Anda di halaman 1dari 25

ILUSTRASI KASUS

II

Identitas Pasien
Nama
Umur
JenisKelamin
Pekerjaan
Tanggal Masuk
RM

: Tn. F
: 17 Th
: Laki-Laki
: Pelajar
: 20 November 2014
: 42 59 55

Riwayat Penyakit
Keluhan Utama : Benjolan pada lengan kanan
Anamnesis Tambahan :
Dialami sejak 3 tahun yang lalu. Benjolan tersebut awalnya kecil, lama-kelamaan
membesar. Nyeri kadang-kadang muncul seperti kram, demam hilang timbul 1
bulan terakhir, tidak ada keluhan mual, maupun muntah, nafsu makan menurun
dan berat badan dirasakan menurun.
Riwayat sebelumnya: Pasien mengatakan 5 tahun yang lalu pasien pernah
mengalami kecelakaan dan tangan kanan mengalami keseleo. Namun pasien tidak

III

berobat ke dokter, hanya berobat ke dukun dan tangan yang sakit sering diurut.
Pemeriksaan Fisis
Keadaan umum : Sakit sedang
Tanda vital :
TD
: 120/80 mmHg
Nadi
: 78 x/menit, kuat angkat
Pernapasan : 16 x/menit
Suhu
: 37,0 0C
Kepala
: Tidak ada kelainan
Mata
: Konjunctiva anemis -| Hidung
:Tidak ada kelainan
Telinga: Tidak ada kelainan
Leher
: Tidak ada kelainan
Thorax
: Dalam batas normal
Abdomen
: Dalam batas normal
Ekstremitas:
Ekstremitas superior :
o Regio. Antebrahii Dextra
Inspeksi : Tampak benjolan di proksimal antebrahii, warna sama
dengan warna kulit, venektasi (+), deformitas (-),

Palpasi : Teraba benjolan ukuran 14x10x6 cm, konsistensi padat


keras, permukaan tidak berbenjol, tepi rata, terfiksir
dengan jaringan dibawahnya, dan tidak terfiksir dengan

kulit, Nyeri tekan (-), teraba hangat (+).


ROM : Gerakan aktif dan pasif tidak terbatas
NVD : Teraba arteri radialis, sensibilitas baik
Ekstremitas Inferior : Dalam batas normal

IV

Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan Motorik (Kekuatan)
o Ekstremitas superior : 5/5
o Ekstremitas inferior : 5/5
Pemeriksaan Sensorik
: Dalam batas normal

Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin
WBC : 7.24 x 103/uL
RBC : 5.53 x 106/uL
HGB: 16,2 g/dL
HCT : 47.3 %
PLT : 248 x 103/uL
Foto Antebrachii ap/lat

Biopsi
Sediaan hapusan terdiri dari sel-sel radang limfosit yang cukup padat pada
satu focus tampak sel-sel maligna, pleomorfik, terdapat area nekrosis
diantaranya.
Kesan : Radang granulomatous dd Soft tissue sarkoma
CT Scan Antebrachii
VI

Resume
Laki-laki 17 tahun, masuk dengan keluhan benjolan di tangan kanan
yang dialami sejak 3 tahun yang lalu. Benjolan tersebut awalnya kecil, lamakelamaan membesar. Nyeri kadang-kadang muncul seperti kram, demam
hilang timbul 1 bulan terakhir, nafsu makan menurun dan berat badan
dirasakan menurun. Riwayat sebelumnya : Pasien mengatakan 5 tahun yang
lalu pasien pernah mengalami kecelakaan dan tangan kanan mengalami
keseleo. Namun pasien tidak berobat ke dokter, hanya berobat ke dukun dan
tangan yang sakit sering diurut. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan tandatanda vital dalam batas normal, pemeriksaan kepala, mata, hidung, telinga,
3

leher, thoraks dan abdomen tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan regio


antebrachii dekstra ditemukan pada inspeksi Tampak benjolan di proksimal
antebrahii, warna sama dengan warna kulit, venektasi (+), deformitas (-),
pada palpasi teraba benjolan ukuran 14x10x6 cm, konsistensi padat keras,
permukaan tidak berbenjol, tepi rata, terfiksir dengan jaringan dibawahnya,
dan tidak terfiksir dengan kulit, Nyeri tekan (-), teraba hangat (+), ROM aktif
dan pasif tidak terbatas, NVD teraba arteri radialis, dan sensibilitas baik.
Pemeriksaan neurologis dalam batas normal.
Hasil pemeriksaan biopsi ditemukan kesan radang granulomatous
dengan differensial diagnosis soft tissue sarcoma.
VII

Diagnosis
Osteomielitis Antebrachii Dekstra

VIII

Penatalaksanaan
- Terapicairan
- Antibiotik
- Rencanakan operasi

II. DISKUSI
OSTEOMIELITIS
A. PENDAHULUAN
Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada
tulang dan struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik
(Randall, 2011).
Pada dasarnya, semua jenis organisme, termasuk virus, parasit, jamur, dan
bakteri, dapat menghasilkan osteomielitis, tetapi paling sering disebabkan oleh
bakteri piogenik tertentu dan mikobakteri. Penyebab osteomielitis pyogenik
adalah

kuman

Pseudomonas, dan

Staphylococcus
Klebsiella.

aureus
Pada

(89-90%),

periode neonatal,

Escherichia coli,
Haemophilus

influenzae dan kelompok B streptokokus seringkali bersifat patogen. (Robbins


2007)
Infeksi dapat mencapai tulang dengan melakukan perjalanan melalui aliran
darah atau menyebar dari jaringan di dekatnya. Osteomielitis juga dapat terjadi
langsung pada tulang itu sendiri jika terjadi cedera yang mengekspos tulang,
sehingga kuman dapat langsung masuk melalui luka tersebut. (anonym, 2011).
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula
ditemukan pada bayi dan infant. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak
perempuan (4:1). Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur,
tibia, radius, humerus, ulna, dan fibula.(Yuliani 2010). Prevalensi keseluruhan
adalah 1

kasus per

5.000

anak.

Prevalensi

neonatal adalah

sekitar 1

kasus per1.000. Kejadian tahunan pada pasien dengan anemia sel sabit adalah
sekitar 0,36%. Insiden osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000
penduduk. Kejadian tertinggi pada Negara berkembang. Tingkat mortalitas
osteomielitis adalah rendah, kecuali jika sudah terdapat sepsis atau kondisi medis
berat yang mendasari. (Randall, 2011)

B. DEFINISI
Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada
tulang dan struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik
(Randall, 2011). Dalam kepustakaan lain dinyatakan bahwa osteomielitis adalah
radang tulang yang disebabkan oleh organisme piogenik, walaupun berbagai agen
infeksi lain juga dapat menyebabkannya. Ini dapat tetap terlokalisasi atau dapat
tersebar melalui tulang, melibatkan sumsum, korteks, jaringan kanselosa dan
periosteum. (Dorland, 2002).
C. INSIDENS
1 Morbiditas
Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi
neonates adalah sekitar 1 kasus per 1.000 kejadian. Sedangkan kejadian pada
pasien dengan anemia sel sabit adalah sekitar 0,36%. Prevalensi osteomielitis
setelah trauma pada kaki sekitar 16% (30-40% pada pasien dengan DM).
insidensi osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000
penduduk. (Randall, 2011).
Morbiditas dapat signifikan dan dapat termasuk penyebaran infeksi
lokal ke jaringan lunak yang terkait atau sendi; berevolusi menjadi infeksi
kronis,

dengan

rasa

nyeri dan

kecacatan;

amputasi

ekstremitas

yang terlibat; infeksi umum; atau sepsis. Sebanyak10-15% pasien dengan


osteomielitis

vertebral

mengembangkan

temuan

neurologis

atau kompresi corda spinalis. Sebanyak 30% dari pasien anak dengan
osteomielitis tulang panjang dapat berkembang menjadi trombosis vena
dalam (DVT). Perkembangan DVT juga dapat menjadi penanda adanya
penyebarluasan infeksi. (Randall, 2011).
Komplikasi vaskular tampaknya lebih

umum

dijumpai

dengan

Staphylococcus Aureus yang resiten terhadap methacilin yang didapat dari


komunitas (Community-Acquired

Methicillin-Resistant

Staphylococcus

Aureus / CA-MRSA) dari yang sebelumnya diakui. (Randall, 2011).

Mortalitas
Tingkat mortalitas rendah, kecuali yang berhubungan dengan sepsis

atau keberadaan kondisi medis berat yang mendasari. (Randall, 2011).


3

Ras
Tidak ada peningkatan kejadian osteomielitis dicatat berdasarkan ras.

(Randall, 2011).
4

Jenis kelamin
Pria memiliki resiko relatif lebih tinggi, yang meningkatkan melalui

masa kanak-kanak, memuncak pada masa remaja dan jatuh ke rasio


rendah pada orang dewasa. (Randall, 2011).
5

Usia
Secara

umum, osteomielitis memiliki

distribusi

usia

bimodal.

Osteomielitis akut hematogenous merupakan suatu penyakit primer pada


anak. Trauma langsung dan fokus osteomielitis berdekatan lebih sering terjadi
pada orang dewasa dan remaja dari pada anak. Osteomielitis vertebral lebih
sering pada orang tua dari 45 tahun. (Randall, 2011).

D. ETIOLOGI
Pada dasarnya, semua jenis organisme, termasuk virus, parasit, jamur, dan
bakteri, dapat menghasilkan osteomielitis, tetapi paling sering disebabkan oleh
bakteri piogenik tertentu dan mikobakteri. Penyebab osteomielitis pyogenik
adalah

kuman

Pseudomonas, dan

Staphylococcus
Klebsiella.

aureus
Pada

(89-90%),
periode neonatal,

Escherichia coli,
Haemophilus

influenzae dan kelompok B streptokokus seringkali bersifat patogen. (Robbins


2007).

Bakteri penyebab osteomielitis akut dan langsung meliputi:


1. Osteomielitis hematogenus akut
a.

Bayi baru lahir (kurang dari 4 bulan): S. Aureus, Enterobacter, dan

b.

kelompok Streptococcus dan .


Anak-anak (usia 4 bulan sampai 4 tahun): Streptococcus dan

c.

, Haemophilus influenzae, dan Enterobacter.


Remaja (usia 4 tahun sampai dewasa): S. aureus (80%), kelompok

d.

Streptococcus , H influenzae, dan Enterobacter


Dewasa: S. aureus
dan kadang-kadang Enterobacter

dan

Streptococcus.
2. Osteomielitis langsung
a.

Umumnya disebabkan oleh S. Aureus, spesies enterobacter, dan


spesies pseudomonas.

b.

Tusukan melalui separtu atletik : s. aureus dan spesies pseudomonas.

c.

Penyakit sel sabit : staphylococcus dan salmonella. (Randall, 2011)

E. PATHOPHYSIOLOGY
Infeksi pada osteomyelitis dapat terjadi lokal atau dapat menyebar melalui
periosteum, korteks, sumsum tulang, dan jaringan retikular. Jenis bakteri bevariasi
berdasarkan pada umur pasien dan mekanisme dari infeksi itu sendiri.
Terdapat dua kategori dari osteomyelitis akut:
1. Hematogenous osteomyelitis, infeksi disebabkan bakteri melalui darah.
Acute hematogenous osteomyelitis, infeksi akut pada tulang disebabkan
bakteri yang berasal dari sumber infeksi lain. Kondisi ini biasanya terjadi
pada anak-anak. Bagian yang sering terkena infeksi adalah bagian yang

sedang bertumbuh pesat dan bagian yang kaya akan vaskularisasi dari
metaphysis. Pembuluh darah yang membelok dengan sudut yang tajam
pada distal metaphysis membuat aliran darah melambat dan menimbulkan
endapan dan trombus, tulang itu sendiri akan mengalami nekrosis lokal
dan akan menjadi tempat berkembang biaknya bakteri. Mula-mula terdapat
fokus infeksi didaerah metafisis, lalu terjadi hiperemia dan udem. Karena
tulang bukan jaringan yang bisa berekspansi maka tekanan dalam tulang
ini menyebabkan nyeri lokal yang sangat hebat.
Infeksi dapat pecah ke subperiost, kemudian menembus subkutis dan
menyebar menjadi selulitis atau menjalar melalui rongga subperiost ke
diafisis. Infeksi juga dapat pecah kebagian tulang diafisis melalui kanalis
medularis.
Penjalaran subperiostal kearah diafisis akan merusak pembuluh
darah yang kearah diafisis, sehingga menyebabkan nekrosis tulang yang
disebut

sekuester.

Periost

akan

membentuk

tulang

baru

yang

menyelubungi tulang baru yang disebut involukrum (pembungkus). Tulang


yang sering terkena adalah tulang panjang yaitu tulang femur, diikuti oleh
tibia, humerus ,radius , ulna, dan fibula.
2.

Direct or contigous inoculation osteomyelitis disebabkan kontak langsung


antara jaringan tulang dengan bakteri, biasa terjadi karena trauma terbuka
dan tindakan pembedahan. Manisfestasinya terlokalisasi dari pada
hematogenous osteomyelitis.
Kategori tambahan lainnya adalah chronic osteomyelitis dan
osteomyelitis sekunder yang disebabkan oleh penyakit vaskular perifer.
Osteomyelitis sering menyertai penyakit lain seperti diabetes
melitus, sickel cell disease, AIDS, IV drug abuse, alkoholism, penggunaan
steroid yang berkepanjangan, immunosuppresan dan penyakit sendi yang
kronik. Pemakaian prosthetic adalah salah satu faktor resiko, begitu juga

dengan pembedahan ortopedi dan fraktur terbuka. Rasio antara pria dan
wanita 2 :1.
F. KLASIFIKASI
Beberapa sistem klasifikasi telah digunakan untuk mendeskripsikan
ostemielitis. Sistem tradisional membagi infeksi tulang menurut durasi dari
timbulnya gejala : akut, subakut, dan kronik. Osteomielitis akut diidentifikasi
dengan adanya onset penyakit dalam 7-14 hari. Infeksi akut umumnya
berhubungan dengan proses hematogen pada anak. Namun, pada dewasa juga
dapat berkembang infeksi hematogen akut khususnya setelah pemasangan
prosthesa dan sebagainya. (David,1987).
Durasi dari osteomielitis subakut adalah antara 14 hari sampai 3 bulan.
Sedangkan osteomielitis kronik merupakan infeksi tulang yang perjalanan
klinisnya terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini berhubungan dengan adanya
nekrosis tulang pada episentral yang disebut sekuester yang dibungkus
involukrum. (David,1987).
Sistem

klasifikasi

mengkategorisasikan

lainnya

infeksi

dikembangkan

muskuloskeletal

oleh

Waldvogel

berdasarkan

etiologi

yang
dan

kronisitasnya : hematogen, penyebaran kontinyu (dengan atau tanpa penyakit


vaskular) dan kronik. Penyebaran infeksi hematogen dan kontinyu dapat bersifat
akut meskipun penyebaran kontinyu berhubungan dengan adanya trauma atau
infeksi lokal jaringan lunak yang sudah ada sebelumnya seperti ulkus diabetikum.
(Anonym, 1992)
Cierny-Mader mengembangkan suatu sistem staging untuk osteomielitis
yang diklasifikasikan berdasarkan penyebaran anatomis dari infeksi dan status
fisiologis dari penderitanya. Stadium 1 medular, stadium 2 korteks superfisial,
stadium 3 medular dan kortikal yang terlokalisasi, dan stadium 4 medular dan
kortikal difus. (Anonim,1992).
1.

Osteomielitis hematogenik akut.

10

Osteomielitis akut hematogen merupakan infeksi serius yang biasanya


terjadi pada tulang yang sedang tumbuh. Penyakit ini disebut sebagai
osteomielitis primer karena kuman penyebab infeksi masuk ke tubuh secara
langsung dari infeksi lokal di daerah orofaring, telinga, gigi, atau kulit secara
hematogen. Berbeda dengan osteomielitis primer, infeksi osteomielitis
sekunder berasal dari infeksi kronik jaringan yang lebih superfisial seperti
ulkus dekubitum, ulkus morbus hensen ulkus tropikum, akibat fraktur terbuka
yang mengalami infeksi berkepanjangan, atau dari infeksi akibat pemasangan
protesis sendi. (Adam,2004)
Pada awalnya terjadi fokus inflamasi kecil di daerah metafisis tulang
panjang. Jaringan tulang tidak dapat meregang, maka proses inflamasi akan
menyebabkan peningkatan tekanan intraoseus yang menghalangi aliran darah
lebih lanjut. Akibatnya jaringan tulang tersebut mengalami iskemi dan
nekrosis. Bila terapi tidak memadai, osteolisis akan terus berlangsung
sehingga kuman dapat menyebar keluar ke sendi dan sirkulasi sistemik dan
menyebabkan sepsis. Penyebaran ke arah dalam akan menyebabkan infeksi
medula dan dapat terjadi abses yang akan mencari jalan keluar sehingga
membentuk fistel. Bagian tulang yang mati akan terlepas dari tulang yang
hidup dan disebut sebagai sekuester. Sekuester meninggalkan rongga yang
secara perlahan membentuk dinding tulang baru yang terus menguat untuk
mempertahankan biomekanika tulang. Rongga ditengah tulang ini disebut
involukrum. (Hidiyaningsih, 2012).
Penderita kebanyakan adalah anak laki-laki. Lokasi infeksi tersering
adalah di daerah metafisis tulang panjang femur, tibia, humerus, radius, ulna
dan fibula. Daerah metafisis menjadi daerah sasaran infeksi diperkirakan
karena : 1) daerah metafisis merupakan daerah pertumbuhan sehingga sel-sel
mudanya rawan terjangkit infeksi; 2) dan metafisis kaya akan rongga darah
sehingga risiko penyebaran infeksi secara hematogen juga meningkat; 3)
pembuluh darah di metafisis memiliki struktur yang unik dan aliran darah di

11

daerah ini melambat sehingga kuman akan berhenti di sini dan berproliferasi.
(Sjamsuhidajat, 2004).
Secara klinis, penderita memiliki gejala dan tanda dari inflamasi akut.
Nyeri biasanya terlokalisasi meskipun bisa juga menjalar ke bagian tubuh
lain di dekatnya. Sebagai contoh, apabila penderita mengeluhkan nyeri lutut,
maka sendi panggul juga harus dievaluasi akan adanya arthritis. Penderita
biasanya akan menghindari menggunakan bagian tubuh yang terkena
infeksi.Etiologi tersering adalah kuman gram positif yaitu Staphylococcus
aureus. (Sjamsuhidajat, 2004).
Gejala klinis osteomielitis akut sangat cepat, diawali dengan nyeri lokal
hebat yang terasa berdenyut. Pada anamnesis sering dikaitkan dengan riwayat
jatuh sebelumnya disertai gangguan gerak yang disebut pseudoparalisis.
Dalam 24 jam akan muncul gejala sistemik berupa seperti demam, malaise,
cengeng, dan anoreksia. Nyeri terus menghebat dan disertai pembengkakan.
Setelah beberapa hari, infeksi yang keluar dari tulang dan mencapai subkutan
akan menimbulkan selulitis sehingga kulit akan menjadi kemerahan. Oleh
karenanya, setiap selulitis pada bayi sebaiknya dicurigai dan diterapi sebagai
osteomielitis sampai terbukti sebaliknya. (Hidiyaningsih, 2012).
Pada pemeriksaan laboratorium darah, dijumpai leukositosis dengan
predominasi sel-sel PMN, peningkatan LED dan protein reaktif-C (CRP).
Aspirasi dengan jarum khusus untuk membor dilakukan untuk memperoleh
pus dari subkutan, subperiosteum, atau fokus infeksi di metafisis. Kelainan
tulang baru tampak pada foto rongent akan tampak 2-3 minggu. Pada awalnya
tampak reaksi periosteum yang diikuti dengan gambaran radiolusen ini baru
akan tampak setelah tulang kehilangan 40-50% masa tulang. MRI cukup
efektif dalam mendeteksi osteomielitis dini, sensitivitasnya 90-100%.
Skintigrafi tulang tiga fase dengan teknisium dapat menemukan kelainan
tulang pada osteomielitis akut, skintigrafi tulang khusus juga dapat dibuat

12

dengan menggunakan leukosit yang di beri label galium dan indium.


(Sjamsuhidajat, 2004).
Osteomielitis akut harus diterapi secara agresif agar tidak menjadi
osteomielitis kronik. Diberikan antibiotik parenteral berspektrum luas
berdosis tinggi selama 4-6 minggu. Selain obat-obatan simtomatik untuk
nyeri, pasien sebaiknya tirah baring dengan memperhatikan kelurusan tungkai
yang sakit dengan mengenakan bidai atau traksi guna mengurangi nyeri,
mencegah kontraktur, serta penyebaran kuman lebih lanjut. Bila setelah terapi
intensif 24 jam tidak ada perbaikan, dilakukan pengeboran tulang yang sakit
di beberapa tempat untuk mengurangi tekanan intraoseus. Cairan yang keluar
dapat dikultur untuk menentukan antibiotik yang lebih tepat. (Sjamsuhidajat,
2004).
Diagnosis banding pada masa akut yaitu demam reumatik, dan selulitis
biasa. Setelah minggu pertama, terapi antibiotik dan analgetik sudah
diberikan sehingga gejala osteomielitis akut memudar. Gambaran rongent
pada masa ini berupa daerah hipodens di daerah metafisis dan reaksi
pembentukan tulang subperiosteal. Gambaran rongent dan klinis yang
menyerupai granuloma eosinofilik, tumor Ewing, dan osteosarkoma.
Komplikasi dini osteomielitis akut yaitu berupa abses, atritis septik, hingga
sepsis, sedangkan komplikasi lanjutnya yaitu osteomielitis kronik, kontraktur
sendi, dan gangguan pertumbuhan tulang. (Sjamsuhidajat, 2004)
2.

Osteomielitis Subakut.
Infeksi subakut biasanya berhubungan dengan pasien pediatrik. Infeksi

ini biasanya disebabkan oleh organisme dengan virulensi rendah dan tidak
memiliki gejala. Osteomielitis subakut memiliki gambaran radiologis yang
merupakan kombinasi dari gambaran akut dan kronis. Seperti osteomielitis
akut, maka ditemukan adanya osteolisis dan elevasi periosteal. Seperti
osteomielitis kronik, maka ditemukan adanya zona sirkumferensial tulang
yang sklerotik. Apabila osteomielitis subakut mengenai diafisis tulang

13

panjang, maka akan sulit membedakannya dengan Histiositosis Langerhans


atau Ewings Sarcoma. (Hidiyaningsih, 2012)

Brodie Abses.

Lesi ini, awalnya ditemukan oleh Brodie pada tahun 1832, merupakan
bentuk

lokal

osteomielitis

subakut,

dan

sering

disebabkan

oleh

Staphylococcus aureus. Insiden tertinggi (sekitar 40%) pada dekade kedua.


Lebih dari 75% kasus terjadi pada pasien laki-laki. Onset ini sering
membahayakan, dan untuk manifestasi sistemik pada umumnya ringan atau
tidak ada. Abses, biasanya terlokalisasi di metaphysis dari tibia atau tulang
paha, dan dikelilingi oleh sclerosis reaktif. Sesuai teori tidak terdapatnya
sekuester, namun gambaran radiolusen mungkin akan terlihat dari lesi ke
lempeng epifisis. Abses tulang mungkin menyebrang ke lempeng epifisis
namun jarang terlokalisir.(Adam, 2004)
3. Osteomielitis Kronik.
Osteomielitis kronis merupakan hasil dari osteomielitis akut dan
subakut yang tidak diobati. Kondisi ini dapat terjadi secara hematogen,
iatrogenik, atau akibat dari trauma tembus. Infeksi kronis seringkali
berhubungan dengan implan logam ortopedi yang digunakan untuk
mereposisi tulang. Inokulasi langsung intraoperatif atau perkembangan
hematogenik dari logam atau permukaan tulang mati merupakan tempat
perkembangan bakteri yang baik karena dapat melindunginya dari leukosit
dan antibiotik. Pada hal ini, pengangkatan implan dan tulang mati tersebut
harus dilakukan untuk mencegah infeksi lebih jauh lagi. Gejala klinisnya
dapat berupa ulkus yang tidak kunjung sembuh, adanya drainase pus atau
fistel, malaise, dan fatigue. Penderita osteomielitis kronik mengeluhkan nyeri
lokal yang hilang timbul disertai demam dan adanya cairan yang keluar dari
suatu luka pascaoperasi atau bekas patah tulang. Pemeriksaan rongent
memperlihatkan gambaran sekuester dan penulangan baru. (Hidiyaningsih,
2012)

14

Penangan osteomielitis kronik yaitu debridemant untuk mengeluarkan


jaringan nekrotik dalam ruang sekuester, dan penyaliran nanah. Pasien juga
diberikan antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur. Involukrum belum cukup
kuat untuk menggantikan tulang asli yang telah hancur menjadi sekuester
sehingga ekstrimitas yang sakit harus dilindungi oleh gips untuk mencegah
patah tulang patologik, dan debridement serta sekuesterektomi ditunda
sampai involukrum menjadi kuat. (Hidiyaningsih, 2012)
4. Chronic Recuiment Multifocal Osteomielitis.
Pada dasarnya hal ini sudah menjadi pembahasan umum bahwa orang
yang sudah terkena penyakit osteomielitis akan sulit untuk sembuh. Walaupun
sudah diberikan antibiotik yang bagus. Hal ini dikaitkan dari pathogenesis
osteomielitis itu sendiri. Kuman yang masuk ke dalam tubuh melalui
hematogen menyebabkan suatu kondisi untuk mempredisposisikan bakteri
bermigras melalui celah endotel dan melekat pada matriks tulang. Selain itu
rendahnya tekanan oksigen pada daerah ini juga akan menurunkan aktivitas
fagositik dari sel darah putih. Infeksi hematogen ini akan menyebabkan
terjadinya thrombosis pembuluh darah local yang pada akhirnya menciptakan
suatu area nekrosis avaskular yang kemudian akan menjadi abses. Pada
awalnya terjadi inflamasi kecil di daerah metafisi tulang panjang. Jaringan
tulang tidak dapat meregang, maka proses inflamasi akan menyebabkan
peningkatan intraoseus yang menghalangi aliran darah lebih lanjut. Akibatnya
jaringan tulang tersebut mengalami nekrosis dan iskemi. Sehingga akan
terbentuknya sekuster. Sekuester yang berada di lingkungan yang avaskular
dan

nekrotik

akan

menjadi

tempat

yang

menguntungkan

untuk

berkembangbiak bakteri. Dimana tempat avaskular tersebut tidak mampu


dijangkau oleh antibiotik dan sel-sel fagositik. Setelah fase akut terlewati,
tidak menutup kemungkinan untuk muncul sequelae infeksi di tulang dari
sequestrumnya yang belum tuntas.Karena orang yang terkena penyakit
osteomielitis biasanya pada orang-orang yang memiliki immunokompremise.
(Song, 2001)

15

G. MANIFESTASI KLINIS
Osteomielitis hematogeneus biasanya memiliki progresivitas gejala yang
lambat.osteomielitis langsung (direct osteomyelitis) umumnya lebih terlokalisasi
dengan tanda dan gejala yang menonjol. Gejala umum dari osteomielitis meliputi :
1. Osteomielitis hematogenus tulang panjang

Demam yang memiliki onset tiba-tiba tinggi (demam hanya

terdapat dalam 50% dari osteomielitis pada neonates)

Kelelahan

Rasa tidak nyaman

Irritabilitas

Keterbatasan gerak (pseudoparalisis anggota badan pada neonates)

Edema lokal, eritema dan nyeri.


2. Osteomielitis hematogenus vertebral
Onset cepat
Adanya riwayat episode bakterimia akut
Diduga berhubungan dengan insufisiensi pembuluh darah
disampingnya
Edema lokal, eritema dan nyeri
Kegagalan pada anak-anak untuk berdiri secara normal.
3. Osteomielitis kronik
Ulkus yang tidak sembuh
Drainase saluran sinus
Kelelahan kronik
Rasa tidak nyaman

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

Demam (terdapat pada 50% dari neonates)


Edema
Teraba hangat
Fluktuasi

16

Penurunan dalam penggunaan ekstremitas (misalnya ketidakmampuan


dalam berjalan jika tungkai bawah yang terlibat atau terdapat pseudoparalisis

anggota badan pada neonatus).


Kegagalan pada anak-anak untuk berdiri secara normal.
Drainase saluran sinus (biasanya ditamukan pada stadium lanjut atau jika
terjadi infeksi kronis). (Randall, 2011)

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap:
Jumlah leukosit mungkin tinggi, tetapi sering normal.

Adanya

pergeseran ke kiri biasanya disertai dengan peningkatan jumlah leukosit


polimorfonuklear.

Tingkat

C-reaktif

dan nonspesifik;

penelitian

ini

protein

biasanya

mungkin

tinggi

lebih berguna

daripada laju endapan darah (LED) karena menunjukan adanya


peningkatan LED pada permulaan. LED biasanya meningkat (90%),
namun, temuan ini secara klinis tidak spesifik. CRP dan LED memiliki
peran terbatas dalam menentukan osteomielitis

kronis seringkali

didapatkan hasil yang normal.


b. Kultur :
Kultur dari luka superficial atau saluran sinus sering tidak berkorelasi
dengan bakteri yang

menyebabkan osteomielitis dan

memiliki penggunaan yang terbatas. Darah hasil kultur, positif pada


sekitar

50%

pasien

dengan osteomielitis hematogen.

Bagaimanapun, kultur darah positif mungkin menghalangi kebutuhan


untuk prosedur invasif lebih lanjut untuk mengisolasi organisme. Kultur
tulang

dari biopsi atau

aspirasi memiliki

hasil

diagnostik sekitar 77% pada semua studi.


2. Pemeriksaan Pencitraan
a. Radiografi
Bukti radiografi dari osteomielitis akut pertama kali diusulkan oleh
adanya

edema jaringan

Perubahan

tulang tidak

lunak pada 3-5 hari


terlihat untuk 14-21

setelah

terinfeksi.

hari dan

pada

17

awalnya bermanifestasi

sebagai

elevasi

lucencies kortikal atau meduler. Dengan 28

periosteal
hari,

diikuti
90%

oleh
pasien

menunjukkan beberapa kelainan. Sekitar 40-50% kehilangan fokus


tulang yang menyebabkan terdeteksinya lucency pada film biasa.
b. MRI
MRI efektif dalam deteksi dini dan lokalisasi operasi osteomyelitis.
Penelitian telah menunjukkan keunggulannya dibandingkan dengan
radiografi

polos, CT,

dan scanning radionuklida dan

dianggap sebagai pencitraan pilihan.

Sensitivitas berkisar

antara 90-

100%. Tomografi emisi positron (PET) scanning memiliki akurasi yang


mirip dengan MRI.
c. Radionuklida scanning tulang
Tiga fase scan tulang, scan gallium dan scan sel darah putih menjadi
pertimbangan pada pasien yang tidak mampu melakukan pencitraan
MRI. Sebuah fase tiga scan tulang memiliki sensitivitas yang tinggi dan
spesifisitas

pada

orang

dewasa

pada radiograf. Spesifisitas secara

dengan temuan

dramatis

normal

menurun dalam

pengaturan operasi sebelumnya atau trauma tulang. Dalam keadaan


khusus, informasi tambahan dapat diperoleh dari pemindaian lebih
lanjut

dengan leukosit berlabel dengan

67

gallium

dan /

atau indium 111.


d. CT scan
CT scan dapat menggambarkan kalsifikasi abnormal,pengerasan, dan
kelainan intracortical.
penggunaan

rutin

Hal
untuk

ini

tidak direkomendasikan

untuk

mendiagnosis osteomyelitis tetapi sering

menjadi pilihan pencitraan ketika MRI tidak tersedia.


e. Ultrasonografi
Teknik sederhana dan murah telah menjanjikan, terutama pada anak
dengan osteomielitis akut.
perubahan

sejak

1-2 hari

termasuk abses jaringan

Ultrasonografi dapat menunjukkan


setelah timbulnya
lunak atau

gejala.

Kelainan

kumpulan cairan

dan elevasi periosteal. Ultrasonografi memungkinkan untuk petunjuk


ultrasound aspirasi.

Tidak memungkinkan untuk evaluasi korteks

tulang.
18

I. DIAGNOSIS BANDING
Osteomielitis mudah didiagnosis secara klinis, pemeriksaan radiologis dan
tambahan seperti CT dan MRI jarang diperlukan. Namum demikian,
seringkali osteomielitis memiliki gejala klinis yang hampir sama dengan yang
lain. Khususnya dalam keadaan akut, gejala klinis yang muncul sama seperti
pada histiocytosis sel Langerhans atau sarkoma Ewing. Perbedaan pada
setiap masing-masing kondisi dari jaringan lunak. Pada osteomielitis, jaringan
lunak terjadi pembengkakan yang difus. Sedangkan pada sel langerhan
histiocytosis tidak terlihat secara signifikan pembengkakan jaringan lunak
atau massa. Sedangkan pada ewing sarkoma pada jaringan lunaknya terlihat
sebuah massa. Durasi gejala pada pasien juga memainkan peranan penting
untuk diagnostik. Untuk sarkoma ewing dibutuhkan 4-6 bulan untuk
menghancurkan tulang sedangkan osteomielitis 4-6 minggu dan histiocytosis
sel langerhans hanya 7-10 hari. (Adam, 2004)
- Selulitis.
- Gangren gas.
- Gout dan Pseudogout.
- Neoplasma, pada tulang belakang.
- Kelumpuhan pada masa anak-anak.
- Osteosarkoma.
- Tumor Ewing.
- Infeksi pada saraf spinal.
J. TERAPI
Osteomielitis akut harus diobati segera. Biakan darah diambil dan
pemberian antibiotika intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan. Karena
Staphylococcus merupakan kuman penyebab tersering, maka antibiotika yang
dipilih harus memiliki spektrum antistafilokokus. Jika biakan darah negatif, maka
diperlukan aspirasi subperiosteum atau aspirasi intramedula pada tulang yang
terlibat. Pasien diharuskan untuk tirah baring, keseimbangan cairan dan elektrolit
dipertahankan, diberikan antipiretik bila demam, dan ekstremitas diimobilisasi
dengan gips. Perbaikan klinis biasanya terlihat dalam 24 jam setelah pemberian

19

antibiotika. Jika tidak ditemukan perbaikan, maka diperlukan intervensi bedah.


(Skinner,2003)
Terapi antibiotik biasanya diteruskan hingga 6 minggu pada pasien dengan
osteomielitis. LED dan CRP sebaiknya diperiksa secara serial setiap minggu
untuk memantau keberhasilan terapi. Pasien dengan peningkatan LED dan CRP
yang persisten pada masa akhir pemberian antibiotik yang direncanakan mungkin
memiliki infeksi yang tidak dapat ditatalaksana secara komplit. C-Reactive
Protein (CRP) Adalah suatu protein fase akut yang diproduksi oleh hati sebagai
respon adanya infeksi, inflamasi atau kerusakan jaringan. Inflamasi merupakan
proses dimana tubuh memberikan respon terhadap injury . Jumlah CRP akan
meningkat tajam beberapa saat setelah terjadinya inflamasi dan selama proses
inflamasi sistemik berlangsung. Sehingga pemeriksaan CRP kuantitatif dapat
dijadikan petanda untuk mendeteksi adanya inflamasi/infeksi akut. Berdasarkan
penelitian, pemeriksaan Hs-CRP dapat mendeteksi adanya inflamasi lebih cepat
dibandingkan pemeriksaan Laju Endap Darah (LED). Terutama pada pasien anakanak yang sulit untuk mendapatkan jumlah sampel darah yang cukup untuk
pemeriksaan LED. (Hidiyaningsih, 2012)
Sedangkan LED adalah merupakan salah satu pemeriksaan rutin untuk
darah. Proses pemeriksaan sedimentasi (pengendapan) darah ini diukur dengan
memasukkan darah kita ke dalam tabung khusus selama satu jam. Makin banyak
sel darah merah yang mengendap maka makin tinggi LED-nya. Tinggi ringannya
nilai pada LED memang sangat dipengaruhi oleh keadaan tubuh kita, terutama
saat terjadi radang. Nilai LED meningkat pada keadaan seperti kehamilan ( 35
mm/jam ), menstruasi, TBC paru-paru ( 65 mm/jam ) dan pada keadaan infeksi
terutama yang disertai dengan kerusakan jaringan. Jadi pemeriksaan LED masih
termasuk pemeriksaan penunjang yang tidak spesifik untuk satu penyakit. Bila
dilakukan secara berulang laju endap darah dapat dipakai untuk menilai
perjalanan penyakit seperti tuberkulosis, demam rematik, artritis dan nefritis. LED
yang cepat menunjukkan suatu lesi yang aktif, peningkatan LED dibandingkan

20

sebelumnya menunjukkan proses yang meluas, sedangkan LED yang menurun


dibandingkan sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan. (Hidiyaningsih, 2012).
Perbedaan pemeriksaan CRP dan LED:

Hasil pemeriksaan Hs-CRP jauh lebih akurat dan cepat

Dengan range pengukuran yang luas, pemeriksaan Hs-CRP sangat baik


dan penting untuk: Mendeteksi Inflamasi/infeksi akut secara cepat (6-7
jam setelah inflamasi)

Hs-CRP meningkat tajam saat terjadi inflamasi dan menurun jika terjadi
perbaikan sedang LED naik kadarnya setelah 14 hari dan menurun secara
lambat sesuai dengan waktu paruhnya.

Pemeriksaan Hs-CRP dapat memonitor kondisi infeksi pasien dan menilai


efikasi terapi antibiotika.

Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang yang
terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan
daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Tetapi
antibiotik dianjurkan. Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan adjuvan
terhadap

debridemen

bedah.

Dilakukan

sequestrektomi

(pengangkatan

involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat sequestrum).


Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk memajankan rongga yang
dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan
kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan
yang permanen.Pada beberapa kasus, infeksi sudah terlalu berat dan luas sehingga
satu-satunya tindakan terbaik adalah amputasi dan pemasangan prothesa. Bila
proses akut telah dikendalikan, maka terapi fisik harian dalam rentang gerakan
diberikan. Kapan aktivitas penuh dapat dimulai tergantung pada jumlah tulang

21

yang terlibat. Pada infeksi luas, kelemahan akibat hilangnya tulang dapat
mengakibatkan terjadinya fraktur patologis. (Hidiyaningsih, 2012)
Indikasi dilakukannya pembedahan ialah :
1.
2.
3.
4.

Adanaya sequester.
Adanya abses.
Rasa sakit yang hebat.
Bila mencurigakan adanya

perubahan

kearah

keganasan

(karsinoma Epidermoid).
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau
dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting
dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol
hematoma dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal
selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan pemberian irigasi
ini. (Canale, 2007)
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk
merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi
dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot
diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh).
Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan darah
kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi.
Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan
penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, kemudian
memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat
penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang. Saat yang terbaik
untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila involukrum telah cukup kuat;
mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan. (Canale, 2007)
Kegagalan pemberian antibiotika dapat disebabkan oleh (Hidiyaningsih, 2012):

22

1. Pemberian

antibiotik

yang

tidak

cocok

dengan

mikroorganisme

penyebabnya
2. Dosis yang tidak adekuat
3. Lama pemberian tidak cukup
4. Timbulnya resistensi
5. Kesalahan hasil biakan
6. Pemberian pengobatan suportif yang buruk
7. Kesalahan diagnostik
8. Pada pasien yang imunokempremaise

K. KOMPLIKASI
1 Kematian tulang (osteonekrosis) : Infeksi pada tulang dapat menghambat
sirkulasi darah dalam tulang, menyebabkan kematian tulang. Jika terjadi
nekrosis pada area yang luas, kemungkinan harus diamputasi untuk
2

mencegah terjadinya penyebaran infeksi.


Arthritis septic : Dalam beberapa kasus, infeksi dalam tuolang bias

menyebar ke dalam sendi di dekatnya.


Gangguan pertumbuhan : Pada anak-anak lokasi paling sering terjadi
osteomielitis adalah pada daerah yang lembut, yang disebut lempeng
epifisis, di kedua ujung tulang panjang pada lengan dan kaki. Pertumbuhan

normal dapat terganggu pada tulang yang terinfeksi.


Kanker kulit : Jika osteomielitis menyebabkan timbulnya luka terbuka
yang menyebabkan keluarnya nanah, maka kulit disekitarnya berisiko

5
6
7

tinggi terkeba karsinoma sel skuamosa.


Abses tulang
Bakteremia
Fraktur

23

Selulitis

L. PROGNOSIS
Prognosis bevariasi, tergantung pada kecepatan dalam mendiagnosa dan
melakukan penanganan.

24

DAFTAR PUSTAKA
Adam, Greenspan. Orthopedic Imaging: A Practical Approach, 4th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins. USA. 2004.
Anonym,

Osteomyelitis.2011.

Available

from:

http://www.mayoclinic.com/health/ osteomyelitis/DS00759
Anonym, OSTEOMIELITIS : Perkembangan 10 tahun Terakhir. Available
from: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_023_sendi_&_tulang.pdf
Daniel, Lew, et al. 2012. Review Article Current Concepts OSTEOMYELITIS
available

from

http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/nejm199704033361406
David R, Barron BJ, Madewell JE. Osteomyelitis, acute and chronic. Radio Clin
North Am 1987;25:1171-1201.
David C. Dugdale, 2009. http://www.umm.edu/imagepages/9712.htm
Hidyaningsih, Referat Osteomielitis. Jakarta:2012. h : 10-24.
Randall W King, MD, FACEP; Chief Editor: Rick Kulkarni. Osteomyelitis in
Emergency

Medicine.

Available

from: http://emedicine.medscape.com/article/785020-overview#showall
Robin, Cotrans. Pathologic Basis of Disease 7th Edition. 2007
Sjamsuhidajat, Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi revisi
Song, Kit M ; Sloboda, John F. Journal of the American Academy of Orthopaedic
Surgeons. 2001.

25

Anda mungkin juga menyukai