel, maka ada enam alel yang mengatur
37

sistem Rh, yaitu C, c D, d, E, dan e. Kecuali d, tiap alel ini menentukan adanya antigen
tertentu pada eritrosit, yang diberi nama sesuai dengan alel yang mengaturnya. Jadi, ada
antigen C, c, D, E, dan e. Dari lokus C dapat diperoleh tiga macam fenotipe, yaitu CC
(menghasilkan antigen C), Cc (menghasilkan antigen C dan c), serta cc (menghasilkan
antigen c). Begitu juga dari lokus E akan diperoleh tiga macam fenotipe, yaitu EE, Ee,
dan ee. Akan tetapi, dari lokus D hanya dimungkinkan adanya dua macam fenotipe,
yaitu D- (menghasilkan antigen D) dan dd (tidak menghasilkan antigen D). Fenotipe D-
dan dd inilah yang masing-masing menentukan suatu individu akan dikatakan sebagai
Rh+ dan Rh-. Secara keseluruhan kombinasi alel pada ketiga loki tersebut dapat
memberikan 18 macam fenotipe (sembilan Rh+ dan sembilan Rh-).
Bertemunya antibodi Rh (anti D) yang dimiliki oleh seorang wanita dengan janin
yang sedang dikandungnya dapat mengakibatkan suatu gangguan darah yang serius pada
janin tersebut. Hal ini dimungkinkan terjadi karena antibodi Rh (anti D) pada ibu tadi
dapat bergerak melintasi plasenta dan menyerang eritrosit janin. Berbeda dengan
antibodi anti A atau anti B, yang biasanya sulit untuk menembus halangan plasenta,
antibodi Rh mudah melakukannya karena ukuran molekulnya yang relatif kecil.
Penyakit darah karena faktor Rh terjadi apabila seorang wanita Rh- (dd) menikah
dengan pria Rh+ (DD) sehingga genotipe anaknya adalah Dd. Pada masa kehamilan
sering kali terjadi percampuran darah antara ibu dan anaknya, sehingga dalam
perkawinan semacam itu ibu yang Rh- akan memperoleh imunisasi dari anaknya yang
Rh+. Apabila wanita tersebut mengandung janin Dd secara berturut-turut, maka ia akan
menghasilkan antibodi anti D. Biasanya tidak akan terjadi efek yang merugikan terhadap
anak yang pertama akibat reaksi penolakan tersebut. Akan tetapi, anak yang lahir
berikutnya dapat mengalami gejala penyakit yang disebut eritroblastosis fetalis. Pada
tingkatan berat penyakit ini dapat mengakibatkan kematian.
Dengan adanya peluang reaksi antigen - antibodi dalam golongan darah manusia,
maka dilihat dari kompatibiltas golongan darah antara suami dan istri dapat dibedakan
dua macam perkawinan, masing-masing
38

1. Perkawinan yang kompatibel, yaitu perkawinan yang tidak memungkinkan


berlangsungnya reaksi antigen-antibodi di antara ibu dan anak yang dihasilkan dari
perkawinan tersebut.
2. Perkawinan yang inkompatibel, perkawinan yang memungkinkan berlangsungnya
reaksi antigen-antibodi di antara ibu dan anak yang dihasilkan dari perkawinan
tersebut.
39

BAB III. GENOM ORGANISME

Analisis hasil percobaan persilangan yang dilakukan oleh Mendel telah


memberikan pemahaman bahwa satuan-satuan herediter yang mengatur pemunculan
sifat atau fenotipe individu bersifat diskrit (terpisah satu sama lain). Sebagai contoh,
sifat tinggi tanaman kacang ercis diatur oleh pasangan gen D dan d, sedangkan bentuk
bijinya diatur oleh pasangan gen W dan w. Demikian pula, sejumlah sifat lainnya diatur
oleh pasangan-pasangan gen tersendiri. Jadi, masing-masing pasangan gen tersebut
merupakan satuan-satuan herediter yang terpisah satu sama lain.

Meskipun demikian, ketika itu belum dapat diungkapkan mekanisme transmisi gen
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam hukum Mendel I (segregasi) hanya
disebutkan bahwa tiap pasangan gen akan dipisahkan ke dalam gamet-gamet yang
terbentuk. Selanjutnya, rekombinasi gen akan berlangsung pada saat terjadi
penggabungan gamet jantan dengan gamet betina melalui perkawinan. Begitu juga,
hukum Mendel II (pemilihan bebas) hanya mengemukakan bahwa segregasi pasangan
gen yang satu tidak bergantung kepada segregasi pasangan gen lainnya.
Beberapa tahun kemudian barulah diketahui bahwa gen terdapat di dalam struktur
intranukeus yang dinamakan kromosom (chromo=warna ; soma=badan). Salah satu
kelompok peneliti, T.H. Morgan dan koleganya, melalui studi pada lalat buah
Drosophila melanogaster mengajukan konsep bahwa gen merupakan satuan-satuan
diskrit (terpisah satu sama lain) di dalam kromosom.
Oleh karena gen terdapat di dalam kromosom, maka untuk mempelajari
mekanisme transmisi gen perlu dilakukan pengamatan terhadap perilaku kromosom,
khususnya selama berlangsungnya pembelahan sel (lihat Bab IV). Pada Bab III ini hanya
akan dibahas sekilas kedudukan gen di dalam kromosom.
Pengertian Genom
Secara keseluruhan kumpulan gen-gen yang terdapat di dalam setiap sel individu
organisme disebut sebagai genom. Dengan perkataan lain, genom suatu organisme
adalah kumpulan semua gen yang dimiliki oleh organisme tersebut pada setiap selnya.
Lalu bagaimanakah hubungan antara genom dan kromosom?
40

Organisme prokariot seperti bakteri diketahui hanya mempunyai sebuah kromosom


yang tidak dikemas di dalam suatu nukleus sejati. Kromosom ini berbentuk lingkaran
(sirkuler), dan semua gen tersusun di sepanjang lingkaran tersebut. Oleh karena itu,
genom organisme prokariot dikatakan hanya terdiri atas sebuah kromosom tunggal (lihat
juga Bab XII).

Gambar 3.1. Genom/kromosom prokariot


Berbeda dengan genom prokariot, genom eukariot tersusun dari beberapa buah
kromosom. Tiap kromosom membawa sederetan gen tertentu. Selain itu, kromosom
eukariot mempunyai bentuk linier. Posisi di dalam kromosom, baik pada prokariot
maupun pada eukariot, yang ditempati oleh suatu gen disebut sebagai lokus (jamak:
loki) bagi gen tersebut. Contoh deretan lokus sejumlah gen di dalam suatu kromosom
eukariot dapat dilihat pada Gambar 5.4 (Bab V), yang menampilkan peta kromosom
pada lalat D. melanogaster.

Genom Eukariot

Di atas telah disinggung bahwa genom eukariot terdiri atas beberapa buah
kromosom. Jumlah kromosom dasar di dalam genom suatu organisme eukariot (biasa
dilambangkan dengan n) dikatakan sebagai jumlah kromosom haploid (lihat juga Bab
VII). Sel-sel kelamin (gamet) pada manusia merupakan contoh sel yang mempunyai
seperangkat kromosom haploid, atau berarti hanya mempunyai sebuah genom.
Sementara itu, sel-sel lainnya (sel somatis) hampir selalu mempunyai dua buah genom,
atau dikatakan mempunyai genom diploid.
41

Jumlah kromosom dasar di dalam genom haploid pada umumnya berbeda-beda


antara satu spesies dan spesies lainnya. Namun, jumlah kromosom ini tidak ada
kaitannya dengan ukuran atau kompleksitas biologi suatu organisme. Kebanyakan
spesies mempunyai 10 hingga 40 buah kromosom di dalam genom haploidnya (Tabel
3.1). Muntjac, sejenis rusa kecil dari Asia, hanya mempunyai tiga buah kromosom,
sedangkan beberapa spesies paku-pakuan diketahui mempunyai beratus-ratus kromosom
di dalam genom haploidnya.

Tabel 3.1. Jumlah kromosom pada genom haploid beberapa spesies


organisme eukariot
Jumlah kromosom
Spesies organisme haploid (n)
Eukariot sederhana
Saccharomyces cerevisiae 16
Neurospora crassa 7
Chlamydomonas reinhardtii 17
Tumbuhan
Zea mays 10
Triticum aestivum 21
Lycopersicon esculentum 12
Vicia faba 6
Sequoia sempivirens 11
Arabidopsis thaliana 5
Hewan avertebrata
Drosophila melanogaster 4
Anopheles culicifacies 3
Asterias forbesi 18
Caenorhabditis elegans 6
Mytilus edulis 14
Hewan vertebrate
Esox lucius 25
Xenopus laevis 17
Gallus domesticus 39
Mus musculus 20
Felis domesticus 36
Pan tryglodites 24
Homo sapiens 23
42

Pada organisme diploid kedua genom akan berpasangan pada setiap kromosom
yang sesuai. Artinya, kromosom nomor 1 dari genom pertama akan berpasangan dengan
kromosom nomor 1 pula dari genom kedua. Demikian seterusnya hingga pasangan
kromosom yang ke-n. Kromosom-kromosom yang berpasangan ini dinamakan
kromosom homolog.

Dengan adanya kromosom-kromosom homolog, tiap gen yang terletak pada lokus
tertentu di dalam suatu kromosom dapat berpasangan dengan gen yang sesuai pada
kromosom homolognya. Sebagai contoh, gen A (dominan) pada suatu kromosom dapat
berpasangan dengan gen A pada kromosom homolognya sehingga terbentuk genotipe
homozigot dominan untuk lokus tersebut. Jika pada kromosom yang satu terdapat gen A
dan pada kromosom homolognya terdapat gen a, maka akan diperoleh genotipe
heterozigot. Demikian pula, jika pada kedua kromosom homolog gen a berpasangan
dengan gen a, maka akan didapatkan genotipe homozigot resesif.

Klasifikasi struktur kromosom eukariot


Kromosom eukariot, yang telah kita ketahui berbentuk linier, ternyata dapat
dikelompokkan menurut kedudukan sentromirnya. Sentromir adalah suatu daerah pada
kromosom yang merupakan tempat melekatnya benang-benang spindel dari sentriol
selama berlangsungnya pembelahan sel (Bab IV). Dilihat dari kedudukan sentromirnya,
dikenal ada tiga macam struktur kromosom eukariot, yaitu metasentrik, submetasentrik,
dan akrosentrik. Struktur kromosom ini dapat dilihat dengan jelas ketika pembelahan sel
berada pada tahap anafase.
s

s s
a) b) c)
Gambar 3.2. Struktur kromosom pada anafase
a) metasentrik b) submetasentrik c) akrosentrik
s = sentromir
43

Pada metasentrik kedudukan sentromir lebih kurang berada di tengah-tengah


kromosom sehingga memberikan kenampakan kromosom seperti huruf V. Oleh karena
itu, bentuk metasentrik ini menghasilkan dua lengan kromosom yang kira-kira sama
panjangnya. Pada bentuk submetasentrik sentromir terletak di antara tengah dan ujung
kromosom sehingga memberikan kenampakan kromosom seperti huruf J. Bentuk
submetasentrik menghasilkan dua lengan kromosom yang tidak sama panjangnya.
Lengan yang panjang biasanya dilambangkan dengan huruf q, sedang lengan yang
pendek p. Bentuk yang ketiga, akrosentrik, dijumpai apabila sentromir terletak hampir di
ujung kromosom sehingga memberikan kenampakan kromosom seperti huruf I, dan
kedua lengan kromosom semakin jelas beda panjangnya.
Klasifikasi struktur kromosom menjadi metasentrik, submetasentrik, dan
akrosentrik tadi sebenarnya agak dipaksakan. Akan tetapi, istilah-sitilah tersebut sangat
berguna untuk memberikan gambaran fisik tentang kromosom. Terlebih penting lagi,
evolusi kromosom sering kali cenderung mempertahankan jumlah lengan kromosom
tanpa mempertahankan jumlah kromosom. Sebagai contoh, lalat Drosophila
melanogaster mempunyai dua buah autosom metasentrik yang besar sementara banyak
spesies Drosophila lainnya mempunyai empat autosom akrosentrik yang kecil. Autosom
adalah kromosom yang bentuknya sama pada kedua jenis kelamin (Bab VI). Jika peta
kromosom kedua kelompok Drosophila ini dibandingkan, akan nampak bahwa tiap
lengan kromosom metasentrik pada D. melanogaster sesuai dengan lengan panjang
kromosom akrosentrik pada Drosophila lainnya itu. Demikian juga, simpanse dan
manusia sama-sama mempunyai 22 pasang autosom yang secara morfologi sangat mirip.
Akan tetapi, pada simpanse terdapat dua pasang autosom akrosentrik yang tidak ada
pada manusia. Sebaliknya, manusia mempunyai sepasang autosom metasentrik yang
tidak dimiliki oleh simpanse. Dalam hal ini, masing-masing lengan metasentrik pada
manusia homolog dengan lengan panjang akrosentrik pada simpanse.

Kromatid

Kromosom yang sedang mengalami pengandaan, yakni pada tahap S di dalam daur
sel (lihat Bab IV), terdiri atas dua buah kromatid kembar (sister chromatids), yang satu
44

sama lain dihubungkan pada daerah sentromir. Letak sentromir berbeda-beda, dan
perbedaan letak ini dapat digunakan sebagai dasar untuk klasifikasi struktur kromosom
seperti telah diuraikan di atas. Pada sentromir terdapat kinetokor, yaitu suatu protein
struktural yang berperan dalam pergerakan kromosom selama berlangsungnya
pembelahan sel.

Bahan penyusun kromosom adalah DNA (asam deoksiribonukleat) dan protein.


Tiap kromatid membawa sebuah molekul DNA yang strukturnya berupa untai ganda
(Bab IX) sehingga di dalam kedua kromatid terdapat dua molekul DNA. Pada Bab X
akan dijelaskan bahwa bagian-bagian tertentu molekul DNA merupakan gen-gen yang
mengekspresikan fenotipenya masing-masing sehingga DNA dapat juga dilihat sebagai
materi genetik.
telomir
(ujung kromosom)

sentromir
(konstriksi primer)

kinetokor

kromatid kembar
(sister chromatids)

a) b)
Gambar 3.3. Gambaran umum struktur kromosom eukariot
yang sedang mengalami penggandaan
a) kromosom
b) molekul DNA
45

PRAKTIKUM I & II. DASAR-DASAR GENETIKA DAN


PEMULIAAN TANAMAN
Topik : 1. Persilangan Monohibrid
2. Persilangan Dihibrid
Tujuan : Untuk membuktikan hukum Mendel
(rasio fenotif dan rasio genotif yang dihasilkan)

I. ALAT DAN BAHAN Contoh cara pemotongan


Alat : 1. Kotak/wadah tempat kancing genetik sedotan plastik:
2. Kertas
3. Pulpen/alat tulis
4. Gunting
Bahan : Kancing genetik (sedotan plastik panjang ±5 cm) 4 warna Jantan Betina
(misal: merah,
hijau, putih, dan kuning)
±5 cm
II. CARA KERJA
A. Persilangan Monohibrid
1. Menyiapkan 50 kancing merah dan 50 kancing putih yang bertanda
(berlubang/betina) ke dalam ember kecil.
2. Menyiapkan 50 kancing merah dan 50 kancing putih yang bertanda
(bertombol/jantan) ke dalam ember kecil.
3. Mengaduk dan mencampurkan kedua macam gamet tadi (merah dan putih)
jantan maupun betina pada masing-masing kotak/wadah kecil.
4. Mengaduk sampai seluruh kancing benar-benar tercampur pada masing-masing
kotak/wadah kecil.
5. Mengambil kancing pada masing-masing ember kecil tersebut tanpa melihat
dengan mata (secara acak) kemudian memasangkannya satu persatu.
6. Mencatat hasil perbandingan ke dalam tabel.
7. Menghitung perbandingan fenotif dan genotifnya.
8. Menguji hasil percobaan/simulasi dengan X2 test.
B. Persilangan Dihibrid
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan berupa kancing sebanyak 200
biji terdiri dari :
• 50 merah jantan dan 50 putih jantan (ember kecil 1).
• 50 kuning jantan dan 50 hijau jantan (ember kecil 2).
• 50 merah betina dan 50 putih betina (ember kecil 3).
• 50 kuning betina dan 50 hijau betina (ember kecil 4).
2. Memasangkan masing-masing kancing sesuai ketentuan:
M = merah, m = putih, K= kuning, dan k = hijau.
3. Memasukkan masing-masing ke dalam ember kecil dan mengaduknya hingga
rata.
46

4. Mengambil secara acak sepasang-sepasang dari ember kecil I dengan ember


kecil III dan memasangkan secara bersamaan dengan pengambilan sepasang-
sepasang dari ember kecil II dan ember kecil IV.
5. Meletakkan 2 pasang kancing yang masing-masing sudah diberi nama Sesuai
ketentuan.
6. Mencatat hasil persilangan kedalam tabel dari kancing yang sudah diambil.
7. Menghitung perbandingan fenotif dan genotifnya
8. Menguji hasil percobaan/simulasi dengan X2 test.

Format Laporan:
1. Laporan sementara: memuat hasil/data percobaan/simulasi yang disajikan
dalam tabel disertai kesimpulan awal dari percobaan/simulasi (tulis tangan &
dikumpulkan pada akhir praktikum)
2. Laporan Hasil:
 Memuat: Halaman cover, Pendahuluan (latar belakang & tujuan),
Tinjauan pustaka, Metodologi (alat, bahan & cara kerja), Hasil &
Pembahasan, Kesimpulan, dan Daftar Pustaka.
 Laporan hasil praktikum merupakan laporan kelompok
 Laporan hasil praktikum ditulis dalam format file ms word dengan huruf
Arial 12 spasi 1,5 dan dikirimkan/dikumpulkan melalui email ke
poltekcwe@gmail.com (file attachment) paling lambat 1 minggu setelah
pelaksanaan praktikum.
47

SEJARAH PEMULIAAN

Kegiatan pemuliaan tanaman dapat dikatakan sebagai tekanan evolusi yang


sengaja dilakukan oleh manusia. Pada masa prasejarah, pemuliaan tanaman telah
dilakukan orang sejak dimulainya domestikasi tanaman, namun dilakukan tanpa dasar
ilmu yang jelas. Sisa-sisa biji-bijian dari situs-situs peninggalan arkeologi membantu
menyingkap masa prasejarah pemuliaan tanaman. Catatan-catatan pertama dalam jumlah
besar mengenai berbagai jenis tanaman diperoleh dari karya penulis-penulis Romawi,
terutama Plinius.
Para petani pada masa-masa awal pertanian selalu menyimpan sebagian benih
untuk pertanaman berikutnya dan tanpa sengaja melakukan pemilihan (seleksi) terhadap
tanaman yang kuat karena hanya tanaman yang kuat mampu bertahan hingga panen Sifat
pertama dalam budidaya tanaman serealia (biji-bijian) yang termuliakan adalah
ukuran bulir yang menjadi lebih besar dan menurunnya tingkat kerontokan bulir pada
tanaman budidaya apabila dibandingkan dengan moyang liarnya. Beberapa petunjuk
untuk hal ini dapat diperkirakan dari temuan sejumlah sisa bulir jelai dan einkorn di
lembah Sungai Eufrat dan Sungai Tigris (paling tua 9000 SM) serta padi di daerah
aliran Sungai Yangtze. Temuan serupa untuk biji polong-polongan berasal
dari India utara dan kawasan Afrika Sub-Sahara
Perkembangan seleksi lebih lanjut telah menunjukkan kesengajaan dan terkait
dengan tingkat kebudayaan masyarakat penanam. Bulir jagung terseleksi dari teosinte
yang bulirnya keras serta terbungkus sekam, lalu menjadi jagung bertongkol namun
bulirnya masih terbungkus sekam, dan akhirnya bentuk yang berbulir tanpa sekam dan
lebih mudah digiling menjadi semakin banyak ditemukan. Beberapa petunjuk yang sama
juga terlihat dari temuan-temuan untuk bulir gandum roti dan jelai. Contoh lainnya
adalah munculnya padi ketan serta jagung ketan di Asia Timur dan Asia Tenggara.
Hanya dari wilayah inilah muncul jenis-jenis ketan dari delapan spesies dan
menunjukkan preferensi akan sifat ini.
48

Pemuliaan pada masa pramodern


Kebudayaan Romawi Kuna (abad ke-9 SM – abad ke-5 Masehi) meninggalkan
banyak tulisan mengenai keanekaragaman tanaman budidaya dan juga menyebut
berbagai variasi setiap jenis. Cato dengan De Agri Cultura dan Plinius yang Tua dengan
Naturalis Historia, misalnya, memberi banyak informasi mengenai variasi tanaman dan
khasiat masing-masing bagi kesehatan.
Kitab-kitab suci dari Asia Barat, seperti Al-Qur'an, juga menyebut tentang
variasi pada beberapa tanaman. Hal ini menunjukkan telah ada kesadaran dalam memilih
bahan tanam dan pemilihan kultivar tertentu dengan target konsumen yang berbeda-
beda.
Pada awal milenium pertama dan paruh pertama milenium kedua telah terjadi
pertukaran komoditi pertanian yang berakibat migrasi sejumlah bahan pangan. Pisang
menyebar dari Asia Tenggara maritim ke arah barat hingga pantai timur Afrika.
Berbagai tanaman rempah, seperti merica dan ketumbar, dan tanaman "suci",
seperti randu alas dan beringin, menyebar dari India ke Nusantara. Namun demikian,
pertukaran tanaman yang intensif terjadi setelah penjelajahan orang Eropa.
Meskipun penyebaran tanaman telah terjadi sebelum kolonialisme, Zaman
Penjelajahan (sejak abad ke-14) dan kolonialisme (penjajahan) yang menyusulnya telah
membawa pengaruh yang dramatis dalam budidaya tanaman.
Segera setelah orang Spanyol dan Portugis menaklukkan Amerika dan
menemukan jalur laut ke Cina, terjadi pertukaran berbagai tanaman dari Dunia Baru ke
Dunia Lama, dan sebaliknya. Kopi yang berasal Afrika, misalnya, dibawa ke Amerika
dan Asia (dibawa ke Nusantara pada abad ke-18 awal). Kelak (abad ke-18) tebu juga
menyebar dari Asia Tenggara menuju Amerika tropis, seperti Karibia dan Guyana.
Namun demikian, yang lebih intensif adalah penyebaran berbagai tanaman budidaya
penduduk asli Amerika ke tempat lain : jagung, kentang, tomat, cabai, kakao,
para (karet), serta berbagai tanaman buah dan hias.
49

Pada abad ke-18, terjadi gelombang rasionalisasi di Eropa sebagai dampak Masa
Pencerahan. Orang-orang kaya di Eropa (dan pada tingkat tertentu juga di Cina dan
Jepang) mulai meminati koleksi tanaman eksotik dan kebun-kebun kastil mereka yang
luas menjadi tempat koleksi berbagai tanaman dari negeri asing. Pada abad ke-18 mulai
berkembang perkebunan-perkebunan monokultur (satu macam tanaman pada satu petak
lahan). Berbagai tanaman penghasil komoditi dagang utama dunia seperti
tebu, teh, kopi,lada, dan tarum dibudidayakan di berbagai tanah jajahan, termasuk
Kepulauan Nusantara, tentu saja dengan melibatkan perbudakan atau tanam paksa. Pada
abad ini pula cengkeh dan pala mulai ditanam di luar Maluku, sehingga harganya
menurun dan tidak lagi menjadi rempah-rempah yang eksklusif.
Pola pertanaman monokultur yang diterapkan pada abad ke-18 dan ke-19 di
Eropa dan perkebunan-perkebunan di berbagai negeri jajahan memakan korban dengan
terjadinya dua wabah besar: serangan hawar kentang Phytophthora infestans yang
menyebabkan Wabah Kelaparan Besar di Irlandia, Skotlandia serta beberapa wilayah
Eropa lainnya sejak 1845 akibat dan hancurnya perkebunan kopi arabika dan liberika
akibat serangan karat daun Hemileia vastatrix di perkebunan dataran rendah Afrika dan
Asia sejak 1861 sampai akhir abad ke-19. Pada tahun 1880-an juga meluas wabah
penyakit sereh di berbagai perkebunan tebu dunia.
Para botaniwan dan ahli pertanian kemudian segera mengambil pelajaran dari
kasus-kasus ini untuk menyediakan bahan tanam yang tahan terhadap serangan
organisme pengganggu, sekaligus memberikan hasil yang lebih baik. Usaha-usaha
perbaikan mutu genetik tanaman perkebunan mulai dilakukan pada akhir abad ke-19 di
beberapa daerah koloni, termasuk Hindia-Belanda.
Kebun penelitian gula (tebu) pertama kali didirikan di Semarang tahun 1885
(Proefstation Midden Java), setahun kemudian didirikan pula di Kagok, Jawa Barat, dan
menyusul di Pasuruan tanggal 8 Juli 1887 (Proefstation Oost Java, POJ). Salah satu
misinya adalah mengatasi kerugian akibat penyakit sereh. Pada tahun 1905 seluruh
50

penelitian gula/tebu dipusatkan di Pasuruan (sekarang menjadi P3GI).


Berbagai klon tebu hasil lembaga penelitian ini pernah termasuk sebagai kultivar tebu
paling unggul di dunia di paruh pertama abad ke-20, seperti POJ 2364, POJ 2878, dan
POJ 3016 sehingga menjadikan Jawa sebagai produsen gula terbesar di belahan timur
bumi.
Pusat penelitian karet (sekarang menjadi Pusat Penelitian Karet Indonesia)
didirikan di Sungei Putih, Sumatera Utara, oleh AVROS, dan pemuliaan para dimulai
sejak 1910. AVROS juga mendirikan lembaga penelitian kelapa sawit (sekarang populer
sebagai PPKS) di Marihat, Sumatera Utara pada tahun 1911, meskipun tanaman ini
sudah sejak 1848 didatangkan ke Medan/Deli dan Bogor.

Abad ke-20: Pemuliaan berbasis ilmu


Awal abad ke-20 menjadi titik perkembangan pemuliaan tanaman yang berbasis
ilmu pengetahuan. Perkembangan pesat dalam botani, genetika, agronomi,
dan statistikatumbuh sebagai motor utama modernisasi pemuliaan tanaman sejak awal
abad ke-20 hingga 1980-an. Mekanisasi pertanian di dunia yang meluas sejak 1950-an
memungkinkan penanaman secara massal dengan tenaga kerja minimal. Ketika biologi
molekular tumbuh pesat sejak 1970-an, pemuliaan tanaman juga mengambil manfaat
darinya, dan mulailah perkembangan pemuliaan tanaman yang didukung ilmu tersebut
sejak 1980-an. Bioinformatika juga perlahan-lahan mengambil peran statistika sebagai
pendukung utama dalam analisis data eksperimen.
Penemuan kembali Hukum Pewarisan Mendel pada tahun 1900, eksperimen
terhadap seleksi atas generasi hasil persilangan dan galur murni oleh Wilhelm
Johannsen(dekade pertama abad ke-20), peletakan dasar Hukum Hardy-Weinberg (1908
dan 1909), dan penjelasan pewarisan kuantitatif berbasis Hukum Mendel oleh
Sir Ronald Fisher pada tahun 1916 memberikan banyak dasar-dasar teoretik terhadap
berbagai fenomena yang telah dikenal dalam praktik dan menjadi dasar bagi aplikasi
ilmu dan teknologi dalam perbaikan kultivar.
51

Perkembangan yang paling revolusioner dalam genetika dan pemuliaan tanaman


adalah ditemukannya cara perakitan varietas hibrida pada tahun 1910-an setelah
serangkaian percobaan persilangan galur murni di Amerika Serikat sejak akhir abad ke-
19 oleh Edward M. East, George H. Shull dan Donald F. Jones yang memanfaatkan
gejala heterosis. Ditemukannya teknologi mandul jantan di tahun 1940-an semakin
meningkatkan efisiensi perakitan varietas hibrida.
Cara budidaya yang semakin efisien dan mendorong intensifikasi dalam
pertanian, dengan penggunaan pupuk kimia, pestisida, dan mekanisasi pertanian,
memunculkan lahan pertanian dengan kebutuhan benih berjumlah besar dan mulai
menghasilkan "raksasa" dalam industri perbenihan. Tumbuhnya industri perbenihan juga
dimungkinkan sejak adanya varietas hibrida karena benih yang harus dibeli petani
memungkinkan industri perbenihan untuk tumbuh. Dari sini mulai muncul pula
isu perlindungan varietas tanaman. Di Amerika Serikat muncul Dekalb dan Pioneer Hi-
Bred sebagai pemain utama dalam industri benih. Dari Eropa, wilayah yang telah
memulai produksi benih setengah industrial pada abad ke-19, muncul KWS
Saat dan NPZ (Jerman), serta SW Seeds (Swedia) sebagai pemain utama di bidang
perbenihan tanaman serealia dan pakan ternak hijauan. Di Taiwan dan Jepang juga
berkembang perusahaan benih yang menguasai pasar regional Asia, seperti Sakata
(Jepang) dan Known You Seeds (Taiwan).
Seusai Perang Dunia II (PD II) perbaikan genetik gandum yang
didukung Yayasan Rockefeller di lembaga penelitian yang didanainya
di Meksiko sebagai bagian dari paket teknologi untuk melipatgandakan hasil gandum
menunjukkan keberhasilan. Strategi ini, yang dikonsep oleh Norman Borlaug, kemudian
dicoba untuk diterapkan pada tanaman pokok lain, khususnya padi dan
beberapa serealia minor lainnya (seperti sorgum dan milet) dan didukung oleh FAO.
Revolusi dalam teknik bercocok tanam ini kelak dikenal secara iinformal
sebagai Revolusi Hijau. Untuk mendukung revolusi ini banyak dibentuk lembaga-
52

lembaga penelitian perbaikan tanaman bertaraf dunia seperti CIMMYT (di Meksiko,
1957; sebagai kelanjutan dari lembaga milik Yayasan Rockefeller), IRRI (di Filipina,
1960), ICRISAT (di Andhra Pradesh, India, 1972), dan CIP (di La Molina, Peru).
Lembaga-lembaga ini sekarang tergabung dalam CGIAR dan koleksi serta hasil-hasil
penelitiannya bersifat publik.
Akhir PD II juga menjadi awal berkembangnya teknik-teknik baru dalam
perluasan latar genetik tanaman. Mutasi buatan, yang tekniknya dikenal sejak 1920-an,
mulai luas dikembangkan pada tahun 1950-an sampai dengan 1970-an sebagai cara
untuk menambahkan variabilitas genetik. Pemuliaan dengan menggunakan teknik mutasi
buatan ini dikenal sebagai pemuliaan mutasi. Selain mutasi, teknik perluasan latar
genetik juga menggunakan teknik poliploidisasi buatan menggunakan kolkisin, yang
dasar-dasarnya diperoleh dari berbagai percobaan oleh Karpechenko pada tahun 1920-
an. Tanaman poliploid biasanya berukuran lebih besar dan dengan demikian memiliki
hasil yang lebih tinggi.
Daun dari kacang tanah yang telah direkayasa dengan
sisipan gen cry dari Bacillus thuringiensis (bawah) tidak disukai ulat penggerek.
Gelombang bioteknologi, yang memanfaatkan berbagai metode biologi
molekuler, yang mulai menguat pada tahun 1970-an mengimbas pemuliaan
tanaman. Tanaman transgenik pertama dilaporkan hampir bersamaan pada tahun 1983,
yaitu tembakau, Petunia, dan bunga matahari. Selanjutnya muncul berbagai tanaman
transgenik dari berbagai spesies lain; yang paling populer dan kontroversial adalah pada
jagung, kapas, tomat, dan kedelai yang disisipkan gen-gen toleran herbisida atau
gen ketahanan terhadap hama tertentu. Perkembangan ini memunculkan wacana
pemberian hak paten terhadap metode, gen, serta tumbuhan terlibat dalam proses
rekayasa ini. Kalangan aktivis lingkungan dan sebagian filsuf menilai hal ini
kontroversial dengan memunculkan kritik ideologis dan etis terhadap praktik ini sebagai
reaksinya, terutama karena teknologi ini dikuasai oleh segelintir perusahaan
53

multinasional. Isu politik, lingkungan, dan etika, yang sebelumnya tidak pernah masuk
dalam khazanah pemuliaan tanaman, mulai masuk sebagai pertimbangan baru.
Sebagai jawaban atas kritik terhadap tanaman transgenik, pemuliaan tanaman
sekarang mengembangkan teknik-teknik bioteknologi dengan risiko lingkungan yang
lebih rendah seperti SMART Breeding ("Pemuliaan SMART") dan Breeding by Design,
yang mendasarkan diri pada pemuliaan dengan penanda, dan juga penggunaan teknik-
teknik pengendalian regulasi ekspresi gen seperti peredaman gen, dan
kebalikannya, pengaktifan gen.
Meskipun penggunaan teknik-teknik terbaru telah dilakukan untuk memperluas
keanekaragaman genetik tanaman, hampir semua produsen benih, baik yang komersial
maupun publik, masih mengandalkan pada pemuliaan tanaman "konvensional" dalam
berbagai programnya.
Di arah yang lain, gerakan pemuliaan tanaman "gotong-royong" atau partisipatif
(participatory plant breeding) juga menjadi jawaban atas kritik hilangnya kekuasaan
petani atas benih. Gerakan ini tidak mengarah pada perbaikan hasil secara massal, tetapi
lebih mengarahkan petani, khususnya yang masih tradisional, untuk tetap menguasai
benih yang telah mereka tanam secara turun-temurun sambil memperbaiki mutu
genetiknya. Perbaikan mutu genetik tanaman ditentukan sendiri arahnya oleh petani dan
pemulia membantu mereka dalam melakukan programnya sendiri. Istilah "gotong-
royong" (participatory) digunakan untuk menggambarkan keterlibatan semua pihak
(petani, LSM, pemulia, dan pedagang benih) dalam kegiatan produksi benih dan
pemasarannya. Gerakan ini sangat memerlukan dorongan dari organisasi non-
pemerintah (LSM), khususnya pada masyarakat tidak berorientasi komersial.
54

DASAR-DASAR TEORI DARI METODE


PEMULIAAN TANAMAN

Strategi Dasar Pemuliaan Tanaman.


3 strategi dasar pemuliaan tanaman antara lain:
1. Koleksi Plasma Nuftah
Plasma nutfah adalah bahan baku dasar pemuliaan karena di sini tersimpan
berbagai keanekaragaman sifat yang dimiliki oleh masing-masing nomor koleksi
(aksesi). Tanpa keanekaragaman, perbaikan sifat tidak mungkin dilakukan. Usaha
pencarian plasma nutfah baru berarti eksplorasi ke tempat-tempat yang secara tradisional
menjadi pusat keanekaragaman hayati (atau hutan) atau dengan melakukan pertukaran
koleksi. Lembaga-lembaga publik seperti IRRI dan CIMMYT menyediakan koleksi
plasma nutfah bagi publik secara bebas bea, namun untuk kepentingan bisnis diatur oleh
perjanjian antara pihak-pihak yang terkait.
2. Peningkatan keragaman (variabilitas) genetik.
Apabila aksesi tidak ada satu pun yang memiliki suatu sifat yang diinginkan,
pemulia tanaman melakukan beberapa cara untuk merakit individu yang memiliki sifat
ini. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah introduksi bahan koleksi, persilangan,
manipulasi kromosom, mutasi dengan paparan radioaktif atau bahan kimia tertentu,
penggabungan (fusi) protoplas/inti sel, manipulasi urutan gen, transfer gen, dan
manipulasi regulasi gen.
Empat cara yang disebut terakhir kerap dianggap sebagai bagian dari
bioteknologi pertanian (green biotechnology). Tiga cara yang terakhir adalah bagian dari
rekayasa genetika dan dianggap sebagai "pemuliaan tanaman molekular" karena
menggunakan metode-metode biologi molekular.
Peningkatan keragaman (variabilitas) genetik antara lain:
1. Introduksi
Intoduksi adalah mendatangkan bahan tanam dari tempat lain (introduksi)
merupakan cara paling sederhana untuk meningkatkan keragaman (variabilitas) genetik.
55

Seleksi penyaringan (screening) dilakukan terhadap koleksi plasma nutfah yang


didatangkan dari berbagai tempat dengan kondisi lingkungan yang berbeda-beda.
Pengetahuan tentang pusat keanekaragaman (diversitas) tumbuhan penting untuk
penerapan cara ini. Contoh pemuliaan yang dilakukan dengan cara ini adalah pemuliaan
untuk berbagai jenis tanaman buah asli Indonesia, seperti durian dan rambutan, atau
tanaman pohon lain yang mudah diperbanyak secara vegetatif, seperti ketela pohon dan
jarak pagar. Introduksi dapat dikombinasi dengan persilangan. Introduksi tanaman selain
menambah keragaman tanaman mempunyai manfaat lain yaitu :
a. memajukan bidang industri,dengan mendatangkan tanaman-tanaman industri seperti
tanaman kehutanan, tanaman obat-obatan dan tanaman industri lainnya.
b. Memenuhi kebutuhan aestetik dengan mendatangkan tanaman-tanaman ornamental
untuk melengkapi koleksi kebun-kebun, taman-taman, gedung-gedung sehingga
menciptakan keindahan tersendiri.
c. Untuk mempelajari asal, distribusi, klasifikasi dan evolusi dari tanaman dengan jalan
memelihara tanaman yang diintroduksi di tempat tertentu kenmudian dipelejari data-
datanya secara mendetail. Untuk peningkatan mutu tanaman.
2. Persilangan
Persilangan merupakan cara yang paling populer untuk meningkatkan
variabilitas genetik, bahkan sampai sekarang karena murah, efektif, dan relatif mudah
dilakukan. Walaupun secara teknis relatif mudah, keberhasilan persilangan perlu
mempertimbangkan ketepatan waktu berbunga (sinkronisasi), keadaan lingkungan yang
mendukung, kemungkinan inkompatibilitas, dan sterilitas keturunan. Keterampilan
teknis dari petugas persilangan juga dapat berpengaruh pada keberhasilan persilangan.
Pada sejumlah tanaman, seperti jagung, padi, dan Brassica napus (rapa), penggunaan
teknologi mandul jantan dapat membantu mengurangi hambatan teknis karena
persilangan dapat dilakukan tanpa bantuan manusia.
56

Sesuai dengan hubungan kekeluargaan tanaman yang akan disilangkan ada


beberapa macam persilangan :
a. Intravarietal : persilangan antara tanaman-tanaman yang varietasnya sama.
b. Intervarietal : persilangan antara tanaman-tanaman yang berasala dari varietas yang
berbeda tetapi masih dalam spesies yang sama. Juga disebut persilangan Intraspesifik
c. Interspesifik : persilangan dari tanaman-tanaman yang berbeda spesies tetapi masih
dalam genus yang sama. Juga disebut persilangan Intragenerik. Persilangan ini
dilakukan untuk maksud memindahkan daya ressistensi terhadap hama, penyakit dan
kekeringan dari suatu spesies ke lain spesies. Misal : tomat, tebu
d. Intergenerik: persilangan antara tanaman-tanaman dari genera yang berbeda.
Persilangan ini dilakukan untuk menstransfer daya resisten hama,penyakit dan
kekeringan dari genera-genera yang masih liar ke genera-genera yang sudah
dibudidayakan. Misal tebu dan glagah lobak dan kubis.
e. Introgresive: pada tipe persilangan ini salah satu spesies seolah-olah sifatnya
mendominir sifat-sifat spesies yang lain sehingga populasi hybrid yang terbentuk seolah-
olah hanya terdiri atas satu jenis spesies yang mendominir tersebut.
3. Pemuliaan dengan bantuan mutasi
Pemuliaan tanaman dengan bantuan mutasi (dikenal pula sebagai pemuliaan
tanaman mutasi) adalah teknik yang pernah cukup populer untuk menghasilkan variasi-
variasi sifat baru. Teknik ini pertama kali diterapkan oleh Stadler pada tahun 1924 tetapi
prinsip-prinsip pemanfaatannya untuk pemuliaan tanaman diletakkan oleh Åke
Gustafsson dari Swedia. Tanaman dipaparkan pada sinar radioaktif dari isotop tertentu
(biasanya kobal-60) dengan dosis rendah sehingga tidak mematikan tetapi mengubah
sejumlah basa DNA-nya. Mutasi pada gen akan dapat mengubah penampilan tanaman.
Pada tanaman yang dapat diperbanyak secara vegetatif, induksi jaringan kimera sudah
cukup untuk menghasilkan kultivar baru. Pada tanaman yang diperbanyak dengan biji,
57

mutasi harus terbawa oleh sel-sel reproduktif, dan generasi selanjutnya (biasa disebut
M2, M3, dan seterusnya) diseleksi.
Macam-macam Mutasi :
a. Mutasi gen :
Dapat terjadi baik pada jaringan vegetatif maupun generatif dari tanaman. Gen
letaknya teratur dalam kromosom, dengan pengaruh fisis/khemis maka letak gen dalam
kromosom secara spontan dapat berubah, sehingga menghadapi mutasi gen. Mutasi gen
bukan saja menyebabkan perubahan phenotype saja tetapi juga menyebabkan
terpengaruhnya pertumbuhan, pertukaran zat dan proses-proses fisiologis lainnya.
b. Mutasi genom :
Pada peristiwa ini jumlah genome individu mengalami perubahan dan mutasi
genome selalu mengakibatkan gejala heteroploid/amphidiploid/ aneuploid yaitu gejala
terbentuknya individu poliploid dimana jumlah kromosomnya bukan merupakan
kelipatan yang sempurna dari genom/haploidnya.
Pada tanaman diploid normal mempunyai formula.anggota-anggota
heteroploidnya sebagai berikut :
Nama Simbul Formula
Ø Nullisomic 2x – 2 (AB) (AB)
Ø Monososic 2x – 1 (ABC) (AB)
Ø Double Monosomic 2x – 1 – 1 (AB) (AC)
Ø Trisomic 2x + 1 (ABC) (ABC)(C)
Ø Double Trisomic 2x +1 + 1 (ABC) (ABC) (A) (B)
Ø Monosomic trisomic 2x – 1 + 1 (ABC) (AB) (A)
c. Mutasi Kromosom
Ada beberapa macam Mutasi Kromosom
1. Fragmentasi : peristiwa terpecahnya kromosom
2. Translokasi : pertukaran segmen / potongan kromosom yang tidak Homolog
58

3. Inversi : terputusnya bagian kromosom & tersusun kembali dengan arah


terbalik
4. Defisiensi : hilangnya bagian kromosom yang terletak pada ujung ujungnya
5. Delesi : hilangnya bagian kromosom yang ditengah
6. Duplikasi : penggandaan bagian kromosom
d. Mutasi Plasmon Dan Plastidom
Pada persilangan resiprok, hybrid yang terjadi seringkali berbeda-beda. Maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa plasma dan plastida mengambil bagian juga dalam
proses keturunan. Suatu varietas tanaman apabila terjadi mutasi plasmon, plasmanya
akan berlainan>Warna blontang-blontang pada daun disebabkan karena mutasi
plastidom. Mutasi plasmon dan plastidom mempunyai prospek yang menarik dalam
bidang hortikultura, terutama tanaman hias yang dikomersiilkan.
4. Transfer Gen
Dalam transfer gen, fragmen DNA dari organisme lain (baik mikroba, hewan,
atau tanaman), atau dapat pula gen sintetik, disisipkan ke dalam tanaman penerima
dengan harapan gen "baru" ini akan terekspresi dan meningkatkan keunggulan tanaman
tersebut. Strategi pemuliaan ini banyak mendapat penentangan dari kelompok-kelompok
lingkungan karena kultivar yang dihasilkan dianggap membahayakan lingkungan jika
dibudidayakan.
5. Manipulasi kromosom
Yang termasuk dalam cara ini adalah semua manipulasi ploidi, baik
poliploidisasi (penggandaan genom) maupun pengubahan jumlah kromosom.
Gandum roti dikembangkan dari penggabungan tiga genom spesies yang berbeda-
beda. Semangka tanpa biji dikembangkan dari persilangan semangka tetraploid dengan
semangka diploid. Pengubahan jumlah kromosom (seperti pembuatan galur trisomik
atau monosomik) biasanya dilakukan sebagai alat analisis genetik untuk menentukan
posisi gen-gen yang mengatur sifat tertentu. Galur dengan jumlah kromosom yang tidak
59

berimbang seperti itu mengalami hambatan dalam pertumbuhannya. Teknik pemuliaan


ini sebenarnya juga mengandalkan persilangan dalam praktiknya.
6. Manipulasi gen dan ekspresinya
Metode-metode yang melibatkan penerapan genetika molekular masuk dalam
kelompok ini, seperti teknologi antisense, peredaman gen (termasuk interferensi
RNA), rekayasa gen, dan overexpression. Meskipun teknik-teknik ini telah diketahui
berhasil diterapkan dalam skala percobaan, belum ada kultivar komersial yang dirilis
dengan cara-cara ini.
3. Identifikasi dan Seleksi Terhadap Bahan Pemuliaan
Bahan atau materi pemuliaan dengan keanekaragaman yang luas selanjutnya
perlu diidentifikasi sifat-sifat khas yang dibawanya, diseleksi berdasarkan hasil
identifikasi sesuai dengan tujuan program pemuliaan, dan dievaluasi kestabilan sifatnya
sebelum dinyatakan layak dilepas kepada publik. Dalam proses ini penguasaan berbagai
metode percobaan, metode seleksi, dan juga "naluri" oleh seorang pemulia sangat
diperlukan.
a. Identifikasi Keunggulan
Usaha perluasan keanekaragaman akan menghasilkan banyak bahan yang harus
diidentifikasi. Pertimbangan sumber daya menjadi faktor pembatas dalam menguji
banyak bahan pemuliaan. Di masa lalu identifikasi dilakukan dengan pengamatan yang
mengandalkan naluri seorang pemulia dalam memilih beberapa individu unggulan.
Program pemuliaan modern mengandalkan rancangan percobaan yang diusahakan
seekonomis tetapi seakurat mungkin. Percobaan dapat dilakukan di laboratorium untuk
pengujian genotipe/penanda genetik atau biokimia, di rumah kaca untuk penyaringan
ketahanan terhadap hama atau penyakit, atau lingkungan di bawah optimal, serta di
lapangan terbuka. Tahap identifikasi dapat dilakukan terpisah maupun terintegrasi
dengan tahap seleksi.
b. Seleksi
60

Banyak metode seleksi yang dapat diterapkan, penggunaan masing-masing


ditentukan oleh berbagai hal, seperti moda reproduksi (klonal, berpenyerbukan sendiri,
atau silang), heritabilitas sifat yang menjadi target pemuliaan, serta ketersediaan biaya
dan fasilitas, serta jenis kultivar yang akan dibuat. Tanaman yang dapat diperbanyak
secara klonal merupakan tanaman yang relatif mudah proses seleksinya. Keturunan
pertama hasil persilangan dapat langsung diseleksi dan dipilih yang menunjukkan sifa-
sifat terbaik sesuai yang diinginkan.
Penggunaan penanda genetik sangat membantu dalam mempercepat proses
seleksi. Apabila dalam pemuliaan konvensional seleksi dilakukan berdasarkan
pengamatan langsung terhadap sifat yang diamati, aplikasi pemuliaan tanaman dengan
penanda (genetik) dilakukan dengan melihat hubungan antara alel penanda dan sifat
yang diamati. Agar supaya teknik ini dapat dilakukan, hubungan antara alel/genotipe
penanda dengan sifat yang diamati harus ditegakkan terlebih dahulu.
c. Evaluasi
Bahan-bahan pemuliaan yang telah terpilih harus dievaluasi atau diuji terlebih
dahulu dalam kondisi lapangan karena proses seleksi pada umumnya dilakukan pada
lingkungan terbatas dan dengan ukuran populasi kecil. Evaluasi dilakukan untuk melihat
apakah keunggulan yang ditunjukkan sewaktu seleksi juga dipertahankan dalam kondisi
lahan pertanian terbuka dan dalam populasi besar. Selain itu, bahan pemuliaan terpilih
juga akan dibandingkan dengan kultivar yang sudah lebih dahulu dirilis. Calon kultivar
yang tidak mampu mengungguli kultivar yang sudah lebih dahulu dirilis akan dicoret
dalam proses ini. Apabila bahan pemuliaan lolos tahap evaluasi, ia akan dipersiapkan
untuk dirilis sebagai kultivar baru.
Dalam praktek, biasanya ada tiga jenis evaluasi atau pengujian yang diterapkan
sebelum suatu kultivar dilepas, yaitu uji pendahuluan (melibatkan 20-50 bahan
pemuliaan terseleksi), uji daya hasil pendahuluan (maksimum 20), dan uji
multilingkungan/multilokasi (atau uji daya hasil lanjutan, biasanya kurang dari 10).
61

Semakin lanjut tahap pengujian, ukuran plot percobaan semakin besar. Setiap negara
memiliki aturan tersendiri mengenai bakuan untuk masing-masing jenis pengujian dan
jenis tanaman.
Calon kultivar yang akan dirilis/dilepas ke publik diajukan kepada badan
pencatat (registrasi) perbenihan untuk disetujui pelepasannya setelah pihak yang akan
merilis memberi informasi mengenai ketersediaan benih yang akan diperdagangkan.
62

REPRODUKSI DAN PEMBIAKAN TANAMAN


A. Pengertian Perkembangbiakan/ Reproduksi
Perkembangbiakan atau Reproduksi adalah suatu proses biologis di mana individu
organisme baru diproduksi. Reproduksi adalah cara dasar mempertahankan diri yang
dilakukan oleh semua bentuk kehidupan; setiap individu organisme ada sebagai hasil
dari suatu proses reproduksi oleh pendahulunya. Cara reproduksi secara umum dibagi
menjadi dua jenis yaitu reproduksi generatif (seksual) dan reproduksi vegetatif
(aseksual).
B. Jenis-Jenis Perkembangbiakan/Reproduksi Tanaman
1. Reproduksi Generatif (seksual).
Reproduksi generatif (seksual) adalah reproduksi/perkembangbiakan yang
didahului peleburan antara sel kelamin jantan dan sel kelamin betina. Peristiwa ini
disebut pembuahan. Pembuahan (fertilisasi) pada tumbuhan berbiji akan terjadi kalau
didahului adanya proses penyerbukan (persarian/polenasi). Alat pembiakan generatif
pada tumbuhan yaitu bunga sebagai tempat terjadinya penyerbukan.
Sistem penyerbukan tanaman dapat ditentukan dengan mempelajari struktur
bunga, waktu masak putik atau benang sari, ada tidaknya sterilitas dan kompatibilitas
antara putik dan benang sari.
Berdasarkan strukturnya bunga dapat dikelompokkan menjadi:
- Bunga Lengkap : bunga yang memiliki 2 organ seks(benang sari & putik) dan 2
perhiasan bunga(klopak dan mahkota). Contoh tanaman yang memiliki bunga
lengkap antara lain: ubi jalar, Kacang tanah, Singkong karet, Cabai, Kembang
sepatu, Mangga, Jambu biji dan Kapas.
- Bunga Tidak Lengkap: bunga yang tidak memiliki 1 dari bagian keempat bagian
bunga lengkap. Contoh tanaman yang memiliki bungan tidak lengkap antara
lain:Padi, Sorgum dan Pepaya betina.
Sedangkan berdasarkan kelengkapan organ seksualnya, bunga dapat
dikelompokkan menjadi:
63

- Bunga Sempurna: bunga yang memiliki organ seksual lengkap(benang sari dan putik),
disebut juga bunga hermaprodit. Contoh tanaman yang memiliki bunga sempurna antara
lain: Padi, Ubi jalar, Kacang tanah, Singkong karet, Cabai,Kembang
sepatu, Mangga, Jambu biji dan Kapas.
- Bunga Tidak Sempurna: bunga yang tidak memiliki salah satu dari organ
seksual. Contoh tanaman yang memiliki bunga tidak sempurna yaitu Pepaya betina.
Tahap-tahap perkembangbiakan atau reproduksi tanaman yaitu :
Penyerbukan
Penyerbukan adalah sampainya serbuk sari pada tempat tujuan. Pada tumbuhan
Gymnospermae, tujuan serbuk sari adalah tetes penyerbukan, sedangkan pada tumbuhan
Angiospermae, tujuan serbuk sari adalah kepala putik.
a. Macam-Macam Penyerbukan
1) Berdasarkan penyebab sampainya serbuk sari pada tujuan
a) Anemogami: penyerbukan yang disebabkan oleh angin.
Ciri-ciri tumbuhan yang penyerbukannya dibantu oleh angin ialah:
 bunganya tidak bermahkota
 serbuk sarinya bergantungan kedudukannya
 serbuk sarinya banyak dan ringan
 kepala putiknya besar.
Contohnya: rumput, tebu, dan alang-alang.
b) Zoidiogami: penyerbukan yang dibantu oleh hewan.
Berdasarkan jenis hewannya dapat dibedakan lagi menjadi:
 Entomogami: penyebabnya adalah serangga. Tumbuhan yang
penyerbukannya memerlukan bantuan serangga umumnya mempunyai ciri-
ciri:
o mahkota bunga berwarna mencolok
o mengeluarkan bau yang khas.
64

o mempunyai kelenjar madu


 Ornitogami: penyerbukan karena bantuan burung, terjadi pada tumbuhan yang
bunganya mengandung madu atau air.
 Kiropterogami: penyerbukan karena bantuan kelelawar, terjadi pada tumbuhan
yang bunganya mekar pada malam hari.
 Malakogami: penyerbukan karena bantuan siput, terjadi pada tumbuhan yang
banyak dilekati siput.
c) Hidrogami: penyerbukan karena bantuan air. Ini pada umumnya terjadi pada
tumbuhan yang hidup di dalam air, misalnya Hydrilla.
d) Antropogami: disebut juga penyerbukan buatan atau sengaja, yaitu penyerbukan
karena bantuan manusia. Hal ini dilakukan oleh manusia karena tidak
terdapatnya vektor yang dapat membantu penyerbukan. Contohnya, tumbuhan
vanili.
2) Berdasarkan asal serbuk sari
a) Autogami atau penyerbukan sendiri. Autogami dapat terjadi bila serbuk sari
berasal dari bunga yang sama. Autogami sering terjadi pada saat bunga belum
mekar disebut kleistogami. Contoh tanaman menyerbuk sendiri antara
lain: Padi, Kacang tanah, Sorgum, Jambu biji, Kapas dan Cabai.
b) Geitonogami atau penyerbukan tetangga, yaitu penyerbukan di mana serbuk sari
berasal dari bunga yang berlainan tetapi masih dalam satu individu.
c) Alogami atau penyerbukan silang, yaitu penyerbukan di mana serbuk sari berasal
dari bunga individu lain tetapi masih dalam satu species/jenis.Contoh tanaman
menyerbuk silang antara lain : Ubi jalar, Singkong karet,Kembang
sepatu, Mangga dan Papaya betina.
d) Bastar yaitu penyerbukan di mana serbuk sari dan putik berasal dari spesies lain.
65

Terjadinya penyerbukan belum memberi jaminan akan terjadinya pembuahan,


karena buluh serbuk sari yang berasal dari serbuk sari dalam perkembangan selanjutnya
belum tentu dapat mencapai sel telur, yang letaknya di dalam bakal buah jauh dari
kepala putik. Pada beberapa jenis tumbuhan penyerbukannya tidak mungkin terjadi
secara autogami(penyerbukan mandiri). Hal ini antara lain disebabkan oleh:
 Dioseus (berumah dua), artinya alat kelamin jantan dan alat kelamin betina terdapat
pada individu yang berbeda. Misalnya: melinjo dan salak.
 Dikogami, bila putik dan serbuk sari suatu bunga masaknya tidak bersamaan.
Dikogami dapat dibedakan atas:
- Protandri, bila serbuk sari suatu bunga masak lebih dulu dari pada putiknya.
Contohnya: bunga jagung, seledri, dan bawang Bombay.
- Protogini, bila putik suatu bunga masak lebih dulu dari serbuk sarinya.
Contohnya: bunga kubis, bunga coklat, dan alpukat.
- Herkogami, ialah bentuk bunga yang sedemikian rupa, sehingga serbuk sari
dari bunga tersebut tidak dapat jatuh pada kepala putiknya, kecuali dengan
bantuan manusia atau hewan. Contoh: Anggrek, Vanili, dan lain sebagainya.
- Heterostili, ialah bunga yang mempunyai benang sari dan tangkai putik tidak
sama panjang. Contoh: tumbuhan familia Rubiaceae (kopi, kina, kaca piring, dan
lain sebagainya).
Pembuahan
Penyerbukan akan menghasilkan individu baru apabila diikuti oleh pembuahan,
yaitu peleburan antara sel kelamin jantan dengan sel kelamin betina. Pada tumbuhan
berbiji dikenal ada dua macam pembuahan, yaitu pembuahan tunggal pada
Gymnospermae, dan pembuahan ganda pada Angiospermae.
1. Pembuahan Tunggal
Terjadi pada tumbuhan Gymnospermae atau tumbuhan berbiji terbuka. Serbuk sari
akan sampai pada tetes penyerbukan, kemudian dengan mengeringnya tetes
66

penyerbukan, serbuk sari yang telah jatuh di dalamnya akan diserap masuk ke ruang
serbuk sari melalui mikrofil. Serbuk sari ini sesungguhnya terdiri atas dua sel, yaitu sel
generatif atau yang kecil dan sel vegetatif yang besar, hampir menyelubungi sel
generatif. Serbuk sari ini kemudian tumbuh membentuk buluh serbuk sari, yang
kemudian bergerak ke ruang arkegonium. Karena pembentukan buluh serbuk sari maka
sel-sel yang terdapat di antara ruang serbuk sari dan ruang arkegonium terdesak ke
samping akan terlarut. Sementara itu di dalam buluh ini sel generatif membelah menjadi
dua dan menghasilkan sel dinding atau sel dislokator, dan sel spermatogen atau calon
spermatozoid. Sel spermatogen kemudian membelah menjadi dua sel permatozoid.
Setelah sampai di ruang arkegonium, sel vegetatif lenyap, dan kedua sel spermatozoid
lepas ke dalam ruang arkegonium yang berisi cairan, sehingga spermatozoid dapat
berenang di dalamnya. Pada ruang arkegonium terdapat sejumlah sel telur yang besar.
Tiap sel telur bersatu dengan satu spermatozoid, sehingga pembuahan pada
Gymnospermae selalu mengasilkan zigot yang kemudian tumbuh dan berkembang
menjadi embrio. Pembuahan tunggal seperti ini misalnya terjadi pada pohon Pinus.
2. Pembuahan Ganda
a. Perkembangan serbuk sari
Serbuk sari yang jatuh di kepala putih terdiri atas satu sel dengan dua dinding
pembungkus, yaitu: eksin (selaput luar) dan intin (selaput dalam). Eksin pecah,
kemudian intin tumbuh memanjang membuat buluh serbuk sari. Buluh serbuk sari
ini akan tumbuh menuju ke ruang bakal biji. Bersamaan dengan ini inti sel serbuk
sari membelah menjadi 2, yang besar didepan adalah inti vegetatif sebagai penunjuk
jalan, dan yang kecil di belakang adalah inti generatif. Inti generatif membelah lagi
menjadi dua inti generatif atau spermatozoid.
b. Pembentukan sel telur
Bersamaan dengan perkembangan serbuk sari dalam buluh serbuk sari, di
dalam ruang bakal biji sel nuselus membelah menjadi 4 sel baru. Tiga di antaranya
67

mereduksi dan yang satu tumbuh menjadi calon inti kandung lembaga primer. Inti
calon kandung lembaga primer membelah menjadi dua, yang selanjutnya masing-
masing menuju ke kutub yang berlawanan, yang satu bergerak ke kalaza yang lain
mendekati mikrofil. Kemudian masing-masing membelah lagi dua kali, sehingga
terbentuklah 8 inti. Yang dekat kalaza 3 inti menempatkan diri berdekatan disebut
antipoda. Yang satu lagi bergerak ke tengah. Yang dekat mikrofil 3 inti
menempatkan diri berdekatan. Yang tengah adalah ovum, sedang mengapitnya
adalah sinergid, yang satu lagi juga menuju ke tengah. Dua inti yang bergerak ke
tengah bersatu membentuk inti kandung lembaga sekunder yang diploid. Kemudian
spermatozoid yang satu membuah ovum membentuk zigot, sedang spermatozoid
yang satu lagi membuahi inti kandung lembaga sekunder menghasilkan calon
endosperm yang triploid. Inilah yang dinamakan pembuahan ganda. Masuknya inti
generatif ke dalam ruang bakal biji ada beberapa cara, yaitu:
 Porogami : bila dalam pembuahan masuknya spermatozoid melalui mikrofil.
 Aporogami : bila masuknya spermatozoid tidak melalui mikrofil. Bila masuknya
spermatozoid melalui kalaza, maka disebut kalazogami.
Embrio pada tumbuhan berbiji dapat terjadi karena:
 Amfiksis (amfimiksis), yaitu terjadinya embrio melalui peleburan antara ovum dan
sel spermatozoid.
 Apomiksis,embrio terjadi bukan dari peleburan sel telur dengan sel spermatozoid.
Apomiksis dapat terjadi karena:
o Partenogenesis, yaitu pembentukan embrio dari sel telur tanpa adanya
pembuahan.
o Apogami, yaitu embrio yang terjadi dari bagian lain dari kandung lembaga tanpa
adanya pembuahan, misalnya dari sinergid atau antipoda.
o Embrioni adventif, yaitu embrio yang terjadi dari selain kandung lembaga.
Misalnya, dari sel nuselus.
68

Terjadinya amfimiksis dan apomiksis secara bersama-sama menyebabkan


terdapatnya lebih dari satu embrio dalam satu biji. Peristiwa ini disebut poliembrioni.
Poliembrioni sering dijumpai pada jeruk, mangga, nangka, dan sebagainya.
2. Reproduksi Vegetatif (aseksual)
Reproduksi vegetatif (aseksual) adalah terjadinya individu baru tanpa didahului
peleburan dua sel gamet. Perkembangbiakan atau reproduksi vegetative dibedakan atas
dua, antara lain:
a. Reproduksi Vegetatif Alami
Vegetatif alami Yaitu terjadi individu baru tanpa adanya campur tangan
manusia. Reproduksi seperti ini terjadi dengan beberapa cara, yaitu:
1) Dengan pembelahan sel, terjadi pada tumbuhan bersel satu, misalnya alga bersel
satu Chlorella,Chlamydomonas, dll.
2) Dengan menghasilkan spora vegetatif, misalnya pada tumbuhan paku, fungi, dan
ganggang
3) Dengan rhizoma atau akar tinggal: pada irut, bunga tasbih, lengkuas, temulawak,
dan kunyit.
4) Dengan stolon atau geragih, misalnya pada pegagan (Sentela asiatica), rumput
teki (Cyperus rotundus), arbei, dan lain sebagainya.
5) Dengan umbi batang, misalnya pada kentang (Solanum tuberosum).
6) Dengan umbi lapis, misalnya pada bawang merah (Allium cepa).
7) Dengan umbi akar, misalnya pada ketela pohon
8) Dengan tunas, misalnya pada bambu (Gigantochloa sp).
9) Dengan tunas adventif, misalnya pada cocor bebek
b. Reproduksi Vegetatif Buatan
Selain itu tumbuhan dapat juga berkembang biak dengan cara tak kawin dan
dengan bantuan manusia, biasa disebut reproduksi secara vegetatif buatan, misalnya:
mencangkok, stek, okulasi, mengenten, dan merunduk.
69

a) Stek
Stek adalah perbanyakan tanaman dengan cara pemisahan atau pemotongan
bagian tanaman seperti batang, daun, pucuk, dan akar. Jenis tanaman yang dapat
diperbanyak dengan cara ini adalah tanaman berkayu dan beberapa tanaman stek
tak berkayu.Contohnya :kedondong, jambu air, markisa, delima, cermai, anggur
,bugenvil, mawar, melati dan soka.
Cara menyetek:
o Memilih jenis tanaman yang tahan hama dan penyakit, umur batang kurang
lebih satu tahun, batang dan akar sehat, serta tidak kekurangan gizi.
o Batang yang cukup tua atau batabg yang memiliki mata tunas dipotong kira-
kira 10-30 cm. Batang tersebut dapat ditanam dan akan menjadi individu
baru.
b) Mencangkok
Jenis tanaman yang dapat dicangkok misalnya pohon mangga.Berbagai jenis
jeruk, berbagai jenis jambu, belimbing, serta kelengkeng. Kelompok tanaman hias
yang dapat dicangkok antara lain soka, bugenvil, dan puring.
Cara mencangkok:
o Terlebih dahulu memilih pohon induk yang cukup umurnya, tidak terlalu tua
juga tidak terlalu muda, telah berbuah sebanyak tiga kali, pohon tumbuh
subur, kuat dan serial, serta percabangannya cukup banyak.
o Membungkus bagian-bagian batang yang telah diikuti dengan tanah yang
mengandung hormone dan pupuk NPK. Kemudian dibungkus dengan plastic
bening atau sabut dan selanjutnya diikat dengan tali
o Akar akan mulai tumbuh setelah 1-3 bulan sejak batang dicangkok, kemudian
dilakukan pemotongan pertumbuhan akar cangkokan dan hasilnya dapat
ditanam.
70

c) Merunduk
Merunduk dapat dilakukan pada batang beberapa jenis tanaman yang
secara normal berdiri tegak kemudian dibengkokkan hingga menyentuh tanah
sehingga akan segera berakar pada mawar .
 Merunduk biasa
Cabang tanaman dirundukkan dan ditimbun dengan tanah, kecuali ujung
cabangnya. Setelah membentuk akar, cabang atau batangnya dipotong,
sehingga diperoleh tanaman baru.. Cara ini dapat dikerjakan pada mawar,
jambu air, dan arbel
 Merunduk majemuk
Seluruh batang dirundukkan kemudian ditimbuni tanah pada beberapa
tempat atau seluruh tempat. Cara ini dapat dikerjakan pada tanaman soka
dan anggur.
d) Mengenten (menyambung/kopulasi)
Pada dasarnya menyambung sama dengan menempel. Cara ini banyak
dilakukan pada singkong dan buah-buahan. Mula-mula biji disemaikan. Setelah
tumbuh lalu disambung dengan ranting/cabang dari pohon sejenis yang buahnya
baik. Kemiringan potongan ± 45°. Diameter batang atas harus sesuai dengan
diameter batang bawah. Kedua sambungan itu diikat dengan kuat. Diusahakan
agar tidak terjadi infeksi. Buah yang dihasilkannya akan sama dengan buah yang
dihasilkan pohon asalnya.
Keuntungan dan kerugian reproduksi vegetatif buatan
Banyak petani yang mengembangkan cara reproduksi pada tanaman buah-buah,
tanaman liar, dan lain-lain dengan cara mencangkok, stek, merunduk, okulasi,
mengenten dan lain-lain. Cara ini memberikan beberapa keuntungan antara lain:
o Sifat tanaman baru akan sama persis dengan sifat tanaman induk.
o Cepat menghasilkan buah.
71

Disamping itu ada pula beberapa kerugian, antara lain:


o Tanaman yang berasal dari stek ataupun mencangkok umumnya mempunyai
sistem perakaran yang kurang kuat.
o Perkembangbiakan secara vegetatif dapat menghasilkan sedikit keturunan.
o Bila tanaman hasil reproduksi vegetatif dipotong ranting-rantingnya maka dapat
menyebabkan menurun pertumbuhannya.
72

EFEKTIFITAS DARI BERBAGAI CARA


PROGRAM SELEKSI

Seleksi

Seleksi sangat penting artinya dalam pemuliaan, baik untuk


membuat/membentuk galur-galur yang akan menjadi varietas atau calon varietas atau
untuk mempertahankan suatu varietas.
Dalam perbenihan dikenal istilah roguing, yang tidak lain adalah seleksi negatif,
yaitu membuang tanaman-tanaman yang menyimpang. Tanaman-tanaman yang
menyimpang (off type) menunjukkan ciri-ciri dari apa yang seharusnya dipunyai oleh
suatu varietas yang kita maksudkan. Hal ini dilakukan untuk menjga kemurnian dari
varietas tersebut dapat dipertahankan.
Varietas-varietas lokal pada umumnya merupakan populasi campuran yang
memerlukan pemurnian yang hanya dapat dilaksanakan dengan seleksi, minimal seleksi
negatif, tergantung dari besarnya populasi campuran. Oleh karena itu cara pemurnian
untuk memantapkan dapat juga dengan seleksi positif, dalam hal ini diambil/dipungut
tanaman-tanaman yang ciri-cirinya sesuai dengan yang dicantumkan dalan deskripsi
disamping memperhatikan pula potensi hasilnya. Tanaman tersebut kemudian
dibulk(disatukan) untuk benih sumber pertanaman selanjutnya.
Banyak metode seleksi yang dapat diterapkan, penggunaan masing-masing
ditentukan oleh berbagai hal, seperti moda reproduksi (klonal, berpenyerbukan sendiri,
atau silang), heritabilitas sifat yang menjadi target pemuliaan, serta ketersediaan biaya
dan fasilitas, serta jenis kultivar yang akan dibuat.
Tanaman yang dapat diperbanyak secara klonal merupakan tanaman yang relatif
mudah proses seleksinya. Keturunan pertama hasil persilangan dapat langsung diseleksi
dan dipilih yang menunjukkan sifa-sifat terbaik sesuai yang diinginkan.
Seleksi massa dan seleksi galur murni dapat diterapkan terhadap tanaman dengan
semua moda reproduksi. Hasil persilangan tanaman berpenyerbukan sendiri yang tidak
73

menunjukkan depresi silang-dalam seperti padi dan gandum dapat pula diseleksi
secara curah (bulk). Teknik modifikasi seleksi galur murni yang sekarang banyak
dipakai adalah keturunan biji tunggal (single seed descent, SSD) karena dapat
menghemat tempat dan tenaga kerja.
Terhadap tanaman berpenyerbukan silang atau mudah bersilang, seleksi
berbasis nilai pemuliaan (breeding value) dianggap yang paling efektif. Berbagai
metode, seperti seleksi "tongkol-ke-baris" (beserta modifikasinya), seleksi saudara tiri,
seleksi saudara kandung, dan seleksi saudara kandung timbal-balik (reciprocal
selection), diterapkan apabila tanaman memenuhi syarat perbanyakan seperti ini. Metode
seleksi timbal-balik yang berulang (recurrent reciprocal selection) adalah program
seleksi jangka panjang yang banyak diterapkan perusahaan-perusahaan besar benih
untuk memperbaiki lungkang gen (gene pool) yang mereka miliki. Dua atau lebih
lungkang gen perlu dimiliki dalam suatu program pembuatan varietas hibrida.
Penggunaan penanda genetik sangat membantu dalam mempercepat proses
seleksi. Apabila dalam pemuliaan konvensional seleksi dilakukan berdasarkan
pengamatan langsung terhadap sifat yang diamati, aplikasi pemuliaan tanaman dengan
penanda (genetik) dilakukan dengan melihat hubungan antara alel penanda dan sifat
yang diamati. Agar supaya teknik ini dapat dilakukan, hubungan antara alel/genotipe
penanda dengan sifat yang diamati harus ditegakkan terlebih dahulu.
Dalam pemuliaan tanaman dikenal ada dua seleksi menurut cara
penyerbukannya, antara lain:
1. Seleksi Untuk Pemuliaan Tanaman Menyerbuk Sendiri
a. Seleksi lini murni
b. Seleksi massa
c. Seleksi bulk
d. Seleksi Single Seed Descent
e. Seleksi pedigri/silsilah
74

Seleksi Lini Murni


Kebaikan dari seleksi lini murni
o Untuk memperoleh individu homosigot.
o Bahan seleksi adalah populasi yang mempunyai tanaman homosigot
o Sehingga pekerjaan seleksi memilih individu yang homosigot tadi.
o Pemilihan berdasar Fenotipe tanaman.
Kekurangan dari seleksi lini murni.
1. Seleksi lini murni dapat untuk mendapatkan varietas baru untuk tanaman SPC dan
tidak CPC sebab :
o Untuk tanaman CPC perlu banyak tenaga dalam pelaksanaan penyerbukan
sendiri.
o Menghasilkan lini – lini murni bersifat inbred yaitu bersifat lemah antara lain
tanaman albino, kerdil, produksi rendah.
2. Tak ada kemungkinan memperbaharui sifat karakteristik yang baru secara genetis.
3. Varietas yang dihasilkan bersifat homosigot, oleh karena itu kurang beradaptasi
diberbagai macam kondisi ( sifat adaptasinya tak begitu luas ).
Populasi campuran sebagai bahan seleksi berupa :
o Varietas lokal / land race : varietas yang telah beradaptasi baik pada suatu daerah
dan merupakan campuran berbagai galur.
o Populasi tanaman bersegregasi : keturunan dari persilangan yang melakukan
penyerbukan sendiri beberapa generasi.
Keuntungan / kebaikan campuran berbagai galur :
o > Adaptasi pada lingkungan beragam / perubahan lingkungan yang cukup besar
sehingga produksi > baik.
o Produksi > stabil bila lingkungan berubah / beragam.
o Ketahanan > baik terutama penyakit.
75

Kekurangan campuran berbagai galur :


o Kurang menarik, pertumbuhan tanaman tak seragam.
o > sulit diidentifikasi benih dalam pembuatan sertifikasi benih.
o Produksi > rendah dibanding produksi galur terbaik dari campuran tersebut.
Populasi homosigot
Varetas yang dihasilkan :
o Tidak seseragam varietas hasil seleksi galur murni.
o Mempunyai ketahanan terhadap perubahan lingkungan / lingkungan
ekstrimperubahan genotipe.

Seleksi Massa
Tujuan Seleksi Massa :
Memperbaiki populasi secara umum dengan memilih dan mencampur genotipe –
genotipe superior.
Kelemahan :
o Tanaman yang dipilih mungkin tidak homosigot dan akan segregrasi pada generasi
berikutnya.
o Hanya berguna untuk sifat – sifat dengan hertabilitas tinggi. Umumnya tidak efisien
apabila “ ALELE “ yang akan dihilangkan frekuensinya rendah.
o Lebih efektif untuk sifat – sifat yang terlihat sebelum pembuangan dari sifat – sifat
yang terlihat setelah pembuangan. Contoh tanaman kedelai, gandum, tembakau
telah berhasil dengan menggunakan seleksi massa.
Kebaikan Seleksi Massa :
a. Sederhana, mudah pelaksanaannya dan cepat untuk memperbaiki mutu tanaman,
oleh karena :
o Tanpa ada pengujian untuk generasi berikutnya.
o Tanpa ada pengawasan persilangan untuk produksi keturunan selanjutnya.
76

o Lebih bersifat ART dari pada SCIENC


b. Merupakan cara untuk memperbaiki mutu varietas lokal dengan cepat untuk
memenuhi kebutuhan petani dan merupakan langkah pertama dalam memperbaiki
mutu tanaman.
Seleksi Massa Sering Digunakan Untuk Memurnikan Suatu Varietas Campuran.
Seleksi Massa dapat dibedakan menjadi 2 :
1. Seleksi Massa Positif
Dilakukan dengan jalan memilih tanaman yang baik fenotipenya dari suatu
populasi tanaman yang ada. Biji tanaman terpilih untuk ditanam pada generasi /
tahun berikutnya. Tanaman yang tidak terpilih biasanya dipanen untuk konsumsi.
2. Seleksi Massa Negatif
Dilakukan dengan menghilangkan semua tanaman yang tipenya
menyimpang dari tujuan seleksi.
Misal : - Tanaman sakit
- Tanaman rebah
Apabila Seleksi Massa digunakan sebagai metode seleksi untuk tanaman
penyerbuk sendiri maka mempunyai kelemahan antara lain :
a. Tidak meungkin dapat mengetahui apakah tanaman yang dikelompokkan homosigot
/ heterosigot untuk suatu karakter dominan tertentu, jadi seleksi fenotipe harus
dilanjutkan untuk generasi berikut.
b. Lingkungan luar mempengaruhi penampilan tanaman sehingga sulit untuk
mengetahui apakah tanaman yang superior menurut fenotipenya disebabkan faktor
genetik atau lingkungan.
77

Perbedaan Antara Seleksi Massa Dan Seleksi Lini Murni.

SELEKSI MASSA SELEKSI GALUR MURNI


o Sudah sangat tua atau dapat o Belum begitu tua.
dikatakan setua orang mulai
bercocok tanam.
o Selalu dipraktekan oleh petani o Tak pernah dilakukan oleh petani
walaupun tak disadarinya. pada tanaman mereka.
o Biasa dilakukan pada tanaman o Dilakukan pada tanaman S. P. C
C. P. C (allogam). (autogam )
o Jumlah tanaman yang terpilih o Jumlah tanaman yang terpilih
banyak. sediki.
o Tanaman yang terpilih o Tanaman yang terpilih
mempunyai adaptasi yang luas. mempunyai adaptasi tidak begitu
luas dan hanya dapat beradaptasi
pada kondisi / tanaman tertentu
saja.
o Seleksi Massa mudah dilakukan o Sulit dilakukan karena perlu
dan amat sederhana. ketrampilan khusus.
o Tidak perlu tenaga, biaya dan o Butuh tenaga, biaya dan waktu
waktu yang banyak. yang banyak.
o Hasil yang diperoleh heterodigot o Hasil yang diperoleh homosigot
/ tidak uniform. (uniform)
o Tidak dilakukan pengujian o Perlu dilakukan pengujian
keturunan. keturunan dan masing – masing
perbedaan kenampakan secara
individu diuji kemurnian.
o Tidak perlu adanya control o Persarian selalu diawasi
persilangan.
o Pemilihan hasil panen tercampur o Terpisah
Seleksi Bulk (penggabungan)
 Keturunan F2 sampai F5 tidak mengalami seleksi. Baru pada F6 dilakukan
seleksi.
 Pemilihan secara bulk lebih sederhana, mudah, tidak mahal.
 Perlu areal yg luas
Seleksi SSD
Seleksi Single Seed Descent, yaitu satu keturunan satu biji. Pada prinsipnya,
individu tanaman terpilih dari hasil suatu persilangan pada F2 dan selanjutnya ditanam
78

cukup satu biji satu keturunan. Cara ini dilakukan sampai generasi yang ke-5 atau ke-6
(F5 atau F6). Bila pada generasi tersebut sudah diperoleh tingkat keseragaman yang
diinginkan maka pada generasi berikutnya pertanaman tidak dilakukan satu biji satu
keturunan tetapi ditingkatkan menjadi satu baris satu populasi keturunan, kemudian
meningkat lagi menjadi satu plot satu populasi keturunan.
Prosedur Single Seed Descent (SSD) mempunyai tujuan mempertahankan
keturunan dari sejumlah besar tanaman F2, dengan mengurangi hilangnya genotip
selama generasi segregasi. Hanya satu biji yang dipanen dari masing-masing tanaman,
perkembangan tanaman optimum dari generasi F2 sampai dengan F4.. Metode seleksi
Single Seed Descent (SSD) banyak dilakukan dalam pemuliaan tanaman kedelai di
Amerika Serikat (Fehr, 1978). Metode SSD Descent mempunyai beberapa keuntungan,
sebagi berikut :
o karena yang ditanam setiap generasi satu biji satu keturunan, dengan sendirinya luas
lahan yang diperlukan jauh lebih sempit.
o waktu dan tenaga yang diperlukan pada saat panen lebih sedikit, karena populasinya
lebih kecil.
o pencatatan dan pengamatan lebih mudah dan sederhana.
o seleksi untuk karakter-karakter yang heritabilitasnya tinggi, misalnya tinggi
tanaman, umur, penyakit dan beberapa aspek kualitas dapat dikerjakan dengan
efektif berdasarkan satu tanaman tunggal.
o tiap tahun dapat ditanam beberapa generasi, bila keadaan lingkungan dapat dikuasai.
o hanya diperlukan sedikit usaha dalam memperoleh tipe homozigot untuk karakter-
karakter yang pewarisannya sederhana. Keadaan homozigot cepat tercapai.
o penanganan persilangan dapat lebih banyak.
Adapun kekurangan dari metode SSD, yaitu pada generasi F2 kemungkinan lebih
banyak tanaman yang superior tidak teramati atau hilang, karena setiap genotip disini
hanya mewakili satu tanaman pada F3 sehingga tidak diketahui identitasnya. Pada
79

metode SSD, setiap tanaman mulai generasi F2 sampai generasi F6. diambil satu biji
dari satu tanaman pada setiap generasi untuk ditanam pada generasi selanjutnya. Jumlah
tanaman dalam populasi F2 sampai F6 akan tetap atau bisa berkurang karena adanya
daya tumbuh benih yang kurang baik. Ciri lain dari metode SSD, adalah adanya
kemungkinan untuk menghasilkan sejumlah besar galur murni pada areal yang sempit
dan tenaga kerja yang terbatas (Fehr, 1987, dikutip dari Ai Komariah).Dengan cara ini,
ia dapat mencapai generasi F6 2 tahun, sebagai lawan 5 tahun sebagai dengan metode
silsilah. Setelah tingkat yang diinginkan homozigositas dicapai, garis kemudian bisa
diuji untuk karakteristik yang diinginkan. Benih tunggal Prosedur Ini adalah prosedur
klasik memiliki benih tunggal dari setiap tanaman, bulking benih individu, dan
penanaman keluar generasi berikutnya.
 Musim 1: F 2 tanaman tumbuh. Satu F 3 biji per tanaman dipanen dan semua benih
bulked. Kumpulkan sampel cadangan 1 benih / tanaman. Penuh disarankan panen
kedelai pod 2-3 seeded dan menggunakan 1 benih untuk masa tanam dan 1-2 untuk
cadangan.
 Musim 2: Massal dari F 3 biji ditanam. Satu F 4 biji per tanaman dipanen dan semua
benih bulked. Kumpulkan sampel cadangan 1 benih / tanaman.
 Musim 3: Ulangi.
 Musim 4: Tumbuh besar dari F 5 benih dan panen tanaman individu secara terpisah.
 Musim 5: Tumbuh F 5: 6 baris dalam baris, pilih baris antara baris dan panen yang
dipilih secara massal.
 Musim 6: Mulailah pengujian ekstensif dari F 5 baris berasal.
Seleksi Pedigri/Silsilah
Penggunaan metode seleksi silsilah massa (mass pedigree selection) pada
Generasi Seleksi F3 dan F4 (Dasumiati, 2003) ternyata belum dapat mereduksi
keragaman genetik non aditif, khususnya gen overdominansi, dari dalam
keragaman fenotipe. Akibatnya adalah seleksi yang dilakukan cenderung
80

mempertahankan famili-famili dengan keragaan terbaik yang didominasi oleh


genotipe-genotipe heterozigot pada lokus-lokus yang mengendalikan keragaman itu.
Oleh sebab itu, dikembangkan metode seleksi silsilah berbasis informasi
kekerabatan (information from relatives), yaitu informasi mengenai gugus individu
yang berasal dari suatu ansestor tunggal, untuk kegiatan seleksi pada Generasi Seleksi
F5 (Jambormias et al., 2004). Harapannya adalah dapat dihasilkannya famili-famili
dengan keragaan tinggi dan keragaman genetik yang rendah untuk sifat produksi
biji dan ukuran biji pada Generasi Seleksi F6.
Penggunaan rancangan genetik yang tepat untuk menguraikan keragaman
fenotipe suatu sifat tanaman atas komponen keragaman genotipe dan keragaman
lingkungan dalam suatu struktur hierarkis kekerabatan famili-famili, diharapkan
dapat memaksimumkan pemanfaatan informasi kekerabatan dalam seleksi. Analisis
berbasis informasi kekerabatan ini dapat menguraikan keragaman fenotipe atas
komponen keragaman antarfamili dan intrafamili, dan dengan menggunakan korelasi
nilai pemuliaan sebesar 1 untuk hasil kawin sendiri (selfing), dapat diduga ragam
aditif antarfamili dan intrafamili (Jain, 1982; Falconer dan Mackay, 1996).
Berpadanan dengan metode pendugaan ragam antarfamili dan ragam intrafamili,
analisis berbasis informasi kekerabatan juga dapat memberikan informasi nilai
heritabilitas antarfamili dan intrafamili (Falconer dan Mackay, 1996). Kontribusi
heritabilitas antarfamili yang tinggi dapat meningkatkan keragaan sifat kuantitatif
yang diatur oleh gen aditif.
2. Seleksi Untuk Pemuliaan Tanaman Menyerbuk Silang
Seleksi dengan intensitas tertentu akan lebih efektif bila sifat yang diseleksi
banyak terdapat dalam populasi dan tidak efektif bila sifat tersebut jarang. Sering
dikatakan bahwa kemajuan seleksi mula – mula tepat tetapi kemudian menurun pada
generasi yang lebih lanjut. Ternyata hal ini tidak demikian. Apabila suatu sikap yang
disukai jarang terdapat dalam populasi (frekuensi rendah), kemudian diseleksi dengan
81

intensitas yang tetap dari generasi ke generasi maka generasi permulaan kemajuan
seleksi amat lambat. Tetapi pada generasi yang lebih lanjut frekuensi gen yang diseleksi
dalam populasi bertambah sehingga kemajuan seleksi dalam populasi bertambah
sehingga kemajuan seleksi makin cepat sampai mencapai maksimum kemudian menurun
lagi.
Metode Seleksi Tanaman Menyerbuk Silang
Dasar–dasar yang dapat membedakan diantara metode :
a. Cara pemotongan populasi dasar
b. Ada tidaknya kontrol terhadap persilangan
c. Model perangen pada populasi bersangkutan
d. Tipe uji keturunan
e. Macam dari varietas komersiil yang akan dibentuk.
Seleksi tanaman menyerbuk silang, antara lain:
1. Seleksi Massa
a. Berdasarkan fenotipe individu tanaman
b. Tanpa kontrol persilangan atau sebagian
c. Peran gen aditif
d. Tanpa uji keturunan
e. Varietas berserbuk bebas
2. Seleksi Berulang Fenotopik
a. Berdasarkan fenotipe individu tanaman
b. Kontrol penuh atas persilangannya
c. Peran gen aditif
d. Tanpa uji keturunan
e. Varietas berserbuk terbuka
3. Seleksi Tongkol ke Baris
a. Berdasarkan fenotipe individu tanaman
b. Tanpa atau sebagian control
82

c. Peran gen aditif


d. Uji keturunan berserbuk terbuka
e. Varietas berserbuk terbuka
4. Seleksi Berulang untuk Daya Gabung Umum
a. Berdasarkan keturunan dari tanaman
b. Kontrol penuh terhadap persilangan
c. Terutama aditif
d. Uji daya gabung umum
e. Varietas sintetik, dsb
5. Seleksi Berulang untuk Daya Gabung Khusus
a. Berdasarkan keturunan dari tanaman
b. Kontrol penuh terhadap persilangannya
c. Dominan dan aditif
d. Uji daya gabung khusus
e. Hibrida tunggal/ganda
6. Seleksi Berulang Timbal Balik
a. Keturunan dari tanaman
b. Kontrol penuh atas persilangan
c. Lewat dominan, dominan, aditif
d. Uji daya gabung umum, daya gabung khusus
e. Perbaikan hibrida (populasi hasil persilangan)

Pemuliaan tanaman adalah usaha manusia untuk mengubah susunan genetik


tanaman. Pemuliaan tanaman mengubah susunan genetik tanaman secara tetap sehingga
sifat ataupun morfologinya sesuai dengan keinginan manusia. Orang yang melakukan
pemuliaan tanaman disebut pemulia tanaman. Ilmu Pemuliaan Tanaman disebut Ilmu
Penjenisan/Ilmu Seleksi.
83

Ilmu terpakai yang bertujuan untuk mendapatkan jenis–jenis baru yang bersifat
unggul yang mempunyai sifat ekonomis yang lebih berharga.
Bertugas memelihara jenis–jenis unggul yang telah ada serta mempertahankan sifat–sifat
keunggulan yang dimiliki
Tujuan akhir setiap program pemuliaan tanaman adalah untuk mendapatkan tanaman
dengan sifat yang lebih baik (lebih unggul) dalam hal ini adalah sifat – sifat tertentu
yang diinginkan.
Sasaran yang hendak dicapai pada Pemuliaan Tanaman Menyerbuk Sendiri yaitu sifat
unggul pada homosigot.
84

PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI

A. Pemuliaan Tanaman Menyerbuk Sendiri


Sasaran yang hendak dicapai : sifat unggul pada homosigot.
Ciri khusus varietas tanaman menyerbuk sendiri yang dikembangkan melalui biji
adalah susunan genetiknya homosigot, kecuali varietas hibrida. Untuk memperoleh
tanaman homosigot dari hasil hibridisasi atau dari populasi heterogen, peranan seleksi
amat penting artinya.
Hibridisasi : Penyerbukan antara tanaman homosigot
Crossing : Penyerbukan antara tanaman homosigot dengan heterosigot atau
heterosigot dengan heterosigot
Selfing : penyerbukan pada tanaman berumah satu.
Autogami
o Butuh pengujian dibanyak lingkungan
o Pada tranaman homosigot (peka terhadap kondisi lingkungan dibanding
heterosigot). Makin heterosigot makin bagus, selfing seringkali menyebabkan
degenerasi.
Dasar Genetik
Tanaman menyerbuk sendiri yang disilangkan heterosigot makin kurang
keragaman genetiknya terjadi penyerbukan sendiri terus menerus, perubahan susunan
genetika pada masing–masing pasangan. Alel mengarah ke homosigositas, sehingga
susunan genetik dalam tanaman semua / sebagian besar homosigot.

B. Metode Pemuliaan Tanaman Menyerbuk Sendiri


· Pasangan gen homosigot akan tetap homosigot dengan adanya penyerbukan sendiri.
· Pasangan gen – gen heterosigot akan terjadi segresi apabila diserbuki sendiri dan
menghasilkan genotipe homosigot dan heterosigot dengan perbandingan yang sama.
85

Apabila terjadi penyerbukan sendiri secara terus menerus maka genotipe yang
terbentuk adalah cenderung homosigot atau genotip homosigot makin lama makin besar
proporsinya.
Macam Varietas Menyerbuk Sendiri :
1. Bersari bebas
Hasil seleksi massa, cirinya :
Tidak selalu diketahui induk jantan dan betinanya. Jika ingin meningkatkan hasil harus
tahu peranan gen aditif sehingga perlu tahu salah satu tetuanya.
2. Komposit
Populasi dasar merupakan : campuran varietas unggul, hibrida dan galur (untuk galur
boleh ada boleh tidak) Setiap dicampur terjadi persilangan terbuka kemudian diseleksi
melalui seleksi massa.
3. Hibrida
Masalah : persilangan dan saat mencari galur penghasil benihnya.
Benih yang dihasilkan sedikit, usaha – usaha persilangan galur dengan varietas.
4. Sintetis (Ideal Type)
Sama dengan campuran galur merupakan peluang dengan melakukan penyerbukan
silang galur dicampur terjadi persilangan biji berubah seleksi massa varietas sintetis.

C. Prosedur Pemuliaan Tanaman Menyerbuk Sendiri


1. Introduksi
Masalah yang dihadapi pada tanaman introduksi baik sebagai sumber keragaman
maupun sebagai calon varietas baru adalah penanganan dalam mempertahankan sebagai
koleksi dan evaluasinya.
Koleksi tanaman introduksi dibagi 3 kelompok :
a. tanaman yang telah dimuliakan.
b. Tanaman asli.
86

c. Tanaman liar.
Masing – masing kelompok mempunyai manfaat khusus pada program pemuliaan.
Tanaman introduksi dibutuhkan untuk memperbaiki sifat varietas unggul yang ada
dengan melengkapi sifat yang dianggap kurang melalui hibridisasi / silang baik.
2. Seleksi
a. Seleksi galur murni
b. Seleksi massa
Seleksi Galur Murni
o Untuk memperoleh individu homosigot.
o Bahan seleksi adalah populasi yang mempunyai tanaman homosigot
o Sehingga pekerjaan seleksi memilih individu yang homosigot tadi.
o Pemilihan berdasar Fenotipe tanaman.

Kekurangan dari seleksi lini murni:


 Seleksi lini murni dapat untuk mendapatkan varietas baru untuk tanaman SPC dan
tidak CPC sebab :
o Untuk tanaman CPC perlu banyak tenaga dalam pelaksanaan penyerbukan
sendiri.
o Menghasilkan lini – lini murni bersifat inbred yaitu bersifat lemah antara lain
tanaman albino, kerdil, produksi rendah.
 Tak ada kemungkinan memperbaharui sifat karakteristik yang baru secara genetis.
 Varietas yang dihasilkan bersifat homosigot, oleh karena itu kurang beradaptasi
diberbagai macam kondisi (sifat adaptasinya tak begitu luas ).
Galur Murni
Populasi campuran sebagai bahan seleksi berupa :
o Varietas lokal / land race : varietas yang telah beradaptasi baik pada suatu daerah
dan merupakan campuran berbagai galur.
87

o Populasi tanaman bersegregasi : keturunan dari persilangan yang melakukan


penyerbukan sendiri beberapa generasi.
Keuntungan / kebaikan campuran berbagai galur :
o > Adaptasi pada lingkungan beragam / perubahan lingkungan yang cukup besar
sehingga produksi > baik.
o Produksi > stabil bila lingkungan berubah / beragam.
o Ketahanan > baik terutama penyakit.
Kekurangan campuran berbagai galur :
o Kurang menarik, pertumbuhan tanaman tak seragam.
o > sulit diidentifikasi benih dalam pembuatan sertifikasi benih.
o Produksi > rendah dibanding produksi galur terbaik dari campuran tersebut.
Populasi homosigot
Varetas yang dihasilkan :
o Tidak seseragam varietas hasil seleksi galur murni.
o Mempunyai ketahanan terhadap perubahan lingkungan / lingkungan
ekstrim terjadi perubahan genotipe.
Seleksi Massa
Tujuan Seleksi Massa :
Memperbaiki populasi secara umum dengan memilih dan mencampur genotipe –
genotipe superior.
Kelemahan :
o Tanaman yang dipilih mungkin tidak homosigot dan akan segregrasi pada generasi
berikutnya.
o Hanya berguna untuk sifat – sifat dengan hertabilitas tinggi. Umumnya tidak efisien
apabila “ ALELE “ yang akan dihilangkan frekuensinya rendah.
88

o Lebih efektif untuk sifat – sifat yang terlihat sebelum pembuangan dari sifat – sifat
yang terlihat setelah pembuangan. Contoh tanaman kedelai, gandum, tembakau
telah berhasil dengan menggunakan seleksi massa.
Kebaikan Seleksi Massa :
 Sederhana, mudah pelaksanaannya dan cepat untuk memperbaiki mutu tanaman,
oleh karena :
o Tanpa ada pengujian untuk generasi berikutnya.
o Tanpa ada pengawasan persilangan untuk produksi keturunan selanjutnya.
o Lebih bersifat ART dari pada SCIENC.
 Merupakan cara untuk memperbaiki mutu varietas lokal dengan cepat untuk
memenuhi kebutuhan petani dan merupakan langkah pertama dalam memperbaiki
mutu tanaman.
Seleksi Massa Sering Digunakan Untuk Memurnikan Suatu Varietas Campuran.
SELEKSI MASSA dapat dibedakan menjadi 2 :
1. Seleksi Massa Positif
Dilakukan dengan jalan memilih tanaman yang baik fenotipenya dari suatu
populasi tanaman yang ada. Biji tanaman terpilih untuk ditanam pada generasi / tahun
berikutnya. Tanaman yang tidak terpilih biasanya dipanen untuk konsumsi.
2. Seleksi Massa Negatip
Dilakukan dengan menghilangkan semua tanaman yang tipenya menyimpang
dari tujuan seleksi.
Misal : - Tanaman sakit
- Tanaman rebah
Apabila Seleksi Massa digunakan sebagai metode seleksi untuk tanaman
penyerbuk sendiri maka mempunyai kelemahan antara lain :
89

1. Tidak meungkin dapat mengetahui apakah tanaman yang dikelompokkan homosigot


/ heterosigot untuk suatu karakter dominan tertentu, jadi seleksi fenotipe harus
dilanjutkan untuk generasi berikut.
2. Lingkungan luar mempengaruhi penampilan tanaman sehingga sulit untuk
mengetahui apakah tanaman yang superior menurut fenotipenya disebabkan faktor
genetik atau lingkungan.

Perbedaan Antara Seleksi Massa Dan Seleksi Lini Murni.


SELEKSI MASSA SELEKSI LINI MURNI
 Sudah sangat tua atau dapat dikatakan  Belum begitu tua.
setua orang mulai bercocok tanam.
o Selalu dipraktekan oleh petani o Tak pernah dilakukan oleh petani pada
walaupun tak disadarinya. tanaman mereka.
o Biasa dilakukan pada tanaman C. P. C o Dilakukan pada tanaman S. P. C
(allogam). (autogam )
o Jumlah tanaman yang terpilih banyak. o Jumlah tanaman yang terpilih sedikit.
o Tanaman yang terpilih mempunyai o Tanaman yang terpilih mempunyai
adaptasi yang luas. adaptasi tidak begitu luas dan hanya
dapat beradaptasi pada kondisi /
tanaman tertentu saja.
o Seleksi Massa mudah dilakukan dan o Sulit dilakukan karena perlu
amat sederhana. ketrampilan khusus.
o Tidak perlu tenaga, biaya dan o Butuh tenaga, biaya dan waktu yang
waktu yang banyak. banyak.
o Hasil yang diperoleh heterodigot / o Hasil yang diperoleh homosigot
tidak uniform. (uniform)
o Tidak dilakukan pengujian o Perlu dilakukan pengujian keturunan
keturunan dan masing – masing perbedaan
kenampakan secara individu
diuji kemurnian.
o Tidak perlu adanya control o Persarian selalu diawasi
persilangan.
o Pemilihan hasil panen tercampur o Terpisah
90

D. Hibridisasi Dan Seleksi Setelah Hibridisasi


Setelah dilakukan persilangan (hibridisasi) maka hibrid yang diperoleh yang
diperkirakan memiliki sifat–sifat superior (unggul) dari tetua yang dipersilangkan diuji
keturunannya sehingga diperoleh keturunan yang mantap.
Pengujian dapat dilakukan dengan cara PEDIGREE atau BULK.
1. Seleksi PEDIGREE
2. Seleksi BULK
3. Seleksi BACK CROSS

PERBANYAKAN DAN PENYEBARAN VARIETAS BARU


A. Perbanyakan Varietas Baru
Jenis unggul yang baik harus memiliki keunggulan sesara genetis maupun
physik. Keunggulan genetis meliputi antara lain :
1. Produksi tinggi
2. Daya adaptasi luas
3. Masak secara normal pada waktu yang tepat
4. Resisten terhadap hama dan penyakit
5. Respon tinggi pada pemupukan
6. Nilai nutrisi tinggi dengan rasa enak
Keunggulan phisik antara lain :
1. Jenisnya murni
2. Daya kecambah tinggi
3. Kadar air optimum
4. Bentuknya uniform
5. Bebas hama dan penyakit
Jenis baru yang bersifat unggul yang ditemukan seleksionis sebelum
disebarluaskan kepada para petani masih perlu diperbanyak sambil diuji kemantapannya
91

secara ber-Tingkat.Biji yang masih sedikit yang dihasilkan breeder/Seleksionis ini


disebut NUCLEUS SEED.
Biji-biji nucleus seed masih murni baik secara genetis maupun physic,jumlahnya
sangat terbatas dihasilkan di stasiun percobaan dimana seleksionis berada. Bila nucleus
seed ditanam menghasilkan benih yang disebut BREEDER’S STOCK SEED
BREEDER’S STOCK SEED di produksi dibawah pengamatan dan pengawasan
seleksionis di stasiun percobaan dimana dihasilkan, mempunyai kemurnian yang tinggi
dan bersifat unggul baik secara genetic maupun physic.BREEDER’S STOCK SEED
biasanya disebarkan kedinas-dinas pertanian untuk diperbanyak. Biji yang dihasilkan
dari tanaman Breeder Stock Seed disebut : FOUNDATION SEED atau
BENIH DASAR.
Benih dasar selain yang dihasilkan dinas-dinas pertanian juga balai penelitian
yang menanam BREEDER’S STOCK SEED dan NUCLEUS SEED.Kemurnian benih
dasar bermutu tinggi. Hasilnya disebut REGISTERED SEED.
Registeret Seed biji dihasilkan dari tiga biji terdahulu ditangkarkan oleh para
petani penagkar benih,petani maju yang dipercaya untuk
memperbanyak.Mereka menanam dan memperbanyak dibawah petunjuk dan
supervisi dari staf ahli perbenihan yang telah ditunjuk oleh pemerintah/dinas tertentu
yang bergerak dibidang perbenihan.Jika peraturan pertanaman memenuhi syarat, biji-biji
dibeli pemerintah di registrasi/dicatat sebagai benih yang memenuhi persyaratan Sebagai
benih bermutu untuk dijual kepada petani umum.
CERTIFIED SEED yaitu benih yang dihasilkan oleh badan-badan tertentu untuk
diperdagangkan dan tidak perlu berasal dari Nucleus seed maupun Breeder’s Seed,tetapi
cukup memnuhi syarat genetis maupun pyisik. Certified seed dapat diproduksi oleh
petani sendiri tetapi harus dengan rekomendasi dari dinas tertentu untuk disebut certified
seed yang diperdagangkan.
92

Dibeberapa negara dan negara maju benih yang dijual adalah benih-benih yang
telah mengalami “penangkaran” seperti diatas,dan diberi label yang memberi keterangan
singkat tentang benih tersebut.Dalam label disebtkan tentang: jenis, varietas, klas (misal
Foundation seed atau yang lain),sumber (pemerintah/ badan tertentu), alamat, %
perkecambahan, kemurnian,kadar air dan berat 1000 biji.
Di Indonesia penanganan sertifikasi benih dilakukan oleh Balai Pengawasan dan
Serifikasi Benih yang mempunyai tugas dibidang penilaian kultivar,pengujian benih
laboratories dan pengawasan pemasaran benih untuk menunjang Dinas
Pertanian Tanaman Pangan dalam pembinaan produksi dan pemasaran benih guna
memenuhi kebutuhan intensifikasi.
Sertifikasi benih yang dilakukan BPSB bertujuan untuk menjamin kemurnian
genetik dengan cara menilai kemurnian pertanaman di lapangan maupun kemurnian
benih hasil pengujian benih labortories.
Sertifikasi benih dilaksanakan dengan urutan prioritas sebagai berikut:
a. Serifikasi Benih Dasar (F.S.) biasa dilakukan di LPP Sukamandi.
b. Sertifikasi Benih Pokok (S.S.) dilakukan oleh Balai Benih Induk.
c. Sertifikasi Benih Sebar (E.S.) dengan label biru (produsen) oleh BAP.
Bila benih yang diuji tidak memenuhi standar untuk kelas benih yang ditentukan
tetapi masih memenuhi standar untuk kelas benih yang lebih rendah,maka kelas
benihnya dapat disesuaikan dengan standar yang tercapai dengan syarat:
a. Benih tersebut benar-benar dibutuhkan
b. Produsen benih mengajukan permohonan penyesuaian kelas benih
c. Disetujui oleh bagian sertifikasi
Biasanya permohonan sertifikasi pemeriksaan lapangan, pengambilan contoh
benih dan permintaan label disampaikan kepada BPSB .
Dalam pelaksanaan sertifikasi benih jagung dan palawija umumnya ada suatu
pedoman khusus yang harus diikuti.
93

B. Penyebaran Varietas Baru


Konsumsi bahan pangan setiap tahun cenderung meningkat. Keadaan ini
disebabkan antara lain karena bertambahnya jumlah penduduk dan makin meningkatnya
pendapatan masyarakat. Untuk mengantisipasi kebutuhan tersebut salah satu usaha di
bidang tanaman adalah mengoptimalkan teknologi budidaya tanaman pertanian,
khususnya dengan pemakaian varietas unggul. Penggunaan varietas merupakan
teknologi yang dapat diandalkan, tidak hanya dalam hal meningkatkan produksi
pertanian, tetapi dampaknya juga meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Oleh karena itu varietas unggul yang memiliki berbagai sifat yang diinginkan memegang
peranan penting untuk tujuan dimaksud. Varietas unggul pada umumnya memiliki sifat-
sifat yang menonjol dalam hal potensi hasil tinggi. Tahan terhadap organisme
pengganggu tertentu dan memiliki keunggulan pada ekolokasi tertentu serta mempunyai
sifat-sifat agronomis penting lainnya. Dengan menggunakan varietas unggul
tahan hama dan penyakit adalah merupakan cara paling murah untuk menekan
pengganggu tanaman tanpa adanya kekhawatiran akan dampak negatif terhadap
lingkungan. Dalam upaya untuk terus meningkatkan produksi pertanian, para pemulia
tanaman senantiasa berusaha menciptakan varietas unggul modern yang memiliki sifat-
sifat yang dinginkan dan cocok untuk kondisi lingkungan tertentu. Penelitian di bidang
pemuliaan tanaman dikatakan berhasil, apabila diperoleh produk akhir, yaitu adanya
pelepasan varietas unggul baru. Sejak tahun 1971 Pemerintah telah mengambil
kebijaksanaan mengenai kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan masalah
perbenihan yakni dengan dibentuknya Badan Benih Nasional atau BBN yang berada
dalam lingkup Departemen Pertanian dan bertanggung jawab kepada Menteri Pertanian.
Dalam susunan organisasi BBN ini antara lain dibentuk Tim Penilai dan Pelepas
Varietas. Dalam kaitan ini pada tahun 1992 diberlakukan Undang Undang Nomor
12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman di mana pengaturan pelaksanaannya
tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1995. Di sini antara lain
94

ditegaskan bahwa dalam pelepasan varietas diperlukan berbagai kebutuhan


kelembagaan, syarat-syarat dan prosedur pelepasan varietas. Dalam tulisan ini akan
disampaikan kepada para pemulia suatu kajian tentang prosedur dan syarat-syarat dan
prosedur pelepasan varietas. Dalam tulisan ini akan disampaikan kepada para pemulia
suatu kajian tentang prosedur dan syarat-syarat pelepasan varietas untuk dapat dipenuhi
pada waktu pengajuan usulan dan pembahasan oleh Tim Penilai dan Pelepas Varietas,
sehingga apa yang menjadi tujuan dapat berjalan lancar.
Syarat-Syarat Pelepasan Varietas
Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 476/Kpts/Um 8/1977 menetapkan syarat-
syarat dan prosedur pelepasan varietas:
1. Untuk Varietas yang akan dilepas harus diberikan silsilah bahan asal dan cara
mendapatkannnya.
2. Metode seleksi yang digunakan harus disebutkan
3. Untuk varietas yang akan dilepas harus diadakan percobaan adaptasi, dibandingkan
dengan varietas baku, di beberapa tempat yang mewakili daerah, di mana varietas
tersebut akan dianjurkan.
4. Percobaan adaptasi dilaksanakan sedemikian rupa sehingga data yang diperoleh
dapat dipercaya.
5. Rancangan percobaan dan cara analisa data percobaan harus memenuhi kaidah
statistik.
6. Untuk varietas yang akan dilepas harus tersedia cukup benih.

Prosedur Pelepasan Varietas


1. Permohonan pelepasan varietas diajukan secara tertulis kepada Menteri Pertanian
melalui Ketua Badan Benih Nasional.
95

2. Permohonan pelepasan varietas tersebut harus dilampiri keterangan-keterangan


mengenai hal-hal yang disebutkan dalam syarat-syarat pelepasan varietas, hasil
percobaan dan deskripsi varietas.
3. Deskripsi varietas meliputi sifat-sifat morfologi, fisiologi, agronomi daya adaptasi,
ketahanan terhadap hama/penyakit dan sifat-sifat yang dianggap perlu.
4. Setelah mendengarkan pendapat Ketua BBN, Menteri Pertanian dapat menyetujui
atau menolak permohonan pelepasan varietas tersebut.
5. Keputusan tentang pelepasan varietas ditetapkan oleh Menteri Pertanian dengan
Surat Keputusan.
6. Penyimpangan dari ketentuan-ketentuan dimaksud dalam Surat Keputusan ini dapat
dipertimbangkan oleh Menteri Pertanian atas saran Ketua Badan Benih Nasional.
Pengaturan pelaksanaan pengujian didasarkan dan dikembangkan
berdasarkankebijaksanaan yang ditentukan oleh Badan Litbang Pertanian dan Ditjentan
yangkemudian diperkuat oleh Surat Sekjen Deptan No. LB 110/1279/B/VII/1987
tentang Tata Laksana dan Pengujian Adaptasi.
Dalam rangka mempercepat proses komunikasi hasil penelitian dan alih
teknologi varietas unggul baru, hendaknya evaluasi daya hasil dan pengujian adaptasi
pada berbagai agroekosistem dilaksanakan berjalan paralel yang saling mendukung dan
terkait satu sama lain.
Evaluasi/Pengujian : Informasi Tentang Varietas
Pemerintah, penangkar benih dan petani perlu mengetahui penampilan potensi
varietas, baik yang dihasilkan di dalam negeri, maupun introduksi dari luar.
Langkah pertama dalam evaluasi dimulai oleh para ahli pemulia tanaman atau
peneliti. Selain dari percobaan/evaluasi yang dilakukan oleh peneliti untuk
mengidentifikasikasi calon varietas unggul, pengujian dilakukan juga oleh unit kerja
Direktorat Jenderal untuk mengethui calon varietas yang cocok untuk dilepas.Prosedur
96

dan mekanisme kerja evaluasi dan pengujian varietas perlu disusun untuk menghindari
konflik kepentingan disamping untuk mempercepat prose alih teknologi.
Assessemen yang paling umum dilakukan dalam evaluasi dan pengujian varietas
mencakup daya hasil, ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit, umur, sifat yang
diinginkan dan ketahanan terhadap cekaman lingkungan.
Evaluasi terhadap penampilan dapat dilakukan berbagai cara namun tiga prinsip
dasar perlu diperhatikan ,yaitu:
1. Agroekosistem di mana evaluasi/pengujian dilakukan perlu dikarakterisasi secara
tepat.
2. Calon varietas tanaman yang paling sesuai dialokasikan pada setiap agroekosistem
3. Pengelompokan varietas mempunyai umur dan sifat tumbuh hampir sama.

Tata Cara Memberikan Nama Varietas


1. Usulan nama diajukan oleh peneliti/pemulia tanaman bersamaan dengan usulan
pelepasan varietas.
2. Penetapan pemberian nama suatu varietas adalah wewenang Menteri Pertanian atas
dasar usulan dari Badan Benih Nasional cq Tim Penilai dan Pelepas Varietas.
3. Nomenklatur nama-nama varietas unggul ditetapkan atas dasar sebagai berikut:
Padi:
o Padi sawah: nama sungai di Indonesia
o Padi gogo: nama danau di Indonesia
o Padi sawah pasang surut; nama sungai di daerah pasang surut.
o Padi gogo rancah: nama sungai di daerah potensi gogo rancah.
Palawija:
o Jagung : nama wayang
o Kedelai : nama gunung di Indonesia.
o Kacang hijau : nama burung di Indonesia.
97

o Kacang tanah : nama binatang di Indosia.


o Sorgum : nama senjata tradisional daerah di Indonesia.
o Ubi jalar, nama candi di Indonesia.
o Ubi kayu : Adira:-rasa pahit untuk pabrik dengan nomor ganjil.
o Rasa manis untuk dikonsumsi dengan nomor genap.

Hortikultura :
Khusus untuk varietas/klon hortikultura yang dilepas, baik melalui cara
pemuliaan maupun pemutihan. Sampai saat ini pada umumnya menggunakan nama asli
dari asal varietas lokal tersebut (untuk pemutihan).Sedangkan varietas klon dari hasil
pemuliaan, pemberian nama berdasarkan kode-kode penelitian atau nama daerah asal
penelitian tersebut.

Prosedur Pemurnian Dalam Rangka Pemutihan Varietas


1. Determinasi
Determinasi berarti penentuan, dalam hal ini kita menentukan terhadap suatu
varietas. Nama suatu varietas diusahakn tetap dan dipakai walaupun nantinya akan
dikembangan di daerah lain. Di samping itu apabila varietas tersebut sama dengan lokal
lain harap diteliti sejauh mungkin apakah betul-betul sama, dan jika sama maka
pemberian nama harus dipilih dari yang terluas penyebarannya. Pemberian nama lain
harus dihindarkan, dengan konsekuensi perkembangan penyebaran varietas harus diikuti
distribusi benihnya.
2. Deskripsi
Untuk melaksanakan determinasi diperlukan deskripsi varietas yang
bersangkutan. Deskripsi tersebut berguna untuk pengenalan/ identifikasi varietas. Oleh
karena itu deskripsi suatu varietas dari jenis tanaman apapun harus meliputi pencatatan
ciri-ciri atau sifat-sifat agronomi yang bersifat kulitatif. Ciri/sifat tersebut dapat juga
98

mengandung pengertian ekonomis seperti halnya sifat ketahanan terhadap hama


penyakit tertentu. Karena pemurnian suatu varietas adalah suatu usaha pengembalian
mutu sesuai dengan varietas yang baku/asal, demikian juga dalam usaha pemutihan
varietas, maka uraian dalam deskripsi harus mencakup :
o Asal varietas
o Penyebaran varietas dimaksud
o Kapasitas atau potensi hasil
o Golongan varietas
o Ketahanan terhadap hama penyakit
o Umur tanaman
Rincian tersebut di atas ditambahkan deskripsi ciri-ciri yang biasa diperhatikan
(sifat spesifik) dalam pengawasan mutu dan sertifikasi benih atau dalam pemuliaan.
Uraian ciri-ciri tersebut dilakukan untuk dapat menuju deskripsi baku.
3. Seleksi/Rouging
Seleksi sangat penting artinya dalam pemuliaan, baik untuk
membuat/membentuk galur-galur yang akan menjadi varietas atau calon varietas atau
untuk mempertahankan suatu varietas.
Dalam perbenihan dikenal istilah roguing, yang tidak lain adalah seleksi negatif,
yaitu membuang tanaman-tanaman yang menyimpang. Tanaman-tanaman yang
menyimpang (off type) menunjukkan ciri-ciri dari apa yang seharusnya dipunyai oleh
suatu varietas yang kuta maksudkan. Hal ini dilakukan untuk menjga kemurnian dari
varietas tersebut dapat dipertahankan.
Varietas-varietas lokal pada umumnya merupakan populasi campuran yang
memerlukan pemurnian yang hanya dapat dilaksanakan dengan seleksi, minimal seleksi
negatif, tergantung dari besarnya populasi campuran. Oleh karena itu cara pemurnian
untuk memantapkan dapat juga dengan seleksi positif, dalam hal ini diambil/dipungut
tanaman-tanaman yang ciri-cirinya sesuai dengan yang dicantumkan dalan deskripsi
99

disamping memperhatikan pula potensi hasilnya. Tanaman tersebut kemudian


dibulk(disatukan) untuk benih sumber pertanaman selanjutnya.
4. Pelaksanaan
Dengan pengertian yang telah ditengahkan dimuka, kita dapat mulai dengan
usaha pemurnian varietas.,baik dalam rangka persiapan benih maupun dalam rangka
pemutihan suatu varietas. Dalam rangka pemutihan varietas lokal, perlu diperhatikan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Varietas yang akan diputihkan adalah varietas yang dominan di suatu propinsi
(varietas unggul dan mempunyai penyebaran yang luas dari tahun ke tahun/musim
ke musim).
b. Dalam pelaksanaan pertanaman direncanakan untuk keperluan benih sumber atau
keperluan pemurnian varietas.
c. Amati ciri-ciri tanam tersebut mulai tumbuh sampai menjadi benih. Karena varietas
tersebut belum murni, dalam penentuan kita harus mendasarkan pada ciri-ciri dari
komponen yang prosentasenya paling tinggi, seperti type pertumbuhan, warna
hypocotyl/bunga, warna bulu (untuk kacang-kacangan), warna daun, warna batang,
warna biji(padi-padian), umur panen, dan sifat-sifat agronomis penting lainnya.
d. Pertanaman untuk benih dapat dilakukan seleksi negatif atau roguing kalau
campuran hanya sedikit, sehingga tidak menyulitkan akan keperluan untuk benih.
Hal ini terutama bila pertanaman adalah kepunyaan petani atau kelompok tani.
Lebih-lebih terhadap prosentase campuran yang banyak dilakukan /ditanam satu
persatu seleksi negatif pada waktu panen untuk pembelian/calon benih, hal ini untuk
menghindari adanya kerugian hasil persatuan luas.
e. Pertanaman untuk seleksi/pemurnian lebih baik langsung seleksi positif, kalau
memungkinkan cara yang terbaik adalah dipilih tanaman yang baik dan mempunyai
ciri-ciri yang sesuai dan terus digalurkan/ditanam satu per satu setiap lubang
tanam. Galur-galur yang menunjukkan ciri-ciri yang mantap, disatukan kembali
100

sebagai “bulk” untuk benih selanjutnya. Cara ini adalah yang paling cepat untuk
mencapai kemurnian.
f. Setelah mendapatkan yang murni, maka pekerjaan selanjutnya mempertahankan
kemurnian dengan cara seleksi negatif.
g. Dalam pelaksanaan harus diperhatikan bahwa tidak boleh ada hambatan tanam
supply benih kepada pengembangan produksi, dengan kemurnian yang makin
meningkat. Karena itu untuk benih sendiri, yang nantinya akan menjadi cikal
bakalnya nama selalu diambil secara positif.
Pelaksanaan tersebut merupakan petunjuk untuk mendukung terwujudnya
penyaluran benih murni / bermutu secara berkesinambungan.
Sasaran Pelepasan Varietas
Sebagaimana telah diketahui bahwa potensi varietas merupakan modal dasar
pembangunan pertanian. Sesuai dengan keberadaan serta potensi varietas tersebut, maka
sasaran pelepasan varietas harus sejalan dengan program nasional dalam upaya
pelestarian swasembada beras serta peningkatan produksi tanaman pangan lainnya.
Setiap peningkatan produktivitas dari varietas yang dilepas mempunyai dimensi
pembaharuan yang sangat besar dalam peningkatan produksi serta pendapatan petani.
Sehubungan dengan hal tersebut, penilaian varietas dalam rangka pelepasan akan
lebih kritis dan mengarah kepada kemajuan produktivitas yang berdampak peningkatan
kesejahteraan petani. Di samping itu kemantapan kestabilan serta keragaman baik
kualitas maupun sifat-sifat agronomis lainnya sudah saatnya diperhitungkan. Demikian
pula kepada instansi yang melakukan pengujian adaptasi atau multilokasi akan
dimintakan pertimbnagn khusus. Berdasarkan hal tersebut di atas Dirjen Pertanian
Tanaman Pangan mengajukan beberapa sasaran sebagai bahan acuan dalam penilaian
dan pelepasan suatu varietas. Khusus untuk varietas lokal yang mempunyai nilai
ekonomis tinggi perlu pemutihan dengan sistem pemurnian varietas, dengan syarat yang
ditetapkan tersendiri sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.
101

Hasil-Hasil Varietas Unggul


Sejak tahun 1974 pemulia tanaman padi, palawija dan Hortikultura di Indonesia
telah melepas lebih dari 210 varietas unggul, meliputi padi sebanyak +_83 varietas,
palawija sebanyak +_ 69 varietas dan Hortikultura lebih dari 58 varietas. Dari 210
varietas yang sudah dilepas tersebut, 146 varietas merupakan hasil rekayasa genetika
para pemulia di Indonesia, 21 varietas merupakan hasil introduksi dari IRRI dan sisanya
merupakan hasil pemutihan varietas lokal yang sudah dominan di beberapa daerah
tertentu. Sedang di sektor perkebunan khususnya komoditi tebu, sejak tahun 1978
hingga tahun 1992 telah dilepas oleh Mentan sebanyak 57 varietas unggul. Dua varietas
diantaranya adalah hasil introduksi dari Taiwan dan Mauritius sedang lainnya
merupakan hasil perakitan pemulia tanaman tebu dari Pasuruan.

Anda mungkin juga menyukai