Anda di halaman 1dari 21

KAJIAN KEBIJAKAN PEMBATASAN SUBSIDI BBM

TERHADAP DAMPAK RAPBN TAHUN 2011 DAN KEMUNGKINAN


DIPERLUKANNYA ENERGI ALTERNATIF SEBAGAI PENGGANTI
BAHAN BAKAR MINYAK
Feny Fidyah 1), Supiani 2), Irwandaru Dananjaya 3)
Universitas Gunadarma
Jalan margonda Raya No.100 Depok
Abstract

An increase in international oil prices will be more clearly


onerous burden of the state budget in 2011 without any change in fuel subsidy
policy. When the government raised fuel prices as of June 2008 it This would greatly
burden the people especially the poor always affected by the change in policy.
Government policy relating to restrictions on the fuel subsidy in 2011 will have
implications for the pengehamatan state budget in 2011, but for the impact of the
reduction of four-wheel personal vehicle operating in Jakarta could not be
ascertained because when viewed from the target car sales in 2011 totaled 700,000
units of cars will certainly be vain things, traffic congestion in Jakarta will continue.
So that is required are also restrictions on the sale of vehicles in order to suppress the
rate of growth in the number of vehicles in Jakarta. Use a good premium fuel oil, or
diesel pertamax for transportation demand is always increasing from year to year,
thus an alternative fuel or energy is necessary, so it needs to be done to further
mengkajian its application both in the production process and the availability of raw
materials to be used as an alternative energy source.
Keywords: Policy, Subsidies, Energy Alaternatif
Abstrak
Adanya kenaikan harga minyak internasional jelas akan semakin
memberatkan beban APBN 2011 tanpa ada perubahan kebijakan subsidi BBM. Bila
pemerintah menaikkan harga jual BBM seperti pada bulan Juni 2008 hal
ini tentu sangat membebani masyarakat terutama masyarakat miskin yang
selalu terkena dampak akibat perubahan kebijakan tersebut. Kebijakan
Pemerintah yang terkait dengan pembatasan subsidi BBM tahun 2011 akan
berimplikasi pada pengehamatan APBN tahun 2011, namun untuk dampak
pengurangan operasional kendaraan pribadi roda empat di Jakarta belum dapat
dipastikan karena jika dilihat dari target penjualan mobil pada tahun 2011 yang
berjumlah 700.000 unit mobil tentunya akan menjadi hal yang sia-sia, kemacetan di
Jakarta akan tetap berlangsung. Sehingga diperlukan juga pembatasan penjualan
kendaraan agar dapat menekan laju pertumbuhan jumlah kendaraan yang berada di
Jakarta. Pemakaian Bahan bakar minyak baik premium, pertamax maupun solar
untuk sarana transportasi permintaan selalu meningkat dari tahun ke tahun ,dengan
demikian bahan bakar atau energi alternatif sangat diperlukan, sehingga perlu
dilakukan mengkajian lebih lanjut guna penerapannya baik secara proses produksi
maupun ketersediaan bahan baku yang akan digunakan sebagai sumber energi
alternatif.
Kata kunci : Kebijakan, Subsidi, Energi Alaternatif
1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Kenaikan harga minyak mentah dunia selalu menjadi tantangan eksternal


makroekonomi Indonesia. Menghadapi pergerakan harga minyak dunia yang tidak
menentu, pemerintah dinilai perlu mempersiapkan langkah antisipatif. hal penting
yang perlu dilakukan pemerintah adalah tetap memberikan efek netral atas kenaikan
harga minyak terhadap APBN. Sebagai wacana yang merupakan Hot isue diakhir
tahun 2010 ini adalah mengenai kebijakan Pemerintah tentang Pengaturan Bahan
Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Seperti yang disampaikan Kompas tanggal 15
Desember 2010 dinyatakan bahwa Pemerintah dan DPR telah sepakat per akhir
maret 2011 akan menerapkan pengaturan Konsumsi BBM dikawasan Jabodetabek.
Keputusan yang dihadiri oleh DPR hal ini komisi VII dengan Menteri koordinator
Perekonomian, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan Direktur Utama PT.
Pertamina. Adanya kondisi ini tentunya akan menjadi wacana publik karena BBM
merupakan kebutuhan primer baik dikalangan masyarkat, pelaku transportasi
maupun dunia industri. Pemerintah seyogyanya perlu mengkaji secara komprehensip
karena peraturan ini akan menimbulkan dampak sosial ekonomi.
Adanya kenaikan harga minyak internasional jelas akan semakin
memberatkan beban APBN 2011 tanpa ada perubahan kebijakan subsidi BBM.
Bila pemerintah menaikkan harga jual BBM seperti pada bulan Juni 2008 hal
ini tentu sangat membebani masyarakat terutama masyarakat miskin yang
selalu terkena dampak akibat perubahan kebijakan tersebut. Bila tidak
dinaikkan, maka beban subsidi menjadi tinggi dan dapat menyulitkan ruang
gerak pemerintah dalam mengalokasikan belanja diluar subsidi BBM. Ada
tidaknya perubahan kebijakan akan menyebabkan dilematis bagi kebijakan
publik. Padahal, hampir seluruh pihak mengetahui bahwa pemberian subsidi
BBM tidak tepat sasaran dan kurang efisien karena hanya menguntungkan
beberapa pihak.
Untuk mengurangi beban subsidi BBM bukanlah pekerjaan mudah. Argumentasi
yang dikemukakan pemerintah kepada DPR seringkali tidak sejalan dengan
harapan-harapan seluruh stakeholders. Begitu banyak penolakan dari pihak-pihak
tertentu bila pemerintah bermaksud mengurangi subsidi dan memberikannya kepada
yang berhak. Dan realitasnya, subsidi masih terus dipertahankan dengan segala
kondisi ekonomi yang terjadi di Indonesia.
Mekanisme Penyediaan BBM
Konsumsi BBM tumbuh pesat di Tanah Air, mencapai sekitar 60 juta liter setahun
ini. Peningkatan konsumsi BBM tidak diikuti produksi minyak mentah dalam
negeri. Sebagian minyak mentah harus diimpor. Penambahan kapasitas kilang hampir
tidak dilakukan. Sebagai akibatnya impor BBM meningkat. Peningkatan impor
BBM dan minyak mentah melonjakkan biaya pengadaan dan subsidi BBM.
Mekanisme penyediaan BBM nasional hingga saat ini dapat ditunjukkan dalam
Diagram 1. Sistem penyediaan BBM nasional ini, yang mengandalkan Pertamina
sebagai pelaku tunggal penyediaan BBM nasional, tidak dapat dikatakan telah
dilakukan dengan efisien.
Terbuka kemungkinan bahwa efisiensinya dapat
2

ditingkatkan. Dalam situasi dimana harga minyak mentah dunia membumbung,


upaya efisiensi dalam sistem penyediaan BBM nasional akan memberikan dampak
berarti terhadap biaya konsumsi dan subsidi BBM.
Tindakan efisiensi yang dapat dilakukan,
misalnya dengan menambah
kapasitas kilang untuk menurunkan volume BBM yang harus diimpor). Selain itu,
mempertingi efisiensi distribusi BBM, yang dapat ditempuh dengan memperbanyak
pipa distribusi BBM. Berapa sebetulnya konsumsi real BBM di Tanah Air
dengan mempertimbangkan penyelundupan yang terjadi- juga perlu dicermati.
Impor, baik untuk minyak mentah maupun BBM merupakan komponen biaya
terbesar (> 90 persen) bila harga minyak mentah dunia membumbung di atas
US$ 80 US$ 85/barel. Karena itu manajemen impor, baik untuk minyak mentah
maupun BBM, merupakan titik rawan yang mesti dimonitor atau diperbaiki
sistemnya untuk menjamin bahwa impor dilakukan dengan biaya yang termurah.
Impor minyak mentah dan BBM merupakan bisnis yang nilainya melebihi Rp. 100
trilliun/tahun.
Hal-hal yang berkaitan dengan proses penyediaan BBM, khususnya
mengenai pengadaan minyak mentah dan BBM, seyogyanya dibuat terbuka untuk
masyakarat umum, sehingga memantau perkembangan yang terjadi pada bisnis yang
menyangkut hajat hidup orang banyak tersebut.

Ekspor
Produk
Eksor Minyak
Mentah

Produk
Minyak
Lainnya

Produksi
Minyak
Mentah

Konsumsi BBM
Dalam Negeri

Kilang Dalam
Negeri

Impor Minyak
Mentah

Konsumsi
Produk DN

Impor BBM

STOK
BBM

Sumber: Hanan Nugroho


Gambar 1.
Mekanisme penyediaan BBM di Indonesia
1.2 Rumusan Masalah
Atas Kebijakan pemerintah tentang Pengaturan Bahan bakar Minyak (BBM)
bersubsidi yang sampai saat ini dimana kajian ini dibuat peraturan tersebut masih
dalam situasi kontroversial bagi masyarakat pada umumnya tetapi peraturan tersebut
3

sudah ditetapkan oleh pemerintah dan DPR, maka penulis merumuskan pada penelitian
ini sebagai berikut:
1.
Apa yang menjadi dasar akan diberlakukannya kebijakan peraturan
tersebut?
2.
Seberapa besar pengaruh pembatasan subsidi BBM terhadap RAPBN?
3.
Apakah terdapat energi alternatif pengganti BBM yang dapat
mendukung sarana transportasi yang berkaitan dengan adanya peraturan
tersebut.
1.3

Tujuan Penelitian

Pada tujuan penelitian ini penulis akan berusaha mengkaji berbagai aspek
yang berkaitan dengan dikeluarkannya peraturan tentang Pengaturan Bahan bakar
Minyak (BBM) bersubsidi yang nantinya akan diberlakukan di wilayah Jakarta,
Bogor, Tangerang dan Bekasi.Sehingga akan didapatkan gambaran atau uraian tentang:
1. Hal yang mendjadi dasar ditetapkannya Pengaturan Bahan bakar Minyak
(BBM) bersubsidi tersebut.
2.
Megetahuai Perencanaan alokasi RAPBN yang berkaitan dengan
penggunaan anggaran subsidi BBM tahun 2010 dan tahun 2011 jika
Peraturan tersebut sudah terealisasi.
3.
Mengetahuai berbagai kemungkinan energi alternatif yang dapat
dilaksanakan demi memperkecil dalam penggunaan anggaran subsidi BBM
pada RAPBN 2011.
1.4 Batasan Penelitian
Pada penelitian ini penulis membatasi pada masalah kajian yang berkaitan
dengan peraturan tentang Pengaturan Bahan bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang
akan diberlakukan pada tahun 2011, yang selanjutnya kebijakan tersebut dikaitkan
dengan RAPBN dan rekomendasi sebagai usulan jika ada energi alternatif sebagai
pengganti BBM. Kajian tentang dampak sosial ekonomi terhadap para pengguna
BBM secara keseluruhan belum diperhitungkan.
TELAAH PUSTAKA
2.1 Indikator Keberhasilan Pembangunan
Pembangunan yang dilaksanakan oleh sebuah negara tidak lepas dari
peran dari rakyat, pemerintah serta semua kelompok masyarakat. Pembangunan yang
dilaksanakan tidak hanya menyangkut hal-hal fisik belaka, namun juga harus
menyangkut hal-hal yang bersifat non fisik atau mental. Kondisi idealnya,
pembangunan harus meliputi semua aspek kehidupan masyarakat, karena pada
hakekatnya pembangunan adalah:" multidimensional process involving major
changes in social structures, popular attitudes and institutions, as well as the
acceleration of economic growth, the reduction of inequality, and eradication of
absolute poverty".(Todaro,1989):
Menurut Todaro, tujuan pembangunan adalah:
a. Meningkatkan ketersediaan dan memperluas distribusi dari barang kebutuhan
pokok (basic life-sustainin goods), yakni, pangan, pakaian, kesehatan dan
periindungan.
4

b. Meningkatkan taraf hidup (level of living), termasuk peningkatan pendapatan,


ketersediaan lapangan pekerjaan, pendidikan yang lebih baik dan perhatian
yang besar terhadap nilai-nilai kemanusiaan (self-esteem).
c. Memperluas jangkauan ketersediaan kebutuhan individu dan masyarakat
melalui perbaikan dalam pola kerja dan menghindarkan masyarakat dari
tekanan dan kesengsaraan hidup.
Beberapa indikator yang sering digunakan dalam melihat keberhasilan
pembangunan pada sebuah negara antara lain adalah angka harapan hidup (life
expectation), tingkat konsumsi protein per kapita, rasio pendaftaran sekolah dan
tingkat konsumsi energi (Todaro,1989).
Secara tradisional, pembangunan ekonomi diartikan sebagai gejala terjadinya
peningkatan Produk Nasional Bruto (PNB) dan atau peningkatan Produk Domestik
Bruto (PDB). Pembangunan ekonomi juga ditunjukkan dengan adanya perubahan
(planned alteration) dari struktur kegiatan produksi serta tenaga kerja yang bergerak
di sektor pertanian ke sektor industri manufaktur dan jasa. Hal inilah yang mendasari
teori perubahan struktural. Lebih jauh lagi, pembangunan ekonomi harus mampu
mengurangi atau menghapus kemiskinan, ketidakmerataan dan pengangguran,
definisi ini sering kita sebut sebagai redistribution from growth.
Kesalahan besar pembangunan ekonomi yang hanya bertumpu pada
pertumbuhan saja adalah diabaikannnya masalah distribusi pendapatan. Studi yang
pernah dilakukan oleh Irma Aldelman dan C.Taft Morris pada tahun 1973, serta
Hollis B.Chenery dan kawan-kawan pada tahun 1974, menunjukkan kelemahan dari
konsep pembangunan tersebut. Oleh karena itu sejak awal dasawarsa 70-an teori
pembangunan ekonomi mulai memberikan perhatian pada masalah distribusi
pendapatan. Tujuan pembangunan ekonomi tidak lagi hanya mencapai PDB atau
Pendapatan nasional yang tinggi, namun harus diikuti dengan pemerataan hasil-hasil
yang telah dicapai (growth with redistribution). Namun, bila dikaji lebih lanjut model
pertumbuhan dengan pemeraiaan tadi tak lebih hanya menipakan perbaikkan dari
model lama. Persepsi desain dan instrumen dalam model baru itu masih tetap
menggunakan apa yang dipakai oleh model lama. Maka, yang dapat dilakukan adalah
memasukkan unsur pemerataan tadi ke dalam sektor pembangunan yang ditangani
pemerintah. Hal ini tidak terlalu sukar dikerjakan, mengingat peranan pemerintah
dalam proses pembangunan dI negara-negara berkembang pada umumnya sangat
besar (Todaro,1981).
Pentingnya intervensi pemerintah dalam kegiatan perekonomian bersumber pada
kenyataan bahwa adanya distorsi-distorsi dalam mekanisme pasar antara Iain,
diantaranya: kegagalan persaingan dalam mengalokasikann sumber-sumber secara
adil ,seperti contoh kasus monopoli alamiah, adanya barang-barang publik murni
seperti pertahanan nasional, adanya ekstemalitas, pasar tidak lengkap, kegagalan
informasi dan ketidakstabilan perekonomian (Stiglizt, 1986). Intervensi pemerintah
dilakukan dalam bentuk pelaksanaan fungsi-fungsi aiokasi, distribusi dan stabilisasi.
Kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah pada dasarnya dapat
dikelompokkan kedalam dua jenis kebijakan, yaitu; kebijakan fiskal (fiscal policy)
dan kebijakan moneter (monetary policy). Kebijakan fiskal dapat diartikan sebagai
tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mempengaruhi besarnya
pengeluaran agregat (aggregate expenditure) melalui variabel pengeluaran
pemerintah (goverment expenditure) dan variabel pendapatannya. Sedangkan
kebijakan moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk
5

mengendalikan kondisi ekonomi melalui variabel-variabel moneter atau finansial


(Dombusch dan Fischer, 1987). Kebijakan moneter berpengaruh lerhadap aktifilas
ekonomi secara keseluruhan melalui pasar uang dan pasar modal.
2.2

Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam perekonomian yang


dilakukan oleh pemerintah melalui instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara
Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar
sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara
selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN merupakan instrumen
untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka membiayai
pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan
ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan
menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.
APBN disusun berdasarkan siklus anggaran
(budget cycle). Siklus
dan mekanisme APBN ini meliputi (a) tahap penyusunan RAPBN oleh
pemerintah; (b) tahap pembahasan dan penetapan RAPBN menjadi APBN
dengan Dewan Perwakilan Rakyat; (c) tahap pelaksanaan APBN; (d) tahap
pengawasan pelaksanaan APBN oleh instansi yang berwenang, antara lain Badan
Pemeriksa Keuangan; dan (e) tahap pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.
Indikator ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar dalam penyusunan
APBN adalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Pertumbuhan ekonomi
Inflasi
Nilai tukar
Suku bunga SBI
Harga minyak internasional
Produksi minyak Indonesia.
Kebijakan anggaran di Indonesia ditujukan untuk mendukung kegiatan
ekonomi nasional dalam memacu pertumbuhan, menciptakan dan memperluas
lapangan kerja, meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan mengurangi
kemiskinan.
Perkembangan berbagai faktor eksternal yang penuh ketidakpastian
(uncertainty) dan sulit diprediksikan (unpredictable) mewarnai situasi perekonomian
pada akhir-akhir ini. Ketidakpastian kondisi perekonomian dunia memberikan
dampak yang signifikan pada perkembangan perekonomian Indonesia. Kenaikan
harga komoditi penting dinilai menjadi faktor yang turut menyumbang kondisi
ketidakpastian tadi. Walaupun tekanan faktor luar sangat besar, pemerintah telah
melaksanakan beberapa langkah kebijakan untuk memulihkan kepercayaan
ekonomi terhadap keberlanjutan APBN. Langkah-langkah tersebut antara lain:
(i)

Mengoptimalkan penerimaan negara, khususnya intensifikasi perpajakan


pada sektor-sektor yang mengalami booming;
(ii) Mendesain dan melaksanakan program ketahanan dan stabilitas harga
pangan;
(iii) Melakukan penghematan belanja kementerian negara/ lembaga
dan
pengendalian alokasi DBH migas;
6

(iv) Memberikan kompensasi kelompok rumah tangga sasaran melalui bantuan


langsung tunai dan memperluas program penanggulangan kemiskinan;
(v) Pengendalian konsumsi BBM;
(vi) Program penghematan listrik dan efisiensi di PT PLN;
(vii) Kebijakan untuk mendukung peningkatan produksi migas dan efisiensi di
PT Pertamina;
(viii) Terakhir adalah kebijakan kenaikan harga BBM secara terbatas.
Kebijakan ini dilakukan sebagai opsi terakhir setelah berbagai upaya
telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka memulihkan kepercayaan
ekonomi terhadap keberlanjutan APBN, memperbaiki struktur dan postur
APBN untuk dapat melindungi masyarakat terutama yang berpendapatan
rendah dari tekanan harga komoditas pangan dan energi, dan pada saat yang
sama terus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah terus berupaya untuk melakukan penyesuaian kebijakan ekonomi.
Tujuan penyesuaian kebijakan adalah agar masyarakat selalu dapat cukup terlindungi
dari gejolak harga komoditas pangan dan energi sehinga tidak menekan daya beli,
serta terus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi agar tidak terganggu dan
dengan demikian kemiskinan dan pengangguran akan dapat terus diturunkan. Untuk
mencapai tujuan tersebut diperlukan kualitas kebijakan ekonomi yang mampu
memperbaiki iklim investasi dan arah kebijakan fiskal yang tepat dan fleksibel
sehingga mampu menjalankan fungsi stabilisasi dan menyeimbangkan.
2.3 Pendekatan dalam Mengurangi Subsidi BBM

Diversifikasi
Energi

Efisiensi
Penyediaan
BBM

SUBSIDI BBM

_
_

Konservasi
Energi
+

Harga Energi
Rasional

Sumber: Hanan Nugroho


Gambar 2.
Pendekatan untuk mengurangi subsidi BBM

Diversifikasi Energi
Ketergantungan konsumsi energi nasional yang sangat besar terhadap
BBM pangsanya sekitar 60-70 persen merupakan akar masalah subsidi BBM
(Gambar 2). Ketergantungan ini tak sehat karena Ibu Pertiwi dikaruniai beraneka
sumberdaya energi. Kandungan gas bumi dan batubara Tanah Air lebih besar
daripada minyak bumi;
harga mereka pun lebih murah. Potensi panas bumi
Indonesia terbesar di dunia; potensi energi terbarukan pun cukup besar. Pemanfaatan
mereka sangat rendah. Diversifikasi energi secara konsisten mesti dilakukan
untuk
menurunkan ketergantungan konsumsi energi nasional terhadap BBM.
Substitusi terhadap BBM perlu diupayakan di berbagai pemakaian, misalnya
pembangkitan listrik.
Pangsa penggunaan sumber-sumber energi non-BBM
seperti gas bumi, batubara dan panas bumi (geothermal) mesti diperbesar.
Peningkatan pangsa sumber energi non-BBM seperti gas bumi dan batubara dapat
ditempuh melalui pembangunan infrastruktur energi secara progresif
Konservasi Energi
Konservasi energi sebagai pilar manajemen energi nasional belum
mendapat perhatian yang memadai di Tanah Air. Indonesia -berdasarkan data
intensitas energi adalah negara yang produktivitas pemanfaatan energinya sangat
rendah dibandingkan banyak negara di Asia. Energi di Indonesia, termasuk BBM,
digunakan secara boros.
Harga Energi
Politik harga energi yang menetapkan BBM sebagai komoditi dengan harga
seragam secara nasional sudah tak tepat lagi untuk perkembangan ekonomi yang
berbeda-beda di Tanah Air. Harga BBM yang dibuat murah dengan subsidi yang
tak tepat arah lebih mendatangkan mudharat daripada manfaat ekonomi. Harga murah
membuat konsumsi boros dan makin meningkatkan ketergantungan pada BBM.
Harga BBM murah tidak merangsang pengembangan sumber energi nonBBM.
Harga BBM murah juga tidak mencerminkan nilai dari sumberdaya minyak
bumi itu sendiri yang mesti tidak dikonsumsi hanya oleh generasi sekarang. Harga
BBM bersubsidi sesungguhnya tak tepat buat Indonesia yang produksi minyak
bumi per kapitanya paling rendah di antara negara OPEC.
Efisiensi Penyediaan
Tindakan efisiensi yang dapat dilakukan, misalnya dengan menambah
kapasitas kilang untuk menurunkan volume BBM yang harus diimpor). Selain itu,
mempertingi efisiensi distribusi BBM, yang dapat ditempuh dengan
memperbanyak pipa distribusi BBM. Berapa sebetulnya konsumsi real
BBM di Tanah Air dengan mempertimbangkan penyelundupan yang terjadi juga
perlu dicermati.
2.4

Kerangka Pemikiran Penelitian

Dalam mendapatkan suatu gambaran secara deskriptif pada penelitian, penulis


berpedoman pada kerangka pemikiran dibawah ini, berdasarkan harga minyak
internasional yang berlaku dan konsep-konsep pada penerapan RAPBN tahun 2010 dan
sebelumnya serta tingkat jumlah permintaan Kendaraan di DKI Jakarta sehingga
diperlukan adanya diregulasi Kebijakan Pemerintah guna mendukung upaya
penghematan RAPBN 2011 serta diharapkan dapat mengontrol laju pemakaian
8

transportasi pribadi serta diperlukannya energi alternatif sebagai upaya penghematan


BBM dan RAPBN tahun 2011.

Harga Minyak
Internasional

RAPBN 2010

Diregulasi
Kebijakan Pemerintah

Rancangan
APBN 2011

Energi/Bahan
Bakar Alternatif

Tingkat Permintaan
Kendaraan DKI
Jakarta

Penurunan
Penggunaan Mobil
Pribadi

Penghematan Subsidi
APBN 2011
Gambar 3
Kerangka Pemikiran Penelitian
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.

Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif dengan


pendekatan rasionalistik. Metode kualitatif-rasionalistik ini didasarkan atas
pendekatan holistik berupa suatu konsep umum (grand concepts) yang diteliti pada
objek tertentu (spesific object), yang kemudian mendudukkan kembali hasil
penelitian yang didapat pada konsep umumnya. Paradigma penelitian kualitatif
diantaranya
diilhami
falsafah
rasionalisme
yang menghendaki adanya
pembahasan holistik, sistemik, dan mengungkapkan makna dibalik fakta empiris
sensual. Secara epistemologis, metodologi penelitian dengan pendekatan
rasionalistik menuntut agar objek yang diteliti tidak dilepaskan dari konteksnya
atau setidaknya objek diteliti dengan fokus tertentu, tetapi tidak mengeliminasi
konteksnya. (Moleong, 2007).
Selain itu untuk pengumpulan data menggunakan pendekatan studi literatur.
Literatur yang yang digunakan meliputi buku teks, artikel media massa, dan
penelusuran literatur on-line. Sedangkan Jenis penelitian deskriptif (descriptive
research). Menurut Ronny Kountur (2003), penelitian deskriptif adalah jenis
penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas
mungkin tanpa ada perlakuan terhadap obyek yang diteliti. Jenis penelitian deskriptif
dipilih karena sesuai dengan tujuan-tujuan yang akan dicapai oleh penelitian ini yaitu
9

memotret Bagaimana gambaran kondisi harga minyak internasional, tingkat


kebutuhan BBM, Tingkat pertumbuhan Kendaraan dan kondisi sarana transportasi
serta rencana APBN pada tahun 2011.
3.2.

Subyek Penelitian

Subyek dari penelitian ini adalah Kebijakan pembatasan subsidi BBM dan
APBN 2010 serta prediksi APBN 2011.Tingkat pertumbuhan transportasi di Jakarta
dan sekitarnya.
3.3.

Jenis dan Sumber Data

Data sekunder misalnya laporan-laporan atau dokumen yang berasal dari


instansi pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Polda Metro jaya, PT
Pertamina dan Departemen Keuangan RI dan Instansi terkait.
3.4.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang utama digunakan dalam penelitian ini adalah
melalui studi kepustakaan (library research), dilakukan dengan mempelajari
berbagai buku literatur, jurnal, paper, tulisan ilmiah lainnya dan peraturan-peraturan
yang berkaitan dengan permasalahan yang akan ditulis. Studi kepustakaan ini
dimaksudkan untuk mendapatkan teori-teori dan konsep-konsep yang dapat dijadikan
sebagai dasar untuk melakukan analisis terhadap obyek yang diteliti.
Sementara itu, jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder yang akan dikumpulkan baik dari sumber publikasi maupun dari sumber
langsung instansi terkait, berupa data perkembangan harga minyak dunia,
kemampuan produksi, jumlah permintaan BBM di wilayah jakarta dan sekitarnya.
3.5.

Metode Analisis

Untuk menganalisis Kebijakan Pemerintah dalam pembatasan subsidi BBM


dalam mencapai terciptanya Penghematan RAPBN tahun 2011 dengan menggunakan
analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif yaitu menelaah berbagai kebijakan
Pemerintah Pusat, Departemen Menteri koordinator Perekonomian, Menteri Energi
dan Sumber Daya Mineral dan Direktur Utama PT. Pertamina. kemudian
membandingkan dengan hasil dilapangan yang bersumber dari data-data faktual.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1

Harga Minyak Internasional dan Perkembangan subsidi BBM

Saat pemerintah menyampaikan kerangka ekonomi makro dan


pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2011 (PPKF), maka salah satu asumsi yang
penting dan menjadi acuan bagi subsidi BBM adalah patokan harga minyak
internasional yang diperkirakan US$ 80 - US$ 85 per barel. Harga patokan
tersebut dianggap realistis dan mencerminkan perilaku harga minyak
internasional sebelumnya. Walaupun harga minyak internasional saat ini telah
mengalami penurunan dibandingkan tahun 2008 yang rata-rata sebesar US$
97 per barel menjadi sekitar US$ 61,58 per barel tahun 2009 dan diperkirakan
10

rata-rata harga minyak internasional naik menjadi US$ 76,7 per barel pada
tahun 2010.
Setiap perubahan harga minyak internasional baik turun maupun naik
akan secara langsung mempengaruhi besaran subsidi BBM. Semakin tinggi
kenaikan harga minyak internasional maka semakin besar beban subsidi BBM
yang ditanggung dalam APBN tahun bersangkutan. Tahun 2010, asumsi ICP
yang telah ditetapkan bersama DPR yaitu US$ 80 per barel dalam APBN P,
maka beban subsidi BBM diperkirakan mencapai Rp 88,9 triliun. Dengan
demikian, tahun 2011 dengan asumsi harga minyak internasional mengalami
kenaikan sampai dengan US$ 85 per barel dan tidak ada perubahan atau
kenaikan harga jual eceran BBM bersubsidi, maka beban subsidi tahun 2011
lebih dari Rp 90 triliun.
Adanya kenaikan harga minyak internasional jelas akan semakin
memberatkan beban APBN 2011 tanpa ada perubahan kebijakan subsidi BBM.
Bila pemerintah menaikkan harga jual BBM seperti pada bulan Juni 2008 hal
ini tentu sangat membebani masyarakat terutama masyarakat miskin yang
selalu terkena dampak akibat perubahan kebijakan tersebut. Bila tidak
dinaikkan, maka beban subsidi menjadi tinggi dan dapat menyulitkan ruang
gerak pemerintah dalam mengalokasikan belanja diluar subsidi BBM. Ada
tidaknya perubahan kebijakan akan menyebabkan dilematis bagi kebijakan
publik. Padahal, hampir seluruh pihak mengetahui bahwa pemberian subsidi
BBM tidak tepat sasaran dan kurang efisien karena hanya menguntungkan
beberapa pihak.
Tabel 1
Perkembangan Subsidi BBM 2007 - 2010
JENIS SUBSIDI
TOTAL SUBSIDI BBM
SUBSIDI BBM
-Premium
-Minyak
-Solar

2010
APBN-P

2007

2008

2009

APBN

83,3
83.8
25.3
39.5
19.1

139,1
135.2
43.6
47.6
44.1

45,0
37.1
15.2
11.5
10.4

68,7
57.4
24.3
12.5
20.6

88,9
74.7
36.6
13.7
24.4

39,176
19,529
7,855
11,792

37,723
21,120
4,569
12,035

36,505
21,454
3,800
11,251

36,505
21,454
3,800
11,251

VOLUME BBM
BBM (ribu kl)
38,643
-Premium
17,929
-Minyak
9,850
-Solar
10,864
Sumber Kementrian keuangan

Pada saat krisis energi tahun 2008 yang ditandai dengan naiknya
harga minyak internasional yang mencapai rata-rata US$ 97,2 per barel telah
meningkatkan beban subsidi pada tahun tersebut menjadi Rp 139,1 triliun.
Beban subsidi tersebut membengkak karena ketergantungan terhadap BBM
yaitu Solar, Premium dan Minyak Tanah masih tinggi, walaupun sejak bulan
Agustus 2007 pemerintah telah mengeluarkan kebijakan pengalihan (konversi)
penggunaan minyak tanah (mitan) ke LPG 3 kg terhadap pengguna minyak
11

tanah di kalangan rumah tangga dan usaha mikro. Namun, sampai saat ini
pelaksanaan dari program tersebut masih mengalami hambatan dan masih
banyak daerah yang belum beralih menggunakan LPG 3 kg. Oleh karena itu,
beban subsidi minyak tanah masih tetap tinggi sampai saat ini yaitu lebih dari
Rp13 triliun pada tahun 2010 (APBN).
4.2

Kebijakan Belanja Negara Tahun 2010

Sumber: Data APBN 2009 dan Data Pokok RAPBN 2010 yang diolah
Gambar 4
Trend Belanja K/L APBN 2010
Dari tabel diatas dapat diketahui, walaupun kecenderungan total belanja
selalu mengalami kenaikan, tetapi jika dicermati lagi untuk belanja K/L pada 10
belanja terbesar dibandingkan antara APBN 2009 dan RAPBN 2010 terdapat
beberapa temuan:
1. Dephan ( Rp 40,68 T) mendominasi anggaran belanja K/L terbesar kedua setelah
Depdiknas (Rp 51,79 T). Belanja Dephan ini menggeser Dep PU (Rp. 34,27
trilyun) menjadi no.3. Padahal ditahun 2009 Dep PU menduduki belanja terbesar
kedua.
2. Di tahun 2010, Depdagri adalah K/L dengan persentase kenaikan belanja
terbesar, yakni 38,18%, mengungguli Dephan yang juga mengalami kenaikan
sebesar 20,85% di banding tahun 2009.
3. Di samping kenaikan, terdapat juga penurunan pada beberapa belanja K/L,
seperti Depdiknas (-16,59%), Dephub (-5,97%), Deptan (-2,70%), dan Depag (2,36%).

12

M illions

Belanja Pusat Menurut Jenis 5 tahun terakhir


300,000
250,000

Belanja Pegawai
Belanja Barang
Belanja Modal
Pembayaran Bunga Utang
Subsidi
Bantuan sosial
Belanja Lain-lain

200,000
150,000
100,000
50,000
0

2005

2006

2007

2008

2009

2010

Sumber: Data APBN 2009 dan Data Pokok RAPBN 2010 yang diolah
Gambar 5
Belanja Pusat Menurut Jenis Tahun 2005 -2010
Penurunan belanja dapat dipastikan berkonsekuensi pada penurunan pelayanan dan
pembangunan yang diberikan oleh Negara ini. Hal ini dapat digambarkan pada
grafik belanja pusat menurut jenis dibawah ini. Akibat melemahnya belanja Negara,
belanja subsidi dari tahun 2009 terus mengalami penurunan. Pada RAPBN 2010
belanja subsidi berkurang 10% atau Rp. 15,5 trilyun. Hal yang sama juga pada
belanja bantuan sosial yang mengalami penurunan sebesar Rp. 11% atau Rp. 8,6
trilyun di tahun 2010. Padahal, pengurangan belanja subsidi dan bantuan sosial
(Jamkesmas, BOS, raskin, dll) akan menambah beban orang miskin.
Ironinya, belanja untuk pegawai dalam 5 tahun belakangan terus mengalami
kenaikan, bahkan di tahun 2010 belanja pegawai merupakan belanja terbesar Rp. 161
trilliun dan mengalami kenaikan terbesar 21 % atau Rp. 28 trilyun. Kenaikan belanja
pegawai dengan alasan reformasi birokrasi adalah alasan yang tidak mendasar.
Reformasi birokrasi masih diartikan pemerintah sebagai kenaikan gaji tanpa melihat
kinerja PNS, dengan rekrutment setiap tahun yang dapat dipastikan akan terus
menambah beban keuangan Negara. Trend kenaikan belanja pegawai yang
menunjukan kenaikan stabil, dipastikan dalam 5 tahun ke depan akan semakin
menjadi beban keuangan Negara. Kenaikan gaji pegawai berturut-turut, 15% di tahun
2009 dan 5 % ditahun 2010 dikhawatirkan akan berdampak pada inflasi yang tinggi.
Kenaikan gaji pegawai Negeri yang selalu diikuti dengan kenaikan harga bahan
pokok dipastikan akan menambah beban rakyat terutama kaum miskin dan pegawai
non PNS.

13

% Kenaikan Belanja Negara 2005-20010


35.0%
30.0%
25.0%
20.0%
15.0%
10.0%
5.0%
0.0%

30.9%

30.1%
% Kenaikan Belanja
Negara

13.6%
0.4%

20092010

20082009

20072008

20062007

20052006

2.0%

Sumber: Data APBN 2009 dan Data Pokok RAPBN 2010 yang diolah
Gambar 6
Belanja Pusat Menurut Jenis Tahun 2005-2010
Belanja Negara dalam kurun waktu 5 tahun terakhir mengalami kenaikan
yang cukup signifikan, dari Rp. 509 trilyun di tahun 2005 menjadi Rp. 1.009 trilyun
di tahun 2010. Meski demikian, RAPBN 2010 merupakan kenaikan anggaran
terkecil sepanjang 5 tahun belakangan. RAPBN 2010 hanya meningkat 0.4% atau
Rp. 3,8 trilyun dibandingkan APBN-P 2009. Bahkan pertumbuhan real RAPBN 2010
jika dihitung dengan inflasi 5 % maka sebetulnya RAPBN 2010, mengalami
penurunan sebesar 4,6 % atau Rp. 46 trilyun. Terlepas dari krisis global, sepertinya
Pemerintahan SBY yang kemungkinan akan melanjutkan Pemerintahan ini, terkesan
mencari aman di awal pemerintahannya dengan tidak melakukan expansi belanja
Negara.
4.3
Jumlah Kendaraan DI DKI Jakarta dan Sekitarnya
Perkembangan transportasi di jakarta dan sekitarnya Bogor, Tanggerang dan
Bekasi dari tahun ke tahun semakin meningkat, dengan demikian pemerintah DKI
Jakarta dan Pemerintah Pusat harus segera mengambil langkah-langkah kebijakan
yang sesuai dalam menekan laju pertumbuhan transportasi khususnya di DKI jakarta
dan sekitarnya.Laju pertumbuhan penggunaan kendaraan di Jakarta sampai tahun
2010 sangat memiliki dampak negatif sosial dalam berbagai aspek.Misalnya
kemacetan lalu-lintas. Akibat adanya kemacetan lalu-lintas diprediksi mengakibatkan
kerugian sebesar 48 trilyun pertahun.
Tabel 2
Jumlah Kendaraan di Jakarta tahun 2010
NO
1
2
3

MOBIL/unit
MOTOR/unit
JUMLAH/unit
3.118.050
8.244.346
11.362.396
OPERASIONAL/HARI
>890
240
1.130
RENCANA PERTAMBAHAN MOBIL BARU TAHUN 2011
700.000
700.000

Sumber: POLDA Metro Jaya (diolah)

14

Dengan adanya kenaikan dan perencanaan pengadaan mobil baru pada tahun
2011 dapat dipastikan bahwa kondisi jalan raya di jakarta dari tahun ke tahun akan
semakin macet. Rata rata pertumbuhan kendaraan pribadi sebanyak 1.117/hari atau
9 persen pertahun sementara penambahan infrastruktur luas jalan relatif kecil sekitar
0,01 persen pertahun. Hal ini yang menjadi salah satu dasar kebijakan tentang
penetapan pengaturan subsidi BBM yang akan diberlakukan bulan maret
2011.Kebijakan tersebut juga berperan dalam penanggulangan adanya permintaan
BBM pada tahun 2011, akibat kenaikan pertumbuhan kendaraan.
Tabel 3
Mekanisme Rencana Pembatasan Penggunaan BBM Subsidi
NO
1
2

BAHAN BAKAR
PERTAMAX
PREMIUM

JENIS DAN LAYANAN


Mobil Pribadi
Angkutan Umum dan Motor

HARGA BBM
Rp. 7.050/liter
Rp. 4.500/liter

Sumber Berita Harian kompas


Dari tabel diatas dapat kita simpulkan bahwa kendaraan pribadi pada bulan
maret 2011 wajib menggunakan bahan bakar minyak jenis Pertamax yang merupakan
BBM non subsidi, sementara untuk angkutan umum (plat kuning) dan kendaraan
roda dua masih menggunakan jenis premium. Sesuai perhitungan antara jumlah
mobil yang beroperasi di kawasan Jabotabek maka dengan kebijakan ini akan dapat
diprediksi akan dapat mengurangi kuota penggunaan BBM subsidi dengan kata lain
Pemerintah akan dapat menekan pengeluaran APBN pada tahun 2011.
Konsumsi BBM pada tahun 2010 telah melebihi kuota APBN, diprediksi
sampai dengan 38 juta kilo liter diatas kuota APBN 2010 sebesar 36,5 juta kilo liter.
Tanpa ada batasan subsidi BBM ini maka kenaikan penggunaan BBM dapat pencapai
10 persen.
4.4 Kapasitas Produksi BBM dan Rencana Realisasi Subsidi Tahun 2011
Faktor lain yang juga perlu dipertimbangkan bagi Pemerintah adalah tentang
penyediaan Bahan Bakar Minyak jenis Pertamax (Kerosin). Dengan beralihnya
konsumen yang terbiasa menggunakan premium dan berpindah ke Pertamax tentunya
harus diimbangi dengan kesiapan volume produksi jenis pertamax, begitu juga
berbagai SPBU bahwa tidak semua SPBU menyediakan sarana penjualan jenis
Pertamax namun hanya menjual Jenis premium dan solar.

15

Jumlah
40,000,000
35,000,000
30,000,000
25,000,000
20,000,000
15,000,000
10,000,000
5,000,000
0

Premium,
38,379,501

Pertamax,
2,389,765
Premium

Solar dan
Bio,
12,859,863

Jumlah

Pertamax Solar dan Bio

Sumber PT. Pertamina


Gambar 7
Perkiraan Realisasi BBM Tahun 2010
Dari diagram diatas bahwa Jenis Premium memiliki jumlah terbesar
dibandingkan dengan lainnya, dengan keadaan ini tentunya Pertamina perlu
mempersiapkan penambahan produksi pada jenis Pertamax karena dengan
berlakunya kebijakan pembatasan subsidi BBM permintaan jenis Pertamax akan
meningkat drastis, apabila dalam penyediaan BBM jenis pertamax kurang maka akan
dapat menimbulkan masalah baru. Seperti kebijakan konversi minyak tanah ke Gas
Elpiji ukuran 3 Kg, yang jumlahnya tidak sebanding dengan tingkat kebutuhan
masyarakat.
Asumsi subsidi jika diperhitungkan dengan proyeksi harga ICP 80 dolar AS
per barel dan kurs Rp. 9.250 per dolar AS, maka pada tahun 2011 BBM bersubsidi
akan dapat dihemat sebesar 2.11 juta kiloliter setara dengan anggaran subsidi BBM
sebesar 3.8 trilyun rupiah.Seperti yang terlihat pada grafik berikut ini:

16

Sumber: Kementrian keuangan


Gambar. 8
Asumsi anggaran subsidi BBM Tahun 2009-2011
Tahun 2011 merupakan tahun prediksi apabila kebijakan tersebut dilakukan,
pada tahun 2009 Subsidi BBM sebesar 45 trilyun rupiah, dan pada tahun 2010
sebesar 88,9 trilyun rupiah meningkat sebesar 98 persen. Pada tahun 2011
diperkirakan mencapai 95,9 trilyun atau meningkat sebesar 8 persen, dengan
demikian akan hemat sebesar 3,8 trilyun pada tahun 2011.
4.5 Hasil Analisis
Dari uraian dan diskripsi diatas maka dapat dihasilkan pada penelitian ini
sebagai berikut.
1. Bawa yang menjadi dasar atas kebijakan pengaturan pembatasan subsidi
Bahan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang akan berlaku pada tahun 2011
adalah faktor meningkatnya pertumbuhan pengguna kendaraan dijakarta
dan wilayah disekitarnya, dengan kemungkinan adanya penjualan mobil
baru pada tahun 2011 yang mencapai 700.000 unit maka diperkirakan
kondisi lalu lintas jalan raya akan semakin padat, sehingga dengan adanya
pembatasan subsidi BBM, atau dialihkannya pengguna mobil pribadi pada
jenis bahan bakar premium menjadi Pertamax diharapkan akan dapat
menurunkan pengguna kendaraan pribadi dan beralih ke sarana transportasi
umum. Sebagai hal lainnya yang menjadi dasar adalah penghematan APBN
2011, karena dengan meningkatnya kendaraan pribadi yang tinggi subsidi
BBM akan dapat meningkat atau terjadi pemborosan, sehingga APBN akan
menjadi lebih besar dalam pos subsidi BBM.
2 .
Keterkaitan Kebijakan pembatasan subsidi BBM ini akan
mempengaruhi besaran APBN pada tahun 2011. Jika Penggunaan Bahan
bakar jenis premium berkurang dan meningkatnya permintaan jenis
pertamax (non subsidi) maka Anggaran Pendapatan belanja akan dapat
dihemat sebesar 3,8 Trilyun pada tahun 2011.
4. Secara umum dalam kapasitas penggunaan energi Bahan Bakar Minyak dari
tahun ketahun mengalami peningkatan yang cukup drastis.Dengan demikian
Pemerintah dan berbagai lembaga industri swasta tentunya perlu memikirkan
17

adanya perencanaan sumber energi baru seperti Gas dan alternatif lainnya,
baik dengan cara Diversifikasi produk. Energi lainnya yang dapat digunakan
adalah.Energi Biodisel (Minyak Kelapa sawit) karena bahan baku minyak
kelapa sawit diIndonesia cukup banyak (tingkat Produksi). Hal ini perlu
dikaji secara maksimal dan penggunaan minyak kelapa sawit belum
dimanfaatkan secara optimal.
Dalam rangka penurunan subsidi BBM Premium dan diversifikasi
penggunaan energi, maka penggunaan LGV/LPG sebagai bahan bakar angkutan
umum (taksi) dapat dilakukan dengan menyediakan LGV/Vi-Gas pada tahun 2011
dan tahun-tahun selanjutnya. Menyediakan LGV/Vi-Gas dapat dilakukan industri
lainnya diluar Pertamina, menambah stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) di
Jakarta untuk mengurangi kemacetan atau antrian pengisian, dan membuat SPBG di
masing-masing pool taksi untuk memudahkan supir taksi saat mengisi LGV/Vi-Gas.
Salah satu alternatif penggunaan energi (bahan bakar) yang murah dan ramah
lingkungan terhadap kendaraan bermotor adalah liquid gas vehicle (LGV). Saat ini
pemerintah daerah (Pemda) yang mulai menerapkan penggunaan LGV adalah
Pemda DKI Jakarta melalui Keputusan Gubernur nomor 141/2007 tentang
penggunaan bahan bakar gas untuk angkutan umum dan kendaraan operasional
pemerintah daerah. Keunggulan menggunakan LGV dibandingkan premium secara
teknis cukup menguntungkan yaitu ramah lingkungan, biaya operasional murah,
umur mesin lebih panjang dan bebas timbal serta nilai oktannya sangat tinggi lebih
dari 98. Kelebihan lainnya seperti harganya yang stabil dan tidak terlalu
terpengaruh harga gas internasional. Namun, seperti yang telah dikemukakan
sebelumnya kebijakan ini masih berjalan ditempat dan perluasan penggunaan
LGV belum memperoleh hasil yang menggembirakan. Jumlah pengguna LGV
justru cenderung tetap atau menurun. Taksi yang telah menggunakan LGV masih
menggunakan BBM bersubsidi sebagai bahan bakar kendaraannya.
Dari sisi kepentingan pemerintah dalam upaya mewujudkan priortas
pembangunan tahun 2011 yaitu mengurangi subsidi dan diversifikasi energi serta
mendorong terciptanya ketahanan energi Indonesia. Tulisan ini mengemukakan
alternatif penggunaan LGV dan hambatannya sebagai bahan bakar kendaraan
bermotor pada angkutan umum taksi di Jakarta yang dapat digunakan sebagai
alternatif penggunaan energi primer selain minyak bumi dan diharapkan dapat
mengurangi subsidi BBM.
Penggunaan LGV atau LPG telah menjadi salah satu alternatif penggunaan
bahan bakar baik untuk memasak maupun kendaraan bermotor dibeberapa negara.
Ketergantungan terhadap bahan bakar seperti premium dan solar dengan harga yang
terus meningkat membuat banyak negara mengembangkan penggunaan energi yang
sesuai dengan potensi energi, kondisi alam dan tipologi negara tersebut.
Disamping itu, tuntutan menggunakan energi yang ramah lingkungan akibat
pemanasan global menjadi kebijakan energi yang tidak dapat ditunda untuk masa
yang akan datang. Berbagai kelebihan penggunaan LGV seperti ketersediaan energi,
ramah lingkungan, efisien, cukup aman, tidak tergantung jaringan pipa gas dan
biayanya murah menjadikan bahan bakar tersebut digunakan di beberapa negara.
Negara yang banyak menggunakan gas sebagai bahan bakar utama memasak
dan kendaraan bermotor adalah negara maju di Eropa (OECD). Penggunaan energi
tersebut mulai digalakkan karena semakin berkurangnya dan semakin mahalnya
BBM premium serta solar (minyak mentah). Ketergantungan premium dan solar
18

membuat negara-negara tersebut tidak memiliki daya tawar terhadap harganya. Ada
kecendrungan harga yang dijual pada pasar internasional lebih ditentukan oleh para
produsen minyak (OPEC). Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar memasak dan
kendaraan bermotor maka banyak negara yang mencari alternatif bahan bakar agar
ketahanan energi masing-masing negara dapat tercapai.
Selain negara-negara eropa yang menggunakan LGV, LPG dan compressed
natural gas (CNG), negara Jepang, Korea Selatan dan Thailand (Asia) merupakan
negara tetangga yang berinisiatif dan cukup sukses dalam penggunaan energi
alternatif. Jumlah kendaraan bermotor yang menggunakan LPG di Korea Selatan saat
ini (2008) mencapai 2.187.066 unit (13,37% dari total kendaraan bermotor).
Peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang menggunakan LPG diimbangi dengan
peningkatan jumlah SPBG yaitu sebanyak 1.415 lokasi. Sedangkan penggunaan
CNG yang menggunakan jalur pipa dibatasi kepada kendaraan bermotor besar seperti
Bus dan Truk (Itochu, 2008).
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1

Kesimpulan

Berdasarkan kajian dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:


1. Kebijakan Pemerintah yang terkait dengan pembatasan subsidi BBM tahun
2011 akan berimplikasi pada pengehamatan APBN tahun 2011, namun untuk
dampak pengurangan operasional kendaraan pribadi roda empat di Jakarta
belum dapat dipastikan karena jika dilihat dari target penjualan mobil pada
tahun 2011 yang berjumlah 700.000 unit mobil tentunya akan menjadi hal
yang sia-sia, kemacetan di Jakarta akan tetap berlangsung. Sehingga
diperlukan juga pembatasan penjualan kendaraan agar dapat menekan laju
pertumbuhan jumlah kendaraan yang berada di Jakarta.
2. Penghematan APBN tahun 2011 akan tercapai apabila kebijakan ini didukung
adanya pengawasan yang ketat, baik pihak pemerintah, kepolisian ataupun
dari PT. Pertamina karena jika tidak akan dikhawatirkan adanya sistem
kecurangan penjualan baik dari pihak SPBU ataupun angkutan umum yang
melakukan pembelian secara masal untuk dijual kembali. Sehingga akan bisa
berdampak pada menjamurnya pedagang-pedagang eceran dengan demikian
jumlah permintaan premium akan tetap besar karena mobil pribadi tetap akan
menggunakan bahan bakar minyak jenis premium dengan cara membeli di
pedagang eceran.
3. Pemakaian Bahan bakar minyak baik premium, pertamax maupun solar untuk
sarana transportasi permintaan selalu meningkat dari tahun ke tahun ,dengan
demikian bahan bakar atau energi alternatif sangat diperlukan, sehingga perlu
dilakukan mengkajian lebih lanjut guna penerapannya baik secara proses
produksi maupun ketersediaan bahan baku yang akan digunakan sebagai
sumber energi alternatif.

19

5.2

Saran
Kajian ini berkaitan dengan kebijakan Pemerintah tentang pembatasan
subsidi BBM tahun 2011, kebijakan tersebut belum berjalan, sehingga berbagai data
belum dapat dikaji secara mendalam. Berbagai aspek dampak sosial ekonomi belum
dapat dikaji secara komprehensip dan disisi lain kebijakan ini masih dalam tahap
pengembangan pemerintah sehingga pendapat kontroversial dari berbagai kalangan
banyak ditemui dalam taraf wacana yang fenomenal.
Jika kebijakan ini berjalan hal yang disarankan oleh penulis lebih menyoroti
pada sistem ataupun mekanisme pengawasan dilapangan, karena kebijakan ini hanya
berlaku dikawasan Jabodetabek sehingga akan kurang efektif apabila banyak para
pengguna mobil pribadi membeli bahan bakar diluar Jabodetabek,khususnya para
pemilik mobil yang bertempat tinggal di daerah perbatasan seperti Cikarang,
Bandung dan yang lainnya.Belum lagi jika transportasi umum bus (dalam kota
maupun luar kota, angkot, atau taxi yang justru memanfaatkan situasi ini dengan
melakukan pembelian secara masal untuk dijual kembali secara eceran ataupun ke
pemilik mobil pribadi.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Kebijakan Fiskal (2008), Laporan Efektivitas dan Efisiensi Kebijakan
Subsidi Tahun 2008
Badan Kebijakan Fiskal (2009), Laporan Efektivitas dan Efisiensi Kebijakan
Subsidi Tahun 2009
Hanan Nugroho Sembuh Dari Penyakit Subsidi BBM: Beberapa Alternatif Kebijakan
Perencana Senior Bidang Energi di BAPPENAS. Anggota Redaksi Jurnal
Perencanaan Pembangunan 2010.
Itochu Corporation, (2008),Prospek Penggunaan LPG Sebagai Bahan Bakar
Alternatif Yang Murah dan Ramah Lingkungan September 2008.
Kementerian Keuangan, (2010),Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok
Kebijakan Fiskal Tahun 2011.
Kompas, 2013 Soal BBM tuntas, Selasa 14 Desember 2010
Kompas, Enam syarat bagi pemerintah, Kamis16 Desember 2010
Pertamina, (2010),Benefit Penggunaan Gas Untuk Transportasi: Vi-Gas dan BBG,
dalam workshop pemanfaatan gas untuk transportasi, Kementerian Lingkungan
Hidup 1 April 2010.
Said, Umar, (2008), Ketahanan Energi Nasional dalam seminar RPJMN 2010
2014 di Bappenas 4 November 2008 . Jakarta.
20

Samosir, Agunan, 2010, Perlukah Pemerintah Memberikan Subsidi LGV/Vi-Gas


Tahun 2011?: Studi Kasus Angkutan Umum Taksi di Jakarta,Pusat Kebijakan
APBN Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI Tahun 2010.
Sinaga, Elly (2010),Kebijakan Penggunaan Bahan Bakar Gas Untuk Transportasi
dalam workshop pemanfaatan gas untuk transportasi, Kementerian Lingkungan
Hidup 1 April 2010.

21

Anda mungkin juga menyukai