Pengenalan Bahan Peledak
Pengenalan Bahan Peledak
apabila
terkena
berupa
e. Stabilitas
Kestabilan senyawa kimia bahan peledak untuk tidak mudah bereaksi dan
berdekomposisi terhadap pengaruh luar seperti panas,dingin dsb.
f. Water Resistance
Ketahanan bahan peledak terhadap air ayau uap air baik dalam penyimpanan maupun
penggunaannya.
g. Fumes Characteristic
Menunjukkan gas-gas beracun seperti CO, NCx yang terjadi setelah bahan peledak
tersebut meledak
h. Permisibilitas
Syarat penting bagi bahan peledak yang dipakai untuk penambangan batubara dimana
ledakan tidak akan menyebabkan kebakaran.
i. Hygros copicity
Sifat bahan peledak yang mudah bereaksi terhadap lingkungan luar khususnya
terhadap kelembaban udara .
Klasifikasi Bahan Peledak
Penggolongan bahan peledak menjadi 2 golongan yaitu bahan peledak kuat (High
Explosive) dan bahn pledak lemah (low Explosive)didasarkan pada efek peledak, cara
meldak,proses peledakan,kecepatan rambat gelombang ledakan dan rumus kimia bahan
peledak tersebut
Pelengkap Peledakan
a. Detonator/Blasting cap/penggalak
Adalah permulaan peledakan (penggalak) untuk meledakkan bahan peledak atau sumbu
ledak
Macam-maam detonator
-
b. Sumbu-sumbu
-
Sumbu Api
c. Kabel-kabel
-
Kabel Pembantu
Kabel Utama
Dalam bidang teknik sipil untuk pembuatan bendungan saluran irigasi, lalulintas
di bawah tanah dan merobohkan bangunan(demolution) dan sebagainya.
Pemasangan (Cimping) detonator (Plain detonator). Pada sumbu api dapat dilakukan
dengan memakai Crimper.
Cara pemasangan sebagai berikut:
-
Potong sumbu api tegak lurus sesuai dengan panjang yang diinginkan
Sisipkan ujung sumbu api yang baru dipotong tepat kedalam detonator sedalam
mungkin.
Celupkan seluruh detonator dan sumbu api sepanjang satu inch kedalam larutan
penyebab kedap air
Pola Peledakan
Pola peledakan dibuat bertujuan untuk mendapatkan ukuran fragmentasi dan arah
lemparan batuan yang diinginkan, pola peledakan terdiri atas:
1. Square Pattern
1. Pada umumnya square pattern digunakan dengan kombinasi V delay pattern (Gambar
3.4) artinya bahwa ketika peledakan berlangsung maka batuan hasil peledakan akan
berkumpul ketengah berbentuk huruf V sesuai dengan nomor delay yang terkecil..
Fragmentasi yang bagus akan diperoleh bila saat peledakan dari masing-masing
kolom isian (charge) ada cukup waktu delay untuk meledak sehingga didapatkan free
face baru untuk ledakan lubang berikutnya.
Solid
Solid
Free face
Sumber : Blast Design. Hal. 122
2. Rectangular Pattern
Rectangular pattern biasanya dibuat dengan sistim staggered pattern untuk
mendapatkan distribusi bahan peledak dengan baik. Pola baris demi baris daripada delay
pattern lebih cocok dengan apa yang digambarkan pada (Gambar 3.5) sering dipakai
untuk memotong overburden dimana lemparan optimum sangat diperlukan. Bila getaran
menjadi batasan, pemboran diperbanyak dan tiap barisnya juga dipasang delay detonator
yang lebih banyak seperti pada (Gambar 3.6), Gambar 3.7 adalah sebuah ilustrasi arah
lemparan bersamaan dengan prespit dengan V type pattern.
Pola peledakan row by row adalah pola peledakan dengan menggunakan delay
pada setiap row jadi ketika peledakan berlangsung maka dalam satu row akan meledak
secara serentak seperti yang ada pada (Gambar 3.5).
Gambar 3.5
Pola Peledakan Baris Demi Baris
Gambar 3.6
Streggered Pattern Dengan Peledakan Kearah Pojok
Gambar 3.7
Arah lemparan Dengan System Narrower V Type delay
3.1.1
Desain Peledakan
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang peledakan antara lain
:
a. Diameter Lubang Ledak
Untuk mencapai tingkat penyebaran energi yang baik digunakan diameter lubang
peledakan (mm) yang sebanding dengan ketinggian teras (m) atau didasarkan pada
ketersediaan alat bor yang dipakai. Secara umum diameter lubang akan sedikit lebih
besar daripada diameter mata bor yang mengakibatkan kepadatan pengisian lebih tinggi.
28
24
Not Recommended
20
Recommended
16
12
8
Not Recommended
4
25
38
51
64
76
89
102
115
127
140
152
165
Gambar 3.8
Hubungan Diameter Lubang Bor Dengan Ketinggian Jenjang
b. Tinggi jenjang
Ketinggian teras biasanya ditentukan oleh parameter di lapangan misalnya
jangkauan bor dan alat gali-muat yang tersedia. Tinggi jenjang disesuaikan dengan
kemampuan alat bor dan diameter lubang, dimana jenjang yang rendah dipakai diameter
lubang kecil sedangkan diameter lubang bor besar untuk jenjang yang tinggi. Penerapan
tinggi jenjang di lapangan bervariasi, tergantung dari posisi endapan bahan galian.
Hubungan tersebut dapat dilihat pada (Gambar 3.8).