Anda di halaman 1dari 124

MODUL

PRAKTIKUM PENGEBORAN DAN PELEDAKAN

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
SIWIJAYA 2019
2

BAB I
PENGEBORAN

Tujuan
1. Dapat menjelaskan tentang definisi dan jenis pola pemboran
2. Dapat memahami faktor yang mempengaruhi kinerja mesin bor
3. Dapat menghitung produktivitas alat bor

1.1. Pengertian Pemboran

2
Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya
3

1.2. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Mesin Bor

1.2.1. Sifat Batuan

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


4

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


5

1.2.2. Drilabilitas Batuan

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


6

1.2.3. Umur dan Kondisi Alat Bor

 Ketersediaan Mekanik

 Ketersediaan Fisik

 Penggunaan Efektif

 Pemakaian Ketersediaan

1.2.4. Geometri Pemboran

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


7

1.3. Pola pemboran


Pola pemboran sesuai terhadap pola peledakan lubang ledak. Apabila pola
peledakan tidak tepat atau seluruh lubang diledakkan sekaligus, maka akan terjadi
sebaliknya yang merugikan, yaitu peledakan yang mengganggu lingkungan dan
hasilnya tidak efektif dan tidak efisien.

1. Paralel (4 baris, 9 kolom) tampak atas
S

S=B

Gambar 1.1. Paralle square drill pattern

S = 2B

Gambar 1.2. Parallel rectangular drill pattern

S=B

Gambar 1.3. Steggered square drill pattern

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


8

S = 2,25 B

Gambar 1.4. Steggered rectangular drill pattern

1.4. Alat Pemboran

Gambar 1.5. wing bit

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


9

Gambar 1.6. roller cone

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


10

BAB II
PERLENGKAPAN PELEDAKAN 1

Tujuan
1. Mengetahui jenis bahan peledak dalam kegiatan peledakan pada bidang
usaha pertambangan
2. Mengetahui definisi, tipe dan jenis detonator yang digunakan pada kegiatan
peledakan pada bidang usaha pertambangan
3. Mengetahui standar Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) pada bidang usaha
pertambangan

2.1. Bahan Peledak


Bahan peledak yang dimaksudkan adalah bahan peledak kimia yang
didefinisikan sebagai suatu bahan kimia senyawa tunggal atau campuran
berbentuk padat, cair, atau campurannya yang apabila diberi aksi panas, benturan,
gesekan atau ledakan awal akan mengalami suatu reaksi kimia eksotermis sangat
cepat dan hasil reaksinya sebagian atau seluruhnya berbentuk gas disertai panas
dan tekanan sangat tinggi yang secara kimia lebih stabil. Panas dari gas yang
dihasilkan reaksi peledakan tersebut sekitar 4000°C. Adapun tekanannya, menurut
Langerfors dan Kihlstrom (1978), bisa mencapai lebih dari 100.000atm setara
dengan 101.500 kg/cm² atau 9.850 MPa (≈10.000 MPa). Sedangkan energi
persatuan waktu yang ditimbulkan sekitar 25.000 MW atau 5.950.000 kcal/s. Perlu
dipahami bahwa energi yang sedemikian besar itu bukan merefleksikan jumlah
energi yang memang tersimpan di dalam bahan peledak begitu besar, namun
kondisi ini terjadi akibat reaksi peledakan yang sangat cepat, yaitu berkisar antara
2500-7500 meter per second (m/s). Oleh sebab itu kekuatan energi tersebut hanya
terjadi beberapa detik saja yang lambat laun berkurang seiring dengan
perkembangan keruntuhan batuan.

2.2. Pengertian Umum dan Jenis Detonator

10
Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya
11

Detonator adalah alat pemicu awal yang menimbulkan inisiasi dalam bentuk
letupan (ledakan kecil) sebagai bentuk aksi yang memberikan efek kejut terhadap
bahan peledak peka detonator atau primer. Detonator disebut dengan blasting
capsule atau blasting cap. Adapun pengelompokkan jenis detonator didasarkan
atas sumber energi pemicunya, yaitu api, listrik, dan benturan (impact) yang
mampu memberikan energi panas didalam detonator, sehingga detonator meletup
dan rusak. Spesifikasi fisik dari detonator secara umum sebagai berikut:
 Bentuk : tabung silinder

 Diameter : 6 – 8 mm

 Tinggi : 50 – 90 mm

 Bahan selubung luar : terbuat dari alumunium, tembaga

 Jenis detonator biasa : salah satu ujung tabung terbuka

 Jenis detonator listrik : pada salah satu ujung tabung terdapat dua kawat

 Jenis detonator nonel : pada salah satu ujung tabung terdapat sumbu non-
electric (nonel) terbuat dari plastik.

 Muatan detonator : semua jenis detonator berisi bahan peledak kuat (high
explosive) dengan jumlah tertentu yang menentukan kekuatannya dan bahan
penimbul panas.

Seperti telah diuaraikan di atas bahwa setiap tabung detonator bermuatan


bahan peledak kuat. Terdapat dua jenis muatan bahan peledak di dalam detonator
yang masing-masing fungsinya berbeda, yaitu :
1) Isian utama (primary charge) berupa bahan peledak kuat yang peka
(sensitif). Fungsinya adalah menerima efek panas dengan sangat cepat dan
meledak menimbulkan gelombang kejut.
2) Isian dasar (base charge) disebut juga isian sekunder adalah bahan peledak
kuat dengan VoD tinggi. Fungsinya adalah menerima gelombang kejut dan
meledak dengan kekuatan besarnya tergantung pada berat isian dasar
tersebut.

Kekuatan ledak (strength) detonator ditentukan oleh jumlah isian dasarnya


dan diidentifikasi sebagai berikut (dari ICI Explosive):

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


12

 detonator No. 6 = 0,22 gr PETN (Penta Erythritol Tetra Nitrate)



 detonator No. 8 = 0,45 gr PETN

 detonator No. 8*= 0,80 gr PETN

Jadi daya ledak detonator No. 8 lebih kuat dibanding detonator No. 6.
Kadang-kadang diproduksi juga detonator No. 4, yang berarti kandungan PETN
lebih kecil dari 0,22 gr, untuk keperluan tertentu.
Disamping pengelompokkan detonator berdasarkan energi pemicunya,
detonator pun dikelompokkan berdasarkan waktu meledaknya, yaitu:
 Instantaneous detonator adalah detonator yang meledak langsung setelah
sumber energi menginisiasi isian primer dan sekunder; dan

 delay detonator adalah detonator yang dapat menunda sumber energi beberapa
saat, yaitu antara puluhan millisekon sampai sekon atau detik, untuk
meledakkan isian primer dan sekunder.

2.2.1. Detonator biasa (plain detonator)


Detonator biasa merupakan detonator yang pertama kali dipergunakan untuk
keperluan peledakan, baik industri maupun militer. Ukuran tabung detonator biasa
adalah diameter 6,40 mm dan panjang 42 mm dengan bagian-bagian sebagai
berikut (lihat Gambar 2.1):
1) Ramuan pembakar (ignition mixture) terbuat dari bahan yang mudah
terbakar dan berfungsi untuk meneruskan api dari sumbu bakar.
2) Isian utama berupa bahan peledak kuat dengan kepekaan tinggi, biasanya
ASA, yaitu campuran lead azide atau lead stypnate dan aluminium,
sehingga seketika setelah menerima panas dari ramuan pembakar, maka
isian utama ini akan meledak dan menimbulkan gelombang kejut.

3) Isian dasar berupa bahan peledak kuat dengan VoD tinggi yang akan
terinisiasi oleh gelombang kejut isian primer. Karena isian dasar ini
mempunyai VoD tinggi, akan mampu meledakkan bahan peledak peka
detonator sebagai primer. Kandungan isian dasar bisa PETN atau TNT (Tri
Nitro Toluene).

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


13

4) Tabung silinder terbuat dari bahan tembaga atau aluminium yang mudah
rusak apabila terkena ledakan.
5) Ruang kosong separuh lebih ketinggian detonator disediakan untuk
menyisipkan sumbur bakar atau sumbu api atau safety fuse, karena umum-
nya jenis detonator biasa ini selalu dikombinasikan dengan sumbu api.

tabung silinder isian dasar


(shell) (base charge)

ramuan pembakar
isian utama
(Ignition mixture)
(primer charge)
ruang kosong disediakan untuk
sumbu bakar (safety fuse)

Gambar 2.1. Sketsa penampang detonator biasa

Detonator biasa selalu dipakai atau dikombinasi dengan sumbu api atau
sumbu bakar atau safety fuse apabila akan digunakan untuk meledakkan bahan
galian. Apabila peledakan dengan detonator listrik tidak memungkinkan, maka
akan aman mengunakan detonator biasa.
Beberapa hal yang wajib diperhatikan di dalam menangani detonator biasa
agar terjamin keselamatan kerjanya adalah:
1) Detonator tidak boleh diperlakukan kasar, misalnya dilempar atau dipukul-
pukul
2) Periksa apakah ada benda masuk ke dalam atau menyumbat detonator
3) Isian detonator tidak boleh dikorek-korek atau dipadatkan
4) Detonator dilarang dipanaskan, senantiasa ada dalam kotaknya dan hanya
diambil pada saat akan disambung dengan sumbu api
5) Hindarkan detonator agar tidak kemasukan air

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


14

Gambar 2.2. Kemasan detonator biasa (ICI Explosives, 1988)

Saat ini penggunaan detonator biasa untuk kegiatan peledakan utama pada
penambangan terbuka dan bawah tanah sudah berkurang karena tersaingi
keunggulannya oleh detonator listrik dan nonel. Sampai tahun 1960-an peledakan
bahan galian menggunakan detonator biasa masih intensif, baik pada tambang
terbuka maupun bawah tanah, dengan menerima segala kelemahannya.
2.2.2. Detonator listrik (electric detonator)
Kandungan isian pada detonator listrik sama dengan pada detonator biasa
yang membedakan keduanya adalah energi panas yang dihasilkan. Pada setiap
detonator listrik akan selalu dilengkapi dengan dua kawat yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dengan detonator tersebut. Nama kawat tersebut adalah leg wire.
Ujung kedua kawat di dalam detonator listrik dihubungkan dengan kawat halus
(bridge wire) yang akan memijar setelah ada hantaran listrik. Pada Gambar 2 . 3
terlihat bahwa kawat halus diselubungi oleh ramuan pembakar yang secara
keseluruhan disebut fusehead. Apabila pijar dari kawat halus terbentuk, maka
ramuan pembakar langsung terbakar dan timbul energi panas dalam ruang
detonator. Mekanisme peledakan selanjutnya sama seperti pada detonator biasa.

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


15

plastik selubung plastik selubung


kabel kabel

penyumbat
penyumbat

fusehead : fusehead
- kawat halus yang elemen waktu
memijar tunda
- ramuan pembakar

tabung silinder tabung silinder


isian utama isian utama

isian dasar isian dasar

a. Detonator listrik langsung b. Detonator listrik tunda

Gambar 2.3. Sketsa penampang detonator listrik

Keuntungan pemakaian detonator listrik dibanding detonator biasa adalah:


1) Jumlah lubang yang dapat diledakkan sekaligus relatif lebih banyak
2) Dengan adanya elemen tunda dalam detonator, pola peledakan menjadi lebih
bervariasi dan arah serta fragmentasi peledakan dapat diatur dan diperbaiki
3) Penanganan lebih mudah dan praktis

Sedangkan kelemahannya terutama dipandang dari sudut keselamatan kerja


peledakan sebagai berikut:
1) Tidak boleh digunakan pada cuaca mendung apalagi disertai kilat, karena
kilatan dapat mengaktifasi aliran listrik, sehingga terjadi peledakan
premature.
2) Pengaruh gelombang radio, televisi, dan “arus liar” atau stray currents dan
listrik statis (static electricity) dari dalam bumi serta arus listrik lainnya
dapat pula mengaktifasi aliran listrik pada detonator
3) Membutuhkan peralatan peledakan khusus listrik, yaitu sumber arus listrik,

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


16

alat penguji tahanan, dan peralatan listrik lainnya yang tentunya ada biaya
yang harus dikeluarkan.

Panjang legwire bervariasi, sehingga dapat disesuaikan dengan kedalaman


lubang ledak. Hindari adanya sambungan kawat di dalam lubang ledak. Kalaupun
terpaksa sambungan harus dibuat di dalam lubang ledak, yaitu legwire disambung
connecting wire, maka sambungan harus diisolasi dengan benar agar air dalam
lubang ledak tidak meresap ke dalam kawat tersebut. Apabila hal tersebut terjadi
akan menimbulkan arus pendek yang hasilnya adalah ledakan prematur atau gagal
ledak.
Tahanan listrik setiap detonator bervariasi sesuai dengan panjang legwire,
tetapi biasanya :
sekitar 1,5 ohm untuk panjang legwire 1,8 m, dan
sekitar 2,0 ohm untuk panjang legwire 3,6 m.
Kekuatan arus minimal yang harus dihantarkan untuk meledakkan detonator
antara 1 – 1,5 ampere, sehingga apabila terdapat arus liar yang kekuatannya
kurang dari batasan arus tersebut diyakinkan detonator tidak meledak.

Ditinjau dari tenggang waktu peledakan setelah arus menimbulkan pijar


maksimum, maka detonator listrik dikelompokkan pada detonator langsung
(instantaneous detonator) dan detonator tunda (delay detonator).
1. Detonator listrik langsung
Gambar 2.4 adalah detonator listrik langsung buatan ICI Explosives dan
Gambar 2 . 3.a memperlihatkan bagian dalam dari detonator tersebut. Dari
Gambar 2.3.a terlihat mekanisme peledakan detonator setelah terjadi kontak
listrik dari sumber listrik. Seketika setelah pijar terbentuk, maka energi panas
akan membakar ramuan pembakar, sehingga fusehead menjadi merah membara
dan memanasi ruang detonator yang tersisa. Energi panas dari ruang tersebut
menjadi pemicu meledaknya isian utama, kemudian isian dasar dan secara
keseluruhan detonator meledak. Urutan proses tersebut di atas berlangsung
sangat cepat seolah-olah tidak ada jeda waktu antara dari kawat halus berpijar
sampai isian dasar atau detonator meledak. Detonator listrik

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


17

langsung ini umumnya dipakai untuk pola peledakan yang hanya satu baris dan
jumlah primer di dalam kolom luang ledak hanya ada satu primer saja.

Gambar 2.4. Detonator listrik langsung (ICI Explosive 1988)

2. Detonator listrik tunda


Gambar 2.5 memperlihatkan detonator listrik tunda buatan “Ireco” salah
satu anggota Dyno Explosives Group. Mekanisme pembentukan energi panas
mulai dari memijarkan kawat halus sampai ramuan pembakar terbakar dan
fusehead membara adalah sama dengan pada detonator langsung. Selanjutnya
energi panas di dalam ruang detonator yang tersisa tidak langsung memicu
peledakan isian utama, tetapi energi panas tersebut dirambat- kan beberapa saat
melalui media elemen tunda (delay element) sampai akhirnya menyentuh isian
utama. Selanjutnya proses peledakan detonator sama seperti pada detonator listrik
langsung. Sebagai elemen tunda bisa berbentuk media logam penghantar panas
yang waktunya sudah terukur atau berbentuk serbuk kimiawi yang juga
penghantar panas dan sudah diukur lama kecepatan rambatnya. Panjang-pendek
elemen tunda menentukan harga waktu tundanya dan sekaligus memberi
kenampakan fisik detonator secara menyeluruh, yaitu ada detonator yang lebih
panjang atau lebih pendek dari lainnya.
Terdapat tiga macam waktu tunda dalam detonator listrik, yaitu halfsecond,
quartersecond dan millisecond. Tabel 1 adalah contoh interval waktu tersebut dan
interval waktu terkecil dalam peledakan adalah 25 ms, sehingga selang waktu

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


18

menjadi 25, 50, 75, 100, 125 ms, dan seterusnya.

Setiap produsen memberikan ciri khusus untuk membedakan masing-


masing sistem waktu tundanya, misalnya dengan warna, nama seri, atau nama
khusus. Demikian juga dengan interval harga waktu tunda dari tiap sistem
tersebut, biasanya hanya dibedakan menggunakan warna label penunjuk waktu
tunda (delay tag color) dan pemberian strip atau garis dengan warna berbeda pada
detonatornya. Halfsecond dan quartersecond diistilahkan juga sebagai Long
Period atau (LP) sedangkan millisecond sebagai MS.

Tabel 1. Interval waktu tunda pada detonator

Halfsecond Quartersecond Millisecond (ms)

½ sekon = 500 ms ¼ sekon = 250 ms 1000 sekon = 1


1 sekon = 1000 ms ½ sekon = 500 ms 25 sekon = 25 ms

1½ sekon = 1500 ms ¾ sekon = 750 ms 50 sekon = 50 ms

2 sekon = 2000 ms 1sekon = 1000 ms 100 sekon = 100 ms

dan seterusnya dan seterusnya dan seterusnya

Umumnya harga waktu tunda nominal tidak disebutkan, tapi yang

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


19

ditunjukkan pada delay tag hanya nomor, misalnya nomor 0, 1, 2, 3, dan


seterusnya. Untuk menterjemahkan nomor tersebut lihat dahulu sistem waktu
tunda yang terdapat pada detonator atau kotak detonator. Apabila sistem waktu
tundanya ms, maka nomor 0 artinya langsung (instantaneous), nomor 1 = 25 ms,
nomor 2 = 50 ms, dan seterusnya. Kadang-kadang tidak tepat benar kelipatannya,
misalnya nomor 10 seharusnya sama dengan 250 ms, tetapi ada produsen
menulisnya 300 ms. Hal tersebut jangan menjadi masalah karena nilai yang
tertulis merupakan hasil uji mereka sebelum didistribusikan ke pengguna akhir.
Tabel 2 dan 3 memperlihatkan contoh waktu tunda dan nilai nominalnya.

Tabel 2. Nomor waktu tunda dan nilai nominal waktu tunda


untuk tambang batubara (Du Pont, 1980)
No. Nominal Delay Leg wire
Delay Delay Time Tag Band Color Insulation
(ms) Color Colors
1 25 Black White
2 100 Pink Pink
3 175 Blue Light Blue
4 250 Orange Orange
5 325 Green Medium Green
6 400 Gold Gold
7 500 Red Red
8 600 Light Green Light Green
9 700 White White Pink and White
10 800 White White Pink and White
11 900 White White Pink and White
12 1000 White White Pink and White

Tabel 3. Nomor waktu tunda dan nilai nominal waktu tunda

ICI Explosives Du Pont ms Delay Series


(1989) (1980)
"L" Series Carrick Half Nominal
No. Short Delays Second Delay Delay Tag
Delay Delays (ms) Delays Time (ms) Color
(ms) (ms)
0 5 5 0 0 --
1 30 30 500 25 Black
2 55 55 1000 50 Red

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


20

3 80 80 1500 75 Blue
4 105 135 2000 100 Lilac
5 130 165 2500 125 Green
6 155 195 3000 150 Orange
7 180 230 3500 175 White
8 205 265 4000 200 Olive
9 230 300 4500 250 Brown
10 255 410 5000 300 Buff
11 280 480 5500 350 White
12 305 560 400 White
13 335 650 450 White
14 365 500 White
15 395 600 White
16 425 700 White
17 455 800 White
18 485 900 White
19 515 1000 White
20 545
21 575
22 605
23 635
24 665
25 695
26 725
27 755
28 785
29 815
30 845

Detonator listrik seismik: Mempunyai spesifikasi detonator nomor 8


bintang (8*) yang kekuatannya hampir dua kali nomor 8. Tabung detonator
terbuat dari aluminium dan fusehead terbentuk dari zat kimia styphnate
sebagai ramuan pembakar. Tanda yang penting dari detonator seismik adalah
bahwa jeda waktu antara saat mulai listrik dikontak dengan peledakan
detonator dibuat sependek mungkin. Caranya adalah dengan menggunakan alat
pemicu ledak (exploder shot atau blasting machine) berkapasitas atau voltage
tinggi. Untuk melindungi adanya “arus liar” dan listrik statis ujung kedua
kawat utama (leadwires) harus dihubungkan dan diisolasi. Kawat utama dibuat
ekstra kuat terhadap tarikan, yaitu dari bahan pembuat PVC. Untuk jarak
yang pendek, yaitu kurang dari 20 m, kemasannya digulung; sedangkan

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


21

untuk jarak yang jauh sekitar 20 m lebih menggunakan rol (lihat Gambar 2.6).
Detonator listrik bawah air: Disebut juga submarine detonator dengan
spesifikasi mirip dengan detonator seismik. Diameter kawatnya lebih besar dari
pada detonator seismic. Ujung atas detonator di press ganda oleh alat crimper
(double circular crimp), sehingga tahan berada dalam air sedalam 90 m selama 2
minggu.

Gambar 2.6. Detonator listrik seismik dan bawah air (ICI Explosives, 1988)

2.2.3. Detonator nonel


Detonator nonel (non-electric) dirancang untuk mengatasi kelemahan yang
ada pada detonator listrik, yaitu dipengaruhi oleh arus listrik liar, statis, dan kilat
serta air. Akhirnya diketemukan suatu proses transmisi signal energi rendah
gelombang kejut menuju detonator tanpa mempengaruhi bahan peledak yang
digunakan. Transmisi signal terjadi di dalam suatu sumbu (tube) berdiameter 2 –
3 mm terbuat dari semacam lapisan plastik yang pada bagian dalamnya dilapisi
dengan material reaktif yang sangat tipis. Ketika inisiasi dilakukan, signal energi
rendah tersebut bergerak disepanjang sumbu yang kecepatan propagasinya enam
kali kecepatan suara (2000 m/s). Fenomena gelombang kejut tersebut, yang sama
dengan ledakan debu pada tambang batubara bawah tanah, merupakan rambatan
gelombang kesegala arah, saling membentur dan menikung di bagian dalam
sumbu. Bagian luar sumbu tidak rusak oleh gerakan gelombang kejut yang tidak
beraturan tadi karena jumlah reaktif material didalamnya hanya sedikit (satu
lapis).

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


22

a. Cara menginisiasi sumbu nonel


Satu ruas “sumbu nonel” (nonel tube) disebut juga “sumbu signal”
terinisiasi secara langsung (instantaneous), kecuali sudah dipasang
detonator tunda oleh pabrik pembuatnya. Terdapat beberapa cara yang
dapat dilakukan untuk menginisiasi atau menyulut sumbu nonel, yaitu:

i. menggunakan satu detonator, baik detonator biasa atau listrik,


ii. menggunakan sumbu ledak (detonating cord), atau
iii. menggunakan starter non-electric yang dinamakan shotgun atau
shotfirer.
b. Komponen utama satu set detonator nonel
Detonator nonel diterima konsumen sudah dengan sumbu signalnya
yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Komponen utama
satu set detonator nonel adalah sebagai berikut:
i. Sumbu nonel, berfungsi sebagai saluran signal energi menuju
detonator tunda. Sumbu ini mempunyai panjang yang berbeda,
sehingga pemilihannya harus disesuaikan dengan kedalaman
lubang ledak. Pada bagian ujung sumbu dipres atau ditutup yang
disebut dengan ultrasonic seal. Jangan coba- coba memotong
ultrasonic seal ini karena uap air akan masuk kedalam sumbu dan
dapat menyebabkan gagal ledak. Sumbu nonel terdiri dari tiga
lapisan, yaitu lapisan luar, lapisan tengah, dan lapisan dalam yang
masing- masing berfungsi sebagai berikut (lihat Gambar 2.7):

1. Lapisan luar: untuk ketahanan terhadap goresan dan


perlindungan terhadap ultra violet
2. Lapisan tengah: untuk daya regang dan ketahanan terhadap
zat kimia
3. Lapisan dalam: menahan bahan kimia reaktif, yaitu
jenis HMX atau octahydrotetranitrotetrazine dan
aluminium, pada tempatnya. HMX ber-suhu stabil
dan memiliki densitas serta kecepatan detonasi

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


23

yang tinggi.

Lapisan

luar

Lapisan

tengah

Lapisan dalam

Gambar 2.7. Bagian-bagian sumbu nonel (Dyno Nobel)

Secara keseluruhan sumbu nonel terbuat dari plastik


dengan kualitas terseleksi, sehingga:
4. tidak sensitif terhadap energi listrik dan transmisi radio,
5. tidak terinisiasi oleh api, pukulan atau gesekan,
6. gelombang kejut dengan gas yang panas diperlukan untuk
inisiasi,
7. sumbu dapat saling menyilang tanpa menginisiasi
atau merusak sumbu lainnya
ii. Detonator nonel, yang berkekuatan nomor 8. Komponen
utama dalam detonator nonel sama dengan detonator listrik
yang membedakannya hanya pada mekanisme pembentukan
energi panasnya (lihat Gambar 7).
iii. Label tunda, yaitu label dengan warna tertentu yang
menandakan tipe priode tunda halfsecond, quartersecond,
atau millisecond dan waktu nominal ledaknya (lihat Gambar
2.8).
iv. “J” hook, adalah alat untuk menyisipkan detonating cord.
Fasilitas ini tidak selalu ada atau modelnya yang berbeda

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


24

tabung alumunium elemen transisi


penyumbat anti-statis
pelapis baja sumbu nonel

elemen tunda
isian utama plug penutup
isian dasar
tidak tembus air

Gambar 2.8. Bagian dalam detonator nonel

sumbu nonel
label tunda

“J” hook

Gambar 2.9. “J” hook dan label tunda pada detonator nonel (ICI Explosives, 1988)

c. Waktu tunda detonator nonel


Penentuan waktu tunda detonator nonel lebih bervariasi
karena pemasangannya dapat dilakukan di dalam lubang ledak dan
di permukaan, yaitu:
i. di dalam lubang ledak disebut in-hole delay atau waktu
tunda dalam lubang, yaitu sekuen waktu meledaknya
bahan peledak dari setiap lubang ledak,
ii. di permukaan disebut trunkline delay atau waktu tunda
permukaan, yaitu sekuen waktu tunda antar lubang di
permukaan.
Oleh sebab itu, produsen bahan peledak membuat

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


25

detonator nonel yang khusus untuk dipermukaan maupun di dalam


lubang ledak. Bentuk detonator nonel di dalam lubang ledak tidak
dilengkapi dengan slot penjepit, sementara untuk yang
dipermukaan dilengkapi dengan slot penjepit yang berfungsi untuk
menyambung antar sumbu nonel atau dengan sumbu ledak, lihat
Gambar 2 . 10 dan 2 . 11.
Waktu tunda detonator di permukaan lebih kecil dibanding
detonator di dalam lubang ledak, artinya detonator dipermukaan
harus meledak terlebih dahulu untuk mengirim signal ke detonator
di dalam lubang. Contoh waktu tunda detonator nonel terlihat
pada Tabel 4.

Gambar 2.10. Detonator nonel dalam lubang ledak atau in-hole delay (a.
Dyno Nobel, 2002; b. ICI Explosives, 1988)

Gambar 2. 11. Detonator nonel di permukaan atau trunkline delay


(ICI Explosives, 1988)

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


26

Tabel 4. Waktu tunda detonator nonel


Dyno Nobel ICI Explosives

Periode Waktu tunda Waktu tunda

tunda MS LP 1) MS LP
0 -- 25 0 0
1 25 500 25 200
2 50 800 50 400
3 75 1100 75 600
4 100 1400 100 1000
5 125 1700 125 1200
6 150 2000 150 1400
7 175 2300 175 1800
8 200 2700 200 2000
9 225 3100 250 2400
10 250 3500 300 3000
11 275 3900 350 3800
12 300 4400 400 4600
13 325 4900 450 5500
14 350 5400 500 6400
15 375 5900 600 7400
16 400 6500 8500
17 425 7200 9600
18 450 8000
19 475
20 500
21 550
22 600
23 650
24 700
25 750
26 800
27 900
28 1000

d. Lead-in line atau extendaline


Adalah alat penyambung yang dirancang untuk menghubungkan
rangkaian sistem peledakan nonel dengan alat pemicu ledak. ICI-
Explosives menamakannya Primadet Lead-in Line, sedangkan Nitro Nobel
menyebutnya Extendaline atau bisa dinamakan “sumbu nonel utama”.
Bentuk lead-in line sama dengan sumbu nonel dan berfungsi sebagai
penginisiasi utama rangkaian peledakan. Salah satu ujung lead-in line
dihubungkan ke pemicu ledak nonel (shotgun), sedangkan ujung lainnya
dilengkapi dengan detonator nonel instantaneous yang

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


27

terletak didalam blok plastik. Penyambung ini dilarang digunakan untuk


menyambung antar lubang (trunkline) atau sebagai sumbu di dalam lubang
(downline). In Spesifikasi umum lead-in line atau extendaline sebagai
berikut:
Sumbu : sumbu nonel standar untuk permukaan
Diameter sumbu : 3 mm (eksternal)
Panjang sumbu : 100 m – 3000 m (dikemas dalam rol)
Kecepatan detonasi : 2100 ± 300 m/s

a. Extendaline 3000 m (Dyno Nobel) b. Primadet lead-in line60 m (ICI Explosives)


Gambar 2.12. Lead-in line /extendaline

2.3. Keselamatan kerja


Untuk memperoleh hasil pekerjaan peledakan yang optimal, maka aspek
keselamatan kerja harus mendapat perhatian tersendiri. Keselamatan kerja
merupakan salah satu aspek yang harus dipertimbangkan dalam melakukan suatu
pekerjaan disamping dua aspek lain, yaitu pemenuhan target produksi dan
pengurangan dampak negatif peledakan terhadap lingkungan. Ketiga aspek
tersebut tidak dapat berdiri sendiri-sendiri, tetapi merupakan suatu kesatuan yang
saling terkait dan masing-masing memiliki peran yang strategis serta tidak dapat
terlepas satu dengan lainnya.

2.3.1. Pengertian dan tujuan keselamatan kerja


Pengertian umum dari keselamatan kerja adalah suatu usaha untuk

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


28

melaksanakan pekerjaan tanpa mengakibatkan kecelakaan. Dengan demikian


setiap personil di dalam suatu lingkungan kerja harus membuat suasana kerja atau
lingkungan kerja yang aman dan bebas dari segala macam bahaya untuk mencapai
hasil kerja yang menguntungkan. Tujuan dari keselamatan kerja adalah untuk
mengadakan pencegahan agar setiap personil atau karyawan tidak mendapatkan
kecelakaan dan alat-alat produksi tidak mengalami kerusakan ketika sedang
melaksanakan pekerjaan.

2.3.2. Prinsip keselamatan kerja


Prinsip keselamatan kerja bahwa setiap pekerjaan dapat dilaksanakan
dengan aman dan selamat. Suatu kecelakaan terjadi karena ada penyebabnya,
antara lain manusia, peralatan, atau kedua-duanya. Penyebab kecelakaan ini
harus dicegah untuk menghindari terjadinya kecelakaan. Hal-hal yang perlu
diketahui agar pekerjaan dapat dilakukan dengan aman, antara lain:
1) mengenal dan memahami pekerjaan yang akan dilakukan,
2) mengetahui bahaya-bahaya yang bisa timbul dari pekerjaan yang
akan dilakukan
Dengan mengetahui kedua hal tersebut di atas akan tercipta lingkungan
kerja yang aman dan tidak akan terjadi kecelakaan, baik manusianya maupun
peralatannya.

2.3.3. Pentingnya keselamatan kerja


Keselamatan kerja sangat penting diperhatikan dan dilaksanakan antara lain
untuk:
1) Menyelamatkan karyawan dari penderitaan sakit atau cacat, kehilangan
waktu, dan kehilangan pemasukan uang.
2) Menyelamatkan keluarga dari kesedihan atau kesusahan, kehilangan
penerimaan uang, dan masa depan yang tidak menentu.
3) Menyelamatkan perusahaan dari kehilangan tenaga kerja, pengeluaran
biaya akibat kecelakaan, melatih kembali atau mengganti karyawan,
kehilangan waktu akibat kegiatan kerja terhenti, dan menurunnya produksi.

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


29

2.3.4. Pembinaan keselamatan kerja


Untuk mencegah terjadinya kecelakaan perlu dilakukan pembinaan
keselamatan kerja terhadap karyawan agar dapat meniadakan keadaan yang
berbahaya di tempat kerja. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan
untuk membina keselamatan kerja para karyawannya, baik yang bersifat di dalam
ruangan (in-door safety development) atau praktik di lapangan (out-door safety
development). Setiap perusahaan harus memiliki safety officer sebagai
personil atau bagian yang bertanggung jawab terhadap pembinaan keselamatan
kerja karyawan maupun tamu perusahaan. Usaha-usaha yang dapat dilakukan
dalam rangka pembinaan keselamatan kerja antara lain:
1) Penyuluhan singkat atau safety talk
1.a. Motivasi singkat tentang keselamatan kerja yang umumnya dilakukan
setiap mulai kerja atau pada hari-hari tertentu selama 10 menit sebelum
bekerja dimulai.
1.b. Pemasangan poster keselamatan kerja
1.c. Pemutaran film atau slide tentang keselamatan kerja
2) Safety committee
2.a. Mengusahakan terciptanya suasana kerja yang aman.
2.b. Menanamkan rasa kesadaran atau disiplin yang sangat tinggi tentang
pentingnya keselamatan kerja
2.c. Pemberian informasi tentang teknik-teknik keselamatan kerja serta
peralatan keselamatan kerja.
3) Pendidikan dan pelatihan
3.a. Melaksanakan kursus keselamatan kerja baik dengan cara mengirimkan
karyawan ke tempat-tempat diklat keselamatan kerja atau mengundang
para akhli keselamatan kerja dari luar perusahaan untuk memberikan
pelatihan di dalam perusahaan.
3.b. Pelaksanaan nomor 1.a. dapat di dalam negeri atau pun di luar negeri.
3.c. Latihan penggunaan peralatan keselamatan kerja
4) Alat-alat keselamatan kerja harus disediakan oleh perusahaan. Alat tersebut
berupa alat proteksi diri yang diperlukan sesuai dengan kondisi

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


30

kerja.

2.4. Kecelakaan
Kecelakaan adalah suatu keadaan atau kejadian yang tidak direncanakan,
tidak diingini, dan tidak diduga sebelumnya. Kecelakaan dapat terjadi sewaktu-
waktu dan mempunyai sifat merugikan terhadap manusia
(cedera) maupun peralatan atau mesin (kerusakan). Gambar 1.1 memperlihatkan
skema dampak negatif kecelakaan terhadap manusia, peralatan, dan produksi,
yang akhirnya dapat menyebabkan kegiatan (penambangan) terhenti secara
menyeluruh.

 Tidak
 Tindakan tidak
direncanakan
aman
 Tidak diduga

Berakiba

» Cedera / penderitaan «
» Kerusakan alat / mesin «
» Produksi terganggu «

Berakhi
r

» KEGIATAN TERHENTI «

Gambar 2.13.Dampak kecelakaan terhadap kegiatan produksi

2.4.1.Kecelakaan tambang
Dalam lingkungan Pertambangan Umum yang dimaksud dengan

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


31

“kecelakaan tambang” harus memenuhi lima kategori, yaitu:


1) Kecelakaan benar terjadi; artinya tidak ada unsur kesengajaan dari pihak
lain atau pun dari korban itu sendiri.
2) Menimpa karyawan; artinya yang mengalami kecelakaan itu adalah
benar- benar karyawan yang bekerja pada perusahaan tambang tersebut.
3) Ada hubungan kerja; artinya bahwa pekerjaan yang dilakukan benar-benar
untuk usaha pertambangan dari perusahaan yang bersangkutan.
4) Waktu jam kerja; artinya kecelakaan tersebut terjadi dalam waktu antara
mulai bekerja sampai akhir kerja.
5) Di dalam wilayah Kuasa Pertambangan (KP), Surat Ijin Penambangan
Daerah (SIPD) atau Konsesi; artinya kecelakaan terjadi masih di dalam
wilayah yang dimaksud.

2.4.2. Klasifikasi sifat luka akibat kecelakaan kerja


Klasifikasi sifat luka akibat kecelakaan kerja dapat dibedakan dalam
beberapa golongan atau kelas. Berbagai negara akan memberikan klasifikasi sifat
luka yang berbeda, walaupun terdapat sedikit persamaan. Berikut ini diberikan
klasifikasi sifat luka di Indonesia dan beberapa negara lain.
1) Indonesia
1.a. Luka ringan:
Apabila korban lebih dari 24 jam dan kurang dari 3 minggu telah
dapat bekerja kembali.
1.b. Luka berat:
Apabila korban lebih dari 3 minggu baru dapat bekerja kembali
1.c. Mati:
Apabila korban dalam waktu tidak lebih dari 24 jam setelah
kecelakaan
2) Jerman Barat
2.a. Luka ringan:
Yang menyebabkan korban tidak dapat bekerja lebih dari 4 hari
dan kurang dari 4 minggu.
2.b. Luka setengah berat:

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


32

Yang menyebabkan korban tidak dapat bekerja lebih dari 4


minggu dan kurang dari 8 minggu.
2.c. Luka berat:
Yang menyebabkan korban tidak dapat bekerja lebih dari 8
minggu.
2.d. Mati:
Apabila korban meninggal setelah terjadi kecelakaan.

3) Polandia
3.a. Luka ringan:
Membutuhkan perawatan 4 hari sampai 4 minggu.
3.b. Luka berat:
Membutuhkan perawatan antara 4 minggu sampai 13 minggu
3.c. Luka sangat berat:
Membutuhkan perawatan lebih dari 13 minggu.
3.d. Mati:
Kematian terjadi dalam waktu tidak lebih dari 7 hari setelah
terjadinya kecelakaan.
4) India
4.a. Luka ringan:
Yang menyebabkan korban tidak dapat bekerja lebih dari 48 jam.
4.b. Luka berat:
Yang menyebabkan cacat badan seperti mata, telinga, bagian
badan putus atau tidak dapat bekerja lebih dari 20 hari.

2.4.3. Penyebab kecelakaan


Setiap kecelakaan selalu ada penyebabnya yang tidak diketahui atau
direncana- kan sebelumnya. Gambar 1.2 memperlihatkan grafik proporsi
penyebab kecelakaan yang disebabkan oleh tindakan karyawan tidak aman (88%),
kondisi kerja tidak aman (10%), dan diluar kemampuan manusia (2%). Grafik
tersebut diperoleh dari hasil statistik tentang kecelakaan pekerja pada perusahaan
industri secara umum tidak hanya industri pertambangan. Yang

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


33

patut dicermati adalah bahwa manusia ternyata sebagai penyebab terbesar


kecelakaan. Uraian berikut ini akan memberikan penjelasan tentang penyebab
terjadinya kecelakaan.

2%
10%
Tindakan tidak aman

Ko ndisi tidak aman

Diluar kemampuan
manusia

88%

Gambar . Proporsi penyebab kecelakaan

1) Tindakan karyawan yang tidak aman


Dapat ditinjau dari pemberi pekerjaan, yaitu bisa Pengawas, Foreman,
Super-intendent, atau Manager; dan dari karyawannya sendiri.
a. Tanggung jawab pemberi pekerjaan
c:: Instruksi tidak diberikan
c:: Instruksi diberikan tidak lengkap
c:: Alat proteksi diri tidak disediakan
c:: Pengawas kerja yang bertentangan
c:: Tidak dilakukan pemeriksaan yang teliti terhadap mesin,
peralatan, dan pekerjaan
b. Tindakan atau kelakukan karyawan
c:: Tergesa-gesa atau ingin cepat selesai
c:: Alat proteksi diri yang tersedia tidak dipakai
c:: Bekerja sambil bergurau
c:: Tidak mencurahkan perhatian pada pekerjaan
c:: Tidak mengindahkan peraturan dan instruksi
c:: Tidak berpengalaman
c:: Posisi badan yang salah
c:: Cara kerja yang tidak benar

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


34

c:: Memakai alat yang tidak tepat dan aman


c:: Tindakan teman sekerja
c:: Tidak mengerti instruksi disebabkan kesukaran bahasa yang
dipakai pemberi pekerjaan (misalnya Pengawas, Foreman, dan
sebagainya)
2) Kondisi kerja yang tidak aman
Dapat ditinjau dari peralatan atau mesin yang bekerja secara tidak aman
dan keadaan atau situasi kerja tidak nyaman dan aman.
c. Peralatan atau benda-benda yang tidak aman
c:: Mesin atau peralatan tidak dilindungi c::
Peralatan yang sudah rusak
c:: Barang-barang yang rusak dan letaknya tidak teratur
d. Keadaan tidak aman
c:: Lampu penerangan tidak cukup
c:: Ventilasi tidak cukup
c:: Kebersihan tempat kerja
c:: Lantai atau tempat kerja licin
c:: Ruang tempat kerja terbatas
c:: Bagian-bagian mesin berputar tidak dilindungi

3) Diluar kemampuan manusia (Act of God)


Penyebab kecelakaan ini dikategorikan terjadinya karena kehendak Tuhan
atau takdir. Prosentase kejadiannya sangat kecil, maksimal 2%, dan kadang-
kadang tidak masuk akal, sehingga sulit dijelaskan secara ilmiah.

Dari uraian tentang penyebab kecelakaan di atas, maka penyebab


kecelakaan dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu pendorong atau
pembantu terjadinya kecelakaan, dan penyebab langsung kecelakaan.

2.4.4. Kerugian akibat kecelakaan


Kecelakaan akan mendatangkan berbagai kerugian terhadap karaywan,

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


35

keluarga karyawan, dan perusahaan. Di bawah ini adalah jenis-jenis kerugian


yang muncul akibat kecelakaan, yaitu:
1) Terhadap karyawan
1.a. Kesakitan
1.b. Cacat atau cidera
1.c. Waktu dan penghasilan (uang)
2) Terhadap keluarga
2.a. Kesedihan
2.b. Pemasukan penghasilan terhambat atau terputus
2.c. Masa depan suram atau tidak sempurna
3) Terhadap perusahaan
3.a. Kehilangan tenaga kerja
3.b. Mesin atau peralatan rusak
3.c. Biaya perawatan dan pengobatan
3.d. Biaya penggantian dan pelatihan karyawan baru
3.e. Biaya perbaikan kerusakan alat
3.f. Kehilangan waktu atau bekerja terhenti karena menolong
yang kecelakaan
3.g. Gaji / upah dan kompensasi harus dibayarkan

2.4.5. Pemeriksaan kecelakaan


Untuk mencegah agar tidak terulang kecelakaan yang serupa perlu dilakukan
pemeriksaan atau mencari penyebab terjadinya kecelakaan tersebut. Maksud
pemeriksaan suatu kecelakaan antara lain untuk menciptakan:
1) Tindakan pencegahan kecelakaan
1.a. Memperkecil bahaya, mengurangi, atau meniadakan bagian-
bagian yang berbahaya
1.b. Peralatan dan perlengkapan yang perlu diberi pengaman
1.c. Bagian-bagian yang dapat mendatangkan kecelakaan perlu diberi
pengaman, seperti bagian berputar dari suatu mesin, pipa panas, dan
sebagainya.
1.d. Tanda-tanda peringatan pada tempat yang berbahaya, seperti

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


36

peralatan listrik tegangan tinggi, lubang berbahaya, bahan peledak,


lalulintas, tempat penggalian batu, pembuatan terowongan, dan
sebagainya.

2) Dasar pencegahan kecelakaan


2.a. Menciptakan dan memperbaiki kondisi kerja
2.b. Membuat tindakan berdasarkan fakta yang ada

2.4.6. Kontrol bahaya


Untuk meniadakan penyebab suatu kecelakaan atau mencegah timbulnya
kecela- kaan perlu adanya kontrol bahaya terhadap:
1. mesin atau peralatan yang bekerja tidak normal atau tidak stabil,
2. perbuatan manusia yang ceroboh atau tidak hati-hati,
3. metode kerja yang tidak tepat,
4. material yang dipergunakan.

2.5. Anatomi Kecelakaan


Dari uraian tentang “penyebab kecelakaan” adanya pendorong terjadinya
kecelakaan dan sebab langsung dari kecelakaan. Melalui kedua aspek tersebut
kecelakaan bisa terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi
pekerja, keluarga maupun perusahaan. Nampak bahwa kecelakaan terjadi melalui
akumulasi dari kondisi psikis karyawan dan kondisi fisik lingkungan tempat kerja.

2.5.1. Pendorong terjadinya kecelakaan


Hal-hal yang membantu atau mendorong terjadinya kecelakaan antara
lain sebagai berikut:
1) Tuntunan mengenai keselamatan kerja (safety)
Y Tidak cukup instruksi
Y Peraturan dan perencanaan kurang lengkap
Y Bagian-bagian yang berbahaya tidak dilindungi, dsb
2) Mental para karyawan Y Kurang koordinasi Y Kurang tanggap

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


37

Y Cepat marah atau emosional atau bertemperamen tidak baik


Y Mudah gugup atau nervous
Y Mempunyai masalah keluarga, dsb
3) Kondisi fisik karyawan
Y Terlalu letih
Y Kurang istirahat
Y Penglihatan kurang baik
Y Pendengaran kurang baik, dsb.

2.5.2. Sebab langsung terjadinya kecelakaan


Terdapat dua penyebab langsung terjadinya kecelakaan dengan beberapa
rincian sebagai berikut:
1) Tindakan tidak aman
 Tidak memakai alat proteksi diri

 Cara bekerja yang membahayakan

 Bekerja sambil bergurau

 Menggunakan alat yang tidak benar

2) Kondisi tidak aman
 Alat yang digunakan tidak baik atau rusak

 Pengaturan tempat kerja tidak baik dan membahayakan

 Bagian-bagian mesin yang bergerak atau berputar dan dapat
menimbulkan bahaya tidak dilindungi

 Lampu penerangan kurang memadai

 Ventilasi kurang baik atau bahkan tidak ada 

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


38

BAB III
PERLENGKAPAN PELEDAKAN II

Tujuan
Setelah mempelajari materi ini, peserta diharapkan dapat menjelaskan secara rinci
beberapa hal sebagai berikut:
1. tipe dan jenis sumbu pada peledakan
2. tipe dan jenis sambungan pada peledakan

3.1. Sumbu Pada Peledakan


3.1.1. Sumbu api (safety fuse)
Sumbu api adalah alat berupa sumbu yang fungsinya merambatkan api
dengan kecepatan tetap. Perambatan api tersebut dapat menyalakan ramuan
pembakar (ignition mixture) di dalam detonator biasa, sehingga dapat meledakkan
isian primer dan isian dasarnya.
Bagian inti dari sumbu api berupa blackpowder atau gunpowder yang tergolong
bahan peledak lemah (low explosive) dan dibungkus oleh tekstil serta dilapisi
material kedap air, misalnya aspal dan plastik. Fungsi pembungkus adalah untuk:
a. Menjaga blackpowder dari air, minyak, atau zat lain yang dapat mem-
pengaruhi laju pembakarannya,
b. Menjaga sumbu dari kerusakan mekanis agar tetap dapat mempertahankan
fleksibilitasnya,
c. Untuk menjaga energi tidak berubah akibat pengaruh dari luar sumbu
hingga api sampai ke bahan peledak dalam detonator .
Apabila terdapat kerusakan pada pembungkus, lapisan kedap air, dan semua
zat lain yang masuk ke dalam inti, maka kinerja sumbu api jadi rusak.
1) Kecepatan rambatan
Sumbu api terbakar dengan kecepatan rambat yang terkontrol, sehingga
panjang sumbu api yang telah ditentukan ekuivalen dengan interval waktu tertentu
pula. Penting untuk diingat bahwa sumbu terbakar pada bagian intinya, yaitu:
tempat blackpowder berada dan tidak dengan pembungkusnya.

38
Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya
39

Pembungkus mungkin saja terbakar tanpa terlebih dahulu bagian inti terbakar.
Kecepatan rambat sumbu api yang biasa diperdagangkan adalah:
a. Ketentuan di Amerika adalah 130 ±10 detik per meter bila terletak di daerah
permukaan laut.
b. Ketentuan di Eropa 120 ±10 detik per meter pada kondisi yang sama dengan
di atas.
c. Ketentuan di Australia 100 ±10 detik per meter pada kondisi sama dengan
di atas.

Pembuatan sumbu api di ICI Explosive Australia selalu diupayakan


mempunyai kecepatan rambat 60 cm/menit agar sesuai ketentuan pemerintahnya.
Sumbu api harus disimpan di gudang yang sejuk, kering dan mempunyai ventilasi

kelembaban relatif rendah. Sumbu api dipasarkan dalam bentuk gulungan (coil)
untuk yang pendek atau menggunakan rol bila panjang sumbunya mencapai 250
m atau lebih (lihat Gambar 13).
ICI Explosive memproduksi sumbu api dengan beberapa spesifikasi yang
berbeda disesuaikan dengan kecocokan lokasinya sebagai berikut:
a. RED LABEL kecepatan rambat 95,00 – 98,49 detik per meter.
b. GREEN LABEL kecepatan rambat 98,50 – 101,49 detik per meter.
c. YELLOW LABEL kecepatan rambat 101,50 – 104,49 detik per meter.

Sumbu api berkecepatan rambat tinggi, yaitu Yellow Label, digunakan pada
penambangan terbuka dan quarry serta segala kegiatan peledakan di permukaan.
Untuk tambang bijih disarankan untuk memakai sumbu api baik Red maupun
Green Label.

2) Pemasangan sumbu api pada detonator biasa


Sudah dapat dipastikan bahwa sumbu api memang dirancang untuk
melengkapi detonator biasa, yaitu berfungsi sebagai penyuplai energi api atau
panas (Gambar 3.1). Perlu diperhatikan bahwa detonator biasa hanya diambil dari
kotaknya apabila penyambungan akan dilaksanakan sumbu ledak sudah disiapkan.

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


40

Untuk penyambungan ini diperlukan alat penjepit atau cramper agar kedua
sambungan tersebut agar tidak lepas.

Gambar 3.1 Gulungan sumbu api 12,5 m dan dalam kemasan rol 250 m(ICI
Explosives, 1988)

Tahapan pemasangan sumbu terhadap detonator adalah sebagai berikut:


a. Potong sumbu api tegak lurus sesuai dengan panjang yang diperlukan.
b. Ambil detonator secara hati-hati dari kotaknya..
c. Sisipkan ujung sumbu api yang baru dipotong tepat kedalam detonator
sedalam mungkin sampai menyentuh bagian dalam detonator (ramuan
pembakar) dengan cara mendorong, tapi jangan sekali-kali ditekan atau
diputar (Gambar 3.2.a)
d. Jepit mulut detonator dengan cramper yang akan mengurung sumbu api
dengan sempurna (Gambar 3.2.b) dan hasilnya terlihat pada Gambar 3.2.c.
e. Celupkan seluruh detonator dan sumbu api sepanjang 25 mm ke dalam
larutan penyebab kedap air (waterproofing compound)..
f. Hindarkan dari tekanan atau terkena panas pada ujung detonator yang
tertutup.

Cara pemotongan sumbu api harus benar, yaitu pada salah satu ujung
dipotong miring dan ujung yang lainnya tegak lurus . Ujung yang dipotong tegak
lurus masuk ke dalam detonator dan diusahakan blackpowder bersentuhan dengan

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


41

ramuan pembakar agar transfer rambatan api berjalan baik. Sementara pada ujung
sumbu api yang dipotong miring akan mempermudah penyulutan.

a b c

Gambar 3.2. Cara pemasangan sumbu api ke detonator biasa

3). Cara penyulutan sumbu api


Apabila sumbu api dinyalakan akan terlihat pancaran api yang dikenal
dengan nama ignition flame, menandakan bahwa sumbu terbakar dan berfungsi
normal. Pembakaran akan merambat terus sepanjang sumbu api sampai pada
ujung yang lainnya, yaitu yang telah dipasang di dalam detonator biasa. Api akan
menyalakan ramuan pembakar di dalam detonator dan seterusnya meng-inisiasi
bahan peledak utama atau priming charge, sehingga detonator akan meledak.
Penyulutan sumbu api dapat dilakukan dengan memakai hot wire fuse. lighter, full
wire fuse lighter, lead splitter fuse lighter, korek api, dan ignitor cord. Hot wire
fuse lighter dan full wire fuse lighter bentuknya seperti kembang api yang apabila
dibakar akan menimbulkan percikan api dan kawat didalamnya akan membara,
sehingga mempermudah penyulutan sumbu api. Lead splitter fuse lighter
dipasarkan dalam bentuk gulungan panjang sumbu api digunakan sebagai sumbu
utama pada peledakan menggunakan detonator biasa. Ignitor cord adalah
merupakan penyambung khusus untuk system peledakan dengan sumbu api dan
detonator biasa dan akan diuraikan kemudian. Gambar 3.3 memperlihatkan salah
satu jenis alat penyulut sumbu api.

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


42

Gambar 3.3. Alat penyulut sumbu api dan cara penyulutannya (ICI Explosives).

3.1.2. Sumbu ledak (detonating cord)


Berbagai nama untuk sumbu ledak yang dikenal di lapangan antara lain
detonating cord, detonating fuse, atau cordtex. Sumbu ledak adalah sumbu yang
pada bagian intinya terdapat bahan peledak PETN, yaitu salah satu jenis bahan
peledak kuat dengan kecepatan rambat sekitar 6000 – 7000 m/s. Komposisi PETN
di dalam tersebut bervariasi dari 3,6 – 70 gr/m. Namun, yang sering digunakan
adalah sumbu ledak dengan isian PETN 3,6 gr/m atau 5 gr/m karena akan
mengurangi kerusakan stemming dan bahan peledak serta pengaruh air blast.
1) Bagian-bagian dan tipe sumbu ledak

Gambar 3.4 Bagian-bagian sumbu ledak

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


43

Bagian-bagian dari sumbu ledak terdiri dari lapisan pembungkus dan


pelindung PETN berupa serat nylon, plastic, dan anyaman paraffin atau plastik
seperti terlihat pada Gambar 3.4 Serat nylon dan plastik akan meningkatkan
ketahanan terhadap air, tarik, abrasi, dan memudahkan pengikatan.
Walaupun sumbu ledak dirancang relatif tidak sensitif terhadap gesekan,
benturan, arus liar, dan listrik statis, tetap saja harus diperlakukan sesuai dengan
perlakuan terhadap bahan peledak, diantaranya jangan dibanting, dilempar, atau
dibakar.
Sumbu ledak juga diproduksi untuk keperluan khusus oleh beberapa pabrik,
diantaranya ICI Explosives memproduksi seri sumbu ledak dengan merk dagang
sebagai berikut (Gambar 3.5):

Gambar 3.5. Seri sumbu ledak buatan ICI Explosive (1988)

a. Sliderline 3,5 gr/m, digunakan didalam lubang ledak bersama sistem primer
sliderdeck.
b. Trunkcord 5 gr/m, dapat digunakan di permukaan atau di dalam lubang
ledak pada bahan galian yang relative tidak keras.
c. Powercord 5 gr/m, dapat digunakan di permukaan atau di dalam lubang
ledak pada bahan galian yang keras.

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


44

d. Redcord 10 gr/m, dapat digunakan pada tambang terbuka maupun bawah


tanah.
e. Flexicord 10 gr/m, digunakan pada tambang terbuka dan bawah tanah bila
stabilitas diprioritaskan.
f. Tuffcord 10 gr/m, untuk operasi pada batuan yang abrasif dimana kuat tarik
yang tinggi diperlukan.
g. Geoflex 20 gr/m dan 40 gr/m, untuk survey seismic baik di darat maupun di
laut.
h. Shearcord 70 gr/m, khusus untuk pengisian pada presplitting,
smoothblasting dan pekerjaan demolisi.

Tabel 3.1 Jumlah dan gambar sumbu ledak dalam kemasan (ICI Explosives)

Gambar 3.6 Seri sumbu ledak buatan Dyno Nobel (2001).

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


45

2) Cara menyalakan sumbu ledak

Gambar 3.7 Cara meledakkan sumbu ledak

Sumbu ledak akan terinisiasi oleh detonator standar atau nomor 8, baik
detonator biasa, listrik, atau nonel. Caranya adalah dengan menempelkan
detonator ke sumbu ledak kemudian diikat kuat atau diselotip (Gambar 3.7).
Apabila detonator meledak, maka sumbu ledak pun akan meledak dengan suara
keras dan seluruh pembungkusnya ikut hancur. Untuk mengurangi suara ledakan
dari sumbu ledak yang cukup keras, disarankan agar menimbun sumbu ledak
mengunakan serpihan batu hasil pemboran atau material yang ada setebal 10 – 20
cm.

3.2 Penyambung (connector)


Penyambung maksudnya adalah perlengkapan yang diperlukan untuk meng-
hubungkan kawat listrik atau sumbu peledakan antar lubang ledak. Tujuannya
antara lain:
a. Sekedar menyambung leg wire antar lubang memakai kawat penyambung
pada peledakan dengan detonator listrik.
b. Menyambung sumbu nonel antar lubang dan sekaligus mengeset waktu
tunda permukaan (surface atau trunkline delay)
c. Menyambung sumbu ledak antar lubang dan sekaligus mengeset waktu
tunda permukaan
d. Menyambung sumbu api antar lubang pada peledakan dengan detonator

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


46

biasa.

3.2.1 Kawat penyambung pada peledakan listrik


Terdapat beberapa jenis kawat penyambung pada rangkaian peledakan listrik
yang masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda diantaranya adalah:
1) Connecting wire, yaitu kawat yang diperlukan untuk menyambung leg wire
antar lubang. Pada kondisi udara normal dan kering digunakan kawat
tembaga berukuran 20 AWG yang diselimuti atau diisolasi plastik PVC.
Apabila digunakan untuk menyambung sampai ke dalam lubang, karena leg
wire terlalu pendek, dan kondisi basah dapat dipakai kawat tembaga
berdiameter antara 21 – 23 AWG dan diselimuti plastik PVC.
2). Bus wire, adalah kawat tembaga tanpa isolasi atau kawat terbuka berukuran
10, 12 atau 14 AWG yang diperlukan untuk hubungan paralel atau seri-
paralel di dalam peledakan terowongan dan pembuatan sumuran vertikal
(shaft). Kawat alumunium dilarang dipakai karena dikhawatirkan terjadi
oksidasi yang dapat menimbulkan resistensi tinggi dalam rangkaian.
3). Lead wire atau lead lines atau firing line atau “kawat utama”,

Gambar 3.8 Kawat utama (lead wire) untuk peledakan listrik (ICI Explosives)

berfungsi menghubungkan rangkaian peledakan listrik dengan alat pemicu


ledak listrik yang dinamakan blasting machine. Ukuran untuk peledakan
pada kondisi normal adalah kawat tembaga ganda berukuran 23/0,076 yang
diisolasi dengan plastik PVC dengan tahanan 5,8 ohms per 100 m. Atau
dapat pula digunakan kawat tembaga ganda berukuran 24/0,20 mm dengan

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


47

tahanan 4,6 ohms per 100 m. Untuk pekerjaan peledakan yang berat (heavy
duty) dipakai kawat tembaga berukuran 70/0,76 mm dengan isolasi plastik
PVC berwarna kuning (buatan ICI Explosives) mempunyai tahanan 1,8
ohms/100 m. Atau dapat dipakai kawat tembaga 50/0,25 mm dengan
tahanan 1,4 ohms/100 m.

3.2.2 Penyambung sumbu api


Terdapat beberapa tipe penyambung sumbu api dengan bentuk dan fungsi
yang berbeda. Beberapa diantaranya adalah Multiple Fuse Ignitor, Plastic Ignitor
Cord (PIC), Bean-hole Connectors, dan Slotted Connectors.

1) Multiple Fuse Ignitor (MFI)


Multiple Fuse Ignitor (MFI) adalah suatu alat bantu penyulut beberapa
sumbu api berupa silinder terbuat dari tembaga atau alumunium dan didalamnya
terdapat ramuan pembakar. Diameter silinder dirancang sesuai dengan jumlah
sumbu api yang bisa dimasukkan, umumnya sekitar delapan sumbu dan sebuah
sumbu pokok. Sumbu pokok atau master fuse adalah sumbu yang menghantarkan
rambatan api ke dalam silinder MFI untuk menyulut delapan sumbu lainnya
secara bersamaan melalui ramuan pembakaran.
Persiapan pemasangan ke dalam MFI dan cara kerja MFI adalah sebagai berikut
a. Setiap sumbu yang keluar dari tiap lubang ledak dipotong tegak lurus.
Diusahakan blackpowder didalamnya nampak jelas.
b. Setelah semua sumbu dari lubang ledak dipotong seperti di atas, gabungkan
dengan sumbu pokok dan masukan seluruhnya kedalam silinder MFI
dengan cara didorong perlahan sampai menyentuh ramuan pembakaran.
c. Lakukan penjepitan (crimping) dibagian atas silinder MFI agar gabungan
sumbu tersebut tidak terlepas dari silinder MFI.
d. Apabila api dari sumbu pokok dinyalakan dan merambat ke silinder MFI,
maka api akan menyentuh ramuan pembakar di dalam MFI hingga terbakar
dan sekaligus menyebarkannya ke sumbu-sumbu api lainnya hingga ke
masing-masing detonator biasa di dalam lubang ledak.
e. Apabila seluruh sumbu api dari detonator di dalam lubang ledak sampai ke

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


48

MFI sama panjangnya, maka peledakan lubang akan tejadi serentak. Tetapi,
bila panjangnya dibedakan, maka akan ada jeda waktu peledakan antar
lubang.

Dengan demikian prinsip waktu tunda pada sistem peledakan sumbu api dan
detonator biasa adalah hanya dengan membedakan panjang sumbu apinya.

Gambar 3.9 Multiple Fuse Ignitor dan pemasangannya

2) Plastic Ignitor Cord (PIC)


PIC adalah suatu alat bantu penyulut beberapa sumbu api berbentuk sumbu
panjang yang bagian luarnya diselubungi plastik. Terdapat dua jenis PIC, yaitu
PIC-cepat dan PIC-lambat. PIC-cepat mempunyai kecepatan nominal rambatan
api 30 cm/detik, sedangkan PIC-lambat hanya 3 cm/detik.
Komposisi utama PIC adalah blackpowder yang dilelehkan. Ciri khusus dari
kedua jenis PIC adalah:
a. Pada PIC-cepat terdapat tiga utas tali terbuat dari kertas khusus yang dipilin
sebagai inti daripada PIC, kemudian diselimuti oleh blackpowder yang
dilelehkan dan akhirnya ditutup oleh plastik. Susunan lapisan tersebut
membuat PIC berdiameter sekitar 3 mm (Gambar 3.10a)
b. Pada PIC-lambat terdapat kawat kawat dan seutas tali kertas di bagian
intinya, kemudian diselubungi oleh blackpowder yang dilelehkan dan
akhirnya ditutup oleh plastic, sehingga diameter totalnya sekitar 2 mm.
Kawat akan terlihat apabila PIC habis terbakar (Gambar 3.10b).

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


49

PIC-cepat dirancang untuk digunakan pada tambang terbuka dan quarry, sedang-
kan PIC-lambat digunakan pada penambangan bawah tanah. Cara menyambung
PIC dengan sumbu api adalah dengan bantuan alat bantu lainnya yang dinamakan
penyambung bean-hole dan slot.

Gambar 3.10. Plastic ignitor Cord

3) Penyambung Bean-hole
Penyambung Bean-hole adalah suatu alat bantu penyambung PIC-cepat
dengan sumbu api dan sekaligus sebagai penyulut sumbu api tersebut. Konstruksi
penyambung bean-hole berbentuk silinder dengan diameter sekitar 6,50 mm dan
panjang 40 mm serta mempunyai lubang oval pada salah satu ujungnya. Lubang
oval ini tempat menyisipkan PIC-cepat (Gambar 3.11b).

Gambar 3.11. Penyambungan PIC-cepat dengan sumbu api menggunakan


penyambung bean-hole

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


50

Cara pemasangan sumbu api dan PIC-cepat pada penyambung bean-hole


adalah sebagai berikut:
a. Sumbu api yang sudah dipotong rata dimasukkan ke dalam lubang
penyambung bean-hole sampai batas lubang oval kemudian diklem kuat
menggunakan crimper. Sebaiknya pemasangan sumbu api dengan penyam-
bung bean-hole ini sudah disiapkan dari gudang, artinya keduanya sudah
diklem sebelum dibawa ke lokasi tambang.
b. Lengkungkan PIC-cepat dan sisipkan ke dalam lubang oval (Gambar 3.12c).
c. Klem lubang oval agar PIC-cepat terjepit kuat

4) Penyambung slot
Penyambung slot adalah suatu alat bantu penyambung PIC-lambat dengan
sumbu api. Mekanisme kerjanya sama seperti penyambung bean-hole.
Penyambung slot mempunyai celah yang cukup untuk menyisipkan PIC-lambat
(Gambar 3.13a). Cara pemasangan sumbu api dan PIC-lambat pada penyambung
slot adalah sebagai berikut:
a. Sumbu api yang sudah dipotong rata dimasukkan ke dalam lubang
penyambung slot sampai batas slot kemudian diklem kuat menggunakan
crimper. Sebaiknya pemasangan sumbu api dengan penyambung slot ini
sudah disiapkan dari gudang, artinya keduanya sudah diklem sebelum
dibawa ke lokasi tambang.
b. Sisipkan PIC-lambat ke dalam slot penyambung (Gambar 3.12c)
c. Setelah posisi PIC-lambat tepat, maka perkuat posisinya dengan menekan
tutup slot sampai betul-betul kuat.

Gambar 3.12. Penyambungan PIC-lambat dengan sumbu api menggunakan

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


51

penyambung slot.

3.2.3 Penyambung sumbu ledak


Penyambungan sumbu ledak bisa langsung antar sumbu ledak atau
menggunakan alat bantu penyambung dengan waktu tunda. Penyambungan di
permukaan dinamakan trunkline, yaitu sumbu ledak sepanjang sisi lubang ledak,
sedangkan ke arah lubang ledak disebut branch atau downline. Gambar 3.13
memperlihatkan aneka sambungan langsung antar sumbu ledak.
Adapun sambungan sumbu ledak dengan waktu tunda dimaksudkan untuk
memberikan waktu tunda antar lubang ledak atau antar baris dalam suatu
rangkaian peledakan. Oleh sebab itu diperlukan suatu alat bantu yang mampu
menahan detonasi beberapa saat. Alat yang biasa dipakai adalah Detonating Relay
Connectors (DRC) dan MS Connector.
Detonating Relay Connectors (DRC) alat penyambung sumbu ledak yang
dilengkapi dengan interval waktu tunda yang. Bagian luarnya terbuat dari plastik
berwarna, sedangkan di bagian dalamnya terdapat dua detonator tunda yang
identik. Warna plastik luar menunjukkan waktu tunda nominal seperti contoh
DRC buatan ICI Explosive pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Waktu tunda nominal DRC buatan ICI-Explosive WAKTU

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


52

Gambar 3.13 Aneka sambungan sumbu ledak

Gambar 3.14 Cara pemasangan sumbu DRC

Gambar 3.15 Bagian dalam DRC (Dyno Nobel)

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


53

MS-Connector merupakan alat penyambung sumbu ledak dengan waktu tunda


sangat pendek. Alat ini sangat cocok digunakan sebagai penyambung sumbu ledak
trunkline pada tambang terbuka, quarry dan pekerjaan teknik sipil. MS- Connector
dilengkapi dengan dua blok plastik berwarna dan berbentuk khusus agar sumbu
ledak dapat diikat kuat pada blok tersebut. Di dalam salah satu blok plastik
terdapat detonator tunda. Warna blok plastik menunjukkan waktu tundanya.

Gambar 3.16. Cara mengikat sumbu ledak pada blok MS Connector

Penghubung dua blok plastik adalah sumbu nonel yang panjangnya sekitar 1
meter. Prinsip kerja kerja MS-Connector adalah sebagai berikut:
a. Detonasi sumbu ledak datang dari arah kiri dan mengaktifasi sumbu nonel
pada salah satu blok plastik.
b. Signal gelombang kejut dalam sumbu nonel akan meledakkan detonator
pada blok plastik berikutnya setelah menunda beberapa millisekon sesuai
dengan waktu tunda dalam detonator tersebut.
c. Setelah detonator terinisiasi, maka sumbu ledak berikutnya akan meledak.

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


54

BAB IV
PERALATAN PELEDAKAN

Peralatan peledakan yang digunakan langsung pada saat pelaksanaan


peledakan atau sebagai pendukung peledakan. Peralatan yang digunakan pada saat
peledakan adalah peralatan yang berhubungan dengan teknik peledakan,
contohnya adalah alat pengisi, alat pemicu, dan alat pengukur. Sedangkan
peralatan pendukung peledakan dapat terbagi dalam dua bagian, yaitu alat
pendukung utama dan alat pendukung tambahan. Alat pendukung utama untuk
peledakan adalah peralatan yang berkaitan dengan aspek keselamatan dan
keamanan kerja, serta lingkungan, misalnya alat pengangkut dan alat pengaman.
Sedangkan alat pendukung tambahan lebih terfokus pada penelitian peledakan
yang tidak selalu dipakai pada peledakan rutin, misalnya alat pengukur kecepatan
detonasi, pengukur getaran, dan pengukur kebisingan.

Tujuan
1. Dapat menjelaskan tentang tipe dan jenis alat pemicu peledakan listrik
dan non-listrik (nonel), cara pengoperasian alat pemicu peledakan secara
aman serta alat pendukung peledakan listrik
2. Dapat menjelaskan jenis alat pencampur dan pengisi bahan peledak,
persyaratan alat pencampur dan pengisi bahan peledak
3. Dapat menjelaskan nama dan fungsi alat pendukung peledakan yang
berkaitan dengan aspek keselamatan dan keamanan kerja serta lingkungan
dalam rangka meraih target produksi.

4.1. Alat Pemicu Peledakan


4.1.1. Alat pemicu pada peledakan listrik
Alat pemicu pada peledakan listrik dinamakan blasting machine (BM) atau
exploder merupakan sumber energi penghantar arus listrik menuju detonator. Cara
kerja BM pada umumnya didasarkan atas penyimpanan atau pengumpulan arus
54
Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya
55

pada sejenis kapasitor dan arus tersebut dilepaskan seketika pada saat yang
dikehendaki. Pengumpulan arus listrik dapat dihasilkan malalui:
1) Gerakan mekanis untuk tipe generator, yaitu dengan cara memutar engkol
(handle) yang telah disediakan (contoh Gambar 4.1.a). Putaran engkol
dihentikan setelah lampu indikator menyala yang menandakan arus sudah
maksimum dan siap dilepaskan. Saat ini tipe generator sudah jarang
digunakan.
2) Melalui baterai untuk tipe kapasitor, yaitu dengan cara mengontakkan kunci
kearah starter dan setelah lampu indikator menyala yang menandakan arus
sudah terkumpul maksimum dan siap dilepaskan (Gambar 4.1.b dan 4.1.c).

Arus yang dilepaskan harus dapat mengatasi tahanan listrik di dalam


rangkaian peledakan. Untuk itu perlu diketahui benar kapasitas BM yang akan
digunakan jangan sampai kapasitasnya lebih kecil dibanding tahanan listrik
seluruhnya. Tahanan rangkaian listrik harus diukur atau dihitung terlebih dahulu
dan harus dijaga jangan sampai terdapat kebocoran arus karena terdapat kawat
terbuka yang berhubungan dengan tanah, air atau bahan lain yang bersifat
konduktor. Pabrik pembuat BM, misalnya buatan Nissan, biasanya mencantumkan
jumlah detonator masimum yang mampu diledakkan oleh BM tersebut, misalnya
T50, T100, T200, T300, dan T500. Angka menunjukkan jumlah detonator yang
mampu diledakkan oleh BM tersebut.

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


56

Gambar 4.1. Beberapa jenis dan tipe pemicu ledak listrik

a. BEETHOVEN MK II A
Engkol memutar generator untuk mengisi kapasitor sampai lebih dari 1200
volts. Setelah penuh lampu indicator menyala dan dengan menekan tombol
arus akan dilepaskan. BM ini disarankan dipakai pada tambang batubara.
imensi: 159 x 114 x 267 mm dan berat 4,5 kg. D
b. NISSAN F-3
Kapasitor diisi dengan baterai kering 1,5 volt ukuran “D” yang dapat
diganti. Setelah beberapa saat kunci dikontak, lampu indikator menyala
(hijau) menandakan arus sudah maksimum dan siap dilepaskan. BM ini
mampu meledakkan 30 detonator. Dimensinya 175 x 85 x 55 mm dengan
erat 850 gr. b
c. REO BM175-10ST
Merupakan BM yang dapat meledakkan 10 sirkuit dengan interval waktu
antar sirkuit dapat diatur dari 5 – 199 ms dalam skala 1 ms. Dengan
menghubungkan BM ini ke detonator tunda, operator dapat merancang
peledakan sesuai dengan yang dikehendaki, sehingga perbaikan fragmentasi
bisa diperoleh dan getaran peledakan lemah. Kapasitor diisi baterai kering
1,5 volt ukuran “D” alkalin yang dapat diganti. Dimensi 170 x 317 x 298
mm dengan berat 9 kg.

Prosedur penggunaan alat pemicu ledak listrik (BM) untuk seluruh tipe seperti

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


57

pada Gambar 4.1 adalah sama, yaitu:


1) Informasi dahulu tentang pelaksanaan peledakan ke sekitar lokasi peledakan
melalui corong mikropon atau handy- talky (HT) dan yakinkan bahwa
situasi benar-benar aman.
2) Hubungkan dua kawat utama atau lead wire dari rangkaian peledakan
masingmasing ke kutub listrik yang ada pada alat pemicu ledak.
3) Ikat kuat kawat pada masing-masing kutub dengan memutar sekrupnya.
4) Isilah kapasitor sesuai prosedur yang disarankan oleh pabrik pembuat alat
pemicu ledak. Misalnya, bila menggunakan tipe generator (Gambar 4.1.a)
putarlah engkol sampai kapasitor terisi penuh dan bila menggunakan tipe
baterai (Gambar 4.1.b dan 4.1.c) putarlah kunci kontak kearah kanan dan
tahan beberapa saat sampai kapasitor penuh. Lampu indikator akan menyala
bila kapasitor penuh.
5) Bila menggunakan tipe generator (Gambar 4.1.a), tekanlah tombol yang
tersedia, maka arus akan dilepaskan dan rangkaian peledakan akan meledak;
dan bila menggunakan tipe baterai (Gambar 4.1.b dan 4.1.c) putar kunci ke
arah kiri sampai titik yang ditentukan, maka arus akan dilepaskan dan
rangkaian peledakan akan meledak.

4.1.2. Alat pemicu non-listrik


Alat pemicu non-listrik (nonel) dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu
penyulut sumbu api dan pemicu nonel atau starter non-electric. Alat pemicu nonel
(starter non-electric) dinamakan shot gun atau shot firer atau nonel starter. Seperti
diketahui bahwa sumbu nonel mengandung bahan reaktif (HMX) yang akan aktif
atau terinisiasi oleh gelombang kejut akibat impact. Alat pemicu nonel dilengkapi
dengan peluru yang disebut shot shell primer dengan ukuran tertentu (untuk
buatan ICI Explosives berukuran No. 209). Shot shell primer diaktifkan oleh
pemicu, yaitu pegas bertekanan tinggi yang yang terdapat di dalam alat pemicu
nonel. Beberapa tipe alat pemicu nonel terlihat pada Gambar 4.2 dan 4.3 masing-
masing buatan ICI Explosives dan Nitro Nobel. Pada Gambar 4.2 terlihat bahwa
alat pemicunya menggunakan striker yang disisipkan di bagian atas barrel,
kemudian transmisi impact melalui shot shell primer ke sumbu nonel

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


58

menggunakan hentakkan kaki. Sedangkan pada Gambar 4.3 alat pemicu nonel
digenggam dan untuk melepas pegas di dalam alat pemicu agar shot shell primer
mentransmisikan impact ke sumbu nonel dengan cara dipukul.

Prosedur penggunaan alat pemicu ledak nonel untuk seluruh tipe seperti
pada Gambar 4.2 dan 4.3 adalah sebagai berikut:
1) Informasi dahulu tentang pelaksanaan peledakan ke sekitar lokasi peledakan
melalui corong mikropon atau handy- talky (HT) dan yakinkan bahwa
situasi benar-benar aman.
2) Sisipkan lead-in line atau extendaline atau “sumbu nonel utama” ke dalam
lubang yang tersedia pada alat pemicu ledak nonel.
3) Masukkan shot shell primer ke dalam lubang yang tersedia, kemudian tutup
oleh striker dan siap diledakkan.

Gambar 4.2. Alat pemicu nonel buatan ICI Explosives

Gambar 4.3. Alat pemicu nonel buatan Nitro Nobel

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


59

4.1.3. Alat Bantu Peledakan Listrik


Peledakan listrik memerlukan alat bantu agar peledakan listrik berlangsung
dengan aman dan terkendali. Alat bantu berfungsi sebagai pengukur tahanan,
pengukur kebocoran arus, detektor petir, dan kawat utama atau lead wire atau lead
lines atau firing line.

4.1.3.1. Pengukur tahanan


Pengukur tahanan (Blastometer atau BOM) Alat pengukur tahanan kawat
listrik untuk keperluan peledakan dibuat khusus untuk pekerjaan peledakan dan
tidak disarankan digunakan untuk keperluan lain. Sebaliknya, alat pengukur
tahanan yang biasa dipakai oleh operator listrik umum, yaitu multitester, dilarang
digunakan untuk mengukur kawat pada peledakan listrik. Ruas kawat yang harus
diukur tahanannya adalah seluruh legwire dari sejumlah detonator yang
digunakan, connecting wire, bus wire, dan kawat utama. Dengan demikian jumlah
tahanan seluruh rangkaian dapat dihitung dan voltage BM dapat ditentukan
setelah arus dihitung
Cara pengukuran tahanan ruas kawat menggunakan blastometer (BOM)
pada prinsipnya sama, hanya pada pengukuran legwire perlu ekstra hati-hati.
Prosedur pengukuran adalah sebagai berikut:
1) Untuk kawat penyambung (connecting wire), bus wire, dan kawat utama:
Ö Kedua ujung kawat dihubungkan pada sepasang terminal yang tersedia
pada BOM, kemudian kencangkan.
Ö BOM dikontakkan, biasanya dengan menekan tombol, sehingga jarum
menunjukkan angka tertentu, yaitu nilai tahanan kawat tersebut.
Ö Catat angkanya sebagai data hasil pengukuran tahanan
2) Untuk legwire pada detonator listrik:
Ö Kedua ujung legwire dari detonator dihubungkan pada sepasang terminal
yang tersedia pada BOM, kemudian kencangkan.
Ö BOM dikontakkan, biasanya dengan menekan tombol, sehingga jarum
menunjukkan angka tertentu, yaitu nilai tahanan legwire dan kawat pijar
(bridge wire) di dalam detonator tersebut. Apabila jarum tidak bergerak,
berarti detonator rusak dan jangan dipakai, sebab ada kemungkinan

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


60

kawat pijar dalam fusehead putus.


Ö Bila jarum bergerak, catat angkanya (biasanya sekitar 1,5 ohms) sebagai
data hasil pengukuran tahanan

Gambar 4.4. Pengukur tahanan kawat listrik pada peledakan (blastometer)

4.1.3.2. Pengukur kebocoran arus


Adanya kebocoran arus dapat terjadi akibat adanya kawat yang tidak
terisolasi, misalnya pada sambungan, yang kontak dengan air, tanah basah, atau
batuan konduktif. Kontak tersebut dapat menghentikan arus menuju detonator,
sehingga detonator tidak meledak dan dapat menyebabkan gagal ledak.
Salah satu alat ukur kebocoran arus yang efektif adalah AECI Digital Earth
Leakage Tester LT-02 seperti terlihat pada Gambar 1.5. Alat ini dapat mengukur
tahanan antara 0 – 19,99 kohms ( 0 – 19.990 ohms) dengan skala 10 ohm dan
menggunakan tenaga baterai 9 volts. LT-02 sangat bermanfaaat untuk memeriksa
peledakan yang luas dengan menggunakan banyak detonator. Terutama untuk
memeriksa adanya gagal ledak pada peledakan pillar, massa batuan, dan
peledakan dengan baris yang banyak (multi row) pada tambang terbuka. Bila
keadaan tidak segera diatasi atau diperiksa, maka akan menghambat laju produksi
secara serius karena kelambatan peledakan. Ukurannya 103 x 72 x 33 mm dengan
berat 250 gr.

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


61

Gambar 4.5. Pengukur kebocoran arus listrik pada peledakan (AECI Digital Earth
Leakage Tester LT-02)

4.1.3.3. Multimeter peledakan


Multimeter peledakan disebut juga Blasting Multimeter adalah instrumen
penguji yang sekaligus dapat mengukur tahanan, voltage, dan arus. Alat
multimeter peledakan dirancang khusus untuk keperluan peledakan dan berbeda
dengan multimeter untuk keperluan operator listrik umum.
Kegunaan multimeter peledakan adalah:
Ö Mengukur tahanan sebuah kawat detonator dan tahanan suatu sistem
rangkaian peledakan listrik,
Ö Memeriksa ada-tidaknya arus tambahan di lokasi peledakan,
Ö Mengukur kebocoran arus antara kawat detonator (legwire) dengan bumi,
Ö Memeriksa kemenerusan (kontinuitas) dan ada-tidaknya arus pendek pada
kawat utama, connecting wire, dan legwire pada detonator
Gambar 4.6.b multimeter digital buatan Thomas Instruments model-109
disamping dapat mengukur tahanan, arus dan voltage juga mampu memeriksa arus
liar. Ketelitian pembacaan mencapai 0,1% dan dapat dioperasikan pada cuaca
antara ─19,5° - 70° C. Alat ini beroperasi dengan tenaga baterai 9 volt.

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


62

Gambar 4.6. Multimeter peledakan (Blasting multimeter)

4.1.3.4. Rheostat dan Fussion tester


Alat ini digunakan untuk menguji efisiensi blasting machine (BM) tipe
generator maupun kapasitor dalam mengatasi tahanan sejumlah detonator . Alat
ini terdiri dari suatu seri resistor (coils) dengan tahanan yang berbeda. Setiap
tahanan ditandai dengan nilai ohms tertentu yang ekuivalen dengan sejumlah
detonator listrik yang memiliki panjang legwire tembaga 30 ft (±10 m). Pengujian
efisiensi BM dilakukan sebagai berikut (lihat Gambar 1.7): 1) Ambil sejumlah
detonator listrik dan hubungkan secara seri, 2) Salah satu kabel dari detonator
dihubungkan dengan nilai ohm rheostat yang ekuivalen dengan jumlah detotanor
tersebut, 3) Hubungkan salah satu kawat detonator lainnya ke BM, 4) Hubungkan
rheostat dengan BM, 5) Pengujian dimulai dengan mengontakkan BM, bila
seluruh detonator meledak, maka output dari BM cocok digunakan untuk
peledakan seri dari sejumlah detonator pada tahanan yang sama.

Gambar 4.7. Rheostat dan Fussion tester

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


63

4.1.3.5. Detektor kilat (lightning detector)


Peledakan listrik sangat rawan terhadap udara mendung atau pada daerah-
daerah yang memiliki intensitas kilat dan petir cukup tinggi. Debu dan badai
listrik yang tinggi melebihi listrik statis pada atmosfir ditambah dengan petir
sangat berbahaya terhadap operasi peledakan. Untuk membantu pemantauan awal
terhadap fenomena tersebut diperlukan detektor kilat. Gambar 4.8 memperlihatkan
contoh alat detektor kilat yang mampu mengukur gradient voltage listrik pada
atmosfir. Alat dan akan memberikan tanda dalam bentuk lampu berkedip atau
bunyi sirine apabila gradien voltage listrik atmosfir menunjukkan angka kritis atau
melebihinya.

Gambar 4.8. Detektor kilat (Lightning detector)

4.1.3.6. Kawat utama (lead wire)


Kawat utama termasuk pada peralatan peledakan, karena dapat dipakai
berulang kali. Berbeda dengan lead-in line atau extendaline atau “sumbu nonel
utama” pada peledakan nonel akan langsung rusak dan tidak boleh dipakai lagi
karena HMX yang terdapat didalamnya sudah bereaksi habis, walaupun
sumbunya tetap nampak utuh. Kawat utama berfungsi sebagai penghubung
rangkaian peledakan listrik dengan alat pemicu ledak listrik atau blasting machine.
Ukuran untuk peledakan pada kondisi normal adalah kawat tembaga ganda
berukuran 23/0,076 yang diisolasi dengan plastik PVC dengan tahanan 5,8 ohms
per 100 m. Atau dapat pula digunakan kawat tembaga ganda berukuran 24/0,20

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


64

mm dengan tahanan 4,6 ohms per 100 m. Untuk pekerjaan peledakan yang berat
(heavy duty) dipakai kawat tembaga berukuran 70/0,76 mm dengan isolasi plastik
PVC berwarna kuning (buatan ICI Explosives) mempunyai tahanan 1,8 ohms/100
m. Atau dapat dipakai kawat tembaga 50/0,25 mm dengan tahanan 1,4 ohms/100
m.

Gambar 1.9. Kawat utama (lead wire) untuk peledakan listrik (ICI Explosives)

4.2. Alat Pencampur dan Pengisi


4.2.1. Alat Pencampur Bahan Peledak
Bahan yang dicampur biasanya agen peledakan. Bila ANFO dipergunakan
sebagai agen peledakan, maka diperlukan alat untuk mencampur AN dan FO. Alat
yang paling sederhana adalah penakar kedua bahan tersebut dan tempat untuk
mengaduk bahan-bahan tersebut menjadi campuran yang homogen. Ada yang
menggunakan alat pencampur bahan cor (semen, pasir dan air), yaitu concrete
mixer atau “molen”, sebagai alat untuk mencampur AN dan FO. Alat tersebut
cukup baik untuk menghasilkan campuran yang homogen, namun pelaksanaannya
harus penuh kehati-hatian, sebab “molen” tidak dirancang untuk mengaduk bahan
peledak. Alat pencampur bahan peledak harus memenuhi beberapa persyaratan,
sebab hasilnya berupa bahan peledak kuat yang berbahaya bagi keselamatan kerja.
Persyaratan tersebut yaitu: Ö Bahan yang kontak dengan AN terbuat dari
stainless-steel atau diberi lapisan epoxy. Ö Pada waktu bekerja tidak
menimbulkan panas yang berlebih atau listrik statis.
Gambar 4.10 memperlihatkan alat pencampur bahan peledak ANFO yang

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


65

dinamakan Coxan ANFO Mixer. Alat ini dirancang untuk mencampur AN dan FO
dengan perbandingan 94%:6% dengan cara kerja sebagai berikut:
1) Butiran AN dimasukkan ke corong (hopper) yang dilengkapi dengan
saringan. Saringan ini diperlukan karena kadang-kadang terdapat AN yang
menggumpal, sehingga gumpalan dan butiran AN dapat dipisahkan.
Gumpalan AN yang tertinggal di atas saringan dikeluarkan atau kalau
memungkinkan dapat dipukul-pukul di atas saringan agar hancur menjadi
butiran dan langsung masuk kedalam corong. Kapasitas corong butiran AN
sekitar 70 kg.
2) Fluida FO (solar) dialirkan melalui pipa yang tersedia dibagian bawah alat
dan mengalir dengan kecepatan konstan.
3) Butiran AN turun dengan kecepatan konstan dan FO mengalir dengan
kecepatan konstan pula; dengan demikian, maka ANFO yang keluar melalui
pipa saluran pengeluaran (extruder) pun akan mempunyai kecepatan
konstan juga. Perbandingan 94% AN dan 6% FO diperoleh melalui
perbedaan kecepatan konstan antara turunnya AN dan aliran FO.

Gambar 4.10. Pencampur ANFO Coxan (ICI Explosives)

Alat Coxan ANFO Mixer dapat dioperasikan tangan atau tenaga listrik. Bila
dioperasikan tangan, maka dipasang engkol di bagian ujung pipa pengeluaran
produk ANFO dan laju pengeluaran ANFO bisa mencapai 1000 kg/jam.
Sedangkan bila dioperasikan oleh tenaga listrik, diperlukan energi 1100 watt, dan
laju produk ANFO antara 40 – 100 kg/menit.

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


66

4.2.2. Alat pengisi lubang ledak


Pengisian lubang ledak dapat dilakukan secara manual atau menggunakan
alat bantu mekanis. Cara pengisian dibedakan berdasarkan diameter lubang ledak
dan untuk alasan tersebut lubang ledak dikelompokkan menjadi:
Ö Diameter “Kecil” : < 50 mm (2”)
Ö Diameter “Sedang” : 50 – 100 mm (2” – 4”)
Ö Diameter “Besar” : > 100 mm (4”)
Cara pengisian manual maksudnya bila dilaksanakan langsung dengan cara
dicurah ke dalam lubang ledak. Untuk membantu pemadatan digunakan tongkat
panjang terbuat dari bambu atau bahan non-konduktor lainnya yang disebut
tamping rod. Sedangkan cara mekanis bila menggunakan alat bantu pengisian
pneumatik, misalnya pneumatic cartridge charger dan ANFO loader, yang
biasanya diterapkan pada pengisian lubang miring atau ke arah atas. Sedangkan
alat mekanis untuk lubang ledak berdiameter “besar” digunakan Mobile Mixer/
Manufacturing Unit (MMU) yang multi-guna, karena dapat berfungsi sebagai
pengangkut, pencampur dan sekaligus pengisi.

4.2.2.1. Pengisian lubang berdiameter “kecil”


Lubang ledak berdiameter “kecil” biasanya mempunyai kedalaman terbatas
yang umumnya diterapkan pada penambangan skala kecil. Pengisian dilaksanakan
dengan cara manual, bila menggunakan agen peledakan ANFO langsung dicurah
dan bila berbentuk cartridge langsung dimasukkan satu per satu ke dalam lubang
ledak. Pemadatan bahan peledak digunakan alat tamping rod. Untuk lubang
miring atau mengarah ke atas (stopper), pada tambang bawah tanah, biasanya
dibantu alat pengisian pneumatik (lihat Gambar 4.11).
ANFO loader pada Gambar 4.11.a adalah salah satu jenis pengisi lubang
ledak dengan bahan peledak ANFO. Alat ini terdiri dari tangki konis terbuat dari
baja dan bertekanan serta klep bola yang mengatur tekanan menuju selang pengisi
berdiameter antara 50 – 75 mm. Tekanan udara tambahan (secondary air pressure)
dapat dimasukkan melalui pipa di bagian bawah alat untuk menambah tekanan ke

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


67

selang pengisi. Cara kerja alat ini adalah sebagai berikut: 1) ANFO dicurah
melalui corong di bagian atas ke tangki konis. 2) Corong ditutup rapat dan kuat. 3)
Klep bola dibuka perlahan-lahan sampai tekanan untuk mengeluarkan ANFO
melalui selang pengisi memuaskan. Besar tekanan akan sangat tergantung pada
densitas ANFO. Alat ini dirancang untuk ANFO dengan densitas sampai 0,95
gr/cm³.
Laju pengisian disamping tergantung pada densitas ANFO juga pada
panjang selang yang dipasang dan besar tekanan tambahan. Untuk pemakaian
normal, tekanan di dalam corong sekitar 175 – 200 kPa (2 – 3 atm). Dalam kondisi
tersebut laju pengisian bisa mencapai 45 kg/menit untuk panjang selang sampai 50
m. Alat ini dirancang untuk kapasitas ANFO mulai 17 kg, 25 kg, 45 kg, 100 kg,
200 kg dan 250 kg.
Pneumatic cartridge charger pada Gambar 4.11.b adalah alat pengisi lubang
ledak dengan bahan peledak cartridge, khususnya cartridge berbasis emulsi,
misalnya powergel. Alat ini sangat efektif bila digunakan pada lubang ledak kecil
yang berukuran antara 57 – 76 mm (2” – 3”) dengan kedalaman 58 m untuk
lubang kering dan 15 m bila lubang berair. Sangat cocok digunakan untuk
pengisian lubang ledak ke arah miring atau ke atas pada tambang bawah tanah.
Tekanan udara yang dialirkan melalui selang mampu memberikan pemadatan,
sehingga densitas bahan peledak di dalam lubang ledak bertambah antara 20% -
40% dibanding dengan pemadatan secara manual (dengan tangan biasa). Besarnya
tambahan densitas tersebut tergantung pula pada besar tekanan udara yang
dialirkan. Alat ini dirancang untuk bahan peledak cartridge berbasis emulsi,
namun dengan memperhatikan segala kemungkinan yang berkaitan dengan
keselamatan kerja dapat pula digunakan untuk bahan peledak cartridge berbasis
nitroglyserin.

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


68

Gambar 4.11. Alat bantu pengisian pneumatik

4.2.2.2. Pengisian lubang berdiameter “sedang”


Pengisian lubang ledak berdiameter “sedang” dapat dilakukan secara
manual menggunakan tempat yang ukuran volumenya tertentu, misalnya
menggunakan ember plastik, agar dapat mengisi lubang ledak dengan tepat sesuai
perhitungan (lihat Gambar 4.12). Pada proses ini diperlukan selang (hose)
berskala untuk mengukur batas kedalaman bahan peledak agar tidak melewati
batas kedalaman penyumbat (stemming). Disamping itu, yang perlu diperhatikan
adalah legwire atau sumbu nonel atau sumbu ledak harus ditahan agar jangan
sampai jatuh dan ke dalam lubang dan terkubur bahan peledak. Pemadatan
dilakukan dengan memakai tamping rod yang biasanya dilakukan bersamaan
dengan proses pengisian agen peledakan.
Pada tambang bawah tanah, baik pembuatan terowongan atau pekerjaan
penambangan, pengisian lubang ledak secara manual hanya dapat dilakukan ke
arah samping (drifter) atau bawah (sinker), sedangkan ke miring (inclined) atau
atas (stopper) harus menggunakan alat bantu seperti pada Gambar 4.11.a.atau
4.11.b. Apabila masih memungkinkan pemadatan manual ke arah samping dapat
digunakan tongkat pendorong non-konduktor seperti terlihat pada Gambar 4.13
dan 4.14. Karena dengan alat sederhana ini pelaksanaan peledakan menjadi lebih
cepat dan biaya pun dapat dikurangi.

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


69

Gambar 4.12. Tipikal pengisian manual lubang ledak di quarry atau tambang
terbuka (Quarry andesit, PT. Trumix Beton, Bogor, Indonesia,
1995)

4.2.2.3. Pengisian lubang berdiameter “besar”


Pengisian lubang ledak berdiameter besar biasanya dilakukan oleh
perusahaan penambangan skala besar dengan jumlah produksi mencapai ratusan
ribu ton atau m³, sehingga memerlukan bahan peledak cukup banyak. Untuk itu
diperlukan lubang ledak yang banyak pula. Apabila pengisian lubang ledaknya
dilakukan secara manual tentu tidak akan efektif dan efisien, sehingga diperlukan
sentuhan teknologi pengisian lubang ledak. Saat ini pengisian lubang secara
mekanis menggunakan Mobile Mixer/Manufacturing Unit (MMU) pada
penambangan skalabesar sudah banyak dilakukan. Walaupun biaya pengisian
lubang ledak secara mekanis cukup tinggi, namun jumlah produksi yang besar
sudah diperhitungkan mampu mengatasi biaya tersebut. Dengan demikian untuk
penambangan skala besar, pengisian lubang ledak secara mekanis cukup ekonomis
ditinjau dari aspek produksi maupun biaya.

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


70

Gambar 4.13. Tipikal pengisian manual lubang ledak pada pembuatan terowongan
(Flam-Gudvangen Tunnel, Norwegia, Nitro Nobel, 1992)

Gambar 4.14. Pengisian manual lubang ledak pada penambangan bawah tanah
(Amerika Utara, Ireco, 1989)

Hampir semua perusahaan jasa peledakan memiliki MMU dan salah satunya
seperti terlihat pada Gambar 4.15 dan 4.16. Setiap MMU umumnya terdiri dari
tiga kompartemen yang bermuatan butiran ammonium nitrat (AN), bahan bakar
(solar), dan emulsi. Emulsi telah dibuat di pabrik pembuatan emulsi yang biasanya
berlokasi dekat dengan gudang bahan peledak. Melalui tiga komparteman tersebut
dapat diramu beberapa jenis bahan peledak sesuai dengan kondisi batuan dan
terlebih dahulu dibuat kesepakatan antara pemberi jasa peledakan dengan
konsumen. Diantara jenis bahan peledak yang dapat diramu adalah ANFO dan
heavy-ANFO (campuran ANFO dengan emulsi).

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


71

Gambar 4.15. MMU sedang beroperasi mengisi lubang ledak di tambang terbuka
(PT. Dahana, Indonesia)

Bahan peledak ANFO diramu dengan mengeluarkan AN dan solar dari


kompartemennya secara otomatis dengan perbandingan 94,5% AN dan solar 5,5%
berat. Demikian juga halnya dengan heavy-ANFO dikeluarkan dari
kompartemennya dengan perbandingan tertentu pula. Cara pengeluaran jenis
bahan peledak dari MMU tergantung pada viskositasnya. Berikut ini adalah jenis
bahan peledak dan cara pengeluarannya:
Ö ANFO dikeluarkan menggunakan sistem ulir (auger)
Ö Heavy-ANFO dengan emulsi kurang dari 60% dapat mengunakan auger
Ö Heavy-ANFO dengan emulsi lebih dari 60% mengunakan pompa.

Oleh sebab itu, setiap MMU harus dilengkapi dengan alat pengeluaran yang
mampu mengalirkan bahan peledak sesuai dengan viskositasnya ke dalam lubang
ledak dengan kecepatan yang terukur. Gambar 4.17 menunjukkan sketsa MMU
buatan Dyno Westfarmers yang menunjukkan susunan kompartemen dan
bagianbagian penting lainnya.

Gambar 4.16. MMU sedang beroperasi mengisi lubang ledak di tambang bawah
tanah (Ireco, Amerika Utara)

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


72

Gambar 4.17. MMU dan bagian-bagian pentingnya (Dyno Westfarmers Ltd.)

4.3. Alat Pendukung Peledakan


4.3.1. Alat Pengangkut Bahan Peledak
Alat pengangkut bahan peledak adalah alat atau kendaraan yang digunakan
untuk mengangkut bahan peledak dari gudang ke lokasi peledakan atau dari satu
lokasi ke lokasi peledakan yang lain. Alat atau kendaraan yang digunakan
sebaiknya memang alat yang dipersiapkan khusus untuk pekerjaan tersebut.
Mengingat perjalanan yang harus ditempuh dari gudang ke lokasi peledakan
umumnya cukup jauh, maka faktor keselamatan dan keamanan kerja menjadi
sangat penting. Untuk itu terdapat beberapa persyaratan khusus bagi kendaraan
pengangkut bahan peledak agar terjamin keselamatan pengangkutannya.
Persyaratan minimal yang harus dipenuhi oleh alat atau kendaraan pengangkut
bahan peledak antara lain:
1) Alat atau kendaraan tidak digerakkan oleh listrik
2) Tempat atau penampung bahan peledak dapat ditutup
3) Bahan peledak kuat dan detonator sebaiknya diangkut dalam kendaraan
terpisah. Apabila tidak memungkinkan, boleh diangkut dalam kendaraan
yang sama dan kedua bahan peledak tersebut harus berada dalam tempat
atau penampung yang terpisah.
4) Bagian kendaraan yang kontak dengan bahan peledak terbuat dari kayu atau
bahan lain yang bersifat isolator, misalnya dilapisi belt conveyor bekas.
5) Terdapat alat pemadam kebakaran dan tanda “dilarang merokok”.
6) Pada bagian luar terdapat tanda peringatan “bahan peledak” atau
“Explosive” yang dapat terbaca dengan jelas atau membawa bendera merah.

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


73

Pada aktifitas penambangan skala kecil, baik quarry, bijih maupun batubara,
diperkenankan menggunakan kendaraan kecil sekelas pick-up yang berkapasitas
muatan 600 – 1000 kg dengan tetap memperhatikan persyaratan tersebut di atas.
Pada dasarnya kendaraan yang mengangkut bahan peledak harus diberi tanda
khusus yang mencolok atau berwarna merah, sehingga dapat dilihat dengan jelas
perbedaannya dengan kendaraan yang lain.

4.3.2. Alat Pengamanan Peledakan


Peralatan pengamanan yang biasa digunakan dalam operasi peledakan
diantaranya adalah:
1) Detektor kilat (lightning detector), dipergunakan untuk memantau
kemungkinan adanya petir (lihat Gambar 1.6). Peralatan ini hanya dipakai
untuk operasi peledakan dengan sistem peledakan listrik dan untuk daerah-
daerah dengan intensitas petir tinggi.
2) Radio komunikasi portable atau handy-talky (HT) 3) Sirine dengan tenaga
listrik AC atau DC.
4) Bendera merah atau pita pembatas area yang akan diledakkan dan
ramburambu di lokasi yang diperkirakan terkena dampak negatif langsung
akibat peledakan Faktor keselamatan dan keamanan kerja harus menjadi
pertimbangan utama dalam melaksanakan operasi peledakan

4.3.3. Alat Pemantau Dampak Peledakan


Peralatan peledakan yang berhubungan dengan dampak peledakan terhadap
lingkungan dikelompokkan ke dalam alat pemantau dampak peledakan. Fungsi
pokok alat tersebut adalah untuk mengukur adanya kemungkinan dampak negatif
dari getaran dan kebisingan akibat peledakan terhadap lingkungan sekitar
titikpeledakan. Alat tersebut tidak selalu digunakan setiap kali peledakan, tetapi
pada saat-saat tertentu diperlukan untuk pemantauan dampak negatif peledakan
terhadap lingkungan. Peralatan tersebut antara lain:
1) Pemantau getaran (vibration monitor),
yaitu alat yang digunakan untuk mengukur gataran yang ditimbulkan

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


74

oleh suatu peledakan. Alat ini biasanya disiapkan di lokasi penduduk atau
fasilitas umum lainnya untuk mengukur getaran yang ditimbulkan
peledakan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dan hasilnya
dibandingkan dengan ambang batas gangguan getaran pada manusia
maupun bangunan (lihat Gambar 4.18)

Gambar 4.18. Alat pemantau getaran dan suara peledakan DS-677 Blastmate
(Instantel, Inc)

2) Pemantau kebisingan suara (noise level indicator), yaitu alat yang digunakan
untuk mengukur intensitas suara yang ditimbulkan oleh peledakan. Data
yang diperoleh selanjutnya dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan
ambang batas gangguan suara terhadap manusia. Alat pemantau getaran DS-
677Blastmate pada Gambar 4.18 dapat pula merekam suara peledakan dan
ditulis pada kertas perekam.

4.3.4. Alat Penelitian Bahan Peledak dan Peledakan


Peralatan peledakan lain yang dibutuhkan secara khusus adalah untuk
keperluan penelitian peledakan dan untuk mengetahui kinerja bahan peledak.
Beberapa alat yang sering diperlukan diantaranya ialah:
1) VOD meter, yaitu alat yang digunakan untuk mengukur kemampuan kerja
bahan peledak dalam hal kecepatan reaksi detonasi
2) Video kamera, diperlukan unutk menganalisis suatu operasi peledakan
ditinjau dari aspek pelemparan batuan, gerakan fragmentasi batuan, dan

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


75

dimensi fragmentasi butiran hasil peledakan. Beberapa kamera dapat


digunakan sekaligus, dipasang dan diarahkan pada peledakan dari sudut
yang berbeda. Hasil rekaman dapat diputar ulang dengan gerakan lambat
untuk dianalisis.

Gambar 3.2. Alat perekam kecepatan detonasi (EG&G Special Projects)

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


76

BAB V
PERSIAPAN PELEDAKAN

Tujuan
1. Dapat memahami Faktor yang mempengaruhi peledakan jenjang
2. Dapat memahami Geometri peledakan, yaitu spasi, burden, tinggi jenjang,
kolom lubang ledak, subdrilling, stemming dan kolom isian utama serta cara
perhitungannya.
3. Dapat memahami Powder Factor (PF) dan manfaatnya

5.1. Faktor berpengaruh pada peledakan jenjang


Disamping sifat-sifat batuan, beberapa faktor yang harus dipertimbangkan
dalam peledakan jenjang dapat dikelompokkan kedalam tiga aspek , yaitu:
1) Aspek teknis. Dalam hal ini tolok ukurnya adalah keberhasilan target produksi.
Parameter penting yang harus diperhitungkan terutama adalah diameter lubang
ledak dan tinggi jenjang, kemudian parameter lainnya diperhitungkan
berdasarkan dua parameter tersebut.
2) Aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Pertimbangannya bertumpu pada
seluruh aspek kegiatan kerja pengeboran dan peledakan, termasuk stabilitas
kemiringan jenjang dan medan kerjanya.
3) Aspek lingkungan. Dampak negatif peledakan menjadi kritis ketika pekerjaan
peledakan menghasilkan vibrasi tinggi, menimbulkan gangguan akibat suara
yang sangat keras dan gegaran, serta banyak batu terbang.

Ketiga aspek tersebut merupakan satu kesatuan dan tidak dapat


meninggalkan salah satu diantaranya. Oleh sebab itu, setelah mengamati dan
menguji dengan seksama kualitas batuan yang akan diledakkan, dilanjutkan
dengan uji coba pengeboran dan peledakan untuk mendapatkan standar operasi
yang sesuai dengan lokasi setempat. Dalam standar operasi itu tentunya sudah
melibatkan dan mempertimbangkan ketiga aspek tersebut di atas.

76
Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya
77

5.1.1 Diameter lubang ledak


Pemilihan diameter lubang ledak dipengaruhi oleh besarnya laju produksi
yang direncanakan. Makin besar diameter lubang akan diperoleh laju produksi
yang besar pula dengan persyaratan alat bor dan kondisi batuan yang sama. Faktor
yang membatasi diameter lubang ledak adalah:
1) Ukuran fragmentasi hasil peledakan
2) Isian bahan peledak utama harus dikurangi atau lebih kecil dari perhitungan
teknis karena pertimbangan vibrasi bumi atau ekonomi
3) Keperluan penggalian batuan secara selektif.

Pada kondisi batuan yang solid, ukuran fragmentasi batuan cenderung


meningkat apabila perbandingan kedalaman lubang ledak dan diameter kurang
dari 60. Oleh sebab itu, upayakan hasil perbandingan tersebut melebihi 60 atau L /
d ≥ 60. Misalnya digunakan diameter lubang 4 inci, maka:
 L / 4 ≥ 60 → L ≥ (60 x 4) = 240 inci atau 6 m

 Jadi kedalaman lubang ledak seharusnya dibuat di atas 6 m.

5.1.2. Tinggi jenjang


Tinggi jenjang berhubungan erat dengan parameter geometri peledakan
lainnya dan ditentukan terlebih dahulu atau terkadang ditentukan kemudian
setelah parameter serta aspek lainnya diketahui. Tinggi jenjang maksimum
biasanya dipengaruhi oleh kemampuan alat bor dan ukuran mangkok (bucket)
serta tinggi jangkauan alat muat. Umumnya pada peledakan di quarry dan
tambang terbuka dengan diameter lubang besar, tinggi jenjang berkisar antara 10
– 15 m. Pertimbangan lain yang harus diperhatikan adalah kestabilan jenjang
jangan sampai runtuh, baik karena daya dukungnya lemah atau akibat getaran
peledakan. Singkat kata, dapat disimpulkan bahwa jenjang yang pendek
memerlukan diameter lubang yang kecil, sementara untuk diameter lubang besar
dapat diterapkan pada jenjang yang lebih tinggi. Gambar 5.1 memperlihatkan
hubungan antara variasi diameter
lubang ledak dengan tinggi jenjang yang hasil berupa batasan terbawah dan teratas

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


78

untuk setiap diameter lubang ledak.

Gambar 5.1 Hubungan variasi diameter lubang ledak dengan tinggi jenjang
(Tamrock, 1988)

5.1.3. Fragmentasi
Fragmentasi adalah istilah umum untuk menunjukkan ukuran setiap
bongkah batuan hasilpeledakan. Ukuran fragmentasi tergantung pada proses
selanjutnya. Untuk tujuan tertentu ukuran fragmentasi yang besar atau boulder
diperlukan, misalnya disusun sebagai penghalang (barrier) ditepi jalan tambang.
Namun kebanyakan diinginkan ukuran fragmentasi yang kecil karena penanganan
selanjutnya akan lebih mudah. Ukuran fragmentasi terbesar biasanya dibatasi oleh
dimensi mangkok alat gali (excavator atau shovel) yang akan memuatnya ke
dalam truck dan oleh ukuran gap bukaan crusher.

Beberapa ketentuan umum tentang hubungan fragmentasi dengan lubang ledak:


 Ukuran lubang ledak yang besar akan menghasilkan bongkahan
fragmentasi, oleh sebab itu harus dikurangi dengan menggunakan bahan
peledak yang lebih kuat

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


79

 Perlu diperhatikan bahwa dengan menambah bahan peledak akan


menghasilkan lemparan yang jauh

 Pada batuan dengan intensitas retakan tinggi dan jumlah bahan peledak
sedikit dikombinasikan dengan jarak spasi pendek akan menghasil
fragmentasi kecil.

Penyimpangan dari ketentuan umum tentang ukuran fragmentasi di atas


dapat terjadi karena perbedaan yang spesifik dari kualitas batuan dan bahan
peledak. Untuk itu, sekali lagi, percobaan pengeboran dan peledakan harus
dilakukan untuk menjadapat hasil yang optimum.

5.2. Geometri peledakan jenjang


Kondisi batuan dari suatu tempat ketempat yang lain akan berbeda
walaupun mungkin jenisnya sama. Hal ini disebabkan oleh proses genesa batuan
yang akan mempengaruhi karakteristik massa batuan secara fisik maupun
mekanik. Perlu diamati pula kenampakan struktur geologi, misalnya retakan atau
rekahan, sisipan (fissure) dari lempung, bidang diskontinuitas dan sebagainya.
Kondisi geologi semacam itu akan mempengaruhi kemampu-ledakan
(blastability). Tentunya pada batuan yang relatif kompak dan tanpa didominasi
struktur geologi seperti tersebut di atas, jumlah bahan peledak yang diperlukan
akan lebih banyak −untuk jumlah produksi tertentu− dibanding batuan yang sudah
ada rekahannya. Jumlah bahan peledak tersebut dinamakan specific charge atau
Powder Factor (PF) yaitu jumlah bahan peledak yang dipakai untuk setiap hasil
peledakan (kg/m3 atau
kg/ton).
Terdapat beberapa cara untuk menghitung geometri peledakan yang telah
diperkenalkan oleh para akhli, antara lain: Anderson (1952), Pearse (1955), R.L.
Ash (1963), Langefors (1978), Konya (1972), Foldesi (1980), Olofsson (1990),
Rustan (1990) dan lainnya. Cara-cara tersebut menyajikan batasan konstanta untuk
menentukan dan menghitung geometri peledakan, terutama menentukan ukuran
burden berdasarkan diameter lubang tembak, kondisi batuan setempat dan jenis
bahan peledak. Disamping itu produsen bahan peledak memberikan cara

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


80

coba-coba (rule of thumb) untuk menentukan geometri peledakan, diantaranya ICI


Explosive, Dyno Wesfarmer Explosives, Atlas Powder Company, Sasol SMX
Explosives Engineers Field Guide dan lain-lain. Dengan memahami sejumlah
rumus baik yang
diberikan oleh para akhli maupun cara coba-coba akan menambah keyakinan
bahwa percobaan untuk mendapatkan geometri peledakan yang tepat pada suatu
lokasi perlu dilakukan. Karena berbagai rumus yang diperkenalkan oleh para akhli
tersebut merupakan rumus empiris yang berdasar-kan pendekatan suatu model.

Gambar 5.2. Terminologi dan simbul geometri peledakan

Terminologi dan simbul yang digunakan pada geometri peledakan seperti


terlihat pada Gambar 5.2 yang artinya sebagai berikut:
B = burden ; L = kedalaman kolom lubang ledak
S = spasi ; T = penyumbat (stemming)
H = tinggi jenjang ; PC = isian utama (primary charge atau powder column)
J = subdrilling

Lubang ledak tidak hanya vertikal, tetapi dapat juga dibuat miring,

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


81

sehingga terdapat parameter kemiringan lubang ledak. Kemiringan lubang ledak


akan memberikan hasil berbeda, baik dilihat dari ukuran fragmentasi maupun arah
lemparannya. Untuk memperoleh kecermatan perhitungan perlu ditinjau adanya
tambahan parameter geometri pada lubang ledak miring, yaitu: (lihat Gambar 5.3)
B = burden sebenarnya (true burden)
B’ = burden semu (apparent burden)
α = Sudut kemiringan kolom lubang ledak

Gambar 5.3. Lubang ledak vertikal dan miring

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


82

Tabel 5.1. Potensi yang terjadi akibat variasi stiffness ratio

Contoh-1: Sebuah perusahaan mendapat proyek untuk memotong tebing yang


akan
digunakan jalan raya. Tinggi jenjang maksimum 30 ft. Karena alat yang akan
digunakan kecil, maka fragmentasi harus sesuai dengan ukuran peralatan tersebut.
Terdapat 2 unit alat bor yang masing-masing bisa membuat lubang ledak
berdiameter 5 inci dan 7 7/8 inci.

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


83

Rancang geometrinya agar pembongkaran tebing berhasil.

Gambar 5.4. Tinggi jenjang minimum berdasarkan “Aturan lima (Rule of Five)”

Penyelesaian-1: Untuk memperoleh fragmentasi yang “baik”, pilih ratio H/B = 3


dari Tabel 5.1. Bahan peledak yang digunakan mempunyai densitas 0,85 gr/cc dan
batuan yang akan diledakkan densitasnya 2,65 ton/m3. Data tersebut digunakan
untuk mencari diameter bahan peledak (de).

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


84

b. Rancangan menurut ICI-Explosives


Salah satu cara merancang geometri peledakan dengan “coba-coba” atau
trial and error atau rule of thumb yang akan diberikan adalah dari ICI Explosives.
Tinggi jenjang (H) dan diameter lubang ledak (d) merupakan pertimbangan
pertama yang disarankan. Jadi cara ini menitikberatkan pada alat yang tersedia
atau yang akan dimiliki, kondisi batuan setempat, peraturan tentang batas
maksimum ketinggian jenjang yang diijinkan Pemerintah, serta produksi yang
dikehendaki. Selanjutnya untuk menghitung parameter lainnya sebagai berikut:

(1) Tinggi jenjang (H): Secara empiris H = 60d – 140d. Bandingkan dengan L/d
≤ 60
(2) Burden (B) antar baris; B = 25d – 40d
(3) Spasi antar lubang ledak sepanjang baris (S); S = 1B – 1,5B
(4) Subdrilling (J); J = 8d – 12 d
(5) Stemming (T); T = 20d – 30d
(6) Powder Factor (PF);

PF F

Burden dan spasi, butir (2) dan (3), dapat berubah tergantung pada sekuen
inisiasi yang digunakan (lihat Gambar 5.5), yaitu:
i. Tipe sistem inisiasi tergantung pada bahan peledak yang dipilih dan peraturan
setempat yang berlaku.
ii. Waktu tunda antar lubang sepanjang baris yang sama disarankan minimal 4 ms
per meter panjang spasi.
iii. Waktu tunda minimum antara baris lubang yang berseberangan antara 4 ms –
8 ms per meter. Dikhawatirkan apabila lebih kecil dari angka ms tersebut tidak
cukup waktu untuk batuan bergerak ke depan dan konsekuensinya bagian
bawah setiap baris material akan tertahan.
iv. Waktu tunda dalam lubang (in-hole delay) untuk sistem inisiasi nonel
direkomendasikan tidak meledak terlebih dahulu sampai detonator tunda di
permukaan (surface delay) terpropagasi seluruhnya.

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


85

Gambar 5.5. Tipe-tipe sekuen inisiasi (dari ICI explosives)

Contoh-2: Apabila Contoh-1 dilanjutkan dengan mempertimbangkan kemampuan


jangkauan alat muat 12 m dan ketinggian tersebut masih didalam batas ijin
Pemerintah. Dengan menggunakan diameter lubang ledak hasil perhitungan
Contoh-1, hitunglah parameter geometri peledakan lainnnya.

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


86

Penyelesaian-2:
(1) Tinggi jenjang (H) dapat ditambah 1 m, karena tumpukan fragmentasi hasil
peledakan yang akan digali alat muat akan lebih rendah hingga berkurang
sekitar 1 m. Jadi H = 12 + 1 = 13 m
(2) Burden (B) = 25d – 40d;
Misalnya diambil 30d; B = 30 x 4,75 = 142,5 inci = 3,6 m
(3) Spasi (S) = 1B – 1,5B
Misalnya diambil 1B (square pattern); S = 3,6 m
(4) Subgrade (J) = 8d – 12 d
Misalnya diambil 9d; J = 9 x 4,75 = 42,75 inci = 1,0 m
(5) Stemming (T) = 20d – 30d
Misalnya diambil 25d; T = 25 x 4,75 = 118,75 inci = 3,0 m
(6) Kedalaman kolom lubang ledak (L) = H + J = 13 + 1 = 14 m
(7) Panjang isian utama (PC) = L – T = 14 – 3 = 11 m

Perhitungan Powder Factor akan diuraikan tersendiri pada sub-bab


berikutnya dan ilustrasi geometri peledakan hasil perhitungan di atas terlihat pada
Gambar 5.6.

Gambar 5.6. Geometri peledakan hasil perhitungan

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


87

5.3. Powder Factor (PF)


Powder factor (PF) menunjukkan jumlah bahan peledak (kg) yang dipakai
untuk memperoleh satu satuan volume atau berat fragmentasi peledakan, jadi
satuannya biasa kg/m³ atau kg/ton. Pemanfaatan PF cenderung mengarah pada
nilai ekonomis suatu proses peledakan karena berkaitan dengan harga bahan
peledak yang digunakan dan perolehan fragmentasi peledakan yang akan dijual.

5.3.1. Perhitungan volume yang akan diledakkan


Pada tambang terbuka atau quarry, yang umumnya menerapkan peledakan
jenjang (bench blasting), volume batuan yang akan diledakkan tergantung pada
dimensi spasi, burden, tinggi jenjang, dan jumlah lubang ledak yang tersedia.
Dimensi atau ukuran spasi, burden dan tinggi jenjang memberikan peranan yang
penting terhadap besar kecilnya volume peledakan. Artinya volume hasil
peledakan akan meningkat bila ukuran ketiga parameter tersebut diperbesar,
sebaliknya untuk volume yang kecil. Sedangkan pada tambang bawah tanah, baik
pembuatan terowongan atau jenis bukaan lainnya, volume hasil peledakan
diperoleh dari perkalian luas permuka kerja atau front kerja atau face dengan
kedalaman lubang ledak rata-rata.

Prinsip volume yang akan diledakkan adalah perkalian burden (B), spasi
(S) dan tinggi jenjang (H) yang hasilnya berupa balok dan bukan volume yang
telah terberai oleh proses peledakan. Volume tersebut dinamakan volume padat
(solid atau insitu atau bank), sedangkan volume yang telah terberai disebut volume
lepas (loose). Konversi dari volume padat ke volume lepas menggunakan faktor
berai atau swell factor, yaitu suatu faktor peubah yang dirumuskan sbb:

SF

Apabila : Vs = B x S x H

Maka : VL

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


88

di mana SF, VS dan VL masing-masing adalah faktor berai (dalam %), volume
padat dan volume lepas. Apabila ditanyakan berat hasil peledakan, maka dihitung
dengan mengalikan volume dengan densitas batuannya, jadi:

W=Vxρ

di mana ρ adalah densitas batuan. Perlu diingat bahwa berat hasil peledakan baik
dalam volume padat maupun volume lepas bernilai sama, tetapi densitasnya
berbeda, di mana densitas pada kondisi lepas akan lebih kecil dibanding padat.

Contoh-3: Melanjutkan penyelesaian dari Contoh-2 yang telah mendapatkan spasi


3,60 m, burden 3,6 m dan tinggi jenjang 13 m. Dari percobaan yang telah
dilakukan sebelumnya diperoleh bahwa batuan tersebut setelah diledakkan terberai
dengan faktor berai 82%. Bila telah dibuat 100 lubang dan densitas batuan padat
2,50 ton/m³, hitunglah volume padat, lepas dan berat hasil peledakan seluruhnya.

Penyelesaian-3:
a. VS = B x S x H; VS = 3,6 x 3,6 x 13 = 168,50 m³ (bank)/lubang
b. Volume seluruh hasil peledakan (VS-total ) = 100 x 168,5 = 16.850 m³ (bank)

c. VL = 20.548,80 m³ (loose)
d. W = 20.548,80 x 2,5 = 51.372 ton

5.3.2. Perhitungan jumlah bahan peledak


Telah diuraikan pada sebelumnya tentang pengertian densitas pengisian
(loading density), yaitu jumlah bahan peledak setiap meter kedalaman kolom
lubang ledak (lihat Tabel 5.2). Densitas pengisian digunakan untuk menghitung
jumlah bahan peledak yang diperlukan setiap kali peledakan. Disamping itu,
perhatikan pula kolom lobang ledak (L), Gambar 5.2 dan 5.3, yang terbagi
menjadi “penyumbat” atau stemming (T) dan “isian utama” (PC). Bahan peledak
hanya terdapat sepanjang kolom PC, sehingga keperluan bahan peledak setiap
kolom adalah perkalian PC dengan densitas pengisian (ρd) atau:

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


89

Whandak = PC x ρd
Wtotal handak = n x PC x ρd

di mana n adalah jumlah seluruh lubang ledak. Densitas pengisian (ρd) dicari
menggunakan Tabel 2.2, yaitu angka yang diperoleh dari hasil perpotongan kolom
diameter lubang ledak dengan baris densitas bahan peledak. Misalnya berapa ρd
bila diameter lubang ledak 102 mm (4 inci) dan bahan peledak berdensitas 1,0
gr/cc. Caranya adalah dengan menarik garis horizontal dari angka 102 mm pada
kolom diameter dan berpotongan dengan garis vertikal dari densitas bahan peledak
1,0 gr/cc pada angka 8,17, jadi ρd = 8,17 kg/m.

Tabel 5.2. Densitas pengisian untuk berbagai diameter lubang ledak dan densitas
bahan peledak dalam kg/m

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


90

Contoh-4: Dari Contoh-1 diperoleh bahwa diameter lubang ledak 4,75 inci (121
mm) dengan panjang kolom PC 11 m (lihat Gambar 2.6). Bahan peledak yang
digunakan ANFO yang berdensitas 0,80 gr/cc. Maka untuk untuk 100 lubang
seperti Contoh-3 akan dibutuhkan bahan peledak sebagai berikut:

Penyelesaian-4:
Wtotal handak = n x PC x ρd
Wtotal handak = 100 x 11 m x 9,2 kg/m = 10.120 kg = 10,12 ton

5.3.3. Perhitungan PF
Powder factor (PF) didefinisikan sebagai perbandingan jumlah bahan
peledak yang dipakai dengan volume peledakan, jadi satuannya kg/m³. Karena
volume peledakan dapat pula dikonversi dengan berat, maka pernyataan PF bisa
pula menjadi jumlah bahan peledak yang digunakan dibagi berat peledakan atau
kg/ton. Volume peledakan merupakan perkalian dari B x S x H, jadi:

PF

PF biasanya sudah ditetapkan oleh perusahaan karena merupakan hasil dari


beberapa penelitian sebelumnya dan juga karena berbagai pertimbangan ekonomi.
Umumnya bila hanya berpegang pada aspek teknis hasil dari perhitungan
matematis akan diperoleh angka yang besar yang menurut penilaian secara
ekonomi masih perlu dan dapat dihemat. Tolok ukur dalam menetapkan angka PF
adalah:

(1) Ukuran fragmentasi hasil peledakan yang memuaskan, artinya tidak terlalu
banyak bongkahan (boulder) atau terlalu kecil. Terlalu banyak bongkahan
harus dilakukan peledakan ulang (secondary blasting) yang berarti terdapat
tambahan biaya; sebaliknya, bila fragmentasi terlalu kecil berarti boros bahan
peledak dan sudah barang tentu biaya pun tinggi pula. Ukuran fragmentasi
harus sesuai dengan proses selanjutnya, antara lain ukuran mangkok alat muat

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


91

atau ukuran umpan (feed) mesin peremuk batu (crusher).

(2) Keselamatan kerja peledakan, artinya disamping berhemat juga keselamatan


karyawan dan masyarakat disekitarnya harus terjamin,
(3) Lingkungan, yaitu dampak negatif peledakan yang menganggu kenyamanan
masyarakat sekitarnya harus dikurangi. Dampak negatif tersebut getaran yang
berlebihan, gegaran yang menyakitkan telinga dan suara yang mengejutkan.

Dari pengalaman di beberapa tambang terbuka dan quarry yang sudah


berjalan secara normal, harga PF yang ekonomis berkisar antara 0,20 – 0,3 kg/m³.
Pada tahap persiapan (development) harga PF tidak menjadi ukuran, karena tahap
tersebut sasarannya bukan produksi tetapi penyelesaian suatu proyek, walaupun
tidak menutup kemungkinan kadang-kadang diperoleh bijih atau bahan galian
yang dapat dipasarkan.
Terdapat pula pernyataan blasting ratio untuk menilai keberhasilan, yaitu
volume peledakan yang diperoleh per kg bahan peledak. Jadi rumusnya adalah
perbandingan volume peledakan dengan bahan peledak yang digunakan
(kebalikan rumus PF). Namun, pada modul ini hanya akan dipakai PF karena
paling banyak digunakan pada industri pertambangan di Indonesia.

Contoh- 5: Dari Contoh-1 sampai 4 diperoleh bahwa jumlah hasil peledakan


16.850 m³ (bank) dengan mengkonsumsi bahan peledak 10.120 kg. Hitung PF dan
apabila ternyata terlalu besar, bagaimana upaya teknis untuk penghematan yang
dapat dilakukan

Penyelesaian- 5:

a. PF = 0,60 kg/m³
b. Rancangan tersebut menghasilkan pemborosan karena PF terlalu besar, oleh
sebab itu perlu dimodifikasi dengan melakukan uji coba mengubah dimensi
parameter geometri peledakan dengan tolok ukur keberhasilan ukuran
fragmentasi, keselamatan kerja dan lingkungan. Misalnya dilakukan modifikasi
terhadap B, S dan penghematan bahan peledak menjadi sebagai berikut:

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


92

• VS = B x S x H; VS = 3,6 x 5 x 13 = 234 bcm/lubang


• Volume seluruh hasil peledakan (VS-total ) = 100 x 234 = 23.400 bcm
• Dari hasil uji coba berkali-kali ternyata bahan peledak dari gudang bisa
dikurangi dari 10.120 kg menjadi 7.500 kg per peledakan.

• Jadi, PF = 0,32 kg/bcm

5.4. Pola Peledakan


Secara umum pola peledakan menunjukkan urutan atau sekuensial ledakan
dari sejumlah lubang ledak. Pola peledakan pada tambang terbuka dan bukaan di
bawah tanah berbeda. Adanya urutan peledakan berarti terdapat jeda waktu
ledakan diantara lubang-lubang ledak yang disebut dengan waktu tunda atau delay
time. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan waktu tunda pada
sistem peledakan antara lain adalah:
1) Mengurangi getaran
2) Mengurangi overbreak dan batu terbang (fly rock)
3) Mengurangi gegaran akibat airblast dan suara (noise).
4) Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan
5) Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan

Apabila pola peledakan tidak tepat atau seluruh lubang diledakkan


sekaligus, maka akan terjadi sebaliknya yang merugikan, yaitu peledakan yang
mengganggu lingkungan dan hasilnya tidak efektif dan tidak efisien.

5.4.1. Pola peledakan pada tambang terbuka


Mengingat area peledakan pada tambang terbuka atau quarry cukup luas,
maka peranan pola peledakan menjadi penting jangan sampai urutan
peledakannya tidak logis. Urutan peledakan yang tidak logis bisa disebabkan oleh:
 penentuan waktu tunda yang terlalu dekat,

 penentuan urutan ledakannya yang salah,

 dimensi geometri peledakan tidak tepat,

 bahan peledaknya kurang atau tidak sesuai dengan perhitungan.

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


93

Terdapat beberapa kemungkinan sebagai acuan dasar penentuan pola


peledakan pada tambang terbuka, yaitu sebagai berikut: a. Peledakan tunda antar
baris.
b. Peledakan tunda antar beberapa lubang.
c. Peledakan tunda antar lubang.

Orientasi retakan cukup besar pengaruhnya terhadap penentuan pola


pemboran dan peledakan yang pelaksanaannya diatur melalui perbandingan spasi
(S) dan burden (B). Beberapa contoh kemungkinan perbedaan kondisi di lapangan
dan pola peledakannya sebagai berikut:
1) Bila orientasi antar retakan hampir tegak lurus, sebaiknya S = 1,41 B seperti
pada Gambar 5.7.

Gambar 5.7. Peledakan pojok dengan pola staggered dan sistem inisiasi echelon
serta orientasi antar retakan 90°

2) Bila orientasi antar retakan mendekati 60° sebaiknya S = 1,15 B dan


menerap-kan interval waktu long-delay dan pola peledakannya terlihat
Gambar 5.8.
3) Bila peledakan dilakukan serentak antar baris, maka ratio spasi dan burden
(S/B) dirancang seperti pada Gambar 5.9 dan 5.10 dengan pola bujursangkar

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


94

(square pattern).
4) Bila peledakan dilakukan pada bidang bebas yang memanjang, maka sistem
inisiasi dan S/B dapat diatur seperti pada Gambar 5.11 dan 5.12.

Gambar 5.8. Peledakan pojok dengan pola staggered dan sistem inisiasi echelon
serta orientasi antar retakan 60°

Gambar 5.9. Peledakan pojok antar baris dengan pola bujursangkar dan sistem
inisiasi echelon

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


95

Gambar 5.10. Peledakan pojok antar baris dengan pola staggered

Gambar 5.11. Peledakan pada bidang bebas memanjang dengan pola V-cut
bujursangkar dan waktu tunda close-interval (chevron)

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


96

Gambar 5.12. Peledakan pada bidang bebas memanjang dengan pola V-cut
persegi panjang dan waktu tunda bebas

5.4.2. Pola peledakan pada tambang bawah tanah


Prinsip pola peledakan di tambang bawah tanah adalah sama dengan di
tambang terbuka, yaitu membuat sekuensial ledakan antar lubang. Peledakan
pembuatan cut merupakan urutan pertama peledakan di bawah tanah agar
terbentuk bidang bebas baru disusul lubang-lubang lainnya, sehingga lemparan
batuan akan terarah. Urutan paling akhir peledakan terjadi pada sekeliling sisi
lubang bukaan, yaitu bagian atap dan dinding. Pada bagian tersebut pengontrolan
menjadi penting agar bentuk bukaan menjadi rata, artinya tidak banyak tonjolan
atau backbreak pada bagian dinding dan atap.
Permuka kerja suatu bukaan bawah tanah, misalnya pada pembuatan
terowong-an, dibagi ke dalam beberapa kelompok lubang yang sesuai dengan
fungsinya (lihat Gambar 5.13), yaitu cut hole, cut spreader hole, stoping hole, roof
hole, wall hole dan floor hole. Bentuk suatu terowongan terdiri bagian bawah yang
disebut abutment dan bagian atas dinamakan busur (arc). Gambar 5.14, 5.15, dan
5.16 memperlihatkan pola peledakan untuk membuat terowongan dengan bentuk
cut yang berbeda masing-masing burn cut, wedge cut, dan drag cut.

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


97

Gambar 5.13. Kelompok lubang pada pemuka kerja suatu terowongan

Gambar 5.14. Pola peledakan dengan burn cut pada suatu terowongan

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


98

Gambar 5.15. Pola peledakan dengan wedge cut pada suatu terowongan
Gambar 5.16 Pola peledakan dengan drag cut pada suatu terowongan

5.5. Alat Pengisi Lubang Ledak


Pengisian lubang ledak dapat dilakukan secara manual atau menggunakan
alat bantu mekanis. Cara pengisian dibedakan berdasarkan diameter lubang ledak
dan untuk alasan tersebut lubang ledak dikelompokkan menjadi:
 Diameter “Kecil” : < 50 mm (2”)

 Diameter “Sedang” : 50 – 100 mm (2” – 4”)

 Diameter “Besar” : > 100 mm (4”)

Cara pengisian manual maksudnya bila dilaksanakan langsung dengan cara


dicurah ke dalam lubang ledak. Untuk membantu pemadatan digunakan tongkat
panjang terbuat dari bambu atau bahan non-konduktor lainnya yang disebut
tamping rod. Sedangkan cara mekanis bila menggunakan alat bantu pengisian
pneumatik, misalnya pneumatic cartridge charger dan ANFO loader, yang
biasanya diterapkan pada pengisian lubang miring atau ke arah atas. Sedangkan
alat mekanis untuk lubang ledak berdiameter “besar” digunakan Mobile Mixer/

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


99

Manufacturing Unit (MMU) yang multi-guna, karena dapat berfungsi sebagai


pengangkut, pencampur dan sekaligus pengisi.

5.5.1. Pengisian Lubang Berdiameter “Kecil”


Lubang ledak berdiameter “kecil” biasanya mempunyai kedalaman
terbatas yang umumnya diterapkan pada penambangan skala kecil. Pengisian
dilaksanakan dengan cara manual, bila menggunakan agen peledakan ANFO
langsung dicurah dan bila berbentuk cartridge langsung dimasukkan satu per satu
ke dalam lubang ledak. Pemadatan bahan peledak digunakan alat tamping rod.
Untuk lubang miring atau mengarah ke atas (stopper), pada tambang bawah tanah,
biasanya dibantu alat pengisian pneumatik (lihat Gambar 5.17).
ANFO loader pada Gambar 5.17.a adalah salah satu jenis pengisi lubang
ledak dengan bahan peledak ANFO. Alat ini terdiri dari tangki konis terbuat dari
baja dan bertekanan serta klep bola yang mengatur tekanan menuju selang pengisi
berdiameter antara 50 – 75 mm. Tekanan udara tambahan (secondary air
pressure) dapat dimasukkan melalui pipa di bagian bawah alat untuk menambah
tekanan ke selang pengisi. Cara kerja alat ini adalah sebagai berikut:
1) ANFO dicurah melalui corong di bagian atas ke tangki konis.
2) Corong ditutup rapat dan kuat.
3) Klep bola dibuka perlahan-lahan sampai tekanan untuk mengeluarkan ANFO
melalui selang pengisi memuaskan. Besar tekanan akan sangat tergantung
pada densitas ANFO. Alat ini dirancang untuk ANFO dengan densitas sampai
0,95 gr/cm³.
Laju pengisian disamping tergantung pada densitas ANFO juga pada
panjang selang yang dipasang dan besar tekanan tambahan. Untuk pemakaian
normal, tekanan di dalam corong sekitar 175 – 200 kPa (2 – 3 atm). Dalam kondisi
tersebut laju pengisian bisa mencapai 45 kg/menit untuk panjang selang sampai 50
m. Alat ini dirancang untuk kapasitas ANFO mulai 17 kg, 25 kg, 45 kg, 100 kg,
200 kg dan 250 kg.
Pneumatic cartridge charger pada Gambar 5.17.b adalah alat pengisi
lubang ledak dengan bahan peledak cartridge, khususnya cartridge berbasis
emulsi, misalnya powergel. Alat ini sangat efektif bila digunakan pada lubang

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


100

ledak kecil yang berukuran antara 57 – 76 mm (2” – 3”) dengan kedalaman 58 m


untuk lubang kering dan 15 m bila lubang berair. Sangat cocok digunakan untuk
pengisian lubang ledak ke arah miring atau ke atas pada tambang bawah tanah.
Tekanan udara yang dialirkan melalui selang mampu memberikan pemadatan,
sehingga densitas bahan peledak di dalam lubang ledak bertambah antara 20% -
40% dibanding dengan pemadatan secara manual (dengan tangan biasa). Besarnya
tambahan densitas tersebut tergantung pula pada besar tekanan udara yang
dialirkan. Alat ini dirancang untuk bahan peledak cartridge berbasis emulsi,
namun dengan memperhatikan segala kemungkinan yang berkaitan dengan
keselamatan kerja dapat pula digunakan untuk bahan peledak cartridge berbasis
nitroglyserin.

5.5.2. Pengisian Lubang Berdiameter “Sedang”


Pengisian lubang ledak berdiameter “sedang” dapat dilakukan secara
manual menggunakan tempat yang ukuran volumenya tertentu, misalnya
menggunakan ember plastik, agar dapat mengisi lubang ledak dengan tepat sesuai
perhitungan (lihat Gambar 5.18). Pada proses ini diperlukan selang (hose) berskala
untuk mengukur batas kedalaman bahan peledak agar tidak melewati batas
kedalaman penyumbat (stemming). Disamping itu, yang perlu diperhatikan adalah
legwire atau sumbu nonel atau sumbu ledak harus ditahan agar jangan sampai
jatuh dan ke dalam lubang dan terkubur bahan peledak. Pemadatan dilakukan
dengan memakai tamping rod yang biasanya dilakukan bersamaan dengan proses
pengisian agen peledakan.
Pada tambang bawah tanah, baik pembuatan terowongan atau pekerjaan
penam-bangan, pengisian lubang ledak secara manual hanya dapat dilakukan ke
arah samping (drifter) atau bawah (sinker), sedangkan ke miring (inclined) atau
atas (stopper) harus menggunakan alat bantu seperti pada Gambar 5.17.a.atau
5.17.b. Apabila masih memungkinkan pemadatan manual ke arah samping dapat
digunakan tongkat pendorong non-konduktor seperti terlihat pada Gambar 5.19
dan 5.20. Karena dengan alat sederhana ini pelaksanaan peledakan menjadi lebih
cepat dan biaya pun dapat dikurangi.

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


101

Gambar 5.18. Tipikal pengisian manual lubang ledak di quarry atau tambang
terbuka (Quarry andesit, PT. Trumix Beton, Bogor, Indonesia, 1995)

Gambar 5.19. Tipikal pengisian manual lubang ledak pada pembuatan


terowongan (Flam-Gudvangen Tunnel, Norwegia, Nitro Nobel, 1992)

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


102

Gambar 5.20. Pengisian manual lubang ledak pada penambangan bawah tanah
(Amerika Utara, Ireco, 1989)

5.5.3. Pengisian Lubang Berdiameter “Besar”


Pengisian lubang ledak berdiameter besar biasanya dilakukan oleh
perusahaan penambangan skala besar dengan jumlah produksi mencapai ratusan
ribu ton atau m³, sehingga memerlukan bahan peledak cukup banyak. Untuk itu
diperlukan lubang ledak yang banyak pula. Apabila pengisian lubang ledaknya
dilakukan secara manual tentu tidak akan efektif dan efisien, sehingga diperlukan
sentuhan teknologi pengisian lubang ledak. Saat ini pengisian lubang secara
mekanis menggunakan Mobile Mixer/Manufacturing Unit (MMU) pada
penambangan skala besar sudah banyak dilakukan. Walaupun biaya pengisian
lubang ledak secara mekanis cukup tinggi, namun jumlah produksi yang besar
sudah diperhitungkan mampu mengatasi biaya tersebut. Dengan demikian untuk
penambangan skala besar, pengisian lubang ledak secara mekanis cukup ekonomis
ditinjau dari aspek produksi maupun biaya.

Hampir semua perusahaan jasa peledakan memiliki MMU dan salah satunya
seperti terlihat pada Gambar 5.21 dan 5.22. Setiap MMU umumnya terdiri dari
tiga kompartemen yang bermuatan butiran ammonium nitrat (AN), bahan bakar
(solar), dan emulsi. Emulsi telah dibuat di pabrik pembuatan emulsi yang biasanya
berlokasi dekat dengan gudang bahan peledak. Melalui tiga komparteman tersebut

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


103

dapat diramu beberapa jenis bahan peledak sesuai dengan kondisi batuan dan
terlebih dahulu dibuat kesepakatan antara pemberi jasa peledakan dengan
konsumen. Diantara jenis bahan peledak yang dapat diramu adalah ANFO dan
heavy-ANFO (campuran ANFO dengan emulsi). Bahan peledak ANFO diramu
dengan mengeluarkan AN dan solar dari kompartemennya secara otomatis dengan
perbandingan 94,5% AN dan solar 5,5% berat. Demikian juga halnya dengan
heavy-ANFO dikeluarkan dari kompartemennya dengan perbandingan tertentu
pula (lihat Modul 1, Pengenalan Bahan Peledak, tentang bahan peledak heavy-
ANFO). Cara pengeluaran jenis bahan peledak dari MMU tergantung pada
viskositasnya. Berikut ini adalah jenis bahan peledak dan cara pengeluarannya:
 ANFO dikeluarkan menggunakan sistem ulir (auger)

 Heavy-ANFO dengan emulsi kurang dari 60% dapat mengunakan auger

 Heavy-ANFO dengan emulsi lebih dari 60% mengunakan pompa.
Oleh sebab itu, setiap MMU harus dilengkapi dengan alat pengeluaran
yang mampu mengalirkan bahan peledak sesuai dengan viskositasnya ke dalam
lubang ledak dengan kecepatan yang terukur. Gambar 5.23 menunjukkan sketsa
MMU buatan Dyno Westfarmers yang menunjukkan susunan kompartemen dan
bagian-bagian penting lainnya.

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


104

BAB VI
PASCA PELEDAKAN

Tujuan
Setelah mempelajari materi ini, peserta diharapkan mampu menghitung
fragmentasi hasil peledakan, mengerjakan peledakan terhadap bongkah batuan
(secondary blasting) dan mengatasi gagal ledak (misfire).

6.1. Peledakan bongkah batu


Ketidaksempurnaan ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan kadang-
kadang terjadi dan hal tersebut umumnya tidak dikehendaki selama tujuan
peledakan diarahkan untuk produksi normal. Namun demikian, dalam situasi
tertentu bongkah batuan (boulders) dalam jumlah terbatas diperlukan juga, yaitu
biasanya diguna-kan untuk batas pengaman sisi jalan tambang terutama yang
mengarah ke tebing. Peledakan bongkah selama berlangsungnya produksi normal
sangat menganggu proses penggalian maupun dapat menyebabkan hambatan
(chocking) di dalam rongga penggerus crusher, sehingga proses peledakan tidak
efisien. Oleh sebab itu peledakan ulang perlu dilakukan untuk memperkecil
ukurannya dan pekerjaan tersebut akan menambah biaya peledakan. Atas dasar
inefisiensi itulah kehadiran bongkahan batu tidak dikehendaki dalam peledakan
produksi normal.

6.1.1. Langkah-langkah pelaksanaan peledakan bongkah


Setelah diketahui terdapat sejumlah bongkah batuan yang memerlukan
peledakan ulang, maka langkah-langkah yang harus dikerjakan adalah:
1) Sedapat mungkin pisahkan bongkah batuan yang akan diledakkan ulang dari
tumpukan hasil peledakan menggunakan bantuan bulldozer atau excavator.
2) Beri tanda pada bagian yang akan dibor. Jumlah lubang bor tergantung pada
besarnya bongkahan, tipe batuan, dan posisi batuan. Pemberian titik lubang
bor diusahakan pada posisi yang paling mudah untuk penetrasi bor.

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


105

Gambar 6.1. Bongkah batuan menyebabkan peledakan tidak efisien

3) Lakukan pengeboran menggunakan diameter kecil sekitar 2 3 – 3 4

ketinggian atau panjang ke arah posisi yang akan dibor. Ada juga yang
berpendapat kedalaman lubang ledak antara 12 – 13 diameter bongkah.

3
2 3
4 arah

Gambar 6.2. Cara pengeboran bongkah batuan untuk peledakan ulang

4) Pilihlah jenis bahan yang sesuai untuk peledakan bongkah, biasanya tidak
menggunakan ANFO, tapi cukup memakai bahan peledak peka detonator
atau cartridge, misalnya powergel, dinamit, emulite, dan sejenisnya serta
dipotong secukupnya. Kemudian masukkan penyumbat.

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


106

5) Besarnya cartridge yang dipotong tergantung pada tipe batuan dan kedalam-
an lubang ledaknya. Sebagai acuan untuk mengperkirakan banyaknya bahan
peledak dapat digunakan Tabel 6.1 di bawah ini.

Tabel 6.1. Estimasi jumlah bahan peledak untuk peledakan bongkah

Ketebalan bongkah rata-rata Cartridge1)/ lubang ledak


45 cm ¼ x tinggi = 5 cm
75 cm ¼ x tinggi = 5 cm
100 cm ½ x tinggi = 10 cm
120 cm 1 x tinggi = 20 cm
1)
Ukuran cartridge:  = 3 cm dan tinggi = 20 cm

6) Apabila bongkah batuan diperkirakan bervolume lebih besar dari 2 m³ (lihat


Gambar 3.3) sebaiknya gunakan 2 lubang ledak atau lebih dan diinisiasi
serentak. Harus diperhatikan juga perkiraan lemparan fragmentasinya.
Dengan melihat seberapa dalam bongkah batu tertanam ke dalam tanah,
maka gunakan Tabel 6.2 yang menunjukkan specific charge pengisian
bahan peledak.

Gambar 6.3. Bongkah batuan besar akan diledakkan ulang (Jimeno, 1995)

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


107

Tabel 6.2. Specific charge bahan peledak untuk peledakan bongkah

Specific charge cartridge,


Kondisi bongkah
gr/m³
Diatas permukaan tanah 50 - 100
Separuh tertanam di dalam tanah 100 - 150
Seluruhnya tertanam di dalam 150 - 200
tanah

7) Apabila digunakan bahan peledak kuat berukuran mini dengan spesifikasi di


bawah ini, gunakan lubang ledak berdiameter 22 mm agar terbentuk peng-
isian de-coupling dan energi yang dihasilkan tidak terlalu besar.
 Kandungan kimia : campuran nitroglycerin, nitrocelulose,
PETN dan ammonium nitrat
 Densitas : 1,55 gr/cc
 Energy : 5,5 MJ/kg
 RWS terhadap ANFO : 127%
 VOD : 6000 m/s
 Ketahanan terhadap air : sangat baik
 Ukuran :  = 17 mm; tinggi = 275 mm

Pada produksi tambang bawah tanah sering terjadi bongkahan batu penghambat
turunnya laju hasil peledakan, yang melewati draw points, chutes, ore passes dan
sebagainya, yang tidak mungkin diledakkan ulang menggunakan cara konven-
sional di atas karena sangat berbahaya bagi operator. Sekarang telah ada alat
pendorong proyektil metal yang disebut shaped directional charges atau ballistic
disk charges (Gambar 3.4). Prinsip kerja alat tersebut adalah when meledak di
bagian dalam alat, piringan akan memberikan gaya dorong kepada semacam
peluru metal hingga terlempar kesasaran. Pada Gambar 3.4.b memperlihatkan
contoh kondisi dimana terdapat batu yang mengunci aliran hasil peledakan di
draw point dan membuat aliran macet. Cara mengatasinya sebagai berikut:

Posisikan shaped directional charges ke arah target atau sasaran batu
penyebab macet dari jarak yang memungkinkan agar energi (gaya) dorong
cukup kuat untuk memecahkan atau menggeser batu tersebut.
 
 Pasang shaped metal (peluru) ditengah-tengah piringan
 
Tarik kabel ke tempat yang aman bagi operator

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


108



Lakukan inisiasi, ledakan detonator listrik akan memberikan gaya dorong
terhadap piringan yang menyebabkan shaped metal terlempar ke target.

a. Pendorong
proyektil metal
(shaped directional
charges)

b. Mengatasi batu
macet di draw
point mengguna-
kan pendorong
proyektil metal

Gambar 6.4. Pendorong proyektil metal buatan “Sica” (Jimeno, 1995)

6.1.2. Teknik peledakan bongkah


Terdapat beberapa teknik peledakan bongkah yang pemilihannya tergantung
dari posisi batu, kualitas batu, dan bagian batu yang tertanam dalam tanah. Teknik
peledakan bongkah adalah:

1) Blockholing atau Pop Shooting


Umumnya digunakan untuk memecahkan bongkah batu yang besar dengan
cara membuat lubang bor ke arah pusat bongkah batu. Apabila jenis batunya
tergolong batuan keras dapat dibuat lebih dari satu lubang bor. Kedalaman lubang

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


109

bor antara 12 - 3 4 tinggi bongkah batu yang dibor seperti yang telah diuraikan
pada halaman 40. Apabila bongkah batu tertanam di dalam tanah dan tidak
diketahui dalamnya, maka cara pengeborannya adalah:
 Lakukan pengeboran sampai tembus

 Sumbat bagian bawah lubang bor sampai tertinggal lubang kosong 2 3 tinggi
lubang total
 Isi bahan peledak sesuai aturan pada Tabel 3.1 dan sumbat bagian atasnya
(stemming)
Tidak ada ketentuan pasti tentang jumlah lubang bor yang harus dibuat,
namun sebagai acuan umum dapat diterapkan bahwa setiap bongkah bervolume
kurang dari atau sama dengan 1 m³ diperlukan 1 lubang bor dengan kedalaman
maksimum 2 3 m. Jadi bila terdapat bongkah sebesar 1,5 m³ dapat dibuat 2 lubang
bor dengan jarak antar lubang dan kedalamannya disesuaikan dengan kualitas
batuannya. Gambar 3.2 memperlihatkan cara peledakan blockholing.

2) Mudcapping atau Plaster Shooting


Mudcapping adalah cara peledakan kontak, yaitu bahan peledak dinamit
atau emulsi diletakkan di atas bongkah batuan ditutupi oleh lumpur atau lempung
dengan ketebalan 101 mm. Bahan peledak sebaiknya ditempelkan pada bagian
permukaan bongkah yang rata atau sedikit cekung dan bagian permukaan tersebut
harus dibersihkan dari batu-batu kecil dan debu agar tidak terjadi batu terbang.
Pada Gambar 3.5.a bahan peledak ditempelkan pada bagian samping bongkah
batu, sedangkan pada Gambar 3.5.b di atas permukaan bongkah dan keduanya
tidak ditutupi lempung. Gambar 3.5.c adalah cara mudcapping yang disarankan
sebab bahan peledaknya ditutupi lempung atau material lain yang sejenis agar
dapat mengurangi suara dan airblast. Metode mudcapping ini memerlukan bahan
peledak sesuai dengan besar bongkah (lihat Tabel 6.3) hanya secara umum dapat
dipakai powder factor 0,7 – 1,0 kg/m³.

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


110

Tabel 6.3. Estimasi jumlah bahan peledak pada mudcapping

Berat bahan peledak, Ukuran bongkah, m³


kg Dipadatkan Tanpa pemadatan
0,3 0,4 0,6
0,5 0,8 1,0
0,8 1,3 1,6
1,0 1,5 2,0

Keuntungan cara ini adalah tidak perlu pengeboran dan pekerjaan cepat
selesai. Sedangkan kelemahannya antara lain kemungkinan muncul batu terbang
dan timbul kebisingan suara serta airblast. Oleh sebab itu, peledakan mudcapping
hanya dapat diterapkan bila jauh dari pemukiman karena pengaruh kebisingan
suara serta airblast bisa sampai lebih dari jarak 1 km, walaupun ditutupi lempung.

Gambar 6.5. Beberapa cara peledakan mudcapping

3) Snakeholing
Tujuan metode snackholing adalah untuk mendorong batu yang tertanam
dalam tanah ke atas dan sekaligus memecahkannya. Caranya adalah dengan
membuat lubang ledak persis di bawah batu. Besar diameter lubang akan
tergantung pada seberapa besar batu yang akan didorong, diangkat dan
dipecahkan. Powder factor untuk snakeholing antara 0,75 – 1,5 kg meter

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


111

ketebalan bongkah dihitung dari arah lubang bor. Tabel 3.4 adalah kemungkinan
lain untuk mengetahui kebutuhan bahan peledak sesuai dengan diameter bongkah.
Tabel 3.4. Muatan bahan peledak pada peledakan bongkah 1)

Diameter bongkah Muatan bahan peledak


Blockholing Snakeholing Mudcaping
ft m
lb kg lb kg lb Kg
3 1,0 ¼ 0,11 ¾ 0,34 2 0,90
4 1,2 38 0,17 2 0,90 3½ 1,59
5 1,5 ½ 0,23 3 1,36 6 2,72
1)
Explosives and Demolitions, U.S. Depart. of the Army Field
Manual FM 5-25, 1971

Apabila bongkahnya sangat besar, kombinasi antara snakeholing dan


mudcapping dapat diterapkan dengan peledakan untuk keduanya serentak.
Gambar 3.6 memperlihatkan sketsa snackholing.

Gambar 6.6. Sketsa snackholing

6.2. Gagal ledak (misfire)


“Gagal ledak” adalah istilah yang diberikan kepada bahan peledak yang
tidak meledak di dalam kolom lubang ledak. Banyak penyebab tidak
mengakibatkan gagalnya peledakan suatu bahan peledak dan biasanya merupakan
suatu pekerjaan yang sulit serta berbahaya untuk mengatasinya. Kata kuncinya
adalah gagal ledak harus ditangani dengan penuh kehati-hatian. Uraian
selanjutnya tidak akan membahas tentang penyebab terjadinya gagal ledak, tetapi

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


112

lebih terfokus kepada tata cara penanganan gagal ledak itu sendiri.

6.2.1. Ciri-ciri gagal ledak


Terdapat beberapa ciri awal untuk mengindikasikan bahwa suatu lubang
ledak tidak meledak, antara lain:


Perhatikan dari jauh asap yang keluar dari dalam lubang yang tidak meledak,
biasanya mengalir dengan konstan. Apabila tidak bisa, maka setelah 15
menit untuk peledakan listrik atau 30 menit untuk peledakan dengan sumbu
api, lakukan pemeriksaan pada tumpukan fragmentasi hasil peledakan untuk

mengamati sisa asap yang keluar dari lubang.
 
 Terbentuk banyak bongkah batuan hasil peledakan.

 kawat yang masih terlihat
Bila menggunakan sistem peledakan listrik carilah
 diantara tumpukan fragmentasi hasil peledakan.

Bila menggunakan sistem sumbu ledak carilah sumbu ledak di sekitar
tumpukanfragmentasi. Sumbu ledak tidak akan tersisa apabila betul-betul
meledak.
Setelah diketahui jumlah lubang yang gagal ledak, kemudian periksa
lembaran rencana peledakan atau log peledakan atau charging sheet untuk
mendapatkan data jumlah bahan peledak pada setiap lubang yang gagal ledak.

6.2.2. Mengatasi gagal ledak


Dengan mempertimbangkan sistem peledakan yang digunakan dan tingkat
kesulitan yang dihadapi, maka cara untuk mengatasi lubang yang gagal ledak pun
berbeda. Berikut ini beberapa kemungkinan yang dapat dilakukan untuk mengatasi
lubang yang gagal ledak.

1. Sistem peledakan listrik


1.a. Apabila terlihat kawat utuh dari lubang yang gagal ledak, periksa
sistem listriknya menggunakan galvanometer atau blastohmeter
1.b. Apabila masih ada arus, berarti detonator masih aktif, maka
sambung-lah kawat detonator tersebut dengan kawat utama untuk
dihubungkan ke blasting machine

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


113

1.c. Bersihkan lokasi sekitar burden dari batu-batu kecil yang


memungkin-kan berpotensi menjadi batu terbang
1.d. Ledakan sesuai prosedur peledakan.

2. Sistem sumbu ledak


2.a. Apabila terlihat sumbu ledak dari lubang yang gagal ledak menanda-
kan sumbu tersebut tidak meledak
2.b. Pasang detonator listrik dengan kuat menggunakan selotip dengan
ujung detonator menghadap ke dalam lubang ledak.
2.c. Sambunglah kawat detonator tersebut dengan kawat utama untuk
dihubungkan ke blasting machine
2.d. Bersihkan lokasi sekitar burden dari batu-batu kecil yang
memungkin-kan berpotensi menjadi batu terbang
2.e. Ledakan sesuai prosedur peledakan.

3. Mengeluarkan stemming
3.a. Apabila tidak terlihat sumbu ledak atau kawat detonator listrik, maka
terpaksa harus mengeluarkan stemming dari lubang yang gagal ledak.
Pekerjaan ini sangat berbahaya dan melelahkan. Gunakan kompresor
alat bor atau kompresor khusus untuk pekerjaan tersebut untuk
mengeluarkan stemming dari dalam lubang (Gambar 6.7.a).
3.b. Gerakkan selang kompresor naik turun agar stemming bisa terhembus
keluar dengan mudah yang ditandai apabila telah terlihat bahan
peledak (ANFO) ikut terhembus keluar (Gambar 6.7.b), kemudian
segera hentikan kompresor.
3.c. Setelah stemming keluar semua, buatlah primer dari detonator listrik
sesuai prosedur yang dijelaskan pada Modul 2, tentang Perlengkapan
Peledakan. Kemudian masukkan ke dalam lubang hingga benar-
benar berada di atas bahan peledak (Gambar 6.7.c)
3.d. Masukkan kembali stemming dan padatkan seperlunya (Gambar
6.7.d)

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


114

3.e. Sambungkan kawat detonator pada kawat utama, ledakan sesuai


prosedur peledakan.

4. Menggali lubang yang gagal ledak


4.a. Bongkar lubang yang gagal ledak menggunakan shovel, backhoe atau
dragline. Pekerjaan ini sangat berbahaya karena bahan peledak dan
primer masih masih ada di dalamnya. Oleh sebab itu, cara ini
merupakan cara yang terakhir ketika tidak ada alternative lain untuk
mengatasi gagal ledak.
4.b. Minimal dua orang bekerja sama, satu orang mengoperasikan alat
dan yang satu orang lagi mengawasi jalannya pembongkaran.
4.c. Apabila personil yang mengawasi sudah melihat bahan peledak,
secepatnya beri tanda kepada operator alat untuk menghentikan
pembongkaran (biasanya dengan mengangkat tangan menunjukkan
tanda “stop”).
4.d. Bahan peledak dikeluarkan menggunakan kompresor dengan
prosedur yang telah diuraikan sebelumnya atau diledakkan kembali
(Gambar 6.7).

Gambar 6.7. Mengeluarkan stemming atau bahan peledak dari lubang gagal ledak
dan meledakkannya kembali

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


115

5. Menetralisir bahan peledak dalam kolom lubang gagal ledak


Bahan peledak ANFO dapat dinetralisir dengan menuangkan air kedalam
lubang gagal ledak. Dengan cara tersebut ANFO akan larut dan sifat
detonasinya akan hilang. Namun demikian jangan terlalu yakin bahwa ANFO
larut sepenuhnya dan mungkin masih meninggalkan sifat detonasinya. Untuk
meyakinkannya tuangkan air bertekanan (dipompa) agar meresap dengan
cepat ke dalam lubang gagal ledak dan juga dapat menstimulasi kelarutan
ANFO. Bahan peledak emulsi, watergel, slurry dan cartridge (primer) tidak
dapat larut. Oleh sebab itu tetap harus dilakukan penggalian atau peledakan
ulang untuk mengatasi lubang gagal ledak.

6.3. Perhitungan dalam Fragmentasi Peledakan


Fragmentasi adalah istilah umum untuk menunjukkan ukuran setiap
bongkah batuan hasil peledakan. Ukuran fragmentasi tergantung pada proses
selanjutnya. Untuk tujuan tertentu ukuran fragmentasi yang besar atau boulder
diperlukan, misalnya disusun sebagai penghalang (barrier) di tepi jalan tambang.
Namun kebanyakan diinginkan ukuran fragmentasi yang kecil karena
penanganan selanjutnya akan lebih mudah. Ukuran fragmentasi terbesar biasanya
dibatasi oleh dimensi mangkok alat gali (excavator atau shovel) yang akan
memuatnya ke dalam truck dan oleh ukuran gap bukaan crusher.
1. Metode Pengukuran Fragmentasi
Empat metode pengukuran fragmentasi peledakan (Hustrulid, 1999; 38-
42) adalah sebagai berikut :
a. Pengayakan (sieving)
Metode ini menggunakan ayakan dengan ukuran saringan berbeda untuk
mengetahui persentase lolos fragmentasi batuan hasil peledakan.
b. Boulder counting (production statistic)
Metode ini mengukur hasil peledakan melalui proses berikutnya, apakah
terdapat kendala dalam proses tersebut, misalnya melalui pengamatan digging
rate, secondary breakage dan produktivitas crusher.
c. Image analysis (photographic)
Metode ini menggunakan perangkat lunak (software) dalam melakukan
analisis fragmentasi. Software tersebut antara lain Fragsize, Split Engineering,

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


116

gold size, power sieve, fragscan, wipfrag, dan lain-lain.


d. Manual (Measurement)
Dilakukan pengamatan dan pengukuran secara manual di lapangan, dalam
satuan luas tertentu yang dianggap mewakili (representatif).

2. Prediksi Distribusi Fragmentasi Kuz-Ram


Model Kuz-Ram merupakan gabungan dari persamaan Kuznetsov dan
persamaan Rossin – Rammler. Persamaan Kuznetsov memberikan ukuran fragmen
batuan rata-rata dan persamaan Rossin – Rammler menentukan persentase material
yang tertampung di ayakan dengan ukuran tertentu. Persamaan Kuznetsov adalah
sebagai berikut :

V  0.8 0.167
x  Ax
o  xQ (1)
 

Dengan :  Q 

X = Ukuran rata-rata fragmentasi batuan (cm)


A = Faktor batuan
Vo = Volume batuan yang terbongkar (m3)
Q = Berat bahan peledak tiap lubang ledak (kg)
Persamaan di atas untuk tipe bahan peledak ANFO. Untuk itu
Cunningham memodifikasi persamaan tersebut untuk memenuhi penggunaan
TNT dan ANFO sebagai bahan peledak. Sehingga pesamaan tersebut menjadi
Vo 0.8  E 0,63
0.1667
 Ax 
   

x xQ
Q  115 ........................................... (2)
Dengan :
Q = Berat bahan peledak tiap lubang ledak (kg)
E = RWS bahan peledak : ANFO = 100, TNT = 115
Untuk menentukan distribusi fragmen batuan hasil peledakan digunakan
persamaan Rossin-Rammler, yaitu
................................................ (3)
X
Re ( )n
Xc

Dengan :
R = Persentase massa batuan yang lolos dengan ukuran X (%)

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


117

Xc = Karakteristik ukuran (cm)


X = Ukuran Ayakan (cm)
n = Indeks Keseragaman
Xc dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini :

x
Xc 
(0,693)1/ n
.............................. (4)
Indeks n adalah indeks keseragaman yang dikembangkan oleh
Cunningham dengan menggunakan parameter dari desain peledakan. Indeks
keseragaman (n) ditentukan dengan persamaan di bawah ini :

..................................... (5)

Dengan :
B = Burden (m) D = Diameter (mm)
S = Spasi (m) L = Kedalaman Lubang Ledak (m)
PC = Panjang muatan handak (m)

3. Pembobotan Faktor Batuan


Salah satu data masukan untuk model Kuz-Ram adalah faktor batuan
yang diperoleh dari indeks kemampuledakkan atau Blastability index (BI). Nilai
BI ditentukan dari penjumlahan bobot lima parameter yang diberikan oleh Lily
(dalam Hustrulid, 1999), yaitu : Rock mass description (RMD), join plane spacing
(JPS), joint plane orientation (JPO), specific gravity influence (SGI), dan Moh’s
hardness (H). Parameter-parameter tersebut kenyataanya sangat bervariasi. Secara
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


118

Tabel 6.4 Pembobotan Massa Batuan Untuk Peledakan

Parameter Pembobotan

1. Rock Mass Description (RMD)



Powdery / Friable 10

Blocky 20

Totally massive 50

2. Joint Mass Description (JPS)



Close (Spasi < 0,1 m) 10

Intermediate (Spasi 0,1 - 1 m) 20

Wide (Spasi > 1 m) 50

3. Joint Plane Orientation (JPO)


Horizontal 10

Dip out of face 20

Strike normal to face 30
 Dip into face 40

4. Spesific Gravity Influence (SGI) SGI = 25 x SG - 50

5.
Hardness (H) 1 - 10

Hubungan antara kelima parameter tersebut terhadap BI dapat dilihat pada


persamaan berikut :
BI = 0,5 (RMD+JPS+JPO+SGI+H) ……………………………..……(6)
Persamaan yang memberikan hubungan antara faktor batuan dengan indeks
kemampuledakkan suatu batuan menurut Lily (1986) adalah sebagai berikut :
RF = 0,12 x (BI) ........................................................................................... (7)

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


119

BAB VII
EKONOMI PELEDAKAN

Tujuan
1. Mengetahui jenis biaya yang timbul dalam kegiatan peledakan pada bidang
usaha pertambangan
2. Mengetahui manfaat-manfaat dilakukannya peledakan dalam bidang usaha
pertambangan.

7.1. Dasar Teori


Kegiatan peledakan / Blasting merupakan kegiatan pembongkaran
overburden yang berupa tanah ataupun batuan yang bersifat relatif keras dengan
menggunakan bahan peledak sebagai media pembongkarnya. Kegiatan blasting
dilakukan umumnya dilakukan sebagai alternatif dalam pembongkaran
overburden karena dalam melakukan kegiatan ini dibutuhkan biaya – biaya
tambahan. Meskipun kegiatan blasting mengakibatkan biaya-biaya tambahan,
kegiatan blasting akan menurunkan biaya / BCM dalam pembongkaran
overburden apabila dibandingkan dengan menggunakan metode mekanis
menggunakan alat – alat berat. Hal ini dikarenakan peledakan bertujuan untuk
meningkatkan produktivitas alat mekanis sehingga biaya peledakan tersebut dapat
tertutup dengan peningkatan produktivitas alat mekanis yang semakin besar.
Untuk mendapatkan biaya pengupasan overburden per-bcmnya (Rp/bcm)
yaitu dengan cara :

Owning & Operating cost alat mekanis (Rp/jam)


+ biaya peledakan
Biaya (Rp/bcm) =
Produktivitas alat mekanis (bcm/jam)

Setelah didapat biaya dalam Rp/bcm, maka selanjutnya dihitung biaya


pekerjaan pengupasan overburden (Rp), yaitu :

Biaya pekerjaan (Rp) = Biaya (Rp/bcm) x Volume overburden (bcm)

119
Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya
120

Secara garis besar, biaya yang akan timbul akan dibagi menjadi 3 yaitu
1. Biaya Pengeboran, yaitu biaya biaya yang timbul dari aktivitas pengeboran
lubang ledak.
2. Biaya Peledakan, yaitu biaya biaya yang timbul dari aktivitas peledakan,
3. Biaya Hauling, yaitu biaya biaya yang timbul dari aktivitas pengangkutan
material hasil peledakan tersebut.
Berikut adalah Tabel 7.1. list item – item yang umunya diperlukan di
peledakan dan harga item – item tersebut.

No Jenis Harga (Rupiah) Satuan

1 Ammonium Nitrat 7.400 kg


2
FO / Solar 7.700 lt
3 Power Gel 5.900 ea
4 Detonator Listrik 29.200 ea
5 Lead Wire 2.200 m

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


121

* Lifetime of Bit

Universitas Sriwijaya
* Lifetime of Rod
* Lifetime of Coupling
* Lifetime of Shank
* Lifetime of Drifter
* Other Parts / Filter

* Liter of Fuel / Hour


* Liter of Oil / Hour DRILLING COST
* Kg of Grease / BCM

DRILLING & BLASTING COST


Mobilization / De~

* Operations
* Mechanics
* (Pattern Layout)

* ANFO / Bulk Explosives


* Surface Delay
* Inhole Delay
* Primer / Booster
EXPLOSIVES COST

Praktikum Pengeboran dan Peledakan


* Initiation
* Transport / Insurance

* Pump & Maintenance


* Liner

* Magazine
* Bulk Explosives Bin
* MMU
* OSP
* Anfo Mixer

OTHER COST
122

Blasting dianggap Optimum apabila :


1. Safety & Pertimbangan Lingkungan Maximum
2. Kombinasi Cost Drilling/Blasting, Loading/Hauling, Secondary Blasting &
Crushing adalah seminimal mungkin.
3. Pengaruh blasting terhadap slope stability minimal.
4. Mengurangi frequency dan biaya break down dan perbaikan (akibat tight
digging).
5. Mengurangi down time dan biaya regular maintenance.

COST ANALYSIS & PRODUCTIVITY


1. DRILLING & BLASTING COST DETERMINATION
A. Drilling Cost
 Drilling Cost Parameter

 Drill Area Preparation Cost

 Labour & Pattern Layout Cost

 Drill Equipment & Maintenance Cost

 Drill Consumable Cost

 Grouting Cost

 Drilling Cost per meter / hole

 Drilling Cost per BCM / tonne

 Drilling Cost per hour

B. Explosives Cost
 Main Explosives (ANFO & Bulk Emulsion Explosives)

 Surface Initiation

 Trunk Line Delay

 Detonating Cord

 MS. Connector

 Down the hole

 Primer Cost (Booster & Powergel)

 In hole delay

 Explosives Cost per BCM / tonne

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


123

 Explosives Cost per hole


C. Charging Cost
 Labour Cost per tonne of explosives

 Labour Cost per BCM / tonne

 Labour Cost per hole

D. Dewatering Cost

 Pump Equipment & maintenance cost

 Liner cost

 Labour cost
 Dewatering cost per BCM / tonne

 Dewatering cost per hole

E. Miscellaneous Cost
 Explosives Magazine

 Bulk Explosives Bin

 MMU Cost

 OSP Cost

 Inventory Cost

EXPLOSIVES COST

Surface Delay

Manpower / Shof Firer

ANFO / Emulsion Blend

In Hole Delay

Dayagel Magnum / Booster

Dewatering Cost
Transpor Cost / Permit Explosives

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya


124

Perbandingan antara Biaya yang dibutuhkan dengan Fragmentasi yang


dihasilkan

7.3 Soal – soal


1. Jelaskan mengapa peledakan dapat menurunkan cost overall dari biaya
pembongkaran overburden!
2. Jelaskan komponen komponen biaya dari pembongkaran
overburden menggunakan metode blasting!

Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai