Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Bidang bioteknologi pada masa ini telah banyak mempengaruhi kehidupan manusia.
Bioteknologi diartikan sebagai teknik memanipulasi suatu organisme atau komponen
agar menghasilkan produk baru yang dapat lebih dimanfaatkan bagi manusia. Menurut
bioteknologi kedokteran, ternyata makhluk hidup bisa mendapatkan keturunan dengan
menggunakan proses aseksual yaitu yang disebut dengan proses kloning. Kloning berasal
dari bahasa inggris “cloning” yang artinya suatu usaha untuk menciptakan duplikat suatu
organisme melalui proses aseksual atau dengan arti lain membuat fotokopi atau
penggandaan dari suatu makhluk melalui cara non seksual. Klon kemudian diartikan
sebagai kumpulan organisme (makhluk hidup) baik tanaman atau hewan yang
mengandung perangkat gen yang sama. Anak kembar yang berasal dari satu telur akan
memiliki perangkat gen yang sama. Dipandang dari kesamaan perangkat gennya, maka
dua saudara kembar satu telur dapat dianggap sebagai suatu klon yang terjadii secara
alami, ini merupakan isyarat “Teknologi Ketuhanan”.1
Teknik kloning pertama kali dilakukan oleh Robert Brig dan Thomas King berupa
kloning pada sel cebong. Gordon dari Inggris pada tahun 1961 berhasil memanipulasi
telur-telur katak sehingga tumbuh jadi kecebong yang identic. Pada tahun 1933 Dr. Jerry
Hall berhasil mengkloning embrio manusia dengan teknik pembelahan ( embrio splitting
technique ). Empat tahun kemudian pada tanggal 23 Februari, Ian Wilmut berhasil
mengkloning mamalia dengan kelahiran domba yang diberi nama Dolly. Lalu dilaporkan
dalam Tabloid Inggris Daily mail, pada tanggal 17 Juni 1999, tim ilmuwan Amerika
Serikat ternyata telah berhasil mengkloning embrio manusia untuk pertama kalinya. Awal
April 2002 manusia kloning pertama di dunia bernama Eve, bayi perempuan itu kini
berusia dua belas tahun. Sehat dan kini mulai menginjak pendidikan, di pinggiran kota
Bahama. Eve merupakan bayi yang pertama lahir dari 10 implantasi yang dilakukan
clonaid tahun 2002.2

1
Azis Mustofa, Imam Musbikin, Kloning Manusia Abad XXI, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001, hlm. 16
2
Azis Mustofa, Imam Musbikin, Kloning Manusia Abad XXI… hlm. 3

1
Dalam rangka menjaga keturunan inilah ajaran agama Islam mensyariatkan nikah sebagai
cara yang di pandang sah untuk menjaga dan memelihara kemurnian nasab. Islam
memandang bahwa kemurnian nasab sangat penting, karena hokum Islam sangat terkait
dengan struktur keluarga, baik hokum perkawinan, maupun kewarisan dengan berbagai
derivasinya yang meliputi hak perdata Islam, baik menyangkut hak nasab, hak perwalian,
hak memperoleh nafkah dan hak mendapatkan warisan, bahwa konsep kemahraman
dalam Islam akibat hubungan persemendaan atau perkawinan. Bersamaan dengan
perintah nikah, dalam hokum Islam juga diharamkan zina, karena zina menyebabkan
tidak terpeliharanya nasab secara sah.3

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Tinjauan Nasab Terhadap Kloning Pada Manusia Perspektif Maqashid
Syari’ah?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui nasab hukum klonig pada manusia Perspektif Maqashid
Syari’ah
2. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Kontenporer

BAB II
3
Nurul Irfan, Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2013, hlm. 7

2
PEMBAHASAN

A. PROSES TERBENTUKNYA MANUSIA


Seiring kemajuan teknologi manusia bisa mendapatkan keturunan tidak harus melalui
proses seksual yaitu bisa melalui proses aseksual. Sebelum menjelaskan proses terjadinya
manusia, dalam hal ini akan menguraikan terlebih dahulu pengertian seksual dan
aseksual, karena seksual maupun aseksual merupakan bagian awal proses kejadian
manusia.

Seksual adalah sex (kelamin) seringkali digunakan sebagai sinonim reproduksi


seksual. Digunakan dalam beberapa hal, sel kecambah kelamin yang membedakan
individu dalam kemampuannya untuk menghasilkan gen dengan morfologi tertentu yaitu
mikrogamet (sperma, nucleus general dan sebagainya) atau makrogamet (telur, sel telur,
dan sebagainya).

Aseksual yaitu mengenai reproduksi atau organisme yang tidak melibatkan: melonis,
produksi gamet, fertilisasi (yang menuju pada peleburan genom atau nekleus).4

1. Fase-fase terciptanya manusia5


a. Fase tanah
Janin manusia adalah makhluk yang tercipta di dalam rahim seseorang
wanita dari hasil pertemuan antara sel telur dengan sel sperma yang berasal dari
air mani seorang laki-laki. Nama janin diberikan pada makhluk ini selama masih
ada di dalam perut ibunya, sejak fase perkembangan pertama sampai hingga
waktu dilahirkan. Proses penyaringan beberapa zat yang ada dalam tanah. Yang
proses ini bertujuan untuk mendapatkan saripati tanah (sulālat min ţīn). Yang
dimaksud dengan sulalah adalah saripati berasal dari tanah berasal makanan
manusia, baik dari tumbuhan maupun hewan semua bersumber dari tanah.
b. Fase nuthfah
Melalui proses metabolisme, saripati tadi berubah menjadi nutfah. Nuṭfah
berasal dari akar kata yang berarti mengalir. Kata tersebut dipakai untuk

4
M. Hickan, dkk., Dictionary of Biology, Terj. Siti Sutarmi dkk, Kamus Lengkap Biologi, Jakarta: Erangga, hlm. 47
5
Muhammad Shalih bin Al-Utsaimin, SYarah Hadits Arba’in Imam An-Nawawiyah, Solo: Ummul Qura. 2012, hlm.
117

3
menunjukkan air yang ingin tetap dalam wadah, sesudah wadah itu dikosongkan.
Kata ‫ وطفة‬pada ayat ini diartikan sebagai air mani. Ibnu Katsir memberikan
penafsiran bahwa air mani yaitu air memancar yang keluar dari tulang punggung
laki-laki dan tulang dada perempuan yang terletak di antara tulang selangka dan
tulang di bawah payudara.
Dalam dunia kedokteran dijelaskan bahwa saat terjadi persetubuhan,
sekitar 200-300 juta spermatozoa dipancarkan ke saluran kelamin wanita.
Rombongan sel sperma ini bergerak cepat menuju rahim dan selanjutnya masuk
ke saluran telur. Namun dalam pergerakan tersebut, jumlahnya makin menyusut
hingga akhirnya hanya satu sel sperma terbaik yang berhasil menembus dinding
sel telur (ovum)
Peristiwa bersatunya sel kelamin jantan (spermatozoa) dan sel kelamin
betina (ovum) dalam dunia kedokteran disebut konsepsi. Hal inilah yang
kemudian dijelaskan oleh mufassir bahwa nuṭfah adalah percampuran antara
sperma laki-laki dengan ovum perempuan di dalam rahim yang di dalam Q.S.
alInsān/ 76: 2 disebut nuṭfah amsyāj.
c. ‘Alaqah
Kata ‘Alaqoh dari sisi bahasa Arab bermakna 3, yaitu : lintah,
sesuatu yang tergantung, segumpal darah. Ternyata tiga makna yang terkandung
di dalam kata ’Alaqoh ini tidak ada yang menyelisihi fakta
ilmiah sedikitpun.’Alaqoh bermakna sebagai lintah, Ini adalah
deskripsi yang tepat bagi embrio manusia sejak berusia 8 sampai 23
hari ketika menempel di endometrium pada uterus, serupa
sebagaimana lintah menempel di kulit. Serupa pula dengan lintah yang
memperoleh darah dari inangnya, embrio manusia juga memperoleh
darah dari endometrium deciduas saat hamil. Hal ini sangat luar biasa bagaimana
embrio yang berumur 23-24 hari bisa menyerupai seekor
lintah.
d. Mudghah
“Kemudian „alaqoh itu kami jadikan mudhghoh”

4
Kata mudghah bisa bermakna “segumpal daging” dan bisa juga bermakna
“sesuatu yang dikunyah”.17 Ini terjadi pada hari 24 dan 25 Akhir minggu ke
empat, embrio manusia tampak seperti gumpalan daging atau sesuatu yang
dikunyah. Penampakan seperti bekas kunyahan menunjukkan somit yang
menyerupai tanda gigi. Somit merepresentasikan permulaan primordial dari
vertebrae (bakal tulang belakang).
e. Tulang dan daging
Setelah tahap mudhghoh, tulang belulang dan otot terbentuk. Hal ini
sesuai dengan perkembangan embriologi. Pertama tulang terbentuk sebagai model
kartilago (tulang rawan) dan otot (daging) berkembang menyelimutinya dari
mesodermal somatic.

B. DEFINISI DNA
DNA atau Deoxyribo Nucleic Acid merupakan asam nukleat yang menyimpan
semua informasi tentang genetika. DNA inilah yang menentukan jenis rambut, warna
kulit dan sifat-sifat khusus dari manusia. DNA ini akan menjadi cetak bitu ( blue print)
ciri khas manusia yang dapat diturunkan kepada generasi selanjutnya. Sehingga dalam
tubuh seorang anak komposisi DNA nya sama dengan tipe DNA yang diturunkan dari
orang tuanya.
Secara Bahasa, Deoxyribo nucleic Acid (DNA) tersusun dari kata-kata“
deocyribosa ” yang berarti gula pentosa, “ nucleic” yang lebih dikenal dengan nukleat
berasal dari kata “nucleus” yang berarti inti serta “ acid” yang berarti zat asam.
Secara terminologi DNA merupakan persenyawaan kimia yang paling penting,
yang membawa keterangan genetik dari sel khususnya atau dari makhluk dalam
keseluruhannya dari satu generasi ke generasi berikutnya. DNA adalah bahan kimia
utama yang berfungsi sebagai penyusun gen yang
menjadi unit penurunan sifat (Hereditas ) dari induk kepada keturunannya.
H.M. Nurchalis Bakry berpendapat bahwa didalam DNA terkandung informasi
keturunan suatu makhluk hidup yang akan mengatur progam keturunan selanjutnya. Hal
yang sama dikemukakan oleh Aisjah Girinda bahwa asam nukleat atau yang biasa dikenal
dengan DNA itu bertugas untuk menyimpan dan mentransfer informasi genetik,

5
kemudian menerjemahkan informasi ini secara tepat Adapun unit terkecil pembawa
setiap informasi genetik disebut dengan gen, yang besarnya sangat berfariasi tergantung
dari jenis informasi yang dibawa untuk mengkode suatu protein. Dengan demikian
maka dapat diambil pengertian bahwa DNA adalah susunan kimia makro molekuler
yang terdiri dari tiga macam molekul, yaitu: gula pentosa, asam pospat, dan basa
nitrogen, yang sebagian besar terdapat dalam nukleas hidup yang akan mengatur program
keturunan selanjutnya.

C. KONSEP NASAB
1. Definisi Nasab
Secara etimologi istilah nasab berasal dari bahasa arab “an-nasab” yang berarti
keturunan, kerabat, memberikan ciri dan menyebabkan keturunannya. nasab juga
dipahami sebagai pertalian kekeluargaan berdasarkan hubungan darah sebagai salah
satu akibat dari perkawinan yang sah.
Sedangkan secara terminologis nasab adalah keturunan atau ikatan keluarga
sebagai hubungan darah, baik karena hubungan darah ke atas (bapak, kakek, ibu,
nenek dst) maupun ke samping (saudara, paman dll).6
Sedangkan menurut Wahbah al-Zuhaili nasab didefinisikan sebagai suatu
sandaran yang kokoh untuk meletakkan suatu hubungan kekeluargaan berdasarkan
kesatuan darah atau pertimbangan bahwa yang satu adalah bagian dari yang lain.
Misalnya seorang anak adalah bagian dari ayahnya, dan seorang ayah adalah bagian
dari kakeknya. Dengan demikian orang-orang yang serumpun nasab adalah orang-
orang yang satu pertalian darah.7 Tanpa nasab pertalian sebuah keluarga akan mudah
hancur dan putus. Karena itu Allah memberikan anugerah yang besar kepada manusia
berupa nasab Allah berfirman dalam Al-Qur‟an surat Al-Furqon ayat 54 yang
artinya: “Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu Dia jadikan
manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa”.
Dari pengertian bahasa tersebut, dapat dipahami bahwa nasab itu berarti
hubungan darah yang terjadi antara satu orang dengan yang lain baik jauh maupun
dekat. Namun, jika membaca literature hukum Islam, maka kata nasab itu akan
6
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT Ikhtiar Baru van Houve, 1999, hlm. 304
7
Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu, Jakarta: Gema Insani, 2001, hlm. 27

6
menunjuk pada hubungan keluarga yang sangat dekat, yaitu hubungan anak dengan
orang tua terutama orang tua laki-laki.8
2. Sebab-sebab terjadinya hubungan nasab
Dalam hukum Islam, para ulama sepakat mengatakan bahwa nasab seseorang
kepada ibunya terjadi dengan sebab kehamilan sebagai akibat hubungan seksual yang
dilakukannya dengan seorang lelaki, baik hubungan itu dilakukan berdasarkan akad
nikah yang sah maupun melalui hubungan gelap, samen leven, perselingkuhan dan
perzinahan.
Sedangkan nasab anak terhadap ayah kandungnya hanya bisa terjadi dan
memungkinkan dibentuk melalui tiga cara, yaitu pertama melalui perkawinan yang
sah, kedua melalui perkawinan yang fasid atau batil, termasuk dalam nikah di bawah
tangan dan ketiga, melalui hubungan badan secara syubhat.9 Adalah sebagai berikut :
a. Perkawinan yang sah
Sejatinya, seorang laki-laki baru dapat dinyatakan menjadi penyebab kehamilan
dan melahirkannya seorang ibu bila sperma laki-laki bertemu dengan ovum si ibu
atau yang dalam kitab fiqih di sebut „uluq. Pertemuan dua bibit itu menyebabkan
pembuahan dan menghasilkan janin dalam rahim si ibu.Bila anak tersebut lahir
dari hasil atau akibat perkawinan yang berlaku antara si laki-laki dengan ibu yang
melahirkannya. Hal ini sesuai pula dengan hadist nabi dari Abu Hurairoh yang
menurut Al- Bukhori dan Muslim yang bunyinya,” seseorang anak yang sah
disebabkan oleh akad nikah”.
Akan tetapi penentuan nasab dalam hal ini harus sesuai dengan syarat-syarat
sebagai berikut :
1) Sang suami termasuk orang yang secara adat sudah mampu menghamili istri
2) Kelahiran anak terjadi setelah enam bulan dari waktu nikah menurut pendapat
ulama Hanafiyah, dan dari pertama bersenggama setelah nikah menurut
pendapat mayoritas ulama
3) Keadaan yang memungkinkan pertemuan kedua mempelai secara langsung
setelah akad nikah.
b. Perkawinan yang fasid atau batil
8
Muhammad Jawal Mugniyah, Fiqih Lima Mazhab, Jakarta: Lentera, 1996, hlm. 383
9
Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Asillatuhu, Jakarta: Gema Insani, 2011), hlm. 28

7
Perkawinan fasid atau batil adalah perkawinan yang dilangsungkan dalam
keadaan kekurangan rukun dan syarat, baik keseluruhan maupun sebagian.
Mengenai kecacatan atau kekurangan dalam nikah fasid atau batil para ulama
berbeda pendapat. Menurut mazhab Hanafi, Kalau fasid itu letak kecacatan dan
kerusakannya pada sifat dari beberapa sifat akad diluar esensi rukun, sedangkan
batil, letak kecacatan atau kerusakannya terdapat dalam asas akad yang berupa
rukun suatu perbuatan. Mazhab Maliki nikah fasid atau batil itu sama yaitu nikah
yang didalamnya terdapat unsur cacat, baik menyangkut rukun dan syaratnya.
Mazhab Syafi‟i memberikan pengertian nikah fasid yaitu suatu akad yang cacat
syaratnya, sedangkan nikah batil nikah yang cacat rukunnya. Mazhab Hanbali,
nikah fasid yaitu nikah yang cacat syarat-syaratnya. Akan tetapi ulama fiqih
mengemukakan tiga syarat dalam penetapan nasab anak dalam pernikahan yang
fasid tersebut, yaitu:
1) Suami mempunyai kemampuan menjadikan istrinya hamil, seorang yang
baligh, dan tidak mempunyai penyakit yang dapat menyebabkan istrinya tidak
bisa hamil
2) Hubungan seksual yang benar telah dilaksanakan
3) Anak dilahirkan dalam waktu enam bulan atau lebih setelah terjadi akad nikah
fasid tersebut (menurut jumhur ulama) dan sejak hubungan senggama
(menurut Mazhab Hanafi). Apabila anak itu lahir dalam waktu sebelum enam
bulan setelah akad nikah atau melakukan hubungan senggama, maka anak itu
tidak bisa di-nasabkan kepada suami wanita tersebut. Apabila anak lahir
setelah pasangan suami istri melakukan senggama dan berpisah, dan anak
lahir sebelum masa maksimal masa kehamilan. Maka anak tersebut di-nasab-
kan kepada suaminya, akan tetapi, apabila kelahiran anak melebihi masa
maksimal kehamilan, maka anak tersebut tidak bisa dinasabkan kepada
suaminya.
c. Wathi’ Syubhat
Dalam konteks hubungan senggama secara syubhat, maka yang di maksud
senggama syubhat (wath’ial-syubhat) adalah seorang lelaki yang menyetubuhi
seorang yang di haramkan atasannya, tapi dia tidak mengetahui hokum haram itu.

8
Ketidaktahuan atau syubhat ada dua macam yaitu: syubhah akad yang disertai
persetubuhan, dan syubhah yang persetubuhan tanpa akad. Yang dimaksud
dengan syubhah akad adalah akad yang dilakukan oleh seorang lelaki atau
seorang perempuan, kemudian diketahui bahwa ternyata akad tersebut tidak sah
karena suatu sebab. Adapun yang dimaksud syubhat persetubuhan tanpa akad
ialah persetubuhan yang dilakukan oleh seorang lelaki dengan seorang
perempuan, padahal tidak terjadi akad di antara mereka, baik akad terakhir, maka
anak itu dinisbatkan kepada suaminya yang kedua, sedangkan jika ia melahirkan
anaknya itu kurang dari enam bulan (dari persetubuhan yang terakhir), maka anak
itu dinisbatkan kepada suaminya yang pertama.
Namun pendapat ini tidak berlaku bagi orang gila, tidur, atau mabuk,
karena mereka tidak tahu keadaan diri mereka sendiri. Sebegitu halnya
sehubungan dengan syubhah dalam akad, karena tidak ada perbedaan antara akad
yang sah dan akad yang tidak sah, kecuali dalam hal keharusan memisahkan si
pria dan wanita bila diketahui bahwa akadnya tidak sah.
3. Cara menetapkan hubungan nasab10
Garis nasab keturunan bisa ditentukan dengan tiga cara sebagai berikut:
a. Pernikahan yang sah ataupun fasid (rusak)
Pernikahan yang sah dan pernikahan yang fasid termasuk salah satu sebab
penentu garis nasab keturunan . secara ptakteknya, garis nasab ditentukan setelah
pernikahan meskipun fasid atau nikah urfi, yaitu akad nikah yang dilakukan tanpa
ada bukti nikah di catatan sipil
b. Pengakuan garis nasab atau keturunan
Pengakuan nasab ada dua macam, iqrar nasab untuk dirinya sendiri dan
iqrar nasab yang dibebankan pada orang lain.
c. Pembuktian
Alat bukti dalam hal menentukan nasab adalah berupa kesaksian, dimana status
kesaksian ini lebih kuat dari pada sekedar pengakuan, sebab kesaksian sebagai
alat bukti selalu melibatkan orang lain sebagai penguat. Mengenai kondisi saksi,
hendaknya saksi benarbenar mengetahui atau mendengar dengan pasti atau positif

10
Nur Laily Nusroh, Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam, Jakarta : Amzah, 2013, hal. 30

9
akan kesaksiannya, dan hendaknya ia mengetahui dan mendengarnya dengan
mata dan telinganya sendiri secara nyata. Menurut Abu Hanifah dan Muhammad
kesaksian yang bisa di jadikan pembuktian nasab adalah kesaksian dua orang
lelaki, atau seorang lelaki dan seorang perempuan. Tetapi, menurut Malikiyah
cukup dengan kesaksian dua orang lelaki, sedangkan menurut Syafi‟iyah,
Hanabilah, dan Abu Yusuf, harus dengan kesaksian seluruh ahli waris.11

D. KONSEP MAQASYID SYARI’AH MENURUT IMAM SYATIBI12


Secara terminologi, maqashid berarti makna-makna dan hikmahhikmah dan
sejenisnya yang dikehendaki Tuhan dalam tiap syariat baik umum maupun khusus, guna
memastikan maslahat hamba-Nya. Maksud dari „makna‟ di sini adalah sebab, maksud
dan sifat. „Hikmah‟ berarti sifat, sifat syariat Islam yaitu mendapatkan mahlahah.
„Dikehendaki tuhan dalam tiap syariat‟ dimaksudkan bahwa tuhan menginginkan dalam
syariat-Nya. Arti dari „baik umum dan khusus‟ adalah mencakup syariat umum yang
berisi tentang dalil-dalil syariah dan khusus berisi hukumhukum. Sedangkan makna dari
„guna memastikan maslahat hamba-Nya‟ adalah bahwa apa yang yang disyariatkan
Tuhan tidak lain untuk maslahat hamba-Nya di dunia dan akhirat.
Kemashlahatan yang menjadi tujuan syariat ini dibatasi dalam lima hal, agama,
jiwa, akal, keturunan dan harta. Setiap hal yang mengandung penjagaaan atas lima hal ini
disebut maslahah dan setiap hal yang membuat hilangnya lima hal ini disebut mafsadah.
Adapun setiap hal yang menjadi perantara terjaganya lima hal ini, dibagi menjadi tiga
tingkatan kebutuhan yaitu al-dlorruriyat, al-hajiyat dan altahsinat.
Maslahat dhoruriyat Definisinya adalah tingkat kebutuhan yang harus ada atau
disebut juga kebutuhan primer, yaitu: a). Hifz al-Din b). Hifz al-Nafs c). Hifz al-„aql d).
Hifz al-Nasl, dan e). Hifz al-mal.
Maslahat al-Hajiyat Yaitu sesuatu hal yang pasti harus ada untuk memenuhi hajat
kebutuhan, seperti pensyariatan aturan-aturan jual beli, pinjammeminjam, nikah dan
sebagian besar muamalat dengan ketentuan bahwa maslahat al-Hajiyat mengikuti
maslahat dharuriyat karena Hajiyat itu harus mengikut maslahat Dharuriyah.

11
Wahbah az-Zuhaili, hlm. 42.
12
Nur Asiyah, SKRIPSI, Syariah dan Hukum/Perbandingan mazhaB: Hukum Melakukan Kloning Pada Manusia (Studi
Perbandingan Fatwa Syeikh Yusuf Qaradhawi dan Fatwa Syeikh Muhammad Husein Fadhlullah), Aceh, 2016

10
Maslahat al-tahsiniyat Yaitu segala sesuatu yang dikembalikan kepada kebiasaan
yang baik, akhlaq yang baik, perasaan yang sehat, sehingga umat Islam menjadi umat
yang disenangi. Maka termasuk ke dalamnya adalah menjauhi sifat poya-poya, sifat pelit,
menetapkan sekufu dalam pernikahan, adab makan dan lainnya yang merupakan akhlaq
yang terpuji.

BAB III

DATA PENELITIAN

A. Kloning Pada Manusia


1. Pengertian Kloning13

13
Yulia Fauziyah, Cecep Triwibowo, Bioteknologi Kesehatan “Dalam Perspektif Etika dan Hukum”...hlm.94

11
Kloning berasal dari bahasa inggris yaitu cloning. Pendapat lain mengatakan
bahwa cloning berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata klon yang berarti tangkai.
Klon sebagai kata benda berarti suatu individu yang dihasilkan secara aseksual, suatu
individu yang berasal dari sel somatic tunggal orang tuanya dan secara genetic
identic. Klon dalam kata kerja adalah suatu populasi sel atau organisme yang
terbentuk dari pembe;ahan yang berulang (aseksual) dari satu sel atau organisme.
Setiap kloning manusia memerlukan sel somatik dan tetap memerlukan sel telur.
Sel somatic adalah semua sel, selain sel reproduksi. Dalam setiap sel terdapat organel
berupa dinding sel, membrane sel, nucleus. Dinding sel berfungsi untuk melindungi
dan menguatkan sel. Membran sel sebagai pengatur peredaran zat dari dan kedalam
sel. Nucleus adalah seluruh kegiatan hidup dari sel, termasuk proses
perkembangbiakkan.
Dengan kata lain, kloning adalah proses memperoleh keturunan (reproduksi)
secara aseksual suatu sel tunggal. Sel tunggal yang dimaksudkan di sini adalah inti sel
tubuh hewan dan manusia atau sel daun pada tumbuhan. Hasil kloning adalah klon,
yaitu populasi yang berasal dari satu sel atau organisme yang mempunyai rangkaian
kromosom yang sama dan sifat yang identik dengan induk asalnya. Kloning juga
berarti “pembentukan dua individu/lebih yang identik secara genetik.” Dengan
demikian, kloning merupakan teknik reproduksi secara aseksual dengan kode genetik
yang sama dengan induknya pada makhluk hidup tertentu, baik berupa tumbuhan,
hewan maupun manusia.
2. Prosedur Kloning
Kloning manusia dilakukan dengan cara mengambil inti sel tubuh (nukleus)
seseorang, lalu dimasukkan ke dalam sel telur wanita (setelah intinya dihilangkan/
dimandulkan). Lalu dengan bantuan cairan kimiawi khusus dan rangsangan arus
listrik, inti sel digabungkan dengan sel telur. Setelah proses penggabungan terjadi, sel
telur yang telah bercampur dengan inti sel itu diransfer ke dalam rahim seorang
wanita, agar dapat memperbanyak diri, berkembang, berdiferensiasi dan tumbuh
menjadi janin yang sempurna. Selanjutnya itu dilahirkan secara alami.16 Anak yang
dilahirkan melalui proses reproduksi kloning memiliki kode genetika sama dengan
kode genetik orang atau pemilik inti sel tubuh yang ditanamkan ke dalam sel telur

12
wanita. Dalam kaitan ini, anak ahsil kloning tidak akan mewarisi gen (sifat menurun)
dari wanita yang mengandungnya bila inti sel itu berasal dari luar (donor), baik donor
laki-laki maupun wanita.
Realitas ini terwujud karena pembuahan dalam proses reproduksi kloning
manusia terjadi pada sel-sel tubuh manusia, bukan pada sel-sel kelaminnya.. Memang
dalam tubuh manusia terdapat miliaran bahkan triliunan sel. Dalam setiap sel tubuh
manusia terdapat 46 kromosom (materi genetik yang mengandung sifat yang
diturunkan pada manusia), kecuali sel-sel kelamin dalam testis laki-laki dan indung
telur wanita, yang hanya mengandung 23 kromosom17 atau separo dari jumlah
kromosom pada sel-sel tubuh. Dalam hubungan ini, fungsi inti sel tubuh identik
dengan fungsi sel sperma (laki-laki) yang dapat membuahi sel telur wanita (yang
telah dikosongkan inti selnya atau dimandulkan).
Walaupun reproduksi manusia secara kloning hampir sama dengan bayi tabung,
akan tetapi sebenarnya bayi tabung berbeda dengan kloning, antara lain: 1). Pada
pembuahan alami dan inseminasi buatan (bayi tabung), sel sperma lakilaki yang
mengandung 23 kromosom bertemu dengan sel telur wanita yang juga mengandung
23 kromosom. Pada saat terjadi ovulasi (pembuahan antara sel sperma dengan sel
telur), maka jumlah kromosom embrio menjadi 46 kromosom. Sehingga anak yang
dilahirkan akan memiliki ciri hereditas yang berasal dari kedua orang tuanya, baik
laki-laki maupun wanita. Sedangkan dalam proses kloning manusia, inti sel tubuh
seseorang itu mengandung 46 kromosom, sehingga anak hasil kloning hanya
mempunyai kesamaan sifat dengan pemilik inti sel tubuh. Hal itu ibarat hasil foto
copy selembar gambar pada mesin foto copy yang berwarna yang berupa selembar
gambar aslinya tanpa ada perbedaan sedikit pun; dan, 2). Proses pembuahan alami
dan inseminasi buatan (bayi tabung) membutuhkan adanya laki-laki dan wanita
dengan adanya sel-sel kelamin, sedangkan proses kloning dapat berlangsung tanpa
adanya laki-laki serta terjadi pada sel-sel tubuh, bukan sel-sel kelamin. Jelasnya,
kloning manusia dapat terjadi meski dengan seorang wanita saja tanpa melibatkan
laki-laki.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses kloning telah menyingkap fakta
bahwa pada sel tubuh manusia dan hewan terdapat potensi menghasilkan keturunan,

13
apabila inti sel tubuh tersebut ditanamkan pada sel telur wanita yang telah
dihilangkan inti selnya. Jadi, sifat inti sel tubuh tersebut laksana sperma laki-laki yang
dapat membuahi sel telur wanita. Dihilangkannya inti sel telur (ovum) wanita dalam
proses kloning berkaitan dengan prosedur ilmiah karena dalam sel telur itu terdapat
23 kromosom.
Kalau inti sel telur tidak dihilangkan, maka inti sel tubuh yang akan ditanamkan
pada sel telur itu tidak akan terwujud, karena jika hal itu terjadi maka secara teoritis
kromosom janin melalui proses kloningh itu akan berjumlah 69 buah (46 dari inti sel
tubuh dan 23 buah dari sel telur). Padahal jumlah kromosom manusia hanya 46 buah.
Karena itulah, inti sel telur harus dihilangkan.
3. Metode melakukan kloning
Secara umum dikenal beberapa cara untuk melakukan kloning :
a. Artificial embryo twinning Cara ini relatif lowtech, yang mencontohi proses
alamiah terjadinya kembar identik. Pada embrio yang masih dini dilakukan
separasi secara manual sehingga menghasilkan sel-sel individu, yang selanjutnya
akan membelah dan berkembang. Embrio ini diimplantasikan pada inang subtitusi
sampai cukup bulan dan kemudian dilahirkan. Oleh karena embrio-embrio klon
ini berasal dari zigot yang sama maka mereka secara genetik identic
b. Somatic cell nuclear transfer (SCNT) Cara ini agak berbeda dengan artificial
embryo twinning tetapi memberi hasil yang relatif sama yaitu salinan genetik
yang sama. Sel somatik yang dipakai adalah selsel di dalam tubuh selain sel
sperma dan sel telur. Pada mamalia setiap sel somatik mempunyai dua set
kromosom yang lengkap. Inti sel somatik ditransfer ke sel telur yang telah
dilakukan enukleasi. Sel telur dengan inti baru ini akan berlaku sebagai zigot,
yang kemudian diimplantasikan ke inang subtitusi. SCNT bertujuan utama untuk
menghasilkan embrio yang akan digunakan pada riset, terutama riset sel punca.
Selsel ini kemudian dipanen untuk digunakan pada riset bioteknologi dengan
harapan dapat diaplikasikan bagi berbagai aspek yang menunjang kesejahteraan
manusia, termasuk aspek kesehatan dan pengobatan.
4. Jenis Kloning
a. Kloning molekul (Molecular cloning)

14
Di dalam alam DNA tersusun sangat panjang dimana satu molekul tunggal
menyandang banyak gen. Untuk organisme multisel gen menempati hanya
sebagian kecil dari DNA kromosom; sisanya merupakan sekuens nukleotid yang
berulang dan noncoding. Sebagai contoh, gen manusia menyusun 1/100.000
molekul DNA dimana ia terdapat. Kloning DNA bertujuan menghasilkan
sejumlah besar DNA yang identik, termasuk gen, promotor, sekuens noncoding,
dan fragmen DNA, untuk penelitian lanjut atau menggunakan DNA pada
organisme yang intak untuk menghasilkan protein yang bermanfaat baik bagi
penelitian maupun aplikasi bagi kesehatan manusia.
Kloning dilakukan dengan menggunakan bakteri dan plasmid. Plasmid
merupakan molekul DNA sirkular berukuran kecil, tetapi mempunyai ukuran
sama atau bahkan lebih besar dari ukuran bahan genetik utamanya (kromosom
bakteri), dan bereplikasi di dalam sel bakteri. Dalam hal melakukan kloning gen
atau potongan DNA, plasmid asal (cloning vector) diisolasi dari sel bakteri. Gen
sel tertentu disisipkan ke dalam plasmid, sehingga terbentuk plasmid dengan
DNA rekombinan. Plasmid yang baru dimasukkan ke dalam sel bakteri, dan
terbentuk bakteri rekombinan yang akan membentuk sel klon. Gen yang
disisipkan akan terikut pada bakteri yang bermitosis. Klon bakteri ini akan
menghasilkan protein yang sesuai dengan gen yang disisipkan. Produk protein
yang dihasilkan dapat digunakan untuk penelitian lanjut atau diaplikasikan bagi
kesehatan manusia ataupun bidang lainnya. Sebagai contoh perusahaan farmasi
menghasilkan berbagai jenis hormon dengan menggunakan bakteri yang
menyandang gen manusia. Gen yang resisten terhadap hama dari satu spesies
dapat diklon dan disisipkan ke spesies yang lain. Secara umum kloning fragmen
DNA mencakup lima langkah strategi kloning:

Isolasi
Isolasi dan pemurnian DNA sel sampel
Fragmentasi
Fragmentasi dengan menggunakan enzim restriksi yang memisahkan untaian
DNA
Ligasi

15
Ligasi untuk melekatkan potonganpotongan DNA dalam sekuens yang
diinginkan. Fragmen DNA dicampurkan dengan plasmid yang telah dipotong
dengan enzim restriksi yang sama. DNA ligase ditambahkan untuk mengikatkan
fragmen DNA ke plasmid.
Transfeksi
Transfeksi untuk menyisipkan potongan baru DNA ke dalam sel.
Seleksi
Skrining/seleksi: seleksi sel-sel yang berhasil ditransfeksi dengan DNA baru.
5. Manfaat dan Madharat Kloning
a. Kloning tidak sama dengan, dan sedikitpun tidak berarti, penciptaan, melainkan
hanya sekedar penggandaan.
b. Secara umum, koling terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan akan membawa
kemanfaatan dan kemaslahatan kepada umat manusia.
c. Kloning terhadap manusia dapat membawa manfaat, antara lain : rekayasa genetic
lebih efisien dan manusia tidak perlu khawatir akan kekurangan organ tubuh
pengganti (jika memerlukan) yang biasa diperoleh donor; dengan kloning ia tidak
akan lagi merasa kekurangan ginjal, hati, jantung, darah dsb, karena ia bisa
mendapatkannya dari manusia hasil teknologi kloning.
d. Kloning terhadap manusia juga dapat menimbulkan mafsadat( dampak negative)
yang tidak sedikit; antara lain
1) Menghilangkan nasab anak hasil kloning yang berakibat hilangnya banyak
hak anak terabaikan nya sejumlah hukum yang timbul dari nasab.
2) Institusi perkawinan yang telah disyariatkan sebagai media berketurunan
secara sah menjadi tidak diperlukan lagi, karena proses reproduksi dapat
dilakukan tanpa melakukan hubungan seksual.
3) Lembaga keluarga (yang melalui perkawinan) akan menjadi hancur, dan
pada gilirannya akan terjadi pula kehancuran moral (akhlak), budaya,
hokum dan syariat islam lainnya.
4) Hilangnya maqashid syariah dari perkawinan

16
BAB IV

ANALISIS DATA

A. Tinjauan Nasab Terhadap kolonig pada Manusia perspektif Maqashid Syariah


Proses “reproduksi” manusia melalui kloning, dilihat dari aspek pemeliharaan
agama, jiwa dan akal, tidak menimbulkan dampak negative terhadap eksistensi agama

17
dan jiwa karena justru melahirkan jiwa yang baru, begitu pula pada kloning manusia
tidak mengancam eksistensi akal manusia bahkan dapat mencapai kesuksesan. Manusia
juga dapat merekayasa kelahiran manusia yang jenius. Akan tetapi dilihat dari
pemeloharaan keturunan (hifdzun nasl), kloning terhadap manusia perlu dipertanyakan.
Karena proses kloning hanya mewarisi gen dari pemilik sel tubuh. Jika pemilik sel tubuh
yang dimasukkan ke dalam sel telur itu berasal dari laki-laki yang terikat perkawinan
yang sah (suami dari pemilik sel telur), maka menurut islam anak yang dilahirkan itu
adalah anak sah, namun secara genetika ia hanya mewarisi gen anaknya. Apalagi jika sel
tubuh berasal dari tubuh istri, maka secara genetika anak itu hanya mempunyai ibu tanpa
ayah. Hal itu akan lebih parah lagi jika sel tubuh dan rahim berasal dari donor, maka anak
yang dilahirkan dari proses kloning itu semakin tidak jelas nasabnya. Sebab rahim wanita
yang menjadi tempat pemindahan sel telur yang telah dibuahi oleh inti sel donor hanya
sekedar penampung saja.
Anak yang dilahirkan melalui proses kloning tidak mempunyai status nasab yang
jelas. Padahal nasab seseorang sangat erat kaitannya dengan syariat Islam seperti
perkawinan, waris, dan hubungan kemahraman. Jadi, kloning dapat mengaburkan bahkan
menghilangkan status nasab, dan hal ini diancam oleh Rasulullah SAW dengan laknat
Allah, sesuai sabdanya: ”Barangsiapa yang menghubungkan nasab kepada yang bukan
ayahnya atau (seorang budak) bertuan (taat) kepada selain tuannya, maka dia akan
mendapat kutukan dari Allah, para malaikat dan seluruh manusia”. 26 (HR. Ibn Majah
dari Ibn Abbas).
Sebenarnya kloning berlangsung melalui sunnatullah, tetapi proses sunnatullah
haruslah bersesuaian dengan moral syariat Allah. Artinya, manusia memiliki kebebasan
merekayasa sunnatullah dalam alam raya ini, namun ia harus memperhatikan keselarasan
antara rekayasanya dengan moral syariat. Karena syariat berkaitan dengan kemaslahatan
hidup manusia. Jika hal itu tidak diindahkan maka kemampuan science dan teknologi
manusia justru membawa manusia kepada keterpurukan dan kehancuran kemanusiaan.
Proses penciptaan manusia sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an melalui
sunnatullah. Begitu pula proses kloning manusia adalah proses “penciptaan” manusia
melalui sunnatullah dengan keikutsertaan manusia dalam merekayasa sebagian proses
sunnatullah tersebut. Sunnatullah itu dapat diketahui dan direkayasa dengan kemajuan

18
ilmu pengetahuan manusia, karena sunnatullah sendiri merupakan suatu ketetapan yang
tidak berubah (exact). Karena kepastiannya dan kemapanan sunnatullah itu sehingga
manusia dapat membuat formulasinya dan merekayasanya dengan metode yang lain
setelah mempelajari substansi zat yang berperan dalam proses reproduksi manusia. Sifat
eksak sunnatullah itu telah diisyaratkan dalam QS. Al-Fath (48): 23 yaitu “Sebagai
suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan
menemukan peubahan bagi sunnatullah itu”.

BAB V

PENUTUP

KESIMPULAN

19
Berdasarkan pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa kloning merupakan teknologi
reproduksi makhluk hidup secara aseksual. Dalam hal ini reproduksi manusia secara kloning,
mendayagunakan potensi sel tubuh manusia yang setelah dihilangkan inti selnya ternyata
berpotensi seperti sperma, mampu membuahi sel telur wanita yang telah dimandulkan.
Kesuksesan kloning pada hewan, tumbuhan dan manusia pada dasarnya telah sesuai dengan
sunnatullah, namun demikian tidak menjadi justifikasi hukum Islam terhadap kloning manusia.
Secara hukum, kloning manusia pada satu sisi memiliki manfaat untuk manusia. Dari sudut ilmu
pengetahuan, kloning manusia dapat menunjang perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Begitu pula dari segi akidah, tidak melanggar ‘wilayah kodrati Ilahi. Tetapi pada sisi hukum dan
moral, kloning manusia mengancam harkat martabat manusia, karena anak yang dilahirkan
walaupun berasal dari sel tubuh ayah, ovum dan rahim ibunya, namun sifat genetik anak hanya
berasal dan serupa dengan ayahnya dan tidak memiliki sifat genetik dengan ibunya sehingga
memiliki dampak negatif secara sosial, psikologis, dan hukum. Anak-anak hasil kloning
memiliki ciri fisik yang sama sehingga menimbulkan problem dalam penyelidikan, penyidikan
pelaku perkara pidana. Begitu juga akan membingungkan dalam tatanan hubungan antara suami
dengan ipar perempuan atau istri dengan ipar laki-laki lantaran iparnya memiliki ciri fisik yang
sama dengan suami atau istrinya. Apalagi jika sel tubuh, ovum dan rahim dari ibu si anak
kloning maka ciri fisik dan nasab hanya dengan ibu saja. Hal itu akan berdampak buruk dalam
nasab, perkawinan, kewarisan, perwalian, dan tanggungjawab ayah kepada anak atau
sebaliknya. Apalagi pemeliharaan nasab (hifȥ al-nasl) memiliki posisi yang sangat penting dalam
hukum Islam. Karena itu hukum Islam di Indonesia melarang kloning manusia, baik yang diatur
dalam fiqh maupun fatwa Majelis Ulama Indonesia.

SARAN

Penulis mengharapkan kepada para ilmuan agar tidak melakukan tindakan Kloning pada manusia
yang berakibat fatal sehingga dapat melanggar syariat Islam dan kode etik kedokteran. Meskipun
ada beberapa manfaat dalam hal itu. Karena sebelum percobaan itu sukses, akan banyak embrio-

20
embrio yang akan dibuang. Kemudian penulis mengharapkan kepada pembaca agar tidak
menyalahkan maupun meragukan pendapat tersebut. Karena setiap mengeluarkan pendapat,
selalu merujuk pada al-Qur’an dan Hadis.

DAFTAR PUSTAKA

Azis Mustofa, Imam Musbikin, 2001, Kloning Manusia Abad XXI, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Nurul Irfan, 2013, Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam, Jakarta: Sinar Grafika Offset

21
Abdul Aziz Dahlan, 1999, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT Ikhtiar Baru van Houve

Wahbah al-Zuhaili, 2001, Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu, Jakarta: Gema Insani

M. Hickan, dkk., Dictionary of Biology, Terj. Siti Sutarmi dkk, Kamus Lengkap Biologi, Jakarta:
Erangga

Muhammad Shalih bin Al-Utsaimin, 2012, SYarah Hadits Arba’in Imam An-Nawawiyah, Solo:
Ummul Qura

Muhammad Jawal Mugniyah, 1996, Fiqih Lima Mazhab, Jakarta: Lentera

Yulia Fauziyah, Cecep Triwibowo, Bioteknologi Kesehatan “Dalam Perspektif Etika dan
Hukum”

Nur Asiyah, SKRIPSI, 2016, Syariah dan Hukum/Perbandingan mazhaB: Hukum Melakukan
Kloning Pada Manusia (Studi Perbandingan Fatwa Syeikh Yusuf Qaradhawi dan Fatwa Syeikh
Muhammad Husein Fadhlullah), Aceh

22

Anda mungkin juga menyukai