LANDASAN TEORI
3.1 Pemboran
operasi peledakan batuan. Kegiatan ini bertujuan untuk membuat sejumlah lubang
ledak yang nantinya akan diisi dengan sejumlah bahan peledak untuk diledakkan.
Sebelum operasi pemboran dimulai penentuan letak lubang bor harus dievaluasi
dengan hati-hati untuk mendapatkan hasil yang optimum dari bahan peledak yang
dipilih. Lebih dari pada itu, penyediaan lubang tembak yang tepat untuk
pembuatan lubang tembak harus diidentifikasi. Pola dan arah pengeborannya pun
1. Square pattern
Square pattern atau pola bujur sangkar ini merupakan pola dimana jarak
antara burden dan spasi nya sama panjang yang membentuk bujur sangkar
atau persegi.
2. Rectangular pattern
Rectangular pattern atau pola pemboran persegi panjang ini merupakan pola
dimana ukuran spacing dalam satu baris lebih besar dari jarak burden yang
baik, pola ini kurang tepat karena daerah yang tidak terkena pengaruh
yang penempatan lubang ledak pada baris yang berurutan tidak saling
sejajar (pola pengeboran yang mana lubang ledak dibuat seperti zig zag),
dan untuk pola pemboran selang-seling yang mana panjang burden tidak
3.2 Peledakan
utama yang harus diperhatikan dalam kegiatan pertambangan jika bahan galian
atau cair ataupun campuran dari keduanya yang apabila terkena suatu aksi
misalnya panas, benturan, atau gesekan akan berubah secara kimiawi menjadi zat-
zat lain yang sebagian besar atau seluruhnya berbentuk gas, dan perubahan
tersebut berlangsung dalam waktu yang singkat, disertai efek panas dan tekanan
yang sangat tinggi. Bahan peledak dibagi menjadi dua jenis yaitu bahan peledak
industri dan bahan peledak militer, dan yang kita gunakan dalam proses
penambangan yaitu bahan peledak industri. Bahan peledak yang digunakan pada
lokasi pengamatan tugas akhir termasuk kedalam blasting agent. Blasting agent
peledak, di mana campuran tersebut terdiri dari bahan bakar (fuel) dan oksida.
1. ANFO
pengoksida dan fuel oil (FO) sebagai bahan bakar. Setiap bahan bakar
sebagai bahan bakar dan sekarang sudah diganti dengan bahan bakar
2. Heavy ANFO
Bahan peledak heavy ANFO adalah campuran daripada emulsi dengan
ammonium nitrat dan solar. kemudian MMT akan menuju ke lokasi yang
akan diledakkan.
peledakan, yaitu detonator, sumbu dan penyambung pada peledakan, serta priming.
3.2.2.1 Detonator
Detonator adalah alat pemicu awal yang menimbulkan inisiasi dalam bentuk
letupan (ledakan kecil) sebagai bentuk aksi yang memberikan efek kejut terhadap
bahan peledak peka detonator atau primer. Adapun pengelompokkan jenis
detonator didasarkan atas sumber energi pemicunya, yaitu api, listrik, dan benturan
detonator meletup dan rusak. Tipe dan jenis detonator yang digunakan pada lokasi
pengamatan, yaitu:
1. Detonator nonel
Dirancang untuk mengatasi kelemahan yang ada pada detonator listrik, yaitu
dipengaruhi oleh arus listrik liar, statis, dan kilat serta air. Penentuan waktu
elemen tunda pada kepala detonator, yang terdiri dari tiga lapisan, yaitu
daya regang dan ketahan terhadap zat kimia, dan lapisan dalam untuk
Label tunda, adalah label dengan warna tertentu yang menandakan tipe
“J” hook, adalah alat untuk menyisipkan sumbu nonel dari satu detonator
diberikan oleh shot gun melalui sumbu nonel (lead in line) yang kemudian
2. Detonator elektronik
Adalah detonator generasi terbaru yang memiliki akurasi delay yang tinggi
elektronik ini bekerja atas dasar sinyal digital yang berasal dari permukaan.
control yang lebih baik terhadap getaran tanah, flying rock, air blast, serta
Komponen satu set detonator elektronik merek E*Star terdiri dari 3 bagian
yang dapat dilihat pada (Gambar 3.14). Tiga bagian tersebut, yaitu:
Isian utama adalah lead azide, yang merupakan bahan peledak primer
dari electronic part dan capasitor. Di dalam electronic part ini terdapat
Material inti kawat dapat berupa tembaga, tembaga dilapisi baja atau
timah dilapisi baja, dengan diameter 0.6 mm – 0.8 mm. Panjang plug
hubungan antara detonator ke branch wire atau branch wire ke firing line.
sumber energi sinyal inisiasi. Inisiasi detonator elektronik dipicu dan diatur
oleh sistem elektronik yang terintegerasi dengan microprosessor di tiap
yang terdapat pada setiap detonator harus menerima sinya digital yang
dikirim
apabila telah sesuai maka akan mengirimkan sinyal kepada ASIC processor
Pada rangkaian detonator nonel digunakan lead in line (LIL). LIL alat
3. Penyambung
3.2.2.3 Priming
peledak peka detonator yang diletakkan di dalam lubang ledak. Booster adalah
bahan peka detonator yang dimasukkan ke dalam kolom lubang ledak fungsinya
Alat pemicu non-listrik (nonel) dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu
penyulut sumbu api dan pemicu nonel atau starter non-electric. Alat pemicu
nonel (starter non-electric) dinamakan shot gun atau shot firer atau nonel
starter.
ledak.
elektronik.
Sumber: E*Star Training Manual Dahana
Gambar 3.23
Digital Blasting Machine
dengan blasting machine. WRFD ini terdiri dari Remote Control Unit dan
Bridge Unit.
perintah berupa sinyal) dari Remote Control Unit ke DBM, yang mana
Pencampuran dan pengisian pada lubang ledak saat ini dilakukan secara
Truck (MMT).
dari sejumlah lubang ledak. Pola peledakan pada tambang terbuka dan bukaan di
bawah tanah berbeda. Adanya urutan peledakan berarti terdapat jeda waktu
ledakan diantara lubang-lubang ledak yang disebut dengan waktu tunda atau delay
time. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan waktu tunda pada
1. Mengurangi getaran.
detonator untuk:
1. Box cut adalah pola peledakan yang menggunakan control row ditengah-
bongkahan awal seperti kotak (box). Diterapkan untuk lokasi peledakan yang
2. Corner cut adalah pola peledakan yang arah hasil peledakan runtuhan
batuannya kesalah satu sudut dari bidang bebasnya. Diterapkan untuk lokasi
Sumber: id.scribd.com/doc/127734694/
Gambar 3.28
Pola Peledakan Corner Cut (Echelon)
3. V cut adalah pola peledakan dimana delay diatur agar lubang ledak yang
menyala secara bersamaan berada pada posisi “V”, dengan arah lemparan
Sumber: id.scribd.com/doc/127734694/
Gambar 3.29
Pola Peledakan V-Cut
3.3 Program Software ShotPlus-i
software ini akan menunjukkan lubang yang meledak bersamaan dan dapat
pelaksanaan peledakan dan hasil peledakannya dimana menentukan hasil dari segi
fragmentasi yang dihasilkan, rekahan yang diharapkan maupun dari segi jenjang
yang terbentuk.
diperkenalkan oleh para akhli, antara lain: Anderson (1952), Pearse (1955), R.L.
Ash (1963), Langefors (1978), Konya (1972), Foldesi (1980), Olofsson (1990),
Rustan (1990) dan lainnya. Cara- cara tersebut menyajikan batasan konstanta
jenis bahan peledak. Disamping itu produsen bahan peledak memberikan cara
Sumber: sigittambang06.blogspot.co.id/2009/06/
Gambar 3.31
Parameter Geometri Peledakan
Merupakan jarak terdekat lubang ledak dari bidang bebas (freeface), burden
merupakan hal penting dalam proses peledakan. Dalam menentukan burden harus
diperhatikan jarak terdekat ke freeface dan arah dari hasil ledakannya, selain itu
perlu diperhatikan pula besarnya burden karena besarnya burden dipengaruhi oleh
beberapa hal yaitu dari karakteristik batuan yang akan diledakan dan karakteristik
material. Pada dasarnya jarak burden erat hubungannya dengan diameter lubang
Dimana jika burden terlalu kecil, maka gas bertekanan tinggi akan lebih
cepat bergerak menuju bidang bebas sehingga terdapat energi yang tersisa dan hal
ini dapat mengakibatkan timbulnya airblast dan flying rock (Gambar 3.32).
Sebaliknya jika burden terlalu jauh, sebagian besar energi peledakan akan
berlebihan untuk memecah batuan dan banyak energi bergerak kebumi dalam
wujud vibrasi (Gambar 3.33). Karena energi yang tersisa kurang maka proses
pengembangan rekahan oleh tekanan gas tidak terjadi. Hal ini berakibat fragmentasi
batuan yang dihasilkan dan proses pelepasan batuan tidak banyak terjadi.
Merupakan jarak antara lubang ledak dalam satu baris (row) peledakan.
Spacing digunakan agar jarak tiap titik bor tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh
stemming ejection yang lebih dini. Akibatnya gas hasil ledakan dihamburkan ke
atmosfer dibarengi dengan noise dan air blast. Sebaliknya jika spacing terlalu besar
Stemming adalah material penutup didalam lubang ledak diatas kolom isian
bahan peledak. Stemming berfungsi untuk mengurung gas yang dilepaskan pada
saat ledakan dan menjaga keseimbangan tekanan gas didalam lubang ledak.
ledakan udara (air blast) dan lemparan batuan (flying rock). Stemming yang terlalu
dalam akan menghasilkan fragmentasi yang buruk dan getaran. Stemming yang
(Gambar 3.34). Isi dari stemming dapat berupa tanah liat, hasil cutting pemboran
Merupakan jarak tambahan kedalaman dibawah dari lubang bor yang telah
direncanakam lantai jenjang (bench), hal ini berfungsi untuk menghindari tonjolan
pada lantai (toe), selain itu berfungsi juga untuk merapikan dasar lantai untuk
sebatas lantainya, jika subdrilling terlalu kecil maka batuan tidak akan terpotong
sebatas lantai dan akan mengakibatkan tonjolan-tonjolan pada lantai jenjang (toe).
batuan pada bagian bawah jenjang akibat beban batuan diatasnya dan dapat
Tinggi jenjang adalah ketinggian dari jenjang (bench) yang akan terjadi
Adalah kedalaman isian bahan peledak atau titik terbawah stemming sampai
T = Stemming (m)
B = Burden (m)
S = Spacing (m)
Adalah jumlah bahan peledak setiap meter kedalaman kolom lubang ledak.
Merupakan total (kg) bahan peledak yang digunakan dalam satu lubang
ledak. Jumlah muatan bahan peledak di dalam lubang ledak adalah perkalian dari
tinggi total lubang yang terisi bahan peledak (PC) denegan densitas pengisan
cenderung mengarah pada nilai ekonomis suatu proses peledakan karena berkaitan
erat dengan harga bahan peledak yang digunakan dan perolehan fragmentasi hasil
peledakan yang akan dipasarkan. Untuk menghitung powder factor dapat digunakan
persamaan:
W Handak
PF = .................................................................. (Persamaan 3.6)
Vol
3.5 Fragmentasi
merupakan suatu petunjuk yang sangat penting dalam menilai keberhasilan dari
suatu kegiatan peledakan, dimana material yang memiliki ukuran seragam lebih
diharapkan daripada material yang banyak berukuran bongkah. Tingkat fragmentasi
kemudian menjadi hal yang penting karena menunjukkan bahwa ada hubungan di
antara ukuran rata-rata fragmentasi dengan jumlah bahan peledak yang biasa
( )
0.8
Vo
Xmean = A x x Q 0.167 .............................................(Persamaan 3.7)
Q
( )
0.8
Vo E -0,633
Xmean = A x x Q 0.167 x ( ) .........................(Persamaan 3.8)
Q 115
karena pemilihan metode peledakan bukanlah perkara yang mudah, banyak hal
yang harus diperhatikan seperti jenis material yang akan diledakan, kekerasannya,
alat yang akan digunakan, dan dampak negatif yang akan diakibatkan, salah
Flying rock adalah batuan yang terlempar pada proses peledakan akibat
muatan bahan peledak yang berlebih, atau letak muatan bahan peledak yang terlalu
ternyata 16% energy bahan peledak digunakan untuk melempar batuan. Dimana
material batuan akibat dari flying rock dapat membahayakan dan dapat
mengantisipasi agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi pekerja disekitar lokasi
peledakan maka perlu dilakukan kajian mengenai perkiraan jarak lemparan flying
rock sebelum peledakan dan evaluasi dilapangan pada saat peledakan dengan
Semua akibat di atas harus dikurangi sesuai ambang batas yang telah
peledakan, yaitu:
terdapatnya ruang bebas yang dengan mudah batuan dapat bergerak atau
seperti ini harus dibuat peledakan awal sebagai pembuat freeface. Contoh
peledakan ini adalah peledakan dengan metoda box-cut dan harus dibuat
dekat dengan freeface juga akan menimbulkan terjadinya flying rock. Burden
awal yang pendek juga sering terjadi di freeface yang tidak lurus sehingga
meringankan beban lubang yang memiliki burden yang sangat besar. Jika
Sumber: minetutor.blogspot.co.id/2013/02/
Gambar 3.35
Burden Awal Pendek
a. Salah design,
Sumber: minetutor.blogspot.co.id/2013/02/
Gambar 3.36
Burden Awal Berlebihan
Pengaruh pemboran lubang miring dengan kemiringan yang tidak tepat akan
Pendeknya kolom stemming ini ditandai dengan terjadinya flying rock dan
Sumber: minetutor.blogspot.co.id/2013/02/
Gambar 3.38
Kolom Stemming Pendek
pipih. Jenis material yang baik adalah crushing material sehingga material
menggunakan cutting hasil pemboran itu sendiri. Pada batuan yang kompak,
akibat material stemming terjadi jika stemming dengan material yang lembut
menjadi lumpur
penghancuran dan throwing pada suatu baris akan segera diikuti oleh baris
berat. Flying rock sering terjadi di baris bagian akhir. Untuk menghindari
banyak baris, baris bagian belakang waktu ledaknya (delay time untuk
Perhitungan jarak lemparan flying rock dapat dilakukan secara teoritis dan
aktual dengan berorientasi pada jarak antar spasi, jarak antar burden, tinggi
stemming, kedalaman lubang ledak, powder factor, rata-rata isian bahan peledak
mekanisme terjadinya flying rock. Penelitian tersebut telah dilakukan oleh Hustrulid
melalui riset Swedish Detonatic Research Foundation yang kemudian
dikembangkan oleh Lundborg, Richard and Moore (2005), dan analisis dimensi
untuk flying rock oleh Ebrahim Ghasemi (2012), serta skala pengisian (scaled depth
dari bahaya flying rock serta mengontrol jarak lemparan flying rock, sehingga
memprediksi lemparan maksimum dari flying rock serta ukuran boulder flying rock.
lapangan. Ketika specific charge atau powder factor (q), q ≤ 0.2 kg/m3, maka
lemparan flying rock dianggap tidak ada. Sedangkan perhitungan dari q terhadap
Untuk perhitungan ukuran optimal boulder dari flying rock dapat ditentukan
yaitu:
terhadap diameter lubang ledak atau sebaliknya, maka dapat dilakukan analisa
dengan melihat grafik antara lemparan maksimal flying rock terhadap berbagai
3.8.2 Perkiraan Lemparan Maksimum Flying Rock Oleh Richard and Moore
Menurut pengujian yang dilakukan oleh Adrian J Moore dan Alan B Richard,
ada 3 faktor yang mempengaruhi terjadinya flying rock akibat kegiatan peledakan,
1. Face burst
kedepan muka jenjang. Face burst terjadi saat kondisi area peledakan
memiliki jenjang yang mana jarak burden pada baris depan peledakan terlalu
(B )
2,6
L=
k
2
√m ......................................................... (Persamaan 3.12)
g
k = Konstanta
delay) (kg)
B = Burden awal (m)
2. Cratering
Terjadi saat tinggi stemming yang terlalu pendek serta terdapatnya bidang
tersebut maka flying rock dapat terlempar ke segala arah dari lubang ledak
(SH )
2,6
L=
k2 √m ............................................................. (Persamaan 3.13)
g
k = Konstanta
3. Rifling
Terjadi saat stemming sudah sesuai untuk mencegah flying rock secara
biasanya akan terjadi disertai dengan noise (bunyi) ledakan yang tinggi.
(SH )
2,6
L=
k2 √m sin 2θ ............................................. (Persamaan 3.14)
g
k = Konstanta
√(
Lxg
)
2.6
K= √m .................................................................. (Persamaan 3.15)
SH
Dimana: k = Konstanta
Pada setiap lokasi peledakan akan dilakukan perhitungan nilai k. Nilai k dari
setiap lokasi peledakan tersebut akan diambil nilai rata-ratanya untuk menentukan
prediksi jarak lemparan terjauh secara face burst, createring, dan rifling.
Richard dan Moore menentukan daerah jatuhnya lemparan flying rock untuk
setiap lokasi peledakan atau disebut juga exclusion zone, berdasarkan penelitian di
Super Pit Gold Mine, Australia. Penentuan exclusion zone ditetapkan dari lemparan
aktual flying rock yang diperoleh dari hasil pengamatan kegiatan peledakan
(Gambar 3.42).
Sumber: Pedoman Kursus Juru Ledak Kelas 1
Gambar 3.42
Lintasan Flying Rock dari Lokasi Peledakan Pengamatan Richard dan Moore
yang sama adalah 95 m, sedangkan prediksi lemparan flying rock untuk elevasi
yang lebih rendah adalah 190 m, dimana 190 m adalah 2 kali lemparan maksimum
aktual, dari lemparan aktual flying rock dibuat rekomendasi safety factor. Penentuan
muncul (Saptono,2012).
mekanika material yang berhubungan dengan deformasi elastis dan getaran pada
model matematik penggalian dengan sistem alat gali kontinu. Roxborough dan
pemodelan untuk pengujian model skala sistem produksi batubara, Whittaker dan
flying rock. Untuk mengembangkan persamaan jarak flying rock dan menentukan
efek parameter yang bisa dikontrol, sebuah data base termasuk semua parameter
peledakan yang dapat dikontrol telah dikumpulkan dari 150 kegiatan peledakan di
area tambang bijih di Sungun Copper Mine. Dengan mengumpulkan beberapa data
digunakan sebagai parameter yang dapat dikontrol dan lemparan maksimum flying
rock diukur sebagai parameter yang ideal dalam setiap peledakan. Jarak horizontal
maksimum antara free face dengan fragmen yang jatuh dianggap sebagai jarak
flying rock dan diukur dengan GPS menggunakan Software ArcGis ataupun
Software MapInfo.
B = Burden
S = Spasi
St = Stemming
PF = Powder factor
Dalam analisis dimensi, perlu untuk memilih sistem satuan. Ada dua sistem
utama yaitu massa dan gaya, dalam sistem massa ada tiga unit dasar yaitu massa
(M), panjang (L), dan waktu (T). Dengan demikian, dimensi masing-masing variable
memiliki dimensi (L-3), dan karenanya (P/Q)1/3 memiliki dimensi (L-1). Oleh karena itu,
Hubungan antar dimensi dapat berupa persamaan linier atau non-linier, yang
Dengan bantuan analisis regresi berganda dari data yang dikumpulkan dari
(Persamaan 3.20) dapat ditentukan. Koefisien yang tidak diketahui dengan SPSS
empiris yang paling tepat untuk penentuan jarak lemparan flying rock di Sungun
Copper Mine.
.........................................................................................(Persamaan 3.21)
Lemparan flying rock terjadi karena kolom stemming kurang panjang. Kolom
agar tidak terjadi pengkawahan (crater) diikuti lemparan fragmen. Dimensi cratering
ini akan meningkat seiring dengan bertambahnya kedalaman serta juga akan
(Gambar 3.44), skala pengisisan (scaled depth of burial) dapat dituliskan dengan
persamaan berikut :
DOBpt
dobpt = 1 ................................................................. (Persamaan
3
W
3.22)
Sedangkan pengembangan yang dilakukan PT Orica Mining Service oleh
Richard Taylor (2010) hamper sama dengan yang dikemukakan oleh Livingston
(1956), namun terdapat modifikasi pada banyaknya bahan peledak yang akan
mempengaruhi skala pengisian (scaled depth of burial) (Gambar 3.45), yang
D
SD = 1 .................................................................. (Persamaan 3.23)
W3
yang baik serta dapat mengotrol flying rock dan air blast (Gambar 3.45)
berdasarkan ilmu. Dan salah satu fungsi ilmu adalah meramalkan atau
variable atau lebih, maka peneliti akan mempelajari bagaimana variable-variable itu
regresi, yang mana hubungan fungsional antara satu variable prediktor dengan satu
variable disebut analisis regresi tunggal, sedangkan hubungan variable yang lebih
dengan menggunakan lebih dari satu variable independen (X1, X2, …, Xn).
Dimana :
Det (A0)
a = .................................................................. (Persamaan
Det (A)
3.26)
Det (A1)
b1 = .................................................................. (Persamaan
Det (A)
3.27)
Det (A2)
b2 = .................................................................. (Persamaan
Det (A)
3.28)
Det (A3)
b3 = .................................................................. (Persamaan
Det (A)
3.29)
[ ]
∑(Y) ∑(X1) ∑(X2) ∑(X3)
∑(Y.X1) ∑(X1.X1) ∑(X2.X1) ∑(X3.X1)
A0 = ..... (Persamaan 3.30)
∑(Y.X2) ∑(X1.X2) ∑(X2.X2) ∑(X3.X2)
∑(Y.X3) ∑(X1.X3) ∑(X2.X3) ∑(X3.X3)
[ ]
N ∑(Y) ∑(X2) ∑(X3)
∑(X1) ∑(Y.X1) ∑(X2.X1) ∑(X3.X1)
A1 = ........... (Persamaan 3.31)
∑(X2) ∑(Y.X2) ∑(X2.X2) ∑(X3.X2)
∑(X3) ∑(Y.X3) ∑(X2.X3) ∑(X3.X3)
[ ]
∑(N) ∑(X1) ∑(Y) ∑(X3)
∑(X1) ∑(X1.X1) ∑(Y.X1) ∑(X3.X1)
A2 = ........... (Persamaan
∑(X2) ∑(X1.X2) ∑(Y.X2) ∑(X3.X2)
∑(X3) ∑(X1.X3) ∑(Y.X3) ∑(X3.X3)
3.32)
[ ]
∑(N) ∑(X1) ∑(X2) ∑(Y)
∑(X1) ∑(X1.X1) ∑(X2.X1) ∑(Y.X1)
A3 = ........... (Persamaan
∑(X2) ∑(X1.X2) ∑(X2.X2) ∑(Y.X2)
∑(X3) ∑(X1.X3) ∑(X2.X3) ∑(Y.X3)
3.33)
A = Notasi matriks
a = Intersep
nilai-nilai suatu peubah tidak bebas dari nilai-nilai satu atau lebih peubah bebas.
Data-data dari variable x dan y akan menghasilkan suatu grafik (Grafik 3.1).
Dari grafik tersebut, terlihat bahwa titik-titik sebaran data mengikuti suatu
garis lurus yang menunjukkan bahwa kedua peubah tersebut saling berhubungan
secara linier.
Grafik 3.1
Contoh Grafik Regresi dan Garis Regresi
Pada regresi non linear grafiknya berbentuk lengkungan atau hanya sedikit
melengkung dari regresi linear. Hal ini dikarenakan terkadang data komulatif yang
ditampilkan memiliki sebaran data yang cukup jauh sehingga dengan adanya
regresi non linear yang membentuk garis lengkungan maka diharapkan untuk
cakupan area regresi menjadi semakin representatif. Jenis grafik pada digunakan
Model geometrik disebut juga regresi non linear power, dengan persamaan
X = Variable bebas
koordinat kartesius)
b = Koefisien regresi
Grafik 3.2
Contoh Grafik Regresi Power
dalam satu variable diikuti oleh perubahan variable lain, baik yang searah maupun
tidak. Berdasarkan hubungan antar variable yang satu dengan variable lainnya
dinyatakan dengan korfisien korelasi yang disimbolkan dengan “r”. Hubungan antara
1. Korelasi positif, terjadi jika perubahan antara variable yang satu diikuti oleh
variable lainnya.
2. Korelasi negatif, terjadi jika perubahan antara variable yang satu diikuti oleh
3. Korelasi nihil, terjadi jika perubahan antara variable yang satu diikuti oleh
variable lainnya dengan arah yang tidak teratur (acak), sehingga apabila
variable lain dan terkadang diikuti dengan penurunan pada variable lain.
Pada (Tabel 3.1) memperlihatkan tingkat hubungan antara variable-variable
Tabel 3.1
Nilai Koefisien Korelasi (Ronald E Walpole, 1993)
Interval Koefisien Tingkst Hubungan
(-0.8) – (-1.0) Sangat kuat
(-0.6) – (-0.799) Kuat
(-0.4) – (-0.599) Sedang
(-0.2) – (-0.399) Rendah
(-0.01) – (-0.199) Sangat rendah
0 Tidak ada hubungan
0.01 – 0.199 Sangat Rendah
0.2 – 0.399 Rendah
0.4 – 0.599 Sedang
0.6 – 0.799 Kuat
0.8 – 1.0 Sangat kuat
Sumber: Pengantar Statistika Edisi 3 by Ronald E Walpole
variable yang dilakukan analisis dengan model regresi yang digunakan. Salah satu
menggunakan regresi linear didapatkan nilai R2 sebesar 0.6, namun jika kedua
maka kedua variable tersebut lebih cocok diregresikan menggunakan regresi power
karena memiliki tingkat kepercayaan yang lebih tinggi. Dampak dari tingkat
kepercayaan yang semakin tinggi adalah data yang akan diujikan melalui
memiliki korelasi positif dan hubungan yang kuat dengan variable Y, dan R2 = 0.36
atau 36% diantara keragaman total nilai-nilai Y dapat dijelaskan oleh hubungan