Anda di halaman 1dari 19

Sifat Mikroorganisme

terhadap
Proses Pengolahan

Oleh :
Rusyana, Mas’ud Iskandar, Ii Solihah,
Kustanti
Pengaruh Pembekuan
terhadap Mikrobia

Many mikrobia tidak dapat tumbuh pada suhu < 32oF.
 Bentuk mikrobia yang peka terhadap pendinginan adalah sel-el
vegetatif, spora biasanya tidak rusak karena pembekuan.
 Pendinginan lambat dapat merusak populasi mikrobia.
 Contoh: Mikroflora pada kapri. Kapri mengandung jumlah
organisme yang cukup banyak. Kapri yang diproses dan dikemas
dapat mengandung kurang dari setengah jumlah bakteri yang
ada di dalam kemasan sebelum dilakukan.
 Bakteri patogenik yang masih hidup dan berada dalam bahan
pangan beku selama periode enam bulan pada suhu 0oF akan
mengalami penurunan populasi menjadi 10% dari kandungan
awalnya (Raj dan Liston, 1961).
 Pembekuan dan pencairan yang berulang-ulang dari suatu kultur
bakteri di dalam pertumbuhan vegetatif mempunyai pengaruh
mematikan yang drastis.
Pengaruh Pengeringan pada
Pengolahan terhadap
Mikroorganisme
 Golongan cendawan dapat tumbuh pada substrat bahan pangan
berkadar air serendah-rendahnya 12%, namun ada beberapa yang
dapat tumbuh pada substrat bahan pangan berkadar < 5%. Bakteri
dan khamir memerlukan kadar air yang lebih tinggi, biasanya
>30%.
 Berdasarkan ketahanannya terhadap kenaikan suhu, mikrobia
dikelompokan menjadi tiga golongan:
 1) Peka terhadap panas: hampir semua sel rusak apabila
dipanaskan 60oC selama 10-20 menit.
 2) Tahan terhadap panas: untuk membunuh sel bakteri dibutuhkan
suhu 100oC selama 10 menit. Contoh: Bakteri pembentuk spora
jenis Clostridium dan Bacillus

3) Thermofilik: dibutuhkan suhu lebih dari 60oC selama 10-20 menit,
tetapi kurang dari 100oC selama 10 menit.
Pengaruh Pengeringan pada
Pengolahan terhadap
Mikroorganisme
 Kebanyakan mikrobia tahan terhadap suhu rendah sampai suhu
pembekuan. Pada suhu pembekuan kerusakan sel terjadi, tetapi
tidak secepat seperti pada suhu tinggi
 Ada beberapa golongan mikrobia yang memiliki suhu tertentu
untuk aktivitas hidupnya:

1) Psikofilik : memiliki aktivitas pada kisaran suhu 35-50oF.

2) Mesofilik : memiliki aktivitas pada kisaran suhu 70-100oF.

3) Thermofilik : memiliki aktivitas pada kisaran suhu 120-170oF.

4) Thermodurik : memiliki aktivitas pada kisaran > 170oF.
Pengaruh Pengolahan dengan
Garam dan Asam terhadap
Mikrobia
 Mikroorganisme pembusuk atau mikroorganisme proteolitik dan
juga pembentuk spora adalah yang paling mudah terpengaruh oleh
garam walaupun dengan kadar garam yang rendah sekalipun
(sampai 6%). Mikroba patogen kecuali S. aureus dapat dihambat
oleh kadar garam hingga 10-12%.
 Pada konsentrasi NaCl sebesar 2-5% yang dikombinasikan pada
suhu rendah, cukup untuk mencegah pertumbuhan mikroba
psikofilik.
 Mekanisme pengawetan NaCl adalah dengan memecahkan
(plasmolisis) membran sel mikroba, karena NaCl mempunyai
tekanan osmotik yang tinggi.
 Penggunaan asam dalam pengolahan bahan makanan mempunyai
peranan penting yang bersifat antibiotik. Sifat tersebut karena
penambahan asam akan mempengaruhi pH disamping juga adanya
sifat keracunan mikroba yang khas dari hasul urainya.
Pengaruh Pengolahan dengan
Gula terhadap Mikrobia
 Penggunaan gula dalam pengolahan bahan makanan dalam
konsentrasi yang tinggi (paling sedikit 40% padatan terlarut),
sebagian air yang ada dalam bahan menjadi tidak tersedia untuk
pertumbuhan mikroorganisme sehingga aktivitas air (aw) dari
bahan pangan menjadi rendah (menurun). Keadaan inilah yang
menyebabkan mikroba tidak mampu melakukan aktivitas hidupnya.
Pengaruh Pengolahan dengan
Bahan Pengawet Kimia terhadap
Mikrobia
 Penggunaan bahan pengawet kimia dalam bahan makanan adalah untuk
menghambat atau menghentikan aktivitas mikroba baik bakteri, kapang
maupun khamir.
 1) Asam Benzoat : Umumnya asam benzoat dapat digunakan dalam
bentuk asam atau garam, yaitu natrium benzoat atau ester dari
parahidroksi benzoat (paraben). Asam benzoat banyak digunakan untuk
makanan dan minuman yang mempunyai pH < 4,5. Mekanisme kerja
asam benzoat menyebabkan pH sel menjadi rendah sehingga dapat
merusak organ sel mikroba.
 2) Asam Sorbat : Asam sorbat dan garamnya (natrium dan kalium sorbat)
mempunyai mekanisme terhadap mikroba sama dengan asam benzoat.
Penggunaan asam benzoat dan garam propionat dalam bahan makanan
sebenarnya efektif untuk mencegah pertumbuhan kapang. Natrium dan
kalium propionat digunakan pada tepung terigu dengan batas maksimum
0,32% dan 0,38% untuk semua produk yang dibuat dari gandum,
sedangkan pada keju adalah 0,3%.
Pengaruh Pengolahan dengan
Bahan Pengawet Kimia terhadap
Mikrobia

 3) Silfur dioksida (SO2) dan garam sulfit (Na2SO3, K2SO3,


NaHSO3, Na2S2O5, dan K2S2O5) : Sering digunakan untuk
pengawetan bahan pangan terutama untuk mencegah
pertumbuhan khamir dan kapang serta untuk mencegah
terjadinya reaksi browning (perubahan warna menjadi
coklat). Hal ini disebabkan karena pengaruh reaksi antara SO2
dengan gugus karbonil (C=O) dari karbohidrat. Ini
mengakibatkan karbohidrat tidak dapat digunakan sebagai
sumber energi oleh mikroorganisme.
Konsentrasi maksimum bahan pengawet

Produk pangan Konsentrasi maksimum yang diijinkan


(mg/l)
Belerang Asam benzoat Asam sorbat
dioksida
Minuman buah-buahan
segar 115 400 400
Sari buah 2100600 2100 -
Sari buah pekat 230 800 800
Squash, buah-buahan
Cordial, sirup 115 400 400
Minuman ber CO2 350 - 200
Anggur kering, manis 29 (bebas) 100 -
Bir 79 ( total )
200 - -
Cider, pery 1500 - -
Kubis kering 500 - -
Kentang, ercis kering 714 - -
Acar sayur 3000 - -
Buah-buahan kering 230 800 800
Cita rasa buah sintetik
Pengaruh Radiasi dalam
Pengawetan Bahan terhadap
Mikrobia
 Radiasi dengan sinar gelombang pendek yang banyak digunakan untuk
pengawetan bahan hasil pertanian adalah sinar gamma. Hal ini karena
sinar gamma mempunyai daya tembus yang lebih besar bila
dibandingkan dengan sinar alpha dan beta.
 Daya tahan mikrobia terhadap irradiasi dapat dinyatakan dengan DM,
yaitu jumlah irradiasi yang dibutuhkan untuk mengurangi 90% dari jumlah
mikrobia awal.
 Besaran dosis yang diperlukan untuk mematikan organisme adalah
signifikan dari segi kesehatan masyarakat, tetapi tidak dapat dianggap
kesimpulan terakhir.
 Irradiasi tidak praktisdilakukan terhadap telur karena putih telurnya akan
rusak pada dosis 0,6 Mrad sedang dosis ini belum cukup untuk
menetralisasi bila telur itu mengandung bakteri pembentuk spora. Untuk
daging segar yang telah dibekukan, dosis pasteirisasi adalah 0,1 – 1,0
Mrad terutama untuk mencegah kebusukan oleh bakteri Pseudomonas sp.
Dosis Minimal Irradiasi Gamma

Mikrobia/toksin Media Faktor Dosis (Mrad )


inaktivasi
C. hotulinum jenis A Daging kaleng 1012 4,5
C. hotulinum jenis E Kaldu, daging cacah 7,5
106
(toksis) Kaldu, daging cacah 1,8
C. hotulinum (nontoksis) Kaldu 106 > 7,0
C. hotulinum jenis A Kaldu 103 > 3,0
(toksis)
103
C. hotulinum jenis A dan B Kaldu, daging cacah 0,35
(toksis)
Kaldu, daging sapi < 1,0 < 2,0
Staphylococus 106
Kaldu 0,32 – 0,35
Toksin emetik Steph
7
Salmonella pullorum,
anamtum, barelly, 106
thypimurium, Kaldu 0,16
thomson Kaldu, daging cacah
0,18
Aerobacter Kaldu
0,14
E. coli Kaldu
106 0,38
M. tubercolosis Ekstrak jaringan
1,0
Streftococus faecalis Media kultur jaringan 106
2,0
Virus : Herpes Larutan garam 106
1,0
Influenza A dan Garam+Troptopan 1%
B Polio jenis 2 106 1,0
1092
Sifat Endospora Bakteri dan
Ketahanannya terhadap Proses
Pengolahan
 Berdasarkan sifat ketahanan bentuk-bentuk mikroorganisme
terhadap pengaruh pemanasan, dapat dibedakan menjadi dua
kelompok, yaitu: (1) Sel-sel vegetatif dan spora dari ragi
dan jamur, yang biasanya mudah dihancurkan oleh pengaruh
pemanasan pada suhu 80oC, dan (2) Spora
bakteri yang sebagian besar di antaranya tahan terhadap
pemanasan pada kondisi suhu air mendidih dalam jangka waktu
yang relatif lama.

 Ketahanan panas mikroorganisme dipengaruhi oleh sejumlah faktor,


termasuk di antaranya yaitu :
 1) Umur dan keadaan organisme sebelum dipanaskan.
 2) Komposisi medium bagi suatu organisme atau spora itu tumbuh
terutama adanya garam, gula, zat pengawet, lemak dan minyak,
dan bahan penghambat lainnya serta adanya spora yang masih
terdapat setelah pemanasan.
 3) pH dan aw medium waktu pemanasan.
 4) Suhu pemanasan.
Sifat Endospora Bakteri dan
Ketahanannya terhadap Proses
Pengolahan
 Berdasarkan nilai pH nya bahan makanan biasanya dikelompokkan
menjadi :
 1) Bahan pangan tidak asam : di atas 5,0 (5,3).
 2) Berasam sedang : pH di antara 4,5 – 5,3.
 3) Asam : di antara 3,7 – 4,5.
 4) Berasam tinggi : pH < 3,7 atau 4,0.

 Di atas pH 4,5 – 4,6 bakteri pembusuk anaerobikdan pembentukan


spora yang patogen. C. butolinum dapat tumbuh, dan semua
makanan kaleng yang berada pada atau di atas batasan pH ini,
harus harus dipanaskan secukupnya untuk menghancurkan semua
spora dari organisme ini. Beberapa spora bakteri dapat tumbuh
sampai pH kira-kira 3,7 seperti B. thermoacidurans atau B.
coagulans.
Perbandingan daya tahan terhadap panas dari beberapa spora
mikroorganisme yang penting dalam kerusakan makanan
Kelompok spora mikroorganisme Perkiraan kisaran daya tahan
terhadap panas
D (menit) Z (kisaran OC)
Bahan makanan berasam sedang dan rendah
(pH di atas 4,5)
Themofilik (spora)
D12 1
Asam tawar (flat sour)B. stearothermophilus 7,6 – 12,1
4,0 – 5,0
Pembusuk pembentuk gas (gaseous-spoiler)
C. thermosacharoliticum 8,8 – 12,1
3,0 – 4,0
Pembusuk pembentuk sulfit (sulfit stinker)
C. nigrificans 8,8 – 12,1
2,0 – 3,0
Mesofilik (spora) Pembusuk anaerobik
C. botulinum (tipe A, B) 7,6 – 10,0
0,1 – 0,2
C. sporogenes 7,6 – 10,0
0,1 – 1,5
Bahan makanan asam (pH 3,7 atau 4,5)
Thermofilik (spora) B. thermocidurans 7,6 – 10,0
0,01 – 0,07
Mesofilik spora B. polimoxa, B. macarans 6,5 – 8,8
0,10 – 0,50
Anaerobik butirik C. pasteuriamun 6,5 – 8,8
0,10 – 0,50
Bahan pangan asam tinggi pH 3,7 – 4,0
Mesofilik ragi dan jamur 4,4 – 5,5
0,50 – 1,00
Pengukuran Ketahanan
Panas
 Daya tahan sel-sel atau spora mikroba terhadap panas dapat
ditentukan dengan menggunakan beberapa metode. Metode yang
bisa digunakan adalah menggunakan tabung TDT (thermal death
time) tabung gelas tipis yang berisi 2,5 ml cairan makanan atau
supensi mikroba, atau kaleng TDT yang cocok untuk makanan yang
mengandung partikel kecil (sampai 15ml). Pemanasan atau
pendinginan yang cepat dimungkinkan oleh penggunaan wadah ini
(National Cannears Assotiation, 1968 dan Stumbo, 1973.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Ketahanan Panas
1. Konsentrasi spora : Makin besar jumlah spora per ml suspensi,
makin tinggi resistansinya terhadap panas.
2. Faktor Lingkungan : Sebagian besar perubahan resistansi ditentukan
oleh kekuatan-kekuatan fisis dan kimia yang bekerja dari luar spora
sel. Proses pengeringan yang kuntinue, tampaknya
menaikkan resistansi spora tetapi tidak konstan. Pembekuan
cenderung memperlemah spora. Spora yang diperoleh
dari ekstraksi tanah dan dicampur kembali dengan tanah yang steril
kurang resisten terhadap panas daripada yang dipanaskan langsung
dalam tanah.
3. Komposisi bahan pangan : Pada pH rendah spora bakteri tidak
resisten terhadap panas. Untuk bahan pangan dengan pH lebih
besar daro 5,0 kelihatannya ada faktor lain selain dari pH yang
mampu mempengaruhi resistensi spora. Pada pH lebih rendah dari
5,0 akan terjadi pengurangan resistensi yang nyata.
Sifat Endospora terhadap
Bahan Pengawet
 Garam dan Asam : Penggunaan asam untuk tujuan pengawetan
bahan pangan berperan sebagai penghambat selektif terhadap
mikroorganisme pencemar tertentu, seperti mikroorganisme
pembusuk atau proteolitik. NaCl umumnya efektif untuk
menghambat pertumbuhan bakteri pembentuk spora. Pengasaman
bahan makanan paling sedikit memberikan pengaruh dua sifat
antimikrobia, pertama yaitu pengaruhnya terhadap pH dan kedua
adalah sifat keracunan yang khas dari hasil urai asam-asam
tersebut yang sangat bervariasi bagi asam yang berlainan
 Pengaruh penggunaan senyawa nitrit “curing” daging dapat
mencegah pertumbuhan C. Butolinum di samping dapat
mempertahankan warna merah daging. Faktor-faktor yang
mempengaruhi penghambatan C. Butolinum oleh nitrit adalah
jumlah atau selnya, pH, garam, dan adanya komponen khelat
seperti asam askorbat, isoaskorbat, EDTA, suhu penyimpanan.
Subletal Mikroorganisme selama
Pengolahan
 Subletal mikroorganisme merupakan suatu keadaan yang
menunjukkan terjadinya sel-sel mikroorganisme yang mengalami
luka sebagai akibat perlakuan fisik atau kemik.
 Bahan pangan yang diolah dengan pemanasan yang kurang baik,
setelah beberapa waktu dalam penyimpanan dengan kondisi yang
terlindungi dari kontaminasi akan mengalami perubahan-perubahan
yang tidak dikehendaki.
 Bahan makanan olahan yang mengandung sel-sel mikrobia yang
terluka sebagai akibat perlakuan subletal, akan menyebabkan
kerugian-kerugian yang sangat besar terhadap produk olahan
tersebut dalam penyimpanan yang cukup lama. Hal tersebut karena
terjadi penyimpanan produk olah sebagai akibat terjadinya aktivitas
hidup sel-sel yang terluka, sehingga tidak baik untuk dikonsumsi.
SEKIAN

DAN

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai