Anda di halaman 1dari 16

Gangguan Tidur pada Usia Lanjut

Mariella Valerie Bolang


102013433 / F1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA)
Jalan Terusan Arjuna No.6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11510
E-mail: mariella.2013fk433@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Insomnia adalah ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tidur, baik secara kualitas maupun
kuantitas. Gangguan tidur ini umumnya ditemui pada individu dewasa. Penyebabnya bisa
karena gangguan fisik atau karena faktor mental seperti perasaan gundah atau gelisah. Ada
dua jenis insomnia yaitu insomnia primer dan insomnia sekunder. Insomnia primer adalah
seseorang mengalami masalah tidur, yang tidak terkait dengan kondisi atau masalah
kesehatan lain. Insomnia sekunder adalah seseorang mengalami masalah tidur karena
masalah lain, seperti kondisi kesehatan; asma, depresi, arthritis, kanker, atau mulas, sakit,
obat-obatan atau zat yang digunakan (alkohol).
Kata kunci: insomnia, insomnia primer, insomnia sekunder
Abstract
Insomnia is the inability to meet the needs of sleep, both in quality and quantity. This sleep
disorder commonly found in adult individuals. The reason could be due to a physical disorder
or due to mental factors such as feeling depressed or anxious. There are two types of
insomnia, namely primary insomnia and secondary insomnia. Primary insomnia is a person
experiencing sleep problems, which is not related to the other health problems. Secondary
insomnia is someones having trouble sleeping because of other problems, such as health
conditions; asthma, depression, arthritis, cancer, or heartburn, pain, medication or substance
use (alcohol) .

Key words: insomnia, primary insomnia, secondary insomnia

Pendahuluan
Hampir sepertiga umur kita dihabiskan untuk tidur. Tidur yang lelap tanpa gangguan dan
nyenyak menjadi kebutuhan manusia yang esensial, sama pentingnya dengan kebutuhan
makan, minum, tempat tinggal dan lain-lain. Gangguan tidur pada malam hari (insomnia)
akan menyebabkan rasa mengantuk sepanjang hari. Mengantuk merupakan faktor resiko
untuk terjadinya kecelakaan, jatuh, penurunan stamina dan secara ekonomi mengurangi
produktivitas seseorang.1 Pada usia lanjut gangguan tidur di malam hari akan mengakibatkan
banyak hal selain seperti yang disebut. Hal-hal lain yang dapat terjadi adalah
ketidakbahagiaan, dicekam kesepian, dan yang terpenting menyebabkan penyakit-penyakit
degeneratif yang dideritanya mengalami eksaserbasi akut, perburukan dan menjadi tidak
terkontrol.2 Selain itu, juga dapat menimbulkan problem sosial lain dalam lingkungannya,
terutama terhadap keluarganya. Seorang kakek atau nenek yang tidak dapat tidur dapat
membuat seluruh keluarga tidak dapat tidur karena perilaku sang kakek atau nenek
membangunkan seluruh anggota keluarga. Bila kejadian ini berlangsung terus menerus, maka
setiap anggota keluarga dapat kehilangan produktivitasnya karena mengantuk. Karena rasa
hormat atau budaya timur yang harus menghargai dan membalas jasa kakek/nenek, mereka
tetap menerima beliau tinggal bersama, tetapi sikap mereka jadi membenci atau marah, atau
memilih tidak tinggal di sana lagi (terutama cucu yang remaja), dan ini menimbulkan
masalah sosial baru bagi keluarga.
Secara luas gangguan tidur pada lansia dapat dibagi menjadi: kesulitan masuk tidur (sleep
onset problems), kesulitan mempertahankan tidur nyenyak (deep maintanance problem),
bangun terlalu pagi (early morning awakening/EMA. Gejala dan tanda yang muncul sering
merupakan kombinasi ketiganya. Munculnya ada yang sementara dan ada yang kronik.
Sebagian besar lansia mengeluhkan kesulitan masuk tidur dan mempertahankan tidur
nyenyak yang berlangsung kronik.4

Anamnesis
Anamnesis dilakukan kepada penderita dan keluarganya terutama teman tidurnya, meliputi:
kebiasaan tidur, kebiasaan mengorok waktu tidur, menyaksikan henti napas saat tidur,
kepuasan tidur, mengantuk siang hari, perubahan perilaku, perubahan emosi, perubahan sikap
saat berhubungan dengan orang lain, kemampuan seksual (impotensi), penyakit-penyakit lain
yang diderita terutama penyakit kardiovaskular, kebiasaan kencing malam hari (nokturia),
obat-obatan yang sedang dan sering diminum baik dengan resep dokter atau beli sendiri,
pemakaian alkohol dan merokok.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi:

Karakteristik umum: Identifikasi adanya obesitas dan dismorfologi kepala, wajah dan
gigi, micrognathia, retrognathia, hipoplasia maxilaris, bibir/palatum sumbing, lidah
besar, oklusi gigi, kesejajaran mandibula. Obesitas diidentifikasi dengan mengukur
antropometri seperti berat badan, tinggi badan dan atau panjang rentang tangan dan

indeks massa tubuh IMT (body mass index). IMT > 28 sangat beresiko mengalami OSA.
Status mental: Dilakukan untuk mencari depresi (dengan skor depresi), kecemasan

(ansietas) dan penyakit psikiatrik lain (dikonsultasikan pada spesialis jiwa).


Tekanan darah: Hipertensi muncul pada > 50% kasus GTGP. Karena itu penderita

hipertensi dianjurkan agar diperiksa adanya kejadian GTGP.


Ukuran leher: Lingkar leher dapat digunakan untuk memprediksi ukuran membran
krikotiroid. Pada laki-laki dengan lingkar leher > 17 inci, prevalens OSA sebesar 30%.

Pada wanita dengan lingkar leher > 15 inci risiko OSA juga meningkat.
Pemeriksaan hidung. Pemeriksaan hidung penting untuk mengidentifikasi adanya
kelainan penyebab obstruksi jalan napas, antara lain: deviasi, septum hipertrofi adenoid,
polip atau masa tumor di hidung maupun nasofaring, pembengkakan mukosa hidung dan

nasofaring. Pemeriksaan ini biasanya menggunakan nasofaringoskop.


Orofaring. Periksa adanya kelainan anatomi yang menyebabkan penurunan luas
orofaring seperti hipertropi tonsil, palatum malle terlalu panjang, uvula yang besar, flap
faringeal, stenosis, tumor dan jaringan parut di faring posterior. Untuk mendeteksi tingkat
kesulitan intubasi dan luasnya orofaring perlu dilakukan pemeriksaan dengan skor
Mallampati yang dibagi menjadi 4 kelas.

Leher. Deposit lemak yang cukup banyak di sekitar leher dapat melemahkan tonus otot
pernapasan terutama selama tidur fase REM. Tumor, termasuk limfadenopati yang nyata

yang harus diperiksa.


Pemeriksaan fisis lain (sistem organ). Untuk mengidentifikasi adanya penyakit

kardiovaskular, dan penyakit paru obstruktif.


Pemeriksaan fungsi kognitif dan memori. Terutama penurunan konsentrasi, intelektual
dan daya ingat.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan:
Laboratorium klinik. Pemeriksaan yang dibutuhkan berdasarkan indikasi individual untuk
menunjang diagnosis. Pemeriksaan analisis gas darah dibutuhkan jika terdapat tanda-tanda
hipoksia yang jelas, terutama pada penderita dengan penyakit paru obstruksi kronik.

Pemeriksaan di Laboratorium Tidur. Pemeriksaan yang dilakukan selama tidur dengan


alat polisomnogram dapat memberikan informasi yang akurat pola tidur pasien sehingga
dapat menginformasikan apakah penderita menderita OSA atau CSA. Pemeriksaan di
laboratorium tidur ini juga diperlukan untuk menghitung apneu-hipopneu index (AHI),
yaitu menghitung jumlah total episode apneu dan hipopneu dibagi lama tidur. Jika AHI >
5 kali episode perjam maka diagnosis OSA bisa ditegakkan. Pemeriksaan lain yang
dilakukan adalah multiple step latency test (MSLT). MSLT dilakukan untuk penderita
yang mengeluh mengantuk terus sepanjang hari dengan riwayat GTGP tidak jelas.
Pemeriksaan dilakukan berulang kali pada siang hari sesuai jadwal yang ditentukan.
Pemeriksaan ini juga mencatat munculnya stase REM. Bila terdapat 2 atau lebih status
REM muncul saat test, maka hal tersebut menunjukkan pasien dalam kondisi narkolepsi.
Narkolepsi adalah gangguan tidur yang ditandai dengan 4 gejala, yaitu serangan
mendadak tidur, katapleksi, paralisi temporer dan halusinasi. 5 MSLT dapat membantu
diagnosis hipersomnia primer.5
Pemeriksaan mirip MSLT yang disebut repeated test of sustained wakefulness (RTSW)
juga mengukur periode laten tetapi dengan perintah agar pasien mempertahankan tetap
bangun selama test, pasien ditempatkan di ruang tenang dengan lampu temaram.

Pemeriksaan Pencitraan
Pemeriksaan pencitraan: Pemeriksaan ini hanya dilakukan dalam penelitian atau untuk
persiapan terapi pembedahan. Permeriksaan ini meliputi: refleks akustik yang digunakan
untuk melihat dinamika jalan napas atas, somnofluoroskopi digunakan untuk melihat
kolapsnya faring dan penyempitan maksimal jalan napas saat tidur, pemeriksaan radiologis
sefalometri untuk melihat defisiensi skeletor kraniofasial, CT-scan jalan napas atas
diperlukan bila ada tanda-tanda tumor di nasofaring / orofaring posterior, magnetic
resonance imaging pemeriksaan yang menghasilkan resolusi bagus dari jalan napas, jaringan
lunak, dan deposit lemak di leher.
Faktor Biologis
Penyebab gangguan tidur pada usia lanjut merupakan gabungan banyak faktor, baik fisik,
psikologis, pengaruh obat-obatan, kebiasaan tidur, maupun penyakit penyerta lain yang
diderita. Gangguan tidur primer terdiri atas gangguan tidur karena gangguan pernapasan
(sleep disordered breathing), sindrom kaki kurang tenang (restless legs syndrome) dan
gangguan gerakan tungkai periodik (periodic limb movement disorder), dan gangguan
perilaku REM. Gangguan tidur karena gangguan pernapasan (GTGP) merupakan interaksi
komplek dari sistem saraf pusat dan perifer otot-otot saluran napas atas dan beberapa
neurotransmitter yang menghasilkan kolaps (collapse) sebagian atau seluruh lubang
pernapasan atas (faring) sehingga mengakibatkan obstruksi jalan napas dan hipoksia. Faktor
dasar seperti anatomi saluran napas (hipertrofi tonsil), obstruksi hidung, distribusi dan
pengumpulan lemak tubuh, dan tonus otot pernapasan atas, mungkin memegang peranan
pada berat ringannya GTGP, baik sendiri-sendiri ataupun bersama-sama. Sindrom kaki
kurang tenang (RLS) ditandai oleh rasa tidak enak yang berlebihan terutama pada kaki
selama malam saat pasien istirahat. Ini adalah bentuk dari akathisia, sering disebut sebagai
perasaan seperti dirayapi semut atau hewan kecil. Gangguan gerakan tungkai yang periodik
(PLMS), mungkin menyertai sindrom kaki kurang tenang atau berdiri sendiri. PLMS ditandai
oleh munculnya episode gerakan yang sama dan berulang, biasanya pada kaki tapi tidak
jarang muncul juga pada tangan. Gangguan perilaku REM sangat jarang, tetapi sering muncul
pada usia lanjut. Proses yang mendasari terjadinya gangguan ini adalah adanya disinhibisi
transmisi aktivitas motorik saat bermimpi. Gangguan ini sering muncul tengah malam saat
periode REM terjadi. Beberapa laporan menunjukkan ada hubungan kejadian GPR akut
dengan pemakaian obat-obatan antidepresi seperti antidepresi trisiklik, floksetin, inhibitor
5

monoamin oksidase, dan ketagihan alkohol atau sedatif. GPR kronik dihubungkan dengan
narkolepsi dan beberapa penyakit neurodegeneratif idiopatik seperti demensia dan penyakit
Parkinson.6
Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ARAS (Ascending Reticulary
Activity System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat orang tersebut dalam keadaan tidur.
Aktifitas ARAS menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktivias ARAS ini
sangat

dipengaruhi

oleh

aktifitas

neurotransmitter

seperti

sistem

serotoninergik,

noradrenergik, kholinergik, histaminergik.


Sistem serotonergik
Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme asam amino trypthopan.
Dengan bertambahnya jumlah trypthopan, maka jumlah serotonin yang terbentuk juga
meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk/tidur. Bila serotonin dari tryptophan
terhambat pembentukannya, maka terjadi keadaan tidak bisa tidur/jaga. Sistem serotogenik
ini banyak terletak pada nukleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan
aktivitas serotonis dinukleus raphe dorsalis dengan tidur REM.
Sistem Adrenergik
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepinephrin terletak di nukleus cereleus di
batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus sangat mempengaruhi penurunan atau
hilangnya REM tidur. Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan aktivitas neuron
noradrenergik akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan
keadaan jaga.
Sistem Kholinergik
Pemberian prostigimin intra vena dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur
kholinergik ini, mengakibatkan aktifitas gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga.
Gangguan aktifitas kholinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat
pada orang depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik
(scopolamine) yang menghambat pengeluaran kholinergik dari lokus sereleus maka tamapk
gangguan pada fase awal dan penurunan REM.

Sistem histaminergik
Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur
Sistem hormon
Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormone seperti ACTH,
GH, TSH, dan LH. Hormon hormon ini masing-masing disekresi secara teratur oleh kelenjar
pituitary anterior melalui hipotalamus patway. Sistem ini secara teratur mempengaruhi
pengeluaran neurotransmitter norepinefrin, dopamin, serotonin yang bertugas menagtur
mekanisme tidur dan bangun. Gangguan tidur itu dapat berupa insomnia (sukar tidur,
biasanya karena sebab psikologi), berjalan sewaktu tidur (somnambulisme), mimpi buruk
(nightmare) atau pavor nocturnus, sering pada anak-anak dan biasanya hilang dengan
sendirinya, dan narkolepsi (serangan tidur bersamaan dengan kataplexi, kelumpuhan tidur
atau halusinasi hipnagogik).7

Faktor Psikologis
Pada usia lanjut, proses penuaan terjadi secara alamiah seiring dengan penambahan usia.
Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan keakuratan mental dan
keadaan fungsional yang efektif. Kepribadian individu yang terdiri atas motivasi dan
inteligensi dapat menjadi karakteristik konsep diri dari seorang lansia. Konsep diri yang
positif dapat menjadikan seorang lansia mampu berinteraksi dengan mudah terhadap nilainilai yang ada ditunjang dengan status sosialnya. Kepribadian dasar seseorang amat
ditentukan pada masa kanak-kanak. Salah satunya adalah lingkungan sosial. Peristiwa tidak
menyenangkan pada masa kecil dapat mempengaruhi perilaku dan kepribadian seseorang
ketika ia dewasa. Misalnya, ketidakpedulian orangtua terhadap anak, juga tekanan dan
penyiksaan yang dialaminya. Adanya penurunan dari intelektualitas yang meliputi persepsi,
kemampuan kognitif, memori, dan belajar pada usia lanjut menyebabkan mereka sulit untuk
dipahami dan berinteraksi. Dengan adanya penurunan fungsi sistem sensorik maka akan
terjadi pula penurunan kemampuan untuk menerima, memproses, dan merespons stimulus
sehingga terkadang akan muncul aksi/reaksi yang berbeda dari stimulus yang ada.
Kemampuan belajar yang menurun dapat terjadi karena banyak hal. Selain keadaan
fungsional organ otak, kurangnya motivasi pada lansia juga berperan. Motivasi akan semakin
menurun dengan menganggap bahwa lansia sendiri merupakan beban bagi orang lain dan
keluarga.8,9
7

Faktor Sosial
Hubungan dengan keluarga
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya
maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya
menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga
sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka
melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing
atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk
berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti
mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta
merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak
kecil. Dalam menghadapi berbagai permasalahan diatas pada umumnya lansia yang memiliki
keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota
keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu
memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak
punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup
namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan
sendiri, seringkali menjadi terlantar.
Perubahan yang Berkaitan dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun
adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam
kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan
penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang
memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah
diuraikan pada point tiga di atas.
8

Menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah lansia adalah tergantung pada
sikap mental individu dalam menghadapi masa pensiun. Dalam kenyataan ada menerima, ada
yang takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang
seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya
dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun negatif. Dampak positif lebih
menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia.
Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benarbenar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu
untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh.
Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-masing
orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya
agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah
pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan
arah minatnya masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri
yang sangat banyak jenis dan macamnya.
Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya sehingga
menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini
ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua,
sehingga lansia tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna,
menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya.

Diagnosis
Working Diagnosis

Insomnia
Insomnia adalah ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tidur, baik secara kualitas maupun
kuantitas. Gangguan tidur ini umumnya ditemui pada individu dewasa. Penyebabnya bisa
karena gangguan fisik atau karena faktor mental seperti perasaan gundah atau gelisah. Ada
dua jenis insomnia yaitu insomnia primer dan insomnia sekunder. Insomnia primer adalah
seseorang mengalami masalah tidur, yang tidak terkait dengan kondisi atau masalah
kesehatan lain. Insomnia sekunder adalah seseorang mengalami masalah tidur karena masalah
lain, seperti kondisi kesehatan; asma, depresi, arthritis, kanker, atau mulas, sakit, obat-obatan
atau zat yang digunakan (alkohol). Insomnia adalah biasanya diikuti dengan gangguan
fungsional saat terjaga.
Differential Diagnosis
Depresi
Depresi merupakan masalah kesehatan jiwa yang paling sering didapatkan pada lansia.
Keluhan-keluhan fisik antara lain nafsu makan berubah, tidak suka makan sehingga berat
badan turun. Namun, kadang-kadang ada juga yang justru makan camilan terus sehingga
menjadi gemuk. Umumnya, ia mengeluh sulit tidur, baru tertidur larut malam, dan kalau
terbangun tengah malam tidak bisa tidur lagi. Sebaliknya ada juga yang tidur terus dan tidak
mempunyai keinginan apa-apa. Terdapat beberapa faktor biologi, fisis, psikologis dan sosial
yang membuat sesorang berusia lanjut rentan terhadap depresi. Faktor psikososial juga
berperan sebagai faktor predisposisi dari depresi. Orang tua sering kali mengalami periode
kehilangan orang-orang yang dikasihinya. Faktor kehilangan fisik juga dapat meningkatkan
kerentanan terhadap depresi dengan berkurangnya kemampuan merawat diri serta hilangnya
kemandirian. Berkurangnya kapasitas sensori akan mengakibatkan penderita merasa terisolasi
dan berujung pada depresi. Berkurangnya kemampuan daya ingat, fungsi intelektual,
kehilangan pekerjaan, penghasilan dan dukungan sosial sejalan dengan bertambahnya usia
turut menjadi faktor predisposisi seseorang berusia lanjut menderita depresi. Sedangkan
prevalensi penyakit depresi pada usia lanjut lebih sering terjadi di tempat perawatan seperti
rumah sakit dan semakin lama perawatannya akan semakin banyak kemungkinannya untuk
mengalami depresi.8,9
Depresi pada pasien geriatrik adalah masalah besar karena penyakit depresinya sering
tertutupi oleh penyakit somatik yang dideritanya sehingga sulit diidentifikasi dan hal ini
10

mengakibatkan terlambatnya terapi untuk depresi tersebut. Selain dapat tertutupinya


diagnosis untuk penyakit depresi karena penyakit somatiknya, depresi juga dapat
memperberat penyakit somatic yang diderita oleh pasien tersebut dan juga sebaliknya. Oleh
karena itu obat antidepresi yang efektif mempunyai potensi untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien dan keluarganya serta menurunkan biaya perawatan.8,9
Demensia
Demensia

merupakan

penurunan

dalam

hal

kemampuan

mental

yang

biasanya

perkembangannya terjadi secara perlahan. Dimana terjadi gangguan dalam hal gangguan
ingatan, penilaian, pemikiran dan terutama dalam hal kemampuan memusatkan perhatian
pada suatu hal. Ada juga pengertian lainnya yaitu berkurang atau hilangnya fungsi otak yang
terjadi karena disebabkan oleh penyakit tertentu, gangguan ini mempengaruhi daya ingat
seseorang, cara berpikir, perilaku dan tindakan lainnya yang membutuhkan kerja otak.
Demensia kadang-kadang dikenal sebagai keadaan organik kronika atau sindroma otak
kronika atau kegagalan otak. Suatu penurunan fungsi mental irreversibel yang disebabkann
oleh penyakit otak organik, tetapi dalam beberapa kasus terapi dapat menghentikan proses,
misal neurosifilis, defisiensi vitamin, tumor otak tertentu. Gejala utamanya berupa kehilangan
kemampuan intelektual, sampai mengganggu pekerjaan dan kehidupan sosial. Penurunan
intelektual ini terlihat paling jelas dalam bentuk gangguan ingatan, tetapi di samping itu
melibatkan juga pemikiran dan pertimbangan abstrak. Pasien sulit belajar informasi atau
tugas baru disamping itu materi yang telah tersimpan seringkali hilang. Ingatan terhadap
kejadian yang baru sangat buruk, dan dalam stadium yang lebih lanjut, hanya beberapa
kenangan masa lampau yang masih bertahan. Gangguan intelektual mula-mula terlihat di
tempat kerja, di mana pasien tidak mampu melakukan tugas rutin. Orang tersebut bisa tidak
mampu berbelanja, mengatur uang atau memasak. Pada tes psikologi, pikiran luar biasa
konkrit, sama sekali tidak mampu berpikir abstrak. Kepribadian berubah dalam banyak cara.
Afeknya labil, dangkal dan tumpul, akhirnya menjadi dungu dan euforia. Judgement,
pengendalian diri, dan inisiatif juga berkurang.Demensia senilis merupakan gangguan mental
yang berlangsung progresif, lambat, dan serius yang disebabkan oleh kerusakan organik
jaringan otak. Pada demensia senilis, kehilangan neuron merupakan penyebab penting
timbulnya gejala klinik. Perubahan patologi lain adalah plak senilis dan neurofibrilary
tangles, keadaan ini disebut perubahan Alzheimer karena dikenal pertama kali dalam penyakit
Alzheimer.8,9
Penatalaksanaan
11

Medika mentosa
Terapi medikamentosa diberikan sesuai dengan penyebab yang mendasari terjadinya
gangguan tidur dan jenis gangguan tidur yang terjadi. Obat yang digunakan untuk penderita
insomnia adalah:10

Benzodiazepines
Merupakan obat golongan hipnotik-sedatif. Efektif digunakan untuk mengobati masalah
tidur seperti berjalan dalam tidur dan teror malam. Namun, obat ini dapat menyebabkan
rasa kantuk pada siang hari dan juga dapat menyebabkan ketergantungan, yang berarti
selalu perlu obat tidur.

Non-Benzodiazepine
Yang termasuk golongan ini adalah seperti zolpidem, zaleplon, zopiclone dan
ecszopiclone. Obat-obat masih baru dalam golongan hipnotik-sedatif. Mekanisme kerjanya
hampir sama dengan golongan benzodiazepein yaitu bekerja pada reseptor GABA.

Alkohol
Alkohol juga sering digunakan sebagai terapi pilihan individu untuk menginduksi tidur.
Namun, penggunaan alkohol akan menyebabkan insomnia. Pada penggunaan jangka
panjang akan disertai dengan pengurangan tidur REM

Antidepressant
Beberapa antidepresan mengandung efek sedatif yang kuat sebagi contoh amitriptiline,
doxepin, mirtazapin dan tradazon. Namun karena mempunyai jalur kerja yang lebar, efek
sampingnya meningkat. Insomnia adalah gejala umum dari depresi. Dengan demikian,
beberapa obat antidepresan, seperti trazodone (Desyrel), sangat efektif dalam mengobati
kesulitan tidur dan kecemasan yang disebabkan oleh depresi.

Melatonin
Hormon dan suplemen melatonin efektif pada beberapa tipe insomnia. Melatonin telah
digunakan dalam pil pembantu tidur, zopiclone. Manfaat dari melatonin adalah mampu
mengobati insomnia tanpa mengubah corak tidur seseorang.

Antihistamin

12

Antihistamn difenhidramin digunakan meluas. Umumnya bekerja baik, tetapi dapat


menyebabkan pusing keesokan harinya. Cukup aman untuk dijual tanpa resep. Namun,
jika mengambil obat lain yang juga mengandung antihistamin, kelebihan dosis bisa terjadi.
Non medikamentosa
Karena banyaknya penyebab gangguan tidur pada usia lanjut, maka penatalaksanaan
gangguan tidur pada usia lanjut harus dilakukan secara individual, dengan meneliti dan
menilai gejala dan tanda yang ada pada tiap penderita. Namun, ada beberapa hal yang dapat
diterapkan secara umum pada semua jenis gangguan tidur pada usia lanjut, yaitu: edukasi
tidur, mengubah gaya hidup, psikoterapi dan medikamentosa.
Edukasi tidur diberikan baik kepada penderita maupun keluarga atau orang lain yang
merawat. Edukasi tersebut meliputi:

Tunggu sampai terasa sangat mengantuk sebelum naik ke tempat tidur

Hindarkan penggunaan kamar tidur untuk bekerja, membaca atau menonton televisi

Bangun tidur pagi hari pada jam yang sama, tidak peduli sudah berapa lama ia tidur

Hindari minum kopi atau merokok

Lakukan olahraga ringan setiap pagi setelah bangun tidur.

Kurangi tidur siang, lakukan kegiatan/hobi yang menyenangkan.

Kurangi jumlah minum setelah makan malam, hindari minum alkohol

Pelajari teknik relaksasi atau lakukan meditasi

Hindarkan gerakan badan berlebihan saat ditempat tidur

Lakukan doa sebelum tidur

Mengubah gaya hidup diperlukan untuk memperbaiki faktor fisik dan psikis yang mendasari
terjadinya gangguan tidur pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi:

Menurunkan berat badan dengan memperbaiki pola makan pada penderita GTGP

Menghindari perjalanan jauh atau bekerja sampai malam hari (shift malam) agar tidak
terjadi jet lag

Menghindari membaca, menonton, atau mendengarkan cerita-cerita yang menakutkan


atau sangat menyedihkan

Buat suasana lingkungan rumah bersih dan menyenangkan

13

Perbaiki hubungan antar-anggota keluarga, tumbuhkan suasana aman dan penuh kasih
antara sesama penghuni rumah

Lakukan aktivitas fisik, jangan duduk diam sepanjang hari.

Psikoterapi perlu diberikan pada penderita gangguan tidur yang disebabkan oleh ansietas dan
depresi. Disamping psikoterapi dari seorang psikolog, psikoterapi yang berupa dorongan dan
penghiburan sebaiknya dilakukan oleh anak atau cucu penderita.

14

Kesimpulan
Tidur pada lansia sedikit berkurang waktunya dibanding usia yang lebih muda. Tetapi lansia
yang sehat lebih sedikit yang mengalami gangguan tidur dibanding lansia dengan berbagai
multipatologi dan kegagalan multi organ. Proses menua sendiri tidak menyebabkan
munculnya gangguan tidur, tetapi adanya berbagai faktor risiko pada individu lansia
menyebabkan meningkatnya kejadian gangguan tidur pada lansia.

15

Daftar Pustaka
1. Coll PP. Sleep disorders. In: Adelman AM, Daly MP, Weiss BD ed, 20 Common problems
in Geriatrics. Mc Graw-Hill Companies, Inc, Boston, 2001: p.187-203.
2. Cohen-Zion M, Ancoli-Israel S. Sleep disorders. In: Hazzard WR, Blass JP, Halter JB, et
al, ed, Principles of geriatric medicine and gerontology 5th ed. Mc Graw-Hill Companies,
Inc, New York, 2003: p.1531-41.
3. Morgan K. Sleep, aging anad late-life insomnia. In: Tallis RC, Fillit HM ed,
Brocklehursts textbook of Geriatric Medicine and Gerontology 6th ed. Churchill
Livingstone Elsevier Science Limited, 2003: p.1367-80.
4. Ancoli-Israel S, Aayalon List. Diagnosis and treatment of disorders in older adults.
Winner, 2009; 7 (1): p.98-105.
5. Smith JF. Sleep disorders. www.chclibrary.org National Sleep Foundation Washington
DC.
6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Ed 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h.802-50
7. Maramis WF. Gangguan tidur. Dalam: Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga
University Press; 1994; h.102-3.
8.

Santoso H, Ismail A. Memahami krisis lanjut usia: uraian medis dan pedagogis-pastoral.
Jakarta: Gunung Mulia; 2009. h.101-2.

9. Maryam RS, Ekasari MF, Rosidawati, Jubaedi A, Batubara I. Mengenal usia lanjut dan
perawatannya. Jakarta: Salemba Medika; 2008. h 47-8.
10. Insomnia.2014. Diunduh dari: http://www.emedicinehealth.com/insomnia

16

Anda mungkin juga menyukai