'Kepala Southeast Asian Food & Agricultural Science & Technology (SEAFAST) Center,
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, dan Dosen pada Departemen
Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
55
dan aktivitas mikroba pada bahan pangan dipengaruhi oleh dua faktor
utama, yaitu (i) faktor intinsik bahan pangan; meliputi ketersediaan zat
gizi, ketersediaan air (aktivitas air; aw), nilai pH (keasaman), dan
keberadaan senyawa antimikroba, kondisi sanitasi produk, dan (ii) faktor
lingkungan, baik lingkungan di dalam maupun di luar kemasan pangan,
meliputi suhu, oksigen, kelembaban, dan kebersihan (Gambar 1). Proses
pengawetan pada dasarnya dilakukan dengan memperhatikan dan
manipulasi faktor-faktor tersebut; untuk menghambat pertumbuhan atau
menginaktivasi mikroba; sehingga diperoleh produk pangan dengan
tingkat keamanan dan keawetan yang diinginkan.
Dasar Pengolahan Pangan dengan Panas
Pengolahan dengan panas - sering disebut sebagai proses panas
(thermal process)- merupakan teknik pengolahan dan pengawetan
pangan yang paling banyak diaplikasikan; baik di industri maupun di
56
Sterilisasi
UHT
dan
Pengemasan Aseptik
rumah tangga. Tujuan utama proses panas adalah membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dan/atau penyebab kerusakan bahan
pangan; sehingga produk menjadi lebih awet dan aman.
Apabila sejumlah mikroba dipanaskan pada suhu (T) konstan
tertentu, sebagian mikroba akan mengalami kematian. Semakin lama
pamanasan; semakin banyak mikroba yang mengalami kematian;
sehingga jumlah mikroba yang bertahan hidup akan menurun secara
logaritmis (Gambar 2).
Setiap mikroba mempunyai sifat ketahanan panas pada suhu
tertentu yang berbeda-beda. Hal ini dinyatakan dengan nilai D, yaitu
waktu pemanasan pada suhu tertentu yang menyebabkan pengurangan
jumlah mikroba sebesar 1 desimal, atau 1 siklus log. Jadi, nilai D adalah
waktu pemanasan pada suhu konstan tententu yang akan menyebabkan
pengurangan populasi mikroba dari 10000 menjadi 1000; yang berarti
memusnahkan 90% populasi; atau menurunkan jumlah bakteri sebanyak
1 siklus logaritma. Sebagai acuan, nilai D pada sterilisasi 250F
(121,11C) dinyatakan sebagai nilai D0 (dibaca D-nol). Beberapa
contoh nilai D0 bakteri dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai D digunakan
sebagai basis perhitungan waktu proses di industri pangalengan pangan.
Tabel 1.
Jenis bakteri
Jenis
kerusakan
Nilai D 0
4.0-5.0 menit
3.0-4.0 menit
2.0-3.0 menit
6-12 detik
6-90 detik
1-4 detik
*Stumbo, (1965)
57
Gambar 4. Kurva Perubahan Nilai D sebagai Fungsi Suhu untuk Dua Bakteri
(A dan B) dengan Nilai Z yang Berbeda
akhir mikroba menjadi 10; maka NPP=6; yang berarti telah terjadi
pengurangan sebanyak 6 desimal populasi mikroba. Karena untuk
melakukan pengurangan sebanyak 1 desimal (1 siklus log) diperlukan
waktu sebesar 1 D (untuk suhu pemanasan konstan tertentu), maka
lama proses yang diperlukan menghasilkan NPP=6 adalah 6D; dan
karena itu proses demikian sering disebut sebagai proses 6D.
Khusus untuk proses sterilisasi; waktu pemanasan pada suhu T
tertentu yang diperlukan untuk mencapai nilai sterilisasi (S V) tertentu
disebut sebagai nilai F (sering dinotasikan sebagai FT yang berarti waktu
proses sterilisasi pada suhu T). Secara khusus; waktu proses pemanasan
pada suhu 121.1C atau 250F yang diperlukan untuk mencapai nilai
sterilisasi tertentu disebut sebagai nilai F0(dibaca F-nol).
Nilai sterilitas ini perlu ditentukan sebelum proses sebagai target
yang perlu dicapai. Seperti diilustrasikan pada Gambar 2; jika pemanasan
pada suhu konstan tertentu dilakukan selama ID; maka akan
mengurangi populasi mikroba sebesar 90% (tersisa 10%). Jika
pemanasan dilakukan selama 2D; maka populasi mikroba akan
berkurang sebesar 99% (tersisia 1%). Jadi, proses inaktivasi mikroba
ini tidak akan mencapai N=0; tetapi hanyalah akan mendekati nol. Untuk
itu; perlu disepakai suatu standar tentang apa yang disebut kondisi steril.
Pada prakteknya, disepakai adalnya istilah steril komersial.
Menurut standar Codex (WHO/FAO), steril komersial adalah
kondisi bahan pangan dimana pada suhu penyimpanan normal tanpa
refrigerasi tidak ada mikroba yang mampu tumbuh (CAC/RCP 401993 ). Oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan di AS (US-FDA)
dipersyaratkan bahwa proses pengolahan pangan dengan panas;
khususnya untuk pangan berasam rendah, dikatakan mencapai kondisi
steril komersial jika dia mencapai standar kinerja (performance standard) tertentu; yaitu berupa proses panas dengan Nilai Proses Panas
(NPP)=12, dengan pemahaman bahwa produk pangan yang diproses
mempunyai jumlah awal spora C. Botulinum 1000 spora per
60
Komponen
Spora
Sel Vegetatif
Vitamin
Citarasa, tekstur,flavor
*) Lund, 1987,
**)
12-22
8-12
44-55
45-80
Golongan **)
1
Golongan reaksi dengan nilai z rendah
II
Golongan reaksi dengan nilai z tinggi.
61
62
Gambar 6.
63
65
Tingkat Kerusakan yang Terjadi pada Susu Steril dari Proses Sterilisasi UHT dan Sterilisasi Biasa dalam Botol *)
Zat Gizi
Tiamin
Vitamin C
Vitamin B12
Asam Folat
Pyridoksin
Denaturasi protein whey
Vitamin D
Biotin
35
90
90
50
50
87
0
0
Daftar Pustaka
1.
2.
67
3.
68
susu
BERBAGAI
SUMBER NUTRISI
PERTUMBUHANANAK
PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN
IKATAN DOKTER INDONESIA