LAPORAN KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN
OKTOBER2015
UNIVERSITAS HASANUDDIN
DISUSUN OLEH :
Wahyu Ramadhan Usman
C111 11 890
SUPERVISOR :
dr. Idar Mappangara, SpPD, SpJP, FIHA
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN KARDIOLOGIFAKULTASKEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
LEMBAR PENGESAHAN
: C111 11 890
Mengetahui :
Supervisor,
LAPORAN KASUS
2
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. H
Umur
: 61Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
Masuk
Ruang
: CVCU RSWS
No.Rekam Medik:729515
SUBJEKTIF
Keluhan Utama
Anamnesis Terpimpin
rumah sakit ketika pasien sedang berjalan. Nyeri dada dirasakan tembus ke
belakang, leher, dan menjalar ke lengan kiri. Nyeri dirasakan > 10 menit,
memberat ketika beraktivitas dan mereda ketika istirahat. Keringat dingin
tidak ada, sesak ketika beraktivitas ada, mual dan muntah tidak ada, demam
tidak ada. Nyeri ulu hati tidak ada. Riwayat nyeri dada sebelumnya ada dan
dirawat selama 10 hari di RS Arifin Numang Rappang pada juli 2015. Nyeri
dada mulai dialami 5 tahun lalu terutama ketika pasien bermain tennis dan
mereda ketika beristirahat. Riwayat merokok sejak 20 tahun yang lalu, 1
bungkus per hari.
BAB : Biasa, kesan cukup
BAK : Kesan lancar, warna kekuningan, nyeri tidak ada.
Riwayat Penyakit Sebelumnya : Riwayat hipertensi ada, Riwayat DM
disangkal, Riwayat dislipidemia ada. Riwayat keluarga yang menderita
penyakit jantungdi usia muda disangkal.
Faktor Risiko
Dapat dimodifikasi :
Riwayat merokok
3
OBJEKTIF
a) Keadaan Umum : Sakit sedang/gizi cukup/compos mentis
b) Tanda vital
Tekanan darah
: 160/90 mmHg
Nadi
: 68 kali/menit, reguler, kuat angkat
Pernafasan
: 20 kali/menit, reguler
Suhu
: 36,5oC (aksilla)
c) Pemeriksaan Fisis
1. Kepala
Mata
: Anemis (-), ikterus (-)
Bibir
: Sianosis (-)
Leher
: Limfadenopati (-), DVS R+2 cmH2O (300)
2. Dada
Inspeksi : Simetris kiri=kanan, normochest
Palpasi
: Nyeri tekan (-), massa (-), vokal fremitus kiri=kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : BP: Vesikuler; BT: Ronkhi-/-, Wheezing -/3. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tampak
Palpasi
: Ictus cordis teraba
Perkusi : Pekak.
Batas kanan : Linea parasternalis kanan
Batas kiri
: ICS 6 Linea medioklavikularis kiri
Batas atas
: ICS II parasternalis
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni, reguler, bising (-)
4. Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi
: Hepar dan lien tidak teraba, epigastric pain (-)
Perkusi : Timpani (+), ascites (-)
5. Ekstremitas : Edema: pretibial -/-, dorsum pedis -/-
Interpretasi EKG :
-
Irama dasar
Heart Rate
Regularitas
P wave
Axis
PR Interval
QRS Kompleks
ST Segmen
Kesimpulan
:Sinus Ritme
:68 x/ menit
: reguler
:0,04 s
: Left Axis Deviation
: 0,1s
:sempit, durasi 0,1 s
: T inversi pada V1-V6
Depresi segmen ST pada V4
: Sinus ritme, Left Axis Deviation, NSTEMI whole
anterior wall.
HASIL
5,2
NORMAL
4.0-10.0 x 103/mm3
RBC
4,16
4.0-6.0 x 106/mm3
HGB
12,4
12-16 gr/dl
HCT
29
37-48%
PLT
294
150-400 x 103/mm3
Ureum
13
10-50 mg/dl
0,93
0.5-1.2 mg/dl
Creatinin
SGOT
15
<35 U/L
SGPT
11
<45 U/L
Natrium
142
136-145 mmol/l
Kalium
4,1
3.5-5.1 mmol/l
Klorida
111
97-111 mmol/l
CK
228.00
L(<190U/L) P(<167U/L)
CK-MB
30,2
<25U/L
Troponin I
1,05
<0,01
Kolesterol total
204
200 mg/dl
HDL
46
L>55; P>65
LDL
158
<130 mg/dl
Trigliserida
218
200 mg/dl
f) Diagnosis Kerja
Non ST Elevation Myocardial Infraction Whole Anterior Onset lebih 24 jam
KILLIP 1
g) Penatalaksanaan
Bed rest
Antiplatelet
Aspilet 80 mg/ oral
Clopidogrel 75 mg/ oral
Anticoagulan
Fondaparinux (Arixtra) 2.5 mg/24 jam/sc
Antiangina
ISDN 10 mg/8 jam/oral
Anticholesterole
Simvastatin 40 mg/ 24 jam/ oral
Laxative
Laxadine syr 10 cc/ 24 jam/ oral
Antianxietas
Alprazolam 0,5 mg/ 24 jam/ oral
H+ Pump inhibitor
Lansoprazole 30 mg/ 24 jam/ oral
DISKUSI
Sindroma Koroner Akut
Sindrom koroner akut merupakan suatu istilah yang menggambarkan
kumpulan gejala klinik yang ditandai dengan nyeri dada dan gejala lain yang
disebabkan oleh penurunan aliran darah ke jantung, sindrom ini meliputi
unstable angina pectoris sampai perkembangan menjadi miokard infark akut.
Lebih dari 90% ACS disebabkan oleh gangguan plak aterosklerosis dengan
diikuti agregasi trombosit dan pembentukan thrombus intrakoroner.1
SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari penyakit
jantung koroner (PJK), salah satu akibat dari proses aterotrombosis selain strok
iskemik serta peripheral arterial disease(PAD). Aterotrombosis merupakan
suatu penyakit kronik dengan proses yang sangat kompleks dan multifaktor
serta saling terkait.2
Infark miokard adalah nekrosis miokard yang berkembang cepat oleh
karena ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot-otot
jantung (Fenton, 2009). Hal ini biasanya disebabkan oleh ruptur plak yang
kemudian diikuti oleh pembentukan trombus oleh trombosit. Lokasi dan
luasnya miokard infark bergantung pada lokasi oklusi dan aliran darah
kolateral.3
Diagnosis infark miokard didasarkan atas diperolehnya dua atau lebih
dari 3 kriteria, yaitu adanya nyeri dada, perubahan gambaran elektrokardiografi
(EKG) dan peningkatan pertanda biokimia. Sakit dada terjadi lebih dari 20
menit dan tak ada hubungan dengan aktifitas atau latihan. Gambaran EKG
yang khas yaitu timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi segmen ST dan
inversi gelombang T (Irmalita, 1996). Pada nekrosis otot jantung, protein
intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi
sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik.4
(ACC) dan
American Heart Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark
tanpa elevasi segmen ST ( NSTEMI) ialah apakah iskemi yang timbul
cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada miokardium,
sehingga adanya petanda kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis
angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemi sedangkan tak ada
kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun tanpa perubahan ECG
untuk iskemi, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi sebentar
atau adannya gelombang T yang negatif.5
2. Etiologi
Ustable Angina Pektoris(UAP) /Non ST Elevation Myocardial
Infarction (NSTEMI) dapat disebabkan oleh adanya aterioklerosis, spasme
arteri koroner, anemia berat, artritis, dan aorta Insufisiensi.16
Patofisiologi lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya angina
pektoris tidak stabil :
a. Ruptur Plak
Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting penyebab
angina pektoris tidak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau
10
11
bentuk
penyakit
arteri
koroner
dapat
menyebabkan
oleh
trombosis
arteri
koroner.
Gangguan
pada
plak
12
timbulnya
angina
pektoris
didasarkan
pada
kekakuan
arteri
dan
penyempitan
lumen
arteri
koroner
anaerob
untuk
memenuhi
kebutuhan
eneginya.
Proses
13
sel jantung berkurang, suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot
kembali ke proses fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini
tidak menghasilkan asam laktat. Dengan menghilangnya penimbunan asam
laktat, nyeri angina pektoris mereda. Dengan demikian, angina pektoris
adalah suatu keadaan yang berlangsung singkat.7
5. Klasifikasi
Pada tahun 1989 Brauwald menganjurkan dibuat klasifikasi supaya
ada keseragaman.Klasifikasi berdasarkan beratnya serangan angina dan
keadaan klinik.8
a. Berdasarkan angina :
1) Kelas I: angina yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah
beratnya nyeri dada
2) Kelas II: angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam I
bulan, tapi tidak ada serangan angina dalam 48 jam terakhir
3) Kelas III: adanya serangan angina waktu istirajat dan terjadinya secara
akut baik sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.8
b. Keadaan klinis:
1) Kelas A: angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi
lain atau febris
2) Kelas B: angina tak stabil primer, tak ada faktor ekstrakasdiak
3) Kelas C: angina yang timbul setelah serangan infark jantung.8
c. Intensitas pengobatan:
1) tak ada pengobatan atau hanya mendapatkan pengobatan minimal
2) timbul keluhan walaupun telah mendapat terapi yang standar
3) masih timbul serangan angina walaupun telah diberikan pengobatan
yang maksimum, dengan penyekat beta, nitrat dan antagonis kalsium.8
6. Diagnosis
a. Anamnesis
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan
angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa
tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau
timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan
sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat
dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas.9
b. Pemeriksaan Fisik
14
kadar
enzim
secara
serial
untung
15
skor resiko 0-1, sampai 41% dengan skor resiko 6-7.skor resiko ini berasal
dari analisis pasien-pasien pada penelitian TIMI 11B dan telah divalidasi
pada empat penelitian tambahan dan satu registry. Dengan meningkatnya
skor resiko, telah diobservasi manfaat yang lebih besar secara progresif pada
terapi dengan LMWH versus UFH, dengan platelet GP IIb/IIIa receptor
blocker tirofiban versus placebo, dan strategi invasif versus konservatif. 6
Pada pasien untuk semua level skor resiko TIMI, penggunaan
clopidogrel menunjukkan penurunan outcome yang buruk relatif sama. Skor
resiko juga efektif dalam memprediksi outcome yang buruk pada pasien
setelah pulang. 6
Tabel 4. Skor Resiko TIMI untuk UAP/NSTEMI
- Usia > 65 tahun
- >3 faktor risiko PJK
- Stenosis sebelumnya > 50%
- Deviasi ST
- >2 kejadian angina < 24 jam
- Aspirin dalam 7 hari terakhir
- Peningkatan petanda jantung
Skor Resiko TIMI untuk UAP/NSTEMI. 6
8. Penatalaksanaan
a. Tindakan Umum
Pasien perlu perawatan di rumah sakit,sebaiknya di unit intensif
koroner, pasien perlu diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan
oksigen. Pemberian morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih
merasakan sakit dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin.11
b. Terapi Medika Mentosa
1) Obat anti-iskemia
a) Nitrat : dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan
arteriol perifer, dengan efek mengurangi preload dan afterload
sehingga dapat mengurangi wall stress dan kebutuhan oksigen
(Oxygen demand). Nitrat juga menambah oksigen suplay dengan
vasodilatsai pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah
kolateral. Dalam keadaan akut nitrogliserin atau isosorbid dinitrat
diberikan secara sublingual atau infus intravena. Dosis pemberian
16
17
18
subkutan
dan
tidak
membutuhkan
pemeriksaan
laboratorium.
c) Direct Thrombin Inhibitors
Direct Thrombin Inhibitors secara teoritis mempunyai kelebihan
karena bekerja langsung mencegah pembentukan bekuan darah,
tanpa dihambat oleh plasma protein maupun platelet factor 4.
Hirudin dapat menurunkan angka kematian dan infark miokard,
tetapi komplikasi perdarahan bertambah. Bivalirudin telah disetujui
untuk menggantikan heparin pada pasien angina tak stabil yang
menjalani PCI. Hirudin maupun bivalirudin dapat menggantikan
heparin bila ada efek samping trombositopenia akibat heparin
(HIT). 11
4) Tindakan revaskularisasi pembuluh koroner
Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien
dengan iskemi berat dan refakter dengan terapi medikamentosa. Pada
pasien dengan penyempitan di left main atau penyempitan pada 3
pembuluh darah, bila disertai faal ventrikel kiri yang kurang tindakan
operasi bypass (CABG) mengurangi masuknya kembali ke rumah
sakit. Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan
penyempitan pada satu pembuluh darah atau dua pembuluh darah atau
bila ada kontraindikasi tindakan pembedahan PCI merupakan pilihan
utama. 7
Teknik-teknik invasif misalnya percutaneous transluminal
coronary angioplasty (PTCA) dan bedah pintas arteri koroner dapat
menurunkan serangan angina klasik. Dengan PTCA,lesi aterosklerotik
didilatasi oleh sebuah kateter yang dimasukkan melalui kulit ke dalam
arteri femoralis atau brakialis dan di dorong ke jantung. Setelah
19
keberhasilan
yang
bervariasi.
Bedah
pintas
koroner
20
I
II
III
IV
(L/min/m2)
>2,2
>2,2
<2,2
<2,2
<18
3
9
23
51
>18
<18
>18
Klasifikasi forrester berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung
dan pulmonary capillary wedge pressure (PCWP).
DAFTAR PUSTAKA
1. Lilly, L.S.Pathophysiology of Heart Disease : A Collaborative Project of Medical
Students and Faculty.Edisi Keempat.Baltimore-Philadelpia. Lippincott Williams &
Wilkins, 2007; 225-243.
2. Anderson, J, Adams, C, Antman, E, et al. ACC/AHA 2007 guidelines for the
management of patients with unstable angina/non-ST-elevation myocardial
22
Pathol.
Diambil
dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC501424/?page=1.
Di
akses
Desember 20,2012
5. Aslan, Ahmad. Bathini, Prasantha. Smith, Robert. 2004. ACC/AHA Guidelines for
The Management of Patients with ST Elevation Myocardial Infarction. Cardiac Cath
Conference
6. Haru, Sjaharuddin., Alwi, Idrus. 2006. Infark miokard akut tanpa elevasi ST dalam
Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcelius S.K., Siti S.S (Eds). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. FK UI. Jakarta.
7. Elizabeth J. Corwin. Buku saku patofisiologi.Edisi ke-3.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC;2009.hal.492-504.
8. Trisnohadi, Hanafi B,. 2006. Angina Pectoris Tak Stabil dalam Aru W.S., Bambang
S., Idrus A., Marcelius S.K., Siti S.S (Eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III.
Edisi IV. FK UI. Jakarta.
9. Hamm CW, Braunwald E. A Classification of Unstable Angina revised Circulation,
2000.
Accssed
Nov
2011.
Avalaible
from:www.medicalcriteria.com/.../car_angina.htm
10. Hamm, Christian W; Bassand, Jean-Pierre; Agewall, Stefan and et al. ESC
Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients presenting
without persistent ST-segment elevation, 2011. Accessed 9 Nov 2011. Avalaible
form:http://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-guidelines/Pages/ACS-non-STsegment-elevation.aspx
11. Buku ajar Ilmu penyakit
dalam
jilid
II.Edisi
ke-5.Jakarta:Interna
Publishing;2009.hal.1728-34.
12. Chung E.K. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC;2000.
23