Abstrak
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya jumlah dan ukuran sel tubuh makhluk hidup.
Dalam pertumbuhan banyak hal yang mempengaruhi misalnya, intake makanan, aktifitas
seharihari dan tidak lupa hormon. Hormon dihasilkan dikelenjar hipofisis. Dimana sekresi
hormon dipengaruhi hipotalamus dan hipofisis. Kelenjar hipofisis terbagi atas dua, yaitu:
hipofisis anterior atau adenohipofisis dan hipofisis posterior atau neurohipofisis. Peranan GH
selain untuk pertumbuhan memiliki peranan terhadap metabolisme karbohidrat, lemak dan
penyimpanan protein. Tetapi apabila kelenjar hipofisis tersebut mengalami gangguan seperti
adanya tumor maka sekresi hormon tersebut akan terjadi gangguan.
Kata kunci: adenohipofisis, neurohipofisis, growth hormone
Abstract
Growth is a process of increasing the number and size of the living body cells . In many ways
that affect the growth, for example, food intake, daily activities and hormones. The hormones
produced by the pituitary where secretion of hypothalamic and pituitary hormones affected.
The pituitary gland is divided into two, namely: anterior pituitary and pituitary anterior or
posterior pituitary or neurohypophysis. The role of GH in addition to growth has a role on
the metabolism of carbohydrates, fat and protein storage. But when the pituitary gland
having disorder such as a tumor, the secretion of these hormones will be interference.
Pendahuluan
Hampir sepertiga umur kita dihabiskan untuk tidur. Tidur yang lelap tanpa gangguan dan
nyenyak menjadi kebutuhan manusia yang esensial, sama pentingnya dengan kebutuhan
makan, minum, tempat tinggal dan lain-lain. Gangguan tidur pada malam hari (insomnia)
akan menyebabkan rasa mengantuk sepanjang hari. Mengantuk merupakan faktor resiko
untuk terjadinya kecelakaan, jatuh, penurunan stamina dan secara ekonomi mengurangi
produktivitas seseorang.1 Pada usia lanjut gangguan tidur di malam hari akan mengakibatkan
banyak hal selain seperti yang disebut. Hal-hal lain yang dapat terjadi adalah
ketidakbahagiaan, dicekam kesepian, dan yang terpenting menyebabkan penyakit-penyakit
degeneratif yang dideritanya mengalami eksaserbasi akut, perburukan dan menjadi tidak
terkontrol.2 Selain itu, juga dapat menimbulkan problem sosial lain dalam lingkungannya,
terutama terhadap keluarganya. Seorang kakek atau nenek yang tidak dapat tidur dapat
membuat seluruh keluarga tidak dapat tidur karena perilaku sang kakek atau nenek
membangunkan seluruh anggota keluarga. Bila kejadian ini berlangsung terus menerus, maka
setiap anggota keluarga dapat kehilangan produktivitasnya karena mengantuk. Karena rasa
hormat atau budaya timur yang harus menghargai dan membalas jasa kakek/nenek, mereka
tetap menerima beliau tinggal bersama, tetapi sikap mereka jadi membenci atau marah, atau
memilih tidak tinggal di sana lagi (terutama cucu yang remaja), dan ini menimbulkan
masalah sosial baru bagi keluarga.
Secara luas gangguan tidur pada lansia dapat dibagi menjadi: kesulitan masuk tidur (sleep
onset problems), kesulitan mempertahankan tidur nyenyak (deep maintanance problem),
bangun terlalu pagi (early morning awakening/EMA. Gejala dan tanda yang muncul sering
merupakan kombinasi ketiganya. Munculnya ada yang sementara dan ada yang kronik.
Sebagian besar lansia mengeluhkan kesulitan masuk tidur dan mempertahankan tidur
nyenyak yang berlangsung kronik.4
Anamnesis
Anamnesis dilakukan kepada penderita dan keluarganya terutama teman tidurnya, meliputi:
kebiasaan tidur, kebiasaan mengorok waktu tidur, menyaksikan henti napas saat tidur,
2
kepuasan tidur, mengantuk siang hari, perubahan perilaku, perubahan emosi, perubahan sikap
saat berhubungan dengan orang lain, kemampuan seksual (impotensi), penyakit-penyakit lain
yang diderita terutama penyakit kardiovaskular, kebiasaan kencing malam hari (nokturia),
obat-obatan yang sedang dan sering diminum baik dengan resep dokter atau beli sendiri,
pemakaian alkohol dan merokok..
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi:
Karakteristik umum: Identifikasi adanya obesitas dan dismorfologi kepala, wajah dan
gigi, micrognathia, retrognathia, hipoplasia maxilaris, bibir/palatum sumbing, lidah
besar, oklusi gigi, kesejajaran mandibula. Obesitas diidentifikasi dengan mengukur
antropometri seperti berat badan, tinggi badan dan atau panjang rentang tangan dan
indeks massa tubuh IMT (body mass index). IMT > 28 sangat beresiko mengalami OSA.
Status mental: Dilakukan untuk mencari depresi (dengan skor depresi), kecemasan
Pada wanita dengan lingkar leher > 15 inci risiko OSA juga meningkat.
Pemeriksaan hidung. Pemeriksaan hidung penting untuk mengidentifikasi adanya
kelainan penyebab obstruksi jalan napas, antara lain: deviasi, septum hipertrofi adenoid,
polip atau masa tumor di hidung maupun nasofaring, pembengkakan mukosa hidung dan
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan:
Laboratorium klinik. Pemeriksaan yang dibutuhkan berdasarkan indikasi individual untuk
menunjang diagnosis. Pemeriksaan analisis gas darah dibutuhkan jika terdapat tanda-tanda
hipoksia yang jelas, terutama pada penderita dengan penyakit paru obstruksi kronik.
Pemeriksaan Pencitraan
Pemeriksaan pencitraan: Pemeriksaan ini hanya dilakukan dalam penelitian atau untuk
persiapan terapi pembedahan. Permeriksaan ini meliputi: refleks akustik yang digunakan
untuk melihat dinamika jalan napas atas, somnofluoroskopi digunakan untuk melihat
4
kolapsnya faring dan penyempitan maksimal jalan napas saat tidur, pemeriksaan radiologis
sefalometri untuk melihat defisiensi skeletor kraniofasial, CT-scan jalan napas atas
diperlukan bila ada tanda-tanda tumor di nasofaring / orofaring posterior, magnetic
resonance imaging pemeriksaan yang menghasilkan resolusi bagus dari jalan napas, jaringan
lunak, dan deposit lemak di leher.
Diagnosis
Working Diagnosis
Gangguan tidur pada malam hari (Insomnia)
Secara luas gangguan tidur pada usia lanjut dapat dibagi menjadi: kesulitan masuk tidur,
kesulitan mempertahankan tidur nyenyak, dan bangun terlalu pagi. Gejala dan tanda yang
muncul sering kombinasi ketiganya, munculnya ada yang sementara atau kronik. Secara
internasional insomnia masuk dalam 3 sistem diagnostik, yaitu: ICD (International Code of
Diagnostic) 10, DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) (DSM) dan
ICSD (International Classification of sleep disorders).3,4
Epidemiologi
Insomnia lebih sering diderita wanita daripada pria. Prevalensi insomnia pada populasi umum
telah diperkirakan hingga 35%, dengan 10% sampai 15% dianggap dedang sampai parah.
Perbedaan dalam prevalensi bervariasi, tergantung pada bagaimana insomnia didefinisikan,
tingkat keparahan dan frekuensi keluhan serta usia dan jenis kelamin pasien. Bila
menggunakkan DSM-4kriteria, prevalensi diperkirakan 22%, dibandingkan dengan perkiraan
prevalensi sebesar 3,9% bila menggunakan ICSD-2kriteria. Untuk insomnia kronis, rata-rata
tinggi dialami wanita dan meningkat sesuai usia. Spekulasi tentang factor yang berkontribusi
terhadap relasi gender mulai muncul (Miller 2004). Bahkan diantara pasien dengan keluhan
kantuk di siang hari , 9%-15% mungkin menderita insomnia (Young 2004). Penelitian mulai
mengumpulkan beberapa data pada biaya sosial, dengan perkiraan biaya langsung
1.390.000.000 $ per tahun (Walsh 2004).
5
Etiologi
Model perilaku insomnia diatur dalam kerangka teoritis untuk penyebab insomnia. Model
diathesis-stress ini mengusulkan bahwa 3 faktor yang berkontribusi untuk pengembangan dan
pemeliharaan insomnia. Pertama, faktor predisposisi adalah karakteristik yang meningkatkan
resiko untuk mengembangkan insomnia dan mencakup sifat-sifat seperti hyperarousal kronis
dan wilayah rawan bencana. Kedua, faktor pemicu kejadian atau stress akut yang berinteraksi
dengan factor predisposisi menyebabkan gejala insomnia akut. Ketiga, factor yang
menjalankan adalah perilaku penyesuaian yang salah yang diadopsi dalam upaya untuk
meredakan gejala insomnia sementara tapi akhirnya berfungsi untuk mempertahankan
insomnia. Sebagai contoh, banyak orang yang akan mencoba untuk menebus kehilangan tidur
dengan menghabiskan lebih banyak waktu di tempat tidur. Perilaku ini meningkatkan
kesempatan tidur tapi dapat menyebabkan orang menghabiskan sejumlah waktu yang
berkepanjangan terjaga selama periode tidur diperpanjang.
Klasifikasi
Dalam ICD 10, insomnia dibagi menjadi 2 yaitu organik dan non-organik. Untuk non-organik
dibagi lagi menjadi 2 kategori yaitu dyssomnias (gangguan pada lama, kualitas dan waktu
tidur) dan parasomnias (ada episode abnormal yang muncul selama tidur seperti mimpi
buruk, berjalan sambil tidur, dll). Dalam ICD 10 tidak dibedakan antara insomnia primer atau
sekunder akibat penyakit/kondisi abnormal lain. Insomnia disini adalah insomnia kronik yang
sudah diderita paling sedikit 1 bulan dan sudah menyebabkan gangguan fungsi dan sosial.
Dalam DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 6 tipe, yaitu:
1. Gangguan tidur yang berkolerasi dengan gangguan mental lain
2. Gangguan tidur yang disebabkan oleh kondisi medis umum
Different Diagnosis
Depresi
Depresi merupakan penyakit mental yang paling sering pada pasien berusia di atas 60 tahun
dan merupakan contoh penyakit yang palin gumum dengan tmapilan gejala yang tidak
7
spesifik/tidak khas pada populasi geriatrik. Terdapat beberapa faktor biologis, fisik,
psikologis dan sosial yang membuat seorang berusia lanjut rentan terhadap depresi.
Perubahan pada system saraf pusat seperti meningkatnya aktivitas monoamine oksidase dan
berkurangnya konsentrasi neurotransmitter dapat berperan dalam terjadinya depresi pada usia
lanjut gejala-gejala depresi terdiri dari:
Gejala utama:
Perasaan depresif
Hilangnya minat dan semangat
Mudah lelah dan tenaga hilang
Konsentrasi menurun
Harga diri menurun
Perasaan bersalah
Pesimis terhadap masa depan
Gangguan tidur
Gangguan nafsu makan
Menurunnya libido
Gejala klinis
Pasien GTGP adalah pada saat tidur terdapat mengorok sangat keras, tersedak dan batukbatuk, henti napas beberapa detik, dan terdapat gerakan-gerakan seperti orang kehabisan
napas.6,7 Gambaran tersebut biasanya dilaporkan oleh teman tidurnya. Hal yang dirasakan
oleh pasien adalah sering terbangun tanpa sebab, nokturia, dan merasa tidak tidur semalaman.
Pada pagi hari sering muncul keluhan nyeri kepala, kepala terasa ringan, dan mengantuk
terus. Bila berlangsung terus akan muncul gangguan kognitif, penurunan intelektual,
perubahan perilaku dan kepribadian, depresi dan penurunan gairah seksual.1,6,7,8
8
Penatalaksaan
Untuk gangguan irama sirkadian perlu dijelaskan pada pasien bahwa gangguan tidur ini
bukan penyakit, tidak membutuhkan obat khusus, hanya perlu pengaturan waktu masuk
tidurnya, jangan terlalu dini dengan melakukan kegiatan/kesibukan pada petang hari dan baru
masuk tidur pada jam yang sama dengan keluarga lain. Kalau tetap tidak dapat mengatasi,
diberikan terapi lampu terang pada saat seharusnya pasien masih bangun di pagi hari dan
petang hari, lampu dipadamkan / gelap pada saat harus tidur.
Penatalaksaan menyeluruh gangguan tidur pada usia lanjut
Karena banyaknya penyebab gangguan tidur pada usia lanjut, maka penatalaksanaan
gangguan tidur pada usia lanjut harus dilakukan secara individual, dengan meneliti dan
menilai gejala dan tanda yang ada pada tiap pasien. Beberapa hal dapat diterapkan secara
umum pada semua jenis gangguan tidur pada usia lanjut, yaitu: edukasi tidur, mengubah gaya
hidup, psikoterapi, dan medikamentosa.
Edukasi tidur diberikan baik kepada pasien maupun keluarga atau care-giver. Edukasi
tersebut meliputi:
tempat tidur.
Hidarkan penggunan kamar tidur untuk bekerja, membaca atau menonton televisi
Bangun tidur pagi pada jam yang sama, tidak peduli sudah berapa lama ia tidur
Hindarkan minum kopi atau merokok
Lakukan olarhaga ringan setiap pagi setelah bangun tidur
Kurangi tidur siang, lakukan kegiatan/ hobi yang menyenangkan
Kurangi jumlah minum setelah makan malam, hindari minum alkohol
Pelajari teknik relaksasi atau lakukan meditasi
9
Psikoterapi perlu diberikan pada pasien gangguan tidur yang disebabkan oleh ansietas dan
depresi. Disamping psikoterapi dari seorang psikolog, psikoterapi berupa dorongan dan
penghiburan sebaiknya dilakukan oleh anak atau cucu pasien.
Terapi medikamenotsa diberikan sesuai dengan penyebab yang mendasari terjadinya
gangguan tidur dan jenis gangguan tidur yang terjadi. Obat-obatan transkuiliser minor seperti
golongan benzodiazepine dapat diberikan pada insomnia akut, diberikan dosis kecil dan
dalam waktu yang tidak lama. Terapi terhadap penyakit penyerta yang diderita usia lanjut
harus dilakukan dengan menghindarkan sebisa mungkin obat-obatan yang marak dipakai
sebagai obat tidur, sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan dalam
mengatasi gangguan tidur pada usia lanjut. Farmakoterapi untuk insomnia pada orang tua
mungkin rumit dikarenakan oleh perubahan fisiologis tubuh yang disebabkan oleh usia
sehingga mempengaruhi farmakodinamik dan farmakokinetik. Dengan penuaan, total lemak
tubuh meningkat dan obat yang larut lemak juga meningkat misalnya benzodiazepine, seperti
diazepam dan flurazepam akibatnya memiliki peningkatan volume distribusi dan penurunan
angka bersihan. Metabolisme obat pada pasien geriatric dapat terganggu oleh karena proses
reduksi,hidroksilasi, dan ekskresi obat yang menurun yang disebabkan oleh penurunan aliran
darah dan filtrasi d glomerulus yang disebabkan factor usia.
Perubahan farmakodinamik yang berhubungan dengan usia terlihat dalam peningkatan
kepekaan terhadap efek depresan system saraf pusat, beberapa obat tidur terutama yang
bertindak lebih lama, memiliki beberapa efek samping pada pasien geriatrik. Toleransi
merupakan masalah besar ketika pil obat tidur dikonsumsi berlebihan, yang menyebabkan
insomnia yang berulang-ulang dan memerlukan dosis yang tinggi untuk mendapatkan efek
klinik yang sama. Karena itu ketika menggunakan hipnotik pada pasien geriatrik, harus
10
diberikan dosis serendah mungkin untuk jangka waktu yang singkat. Hipnotik short-acting
terbaru terlihat lebih aman pada pasien yang lebih tua. Contohnya zalepon (selektif untuk
benzodiazepine-1 reseptor) dan zolpidem (selektif GABAA-benzodiazepine). Dalam sebuah
penelitian terhadap pasien usia lanjut, 66 tahun atau lebih, pemberian zalepon dengan dosis
10 mg terbukti efektif untuk mengurangi latensi tidur tanpa efek sampik yang tidak
diinginkan. Dalam percobaan baru-baru ini uji coba terapi jangka panjang , zalepon dengan
dosis 6 mg dan 10 mg terbukti aman dan efektif untuk terapi insomnia pada pasien geriatric.
Prognosis
Prognosis untuk pemulihan insomnia tergantung pada identifikasi pilihan pengobatan yang
efektif, dan ini secara langsung terkait dengan menyelesaikan evaluasi yang menekankan
pentingnya mengetahui dan mengamati pedoman klinis untuk evaluasi insomnia. Misalnya,
pengobatan sejumlah masalah seperti sleep apnea, pertama tergantung dari secara langsung
kemampuan untuk membuat diagnosis yang tepat dari masalah yang mendasarinya.
Preventif
Insomnia akut adalah pengalaman umum yang sering dan kedepannya akan menjadi peristiwa
yang sesekali atau jarang yang disebabkan oleh kegiatan sehari-hari yang menyebabkan
stress. Evolusi insomnia menjadi insomnia sekunder atau insomnia kronis yang dapat dicegah
dengan terapi sedini mungkin. Banyak yang menganggap bahwa berbagai jenis insomnia
sekunder seperti insomnia psychophysiologikal atau waktu tidur yang buruk dapat dicegah
dengan evaluasi yang lebih baik dan sebelum pola sekunder terjadi.
Komplikasi
11
Efek fisik/somatik. Dapat berupa kelelahan, nyeri otot, hipertensi, dan sebagainya.
Efek sosial. Dapat berupa kualitas hidup yang terganggu, seperti susah mendapat promosi
pada lingkungan kerjanya, kurang bisa menikmati hubungan sosial dan keluarga.
berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik,
psikologik
maupun
sosial,
yang
selanjutnya
dapat
menyebabkan
suatu
keadaan
Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan
budaya.
13
Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya
misalnya cemas, depresi, pikun dsb.
14
15
16
Untuk mencapai usia lanjut sehat, tua berguna, bahagia dan sejahtera ialah
dengan mengaktifkan fisik, mental dan sosial ditujukan pada usia 66-69 tahun.
Banyak hal yang harus dilakukan baik dari lansia itu sendiri atau dari petugas
kesehatan maupun dari pihak keluarga lansia.
Pelayanan dari petugas kesehatan sendiri terbagi menjadi dua bagian yaitu :
1. Promosi
Peran petugas kesehatan sebagai penyuluh bagi individu yang berada pada usia
pertengahan (middle adult) antara lain dengan melakukan hal-hal sebagai
berikut :
17
18
agar
petugas
kesehatan
dalam
melaksanakan
kegiatan
19
20
kesejahteraannya,
serta
memberikan
santunan
maupun
kemungkinan-kemungkinan
21
yang
dapat
menimbulkan
permasalahan pada usia lanjut agar dapat mencapai usia lajut yang sehat, tua
berguna, bahagia dan sejahtera.
Kesimpulan
Hipotesis diterima. Pasien pada scenario mengalami Insomnia , diketahui dengan
cara mencocokkan gejala-gejala klinis yang dideskripsikan pada scenario yang
umum terjadi pada pasien dengan gangguan tidur, dan dapat dilakukan terapi
sesuai dengan tingkat keberatan kasus insomnia tersebut.
Daftar Pustaka
1. Soeparman, Waspadji S. Ilmu penyakit dalam. Jilid ke-2. Jakarta:Balai
Penerbit FKUI;2007.h.672.
2. Sudoyo A W. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-6. Jilid ke-1. Jakarta:
Interna Publishing, 2009; h. 867.
3.
23
24