Anda di halaman 1dari 6

ANTAGONIS KOMPETITIF

a. Pengertian

Senyawa agonis dan antagonis berkompetisi dalam memperebutkan reseptor

sehingga jumlah agonis yang berinteraksi dengan reseptor menurun, dan aktivitas agonis

akan menurun

b. Contoh antagonis kompetitif

1. Naloxone

Nalokson adalah antagonis opiat yang utama yang tidak mempunyai atau hanya

sedikit mempunyai aktivitas agonis. Jika diberikan pada pasien yang tidak menerima

opiat dalam waktu dekat, nalokson hanya memberi sedikit atau bahkan tidak memberikan

efek. Sedangkan pada pasien yang sudah menerima morfin dosis tinggi atau analgesik

lain dengan efek mirip morfin,nalokson mengantagonis sebagian besar efek opiatnya.

Akan terjadi peningkatan kecepatan respirasi dan minute volume, penurunan arterial

PCO2 menuju normal, dan tekanan darah menuju normal jika ditekan. Nalokson

mengantagonis depresi pernapasan ringan akibat opiate dosis rendah. Karena durasi kerja

nalokson lebih singkat dibandingkan durasi kerja opiat, maka efek opiat mungkin muncul

kembali begitu efek nalokson menghilang. Nalokson mengantagonis efek sedasi atau

tertidur yang dipicu oleh opiat. Nalokson tidak mengakibatkan toleransi atau

ketergantungan fisik maupun psikologis. Farmakologi dari obat naloxone bekerja sebagai

antagonis opioid murni dengan cara selektif kompetitif berikatan dengan reseptop opioid

di sistem saraf pusat.

a. Agonis

- Golongan opioid
Opiat adalah kelompok zat psikoaktif yang diturunkan dari

tumbuhan poppy, dimana termasuk pula di dalamnya opium, morfin,

codein dan lainnya. Istilah opioid merujuk pada opiat dan senyawa

semisintetis dan sintetis lainnya yang memiliki kemiripan sifat. (WHO,

2004). Opioid merupakan kelompok analgesik yang umum digunakan

dalam praktek kedokteran. Opioid dapat dikategorikan sebagai analgesik

spektrum luas yang dapat bekerja pada beberapa jalur nyeri (Trescot,

2008). Opioid merupakan dependence producing substances, yang

menimbulkan efek dengan cara mengaktivasi reseptor opioid di otak.

Secara umum, Opioid dikonsumsi melalui suntikan, oral, dihirup. Opioid

juga bersifat adiktif, dimana penggunaan opioid secara reguler dapat

mengakibatkan ketergantungan opioid (WHO, 2004).

Secara umum, sebagian besar metabolisme opioid terjadi di hati.

Tingkat basal metabolisme ditentukan oleh genetik, jenis kelamin, usia,

serta lingkungan termasuk pola makan, keadaan penyakit, dan penggunaan

bersamaan obat . Kebanyakan opioid dimetabolisme oleh glucuronidation

atau oleh P450 ( CYP ) sistem (Trescot, 2008).

Otak memiliki peran penting dalam meregulasi perasaan senang

(pleasurable behaviours), yang terletak di dalam sistem mesocorticolimbic

dopamine yang berasal dari area ventral tegmental, diteruskan ke nucleus

accumbens, amygdala, dan area prefrontal cortex. Opioid memiliki

reseptorreseptor yang termasuk ke dalam kelas G-protein reseptor, yaitu

reserptor Mu, kappa dan delta, yang bekerja pada sistem tersebut. Efek
analgesik, euforia dan sedatif pada opioid dimediasi secara primer oleh

Mu-receptor. Opioid menginduksi pelepasan dopamin secara tidak

langsung dengan menurunkan inhibisi gamma-aminobutyric acid (GABA)

melalui Mu-reseptor di daerah ventral tegmental. Opioid juga

menginduksi dopamin secara langsung, melalui interaksi dengan reseptor

opioid pada nucleus accumbens.

Efek dari paparan opioid yang kronis pada level reseptor opioid

masih belum diketaui secara pasti pada manusia. Toleransi berkembang

melalui beberapa mekanisme, termasuk desensitisasi akut pada reseptor

opioid dimana berkembang dalam hitungan menit setelah penggunaan

opioid dan hilang dalam hitungan jam setelah pemakaian, dan desentitisasi

jangka panjang pada reseptor opioid yang timbul selama beberapa hari

setelah penghentian opioid. Perubahan juga terjadi pada jumlah reseptor

opioid, terdapat pula kompensasi regulasi dari cyclic adenosine

monophosphate (cAMP) yang memproduksi enzim. Ketika opioid

dihentikan, cascade cAMP menjadi overaktif, mengakibatkan “badai

noradrenergik” yang terlihat secara klinis sebagai. Sindrom putus obat

opioid. Sindrom putus obat ini ditandai dengan mata berair, hidung berair,

menguap, berkeringat, rasa kurang berisitrahat, irritabilitas, tremor, mual,

muntah, diare, peningkatan tekanan darah, menggigil, keram dan nyeri

otot (WHO, 2009).

b. Reseptor

(Farmakologi dan Terapi, 2016:214-215).


- Reseptor μ memperantarai efek analgesik mirip morfin, euphoria, depresi

nafas, miosis, berkurangnya motilitas saluran cerna.

- Reseptor δ yang selektif terhadap enkefalin dan reseptor epsion yang

sangat selektif terhadap beta-endorfin tetapi tidak mempunyai afinitas

seperti enkefalin

- Reseptor ҡ diduga memperantarai analgesia seperti yang ditimbulkan

pentazosin, sedasi serta miosis dan depresi nafas yang tidak sekuat agonis

μ.

2. Cimetidine

Histamin adalah salah satu dari banyak elemen independen yang bertanggung

jawab untuk “mengaktifkan” pompa proton di dalam sel parietal. Dengan menghambat

histamin, produksi asam lambung berkurang.

Cimetidine adalah obat untuk mengobati luka (ulkus) pada lambung dan usus,

penyakit asam lambung atau GERD , serta mengatasi penyakit yang terkait dengan asam

lambung berlebih, seperti sindrom Zollinger-Ellison.

Cimetidine termasuk dalam golongan obat antagonis H2. Antagonis H 2 adalah

antagonis kompetitif histamin di reseptor H 2 sel parietal . Bekerja dengan menekan

sekresi normal asam oleh sel parietal dan sekresi asam yang dirangsang oleh makanan.

Kemudian melakukannya dengan dua mekanisme: Histamin yang dilepaskan oleh sel

ECL di perut diblokir dari pengikatan pada reseptor H 2 sel parietal , yang menstimulasi

sekresi asam; oleh karena itu, zat lain yang mendorong sekresi asam (seperti gastrin dan

asetilkolin ) memiliki efek yang berkurang pada sel parietal ketika reseptor H 2 diblokir.
Antagonis H2 bekerja dengan mencegah pelepasan histamin dari sel mirip

enterochromaffin (ECL) – dengan histamin yang bekerja pada sel parietal di dekatnya.

a. Agonis

Agonis histamin adalah obat yang menyebabkan peningkatan aktivitas

pada satu atau lebih dari empat reseptor histamin subtipe.

Histamin merupakan suatu senyawa amina nitrogen organik yang disebut juga

bioamina. Histamin terlibat di dalam sistem kekebalan tubuh, mengatur fungsi

sistem pencernaan dan berfungsi sepagai neurotransmiter dalam otak, sumsum

tulang belakang dan rahim. Contoh : Dimaprit, Dimaprit adalah histamin

analog bekerja sebagai selektif H 2 reseptor histamin agonis.

b. Reseptor

- Histamine H2

Histamine H2 merupakan tempat pengikatan histamine. Efek fisiologis

dan farmakologis ligan reseptor H2 yaitu diperantarai reseptor terkopel –

Gs stimulatory  mengaktifkan adenilat seklase  cAMP


DAFTAR PUSTAKA

Kurz M, Belani K, Sessler DI, Kurz A, Larson M, Blanchard D, Schroeder M: Naloxone,

meperidine, and shivering. Anesthesiology 1993; 79: 1193-201

Kohno, S; Ogawa, K; Nabe, T; Yamamura, H; Ohata, K (Mei 1993). "Dimaprit,

Histamin H 2 -agonis, Menghambat Pelepasan Histamin Anafilaksis dari Sel

Mast dan Pelepasan Penurunan Dipulihkan oleh Thioperamide (H 3

-antagonis), tetapi tidak oleh Cimetidine (H 2 -antagonist)"

Anda mungkin juga menyukai