Oleh :
Nama
: Umi Kulsum
NIM
: 13010111130026
Identitas Buku
Judul
: Serat Purusangkara
Pengarang
: Empu Sindungkara
Penyalin
: R. NG. Ranggawarsita
Koleksi
: Museum Radyapustaka
Halaman
: 150 halaman
Jenis Sastra
Arti:
Hai anakku Patih Sudarma, katakanlah kepada putraku kaki Prabu Purusangkara, putriku
nini Dewi Pramesthi dan kedua adiknya kini tidak lagi diperlukan pengabdiannya kepada
anak Prabu (Purusangkara) bersaudara serta kemudian dikembalikan kepadaku lagi sudah
kuterima semua, hanya pesanku kepadamu anakku (hendaknya) segera disampaikan
kepada anakku Prabu Purusangkara, supaya (kita) saling melestarikan dan melanjutkan
tali perdamaian janganlah saling mengubah kerukunan persaudaraan. Hanya itu saja
sampaikanlah kepada anak Prabu di Yawastina
Penjelasan :
Prabu Jayapurusa berpesan kepada patih Sudarma supaya disampaikan kepada Prabu
Purusangkara bahwa Prabu Jayapurusa menerima perlakuan pengembalian ketiga
putrinya. Jayapurusa tetap mengharapkan bahwa kejadian yang menyakitkan hati
cukuplah sampai disitu saja, janganlah sampai berlanjut menjadi perpecahan
persaudaraan.
Telas pangendikanipun Sang Hyang Narada, Prabu Jayapurusa dupi amiyarsa
langkung ngungun asmu welas datheng putra mantu katiga pisan sarta rumaos
gegetun dhateng sirnaning praja Yawastinan sawadya balanipun , awekasan Prabu
Jaypurusa kumembeng mijil kang waspa, dahat kararantan dhateng tresnaning
putra mantu. Sang Hyang Narada tansah anglipur amrih lipuring rudatin.
Arti :
Selesai sabda Sang Hyang Narada, selesai mendengar itu, Prabu Jayapurusa sangat heran
bercampur kasihan kepada ketiga putra mantunya serta menyesal atas kehancuran
Yawastina beserta bala tentaranya, Prabu Jayapurusa meneteskan air mata kesedihan yang
teramat dalam karena rasa kasih cintanya kepada putra menantu. Sang Hyang Narada
senantiasa menghibur agar kesedihannya berkurang.
Penjelasan :
Perasaan berdosa dan penyesalan yang sangat dalam terasa bagi Prabu Jayapurusa saat
mendengar berita Kerajaan Yawastina beserta bala tentara dan rakyat yang tidak berdosa
tenggelam. Berita itu ia peroleh dari Sang Hyang Narada yang kemudian ikut menghibur
sang Prabu.
Komentar
Sastra Jawa ini berbentuk prosa, yang kemudian mudah dipahami karena tersampaikan
secara lugas. Tidak seperti tembang dan sejenisnya yang diimbuhi keindahan tata bahasa
yang kadang sulit untuk di mengerti, serat ini seperti bercerita sejarah tentang penggalan
hidup seorang Raja bernama Purusangkara.
Karena berlatarkan sejarah sebuah kerajaan, pengaruh agama Hindu sangat kental.
Terutama mengenai dewa-dewa yang kemudian menjelma/menitis menjadi manusia.
Lokalitas sangat terasa sekali, karena masing-masing kerajaan akan semakin
memperluaskan wilayahnya dengan cara pernikahan, meskipun dalam cerita ini maksud
itu lebih teruntuk perbaikan tali silahturahmi.
Kehormatan akan suatu kerajaanpun sangat menunjukkan gengsi yang tinggi bagi orang
jaman itu, bila meras tersinggung atas sikap tertentu perang sering kali menjadi jalan
keluar favorit. Menjatuhkan rakyat yang tidak berdosa dan hanya demi gengsi sang
pemimpin semata.