Anda di halaman 1dari 12

Fraktur pada Lengan Bawah

Yunita Eliana Intan Kaban (102013350)


Mariella Valerie Bolang (102013433)
C4
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA)
Jalan Terusan Arjuna No.6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11510
E-mail: yunita.2013fk350@civitas.ukrida.ac.id, mariella.2013fk433@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Terdapat berbagai macam kelainan yang dapat menyerang muskuloskeletal, salah satunya
adalah fraktur. Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umunya diakibatkan karena
trauma. Fraktur juga terdiri dari berbagai jenis fraktur yang dibedakan sesuai dengan arah
garis fraktur. Saat ini, sudah banyak hal-hal yang dapat dilakukan untuk membantu
pengobatan pada kejadian fraktur baik dengan tindakan pembedahan maupun edukasi yang
dapat membantu dalam proses penyembuhan fraktur.
Kata kunci: muskuloskeletal, fraktur, trauma
Abstract
There are a variety of disorders that can affect the musculosceletal, which one is fracture. A
fracture is a breakdown of bone integrity, generally caused by trauma. Fractures also consist
of various types of fractures and being differentiated according to the direction of the fracture
line. Nowadays, many things can be done to help the fracture treatment either with surgery or
education that can assist in the process of fracture healing.

Key words: musculosceletal, fracture, trauma

Pendahuluan
Fraktur atau patah tulang adalah terjadinya diskontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh trauma. Trauma yang menyebabkan tulang patah
dapat berupa langsung maupun tidak langsung. Fraktur memiliki berbagai macam jenis yang
dapat dilihat dari terbuka atau tertutupnya, kedudukan fraktur, adanya luka, segi
konfigurasinya, adanya kompresi atau impresi, komplit/inkomplit. Fraktur juga bisa disertai
pergeseran sendi yang disebut fraktur dislokasi (jika terjadi pada 1 tulang yang sama),
berbeda dengan fraktur dan dislokasi yang terjadi pada berlainan tulang. Jenis fraktur ini
penting untuk diketahui karena dapat membantu dalam diagnosis serta penatalaksanaan yang
akan dilakukan seorang dokter terhadap pasiennya.
Tujuan dari pembuatan makalah ini untuk mengetahui anamnesis dari pasien , pemeriksaan
pada fraktur, gejala-gejala fraktur, patofisiologi, penatalaksanaan untuk pasien, komplikasi
serta prognosisnya. Dimana hipotesis dari permasalahan kami adalah laki-laki yang berusia
30 tahun dengan keluhan nyeri pada lengan kanan atas dan berasa baal diduga mengalami
fraktur 1/3 tengah region antebrachii dengan compartment syndrome. Hal-hal mengenai
fraktur dan sindrom kompartemen akan langsung dibahas di bawah ini.

Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien/
keluarganya/ orang yang mempunyai hubungan dekat dengan pasien dengan memperhatikan
petunjuk-petunjuk verbal dan non-verbal mengenai riwayat penyakit pasien.
Tujuan dari anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang
bersangkutan. Dari kasus ini, anamnesis yang dapat digunakan adalah jenis aloanamnesis di
mana di sini seorang dokter bisa mendapatkan informasi tentang pasien bersangkutan dari
keluarganya atau orang yang mempunyai hubungan dekat dengan pasien. Informasi yang
dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial, dan lingkungan pasien, selain itu
tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter-pasien yang profesional
dan optimal.
Data anamnesis terdiri atas beberapa kelompok data penting:
1
2
3
4
5
6
7

Identitas pasien,
Keluhan utama,
Keluhan penyerta,
Riwayat penyakit sekarang,
Riwayat penyakit dahulu,
Riwayat kesehatan keluarga,
Riwayat pribadi, sosial-ekonomi-budaya.

Pemeriksaan
1

Pemeriksaan Fisik1
Cedera pembuluh darah. Tekanan langsung merupakan pilihan pertama untuk
mengendalikan perdarahan. Pada fraktur, imobilisasi akan membantu mengendalikan
perdarahan. Untuk ekstremitas, pemompaan manset pengukur tekanan di atas sistolik
dapat membantu inspeksi dan perbaikan luka tetapi hati-hati jangan sampai menimbulkan
cedera iskemik di ekstermitas.
Tendon. Dapat dievaluasi dengan inspeksi, tetapi masing-masing otot juga harus diuji
untuk rentang gerakan penuh dan kekuatan penuh.

Tulang. Periksa adanya fraktur terbuka atau fraktur-fraktur terkait. Lakukan pemeriksaan
foto sinar-X jika ragu-ragu. Fraktur terbuka merupakan indikasi dilakukannya
debridemen dan perbaikan bedah.
Benda asing. Lakukan inspeksi dan foto sinar-X di daerah yang terluka. Ingat bahwa
kayu atau kaca yang tidak terlalu gelap mungkin tidak terlihat pada radiografi. Penanda
pada luka dapat digunakan selama pemeriksaan radiografi, dan foto dalam dua arah dapat
membantu menentukan lokasi luka untuk penyembuhannya. Kaca dapat menembus
dengan membentuk sudut dan dapat terbenam lebih dalam dari yang tampak.
Ultrasonografi sangat sensitif untuk menemukan benda asing jika dengan radiograf
meragukan atau terdapat kecurigaan klinis yang kuat.
2

Pemeriksaan Penunjang3
Radiografi. Pada dua bidang (cara lusensi dan diskontinuitas pada korteks tulang)
Tomografi. CT scan, MRI (jarang).
Ultrasonografi dan scan tulang dengan radioisotop. Scan tulang terutama berguna
ketika radiografi/CT scan memberikan hasil negatif pada kecurigaan fraktur secara
klinis.

Definisi dan Klasifikasi Fraktur


Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang yang umumnya disebabkan karena
trauma.2 Fraktur dapat berbentuk transversa, oblik, ataupun spiral. Beberapa klasifikasi
fraktur:3

Fraktur patahan dahan (greenstick), hanya satu sisi tulang yang mengalami fraktur, sisi

lainnya menekuk (biasanya pada tulang yang imatur).


Fraktur kominutif, terdapat dua atau lebih fragmen tulang.
Fraktur komplikata, beberapa struktur organ juga rusak (misalnya saraf atau pembuluh

darah).
Fraktur compound (fraktur terbuka), terdapat robekan kulit di atasnya dengan potensi

kontaminasi pada ujung tulang.


Fraktur simple (fraktur tertutup), fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit.
Fraktur patologis, merupakan fraktur yang terjadi karena kelemahan tulang oleh suatu
penyakit, misalnya suatu metastasis.

Etiologi

Fraktur terjadi ketika tekanan yang kuat diberikan pada tulang normal atau tekanan
yang sedang pada tulang yang terkena penyakit (fraktur patologis), misalnya osteoporosis.3
Penyebab fraktur tulang yang paling sering adalah trauma, terutama pada anak-anak dan
dewasa muda. Jatuh dan cedera olahraga adalah penyebab umum fraktur traumatik.4
Fraktur stres dapat terjadi pada tulang normal akibat stres tingkat rendah yang
berkepanjangan atau berulang. Fraktur stres, yang juga disebut fraktur keletihan (fatigue
fracture), biasanya menyertai peningkatan yang cepat tingkat latihan atlet, atau permulaan
aktivitas fisik baru. Fraktur stres paling sering terjadi pada individu yang melakukan olahraga
daya tahan seperti pelari jarak jauh. Fraktur stres dapat terjadi pada tulang yang lemah
sebagai respons terhadap peningkatan level aktivitas yang hanya sedikit. Individu yang
mengalami fraktur stres harus didorong untuk mengikuti diet sehat-tulang dan diskrining
untuk mengetahui adanya penurunan denitas tulang.4
Patofisiologi
Perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak di
sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak biasanya mengalami kerusakan akibat cedera. Reaksi
inflamasi yang intens terjadi setelah patah tulang. Sel darah putih dan sel mast berakumulasi
sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ke area tersebut. Fagositosis dan
pembersihan debris sel mati dimulai. Bekuan fibrin (hematoma fraktur) terbentuk di tempat
patah dan berfungsi sebagai jala untuk melekatnya sel-sel baru. Aktivitas osteoblas segera
terstimulasi dan terbentuk tulang baru imatur, yang disebut kalus. Bekuan fibrin segera
direabsorbsi dan sel tulang baru secara perlahan mengalami re-modeling untuk membentuk
tulang sejati. Tulang sejati menggantikan kalus dan secara perlahan mengalami kalsifikasi.4
Penyembuhan memerlukan waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan (fraktur
pada anak sembuh lebih cepat). Penyembuhan dapat terganggu atau terlambat apabila
hematoma fraktur atau kalus rusak sebelum tulang sejati terbentuk, atau apabila sel tulang
baru rusak selama kalsifikasi den pengerasan.4

Gejala Klinis

Nyeri biasanya menyertai patah tulang traumatik dan cedera jaringan lunak. Spasme otot
dapat terjadi setelah patah tulang dan menimbulkan nyeri. Pada fraktur stres, nyeri
biasanya menyertai aktivitas dan berkurang dengan istirahat. Fraktur patoligis mungkin

tidak disertai nyeri.4


Posisi tulang atau ekstremitas yang tidak alami mungkin tampak jelas.4
Pembengkakan di sekitar tempat fraktur akan menyertai proses inflamasi.4
Gangguan sensasi atau kesemutan dapat terjadi, yang menandakan kerusakan saraf.
Denyut nadi di bagian distal fraktur harus utuh dan sama dengan bagian nonfraktur.
Hilangnya denyut nadi di sebelah distal dapat menandakan sindrom kompartemen,

walapun adanya denyut nadi tidak menyingkirkan gangguan ini.4


Krepitasi (suara gemeretak) dapat terdengar saat tulang digerakkan karena ujung patahan

tulang bergeser satu sama lain.4


Adanya perubahan warna kulit dan terjadi memar.3

Penatalaksanaan
Tindakan pertama yang harus dilakukan pada orang yang mengalami fraktur:3

Hilangkan rasa nyeri (opiat intravena, blok saraf, gips, traksi).


Buat akses intravena dengan baik dan kirim golongan darah dan sampel untuk

dicocokkan.
Pada fraktur terbuka (compound), membutuhkan debridement, antibiotik, dan profilaksis
tetanus.

Hal-hal lain juga yang harus dilakukan:4

Fraktur harus segera diimobilisasi untuk memungkinkan pembentukan hematoma fraktur

dan meminimalkan kerusakan.


Penyambungan kembali tulang (reduksi) penting dilakukan agar terjadi pemulihan posisi
yang normal dan rentang gerak. Sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi
bedah (reduksi tertutup). Apabila diperlukan pembedahan untuk fiksasi (reduksi terbuka),
pin atau sekrup dapat dipasang untuk mempertahankan sambungan. Traksi dapat

diperlukan untuk mempertahankan reduksi dan menstimulasi penyembuhan.


Imobilisasi jangka panjang setelah reduksi penting dilakukan agar terjadi pembentukan
kalus dan tulang baru. Imobilisasi jangka panjang biasanya dilakukan dengan
pemasangan gips atau penggunaan bidai.

Komplikasi

Komplikasi dini3
Kehilangan darah,
Infeksi,
Emboli paru,
Gagal ginjal,
Sindrom kompartemen.
Komplikasi lanjut3,4
Non-union, delay union, dan malunion menimbulkan deformitas atau hilangnya
fungsi.
Pertumbuhan terhambat,
Artritis,
Distrofi simpatik (refleks) pascatrauma.

Embolus lemak dapat timbul setelah patah tulang, terutama tulang panjang. Embolus lemak
dapat timbul akibat pajanan sum-sum tulang, atau dapat terjadi akibat aktivasi sistem saraf
simpatis yang menimbulkan stimulasi mobilisasi asam lemak bebas setelah trauma. Embolus
lemak yang timbul setelah patah tulang panjang sering tersangkut di sirkulasi paru dan dapat
menimbulkan gawat napas dan gagal napas.4
Prognosis
Pada kasus fraktur, prognosisnya bergantung dari tingkat keparahan serta tata laksana
dari tim medis terhadap pasien dengan korban fraktur. Jika penanganannya cepat, maka
prognosisnya akan lebih baik. Begitu juga sebaliknya. Sedangkan dari tingkat keparahan, jika
fraktur yang di alami ringan, maka proses penyembuhan akan berlangsung dengan cepat
dengan prognosis yang baik. Tapi jikalau pada kasus yang berat prognosisnya juga akan buruk.
Bahkan jikalau parah, tindakan yang dapat diambil adalah cacat fisik hingga amputasi. Selain
itu penderita dengan usia yang lebih muda akan lebih bagus prognosisnya dibanding
penderita dengan usia lanjut.
Pembahasan Kasus
Dari skenario, didapatkan bahwa seorang pria berusia 30 tahun menderita fraktur regio
antebrachii dextra 1/3 distal. Dari hasil pemeriksaan fisiknya juga, diketahui bahwa fraktur
yang dialami adalah fraktur tertutup disertai dengan compartment syndrome.
Kompartemen Sindrom

Kompartemen sindrom adalah suatu kelainan yang potensial menimbulkan


kedaruratan, di mana terjadi peningkatan tekanan interstitial dalam sebuah ruang tertutup. 5
Sindrom kompartemen ditandai oleh kerusakan atau destruksi saraf dan pembuluh darah
yang disebabkan oleh pembengkakan dan edema di daerah fraktur. Dengan pembengkakan
interstitial yang intens, tekanan pada pembuluh darah yang menyuplai daerah tersebut dapat
menyebabkan pembuluh darah tersebut kolaps. Hal ini akan menimbulkan hipoksia jaringan
dan dapat menyebabkan kematian saraf yang mempersarafi daerah tersebut dan biasanya
akan timbul nyeri hebat. Individu mungkin tidak dapat mengerakkan jari tangan atau jari
kakinya. Sindrom kompartemen biasanya terjadi pada ekstremitas yang memiliki restriksi
volume yang ketat, seperti lengan. Resiko terjadinya sindrom kompartemen paling besar
apabila terjadi trauma otot dengan patah tulang karena pembengkakan yang terjadi akan
hebat. Pemasangan gips pada ekstremitas yang fraktur yang terlalu dini atau terlalu ketat
dapat menyebabkan peningkatan tekanan di kompartemen ekstremitas,dan hilangnya fungsi
secara permanen atau hilangnya ekstremitas dapat terjadi. Gips harus segera dilepas dan
kadang-kadang kulit ekstremitas harus dirobek. Untuk memeriksa sindrom kompartemen, hal
berikut ini dievaluasi dengan sering pada tulang yang cedera atau digips: nyeri, pucat,
parestesia, dan paralisis. Denyut nadi mungkin teraba atau mungkin tidak.4
Penatalaksanaan Kompartemen Sindrom
Medika Mentosa
Pada kompartemen sindrom, karena terdapat nyeri yang hebat, dapat diberi obat
golongan analgesik-opioid yang memiliki sifat seperti opium, diantaranya adalah morfin,
kodein, tebain, dan papaverin. Morfin dan opioid lain diindikasikan untuk meredakan atau
menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik nonopioid. Jika nyeri
lebih hebat, maka makin besar juga dosis yang diberikan. Efek samping dari pemberian obat
golongan ini adalah terjadinya mual, muntah, urtikaria, dermatitis kontak. Pemberian 10
mg/70 kgBB morfin subkutan dapat menimbulkan anelgesia pada pasien dengan nyeri yang
bersifat sedang hingga berat, misalnya nyeri pascabedah. Pemberian 60 mg morfin peroral
memberi efek analgetik sedikit lebih lemah dan masa kerja lebih panjang.6
Non Medika Mentosa

Pemasangan Gips

Gips merupakan fiksasi eksternal yang sering dipakai, yang terbuat dari plaster of paris,
fiber glass, dan plastic yang disediakan dalam bentuk verban yang dipakai untuk
immobilisasi bagian-bagian tubuh yang dilaksanakan. Tujuan pemasangan gips adalah
untuk immobilisasi kasus dislokasi sendi atau patah tulang fiksasi, immobilisasi kasus
penyakit tulang, koreksi cacat tulang (misalnya patah tulang, dislokasi, scoliosis),
mencegah patah tulang, sebagai pembalut darurat, menyokong jaringan cedera selama
proses penyembuhan, memberikan tenaga traksi.
Teknik pemasangan gips
o Daerah yang akan digips dicukur, dibersihkan, dicuci dengan sabun lalu
dikeringkan dan dibubuhi talk secukupnya, atau dapat juga menggunakan krim/oil.
o Setelah itu dipasang spong rubs, pada bagian tubuh tersebut (terbuat dari bahan
yang menyerap keringat) gunanya agar permukaan kulit tetap kering.
o Pada penonjolan-penonjolan tulang atau bony prominence atau sepasang bantalan
atau Cushion, biasanya terbuat dari spons.
o Kemudian dipasang padding (pembalut dibuat dari bahan kapas sintetik).
o Setelah yakin bahwa bagian tubuh yang akan digips sudah berada dalam posisi yang
dikehendaki gips direndam untuk beberapa saat.
o Lama pencelupan tergantung dari jenis gips, ada yang cepat kering, dan ada yang
harus menunggu sampai gelembung-gelembung udara dari gips keluar. Setelah itu
untuk mengurangi jumlah air, gips diperas pada kedua ujungnya.
o Selanjutnya dilakukan pembalutan gips secara melingkar mulai dari distal ke
proksimal, tidak boleh terlalu kendor atau terlalu kencang.
o Untuk mendapatkan bentuk keluar dari gips yang baik (mulus dan tidak berbenjolbenjol), pada waktu membalut overlaving dianjurkan dalam jarak yang tetap,
biasanya 50% dari lebar gips.
o Sokong gips selama pengerasan dan pengeringan. Pegang gips yang sedang dalam
proses pengerasan telapak tangan, jangan diletakkan pada permukaan keras atau
pada tepi yang tajam, hindari tekanan pada gips.
o Menjelang gips menjadi keras, dilakukan moulding yaitu gips dibentuk sesuai yang
diinginkan.
Jenis pemasangan gips
o Gips sirkuler
Dipasang biasanya pada keadaan yang memerlukan immobilisasi atau fiksasi yang
lebih stabil.
o Gips Spalk
Hanya merupakan proteksi.

o Gips plaster
Gips ini dapat kering setelah 12-48 jam tergantung dari ukurannya.
o Gips silinder kering dalam waktu 12-24 jam, tapi badan gips biasanya mencapai 48
jam baru kering.
o Gips plastic kering 8-10 jam. Dalam udara kering (tidak lembab) akan lebih cepat
dan efisien dalam proses pengeringan gips.
Pembukaan gips
Pembukaan gips biasanya menggunakan gergaji listrik. Gergaji sangat bising tetapi
bila pemakaiannya tepat, tidak akan merusak kulit yang ada di bawah gips. Kulit yang
terbungkus di dalam gips untuk beberapa lama akan dilapisi eksudat dan kulit yang
mati. Untuk membersihkannya dipakai minyak pelumas kulit, kemudian dibersihkan
dengan air hangat. Proses ini berlangsung beberapa hari, cara membersihkan yang
tergesa-gesa akan menimbulkan iritasi.

Kesimpulan
Salah satu gangguan muskuloskeletal yang sering terjadi adalah fraktur. Fraktur ini
dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Dari skenario, diketahui bahwa fraktur terjadi karena
pasien mengalami kecelakaan terjatuh dari sepeda motornya. Pasien datang dengan keluhan
nyeri pada lengan kanannya dan terasa baal. Dari pembahasan sebelumnya, telah diketahui
juga bahwa pasien mengalami fraktur pada regio antebrachii dextra 1/3 tengah dan jenis
frakturnya adalah fraktur tertutup.
Kompartemen sindrom terjadi karena peningkatan tekanan interstitial dalam sebuah
ruang tertutup, pasien bisa merasa sangat nyeri bahkan tidak dapat menggerakkan jari tangan
maupun kakinya. Dalam penatalaksanaanya, dapat digunakan obat-obat analgesik ataupun
dengan cara memasang alat bantu pada bagian tubuh yang mengalami cedera yang akan
membantu mempercepat proses penyembuhan.

(HIPOTESIS TERBUKTI)

Daftar Pustaka

Graber MA, Toth PP, Herting RL. Dokter keluarga. Edisi ketiga. Jakarta: Penerbit Buku

2
3

Kedokteran EGC; 2006.p.405


Tambayong J. Patofisiologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2000.p.124
Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi ketiga. Jakarta: Erlangga;

2007.p.85
Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi ketiga. Jakarta: Buku Kedokteran EGC;

2007.p.335-9
Gruendemann BJ, Fernsebner B. keperawatan perioperatif. Jakarta: Buku Kedokteran

EGC; 2006.p.298
Gunawan SG, Nafrialdi RS, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Edisi kelima. Jakarta:
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI; 2011.p.210, 218

Gips. Diunduh dari http://www.docstoc.com/docs/124085507/Muskuloskeletal---GIPS


pada tanggal 26 Maret 2015.

Anda mungkin juga menyukai