HIDROLOGI TEKNIK
Penyusun:
DR. IR. MAHMUD ACHMAD, MP
HALAMAN PENGESAHAN
HIBAH PENULISAN
BUKU AJAR BAGI TENAGA AKADEMIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
TAHUN 2011
Judul Buku Ajar
: Hidrologi Teknik
NamaLengkap
NIP
Pangkat/Golongan
Prog.Studi/Jurusan
Fakultas/Universitas
Alamat e-mail
Biaya
Penulis,
Mengetahui:
Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Pendidikan (LKPP)
Halaman Sampul
Halaman Pengesahan
ii
Kata Pengantar
iii
Daftar Isi
iv
Daftar Tabel
vii
Daftar Gambar
viii
I.
PENDAHULUAN
II.
SIKLUS HIDROLOGI
III.
IV.
17
20
20
21
21
23
29
36
37
EVAPOTRANSPIRASI
38
4.1 Pendahuluan
38
4.2 Evaporasi
40
4.3 Transpirasi
40
4.4 Evapotranspirasi
42
46
48
50
V.
VI.
52
5.1 Pendahuluan
52
53
53
61
69
72
78
79
INFILTRASI
80
6.1 Pendahuluan
80
81
85
91
93
94
95
96
7.1 Pendahuluan
96
97
98
102
105
108
108
110
8.1 Pendahuluan
110
112
116
118
118
124
126
126
PENUTUP
127
No Tabel
Tabel 4.1.
URAIAN
Hal
44
dan FAO
Tabel 4.2
48
48
Tabel 5.1
58
Tabel 5.2
60
Tabel 6.1
84
Nomor
Gambar
Gambar 2.1.
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 2.7
Gambar 2.8
Gambar 2.9.
Gambar 2.10.
Gambar 3.1
Gambar 3.2
Gambar 3.3
Gambar 3. 4
Gambar 3.5
Gambar 3.6
Gambar 3.7
Gambar 3.8
Gambar 3.9
Gambar 3.10
Gambar 3.11
Gambar 3.12
Gambar 3.13
Gambar 3.14
Uraian
Siklus Hidrologi (T=transpirasi, E=evaporasi, P=hujan, R=aliran
ppermukaan, G=aliran airtanah dan I=infiltrasi). Sumber:
Viessman et.al., 1989)
Kesetimbangan dan pergerakan air secara hidrologis. (Sumber:
Viessman et.al., 1989).
Distribusi input presipitasi dalam siklus hidrologi
Siklus Karbon di Bumi dan di Atmosfir
Siklus Nitrogen di Alam (Koottatep, Polprasert & Oanh, 2000)
Siklus Fosfor di Alam
Siklus Karbon dan Oksigen di Alam
Siklus Hidrologi Regional
Aliran permukaan dari dari curah hujan dan aliran mantap (air
yang tertampung di waduk, danau dan sungai) di pulau-pulau
besar di Indonesia (Kodoatie dan Suripin, 2000)
Ketersediaan dan kebutuhan air secara umum di pulau-pulau
besar di Indonesia (Kodoatie dan Suripin, 2000)
Standar alat penakar hujan (Dimensi dalam inchi).
Standar alat penakar hujan (Dimensi dalam millimeter)
Konsentrasi nuklei kondensasi awan di armosfir wilayah
kontinental dan laut
Model Konsep Siklon Ekstratropis. (Smidth dalam Maidment,
1989)
Tahap pengembangan massa udara thunderstorm (Maidment,
1989)
Curah hujan tahunan berdasarkan posisi latitude
Bentuk butiran hujan berdasarkan diameter butiran (Maidment,
1989)
Alat penakar hujan type weighing
Mekanisme internal alat penakar hujan Meteorological Office
Tilting-syphon. A=Collecting chamber; B=Plastic float;
C=Knife-edges; D=Double siphon tubes; E=Trigger;
Prinsip dasar mekanisme tipping-bucket. A, B: buckets. C:
magnet. D: switch
Alat Penakar Hujan (manual dan otomatis)
Metode Polgon Thiessen dan prosedur pembuatannya
Metode Isohyet
Posisi Penakar pada suatu DAS
Hal
7
8
9
10
14
15
16
17
19
19
22
22
24
25
26
27
28
29
30
30
31
33
34
35
Nomor
Gambar
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Gambar 4.5
Gambar 4.6
Gambar 4.7
Gambar 4.8
Gambar 5.1
Gambar 5.2
Gambar 5.3
Gambar 5.4
Gambar 5.5
Gambar 5.6
Gambar 5.7
Gambar 5.8
Gambar 5.9
Gambar 5.10
Gambar 5.11
Gambar 5.12
Gambar 6.1
Gambar 6.2
Gambar. 6.3
Gambar 6.4
Gambar 7.1
Gambar 8.1
Gambar 8.2
Gambar 8.3
Gambar 8.4
Gambar 8.5
Gambar 8.6
Gambar 8.7
Gambar 8.8
Gambar 8.9
Gambar 8.10
Gambar 8.11
Gambar 8.12
Gambar 8.12
Uraian
Proses penguapan air dari badan air
Komponen kesetimbangan energi pada tanaman
Skema stomata pada daun tanaman
Fraksi evaporasi dan transpirasi pada proses evapotranspirasi
Skema faktor penentu evapotranspirasi
Skema perhitungan evapotranspirasi aktual
Penentuan Evaporasi dengan Grafik
Panci Evaporasi Kelas A
Morfologi Sungai dan bentuk pengalirannya
Pembagian Penampang Melintang Sungai
Profil distribusi kecepatan aliran sungai
Pelampung tangkai dari batang bambu
Prototipe alat Current meter
Contoh Daerah Tangkapan Hujan
Contoh Transformasi hidrograf hujan-aliran dan komponen
aliran sungai di suatu daerah tangkapan hujan
Konsep pendugaan debit puncak dengan metode time-area
Pola pergerakan air di sungai dalam tanggul/bantaran sungai
Pola pengaliran air sungai (SPAS)
Penentuan Orde Sungai
Profil Aliran Sungai Hasil Pengukuran
Skema komponen rainfall excess
Monogram SCS
Metode grafis penentuan Konduktivitas Hidraulik Jenuh dengan
segitiga tekstur
Infiltrometer
Sifat translasi dan attenuasi banjir
Menyunting DEM
Penentuan batas DAS atau sub-DAS
Kesalahan penggambara DAS
Das hasil perbaikan/koreksi
Hasil akhir penggambaran DAS
Peta Citra
Aliran Permukaan (stream flow)
Menyunting arah aliran dan koreksi
Koreksi atribut aliran
Peta Penggunaan Lahan
Penggunaan HEC-HMS
Hasil Pengolahan HEC-RAS di WMS
Pola dampak banjir stelah diproses
Hal
39
39
41
41
43
44
45
47
54
55
56
57
59
65
70
72
73
74
75
76
88
69
91
92
97
113
114
114
115
115
116
117
117
117
120
121
123
125
Puji syukur kehadirat Tuhan pencipta alam semesta dan yang menguasai ilmu pengetahuan karena
atas nikmat ilmu-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan buku ajar Hidrologi Teknik ini. Karena
banyaknya materi dan kajian tentang hidrologi, penulis membatasi tulisan ini sesuai kurikulum di
Program Studi Keteknikan Pertanian.
Berbagai tantangan dan halangan yang penulis hadapi dalam penulisan ini terutama dalam setting
gambar. Oleh karena itu lewat pengantar ini, saya memohon bila apa yang tersaji masih banyak
yang perlu dibenahi. Keterbatasan waktu dalam mebuat modul bahan ajar ini merupakan salah satu
faktor pembatas. Penulis tentu akan terus memperbaiki Modul ini untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan dan kemudahan bagi mahasiswa dalam mempelajari ilmu hidrologi.
Terima kasih saya sampaikan kepada Rektor UNHAS melalui LKPP yang telah memberikan
bantuan dana penulisan untuk mendukung terwujudnya buku ajar ini. Tak lupa saya ucapkan terima
kasih kepada keluarga saya Istri tercinta Hj. Nahar Zakariah dan anak-anakku (Ainun, Uswah dan
Ariqah) yang telah dengan penuh pengertian dan dukungan dalam penyelesaian modul ini.
Sasaran Pembelajaran/Kompetensi:
1. Mahasiswa mengetahui GBRP dan kontrak pembelajaran
2. Mahasiswa memahami sistem evaluasi pembelajaran
Kondisi Pembelajaran di Teknik Pertanian
Dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran di Program studi Keteknikan Pertanian
Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian UNHAS, maka dipandang perlu untuk
membuat kelengkapan bahan pengajaran dalam bentuk yang dapat digunakan oleh dosen
dan mahasiswa sebagai acuan dasar dalam proses pembelajaran. Salah satu bahan yang
dapat dijadikan acuan dalam proses pembelajaran pada Mata Kuliah Hidrologi Teknik
adalah MODUL yang dibuat dalam bentuk interaktif dan disertai contoh-contoh kasus
dalam bidang Sumber Daya Air secara menyeluruh dan terintegrasi.
Mata kuliah Hidrologi Teknik diikuti oleh rata-rata 50 mahasiswa peserta mata kuliah
setiap semester dengan kelulusan yang bervariasi dari A sampai ke E. Nilai A kurangdari
5%, A- sekira 10% sedangkan nilai B+ sampai D mendominasi sampai 75%, dan kurang
lebih 10% tidak lulus atau mengundurkan diri.
Kelulusan mahasiswa umumnya ditentukan dengan beberapa aspek meliputi: (i) Tingkat
Kognisi berupa kemampuan menghitung, mengolah data dan menganalisis persoalan
hidrologi seperti peluang kejadian hujan, kejadian banjir, air tanah, dan aspek dalam siklus
hidrologi lainnya; (ii) Tingkat Keterampilan (Skill) berupa kemampuan mengoperasikan
alat-alat ukur hidrologi dan klimatologi, dan mengolah data dengan perangkat lunak olah
data (terdistribusi atau spasial); dan (iii) Skala Sikap dan Soft Skill yang meliputi
kemampuan kerja kelompok dan bekerjasama, serta etika dalam penggunaan alatalat/instrumen laboratorium.
Berdasarkan rekam jejak kelulusan mahasiswa, umumnya nilai selalu rendah pada tingkat
kognisidimanamerekamasihlemahdalammenghitung,mengolahdanmenganalisisdata.
Oleh
karena
itu,
keberadaan
MODUL
PEMBELAJARAN
HIDROLOGI
TEKNIK
hidrologi
(hidrometri),
analisis
hujan,
evapotranspirasi
dan
makalah
laboratoriun
dan
lapangan agar
kelompok,
lapangan.
diskusi
Di
dan
akhir
pemecahan
perkuliahan
masalah,
juga
serta
dilaksanakan
praktikum
praktek
hidrologi di lapangan. Tahap penguasaan mahasiswa selain evaluasi melalui UTS dan UAS juga
evaluasi terhadap tugas, penyajian, diskusi, dan laporan praktikum lapangan.
Pendekatan pembelajaran
Perkuliahanini
menggunakan
pendekatan
ekspositori,
penugasan,
dan
praktek
b.
c.
Evaluasi
Mahasiswa yang mengikuti perkuliahan ini dievaluasi dengan komponen prestasi yang
telah ditunjukkan berupa:
a.
b.
c.
d.
e.
Kuis
f.
SASARAN
PEMBELAJARAN
1.
2.
3.
2
4.
5.
6.
3-4
7.
8.
Kontrakkuliah
Mampumenjelaskan
KonsepHidrologi
Mampumenjelaskan
SiklusHidologidan
komponennya
Mampumenjelaskan
proseskejadianhujan
Mampumenjelaskan
metodepengukuranhujan
danalatukurnya
Mampumengidentifikasi
danmenganalisis
karakeristikhujan
Mampumenghitungrata
ratahujanwlayah
Mampumenjelaskan
parameteriklimlain
MATERI
PEMBELAJARAN
PengertiandanRuang
LingkupHidrologi
PermasalahanHidrologi
diIndonesia
Siklus Hidrologi
Kesetimbangan Air
SiklusKomponenlaindi
Bumi
STRATEGI
PEMBELAJARAN
Kuliah/
Diskusi
KRITERIA
PENILAIAN
Kuliah/Diskusi
Keaktifan (1)
Caramengemukakan
pendapat(2)
Tingkat analisis (2)
Keaktifan (1)
Caramengemukakan
pendapat(2)
Tingkat analisis (2)
BOBOT
NILAI
(%)
Keaktifan (1)
Caramenghitung(3)
Caramenggambar
areahujan(4)
Tingkat analisis (2)
Pengertiandanproses
kejadianhujan
Karakteristik Hujan
PengukuranHujan
Hujan Wilayah
Kuliah/Penugasan
10
5-6
78
911
1213
9.Mampumenjelaskan
prosesevapotranspirasi
10.Mampumenjelaskan
parameter
evapotranspirasi
11.Mampumelakukan
perhitungan
evapotranspirasipotensial
(Penmann)denganbenar
12.Mampumelakukan
perhitungan
evapotranspirasiaktual
(Penmann)dengan
benarMengerticara
pengukuranerosi
13.Mampumenjelaskan
pengertianrunoff
14.Mampumengukur
penampangpengaliran
sungai(prakteklapangan)
15.Mampumelakukan
pengukurankecepatan
aliransungaidengan
pelampungdancurrent
meter(prakteklapangan)
16.Mampumenghitungdebit
aliransungaihasil
pengukuran(praktek
lapangan)
17.Mampumenjelaskantipe
tipePolaPengaliran
AirSungai(SPAS)
18.Memahamimetoda
Rasionalsebagai
pendugaandebitsungai
19.Mampumenghitung
intensitashujan
20.Mampumenenukanwaktu
konsentrasidenganWMS
21.Mampumenghitungdebit
puncak
23.Mampumenjelaskan
konsepinfiltrasi,perkolasi
danpermeabilitas
24.Mampumenjelaskan
perbedaanantarakonsep
infiltrasi,perkolasidan
permeabilitas
25.Mampumenghitunglaju
infiltrasidankapasitas
infiltrasisertakoefisien
fungsiinfiltrasi(Kostiakov,
Horton,danHoltan)
26.Mampumelakukan
pengukuraninfiltrasi
denganringinfiltrometer
dilapangan.
27.Mengetahuicaraprakiraan
banjirjangkapendek
28.Menghitunghidrograf
satuandarisuatutitik
ukurkebagiansungailain
29.Mengetahuiperhitungan
debitbanjir
Evaporasi
Transpirasi,
Evapotranspirasi
Pengukuran Evaporasi
Perhitungan ETP
Keaktifan (1)
Dokumentasi (3)
Kreatifitas(3)
Menghitung (3)
Kuliah/
Belajarmandiri
10
PengenalanAlatUkur
(3)
PengukuranLapang
(4)
Penghitungan (2)
Laporan/Bahan
presentasi(5)
Teknik Presentasi (3)
Teknik menjawab (3)
Pengertian
Aliran Permukaan
Aliran Sungai
APengetian
Alat Ukur
Pengukuran Debit
Perhitungan Debit
Praktikum/Praktek
Lapangan/
Presentasi/Diskusi
Pengertian
Faktoryang
mempengaruhiinfiltrasi
Pengukuranlapangan
PerhitunganFungsi
Infilrtasi
Kuliah/Praktikum/
PraktekLapangan/
Diskusi
Penngertian
Modelpenelusuran
banjir
Tipe Lump
Tipe terdistribusi
Kuliah/Diskusi
kelompok/Prentasi/
Penugasan
20
PengenalanAlatUkur
(2)
pengukuranLapang
(2)
Penghitungan(4)
Laporan/Bahan
Diskusi(4)
Teknik
mengemukakan
pendapat(3)
Kektifan (2)
PraktekKomputasi(5)
Penghitungan (4)
Laporan/Bahan
Diskusi(4)
15
15
30.Mengetahuiderivasi
hidrografsintetik
1415
16
31.Mengetahuiaplikasi
komputerdalamanalisis
hidrologi
32.Mengetahuiperhitungan
menggunakankomputer
33.Mengetahuiperhitungan
banjirrencana
menggunakankomputer
34.Mengetahuiperhitungan
debitmenggunakan
komputer
35.Mengetahuiperhitungan
banjirrencana
menggunakankomputer
36.Mengetahuiperhitungan
debitmenggunakan
komputer
37.Penguasaanmateri
Aplikasi Komputer
Teknikmengoperasikan
modelWMS
PerhitunganDebit
Rencana
Soalujian(materidan
praktek)
Kuliah/Praktek/
PembuatanLaporan
UJIKOMPETENSIDAN
REMEDAIL
Keaktifan(2)
PengenalanSoftware
(4)
Pengolahan data (6)
Penyajianhasil/
Laporan(8)
20
Akumulasi
Kemampuan
100
Sasaran Pembelajaran/Kompetensi:
1. Mahasiswa mengetahui pengertian, ruang lingkup dan peranan Ilmu hidrologi,
2. Mahasiswa mampu menjelaskan Siklus Hidrologi, dan, Hidrologi di Indonesia
Hidrologi
untuk
semakin
intensif
dalam
mengumpulkan
data
dan
informasi dari level global sampai pada tingkat prilaku air di sub-sub daerah aliran
sungai.
Pemahaman ilmu hidrologi akan membantu kita dalam menyelesaikan problem
berupa
kekeringan,
banjir,
perencanaan
sumberdaya
air
seperti
dalam
disain
B. Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi adalah pergerakan air di bumi berupa cair, gas, dan padat baik proses
di atmosfir, tanah dan badan-badan air yang tidak terputus melalui proses kondensasi,
presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Pemanasan air samudera oleh sinar matahari
merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air
berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk air, es, atau kabut. Pada
perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau
langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah.
Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara
yang berbeda:
1.
Evaporasi / transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dsb.
kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan.
Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang
selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.
2.
Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah melalui celahcelah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak
akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah
permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.
3.
Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran utama
dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran
permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada
daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai
utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju
laut.
Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan
sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan
berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponenkomponen
siklus
hidrologi
yang
membentuk
sisten
Daerah
Aliran
Sungai
(DAS).Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud
dan tempatnya
Secara umum bagan alir distribusi air hujan dalam proses hidrologi dapat dilihat pada
Gambar 3 yang disajikan sebagai bentuk transformasi hyetograph menjadi streamflow
hydrograph melalui berbagai proses di bumi dan di atmosfir.
organisme
organisme
juga
membentuk
membentuk
jaringan
cangkang
yang
mengandung
karbonat
dan
karbon,
beberapa
bagian-bagian
tubuh
lainnya yang keras. Proses ini akan menyebabkan aliran karbon ke bawah (lihat
bagian biological pump).
4. Pelapukan batuan silikat. Tidak seperti dua proses sebelumnya, proses ini tidak
memindahkan karbon ke dalam reservoir yang siap untuk kembali ke atmosfer.
Pelapukan batuan karbonat tidak memiliki efek netto terhadap CO2 atmosferik
senyawa
karbon
pada
binatang
dan
tumbuhan
yang
mati
dan
mengubah karbon menjadi karbon dioksida jika tersedia oksigen, atau menjadi
metana jika tidak tersedia oksigen.
3. Melalui
pembakaran
material
organik
yang
mengoksidasi
karbon
yang
bahan
bakar
fosil
seperti
batu
bara,
produk
dari
industri
perminyakan (petroleum), dan gas alam akan melepaskan karbon yang sudah
tersimpan selama jutaan tahun di dalam geosfer. Hal inilah yang merupakan
penyebab utama naiknya jumlah karbon dioksida di atmosfer.
4. Produksi semen. Salah satu komponennya, yaitu kapur atau gamping atau
kalsium oksida, dihasilkan dengan cara memanaskan batu kapur atau batu
gamping yang akan menghasilkan juga karbon dioksida dalam jumlah yang
banyak.
5. Di permukaan laut dimana air menjadi lebih hangat, karbon dioksida terlarut
dilepas kembali ke atmosfer.
6. Erupsi vulkanik atau ledakan gunung berapi akan melepaskan gas ke atmosfer.
Gas-gas tersebut termasuk uap air, karbon dioksida, dan belerang. Jumlah
karbon dioksida yang dilepas ke atmosfer secara kasar hampir sama dengan
jumlah karbon dioksida yang hilang dari atmosfer akibat pelapukan silikat;
Kedua proses kimia ini yang saling berkebalikan ini akan memberikan hasil
penjumlahan yang sama dengan nol dan tidak berpengaruh terhadap jumlah
karbon dioksida di atmosfer dalam skala waktu yang kurang dari 100.000
tahun.
Karbon di biosfer
Sekitar 1900 gigaton karbon ada di dalam biosfer. Karbon adalah bagian yang penting
dalam kehidupan di Bumi. Ia memiliki peran yang penting dalam struktur, biokimia,
dan nutrisi pada semua sel makhluk hidup. Dan kehidupan memiliki peranan yang
penting dalam siklus karbon:
1. Autotroph adalah organisme yang menghasilkan senyawa organiknya sendiri
dengan menggunakan karbon dioksida yang berasal dari udara dan air di sekitar
tempat mereka hidup. Untuk menghasilkan senyawa organik tersebut mereka
membutuhkan
sumber
energi
dari
luar.
Hampir
sebagian
besar
autotroph
produksi
ini
disebut
sebagai
fotosintesis.
Sebagian
kecil
autotroph
dipindahkan
di
dalam
biosfer
sebagai
makanan
heterotrop
pada
yang
melepaskan
metan
ke
lingkungan
sekitarnya
yang
akhirnya
terbaru
bahwa
rumah
larvacean
mucus
(biasa
dikenal
"sinkers") dibuat dalam jumlah besar yang mana mampu membawa banyak
karbon ke laut dalam seperti yang terdeteksi oleh perangkap sedimen [1].
Karena ukuran dan kompisisinya, rumah ini jarang terbawa dalam perangkap
sedimen,
sehingga
sebagian
besar
analisis
biokimia
melakukan
kesalahan
dengan mengabaikannya.
Penyimpanan karbon di biosfer dipengaruhi oleh sejumlah proses dalam skala waktu
yang berbeda: sementara produktivitas primer netto mengikuti
siklus harian
dan
musiman, karbon dapat disimpan hingga beberapa ratus tahun dalam pohon dan hingga
ribuan tahun dalam tanah. Perubahan jangka panjang pada kolam karbon (misalnya
melalui de- atau afforestation) atau melalui perubahan temperatur yang berhubungan
dengan respirasi tanah) akan secara langsung mempengaruhi pemanasan global
Siklus Biogeokimia
Materi yang menyusun tubuh organisme berasal dari bumf. Materi yang berupa
unsurunsur terdapat dalam senyawa kimia yang merupakan Materi dasar makhluk
hidup dan tak hidup.
Siklus biogeokimia atau siklus organikanorganik adalah siklus unsur atau senyawa
kimia yang mengalir dari komponen abiotik ke biotik dan kembali lagi ke komponen
abiotik.
Siklus
melibatkan
unsur-unsur
reaksireaksi
tersebut
kimia
dalam
tidak
hanya
lingkungan
melalui
abiotik
organisme,
sehingga
tetapi
disebut
jugs
siklus
biogeokimia.
Siklus-siklus tersebut antara lain: siklus air, siklus oksigen, siklus karbon, siklus
nitrogen, dan siklus sulfur. Di sini hanya akan dibahas 3 macam siklus, yaitu siklus
nitrogen, siklus fosfor, dan siklus karbon.
terutama
oleh
tumbuhan
yang
berbintil
akar
(misalnya
jenis
polongan) dan beberapa jenis ganggang. Nitrogen bebas juga dapat bereaksi dengan
hidrogen atau oksigen dengan bantuan kilat/ petir.
Tumbuhan memperoleh nitrogen dari dalam tanah berupa amonia (NH3), ion nitrit
(N02- ), dan ion nitrat (N03- ).
Beberapa bakteri yang dapat menambat nitrogen terdapat pada akar Legum dan akar
tumbuhan
lain,
misalnya
Marsiella
crenata.
tanah
yang dapat mengikat nitrogen secara langsung, yakni Azotobacter sp. yang bersifat
aerob
dan
Clostridium
sp.
yang
bersifat
anaerob.
Nostoc
sp.
dan
Anabaena
sp.
yang
diikat
biasanya
dalam
bentuk
amonia.
Amonia
diperoleh
dari
hasil
penguraian jaringan yang mati oleh bakteri. Amonia ini akan dinitrifikasi oleh bakteri
nitrit, yaitu Nitrosomonas dan Nitrosococcus sehingga menghasilkan nitrat yang akan
diserap
oleh
akar
menjadi
amonia
tumbuhan.
kembali,
dan
Selanjutnya
amonia
oleh
diubah
bakteri
menjadi
denitrifikan,
nitrogen
yang
nitrat
diubah
dilepaskan
ke
udara. Dengan cara ini siklus nitrogen akan berulang dalam ekosistem. Lihat Gambar.
2. Siklus Fosfor
Di
alam,
fosfor
terdapat
dalam
dua
bentuk,
yaitu
senyawa
fosfat
organik
(pada
tumbuhan dan hewan) dan senyawa fosfat anorganik (pada air dan tanah).
Fosfat
organik
dari
(pengurai) menjadi
hewan
dan
tumbuhan
yang
mati
diuraikan
oleh
dekomposer
fosfat anorganik. Fosfat anorganik yang terlarut di air tanah atau air
laut akan terkikis dan mengendap di sedimen laut. Oleh karena itu, fosfat banyak
terdapat di batu karang dan fosil. Fosfat dari batu dan fosil terkikis dan membentuk
fosfat anorganik terlarut di air tanah dan laut. Fosfat anorganik ini kemudian akan
diserap oleh akar tumbuhan lagi. Siklus ini berulang terus menerus. Lihat Gambar
pabrik.
Karbon
dioksida
di
udara
dimanfaatkan
oleh
tumbuhan
untuk
berfotosintesis dan menghasilkan oksigen yang nantinya akan digunakan oleh manusia
dan hewan untuk berespirasi. Hewan dan tumbuhan yang mati, dalam waktu yang lama
akan membentuk batubara di dalam tanah. Batubara akan dimanfaatkan lagi sebagai
bahan bakar yang juga menambah kadar C02 di udara.
Di ekosistem air, pertukaran C02 dengan atmosfer berjalan secara tidak langsung.
Karbon dioksida berikatan dengan air membentuk asam karbonat yang akan terurai
menjadi
ion
bikarbonat.
Bikarbonat
adalah
sumber
karbon
bagi
alga
yang
memproduksi makanan untuk diri mereka sendiri dan organisme heterotrof lain.
Sebaliknya, saat organisme air berespirasi, COz yang mereka keluarkan menjadi
bikarbonat. Jumlah bikarbonat dalam air adalah seimbang dengan jumlah C02 di air.
air
di
atas
permukaan
tanah
dapat
dinyatakan
dengan
dapat
dinyatakan
dengan
persamaan:
P + R1 R2 + Rg Es Ts I = Ss
ii.
air
di
bawah
permukaan
tanah
persamaan:
I + G1 G2 Rg Eg Tg = Sg
iii.
Kesetimbangan
total
adalah
merupaka
kombinasi
dari
persamaan
C. Hidrologi di Indonesia
Indonesia
bentuk
dalam
mengimplemetasikan
perundangan
berupa
konsep
keairan
UNDANG-UNDANG
telah
menuangkan
REPUBLIK
dalam
INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 2004 yang memuat konsep dasar keairan berupa definisi-definisi:
1. Air adalah semua air yang terdapat pada, diatas, ataupun dibawah permukaan
tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air
laut yang berada di darat.
2. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah.
3. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah
permukaan tanah.
4. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat
pada, di atas, atau pun di bawah permukaan tanah
5. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam
satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya
kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.
6. Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau
ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan
batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas
daratan.
7. Cekungan
air
hidrogeologis,
tanah
adalah
tempat
suatu
semua
wilayah
kejadian
yang
dibatasi
hidrogeologis
oleh
seperti
batas
proses
ditentukan
oleh
distribusi
hujan
sepanjang
tahun
dan
ketersediaan
sarana
sumber
tentang
daya
air
ini
hidrologi
dapat
diselsesaikan
wilayah/regional
dengan
pada
pemahaman
masing-masin
yang
DAS.
Pemahaman yang baik dapat mengatur ketersediaan air dalam jumlah dan waktu yang
cukup serta kualitas yang sesuai peruntukannya.
Bentruk transformasi hujan aliran dan simpanan air di wilayah sangat ditentukan oleh
kondisi bentang alam yang terdapat di wilayah jatuhnya hujan. Komposisi aliran
permukaandantampunganairsecarakuantitatifdapatdilihatpadaGambar9.
Gambar 9.
Aliran permukaan dari dari curah hujan dan aliran mantap (air yang
tertampung di waduk, danau dan sungai) di pulau-pulau besar di
Indonesia (Kodoatie dan Suripin, 2000)
Sebaran kebutuhan dan ketersediaan air di Indonesia cukup bervariasi dimana pulau
seperti Jawa, NTB dan Bali memiliki defisit air bila ditinjau dari aspek kebutuhan
domestik dan pertanian. Sementara pulau lainnya masih cenderung cukup dalam artian
ketersediaan
aliran
mantap.
Meskipun
demikian,
kekurangan
air
di
pulau-pulau
Gambar 10.
SOAL LATIHAN
Sasaran Pembelajaran/Kompetensi:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan proses kejadian hujan
2. Mahasiswa mampu menjelaskan metode pengukuran hujan dan alat ukurnya
3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan menganalisis karakeristik hujan
4. Mahasiswa mampu menghitung rata-rata hujan wlayah
5. Mahasiswa mampu menjelaskan parameter iklim lain
umumnya
dalam
bentuk
air
dan
sesekali
dalam
bentuk
es
pada
suatu
kejadian ekstrim, sedangkan di daerah subtropis dan kutub hutan dapat berupa air atau
salju/es.
Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu.
Besarnya
tertentu
hujan
curah
seperti
yang
rancangan
hujan
perhari,
diperlukan
pengendalian
dapat
dimaksudkan
perbulan,
untuk
banjir
untuk
permusim
penyusunan
adalah
curah
satu
atau
suatu
kali
hujan
pertahun
(Sitanala,
rancangan
hujan
rata-rata
atau
untuk
1989).
pemanfaatan
diseluruh
air
daerah
masa
Curah
dan
yang
bersangkutan. Distribusi curah hujan adalah berbeda-beda sesuai dengan jangka waktu
yang ditinjau dari curah hujan tahunan, curah hujan bulanan, curah hujan harian dan
curah
hujan
perjam.
Harga-harga
yang
diperoleh
ini
dapat
digunakan
untuk
menentukan prospek dikemudian hari dan akhirnya perancangan sesuai dengan tujuan
yang dimaksud (Sosrodarsono dan Takeda, 1999).
Kejadian hujan menunjukkan suatu variabilitas dalam ruang dan waktu. Salah
satu
konsekuensi
dari
variabliltas
hujan
adalah
terjadinya
fluktuasi
curah
hujan
di
setiap wilayah yang dapat menimbulkan kondisi ekstrim berupa kekeringan dan banjir
yang terjadi dengan skala yang berbeda dan tergantung pada periode keberulangannya.
hujan.
Pengukuran
hujan
telah
dilakukan
sejak
lama
dengan
melakukan
penakaran hujan. Penakar hujan pertama berada di Korea tahun 1400an, dan 200 tahun
kemudian, Sir Christopher Wren menginvensi alat penakar hujan otomatis.
Gambar 3.1/2 Standar alat penakar hujan (Dimensi dalam inchi dan millimeter).
air,
evaluasi
kejadian
banjir
puncak
di
wilayah
pertanian
dan
perkotaan/
permukiman Kebutuhan data dapat bervariasi dari menit ke menit sampai bulanan dan
tahunan.
Proses Kejadian Hujan
Pembentukan
hujan
merupakan
proses
fisika
awan
Sejumlah
proses
fisik
terdapat dalam proses terjadiinya hujan, dan proses tersebut memiliki hubungan dengan
berbagai issu dari kualitas lingkungan sampai perubahan iklim.
1. Terbentuknya awan
Awan terbentuk ketika udara menjadi sangat jenuh (supersaturated), dimana ketika
teknan uap aktual mencapai atau melebihi tekanan uap jenuh: Supersaturation terjadi
melalui pengembangan dan pendinginan kolom udara yang menyebabkan uap air
terkondensasi pada partikel atmosfir. Proses ini disebut nukleasi (nucleation). Aeroso;
atmosfir yang merupakan suspensipadat atau bahan cair dengan kecepatan jatuh kecil
memegang peranan penting dalam permulaan kondensasi dengan memfasilitasi tempat
proses nukleasi bagi uap air. Dua tipe awan dapat dibedakan atas awan dingin (cold
clouds) dan awan panas (warm clouds). Awan dengan suhu di atas 0 0C disebut awan dingin.
2. Struktur Awan
Di awal abad 20, Wegener menyatakan bahwa pada campuran awan yang terbentuk
dari condensasi uap merupakan mekanisme umum terjadinya hujan yang terkadang
juga membentuk salju dan es. Jenis hujan yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh suhu
lapisan atmosfir antara terjadinya hujan dan permukaan tanah (lapisan yang dilewati hujan).
Droplet atau butiran hujan bertumbuh pada awan yang suhunya lebih tinggi
(warm
clouds)
melalui
proses
kondensasi,
kollisi
(collision),
dan
koalesens
(coalescence). Umumnya awan yang terbentuk di wilayah tropis adalah awan dengan
suhu diatas 0oC. Jenis awan ini mencairkan partikel kristal yang terbentuk di wilayah
atmosfir dengan suhu di bawah 0oC. Proses ini juga mengecilkan kristal hujan dan
membentuk butiran hujan.
awan
berlapis
pembentukan
dan
(stratiform).
pembesaran
Kedua
ukuran
mekanisme
ini
dan
butiran
berat
berbeda
hujan
dalam
yang
Pada
diinisiasi
hujan
mekanisme
dekat
cukup
stratiform,
permukaan
lama
atas
gerakan
awan
(berjam-jam).
vertikal
hingga
Untuk
udara
proses
mekanisme
lemah,
partikel
terjadinya
konvektif,
hujan
pengembangan
gerakan
udara
vertikal sangat cepat sehingga pembesaran partikel butiran hujan diinisiasi dengan
cepat saat terbentuknya awan. Hal ini menyebabkan proses jatuhnya butiran hujan
sangat cepat (sekitar 45 menit).
Mekanisme
lain
dalam
proses
hujan
adalah
kombinasi
konvektif
dan
stratiform yang merupakan proses pengangkatan massa udara dan uap air secara
orografis melalui pegungungan dan perbukitan.
Ada enam kelas sistem kejadian hujan secara umum yang diuraikan seperti
berikut:
a. Siklon Extratropis
Sirkulasi
udara
yang
terdiri
dari
massa
udara
(streams)
yang
bergerak
secara
normal dan stabil mengikuti pola gerakan di atas permukaan bumi. Suhu dan
kelembaban
udara
sangat
tergantung
pada
asal
gerakan
udara;
masssa
udara
kontinental kutub dingin dan kering; massa udara laut tropis panas dan lembab.
Wilayah disekitar daerah tropis sangat berbeda sehingga dua airan udara paralel
dengan suhu berbeda sehingga memicu ketidak stabilan di lapisan antara keduanya
yang cenderung menyebabkan terjadinya siklon.
Kejadian kurva siklon ekstratropis curve dapat mencapai ribuan kilometer.
Pengangkatan vertiakal dalam siklon ekstratropis diasosiasikan dengan posisi kurva
dengan
kecepatan
kurng
dari
0.1
km/jam.
Kebanyakan
hujan
pada
siklon
ini
didominasi oleh mekanisme stratiform yang dimicu oleh kejadian konvektif seperti
terlihat pada Gambar 3.4.
b. Midlatitude Thunderstorms
Seperti halnya siklon ekstratropis yang merupakan contoh hujan stratiform, maka
midlatitude
thunderstorms
merupakan
contoh
hujan
konveksi.
Massa
udara
thunderstorms terbentuk dari massa udara tak stabil secara konveksi dalam jumlah
yang relatif besar dari kandungan uap rendah dan gesekan angin kecil. Struktur
spasial hujan ditentukan dengan pola acak pada thunderstorm.
Studi
pada
thunderstorm
yang
akhir
1940an
memiliki
memberikan
karakterisrik
hasil
siklus, (1)
proses
kejadian
membetuk
hujan
awan cumulus
yang
membentuk
pengangkatan
partikel
udara
hujan
di
awan
tapi
yang
kuat,
(2)
tahap
tidak
mencapai
pematangan
bumi
dimana
karena
gesekan
proses
partikel
hujan menyebabkan gerak ke bumi sehingga butiran hujan jatuh, dan (3) tahap
dissipasi
dimana
menghasilkan
thunderstorms
butiran
curah
dalam
hujan
hujan
skala
kecil
yang
terus
tinggi
sedang
jatuh.
pada
(mesoscale
Umumnya
wilayah
yang
convective
thunderstorms
luas.
systems,
tidak
Kejadian
MCS)
Gambar 3.6 menunjukkan bahwa secara global curah hujan rata-rata tahunan di
wilayah tropis merupakan yang terbesar. Curah hujan yang maksimum tersebut
berasosiasi dengan kluster awan yang terjadi pada zona putaran angin yang
memusat.
Kluster
awan,
seperti
halnya
pada
sistem
awan
tropis,
konveksi
merupakan pemicu awal kejadian hujan. Meskipun sistem awan tropis meliputi
jangkauan skala yang luas, kebanyakan hujan karena proses kluster awan jatuh
pada luas wilayah yang dapat mencapai 50.000 km2. Hujan tropis memainkan
peranan
penting
dalam
sirkulasi
global
dan
berkaitan
erat
dengan
anomali
selama
hujan
diadopt
musim
monsoon
dari
panas
di
ekstrim
bahasa
arab
Asia.
selama
yang
Indonesia
periode
berarti
dan
Malaysia
sering
di
Asia.
Istilah
Karakteristik
umum
Winter
musim.
iklim monsoon ditandai oleh arah angin yang berlawanan pada dua musim.
Misalnya di Indonesia dikenal dengan Musim Angin Timur (banyak hujan) dan
Musim Angin Barat (kurang hujan).
merupakan
proses
ektrim
dari
konveksi
dan
stratiform.
Kejadian
badai
f. Hujan Orografis
Pengaruh Orografis dapat merubah type kejadian hujan di atas . Hujan orografis
pada prinsipnya memiliki mekanisme: (1) inisiasi konveksi, (2) pengangkatan
dalam skala besar, dan (3) pertumbuhan yang lambat.
1. Karakteristik Hujan
Ada dua faktor fisik yang mempengaruhi curah hujan, yakni kecepatan jatuh butiran
hujan dan distribusi ukuran butiran hujan. Kedua faktor ini mempengaruhi proses yang
terjadi di tanah saat hujan jatuh.
2. Kcepatan jatuh butiran hujan
Kecepatan terminal suatu bola padat butiran hujan merupakan proportional dari
akar
pangkat
dua
dari
diameter
butiran.
Air
yang
jatuh
melewati
udara
menimbulkan gaya aerodinamik yang menyebabkan butiran hujan bergetar dan terdeformasi.
Diameter
butiran
hujan
kurang
dari
0.35
mm
umumnya
bulat
dan
jatuh ke bumi dengn ukuran yang dapat mencapai diameter 1 mm dengan bentuk
lonjong (oblate spheroid). Butiran yang lebih besar umumnya ujungnya cembung
(flattened concave). Untuk butiran hujan besar, vibrasi dan deformasi seringkali
memecah butirsn hujan.
Kecepatan jatuh hujan dapat diestimasi dengan rumus Gunn and Kinzer:
v(D) = 3,86 D 0.67
(3.1)
Keterangan v(D) adalah kecepatan jatuh butiran hujan, dan D adalah diameter
butiran hujan pada kisaran antara 0.8 dan 4.0 mm.
3.
densitas
butiran
(dalam butiran
ukuran
butiran (dalam mm). Distribusi ukuran butiran secara khusus dinyatakan sebagai
fungsi N(D) yang menunjukkan densitas butiran hunan sebagai suatu fungsi
diameter butiran hujan. Distribusi butiran hujan umumnya dinyatakan dengan
distribusi Marshall-Palmer:
N(D) = No exp(-D)
dimana N(D) dan No adalah jumlah butiran per meter kubik per mm masingmasing diameter butiran hujan dan dalam mm. Nilai No adalah 8000 m-3mm-1.
Marshall dan Palmer menghubungkan parameter dengan laju hujan dengan
rumus:
= 4,1 R-0,21
R adalah laju hujan (mm/jam). Beberapa peralatan otomatis dikembangkan untuk
mengukur distribusi ukuran butirsn hujan termasuk distrometer dan raindrop
camera.
ilustrasi
weighing
type.
penakar
Alat
hujan
penakat
tak
sederhana
dan
pengkalibrasi
sebuah
yang
Gambar 3.9 Mekanisme internal alat penakar hujan Meteorological Office Tiltingsyphon.
A=Collecting
chamber;
B=Plastic
float;
C=Knife-edges;
efektif.
Masa
hujan
efektif
untuk
suatu
lahan
persawahan
dimulai
dari
pengolahan tanah sampai tanaman dipanen, tidak hanya selama masa pertumbuhan
(Pasandaran dan Taylor, 1984).
Curah hujan efektif untuk tanaman lahan tergenang berbeda dengan curah hujan
efektif untuk tanaman pada lahan kering dengan memperhatikan pola periode musim
hujan dan musim kemarau. Perhitungan curah hujan efektif dilakukan atas dasar
prinsip
hubungan
antara
keadaan
tanah,
cara
pemberian
air
dan
jenis
tanaman
(Handayani, 1992).
Besarnya curah hujan efektif diperoleh dari pengolahan data curah hujan harian
hasil
pengamatan
pada
stasiun
curah
hujan
yang
ada
di
daerah
irigasi/daerah
sekitarnya dimana sebelum menentukan curah hujan efektif terlebih dahulu ditentukan
nilai curah hujan andalan yakni curah hujan rata-rata setengah bulanan (mm/15 hari)
dengan kemungkinan terpenuhi 80% dan kemungkinan tak terpenuhi 20% dengan
menggunakan rumus analisis (Chow, 1994):
. (3.1)
(3.2)
Dimana : R80 = Curah hujan andalan tengah bulan (mm/hari) Re = Curah hujan
efektif (mm/hari) n = Jumlah tahun pengamatan curah hujan.
Curah hujan efektif dapat juga dihitung dengan rumus:
Re = Rtot (125 0,2 Rtot)/125 ; Rtot < 250 mm
(3.3)
(3.4)
mewakili
suatu
DAS
atau
Sub-DAS
dapat
ditentukan
dengan
beberapa cara.
1. Rata-rata Aritmetik
Nilai curah hujan wilayah dapat ditentukan dari beberapa data curah hujan stasiun
penakar/klimatologi dengan menggunakan nilai rata-rata curah hujan stasiun yang
terdapat di dalam DAS.
(3.5)
Keterangan:
CH = Curah hujan rata-rata wilayah
CHi = Curah hujan pada stasiun i
n = Jumlah stasiun penakar hujan
Masing-masing
sendiri-sendiri
seperti
pos
terlihat
penakar
pada
hujan
Gambar
3.12
mempunyai
(d).
daerah
Metode
pengaruh
penggambaran
poligon dapat dilihat pada Gambar 3.12 (a), (b) dan (c). 3
(3.6
Dimana Ai adalah luas yang diwakili oleh stasiun i.
3.
Metode Isohyet
Metode Isohyet adalah metode penentuan curah hujan wilayah berdasarkan kontur
curah hujan berdasarkan data curah hujan yang ada di dalam DAS dan di sekitar wilayah
(lihat Gambar 3.13).
Intensitas Hujan
Dalam perencenaan bangunan hidrologi dan hidraulik, intensitas hujan merupakan
data atau informasi yang dibutuhkan dalam penentuan debit rencana. Oleh karena
itu perlu disajikan metode penentuan intensitas hujan untuk wilayah yang tidak
memiliki pengamatan intensitas hujan akibat keterbatasan alat ukur.
Ada beberapa metode untuk menghitung intensitas hujan secara empiris yakni:
1. Metode Talbot (1881)
(3.7)
3. Metode Ish
(3.9)
4. Metode Mononobe
(3.10)
Keterangan:
i
a, b, m
= tetapan
d24
Dengan mengunakan rata-rata aritmetika diperoleh nilai curah hujan 3.20 in.
(ii)
3.4 PENUGASAN
1. Kumpulkan data curah hujan harian suatu wilayah (sub-DAS) selama kurung
satu tahun.
2. Kumpulkan data curah hujan bulanan dari suatu wilayah (sub-DAS) selama
kurung waktu 10 tahun.
Sasaran Pembelajaran/Kompetensi:
1.
2.
3.
Mahasiswa
mampu
melakukan
perhitungan
evapotranspirasi
potensial
5.
4.1 Pendahuluan
Evapotranspirasi adalah perpaduan dua proses yakni evaporasi dan transpirasi.
Evaporasi adalah proses penguapan atau hilangnya air dari tanah dan badan-badan air
(abiotik), sedangkan transpirasi adalah proses keluarnya air dari tanaman (boitik)
akibat proses respirasi dan fotosistesis.
Kombinasi dua proses yang saling terpisah dimana kehilangan air dari
permukaan tanah melalui proses evaporasi dan kehilangan air dari tanaman melalui
proses transpirasi disebut sebagai evapotranspirasi (ET).
Proses hilangnya air akibat evapotranspirasi merupakan salah satu komponen
penting dalam hidrologi karena proses tersebut dapat mengurangi simpanan air dalam
badab-badan air, tanah, dan tanaman. Untuk kepentingan sumber daya air, data ini
untuk menghitung kesetimbangan air dan lebih khusus untuk keperluan penentuan
kebutuhan air bagi tanaman (pertanian) dalam periode pertumbuhan atau periode
produksi. Oleh karena itu data evapotranspirasi sangat dibutuhkan untuk tujuan irigasi
atau pemberian air, perencanaan irigasi atau untuk konservasi air.
Evapotranspirasi ditentukan oleh banyak faktor yakni:
a. Radiasi surya (Rd): Komponen sumber energi dalam memanaskan badan-badan
air, tanah dan tanaman. Radiasi potensial sangat ditentukan oleh posisi geografis
lokasi,
b. Kecepatan angin (v): Angin merupakan faktor yang menyebabkan terdistribusinya
air yang telah diuapkan ke atmosfir, sehingga proses penguapan dapat berlangsung
terus sebelum terjadinya keejenuhan kandungan uap di udara,
c. Kelembaban relatif (RH): Parameter iklim ini memegang peranan karena udara
memiliki kemampuan untuk menyerap air sesuai kondisinya termasuk temperatur
udara dan tekanan udara atmosfit
d. Temperatur: Suhu merupakan komponen tak terpisah dari RH dan Radiasi. Suhu
ini dapat berupa suhu badan air, tanah, dan tanaman ataupun juga suhu atmosfir.
Proses terjadinya evaporasi dan transpirasi pada dasarnya akibat adanya energi yang
disuplai oleh matahari baik yang diterima oleh air, tanah dan tanaman. Gambar 4.1 dan
Gambar 4.2 merupakan ilustrasi proses penyerapan energi yang menyebabkan
evaporasi dan transpirasi.
4.2 Evaporasi
Evaporasi adalah proses dimana air dalam bentuk cair dikonversi menjadi uap air
(vaporization) dan dipindahkan dari permukaan penguapan (vapour removal). Air
dapat terevaporasi dari berbagai permukaana seperti danau, sungai, tanah dan vegetasi
hijau.
Energi dibutuhkan untuk merubah bentuk molekul air dari fase cair ke fase
uap. Radiasi matahari langsung dan faktor lingkungan yang mempengaruhi suhu udara
merupakan sumber energi. Gaya penggerak untuk memindahkan uap air dari
permukaan penguapan adalah perbedaan tekanan antara uap air di permukaan
penguapan dan tekanan udara atmosfir. Selama berlangsungya proses, udara sekitar
menjadi jenuh secara perlahan dan selanjutnya proses akan melambat will dan
kemungkinan akan berhenti jika udara basah tidan dipindahkan ke atmosfir.
Pergantianudarajenuh dengan udara kering sangat tergantung pada kecepatan angin.
Oleh karena itu, radiasi surya, temperature udara, kelembaban udara dan kecepatan
angin merupakan parameter iklim yang dipertimbangkan dalam penentuan proses
evaporasi.
Jika permukaan penguapan adalah permukaan tanah, maka tingkat penutupan
tanaman pelindung (crop canopy) dan jumlah air tersedia pada permukaan penguapan
juga menjadi faktor yang mempengaruhi proses evaporasi. Kejadian hujan, irigasi dan
gerakan vertikal air dalam tanah dari muka air tanah dangkal merupakan sumber
pembasahan permukaan tanah. Jika tanah dapat menyuplai air dengan cepat yang
memenuhi kebutuhan evaporasi, maka evaporasi dari tanah ditentukan hanya oleh
kondisi meteorologi. Akan tetapi, bila interval antara hujan dan irigasi cukup lama dan
kemampuan tanah mnegalirkan lengas ke dekat permukaan tanah kecil, maka
kandungan air di lapisan topsoil meturun dan menyebabkan permukaan tanah menjadi
kering. Pada lingkungan dimana air terbatas, maka jumlah air tersedia menjadi faktor
pembatas. Berkurannya supplai air ke permukaan tanah menyebabkan evaporasi
menurun drastis. Proses ini mungkin akan terjadi dalam beberapa hari.
4.3 Transpirasi
Proses transpirasi meliputi penguapan cairan (air) yang terkandung pada jaringan
tanaman dan pemindahan uap ke atmosfir. Tanaman umumnya kehilangan air melalui
stomata. Stomata merupakan saluran terbuka pada permukaan daun tanaman melalui
proses penguapan dan perubahan wujud menjadi gas seperti disajikan pada Gambar
4.3. Air bersama beberapa nutrisi lain diserap oleh akardan ditransportasikan ke
seluruh
tanaman.
Proses
penguapan
terjadi
disebut
ruang
intercellular, dan pertukaran uap ke atmossfir dikontrol oleh celah stomata (stomatal
aperture). Hampir semua air yang diserap oleh akar keluar melalui proses transpirasi
dan hanya sebahagian kecil saja yang digunakan dalam tanaman.
Transpirasi seperti evaporasi langsung tergantung pada suplai energi, tekan uap
air dan angin. Kandungan lengas tanah dan kemampuan tanah melewatkan air ke akar
juga menentukan laju transpirasi, termasuk genangan air dan salinitas air tanah. Laju
transprasi juga dipengaruhi oleh karakteristik tanaman, aspek lingkungan dan praktek
pengolahan dan pengelolaan lahan. Perbedaan jenis tanaman akan memberikan laju
transpirasi yang berbeda. Bukan hanya tipe tanaman saja, tetapi juga pertumbuhan
tanaman,
lingkungan
dan
manajemen
harus
dipertimbangkan
dalam
penentuan
transpirasi.
menguap
dari
lahan
dan
tanaman
dalam
suatu
petakan
karena
jenis
tanaman,
derajat
penutupannya,
struktur
tanaman,
stadia
Eto
Kc
tanaman
pertumbuhan
dan
yang
tidak
perhitungan
terganggu.
evapotranspirasi
Dalam
acuan
hubungannya
tanaman
dengan
(ETo),
maka
dimasukkan nilai Kc yang nilainya tergantung pada musim, serta tingkat pertumbuhan
tanaman (Allen, et al., 1998).
koefisien
dan
tanaman
middle).
Kc
untuk
mid
masa
merupakan
perkembangan
Kc
untuk
(masa
masa
antara
pertumbuhan
fase
dan
Tabel 4.1. Koefisien Tanaman (Kc) Padi Menurut Nedeco/Prosida dan FAO Bulan
Bulan
Nedeco/Prosida
Varietas
Varietas
FAO
Varietas
Varietas
biasa
unggul
biasa
unggul
0,5
1,20
1,35
1,10
1,10
1,0
1,20
1,30
1,10
1,10
1,5
1,20
1,24
1,10
1,05
2,0
1,27
1,10
1,05
2,5
1,32
1,12
1,10
0,95
3,0
1,33
1,05
3,5
1,40
0,95
4,0
1,30
............................ (4.2)
)
Keterangan:
Kc ini (A1) : Koefisien tanaman (Diambil dari grafik)
Kc ini (B1) : Koefisien tanaman (Diambil dari grafik)
I
b.
metode radiasi, (4) metode Blaney Criddle dan (5) metode Penman modifikasi FAO
(Sosrodarsono dan Takeda, 1983).
Menduga besarnya evapotranspirasi tanaman (Handayani, 1992), ada beberapa
tahap harus dilakukan, yaitu menduga evapotranspirasi acuan; menentukan koefisien
tanaman kemudian memperhatikan kondisi lingkungan setempat; seperti variasi iklim
setiap saat, ketinggian tempat, luas lahan, air tanah tersedia, salinitas, metode irigasi,
dan budidaya pertanian. Beberapa metode pendugaan evapotranspirasi acuan :
a. Metode Blaney Cridle
ETo = c [P ( 0,46 T + 8)] .. (4.5)
Keterangan:
c = Koefisien Tanaman Bulanan
p = Presentase Bulanan jam-jam Hari Terang dalam Tahun
T = Suhu Udara (0C)
b. Metode Thornthwaite
ETo = 1,6 [(10 T/I)]a ...... (4.6)
a = 0,49 + 0,0179 I 0,0000771 I2 + 0,000000675 I3
Keterangan:
T = Suhu Rata-rata Bulanan (0C)
I = Indeks Panas Tahunan
c. Metode Pan Evaporasi
ETo = Kp Ep ... (4.7)
Keterangan:
Kp = Koefisien Panci
Ep = Evaporasi Panci (mm/hari)
harga koefisien panci berkisar antara 0,4 0,85 yang dipengaruhi oleh kecepatan
angin dan kelembaban nisbih udara rata-rata. Selanjutnya dikatakan untuk daerah
tropis seperti Indonesia dimana kecepatan angin lemah sampai sedang dan kelembaban
nisbih udara rata-rata diatas 70 %, harga Kp hanya berkisar dari 0,65 0,85.
Tabel 4.2
Jawaban:
Hitung Tekanan Udara Mutlak
ea = h x e
e ea
Hitung Evapotranspitasi
Ep = 0,7 x 3,6 = 2,5 mm/hari
4.7 PENUGASAN
1.
Baca buku FAO No. 56 tentang kebutuhan air tanaman (Crop Water Requirement),
kenudian buat ringkasan perhitungan metode yang digunakan untuk menghitung
ETP tanaman pada suatu wilayah (sesuai data lokasi data CH yang diambil pada
tugas sebelumnya).
2.
Kumpulkan data kecepatan angin, radiasi, suhu, dan tekanan dari suatu stasiun
klimatologi dalam waktu satu tahun.
3.
Kumpulkan data evaporasi dari suatu stasiun klimatologi dalam waktu satu tahun.
4.
Hitung evaporasi dan bandingkan nilai dari hasil ukur (panci Kelas A)
2.
3.
Asdak Chay (1995). Hidrologi dan Pengeloaan daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada Press.
Black, Peter E., (1991), Watershed Hydrology, Prentice Hall, Englewood Cliffs, New
Jersey.
Doorenbos J., A.H Kassam, (1979), Yield Respons to Water, FAO, Rome.
Faust, Samual D., Osman M. Aly, (1981), Chemstry of Natural Waters, Ann Arbor
Science, Michigan.
Freeze R. Allan, John A. Cherry (1979), Groundwater, Englewood Cliffs, New Jersey.
(6) Hohnholz J. H., Applied Geography and Development, p. 8-23.
Kodoatie, R.J. dan Roestam Sjarief. (2005). Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu.
Yogyakarta: Andi.
Linsley Ray K., Joseph B. Franzini, (1985), Teknik Sumber Daya Air, Eralanga,
Jakarta.
Sastrodarsono Suyono dan Kensaku Takeda, (1999), Hidrologi untuk Pengairan.
Soewarno, (1991), Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai (Hdrometri),
Nova, Bandung
Sprong, D., (1979), Lakes in The Humid Tropical Areas of The World, Arrevem of the
literature.
Todd,(1983),IntroductiontoHydrology.McGrawHill.USA.
Sasaran Pembelajaran/Kompetensi:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian runoff
2. Mahasiswa mampu mengukur penampang pengaliran sungai (praktek lapangan)
3. Mahasiswa
mampu
melakukan
pengukuran
kecepatan
aliran
sungai
dengan
5.1
Pendahuluan
Salah satu komponen dalam siklus hidrologi adalah limpasan hujan. Komponen
limpasan hujan dapat berupa runoff (aliran permukaan) ataupun aliran yang lebih besar
seperti aliran air di sungai.
Limpasan akibat hujan ini dapat terjadi dengan cepat dan dapat pula setelah
beberapa jam setelah terjadinya hujan. Lama waktu kejadian hujan puncak dan aliran
puncak sangat dipengaruhi oleh kondisi wilayah tempat jatuhnya hujan. Makin besar
perbedaan waktu kejadian hujan puncak dan debit puncak, makin baik kondisi wilayah
tersbut dalam menyimpan air di dalam tanah.
Wilayah Indonesia dengan kondisi tropis dimana hujan terjadi terpusat pada
enam bulan periode hujan menyebabkan kita harus bisa melakukan rekayasa
konservasi air dengan cara menyimpan air hujan sebanyak mungkin di dalam tanah
5.2
..
(5.1)
Dimana Roff adalah aliran permukaan (mm), P adalah hujan (mm) dan I adalah
infiltrasi (mm).
5.3
Aliran Sungai
Sungai merupakan salah satu unsur penting dalam siklus air di bumi, oleh
karena itu pemahaman perilaku sungai dan pengelolaannya merupakan pengetahuan
penting dalam keteknikan pertanian, demikian pula ahli bidang ilmu lain. Ahli
lingkungan misalnya, meneliti sedimen sungai yang berasal dari buangan limbah serta
pengaruhnya terhadap lingkungan.
Sedangkan ahli teknik keairan, mengelola sungai untuk keperluan reservoir,
perencanaan bangunan dan penanggulangan daya rusak air. Untuk keperluan tersebut,
diperlukan pengetahuan tentang sungai dan pengalirannya, seperti morfologi sungai,
sejarah perkembangan sungai serta pola pengaliran sungai.
lain lain. Dalam bidang pertanian sungai berfungsi sebagai sumber air yang penting
untuk irigasi (Sosrodarsono dan Takeda, 1993).
Dua proses penting dalam sungai adalah erosi dan pengendapan, yang
dipengaruhi oleh jenis aliran air dalam sungai yaitu:
a.
aliran laminer: jika air mengalir dengan lambat, partikel akan bergerak ke dalam
arah paralel terhadap saluran.
b.
aliran turbulen: jika kecepatan aliran berbeda pada bagian atas, tengah, bawah,
depan dan belakang dalam saluran, sebagai akibat adanya perubahan friksi, yang
mengakibatkan perubahan gradien kecepatan. Kecepatan maksimum pada aliran
turbulen umunya terjadi pada kedalaman 1/3 dari permukaan air terhadap
kedalaman sungai.
Pembagian penampang sungai untuk pengukuran lebar sungai dan kedalaman
sangat halus, walaupun air tidak lagi mengalir, tetapi butiran tersebut tidak mengendap
serta airnya tetap saja keruh dan sedimen semacam ini disebut muatan kikisan (wash
load).
Untuk kebutuhan usaha pemanfaatan air, pengamatan permukaan air sungai
dilaksanakan pada tempat tempat dimana akan dibangun bangunan air seperti
bendungan, bangunan bangunan pengambil air dan lain lain. Utnuk kebutuhan
usaha pengendalian sungai atau pengaturan sungai, maka pengamatan itu dilaksanakan
pada tempat yang dapat memberikan gambaran mengenai banjir termasuk tempat
tempat perubahan tiba tiba dari penampang sungai (Sosrodarsono dan Takeda,
1993).
Sungai seringkali dikendalikan atau dikontrol supaya lebih bermanfaat atau
mengurangi dampak negatifnya terhadap kegiatan manusia.
Berdasarkan kemanfaatan bangunan penyusun sungai, bagian sungai dapat
dikelompokkan menjadi beberapa komponen yaitu:
a.
Bendung dan bendungan dibangun untuk mengontrol aliran, menyimpan air atau
menghasilkan energi.
b.
c.
d.
untuk
mengetahui
data
kecepatan
aliran
sungai
dan
kemudian
mengalirkannya dengan luas melintang (luas potongan lintang sungai) pada lokasi
pengukuran kecepatan tersebut (Sosrodarsono dan Tominaga, 1984)
Menurut Asdak (1995), debit adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air)
yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Rumus umum
yang biasa digunakan adalah:
Q=vxA
.(5.2)
Keterangan:
Q = Debit aliran sungai (m3/detik)
A = Luas bagian penampang basah (m2)
v = Kecepatan aliran (m/detik)
Menurut Soewarno (1991), pengukuran debit dapat dilakukan secara langsung
(direct) atau tidak langsung (indirect). Pengukuran debit dikatakan langsung apabila
kecepatan alirannya diukur secara langsung dengan alat ukur kecepatan aliran.
Berbagai alat ukur kecepatan aliran adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
atas cara menghitung debit dengan pengukuran kecepatan dan luas penampang
melintang yang paling sering digunakan adalah metode pelampung. Cara tersebut
dapat dengan mudah digunakan meskipun aliran permukaan tinggi. Cara ini sering
digunakan karena tidak dipengaruhi oleh kotoran atau kayu-kayuan yang hanyut dan
mudah dilaksanakan. Pelampung tangkai merupakan satu contoh pelampung yang
digunakan untuk mengukur kecepatan aliran. Dimana pelampung tangkai terbuat dari
setangkai kayu atau bambu yang diberi pemberat pada ujung bawahnya. Seperti yang
terlihat pada gambar di bawah ini :
jenis
lain
yang
tidak
memiliki
pemberat.
Akan
tetapi
kedalaman
pelampung tidak boleh mencapai dasar sungai sehingga tangkai tidak dipengaruhi oleh
bagian kecepatan yang lambat pada lapisan bawah. Jadi hasil yang didapat adalah
lebih tinggi dari kecepatan rata-rata sehingga pelampung harus disesuaikan dengan
sesuatu koefisien.
Menurut Francis (1856), harga ini dapat dihitung menurut rumus sebagai
berikut:
(5.3)
Keterangan:
Pada nilai
(5.4)
Keterangan:
v : kecepatan aliran (m/s)
L : jarak tempuh pelampung (m)
t : waktu tempuh (detik)
Current meter adalah alat untuk mengukur kecepatan aliran (kecepatan arus)
air sungai atau aliran air lainnya. Ada dua tipe current meter yaitu tipe baling-baling
(propeller type) dan tipe canting (cup type). Penggunaan alat tersebut dilakukan
dengan tongkat berskala atau dengan menggunakan perahu. Bila menggunakan
tongkat, ujung tongkat dipasang pada bagian alat yang telah tersedia lalu dimasukkan
ke dalam air. Dan bila menggunakan perahu, alat dimasukkan ke dalam air dengan
menggunakan tali berskala yang ujungnya diikatkan pada bagian alat pemberat yang
tersedia. Skala pada tali atau tongkat ini berfungsi untuk menunjukkan kedalaman
pengukuran yang dikehendaki.
b.
c.
Tentukan jumlah segmen yang akan diukur dan posisi pengukuran dengan current
meter dengan memperhatikan kedalaman ukur (lihat Tabel 5.2)
d.
Kecepatan diukur pada masing-masing titik ukur dengan current meter minimal 2
kali ulangan untuk menghindari kekeliruan pembacaan.
e.
f.
permukaan
vertikal
Satu titik
0.3 0.6 m
0,6d
v = v0.6
Dua titik
0.6 3 m
v = (v0.2+v0.8)
Tiga titik
36m
v = (v0.2+2v0.6+v0.8)
Lima titik
>6m
v=1/10
dan b (dasar)
(vs+3v0.2+2v0.6+3v0.8+vb)
rumus Manning, Chezy, serta Darcy Weisbach. Salah satu rumusnya yaitu rumus
Manning dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:
v = .R2/3.S1/2
.(5.6)
Q = Av
..(5.7)
Keterangan:
Q : debit air (m3/detik)
A : luas penampang (m2)
v : kecepatan aliran (m/s)
R : jari-jari hidrolik (m)
S : Slope/kemiringan (m/m)
n : koefisien dasar saluran (0,01)
5.4
Waktu Konsentrasi
Travel times adalah waktu untuk konsentrasi, waktu puncak, dan waktu perjalanan
sepanjang rute; merupakan hal yang sangat penting pada analisa model hidrologi.
Penentuan Metode Manual
1.
Metode Manning
Metode
penentuan
waktu
konsentrasi
dengan
Manning
dapat
dilakukan
karena pada metode ini, diketahui kecepatan aliran dan jarak pengaliran. Dengan
berdarkan pada karakteristik DAS berupa kemiringan aliran dan profil atau
penampang pengaliran, maka waktu konsentrasi dapat ditentukan dengan
persamaan kinematik Manning sebagai berikut:
Keterangan:
t1 = waktu pengaliran aliran permukaan (menit)
n = koefisien Manning (dimensionless)
L = Panjang pengaliran (m)
P = Curah hujan 24 jam (dua tahunan) ( m)
S = kemiringan lahan atau media pengaliran, ( m/m)
Metode Manning dengan prosedur dapat pula dilakukan dengan urutan sebagai
berikut:
The Manning equation in U.S. units: Q = (1.49/n)A(R2/3)(S1/2)
The Manning equation in S.I. units: Q = (1.0/n)A(R2/3)(S1/2)
Dimana R = A/P
V = Q/A
tc = L/(60V)
Keterangan:
Q = Debit aliran (m3/s)
V = kecepatan aliran (m/s)
R = Jari jari hidraulik (= A/P) (m)
A = Luas penampang prngaliran (m2)
P = wetted perimeter saluran (m)
S = kemiringan dasar saluran (m/m)
n = koefisien Manning (dimensioness)
L = panjang pengaliran (m)
tc = waktu konsentrasi (menit)
2. NRCS Method
Tc
Lawns
0.05 - 0.35
Forest
0.05 - 0.25
Cultivated land
0.08-0.41
Meadow
0.1 - 0.5
Parks, cemeteries
0.1 - 0.25
Unimproved areas
0.1 - 0.3
Pasture
0.12 - 0.62
Residential areas
0.3 - 0.75
Business areas
0.5 - 0.95
Industrial areas
0.5 - 0.9
Asphalt streets
0.7 - 0.95
Brick streets
0.7 - 0.85
Roofs
0.75 - 0.95
Concrete streets
0.7 - 0.95
Jarak limpasan dan kemiringan lereng tiap DAS dihitung secara otomatis pada saat
anda membuat modelnya dari TIN atau DEM dan menghitung data DAS. Nilai ini
kemudian dapat digunakan untuk beberapa eprasmaan dalam WMS untuk
menghitung waktu puncah atau waktu konsentrasi..
2.
Jika anda menginginkan pengontrolan yang lebih terhadap waktu puncak atau
wkatu konsentrasi , akan akan menggunakan penghitungan waktu pada liputan
untuk menentukan arah aliran penting pada setiap sub-DASnya, sebuah persamaan
digunakan untuk melakukan estimasi travel time dan waktu konsentrasi aliran.
Panjang dihitung pada setiap arc sedangkan kemiringan lereng diambil dari TIN
atau DEM.
Pada bagian ini penetuan waktu konsentrasi dua sub-DAS dan travel time antara titik
outlet yang ditunjukkan pada gambar di bawah. Anda akan menggunakan persamaan
TR-55, atau anda dapat menyusun persamaan itu sendiri.
titik ini menampilkan titik terjauh dari outlet untuk DAS tersebut. Sekarang, tampilan
arcs akan dibuat dari titik ini ke outlet dengan langkah-langkah berikut:
1. Pilihlah Perangkat Pemilih Titik (Select Feature Point)/Node tool
2. Pilihlah kedua titik yang barusan dibuat gunakan SHIFT untuk memilih langsung
keduanya
3. Pilihlah Feature Objects | Node->Flow Arcs
4. Pilihlah Create multiple arcs
5. Pilihlah OK
Pilihan Create multiple arcs akan mengakibatkan WMS memecah arah aliran pada
setiap sub-DAS, yang telah dihasilkan TIN. Metode TR-55 (atau lainnya) menggunakan
tiga perbedaan bagian aliran untuk menghitung waktu konsentrasi: sheet flow (hingga
300 feet), shallow concentrated flow, dan open channel flow. WMS akan secara
mengotomatis memecah arc antara overland dan channel flow, dua dari tiga bagian akan
siap didefinisikan. Anda akan membutuhkan pembagian sheet flow dari shallow
concentrated flow sebelum menset persamaannya.
1. Pilihlah Feature Vertex tool
sekarang anda mempunyai tiga arc untuk setiap DAS. Arc ini akan digunakan untuk
penghitungan waktu konsentrasi pada analisis TR-55. Travel time untuk aliran dari
DAS atas ke bagian bawah DAS. Ini akan membutuhkan arah aliran antara outlet atas
dan bawah.
1.
2.
Klik-Ganda pada arc dengan label 1 Defaultnya TR-55 sheet flow equation arc akan
tampil, yang perlu dilakukan adalah menentukan indeks kekasaran Manning dan
pola hujan 2yr-24hr. Panjang dan kemiringan lereng secara default adalah dari arc
terpilih.
3.
4.
5.
6.
7.
Pilihlah OK
8.
Ulangi langkah tersebut untuk arc dengan label 4, dengan Indeks Manning = 0.15
dan rainfall = 1.1
9.
Pilihlah OK
Kini anda telah mendefinisikan persamaan untuk segmen overland sheet flow pada tiap
basin, selanjutnya untuk shallow concentrated flow:
1. Klik-Ganda pada arc dengan label 2
5.7
Contoh
Transformasi
hidrograf
hujan-aliran
dan
komponen
aliran
sungai
(5.8)
2. Metode Time-Area
Metode time-area menetukan runoff atau discharge dari hujan melalui pengembangan
dan penyempurnaan metode rational dimana debit puncak Qp dihitung dengan
menjumlahkan kontribusi aliran setiap sub-sub das dengan menggunakan sistem
kontur waktu (isochrones). Setiap garis mewakili flow-time menuju sungai dimana Qp
dihitung. Gambar 5.6 menunjukkan konsep metode time-area.
Aliran dari masing masing daerah yang dibatasi dua isochrones (TT,T)
ditentukan dari perkalian intensitas rata-rata hujan efektif (i) dari waktu TT sampai
waktu T dan luasan (A). Kemudian Q4, aliran pada garis aliran X saat waktu 4 jam
dihitung dengan:
Q4=i3A1+i2A2+i1A3+i0A4
. (5.9)
Demikian pula halnya untuk Q yang lain pada garis aliran X ditentukan dengan cara
yang sama dengan Q4. Pada sistem ini dibutuhkan waktu konsentrasi yang kemudian
dibagi-bagi. Penentuan waktu konsentrasi dapat dilihat pada bagian sebelumnya.
SOLUSI:
Tahap
pertaman
adalah
menggambar
profil
penampang
sungai
untuk
tujuan
Luas Segmen D
Luas D =
=
= 1.49 m2
Luas Segmen E
Luas E = Luas A =
= 0.12 m2
Atotal = Luas A + Luas B + Luas C + Luas D + Luas E
= 0.465 + 2.03 + 1.99 + 1.49 + 0.12
= 6.095 m2
Nilai di dalam tabel di bawah ini adalah nilai kecepatan rata-rata yang dihitung dengan
menggunakan rumus di atas :
Q4 =
= 6.095 m2 x 0.053 = 0.323 m/s
Qtot = Q1 + Q2 + Q3 +Q4
= 1.060 m/s
Jika lebar sungai 30 meter, hitunglah DEBIT air sesaat sungai tersebut.
Asdak Chay (1995). Hidrologi dan Pengeloaan daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada Press.
Linsley Ray K., Joseph B. Franzini, (1985), Teknik Sumber Daya Air, Eralanga,
Jakarta.
Maidment, RD. (1989). Handbook of Hydrology. McGraw-Hill. New York
Sastrodarsono Suyono dan Kensaku Takeda, (1999), Hidrologi untuk Pengairan.
Pradnya Paramitha. Bandung.
Shaw, Elizabeth (1994). Hidrology in Practice. Taylor & Francis. England.
Todd, (1983), Introduction to Hydrology. Mc Graw Hill. New York.
Viessmann, W., Lewis, GL., and Knapp, JW., (1989), Introduction to Hydrology.
Harper Collins Pub., New York.
Sasaran Pembelajaran/Kompetensi:
1.
2.
3.
Mahasiswa mampu menghitung laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi serta koefisien
fungsi infiltrasi (Kostiakov, Horton, dan Holtan)
4.
6.1 Pendahuluan
Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan) masuk kedalam
tanah. Perkolasi merupakan proses kelanjutan aliran air yang berasal dari infiltrasi ke
tanah yang lebih dalam. Kebalikan dari infiltrasi adalah rembesan (speege). Laju
maksimal gerakan air masuk kedalam tanah dinamakan kapasitas infiltrasi. Kapasitas
infiltrasi terjadi ketika intensitas hujan melebihi kemampuan tanah dalam menyerap
kelembaban tanah. Sebaliknya apabila intensitas hujan lebih kecil dari pada kapasitas
infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan laju curah hujan.
Laju infiltrasi umumnya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan satuan
intensitas curah hujan, yaitu millimeter per jam (mm/jam). Air infiltrasi yang tidak
kembali lagi ke atmosfer melalui proses evapotranspirasi akan menjadi air tanah untuk
seterusnya mengalir ke sungai disekitar.
Salah satu proses yang berkaitan dengan distribusi air hujan yang jatuh ke
permukaan bumi adalah infiltrasi. Infiltrasi adalah proses masuk atau meresapnya air
dari atas permukaan tanah ke dalam bumi. Jika air hujan meresap ke dalam tanah
maka kadar lengas tanah meningkat hingga mencapai kapasitas lapang. Pada kondisi
kapasitas lapang air yang masuk menjadi perkolasi dan mengisi daerah yang lebih
rendah energi potensialnya sehingga mendorong terjadinya aliran antara (interflow)
dan aliran bawah permukaan lainnya (base flow). Air yang berada pada lapisan air
tanah jenuh dapat pula bergerak ke segala arah (ke samping dan ke atas) dengan gaya
kapiler atau dengan bantuan penyerapan oleh tanaman melalui tudung akar.
Proses infiltrasi sangat ditentukan oleh waktu. Jumlah air yang masuk kedalam
tanah dalam suatu periode waktu disebut laju infiltrasi. Laju infiltrasi pada suatu
tempat akan semakin kecil seiring kejenuhan tanah oleh air. Pada saat tertentu laju
infiltrasi menjadi tetap. Nilai laju inilah yang kemudian disebut laju perkolasi.
Ketika air hujan jatuh diatas permukaan tanah, tergantung pada kondisi biofisik
permukaan tanah, sebagian atau seluruh air hujan tersebut akan mengalir masuk
kedalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah. Proses mengalirnya air hujan
kedalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah. Di
bawah pengaruh gaya gravitasi air hujan mengalir vertikal kedalam tanah, sedangkan
pada gaya kapiler bersifat mengalirkan air tersebut tegak lurus keatas, kebawah, dan
kearah horizontal (lateral). Gaya kapiler bekerja nyata pada tanah dengan pori-pori
yang relative kecil.
Mekanisme infiltrasi melibatkan 3 proses yang tidak saling mempengaruhi :
a.
b.
c.
beda, tergantung dari kondisi permukaan tanah, struktur tanah, tumbuh-tumbuhan dan
lain-lain. Di samping intensitas curah hujan, infiltrasi berubah-ubah karena dipengaruhi
oleh kelembaban tanah dan udara yang terdapat dalam tanah (Maryono, 2004).
Beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi laju infiltrasi adalah
sebagai berikut:
1. Tinggi genangan air di atas permukaan tanah dan tebal lapisan tanah yang
jenuh.
2. Kadar air atau lengas tanah
3. Pemadatan tanah oleh curah hujan
4. Penyumbatan pori tanah mikro oleh partikel tanah halus seperti bahan endapan
dari partikel liat
5. Pemadatan tanah oleh manusia dan hewan akibat traffic line oleh alat olah
6. Struktur tanah
7. Kondisi perakaran tumbuhan baik akar aktif maupun akar mati (bahan organik)
8. roporsi udara yang terdapat dalam tanah
9. Topografi atau kemiringan lahan
10. Intensitas hujan
11. Kekasaran permukaan tanah
12. Kualitas air yang akan terinfiltrasi
13. Suhu udara tanah dan udara sekitar
Apabila semua faktor-faktor di atas dikelompokkan, maka dapat dikategorikan
menjadi dua faktor utama yaitu:
1. Faktor yang mempengaruhi air untuk tinggal di suatu tempat sehingga air mendapat
kesempatan untuk terinfiltrasi (oppurtunity time).
2. Faktor yang mempengaruhi proses masuknya air ke dalam tanah.
Selain dari beberapa factor yang menentukan infiltrasi diatas terdapat pula sifatsifat khusus dari tanah yang menentukan dan membatasi kapasitas infiltrasi (Arsyad, 1989)
sebagai berikut:
a. Ukuran pori
Laju masuknya hujan ke dalam tanah ditentukan terutama oleh ukuran pori dan
susunan pori-pori besar. Pori yang demikian itu dinamakan pori aerasi, oleh karena
pori-pori mempunyai diameter yang cukup besar yang memungkinkan air keluar
dengan cepat sehingga tanah beraerasi baik. 83
b. Kemantapan pori
Kapasitas infiltrasi hanya dapat terpelihara jika porositas semula tetap tidak
terganggu selama waktu tidak terjadi hujan.
c. Kandungan air
Laju infiltrasi terbesar terjadi pada kandungan air yang rendah dan sedang.
d. Profil tanah
Sifat bagian lapisan suatu profil tanah juga menentukan kecepatan masuknya
air ke dalam tanah. Ketika air hujan jatuh di atas permukaan tanah, maka proses
infiltrasi tergantung pada kondisi biofisik permukaan tanah, sebagian atau seluruh air
hujan tersebut akan mengalir masuk ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah.
Proses mengalirnya air hujan ke dalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi dan
gaya kapiler tanah. Oleh karena itu, infiltrasi juga biasanya disebut sebagai aliran air
yang masuk ke dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler dan gravitasi. Laju air infiltrasi
yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori tanah.
Tanah dengan pori-pori jenuh air mempunyai kapasitas lebih kecil dibandingkan dengan
tanah dalam keadaan kering (Asdak, 2002).
Dibawah pengaruh gaya gravitasi, air hujan mengalir vertikal kedalam
tanah melalui profil tanah. Dengan demikian, mekanisme infiltrasi melibatkan tiga
proses yang tidak saling mempengaruhi (Asdak, 2002):
a. Proses masuknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah.
b. Tertampungnya air hujan tersebut di dalam tanah.
c. Proses mengalirnya air tersebut ke tempat lain (bawah, samping dan atas).
Pengukuran laju infiltrasi dapat dilakukan pada permukaan tanah, pada kedalam
tertentu, pada lahan kosong atau pada lahan bervegetasi. Walaupun satuan infiltrasi
serupa dengan konduktivitas hidraulik, terdapat perbedaan antara keduanya. Hal itu
tidak bisa secara langsung dikaitkan kecuali jika kondisi batas hidraulik diketahui,
seperti kemiringan hidraulik dan aliran air lateral atau jika dapat diperkirakan. Laju
infiltrasi memiliki kegunaan seperti studi pembuangan limbah cair, evaluasi potensi
lahan tanki septik, efisiensi pencucian dan drainase, kebutuhan irigasi, penyebaran air
dan imbuhan air tanah, dan kebocoran saluran atau bendungan dan kegunaan lainnya
(Kirkby, M.J., 1971).
Jumlah dan ukuran pori yang menentukan adalah jumlah pori-pori yang
berukuran besar. Makin banyak pori-pori besar maka kapasitas infiltrasi makin besar
pula. Atas dasar ukuran
pori
tersebut, liat kaya akan pori halus dan miskin akan pori
besar. Sebaliknya fraksi pasir banyak mengandung pori besar dan sedikit pori halus.
Dengan demikian kapasitas infiltrasi pada tanah-tanah pasir jauh lebih besar daripada
tanah liat.
Tanah-tanah yang bertekstur kasar menciptakan struktur tanah yang ringan.
Sebaliknya tanah-tanah yang terbentuk atau tersusun dari tekstur tanah yang halus
menyebabkan terbentuknya tanah-tanah yang bertekstur berat. Tanah dengan struktur
tanah yang berat mempunyai jumlah pori halus yang banyak dan miskin akan pori
besar. Sebaliknya tanah yang ringan mengandung banyak pori besar dan sedikit pori
halus. Dengan demikian kapasitas infiltrasi dari kedua jenis tanah tanah tersebut akan
berbeda pula, yaitu tanah yang berstruktur ringan kapasitas infiltrasinya akan lebih
besar dibandingkan dengan tanah-tanah yang berstruktur berat (Saifuddin, 1986).
Menurut Boedi Susanto (2008), laju infiltrasi berbeda menurut jenis tanahnya
seperti pada tabel berikut:
Tabel 6.1. Laju Infiltrasi Menurut Jenis Tanah
Jenis Tanah
0,212 0,423
0,042 0,212
0,004 0,042
2.
3.
Horizon C, kadang-kadang disebut sub soil, terbentuk dari pelapukan bahan induk
4.
Daya infiltrasi menentukan banyaknya air hujan yang dapat diserap kedalam tanah. Makin
besar daya infiltrasi, perbedaan antara intensitas hujan dengan daya infiltrasi 85
menjadi makin kecil. Akibatnya limpasan permukaannya makin kecil, sehingga debit
puncaknya juga akan lebih kecil.
b.
Pengisian lengas tanah dan air tanah penting untuk tujuan pertanian. Akar tanaman
menembus zone tidak jenuh dan menyerap air yang diperlukan untuk evapotranspirasi
dari zona tidak jenuh. Pengisian kebali lengas tanah sama dengan selisih antara infiltrasi
dan
perkolasi
(jika
ada).
Pada
permukaan
air
tanah
yang
dangkal
dalam
lapisan tanah yang berbutir tidak begitu besar, pengisian kembali lengas tanah ini dapat
pula diperoleh dari kenaikan kapiler air tanah.
Menentukan perbedaan volume air hujan buatan dengan volume air larian pada
percobaan laboratorium menggunakan simulasi hujan buatan (metode simulasi
laboratorium).
2.
3.
Teknik pemisahan hidrograf aliran dari data aliran air hujan (metode separasi
hidrograf).
Singh (1989) menyajikan beberapa model infiltrasi yang telah diusulkan dan
digunakan pada kebanyakan analisa hidrologi dan hidraulik yang berkaitan dengan
sistem keairan. Model - model tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua kelas
yakni: (1) model empiris, dan (2) model konseptual.
Model empiris menyatakan kapasitas infiltrasi sebagai fungsi waktu. Dimana
kadar lengas tanah memiliki sifat dinamis terhadap waktu, sehingga laju infiltrasi
ditentukan oleh kondisi lengas tanah mula-mula saat proses infiltrasi mulai terjadi.
Adapun model- model empiris infiltrasi diantaranya adalah Model Kostiakov, Model
Horton, Model Holtan dan Model Overton. Uraian masing-masing model disajikan
sebagai berikut:
a.
Model Kostiyakov
Model
Kostiakov
menggunakan
pendekatan
fungsi
power
dengan
tidak
memasukkan kadar air awal dan kadar air akhir (saat laju infiltrasi tetap) sebagai
komponen fungsi. Fungsi infiltrasi dan laju infiltrasi disajikan pada persamaan 6.1
dan persamaa 6.2.
F = atb , 0<b<1
.. (6.1)
.. (6.2)
b.
Model Horton
Model Horton adalah salah satu model infiltrasi yang terkenal dalam
hidrologi. Horton mengakui bahwa kapasitas infiltrasi berkurang seiring dengan
bertambahnya waktu hingga mendekati nilai yang konstant. Ia menyatakan
pandangannya bahwa penurunan kapasitas infiltrasi lebih dikontrol oleh faktor
yang beroperasi di permukaan tanah dibanding dengan proses aliran di dalam tanah.
Faktor yang berperan untuk pengurangan laju infiltrasi seperti penutupan retakan
tanah oleh koloid tanah dan pembentukan kerak tanah, penghancuran struktur
permukaan lahan dan pengangkutan partikel halus dipermukaan tanah oleh tetesan
air hujan. Model Horton dapat dinyatakan secara matematis mengikuti persamaan
6.3:
f = fc + (fo fc)e-kt ; i fc dan k = konstan .. (6.3)
Keterangan;
f : laju infiltrasi nyata (cm/h)
fc : laju infiltrasi tetap (cm/h)
fo : laju infiltrasi awal (cm/h)
k : konstanta geofisik
Model ini sangat simpel dan lebih cocok untuk data percobaan. Kelemahan
utama dari model ini terletak pada penentuan parameternya f0, fc, dan k dan
ditentukan dengan data-fitting. Meskipun demikian dengan kemajuan sistem
komputer proses ini dapat dilakukan dengan program spreadsheet sederhana. 87
c.
Model Holtan
Model Holtan pada dasarnya serupa dengan model Horton, akan tetapi pada
model ini, Holtan menambahkan faktor vegetasi dalam persamaan sehingga fungsi
matematiknya berubah menjadi fungsi power dan bukan fungsi eksponensial
seperti pada Model Horton. Fungsi matematik model Holtan disajikan sebagai
berikut:
(6.4)
Dengan Fp adalah infiltrasi potensial. a dan n adalah konstanta untuk vegetasi
tanah. Holtan berpendapat bahwa kapasitas infiltrasi berbanding lurus dengan ruang
pori yang tersedia. Model Holtan agak cocok dimasukkan untuk model batas air
dalam ilmu tata air karena dia menghubungkan laju infiltrasi (f) dengan
kelembaban tanah. Kekurangan dari model ini adalah spesifikasi kedalaman
permukaan air tanah bebas. Kedalaman mempengaruhi infiltrasi secara signifikan.
d.
Model Overton
Overton pada tahun 1964 merumuskan kembali model Holtan. Dia
mencatat bahwa ruang pori-pori yang tersedia pada awal terjadinya hujan tidaklah
selalu terisi seluruhnya sebelum kapasitas infiltrasi menjadi tetap. Jarak antar ruang
pori-pori yang terisi tergantung pada tumbuh-tumbuhan penutup tanah. Persamaan
matematik infiltrasi dan laju infiltrasi Model Overton disajikan pada persamaan 6.5
dan 6.6.
........................... (6.5)
............................ (6.6)
Dimana d = (fc/a)0.5 dan J = (afc)0.5.
Model infiltrasi selain model empiris adalah model konseptual yang menganalogikan
proses infiltrasi sebagai faktor terinterasi dengan aspek hidrologi lain. Beberapa model
konseptual adalah Model SCS, Model HEC, Model Philip, dan Model Hidrograf. Uraian
model konseptual adalah sebagai berikut:
a.
Model SCS
Model Soil Conservation Services (SCS) merupakan model konseptual yang
dikembangkan oleh USDA. Model ini menggunakan pendekatan penggunaan/
penutupan lahan, jenis tanah dan kondisi hidrologi wilayah. Hasil yang diperoleh
dalam model ini adalah nilai infiltrasi dan laju infiiltrasi wilayah (unit lahan) pada
suatu DAS atau Sub-DAS.
.................................... (6.7)
.................................... (6.8)
Dimana b adalah persentase faktor vegetasi, P adalah laju curah hujan (cm/s) dan p
adalah intensitas curah hujan (cm/s), dan S adalah potensial storage (cm). Soil
Concervation Service (SCS), mengembangkan suatu prosedur yang sering disebut
metode curve-number untuk menaksir runoff. Metode ini selanjutnya dikenal
dengan model SCS.
Model HEC
Model HEC merupakan model infiltrasi dasar pada suatu hubungan non linear
antara intensitas curah hujan dan kapasitas infiltrasi.
. (6.9)
(6.10)
Dimana k adalah koefisien penurunan air ke dalam tanah, k adalah perubahan
koefisien penurunan air, p adalah intensitas curah hujan (cm/s), D adalah defisiensi
kelembaban tanah dan x adalah eksponen antara 0 dan 1. Jika x = 0, f tidak terikat
oleh P, asumsi ini dibuat normal dan termasuk dalam kebanyakan persamaan
infiltrasi. Jika x = 1, f berbanding lurus dengan parameter p. Study hidrology yang
di kembangkan oleh HEC mengindikasikan bahwa x biasanya antara 0,3 sampai 0,9
untuk konsistensi.
c.
Parameter S dan C merupakan fungsi difusi air tanah awal dan kadar air permukaan
dari tanah
(2.14)
(2.15)
.... (2.16)
Keterangan, f
d.
= Sportivity (cm/h)
= kostanta (cm/h)
Model Hydrograf
Jika akurasi data curah hujan dan runoff yang tersedia pada suatu bidang tanah
kecil, jumlah air yang terinfiltrasi ke dalam tanah dapat ditentukan dengan
menggunakan model yang disebut model hydrograf. Model ini didasarkan pada
pendapat berikut: (1) intersepsi dan infiltrasi kecil, (2) infiltrasi merupakan abstrak
utama bahwa curah hujan dikurang dengan infiltrasi akan mendekati aliran
permukaan. Model ini lebih sering digunakan untuk menentukan neraca air.
................. (2.17)
Keterangan; P = curah hujan (cm/s),
q = discharge (cm/s)
D = surface detention (cm)
F = kapasitas infiltrasi (cm)
Laju infiltrasi umumnya tergantung dari horizon A dan B, karena
kapasitas infiltrasi C tidak akan terpenuhi oleh laju infitrasi, sedangkan D tidak
tertembus air, sehingga sifat transmissi lapisan tanah dikelompokkan menjadi 2
fenomena.
Jika kapasitas perkolasi lebih besar dari kapasitas infiltrasi maka lapisan di
bawahlapisanpermukaan tidak akan jenuh air dan laju infiltrasiditentukan oleh infiltrasi.
Jika kapasitas perkolasi lebih kecil dari kapasitas infiltrasi maka lapisan bawah
akan jenuh air dan laju infiltrasi ditentukan oleh laju perkolasi.
Untuk lahan yang sulit pengambilan sample kpnduktivitas hidrauliknya
di lapangan, maka dapat juga dilakukan pendekatan nilai kondukttivitas hidraulik
dengan menggunakan data tekstur tanah seperti yang diperlihatkan pada diagram
segitiga tekstur.
Gambar. 6.3 Metode grafis penentuan Konduktivitas Hidraulik Jenuh dengan segitiga
tekstur
Dengan infiltrometer
Infiltrometer dalam bentuk yang paling sederhana terdiri atas tabung baja yang
ditekankan kedalam tanah.Permukaan tanah di dalam tabung diisi air.Tinggi air dalam
tabung akan menurun, karena proses infiltrasi. Kemudian banyaknya air yang
ditambahkan untuk mempertahankan tinggi air dalam tabung tersebut harus diukur.
Makin kecil diameter tabung makin besar gangguan akibat aliran ke samping di bawah
tabung. Dengan cara ini infiltrasinya dapat dihitung dari banyaknya air yang
ditambahkan kedalam tabung sebelah dalam per satuan waktu.
Dengan testplot
Pengukuran infiltrasi dengan infiltrometer hanya dapat dilakukan terhadap
luasan yang kecil saja, sehingga sukar untuk mengambil kesimpulan terhadap
besarnya infiltrasi bagi daerah yang lebih luas.
Untuk mengatasi hal ini dipilih tanah datar yang dikelilingi tanggul dan
digenangi air. Daya infiltrasinya didapat dari banyaknya air yang ditambahkan agar
permukaannya konstan. Jadi testplot sebenarnya adalah infiltrometer yang berskala
besar.
c. Lysimeter
Lysimeter merupakan alat pengukur berupa tangki beton yang ditanam dalam
tanah diisi tanah dan tanaman yang sama dengan sekelilingnya, dilengkapi dengan
fasilitas drainage dan pemberian air. Dengan persamaan neraca air (waterbalance)
seperti berikut:
P+I=D+ES
Keterangan :
.. (2.18)
Untuk mencapai tujuan ini lebih baik digunakan lysimeter timbang, dengan
lysimeter timbang besarnya infiltrasi dengan kondisi curah hujan yang sebenarnya
dapat dipelajari. Curah hujan harus diukur dengan alat pencatat hujan (recording rain
gauge) yang harus ditemptkan di dekat lysimeter tersebut.
6.6 CONTOH SOAL
1. Suatu data hasil pengukuran disajikan sebagai berikut:
t (mnt)
fob(cm/mnt)
t (mnt)
fob(cm/mnt)
0,00
25
1,24
2,50
35
1,16
2,25
48
1,06
2,13
65
0,98
1,86
85
0,94
1,68
105
0,91
12
1,50
125
0,89
17
1,38
Tentukan laju ifiltrasi air dengan rumus Kostiakov, Horton, Holtan, dan Phillip.
Gambarkan Kurva dan Hasil observasi dan semua model.
Penyelesaian
Dengan menggunakan spreadsheed maka fungsi masing-masing model diperoleh seperti
berikut:
Fungsi
f = 0.407 t
Model
-0.16.
Kostiakov
0,287t
Horton
Holton
Phillip
2.
Turunkan fungsi infiltrasi Horton dan Holtan dari hasil pengukuran sebagai berikut:
Waktu
3.
f (mm/jam)
2,50
1,75
50
1,00
Lengkapi data DAS anda dengan mencari nilai CN berdasarkan kondisi hidrologi
wilayah dan penutupan lahan. Hasil perhitungan CN ini akan digunakan pada
pendugaan limpasan permukaan langsung.
4.
Sasaran Pembelajaran/Kompetensi:
Setelah mengikuti pembelajaran ini, mahasiswa mampu:
1. Mengetahui cara prakiraan banjir jangka pendek
2. Menghitung hidrograf satuan dari suatu titik ukur ke bagian sungai lain
3. Mengetahui perhitungan debit banjir
4. Mengetahui derivasi hidrograf sintetik
7.1 Pendahuluan
Permasalahan utama yang dihadapi praktisi hidrologi adalah mengestimasi
hydrograph menaik dan menurun dari suatu sungai pada sebaran titik pengaliran
terutama selama periode banjir. Permasalahn ini dapat diatasi dengan teknik
penelusuran aliran atau penelusuran banjir yang mengolah sifat-sifat hydrograph banjir
di hulu atau di hilir dari suatu titik ke titik yang lain sepanjang aliran sungai.
Penelusuran dilakukan dari titik dimana ada data pengamatan hidrograf aliran untuk
memudahkan proses penelusuran itu sendiri.
Suatu hidrograf banjir dapat dimodifikasi dengan dua cara sebagaimana air
hujan mengalir menuruni jaringan pengaliran air (drainage network). Pertama waktu
berkumpulnya aliran-aliran untuk terjadinya aliran dan puncaknya pada suatu titik di
daerah hilir. Ini disebut sebagai translasi. Kedua, besarnya laju aliran puncak yang
bergerak menuju titik di aliran bawah, serta lama waktu aliran mencapai titik bawah.
Modifikasi hidrograf ini disebut attenuation.
Penurunan hidrograf aliran di bagian bawah seperti B pada Gambar 7.1 dari
hulu yang disebabkan oleh pola hidrograf banjir A merupakan hal penting untuk
diperhatikan dalam manajemen sungai sebagai upaya prediksi banjir di wilayah bagian
river basin. Dalam hal disain, penelusuran hidrograf banjir juga penting untik
mengatur kapasitas spillway reservoir. Disamping itu jadwal pencegahan banjir atau
evaluasi tinggi bangunan jagaan banjir di tanggul sungai peru juga diperhatikan.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
pertimbangan
pertimbangan
di
atas,
maka
pemilihan
model
penelusuran dapat dilakukan dengan asumsi bahwa tidak ada suatu model yang paling
Lump dapat dikategorikan ke dalam tiga tipe yakni: (1) tipe level-pool untuk reservoir,
(2) tipe simpanan (storage) untuk sungai, dan (3) tipe sistem linear dengan
karakterisasi fungsi respon, dan hubungan inflow-outflow atau input-output yang
didefinisikan dengan teknik integral konvolusi (convolution integral).
didekati
dengan
teknik
sederhana
sebagai
level-pool
routing.
Elevasi
permukaan air h berubah terhadap waktu t, dan outflow dari reservoir diasumsikan
sebagai fungsi h(t). Pendekatan ini menghasilkan suatu persamaan diferensial yang
dapat diselesesaikan dengan beberapa teknik numerik seperti metode Runge-Kutta
atau metode integrasi iterasi trapezoid.
Metode
Iterative
Trapezoidal
Integration.
Pada
metode
ini
aturan
trapesium
pembagian
waktu
Dimana luas permukaan Sa merupakan fungsi h. Dengan menggunakan nilai ratarata untuk I(t) dan Q(t) sepanjang interval t dan substitusi (7.2) ke persamaan
(7.1) maka diperoleh:
. (7.3)
Inflow pada waktu j dan j+1 diketahui dari hidrograf inflow; outflow Q pada waktu
j dapat dihitung dari elevasi permukaan air yang diketahui hi dengan persamaan
spillway. Luas permukaan SaJ ditentukan dari nilai hi. Parameter yang belum
diketahui adalah hj+1,QJ+1, SaJ+1; Q dan Sa merupakan persamaan nonlinear dari
hJ+1. Sehingga persamaan (7.3) dapat diselesaikan hJ+1 melalui metode iterasi
seperti Newton-Raphson:
. (7.4)
(7.5)
Laju perubahan simpanan dS/dt pada persamaan 7.1 dinyatakan sebagai berikut:
(7.6)
dimana superscripts j dan j+1 menujukkan waktu antara interval tj. Substitusi
persamaan (7.6) ke dalam (7.1) menghasilkan persamaan:
(7.7)
dimana penelusuran aliran Muskingum memberikan 3 koefisien:
(7.8)
dan C1+ C2 + C3 = 1, dan K/3 < t < 5 K merupakan batasan untuk
Contoh Soal
Jika waktu tempuh titik berat massa banjir antara huku dan hilir 9 jam dan faktor
x=0,33. Gunakan cara Muskingum untuk mencari hidrograf aliran di hilir dengan
menggunkan hidrograf aliran di hulu berikut (kehilangan air dan backwater
diabaikan):
Aliran tak tunak pada suatu pengaliran air secara tepat digambarkan sebagai suatu
proses tersdistribusi karena laju/debit aliran, kecepatan, dan kedalaman (elevation) air
bervariasi terhadap ruang (pada penampang pengaliran sepanjang saluran). Estimasi
perilaku dari suatu sistem saluran dapat ditentukan dengan emnggunakan penelusuran
aliran terdistribusi berdasarkan persamaan differensial lengkapaliran tak-tunak satu
dimensi (Persamaan Saint-Venant). Persamaan ini menghitung secara komputasi debit
aliran dan kedalaman air sebagai fungsi ruang dan waktu dan bukan hanya waktu
seperti pada metode penelusuran aliran lump. Penelusuran aliran terdistribusi yang
didasarkan
(penelusuran
pada
Persamaan
dinamis).
Saint-Venant
Penyederhanaan
dikenal
bentuk
dengan
persamaan
dynamic
Saint-Venant
routing
yang
1.5
Dalam hal ini t adalah waktu, x adalah jarak sepanjang pengaliran air, A adalah
luas penampang, V adalah kecepatan, q adalah inflow atau outflow lateral terdistribusi
sepanjang sumbu x pengaliran, g adalah tetapan gaya grafitasi, h adalah elevasi
permukaan air (dari datum/acuan) misalnya dh/dx = dy/dx - So dimana y adalah
kedalaman aliran dan So adalah kemiringan dasar saluran pengaliran, dan Sf adalah
kemiringan gesekan yang dapat dievaluasi secara seragam. Persamaan steady-flow
empirical resistance seperti persamaan Chezys atau Manning adalah persamaan
diferensial parsial hyperbolik quasi-linear dengan dua dependent parameter (V dan h)
yang bervariasi pada satu dimensi (arah x) dan dua independent parameter (x dan t).
Luas penampang pengaliran A dan gradien Sf merupakan fungsi dari h dan/atau
V. Tak ada solusi analitis dari persamaan differensial kompleks untuk hampir semua
praktek penerapan dalam model penelusuran banjir. Turunan persamaan Saint-Venant
mengikuti beberapa asumsi dasar:
(1) Aliran satu dimensi,
(2) Panjang sungai yang dipengaruhi oleh gelombang banjir umumnya lebih
besar dari kedalaman aliran,
(3) Percepatan vertikal diabaikan dan distribusi tekanan vertikal gelombang
adalah hidrostatik,
(4) Densitas/kerapatan massa air konstan,
(5) Dasar dan dinding saluran ditentukan dan tidak berubah-ubah, and
(6) Kemiringan dasar saluran So realitif kecil, (kurang dari 15 persen).
Aplikasi Penelusuran Aliran Terdistribusi. Model tedistribusi yang menghitung debit
lairan Q dan tinggi permukaan air h berguna untuk menentukan kedalaman genangan
banjir, kebutuhan tinggi bangunan seperti jembatan atau wilayah sempadan sungai,
and keceptan aliran air dalam transport pemindahan polutan. Model terdistribusi dapat
juga digunakan untuk penerapan lain seperti pendugaan banjir real time di sungai,
pemberian dan pengaliran air irigasi, melalui saluran, peta inundasi perencanaan dambreak, perubahan gelombang transient yang terjadi di reservoir oleh pintu atau turbin,
longsor akibat gelombang di reservoir, dan aliran tank tunak di sistem pembuangan air
hujan.
Model Penelusuran Terdistribusi Sederhana. Sebelum perkembangan komputer
pesat,atauuntukkepentinganekonomidankepraktisannyadalamsumberkomputasi,
(7.11)
(7.13)
dimana k' adalah rasio kinematika, yang merupakan perbandingan celerity gelombang
kinematik dengan kecepatan aliran. Jika persamaan Manning digunakan untuk aliran
tunak uniform, maka rasio kinematika dinayatak dengan persamaan:
(7.14)
dimana B adalah lebar atas saluran pengaliran, A = luas penampang pengaliran, P
wetted perimeter, dan dP/dy adalah turunan P terhadap kedalaman air y. Untuk aliran
pada saluran segiempat, k' = 5/3. Metode penyelesaian persamaan gelombang
kinematik terdiri dari solusi analitis menggunakan metode karakteristik atau solusi
langsung dengan teknik pendekatan finite-difference secara explicit atau implicit.
Persamaan gelombang kinematik secara teoritis tidak mempertimbangkan kejadian
gelombang hydrograph. Model gelombang kinematik terbatas aplikasinya pada singlevalue, stage-discharge ratings yang ada dimana tidak ada rating loop dan pengaruh
backwater tidak signifikan. Sejak adanya model gelombang kinematik, gangguang
gelombang dapat dipropagasi hanya kearah hilir, aliran sebaliknya tidak dapat
diprediksi.
hidrologi
Model
suatu
gelombang
DAS
untuk
kinematik
penelusuran
digunakan
aliran
sebagai
overland
komponen
flow;
model
dan
tidak
Metode
Muskingum
menjadi
bentuk
analogi
difusi
yang
mampu
dan
(7.17)
dalam hal ini K adalah tetapan simpanan berdimensi waktu, dan X adalah weightingfactor menunjukkan arti penting inflow dan outflow terhadap simpanan. Di sini dapat
ditunjukkan
bahwa
finite-difference
menyajikan
persamaan
klasik
gelombang
kinematik; akan tetapi, jika X dinyatakan sebagai fungsi bagian dari sifat aliran, maka
kombinasi persamaan penyusun akan menjadi persamaan analogi difusi parabolic yang
mempertimbangkan gelombang hidrograf banjir tetapi tidak berlaku aliran balik
(negative) atau backwater. Model ini relatif akurat dibanding Model Muskingum. Pada
metode Muskingum-Cunge, K dan X dihitung dengan:
(7.18)
(7.19)
dimana c adalah celerity, Q adalah discharge, B lebar atas saluran yang berkaitan
dengan Q, Se adalah slope energi yang didekati dengan Sf untuk kondisi awal aliran, D
adalah kedalaman hydraulic (A/B), dan k' adalah rasio gelombang kinematik. Bar
menunjukkan variabel dengan nila rata-rata sepanjang pengaliran x selama
Untuk
kesalahan numerik minimal ditentukan oleh scheme, step waktu t dan step jarak
harus
sesuai.
(7.20)
dimana M 5, Tr adalah waktu selama menaiknya hydrograph, dan
(7.21)
dimana q adalah debit rata-rata per lebar pengaliran (Q/B) dan So adalah kemiringan
dasar saluran.
Pengembangan Persamaan Saint-Venant. Persamaan Saint-Venant lebih powerful
dan bermanfaat dimana bentuk konservasi atau divergen ditambahkan ke dalam
persamaan aliran lateral luas simpanan saluran dan dampak sinuositas. Pengembagan
persamaan Saint-Venant adalah pada persamaan konservasi massa:
(7.22)
dan persamaan momentum
(7.23)
Dimana h adalah water-surface elevation, A adalah luas penampang pengaliran air, Ao
adalah luas permukaan saluran tak aktif (off-channel storage) yang sering dikleluarkan
dan menyajikan friksi tahanan yang lebih tinggi untuk bagian luas penampang, sc and
sm adalah koefisien sinuositas depth-weighted yang benar untuk sinus departure dalam
saluran dari sumbu x floodplain, x adalah jarak longitudinal rata-rata pengaliran
terukur sepanjang pusat pengaliran, t adalah waktu, q adalah debit persatuan lebar
sungai lateral inflow atau outflow (inflow adalah positive dan outflow adalah
negative), p adalah koefisien momentum untuk distribusi kecepatan tak seragam
terhadap luas penampang, g adalah konstanta percepatan gravitasi, Sf adalah
kemiringan gesekan batas, and Sec adalah kemiringan kontraksi-ekspansi (large eddy
loss).
Kehilangan oleh Gesekan. Kehilangan akibat gesekan Sf dievaluasi dari persamaan
Manning untuk aliran uniform dan steady adalah:
(7.24)
K adalah faktor pengaliran saluran.
Efek Ekspansi dan Kontraksi. Bentuk variabel Sec dihitung dengan:
(7.25)
Routing Parameters. Faktor penelusuran ditentukan dengan rumus:
(7.26)
.
Lateral Flow Momentum. L adalah dampak momentum lateral aliran, dan memiliki
(1) bentuk lateral inflow, L = -qvx' dimana Vx adalah inflow lateral pada sumbu x
saluran utama; (2) seepage lateral outflow, L = -0.5qQ/A; dan (3) bulk lateral outflow,
L = -qQ/A.
7.6 PENUGASAN
1. Kembangkan model penelusuran banjir pada komputer (spreadsheet atau program
buatan dengan bahasa komputer lain seperti Fortran, Visual Basic atau Delphi)
sesuai dengan model yang telah dijelaskan.
2. Cari data hidrograf aliran sungai di DAS yang anda kerjakan dan lakukan sistem
penelusuran di daerah hilirnya (dekat wilayah pertanian atau pemukiman) dengan
model yang telah dibangun pada no. 1..
3. Hidrograf di sungai pada titik A berpenampang beton dengan n = 0,020. Lebar
Waktu(mnt)
20
40
60
80
100
120
140
160
Q(m3/det)
19
52
344
430
383
202
92
30
21
Hitunglah penelusuran banjir di B dengan jarak 10 km dari hilir (A) dan gambarkan
hidrograf outflownya.
Asdak Chay (1995). Hidrologi dan Pengeloaan daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada Press.
2.
Linsley Ray K., Joseph B. Franzini, (1985), Teknik Sumber Daya Air, Eralanga,
Jakarta.
3.
4.
5.
6.
7.
Viessmann, W., Lewis, GL., and Knapp, JW., (1989), Introduction to Hydrology.
Harper Collins Pub., New York.
Sasaran Pembelajaran/Kompetensi:
Setelah mengikuti pembelajaran ini, mahasiswa mampu:
1. Mengetahui aplikasi komputer dalam analisis hidrologi
2. Mengetahui perhitungan menggunakan komputer
3. Mengetahui perhitungan banjir rencana menggunakan komputer
4. Mengetahui perhitungan debit menggunakan komputer
5. Mengetahui perhitungan banjir rencana menggunakan komputer
6. Mengetahui perhitungan debit menggunakan komputer
8.1 Pendahuluan
Memperoleh data parameter hidrologi dalam seri yang panjang merupakan hal yang
sulit. Hal ini mendorong para ahli hidrologi khususnya yang fokus pada simulasi dan
permodelan untuk melakukan pendugaan parameter hidrologi seperti debit aliran di
suatu DAS. Kenyataan ini terjadi juga di Indonesia yang merupakan negara yang
sedang berkembang dimana alat ukur hidrologi belum tersebar merata di seluruh
wilayah Indonesia khususnya DAS-DAS yang kecil.
Fenomena ini merupakan tantangan tersendiri bagi ahli hidrologi untuk
mengkaji ketersediaan data baik melaluui pengadaan alat ukur sederhana sampai
pendugaan parameter hidrologi yang dikembangkan melalui model matematis atau
model lainnya. Untuk kasus di Indonesia dimana debit air merupakan komponen
utama dalam pengembangan sumberdaya air dalam upaya pemanfaatan dan juga upaya
pengendalian daya rusak air di suatu kawasan.
Model Fisik: dikembangkan dengan analsis dimensi dan pemodelan fisik misalnya
pada model dam-break (scale model)
b.
Tiruan proses hidrologi untuk keperluan analisis tentang keberadaan air menurut aspek
jumlah, waktu, tempat, probabilitas dan runtun waktu (time series).
1.
2.
3.
Pada komputasi hidrologi ini, mahasiswa diarahkan untuk menggunakan model WMS
2.
3.
4.
5.
6.
7.
2.
3.
Pilihlah Open
4.
Pilihlah OK
b. Menjalankan TOPAZ
1. Sulih ke Drainage module
2.
3.
Pilihlah OK
4.
Pilihlah OK
5.
Pilihlah Close
6.
7.
8.
Pilihlah OK
9.
2.
3.
4.
5.
6.
Pilihlah OK
7.
Pilihlah OK
2.
3.
Pilihlah OK
4.
5.
Pilih OK
2.
3.
4.
Pilihlah OK
b Menjalankan TOPAZ
1. Sulih ke Drainage module
2.
3.
Pilihlah OK
4.
Pilihlah OK
5.
Pilihlah Close
6.
Anda akan ditanyakan apakah menghapus DAS yang sudah ada: OK, untuk
menghapus dan membuat kembali DAS yang telah dikoreksi data
kosongnya.
3.
Pilihlah OK
4.
c. Jalankan TOPAZ
1. Sulih ke Drainage module
2. Pilihlah DEM | Compute TOPAZ Flow Data
3. Pilihlah OK
4. Pilihlah OK
5. Pilihlah Close
Kini arah aliran terlihat berbeda dibanding dengan pola kontur pada citra latar seperti
yang digambarkan pada Gambar 8-7.
1. Gunakan Select DEM points dan Klik-Ganda pada salah satu titik yang
berangka; Maka akan tampil atribut DEM
2. Ubahlah arah aliran sesuai dengan pola yang benar yang ditunjukkan pada
Tabel 8-1
3. Pilihlah OK
4. Pilih
Compute
flow
accumulations
hanya
setelah
anda
menyelesaikan
penyuntingan terakhir
5. Pilihlah OK
6. Ulangi langkah 1-5 untuk seluruh lokasi yang akan anda sunting.
8.4 Menyunting Elevations ke Create Streams
Sungai pada DEM umumnya dihasilkan oleh arah aliran dan akumulasinya, sementara
ketinggian dari DEM tidak selalu merepresentasikan ketinggian dari sungai itu sendiri
tetapi ketinggian dari kemungkinan ketinggian dari permukaan air. Ini dapat
menyebabkan sungai memiliki profil yang tidak alamiah dangan variasi kemiringan
yang drastis. Kita akan mencoba
membuatnya lebih mulus dan natural.
a. Menyunting Ketinggian Menggunakan Stream Arcs
1.
2.
3.
Matikan pilihan: Stream, Flow Accumulation, Color Fill Drainage Basins, dan
Fill Basin Boundary Only
4.
5.
Pilihlah OK
6.
Pilihlah OK
7.
8.
9.
pertama
membuat
model
HEC-RAS
adalah
membut
model
dengan
2.
3.
4.
5.
6.
Jika anda menginginkan, anda dapat menset warna dan pola untuk tampilan
yang lebih baik.
7.
Pilihlah OK
8.
Pastikan Area Property adalah coverage = materials dan active pada Data
Tree
9.
Menggunakan HEC-RAS
Dengan Menggunakan HEC-RAS kita akan menset simulasi dan mengekspor hasil
simulasi tersebut pada WMS.
1. Pilihlah Edit | Geometric Data
2. Pilihlah OK
3. Pilihlah View | Set Schematic Plot Extents
4. Pilihlah Set to Computed Extents
5. Pilihlah OK hingga
Pertama, kita masukkan data panjang:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Masukkan panjang pada kolom yang berkatian dengan baris To: West
Tributary West Tributary
i.
j.
Pilihlah OK
k.
Post-Processing
Kita telah menganalisa ketinggian air di HEC-RAS, selanjutnya kita dapat melihat
solusi tersebut melalui WMS:
1. Dalam WMS, sulih ke modul 1D Hydraulic
2. Pilihlah HEC-RAS | Read Solution
3. Bukalah hecras.prj
4. Bentangkan folder 2D Scatter Data
5. Sulih ke Modul Map
6. Pilihlah coverage 1D-Hyd Centerline dari Data Tree
7. Pilihlah River Tools | Interpolate Water Surface Elevations
8. Pilihlah pada a specified spacing untuk Create a data point
9. Masukkan 60
10. 1Pilihlah OK
11. Pilihlah coverage 1D-Hyd Cross Section dari Data Tree
2.
Kini akan kita ubah Search radius dan menghitung kembali dataran banjir:
1. Pilihlah Flood | Delineate
2. Naikkan nilai Max search radius ke 500
3. Ubah solution name menjadi sr500
4. Pilihlah OK untuk menggambarakan dataran bajir baru
5. Bentangkan folder sr100 (FLOOD) dan Memilih data set sr100_fd.
6. Gambarkan dua dataran bajir lagi dengan menggunakan Max search = 1000 dan
2000. Berbeda antara 100 dan 500 yang hasilnya tampak berbeda, pada radius
1000 hingga 2000 tampak tidak jauh berbeda, kita dapat menggunakan 1000
jika dengan 2000 sudah tidak tampak jauh berbeda, selanjutnya kita gunakan
arah nilai arah aliran yang berbeda.
1. Pilihlah Flood | Delineate
2. Masukkan 1000 untuk Max search radius
3. Centang pada Flow path
4. Masukkan 500 untuk Max flow distance
5. Ganti Nama mejadi fp500
6. Pilihlah OK
7. Gambarkan dua dataran bajir lagi menggunakan nilai 1500 dan 3000.
8.7 PENUGASAN
1. Download DATA DEM dari website dengan menggunakan Global Mapper
untuk daerah DAS atau Sub-DAS yang anda kumpulkan data hidrologinya.
2. Lakukan delineasi DAS
3. Lakukan penggambaran aliran sungai
4. Hitung debit aliran rencana
5. Gambar dampak banjir 5 dan 10 tahunan.
8.8 DAFTAR PUSTAKA
----------, 2005. Manual and Tutorial WMS 8.1. Emrl.
Asdak Chay (1995). Hidrologi dan Pengeloaan daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada Press.
Linsley Ray K., Joseph B. Franzini, (1985), Teknik Sumber Daya Air, Eralanga,
Jakarta.
Maidment, RD. (1989). Handbook of Hydrology. McGraw-Hill. New York
Sastrodarsono Suyono dan Kensaku Takeda, (1999), Hidrologi untuk Pengairan.
Pradnya Paramitha. Bandung.
Shaw, Elizabeth (1994). Hidrology in Practice. Taylor & Francis. England.
Todd, (1983), Introduction to Hydrology. Mc Graw Hill. New York.
Viessmann, W., Lewis, GL., and Knapp, JW., (1989), Introduction to Hydrology.
Harper Collins Pub., New York.
Semoga buku ajar ini dapat menjadi penambah dalam khazanah ilmu hidrologi yang
memudahkan mahasiswa dalam memahami materi pembelajaran. Begitu banyak persoalan
bangsa Indonesia berkaitan dengan ilmu hidrologi dan sumber daya air, namun penguasaan dan
penerapan ilmu ini belum maksimal dalam upaya pengelolaan termasuk teknik pemanfaatan air,
dan pengendaliannya.
Akhirul klam, semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca.
Wassalam
Penulis