Case Report Kardio
Case Report Kardio
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Jenis kelamin
Tanggal masuk
Nomor MR
: Tn. H
: 58 tahun
: Laki-laki
: 11 September 2014
: 639845
mual, tidak muntah, sesak (+) kadang, DOE (-), PND (-), ortopnea (+)
Riwayat nyeri dada sebelum (+) sekitar 1 tahun yang lalu, tetapi tidak ke rumah sakit.
Riwayat HT (+)dan berobat teratur, dengan amlodipine.
DM (-)
Riwayat merokok (+) selama + 20 tahun, 1 bungkus/hari, berhenti apabila didiagnosa
hipertensi
Buang air kecil dan buang air besar normal
Nadi
Pernapasan
Suhu
3. Kepala
Mata
Bibir
Leher
4. Dada
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
5. Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: 88 x/menit, regular
: 20 x/menit
: 36,5C (aksilla)
: Anemis (-), ikterus (-)
: Sianosis (-)
: DVS R+2 cmH2O (300)
: Simetris kiri=kanan, normochest
: Nyeri tekan (-), Massa Tumor (-), Vokal fremitus kiri=kanan
: Sonor, kanan = kiri
: BP : Vesikuler; BT : Ronki-/-, Wheezing -/: Ictus cordis tidak tampak
: Ictus cordis tidak teraba
: Pekak, batas jantung kanan linea parasternal kanan, batas kanan
Rhythm
: Irama sinus
P wave
: 0,08 s
Heart Rate
: 92 x/min
PR interval
: 0,12 s
Axis
: Normoaxis
QRS complex
: 0,08 s
ST Segment
: Isoelektrik
Kesimpulan :
-
Normoaksis
G. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
TEST
RESULT
NORMAL VALUE
4,0-10,0 x 103 /l
4,0-6,0 x 106 /l
Hemoglobin
11,2mg/dl
13,0-17,0 g/dl
Blood Glucose
105 mg/dl
140 mg/dl
Ureum
18 mg/dl
10-50 mg/dl
Creatinin
0,9 mg/dl
M(<1,3);F(<1,1) mg/dl
Platelet
150-500 x 103 /l
Troponin T
<0,2
Negatif
CK
109 U/L
L(<190) P (<167)
CK-MB
13.2 U/L
<25
SGOT
19 mg/dl
<38 U/l
SGPT
10 mg/dl
<41 U/l
Total Cholesterol
162 mg/dl
200 mg/dl
HDL
30 mg/dl
M(>55);F(>65) mg/dl
LDL
120 mg/dl
<130 mg/dl
Uric Acid
4.3 mg/dl
2,4-5,7 mg/dl
H. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Foto Thoraks PA
-Corakanbronkovaskulardalambatas normal
- Tidak Nampak proses spesifikpadakeduaparu
- COR membesardengan CTI = 0,55 (posisi AP)
- Dilatasioetelongasio aorta
- Tulang-tulangintak
Kesan : Cardiomegaly
I. DIAGNOSIS
UNSTABLE ANGINA PECTORIS
J. PENGOBATAN
Anti-agregasi platelet :
Aspilet 80 mg 0-1-0
Clopidogrel (Plavix) 75 mg 1-0-0
Rencana pemeriksaan :
-
I.PENDAHULUAN
Pada kasus Unstable Angina Pectoris yang terdata pada lebih dari satu juta rumah
sakit dilaporkan bahwa 6-8% pasien memiliki kondisi infark yang non fatal. Berbagai definisi
angina pektoris tidak stabil telah dikemukakan, tetapi pada tahun 1989, Braunwald
menemukan system klasifikasi yang memastikan mecakup semua kategori, baik informasi
diagnosis dan prognosis. Sistem ini mengklasifikasi angina berdasarkan derajat keparahan
gambaran klinis angina, yaitu angina akut saat beristirahat (48 jam sebelumnya), angina
subakut saat beristirahat (selama sebulan terakhir namun bukan saat 48 jam sebelumnya),
atau serangan baru angina yang bersifat progresif . Keadaan klinis dimana angina tidak stabil
muncul, dibagi atas angina dengan / tidak dengan keadaan berikut (anemia, demam, hipoksia,
takikardi, atau tiroktoksikosis) atau angina dalam dua minggu setelah infark miokard akut;
dan ada tidaknya perubahan EKG. Beragamnya gambaran klinis dari angina ridak stabil,
tidak mengagetkan prognosis nya pun bermacam-macam.
Sekarang, istilah Acute Coronary Syndromes digunakan untuk mendeskripsikan
berbagai kondisi termasuk angina pektoris tidak stabil, NSTEMI, dan STEMI. Pasien dengan
angina pektoris tidak stabil dan NSTEMI sering muncul dengan gejala yang hampir mirip,
dan untuk membedakannya baru dapat ditegakkan beberapa hari atau jam kemudian saat hasil
tes enzim jantung telah selesai.
terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan dalam memulai trombosis yang intermiten,
pada angina tak stabil.
Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil.
Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet
berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah dan meenyebabkan spasme. Spasme
yang terlokalisir seperti pada angina printzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil.
Adanya spasme seringkali terjadi pada plak yang tak stabil, dan mempunyai peran dalam
pembentukan trombus.
Erosi Plak tanpa Ruptur
Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya proliferasi dan
migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan bentuk
dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh
dengan cepat dan keluhan iskemi.
Berbagai pencetus yang menginisiasi rupture dari plak yang sangat rapuh. Rupturnya
plak membuat platelet teraktivasi, adhesi, dan teragregasi sehingga mengaktifkan clotting
cascade, sehingga terbentuklah oklusi akibat thrombus. Jika proses ini mengakibatkan oklusi
total arteri, terjadilah IMA dengan munculnya ST-elevasi. Jika pada proses ini mengakibatkan
stenosis kronis, akan tetapi arteri tetap paten, inilah yang disebut dengan unstable angina
pectoris.
III. GEJALA KLINIS
Keluhan pasien umumnya berupa nyeri dada untuk pertama kali atau keluhan nyeri
dada yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan
lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal.
Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai
keringat dingin.
Kategori
I
Faktor-faktor
mempercepat
klinis
Terapi selama
berlangsung
Detail
Gejala
pada
saat
beraktifitas
II
Gejala subakut pada saat
istirahat
(2-30
hari
sebelumnya)
III
Gejala akut pada saat
istirahat (dalam waktu 48
jam sebelumnya)
yang A
Sekunder
secara B
Primer
C
Post-infark
gejala 1
Tanpa pengobatan
2
Terapi angina biasa
3
Terapi maksimal
Tabel 1. Klasifikasi menurut Braunwald
penilaian Canadian
berhubungan
Cardiovascular
dengan angina
Society
pada
adalah banyak
angina
yang
digunakan karena
merupakan klasifikasi
sederhana
dan
praktis yang
sering
digunakan
untuk
GAGnrraagddieeaIIdeng menga ktseua denga yngberatm nGgraudeaIknteag yn bayk,melaku nseuat dengacept/ rbu - ru,at berkpanj g (aktiv sfiikbas eprtinak gatidkme provkasing a)
SGDeritaddinketIrbangasnyketakrbtiav ssnbaaktiv(Ansgibaater(jAdnigieangtearjpdoistenragndGibrla,dbjeelrIjan1n-2mbleokaantjuk,metanudacekipttn.gKampuddiankkeectpaatbnrjylangneobrihmdaal)r2blokdaripemukant ahtuberjalnmeaiklbhdari1tnga,m upnselam stremosinal, tupad jm-a wlset ahbngu tidr).
GKeratiddeakIVm puan tukmelauknativ sfiikap untap rsaGtirdadkenIVyGarmade(Inyerisat irahterjadi)
V. PEMERIKSAAN & DIAGNOSIS
Hal yang pertama kali dilakukan adalah memasang EKG untuk melihat gambaran
khas iskemia (jaringan kekurangan pasokan oksigen) ataupun infark (kematian jaringan).
Pemeriksaan EKG tidak hanya dilakukan bila pasien mengeluh nyeri dada tetapi dapat
digunakan untuk deteksi dini yang dapat dikerjakan waktu istirahat, waktu aktivitas seharihari (Holter), ataupun waktu stres (latihan/obat-obatan) yang ditambah dengan pemeriksaan
radiologis, pemeriksaan laboratorium terutama untuk menemukan faktor risiko. Jika tidak
ditemukannya ST elevasi maka dapat dikategorikan sebagai NTEMI atau unstable angina
pectoris namun bila ditemukan ST elevasi maka dapat didiagnosis sebaga STEMI. Oleh
karena itu diperlukan pemeriksaan lebih lanjut berupa pemeriksaan darah.
Pemeriksaan darah seperti CK-MB (Creatine kinaseMB) dan troponin T dilakukan
untuk melihat adanya peningkatan kadar enzim jantung yang menandakan telah terjadi IMA.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah ekokardiografi dan radio nuclid myocardial
imaging (RNMI) waktu istirahat dan stres fisis ataupun obat-obatan, sampai dengan
arteriografi koroner dan angiografi ventrikel kiri (AK & LVG).
Untuk menyingkirkan diagnosis infark jantung akut sering dilakukan pemeriksaan
enzim CPK, SGOT atau LDH. Enzim tersebut akan meningkatkan kadarnya pada infark
jantung akut sedangkan pada angina kadarnya masih normal. Pemeriksaan lipid darah seperti
kolesterol, LDL, HDL, trigliserida dan pemeriksaan gula darah perlu dilakukan untuk
mencari faktor risiko seperti hiperlipidemia dan atau diabetes melitus. Kadar kolesterol di
atas 180 mg/dl pada orang yang berusia 30 tahun atau kurang atau di atas 200 mg/dl untuk
mereka yang berusia lebih dari 30 tahun, dianggap berisiko khusus mengidap penyakit arteri
koroner.
Diagnosis
Anamnesis
Diagnosis adanya suatu SKA harus ditegakkan secara cepat dan tepat dan didasarkan
pada tiga kriteria, yaitu gejala klinis nyeri dada spesifik, gambaran EKG (elektrokardiogram)
dan evaluasi biokimia dari enzim jantung. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala
kardinal pasien SKA. Nyeri dada atau rasa tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari
sebagian besar pasien dengan SKA. Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut :
Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial
Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti
ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
Penjalaran ke : leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung atau interskapula, dan
dapat juga ke lengan kanan.
Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, dan lemas.
Berat ringannya nyeri bervariasi. Sulit untuk membedakan Angina Pektoris Tidak Stabil /
NSTEMI dan STEMI berdasarkan gejala semata-mata.
angina yang dialami pertama kali dan timbul saat aktivitas yang lebih ringan dari
aktivitas sehari-hari (new onset angina)
angina pascainfark
Pada beberapa pasien dapat ditemukan tanda-tanda gagal ventrikel kiri akut. Gejala yang
tidak tipikal seperti rasa lelah yang tidak jelas, nafas pendek, rasa tidak nyaman di
epigastrium atau mual dan muntah dapat terjadi, terutama pada wanita, penderita diabetes dan
pasien lanjut usia.
kardiovaskular multiple dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan diagnosis atau bahkan
sampai tidak terdiagnosis / under estimate .
PemeriksaanFisik
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus dan
kondisi lain sebagai konsekuensi dari SKA. Keadaan disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronki
dan gallop S3) menunjukkan prognosis yang buruk.
Elektrokardiografi
EKG member bantuan untuk diagnosis dan prognosis. Rekaman yang dilakukan saat
sedang nyeri dada sangat bermanfaat. Gambaran diagnosis dari EKG adalah :
1. Depresi segmen ST > 0,05 mV (1/2 kotak kecil)
2. Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV (2 kotak kecil) inverse gelombang
T yang simetris di sandapan prekordial
Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia jantung,
terutama Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika ditemukan adanya perubahan segmen
ST. Namun EKG yang normal pun tidak menyingkirkan diagnosis unstable angina pectoris /
NSTEMI.
Pemeriksaaan EKG 12 sadapan pada pasien SKA dapat mengambarkan kelainan yang
terjadi dan ini dilakukan secara serial untuk evaluasi lebih lanjut, dengan berbagai ciri dan
kategori:
Angina pectoris tidak stabil : depresi segmen ST dengan atau tanpa inverse
gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu nyeri, tidak dijumpai
gelombang Q.
Infark miokard non-Q : depresi segmen ST, inverse gelombang T
Faktor
Anamnesis
Resiko Tinggi
Resiko Sedang
Resiko Rendah
Angina saat istirahat Angina nocturnal atau Angina crescendo
yang berlanjut > 20 saat istirahat
menit
Onset
baru
Onset
baru
angina
angina ringan
aberat
Usia > 65 tahun
Pemeriksaan
Regurgitasi
(MR)
mitral
baru
perburukan
Edema paru, bising
paru, atau S3
EKG
Petanda
Triase
Hipotensi
ST 1 mm
Troponin jantung +
Troponin jantung
ICU / CCU / monitor Monitor jantung di Evaluasi pasien rawat
di tempat tidur
tempat tidur
VII. TERAPI
Penatalaksanaan pada angina pectoris tidak stabil difokuskan pada tiga hal berikut :
Mengatasi gejala dalam hal ini adalah nyeri dada atau angina iskemik.
Pengobatan Umum
Pengobatan umum termasuk: pemberian oksgen, tirah baring sampai anina terkontrol,
puasa 8 jam kemudian makanan cair atau lunak selama 24 jam pertama, pembreian
transquilizer untuk menenangkan pasien dan laksans agar penderita tidak mengedan.
Pengobatan Khusus
i)
mengatas nyeri dada. Pemberian intravena harus dilaukan dengan infusion pump, sebagai
gantinya dapat digunakan nitrat transdermal yang dikombinasi dengan preparat oral. Dosis
awal nitrogliserin (IV) biasanya 5 ug/menit dan ditingkatkan (5-10 ug/menit) setiap 5 menit
sampai nyeri dada menghilang. Dosis maksimal adalah 200 ug/menit. Pemberian dosis besar
(lebih dari 7 ug/kgBB/menit) selama beberapa hari dapat menimbulkan methemoglobinemia.
Dosis IsoSorbid Dinitrat (ISDN) IV biasanya 1 mg.jam kemudian ditingkatkan sampai nyeri
dada mereda.
Agar perfusi miokard tetap adekuat, makan selama pemberian nitrat IV tekanan darah
sistolik tidak boleh lebih rendah dari 100 mmHg, dan tekanan darah diastolic tidak bileh lebih
rendah dari 60 mmHg. Apabila terjadi hipotensi, maka dosis nitrat harus diturunkan. Apabila
nitrat IV masih belum berhasil menghilangkan nyeri dada, dapat diberi morfin (2,55mg)secara IV.
Apabila tidak ada kontraindikasi segera diberikan -blocker. -blocker short acting
lebih diproritaskan sebab jika terjadi efek samping lebih cepat akan teratasi. Propranolol 10
mg dua kali sehari cukup efektif. Pada pasien yang memiliki penyakit obstruksi paru kronis,
DM atau dyslipidemia dapat diganti atenolol (50 mg/tablet) atau dganti CCB seperti
verapamil atau diltiazem. Apabila angina amasih takstabil dapat diveri triple theraphy yaitu
Nitrat,-blocker, dan CCB. -blocker long acting seperti bisoprolol sebaiknya diberikan
sesudah kondisi stabil.
ii)
Clopidogrel loading dose 300 mg (4 tablet) juga dianjurkan pada pasien AP tak stabil diikuti
75 mg/ hari. LMWH lebih disukai daripada heparin karena cara pembriannya mudah dan
dosis tidak perlu disesuaikan dengan pemeriksaan aPTT 6 jam. LMWH diberikan satu atau
dua kali sehari tergantung preparat selama 5 hari.
iii)
aritmia, gagal jantung dengan kardiogenik atau diuretic, anemia diberi trasfusi darah, dan
seterusnya.
Tindak Lanjut
Berhubung karena angina tak stabil memiliki resimo tngi terjadi infark miokard akut (IMA),
setelah angina terkontrol, semua penderita dianjurkan untuk dilakukan angiografi coroner
selektif. Mobilisasi bertahap diikuti treadmill tes untuk menentukan perlunya angiografi
kororner merupakan pilihan lain. Bagi penderita yang keadaannya tidak dapat distabilkan
dengan obat, maka dianjurkan intervensi yang lebih agresif seperti pemasangan intraaortic
balloon counterpulsation (IABC) dan angiografi coroner, kemudia cABG atau PTCA
tergantung lesi pada arteri koronaria.
VIII. PROGNOSIS
TIMI (Trombolysis In Myocardial Infarction) adalah alat prognostic yang paling valid.
Masing-masing variable TIMI Risk Score dibawah ini bernilai 1 poin, dengan total poin 0-7 :
- Umur 65 tahun
- penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir
- telah diketahui menderita stenosis coroner 50%
- peningkatan enzim-enzim jantung
- minimal 3 faktor resiko Penyakit Arteri Koroner (diabetes mellitus, perokoko aktif,
riwayat keluarga dengan penyakit arteri coroner, hipertensi, hiperkolesterolemia)
- gejala angina yang berat ( dua atau lebih serangan angina dalam 24 jam terakhir)
- Deviasi segmen ST pada EKG
Prognosis mengarah ke infark miokard maupun kematian mulai pada total skor TIMI 3. Jadi,
pasien dengan total TIMI skor 3-7 sebaiknya mempertimbangkan penggunaan glikoprotein
IIb/IIIa IV, heparin (LMWH) dan kateter jantung dini.