Anda di halaman 1dari 17

Senyawa yang pada dosis terapetik

meringankan atau menekan rasa nyeri tanpa


memiliki kerja anastesi umum. analgesik
berasal dari kata Yunani an- (tanpa) dan algia (nyeri)

Berdasarkan aksinya, obat-abat analgetik


dibagi menjadi 2 golongan :
Analgesik nonopioid
Analgesik opioid

Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target


aksi pada enzim, yaitu enzim siklooksigenase
(COX). COX berperan dalam sintesis mediator
nyeri, salah satunya adalah prostaglandin.
Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah
mengeblok pembentukan prostaglandin dengan
jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang
terluka dengan demikian mengurangi
pembentukan mediator nyeri . Mekanismenya
tidak berbeda dengan NSAID dan COX-2
inhibitors.

a. Salicylates
Contoh obatnya: Aspirin, mempunyai kemampuan menghambat
biosintesis prostaglandin. Kerjanya menghambat enzim siklooksigenase
secara ireversibel, pada dosis yang tepat,obat ini akan menurunkan
pembentukan prostaglandin maupun tromboksan A2, pada dosis yang
biasa efek sampingnya adalah gangguan lambung (intoleransi). Efek ini
dapat diperkecil dengan penyangga yang cocok (minum aspirin bersama
makanan yang diikuti oleh segelas air atau antasid).
b. p-Aminophenol Derivatives
Contoh obatnya : Acetaminophen (Tylenol) adalah metabolit dari
fenasetin. Obat ini menghambat prostaglandin yang lemah pada jaringan
perifer dan tidak memiliki efek anti-inflamasi yang bermakna. Obat ini
berguna untuk nyeri ringan sampai sedang seperti nyeri kepala, mialgia,
nyeri pasca persalinan dan keadaan lain. Efek samping kadang-kadang
timbul peningkatan ringan enzim hati. Pada dosis besar dapat
menimbulkan pusing,mudah terangsang, dan disorientasi.

c. Indoles and Related Compounds


Contoh obatnya : Indomethacin (Indocin), obat ini lebih
efektif daripada aspirin, merupakan obat penghambat
prostaglandin terkuat. Efek samping menimbulkan efek
terhadap saluran cerna seperti nyeri abdomen, diare,
pendarahan saluran cerna, dan pancreatitis, serta
menimbulkan nyeri kepala, dan jarang terjadi kelainan
hati.
d. Fenamates
Contoh obatnya : Meclofenamate (Meclomen), merupakan
turunan asam fenamat, mempunyai waktu paruh pendek,
efek samping yang serupa dengan obat-obat AINS baru
yang lain dan tak ada keuntungan lain yang melebihinya.
Obat ini meningkatkan efek antikoagulan oral.
Dikontraindikasikan pada kehamilan.

e. Arylpropionic Acid Derivatives


Contoh obatnya : Ibuprofen (Advil), tersedia bebas
dalam dosis rendah dengan berbagai nama dagang.
Obat ini dikontraindikasikan pada mereka yang
menderita polip hidung, angioedema, dan reaktivitas
bronkospastik terhadap aspirin. Efek samping: gejala
saluran cerna.
f. Pyrazolone Derivatives
Contoh obatnya : Phenylbutazone (Butazolidin) untuk
pengobatan artristis rmatoid, dan berbagai kelainan
otot rangka. Obat ini mempunya efek anti-inflamasi
yang kuat. Tetapi memiliki efek samping yang serius
seperti agranulositosis, anemia aplastik, anemia
hemolitik, dan nekrosis tubulus ginjal.

g. Oxicam Derivatives
Contoh obatnya : Piroxicam (Feldene), obat AINS
dengan struktur baru. Waktu paruhnya panjang untuk
pengobatan artristis rmatoid, dan berbagai kelainan
otot rangka. Efek sampingnya meliputi tinitus, nyeri
kepala, dan rash.

h. Acetic Acid Derivatives


Contoh obatnya : Diclofenac (Voltaren), obat ini
adalah penghambat siklooksigenase yang kuat
dengan efek antiinflamasi, analgetik, dan antipiretik.
Waktu parunya pendek. Dianjurkan untuk pengobatan
artristis rematoid, dan berbagai kelainan otot rangka.
Efek sampingnya distres saluran cerna, perdarahan
saluran cerna, dan tukak lambung.

i. Miscellaneous Agents
Contoh obatnya : Oxaprozin (Daypro), obat
ini mempunyai waktu paruh yang panjang.
Obat ini memiliki beberapa keuntungan dan
resiko yang berkaitan dengan obat AINS lain.

Terikatnya opioid pada reseptor


menghasilkan pengurangan masuknya ion
Ca2+ ke dalam sel, selain itu mengakibatkan
pula hiperpolarisasi dengan meningkatkan
masuknya ion K+ ke dalam sel. Hasil dari
berkurangnya kadar ion kalsium dalam sel
adalah terjadinya pengurangan terlepasnya
dopamin, serotonin, dan peptida penghantar
nyeri, seperti contohnya substansi P, dan
mengakibatkan transmisi rangsang nyeri
terhambat.

Reseptor , memperantarai efek analgetik


mirip morfin, euforia, depresi napas, miosis,
berkurangnya motilitas saluran cerna
Reseptor diduga memperentarai analgesia
seperti yang ditimbulkan pentazosin, sedasi
serta miosis dan depresi napas yang tidak
sekuat agonis
Reseptor , memegang peranan penting
dalam menimbulkan depresi napas

a. Fenantren
Morfin, Hidromorfin, dan oksimorfon merupakan
agonis kuat yang bermanfaat dalam pengobatan
nyeri hebat. Heroin adalah agonis yang kuat dan
bekerja cepat.
b. Fenilheptilamin
Metadon mempunyai profil sama dengan morfin
tetapi masa kerjanya sedikit lebih panjang. Dalam
keadaan nyeri akut, potensi analgesik dan efikasinya
paling tidak sebanding dengan morfin. Levometadil
asetat merupakan turunan Metadon yang
mempunyai waktu paruh lebih panjang daripada
metadon

c. Fenilpiperidin
Meperidin dan Fentanil adalah yang paling luas
digunakan diantara opioid sintetik yang ada
,mempunyai efek antimuskarinik. Subgrup
fentanil yang sekarang terdiri dari sufentanil dan
alventanil.
d. Morfinan
Levorfanol adalah preparat analgesik opioid
sintetik yang kerjanya mirip dengan morfin
namun manfaatnya tidak menguntungkan dari
morfin.

a. Fenantren
Kodein, Oksikodoa, dihidrokodein, dan hidrokodon, semuanya
mempunyai efikasi yang kurang dibanding morfin, atau efek
sampingnya membatasi dosis maksimum yang dapat diberikan untuk
memperoleh efek analgesik yang sebanding dengan morfin,
penggunaan dengan kombinasi dalam formulasi-formulasi yang
mengandung aspirin atau asetaminofen dan obat-obat lain.
b. Fenilheptilamin
Propoksifen aktivitas analgesiknya rendah, misalnya 120 mg
propoksifen= 60 mg kodein
c. Fenilpiperidin
Difenoksilat dan metabolitnya, difenoksin digunakan sebagai obat
diare dan tidak untuk analgesik, digunakan sebagai kombinasi dengan
atropin.
Loperamid adalah turunan fenilpiperidin yang digunakan untuk
mengontrol diare.Potensi disalahgunakan rendah karena
kemampuannya rendah untuk masuk ke dalam otak.

a. Fenantren
Nalbufin adalah agonis kuat reseptor kapa dan antagonis
reseptor mu. Pada dosis tinggi terjadi depresi
pernafasan.
Buprenorfin adalah turunan fenantren yang kuat dan
bekerja lama dan merupakan suatu agonis parsial
reseptor mu. Penggunaan klinik lebih banyak menyerupai
nalbufin, mendetoksifikasi dan mempertahankan
penderita penyalahgunaan heroin.
b. Morfinan
Butorfanol efek analgesik ekivalen dengan nalbufin dan
buprenorfin, tetapi menghasilkan efek sedasi pada dosis
ekivalen, merupakan suatu agonis reseptor kapa.

c. Benzomorfan
Pentazosin adalah agonis reseptor kapa
dengan sifat-sifat antagonis reseptor mu
yang lemah. Obat ini merupakan preparat
campuran agonis-antagonis yang tertua.
Dezosin adalah senyawa yang struktur
kimianya berhubungan dengan pentazosin,
mempunyai aktivitas yang kuat terhadap
reseptor mu dan kurang bereaksi dengan
reseptor kappa, mempunyai efikasi yang
ekivalen dengan morfin.

Nalokson dan Naltrekson merupakan turunan


morfin dengan gugusan pengganti pada posisi
N, mempunyai afinitas tinggi untuk berikatan
dengan reseptor mu, dan afinitasnya kurang
berikatan dengan reseptor lain. Penggunan
utama nalokson adalah untuk pengobatan
keracunan akut opioid, masa kerja nalokson
relatif singkat, sedangkan naltrekson masa
kerjanya panjang, untuk program pengobatan
penderita pecandu. Individu yang mengalami
depresi akut akibat kelebihan dosis suatu
opioid, antagonis akan efektif menormalkan
pernapasan, tingkat kesadaran, ukuran pupil
aktivitas usus, dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai