BAB I
PENGEBORAN
Tujuan
1. Dapat menjelaskan tentang definisi dan jenis pola pemboran
2. Dapat memahami faktor yang mempengaruhi kinerja mesin bor
3. Dapat menghitung produktivitas alat bor
2
Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya
3
Ketersediaan Mekanik
Ketersediaan Fisik
Penggunaan Efektif
Pemakaian Ketersediaan
S=B
S = 2B
S=B
S = 2,25 B
BAB II
PERLENGKAPAN PELEDAKAN 1
Tujuan
1. Mengetahui jenis bahan peledak dalam kegiatan peledakan pada bidang
usaha pertambangan
2. Mengetahui definisi, tipe dan jenis detonator yang digunakan pada kegiatan
peledakan pada bidang usaha pertambangan
3. Mengetahui standar Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) pada bidang usaha
pertambangan
10
Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya
11
Detonator adalah alat pemicu awal yang menimbulkan inisiasi dalam bentuk
letupan (ledakan kecil) sebagai bentuk aksi yang memberikan efek kejut terhadap
bahan peledak peka detonator atau primer. Detonator disebut dengan blasting
capsule atau blasting cap. Adapun pengelompokkan jenis detonator didasarkan
atas sumber energi pemicunya, yaitu api, listrik, dan benturan (impact) yang
mampu memberikan energi panas didalam detonator, sehingga detonator meletup
dan rusak. Spesifikasi fisik dari detonator secara umum sebagai berikut:
Bentuk : tabung silinder
Diameter : 6 – 8 mm
Tinggi : 50 – 90 mm
Bahan selubung luar : terbuat dari alumunium, tembaga
Jenis detonator biasa : salah satu ujung tabung terbuka
Jenis detonator listrik : pada salah satu ujung tabung terdapat dua kawat
Jenis detonator nonel : pada salah satu ujung tabung terdapat sumbu non-
electric (nonel) terbuat dari plastik.
Muatan detonator : semua jenis detonator berisi bahan peledak kuat (high
explosive) dengan jumlah tertentu yang menentukan kekuatannya dan bahan
penimbul panas.
Jadi daya ledak detonator No. 8 lebih kuat dibanding detonator No. 6.
Kadang-kadang diproduksi juga detonator No. 4, yang berarti kandungan PETN
lebih kecil dari 0,22 gr, untuk keperluan tertentu.
Disamping pengelompokkan detonator berdasarkan energi pemicunya,
detonator pun dikelompokkan berdasarkan waktu meledaknya, yaitu:
Instantaneous detonator adalah detonator yang meledak langsung setelah
sumber energi menginisiasi isian primer dan sekunder; dan
delay detonator adalah detonator yang dapat menunda sumber energi beberapa
saat, yaitu antara puluhan millisekon sampai sekon atau detik, untuk
meledakkan isian primer dan sekunder.
3) Isian dasar berupa bahan peledak kuat dengan VoD tinggi yang akan
terinisiasi oleh gelombang kejut isian primer. Karena isian dasar ini
mempunyai VoD tinggi, akan mampu meledakkan bahan peledak peka
detonator sebagai primer. Kandungan isian dasar bisa PETN atau TNT (Tri
Nitro Toluene).
4) Tabung silinder terbuat dari bahan tembaga atau aluminium yang mudah
rusak apabila terkena ledakan.
5) Ruang kosong separuh lebih ketinggian detonator disediakan untuk
menyisipkan sumbur bakar atau sumbu api atau safety fuse, karena umum-
nya jenis detonator biasa ini selalu dikombinasikan dengan sumbu api.
ramuan pembakar
isian utama
(Ignition mixture)
(primer charge)
ruang kosong disediakan untuk
sumbu bakar (safety fuse)
Detonator biasa selalu dipakai atau dikombinasi dengan sumbu api atau
sumbu bakar atau safety fuse apabila akan digunakan untuk meledakkan bahan
galian. Apabila peledakan dengan detonator listrik tidak memungkinkan, maka
akan aman mengunakan detonator biasa.
Beberapa hal yang wajib diperhatikan di dalam menangani detonator biasa
agar terjamin keselamatan kerjanya adalah:
1) Detonator tidak boleh diperlakukan kasar, misalnya dilempar atau dipukul-
pukul
2) Periksa apakah ada benda masuk ke dalam atau menyumbat detonator
3) Isian detonator tidak boleh dikorek-korek atau dipadatkan
4) Detonator dilarang dipanaskan, senantiasa ada dalam kotaknya dan hanya
diambil pada saat akan disambung dengan sumbu api
5) Hindarkan detonator agar tidak kemasukan air
Saat ini penggunaan detonator biasa untuk kegiatan peledakan utama pada
penambangan terbuka dan bawah tanah sudah berkurang karena tersaingi
keunggulannya oleh detonator listrik dan nonel. Sampai tahun 1960-an peledakan
bahan galian menggunakan detonator biasa masih intensif, baik pada tambang
terbuka maupun bawah tanah, dengan menerima segala kelemahannya.
2.2.2. Detonator listrik (electric detonator)
Kandungan isian pada detonator listrik sama dengan pada detonator biasa
yang membedakan keduanya adalah energi panas yang dihasilkan. Pada setiap
detonator listrik akan selalu dilengkapi dengan dua kawat yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dengan detonator tersebut. Nama kawat tersebut adalah leg wire.
Ujung kedua kawat di dalam detonator listrik dihubungkan dengan kawat halus
(bridge wire) yang akan memijar setelah ada hantaran listrik. Pada Gambar 2 . 3
terlihat bahwa kawat halus diselubungi oleh ramuan pembakar yang secara
keseluruhan disebut fusehead. Apabila pijar dari kawat halus terbentuk, maka
ramuan pembakar langsung terbakar dan timbul energi panas dalam ruang
detonator. Mekanisme peledakan selanjutnya sama seperti pada detonator biasa.
penyumbat
penyumbat
fusehead : fusehead
- kawat halus yang elemen waktu
memijar tunda
- ramuan pembakar
alat penguji tahanan, dan peralatan listrik lainnya yang tentunya ada biaya
yang harus dikeluarkan.
langsung ini umumnya dipakai untuk pola peledakan yang hanya satu baris dan
jumlah primer di dalam kolom luang ledak hanya ada satu primer saja.
3 80 80 1500 75 Blue
4 105 135 2000 100 Lilac
5 130 165 2500 125 Green
6 155 195 3000 150 Orange
7 180 230 3500 175 White
8 205 265 4000 200 Olive
9 230 300 4500 250 Brown
10 255 410 5000 300 Buff
11 280 480 5500 350 White
12 305 560 400 White
13 335 650 450 White
14 365 500 White
15 395 600 White
16 425 700 White
17 455 800 White
18 485 900 White
19 515 1000 White
20 545
21 575
22 605
23 635
24 665
25 695
26 725
27 755
28 785
29 815
30 845
untuk jarak yang jauh sekitar 20 m lebih menggunakan rol (lihat Gambar 2.6).
Detonator listrik bawah air: Disebut juga submarine detonator dengan
spesifikasi mirip dengan detonator seismik. Diameter kawatnya lebih besar dari
pada detonator seismic. Ujung atas detonator di press ganda oleh alat crimper
(double circular crimp), sehingga tahan berada dalam air sedalam 90 m selama 2
minggu.
Gambar 2.6. Detonator listrik seismik dan bawah air (ICI Explosives, 1988)
yang tinggi.
Lapisan
luar
Lapisan
tengah
Lapisan dalam
elemen tunda
isian utama plug penutup
isian dasar
tidak tembus air
sumbu nonel
label tunda
“J” hook
Gambar 2.9. “J” hook dan label tunda pada detonator nonel (ICI Explosives, 1988)
Gambar 2.10. Detonator nonel dalam lubang ledak atau in-hole delay (a.
Dyno Nobel, 2002; b. ICI Explosives, 1988)
tunda MS LP 1) MS LP
0 -- 25 0 0
1 25 500 25 200
2 50 800 50 400
3 75 1100 75 600
4 100 1400 100 1000
5 125 1700 125 1200
6 150 2000 150 1400
7 175 2300 175 1800
8 200 2700 200 2000
9 225 3100 250 2400
10 250 3500 300 3000
11 275 3900 350 3800
12 300 4400 400 4600
13 325 4900 450 5500
14 350 5400 500 6400
15 375 5900 600 7400
16 400 6500 8500
17 425 7200 9600
18 450 8000
19 475
20 500
21 550
22 600
23 650
24 700
25 750
26 800
27 900
28 1000
kerja.
2.4. Kecelakaan
Kecelakaan adalah suatu keadaan atau kejadian yang tidak direncanakan,
tidak diingini, dan tidak diduga sebelumnya. Kecelakaan dapat terjadi sewaktu-
waktu dan mempunyai sifat merugikan terhadap manusia
(cedera) maupun peralatan atau mesin (kerusakan). Gambar 1.1 memperlihatkan
skema dampak negatif kecelakaan terhadap manusia, peralatan, dan produksi,
yang akhirnya dapat menyebabkan kegiatan (penambangan) terhenti secara
menyeluruh.
Tidak
Tindakan tidak
direncanakan
aman
Tidak diduga
Berakiba
» Cedera / penderitaan «
» Kerusakan alat / mesin «
» Produksi terganggu «
Berakhi
r
» KEGIATAN TERHENTI «
2.4.1.Kecelakaan tambang
Dalam lingkungan Pertambangan Umum yang dimaksud dengan
3) Polandia
3.a. Luka ringan:
Membutuhkan perawatan 4 hari sampai 4 minggu.
3.b. Luka berat:
Membutuhkan perawatan antara 4 minggu sampai 13 minggu
3.c. Luka sangat berat:
Membutuhkan perawatan lebih dari 13 minggu.
3.d. Mati:
Kematian terjadi dalam waktu tidak lebih dari 7 hari setelah
terjadinya kecelakaan.
4) India
4.a. Luka ringan:
Yang menyebabkan korban tidak dapat bekerja lebih dari 48 jam.
4.b. Luka berat:
Yang menyebabkan cacat badan seperti mata, telinga, bagian
badan putus atau tidak dapat bekerja lebih dari 20 hari.
2%
10%
Tindakan tidak aman
Diluar kemampuan
manusia
88%
BAB III
PERLENGKAPAN PELEDAKAN II
Tujuan
Setelah mempelajari materi ini, peserta diharapkan dapat menjelaskan secara rinci
beberapa hal sebagai berikut:
1. tipe dan jenis sumbu pada peledakan
2. tipe dan jenis sambungan pada peledakan
38
Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya
39
Pembungkus mungkin saja terbakar tanpa terlebih dahulu bagian inti terbakar.
Kecepatan rambat sumbu api yang biasa diperdagangkan adalah:
a. Ketentuan di Amerika adalah 130 ±10 detik per meter bila terletak di daerah
permukaan laut.
b. Ketentuan di Eropa 120 ±10 detik per meter pada kondisi yang sama dengan
di atas.
c. Ketentuan di Australia 100 ±10 detik per meter pada kondisi sama dengan
di atas.
Sumbu api berkecepatan rambat tinggi, yaitu Yellow Label, digunakan pada
penambangan terbuka dan quarry serta segala kegiatan peledakan di permukaan.
Untuk tambang bijih disarankan untuk memakai sumbu api baik Red maupun
Green Label.
Untuk penyambungan ini diperlukan alat penjepit atau cramper agar kedua
sambungan tersebut agar tidak lepas.
Gambar 3.1 Gulungan sumbu api 12,5 m dan dalam kemasan rol 250 m(ICI
Explosives, 1988)
Cara pemotongan sumbu api harus benar, yaitu pada salah satu ujung
dipotong miring dan ujung yang lainnya tegak lurus . Ujung yang dipotong tegak
lurus masuk ke dalam detonator dan diusahakan blackpowder bersentuhan dengan
ramuan pembakar agar transfer rambatan api berjalan baik. Sementara pada ujung
sumbu api yang dipotong miring akan mempermudah penyulutan.
a b c
Gambar 3.3. Alat penyulut sumbu api dan cara penyulutannya (ICI Explosives).
a. Sliderline 3,5 gr/m, digunakan didalam lubang ledak bersama sistem primer
sliderdeck.
b. Trunkcord 5 gr/m, dapat digunakan di permukaan atau di dalam lubang
ledak pada bahan galian yang relative tidak keras.
c. Powercord 5 gr/m, dapat digunakan di permukaan atau di dalam lubang
ledak pada bahan galian yang keras.
Tabel 3.1 Jumlah dan gambar sumbu ledak dalam kemasan (ICI Explosives)
Sumbu ledak akan terinisiasi oleh detonator standar atau nomor 8, baik
detonator biasa, listrik, atau nonel. Caranya adalah dengan menempelkan
detonator ke sumbu ledak kemudian diikat kuat atau diselotip (Gambar 3.7).
Apabila detonator meledak, maka sumbu ledak pun akan meledak dengan suara
keras dan seluruh pembungkusnya ikut hancur. Untuk mengurangi suara ledakan
dari sumbu ledak yang cukup keras, disarankan agar menimbun sumbu ledak
mengunakan serpihan batu hasil pemboran atau material yang ada setebal 10 – 20
cm.
biasa.
Gambar 3.8 Kawat utama (lead wire) untuk peledakan listrik (ICI Explosives)
tahanan 4,6 ohms per 100 m. Untuk pekerjaan peledakan yang berat (heavy
duty) dipakai kawat tembaga berukuran 70/0,76 mm dengan isolasi plastik
PVC berwarna kuning (buatan ICI Explosives) mempunyai tahanan 1,8
ohms/100 m. Atau dapat dipakai kawat tembaga 50/0,25 mm dengan
tahanan 1,4 ohms/100 m.
MFI sama panjangnya, maka peledakan lubang akan tejadi serentak. Tetapi,
bila panjangnya dibedakan, maka akan ada jeda waktu peledakan antar
lubang.
Dengan demikian prinsip waktu tunda pada sistem peledakan sumbu api dan
detonator biasa adalah hanya dengan membedakan panjang sumbu apinya.
PIC-cepat dirancang untuk digunakan pada tambang terbuka dan quarry, sedang-
kan PIC-lambat digunakan pada penambangan bawah tanah. Cara menyambung
PIC dengan sumbu api adalah dengan bantuan alat bantu lainnya yang dinamakan
penyambung bean-hole dan slot.
3) Penyambung Bean-hole
Penyambung Bean-hole adalah suatu alat bantu penyambung PIC-cepat
dengan sumbu api dan sekaligus sebagai penyulut sumbu api tersebut. Konstruksi
penyambung bean-hole berbentuk silinder dengan diameter sekitar 6,50 mm dan
panjang 40 mm serta mempunyai lubang oval pada salah satu ujungnya. Lubang
oval ini tempat menyisipkan PIC-cepat (Gambar 3.11b).
4) Penyambung slot
Penyambung slot adalah suatu alat bantu penyambung PIC-lambat dengan
sumbu api. Mekanisme kerjanya sama seperti penyambung bean-hole.
Penyambung slot mempunyai celah yang cukup untuk menyisipkan PIC-lambat
(Gambar 3.13a). Cara pemasangan sumbu api dan PIC-lambat pada penyambung
slot adalah sebagai berikut:
a. Sumbu api yang sudah dipotong rata dimasukkan ke dalam lubang
penyambung slot sampai batas slot kemudian diklem kuat menggunakan
crimper. Sebaiknya pemasangan sumbu api dengan penyambung slot ini
sudah disiapkan dari gudang, artinya keduanya sudah diklem sebelum
dibawa ke lokasi tambang.
b. Sisipkan PIC-lambat ke dalam slot penyambung (Gambar 3.12c)
c. Setelah posisi PIC-lambat tepat, maka perkuat posisinya dengan menekan
tutup slot sampai betul-betul kuat.
penyambung slot.
Penghubung dua blok plastik adalah sumbu nonel yang panjangnya sekitar 1
meter. Prinsip kerja kerja MS-Connector adalah sebagai berikut:
a. Detonasi sumbu ledak datang dari arah kiri dan mengaktifasi sumbu nonel
pada salah satu blok plastik.
b. Signal gelombang kejut dalam sumbu nonel akan meledakkan detonator
pada blok plastik berikutnya setelah menunda beberapa millisekon sesuai
dengan waktu tunda dalam detonator tersebut.
c. Setelah detonator terinisiasi, maka sumbu ledak berikutnya akan meledak.
BAB IV
PERALATAN PELEDAKAN
Tujuan
1. Dapat menjelaskan tentang tipe dan jenis alat pemicu peledakan listrik
dan non-listrik (nonel), cara pengoperasian alat pemicu peledakan secara
aman serta alat pendukung peledakan listrik
2. Dapat menjelaskan jenis alat pencampur dan pengisi bahan peledak,
persyaratan alat pencampur dan pengisi bahan peledak
3. Dapat menjelaskan nama dan fungsi alat pendukung peledakan yang
berkaitan dengan aspek keselamatan dan keamanan kerja serta lingkungan
dalam rangka meraih target produksi.
pada sejenis kapasitor dan arus tersebut dilepaskan seketika pada saat yang
dikehendaki. Pengumpulan arus listrik dapat dihasilkan malalui:
1) Gerakan mekanis untuk tipe generator, yaitu dengan cara memutar engkol
(handle) yang telah disediakan (contoh Gambar 4.1.a). Putaran engkol
dihentikan setelah lampu indikator menyala yang menandakan arus sudah
maksimum dan siap dilepaskan. Saat ini tipe generator sudah jarang
digunakan.
2) Melalui baterai untuk tipe kapasitor, yaitu dengan cara mengontakkan kunci
kearah starter dan setelah lampu indikator menyala yang menandakan arus
sudah terkumpul maksimum dan siap dilepaskan (Gambar 4.1.b dan 4.1.c).
a. BEETHOVEN MK II A
Engkol memutar generator untuk mengisi kapasitor sampai lebih dari 1200
volts. Setelah penuh lampu indicator menyala dan dengan menekan tombol
arus akan dilepaskan. BM ini disarankan dipakai pada tambang batubara.
imensi: 159 x 114 x 267 mm dan berat 4,5 kg. D
b. NISSAN F-3
Kapasitor diisi dengan baterai kering 1,5 volt ukuran “D” yang dapat
diganti. Setelah beberapa saat kunci dikontak, lampu indikator menyala
(hijau) menandakan arus sudah maksimum dan siap dilepaskan. BM ini
mampu meledakkan 30 detonator. Dimensinya 175 x 85 x 55 mm dengan
erat 850 gr. b
c. REO BM175-10ST
Merupakan BM yang dapat meledakkan 10 sirkuit dengan interval waktu
antar sirkuit dapat diatur dari 5 – 199 ms dalam skala 1 ms. Dengan
menghubungkan BM ini ke detonator tunda, operator dapat merancang
peledakan sesuai dengan yang dikehendaki, sehingga perbaikan fragmentasi
bisa diperoleh dan getaran peledakan lemah. Kapasitor diisi baterai kering
1,5 volt ukuran “D” alkalin yang dapat diganti. Dimensi 170 x 317 x 298
mm dengan berat 9 kg.
Prosedur penggunaan alat pemicu ledak listrik (BM) untuk seluruh tipe seperti
menggunakan hentakkan kaki. Sedangkan pada Gambar 4.3 alat pemicu nonel
digenggam dan untuk melepas pegas di dalam alat pemicu agar shot shell primer
mentransmisikan impact ke sumbu nonel dengan cara dipukul.
Prosedur penggunaan alat pemicu ledak nonel untuk seluruh tipe seperti
pada Gambar 4.2 dan 4.3 adalah sebagai berikut:
1) Informasi dahulu tentang pelaksanaan peledakan ke sekitar lokasi peledakan
melalui corong mikropon atau handy- talky (HT) dan yakinkan bahwa
situasi benar-benar aman.
2) Sisipkan lead-in line atau extendaline atau “sumbu nonel utama” ke dalam
lubang yang tersedia pada alat pemicu ledak nonel.
3) Masukkan shot shell primer ke dalam lubang yang tersedia, kemudian tutup
oleh striker dan siap diledakkan.
Gambar 4.5. Pengukur kebocoran arus listrik pada peledakan (AECI Digital Earth
Leakage Tester LT-02)
mm dengan tahanan 4,6 ohms per 100 m. Untuk pekerjaan peledakan yang berat
(heavy duty) dipakai kawat tembaga berukuran 70/0,76 mm dengan isolasi plastik
PVC berwarna kuning (buatan ICI Explosives) mempunyai tahanan 1,8 ohms/100
m. Atau dapat dipakai kawat tembaga 50/0,25 mm dengan tahanan 1,4 ohms/100
m.
Gambar 1.9. Kawat utama (lead wire) untuk peledakan listrik (ICI Explosives)
dinamakan Coxan ANFO Mixer. Alat ini dirancang untuk mencampur AN dan FO
dengan perbandingan 94%:6% dengan cara kerja sebagai berikut:
1) Butiran AN dimasukkan ke corong (hopper) yang dilengkapi dengan
saringan. Saringan ini diperlukan karena kadang-kadang terdapat AN yang
menggumpal, sehingga gumpalan dan butiran AN dapat dipisahkan.
Gumpalan AN yang tertinggal di atas saringan dikeluarkan atau kalau
memungkinkan dapat dipukul-pukul di atas saringan agar hancur menjadi
butiran dan langsung masuk kedalam corong. Kapasitas corong butiran AN
sekitar 70 kg.
2) Fluida FO (solar) dialirkan melalui pipa yang tersedia dibagian bawah alat
dan mengalir dengan kecepatan konstan.
3) Butiran AN turun dengan kecepatan konstan dan FO mengalir dengan
kecepatan konstan pula; dengan demikian, maka ANFO yang keluar melalui
pipa saluran pengeluaran (extruder) pun akan mempunyai kecepatan
konstan juga. Perbandingan 94% AN dan 6% FO diperoleh melalui
perbedaan kecepatan konstan antara turunnya AN dan aliran FO.
Alat Coxan ANFO Mixer dapat dioperasikan tangan atau tenaga listrik. Bila
dioperasikan tangan, maka dipasang engkol di bagian ujung pipa pengeluaran
produk ANFO dan laju pengeluaran ANFO bisa mencapai 1000 kg/jam.
Sedangkan bila dioperasikan oleh tenaga listrik, diperlukan energi 1100 watt, dan
laju produk ANFO antara 40 – 100 kg/menit.
selang pengisi. Cara kerja alat ini adalah sebagai berikut: 1) ANFO dicurah
melalui corong di bagian atas ke tangki konis. 2) Corong ditutup rapat dan kuat. 3)
Klep bola dibuka perlahan-lahan sampai tekanan untuk mengeluarkan ANFO
melalui selang pengisi memuaskan. Besar tekanan akan sangat tergantung pada
densitas ANFO. Alat ini dirancang untuk ANFO dengan densitas sampai 0,95
gr/cm³.
Laju pengisian disamping tergantung pada densitas ANFO juga pada
panjang selang yang dipasang dan besar tekanan tambahan. Untuk pemakaian
normal, tekanan di dalam corong sekitar 175 – 200 kPa (2 – 3 atm). Dalam kondisi
tersebut laju pengisian bisa mencapai 45 kg/menit untuk panjang selang sampai 50
m. Alat ini dirancang untuk kapasitas ANFO mulai 17 kg, 25 kg, 45 kg, 100 kg,
200 kg dan 250 kg.
Pneumatic cartridge charger pada Gambar 4.11.b adalah alat pengisi lubang
ledak dengan bahan peledak cartridge, khususnya cartridge berbasis emulsi,
misalnya powergel. Alat ini sangat efektif bila digunakan pada lubang ledak kecil
yang berukuran antara 57 – 76 mm (2” – 3”) dengan kedalaman 58 m untuk
lubang kering dan 15 m bila lubang berair. Sangat cocok digunakan untuk
pengisian lubang ledak ke arah miring atau ke atas pada tambang bawah tanah.
Tekanan udara yang dialirkan melalui selang mampu memberikan pemadatan,
sehingga densitas bahan peledak di dalam lubang ledak bertambah antara 20% -
40% dibanding dengan pemadatan secara manual (dengan tangan biasa). Besarnya
tambahan densitas tersebut tergantung pula pada besar tekanan udara yang
dialirkan. Alat ini dirancang untuk bahan peledak cartridge berbasis emulsi,
namun dengan memperhatikan segala kemungkinan yang berkaitan dengan
keselamatan kerja dapat pula digunakan untuk bahan peledak cartridge berbasis
nitroglyserin.
Gambar 4.12. Tipikal pengisian manual lubang ledak di quarry atau tambang
terbuka (Quarry andesit, PT. Trumix Beton, Bogor, Indonesia,
1995)
Gambar 4.13. Tipikal pengisian manual lubang ledak pada pembuatan terowongan
(Flam-Gudvangen Tunnel, Norwegia, Nitro Nobel, 1992)
Gambar 4.14. Pengisian manual lubang ledak pada penambangan bawah tanah
(Amerika Utara, Ireco, 1989)
Hampir semua perusahaan jasa peledakan memiliki MMU dan salah satunya
seperti terlihat pada Gambar 4.15 dan 4.16. Setiap MMU umumnya terdiri dari
tiga kompartemen yang bermuatan butiran ammonium nitrat (AN), bahan bakar
(solar), dan emulsi. Emulsi telah dibuat di pabrik pembuatan emulsi yang biasanya
berlokasi dekat dengan gudang bahan peledak. Melalui tiga komparteman tersebut
dapat diramu beberapa jenis bahan peledak sesuai dengan kondisi batuan dan
terlebih dahulu dibuat kesepakatan antara pemberi jasa peledakan dengan
konsumen. Diantara jenis bahan peledak yang dapat diramu adalah ANFO dan
heavy-ANFO (campuran ANFO dengan emulsi).
Gambar 4.15. MMU sedang beroperasi mengisi lubang ledak di tambang terbuka
(PT. Dahana, Indonesia)
Oleh sebab itu, setiap MMU harus dilengkapi dengan alat pengeluaran yang
mampu mengalirkan bahan peledak sesuai dengan viskositasnya ke dalam lubang
ledak dengan kecepatan yang terukur. Gambar 4.17 menunjukkan sketsa MMU
buatan Dyno Westfarmers yang menunjukkan susunan kompartemen dan
bagianbagian penting lainnya.
Gambar 4.16. MMU sedang beroperasi mengisi lubang ledak di tambang bawah
tanah (Ireco, Amerika Utara)
Pada aktifitas penambangan skala kecil, baik quarry, bijih maupun batubara,
diperkenankan menggunakan kendaraan kecil sekelas pick-up yang berkapasitas
muatan 600 – 1000 kg dengan tetap memperhatikan persyaratan tersebut di atas.
Pada dasarnya kendaraan yang mengangkut bahan peledak harus diberi tanda
khusus yang mencolok atau berwarna merah, sehingga dapat dilihat dengan jelas
perbedaannya dengan kendaraan yang lain.
oleh suatu peledakan. Alat ini biasanya disiapkan di lokasi penduduk atau
fasilitas umum lainnya untuk mengukur getaran yang ditimbulkan
peledakan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dan hasilnya
dibandingkan dengan ambang batas gangguan getaran pada manusia
maupun bangunan (lihat Gambar 4.18)
Gambar 4.18. Alat pemantau getaran dan suara peledakan DS-677 Blastmate
(Instantel, Inc)
2) Pemantau kebisingan suara (noise level indicator), yaitu alat yang digunakan
untuk mengukur intensitas suara yang ditimbulkan oleh peledakan. Data
yang diperoleh selanjutnya dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan
ambang batas gangguan suara terhadap manusia. Alat pemantau getaran DS-
677Blastmate pada Gambar 4.18 dapat pula merekam suara peledakan dan
ditulis pada kertas perekam.
BAB V
PERSIAPAN PELEDAKAN
Tujuan
1. Dapat memahami Faktor yang mempengaruhi peledakan jenjang
2. Dapat memahami Geometri peledakan, yaitu spasi, burden, tinggi jenjang,
kolom lubang ledak, subdrilling, stemming dan kolom isian utama serta cara
perhitungannya.
3. Dapat memahami Powder Factor (PF) dan manfaatnya
76
Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya
77
Gambar 5.1 Hubungan variasi diameter lubang ledak dengan tinggi jenjang
(Tamrock, 1988)
5.1.3. Fragmentasi
Fragmentasi adalah istilah umum untuk menunjukkan ukuran setiap
bongkah batuan hasilpeledakan. Ukuran fragmentasi tergantung pada proses
selanjutnya. Untuk tujuan tertentu ukuran fragmentasi yang besar atau boulder
diperlukan, misalnya disusun sebagai penghalang (barrier) ditepi jalan tambang.
Namun kebanyakan diinginkan ukuran fragmentasi yang kecil karena penanganan
selanjutnya akan lebih mudah. Ukuran fragmentasi terbesar biasanya dibatasi oleh
dimensi mangkok alat gali (excavator atau shovel) yang akan memuatnya ke
dalam truck dan oleh ukuran gap bukaan crusher.
Lubang ledak tidak hanya vertikal, tetapi dapat juga dibuat miring,
Gambar 5.4. Tinggi jenjang minimum berdasarkan “Aturan lima (Rule of Five)”
(1) Tinggi jenjang (H): Secara empiris H = 60d – 140d. Bandingkan dengan L/d
≤ 60
(2) Burden (B) antar baris; B = 25d – 40d
(3) Spasi antar lubang ledak sepanjang baris (S); S = 1B – 1,5B
(4) Subdrilling (J); J = 8d – 12 d
(5) Stemming (T); T = 20d – 30d
(6) Powder Factor (PF);
PF F
Burden dan spasi, butir (2) dan (3), dapat berubah tergantung pada sekuen
inisiasi yang digunakan (lihat Gambar 5.5), yaitu:
i. Tipe sistem inisiasi tergantung pada bahan peledak yang dipilih dan peraturan
setempat yang berlaku.
ii. Waktu tunda antar lubang sepanjang baris yang sama disarankan minimal 4 ms
per meter panjang spasi.
iii. Waktu tunda minimum antara baris lubang yang berseberangan antara 4 ms –
8 ms per meter. Dikhawatirkan apabila lebih kecil dari angka ms tersebut tidak
cukup waktu untuk batuan bergerak ke depan dan konsekuensinya bagian
bawah setiap baris material akan tertahan.
iv. Waktu tunda dalam lubang (in-hole delay) untuk sistem inisiasi nonel
direkomendasikan tidak meledak terlebih dahulu sampai detonator tunda di
permukaan (surface delay) terpropagasi seluruhnya.
Penyelesaian-2:
(1) Tinggi jenjang (H) dapat ditambah 1 m, karena tumpukan fragmentasi hasil
peledakan yang akan digali alat muat akan lebih rendah hingga berkurang
sekitar 1 m. Jadi H = 12 + 1 = 13 m
(2) Burden (B) = 25d – 40d;
Misalnya diambil 30d; B = 30 x 4,75 = 142,5 inci = 3,6 m
(3) Spasi (S) = 1B – 1,5B
Misalnya diambil 1B (square pattern); S = 3,6 m
(4) Subgrade (J) = 8d – 12 d
Misalnya diambil 9d; J = 9 x 4,75 = 42,75 inci = 1,0 m
(5) Stemming (T) = 20d – 30d
Misalnya diambil 25d; T = 25 x 4,75 = 118,75 inci = 3,0 m
(6) Kedalaman kolom lubang ledak (L) = H + J = 13 + 1 = 14 m
(7) Panjang isian utama (PC) = L – T = 14 – 3 = 11 m
Prinsip volume yang akan diledakkan adalah perkalian burden (B), spasi
(S) dan tinggi jenjang (H) yang hasilnya berupa balok dan bukan volume yang
telah terberai oleh proses peledakan. Volume tersebut dinamakan volume padat
(solid atau insitu atau bank), sedangkan volume yang telah terberai disebut volume
lepas (loose). Konversi dari volume padat ke volume lepas menggunakan faktor
berai atau swell factor, yaitu suatu faktor peubah yang dirumuskan sbb:
SF
Apabila : Vs = B x S x H
Maka : VL
di mana SF, VS dan VL masing-masing adalah faktor berai (dalam %), volume
padat dan volume lepas. Apabila ditanyakan berat hasil peledakan, maka dihitung
dengan mengalikan volume dengan densitas batuannya, jadi:
W=Vxρ
di mana ρ adalah densitas batuan. Perlu diingat bahwa berat hasil peledakan baik
dalam volume padat maupun volume lepas bernilai sama, tetapi densitasnya
berbeda, di mana densitas pada kondisi lepas akan lebih kecil dibanding padat.
Penyelesaian-3:
a. VS = B x S x H; VS = 3,6 x 3,6 x 13 = 168,50 m³ (bank)/lubang
b. Volume seluruh hasil peledakan (VS-total ) = 100 x 168,5 = 16.850 m³ (bank)
c. VL = 20.548,80 m³ (loose)
d. W = 20.548,80 x 2,5 = 51.372 ton
Whandak = PC x ρd
Wtotal handak = n x PC x ρd
di mana n adalah jumlah seluruh lubang ledak. Densitas pengisian (ρd) dicari
menggunakan Tabel 2.2, yaitu angka yang diperoleh dari hasil perpotongan kolom
diameter lubang ledak dengan baris densitas bahan peledak. Misalnya berapa ρd
bila diameter lubang ledak 102 mm (4 inci) dan bahan peledak berdensitas 1,0
gr/cc. Caranya adalah dengan menarik garis horizontal dari angka 102 mm pada
kolom diameter dan berpotongan dengan garis vertikal dari densitas bahan peledak
1,0 gr/cc pada angka 8,17, jadi ρd = 8,17 kg/m.
Tabel 5.2. Densitas pengisian untuk berbagai diameter lubang ledak dan densitas
bahan peledak dalam kg/m
Contoh-4: Dari Contoh-1 diperoleh bahwa diameter lubang ledak 4,75 inci (121
mm) dengan panjang kolom PC 11 m (lihat Gambar 2.6). Bahan peledak yang
digunakan ANFO yang berdensitas 0,80 gr/cc. Maka untuk untuk 100 lubang
seperti Contoh-3 akan dibutuhkan bahan peledak sebagai berikut:
Penyelesaian-4:
Wtotal handak = n x PC x ρd
Wtotal handak = 100 x 11 m x 9,2 kg/m = 10.120 kg = 10,12 ton
5.3.3. Perhitungan PF
Powder factor (PF) didefinisikan sebagai perbandingan jumlah bahan
peledak yang dipakai dengan volume peledakan, jadi satuannya kg/m³. Karena
volume peledakan dapat pula dikonversi dengan berat, maka pernyataan PF bisa
pula menjadi jumlah bahan peledak yang digunakan dibagi berat peledakan atau
kg/ton. Volume peledakan merupakan perkalian dari B x S x H, jadi:
PF
(1) Ukuran fragmentasi hasil peledakan yang memuaskan, artinya tidak terlalu
banyak bongkahan (boulder) atau terlalu kecil. Terlalu banyak bongkahan
harus dilakukan peledakan ulang (secondary blasting) yang berarti terdapat
tambahan biaya; sebaliknya, bila fragmentasi terlalu kecil berarti boros bahan
peledak dan sudah barang tentu biaya pun tinggi pula. Ukuran fragmentasi
harus sesuai dengan proses selanjutnya, antara lain ukuran mangkok alat muat
Penyelesaian- 5:
a. PF = 0,60 kg/m³
b. Rancangan tersebut menghasilkan pemborosan karena PF terlalu besar, oleh
sebab itu perlu dimodifikasi dengan melakukan uji coba mengubah dimensi
parameter geometri peledakan dengan tolok ukur keberhasilan ukuran
fragmentasi, keselamatan kerja dan lingkungan. Misalnya dilakukan modifikasi
terhadap B, S dan penghematan bahan peledak menjadi sebagai berikut:
Gambar 5.7. Peledakan pojok dengan pola staggered dan sistem inisiasi echelon
serta orientasi antar retakan 90°
(square pattern).
4) Bila peledakan dilakukan pada bidang bebas yang memanjang, maka sistem
inisiasi dan S/B dapat diatur seperti pada Gambar 5.11 dan 5.12.
Gambar 5.8. Peledakan pojok dengan pola staggered dan sistem inisiasi echelon
serta orientasi antar retakan 60°
Gambar 5.9. Peledakan pojok antar baris dengan pola bujursangkar dan sistem
inisiasi echelon
Gambar 5.11. Peledakan pada bidang bebas memanjang dengan pola V-cut
bujursangkar dan waktu tunda close-interval (chevron)
Gambar 5.12. Peledakan pada bidang bebas memanjang dengan pola V-cut
persegi panjang dan waktu tunda bebas
Gambar 5.14. Pola peledakan dengan burn cut pada suatu terowongan
Gambar 5.15. Pola peledakan dengan wedge cut pada suatu terowongan
Gambar 5.16 Pola peledakan dengan drag cut pada suatu terowongan
Gambar 5.18. Tipikal pengisian manual lubang ledak di quarry atau tambang
terbuka (Quarry andesit, PT. Trumix Beton, Bogor, Indonesia, 1995)
Gambar 5.20. Pengisian manual lubang ledak pada penambangan bawah tanah
(Amerika Utara, Ireco, 1989)
Hampir semua perusahaan jasa peledakan memiliki MMU dan salah satunya
seperti terlihat pada Gambar 5.21 dan 5.22. Setiap MMU umumnya terdiri dari
tiga kompartemen yang bermuatan butiran ammonium nitrat (AN), bahan bakar
(solar), dan emulsi. Emulsi telah dibuat di pabrik pembuatan emulsi yang biasanya
berlokasi dekat dengan gudang bahan peledak. Melalui tiga komparteman tersebut
dapat diramu beberapa jenis bahan peledak sesuai dengan kondisi batuan dan
terlebih dahulu dibuat kesepakatan antara pemberi jasa peledakan dengan
konsumen. Diantara jenis bahan peledak yang dapat diramu adalah ANFO dan
heavy-ANFO (campuran ANFO dengan emulsi). Bahan peledak ANFO diramu
dengan mengeluarkan AN dan solar dari kompartemennya secara otomatis dengan
perbandingan 94,5% AN dan solar 5,5% berat. Demikian juga halnya dengan
heavy-ANFO dikeluarkan dari kompartemennya dengan perbandingan tertentu
pula (lihat Modul 1, Pengenalan Bahan Peledak, tentang bahan peledak heavy-
ANFO). Cara pengeluaran jenis bahan peledak dari MMU tergantung pada
viskositasnya. Berikut ini adalah jenis bahan peledak dan cara pengeluarannya:
ANFO dikeluarkan menggunakan sistem ulir (auger)
Heavy-ANFO dengan emulsi kurang dari 60% dapat mengunakan auger
Heavy-ANFO dengan emulsi lebih dari 60% mengunakan pompa.
Oleh sebab itu, setiap MMU harus dilengkapi dengan alat pengeluaran
yang mampu mengalirkan bahan peledak sesuai dengan viskositasnya ke dalam
lubang ledak dengan kecepatan yang terukur. Gambar 5.23 menunjukkan sketsa
MMU buatan Dyno Westfarmers yang menunjukkan susunan kompartemen dan
bagian-bagian penting lainnya.
BAB VI
PASCA PELEDAKAN
Tujuan
Setelah mempelajari materi ini, peserta diharapkan mampu menghitung
fragmentasi hasil peledakan, mengerjakan peledakan terhadap bongkah batuan
(secondary blasting) dan mengatasi gagal ledak (misfire).
ketinggian atau panjang ke arah posisi yang akan dibor. Ada juga yang
berpendapat kedalaman lubang ledak antara 12 – 13 diameter bongkah.
3
2 3
4 arah
4) Pilihlah jenis bahan yang sesuai untuk peledakan bongkah, biasanya tidak
menggunakan ANFO, tapi cukup memakai bahan peledak peka detonator
atau cartridge, misalnya powergel, dinamit, emulite, dan sejenisnya serta
dipotong secukupnya. Kemudian masukkan penyumbat.
5) Besarnya cartridge yang dipotong tergantung pada tipe batuan dan kedalam-
an lubang ledaknya. Sebagai acuan untuk mengperkirakan banyaknya bahan
peledak dapat digunakan Tabel 6.1 di bawah ini.
Gambar 6.3. Bongkah batuan besar akan diledakkan ulang (Jimeno, 1995)
Pada produksi tambang bawah tanah sering terjadi bongkahan batu penghambat
turunnya laju hasil peledakan, yang melewati draw points, chutes, ore passes dan
sebagainya, yang tidak mungkin diledakkan ulang menggunakan cara konven-
sional di atas karena sangat berbahaya bagi operator. Sekarang telah ada alat
pendorong proyektil metal yang disebut shaped directional charges atau ballistic
disk charges (Gambar 3.4). Prinsip kerja alat tersebut adalah when meledak di
bagian dalam alat, piringan akan memberikan gaya dorong kepada semacam
peluru metal hingga terlempar kesasaran. Pada Gambar 3.4.b memperlihatkan
contoh kondisi dimana terdapat batu yang mengunci aliran hasil peledakan di
draw point dan membuat aliran macet. Cara mengatasinya sebagai berikut:
Posisikan shaped directional charges ke arah target atau sasaran batu
penyebab macet dari jarak yang memungkinkan agar energi (gaya) dorong
cukup kuat untuk memecahkan atau menggeser batu tersebut.
Pasang shaped metal (peluru) ditengah-tengah piringan
Tarik kabel ke tempat yang aman bagi operator
Lakukan inisiasi, ledakan detonator listrik akan memberikan gaya dorong
terhadap piringan yang menyebabkan shaped metal terlempar ke target.
a. Pendorong
proyektil metal
(shaped directional
charges)
b. Mengatasi batu
macet di draw
point mengguna-
kan pendorong
proyektil metal
bor antara 12 - 3 4 tinggi bongkah batu yang dibor seperti yang telah diuraikan
pada halaman 40. Apabila bongkah batu tertanam di dalam tanah dan tidak
diketahui dalamnya, maka cara pengeborannya adalah:
Lakukan pengeboran sampai tembus
Sumbat bagian bawah lubang bor sampai tertinggal lubang kosong 2 3 tinggi
lubang total
Isi bahan peledak sesuai aturan pada Tabel 3.1 dan sumbat bagian atasnya
(stemming)
Tidak ada ketentuan pasti tentang jumlah lubang bor yang harus dibuat,
namun sebagai acuan umum dapat diterapkan bahwa setiap bongkah bervolume
kurang dari atau sama dengan 1 m³ diperlukan 1 lubang bor dengan kedalaman
maksimum 2 3 m. Jadi bila terdapat bongkah sebesar 1,5 m³ dapat dibuat 2 lubang
bor dengan jarak antar lubang dan kedalamannya disesuaikan dengan kualitas
batuannya. Gambar 3.2 memperlihatkan cara peledakan blockholing.
Keuntungan cara ini adalah tidak perlu pengeboran dan pekerjaan cepat
selesai. Sedangkan kelemahannya antara lain kemungkinan muncul batu terbang
dan timbul kebisingan suara serta airblast. Oleh sebab itu, peledakan mudcapping
hanya dapat diterapkan bila jauh dari pemukiman karena pengaruh kebisingan
suara serta airblast bisa sampai lebih dari jarak 1 km, walaupun ditutupi lempung.
3) Snakeholing
Tujuan metode snackholing adalah untuk mendorong batu yang tertanam
dalam tanah ke atas dan sekaligus memecahkannya. Caranya adalah dengan
membuat lubang ledak persis di bawah batu. Besar diameter lubang akan
tergantung pada seberapa besar batu yang akan didorong, diangkat dan
dipecahkan. Powder factor untuk snakeholing antara 0,75 – 1,5 kg meter
ketebalan bongkah dihitung dari arah lubang bor. Tabel 3.4 adalah kemungkinan
lain untuk mengetahui kebutuhan bahan peledak sesuai dengan diameter bongkah.
Tabel 3.4. Muatan bahan peledak pada peledakan bongkah 1)
lebih terfokus kepada tata cara penanganan gagal ledak itu sendiri.
Perhatikan dari jauh asap yang keluar dari dalam lubang yang tidak meledak,
biasanya mengalir dengan konstan. Apabila tidak bisa, maka setelah 15
menit untuk peledakan listrik atau 30 menit untuk peledakan dengan sumbu
api, lakukan pemeriksaan pada tumpukan fragmentasi hasil peledakan untuk
mengamati sisa asap yang keluar dari lubang.
Terbentuk banyak bongkah batuan hasil peledakan.
kawat yang masih terlihat
Bila menggunakan sistem peledakan listrik carilah
diantara tumpukan fragmentasi hasil peledakan.
Bila menggunakan sistem sumbu ledak carilah sumbu ledak di sekitar
tumpukanfragmentasi. Sumbu ledak tidak akan tersisa apabila betul-betul
meledak.
Setelah diketahui jumlah lubang yang gagal ledak, kemudian periksa
lembaran rencana peledakan atau log peledakan atau charging sheet untuk
mendapatkan data jumlah bahan peledak pada setiap lubang yang gagal ledak.
3. Mengeluarkan stemming
3.a. Apabila tidak terlihat sumbu ledak atau kawat detonator listrik, maka
terpaksa harus mengeluarkan stemming dari lubang yang gagal ledak.
Pekerjaan ini sangat berbahaya dan melelahkan. Gunakan kompresor
alat bor atau kompresor khusus untuk pekerjaan tersebut untuk
mengeluarkan stemming dari dalam lubang (Gambar 6.7.a).
3.b. Gerakkan selang kompresor naik turun agar stemming bisa terhembus
keluar dengan mudah yang ditandai apabila telah terlihat bahan
peledak (ANFO) ikut terhembus keluar (Gambar 6.7.b), kemudian
segera hentikan kompresor.
3.c. Setelah stemming keluar semua, buatlah primer dari detonator listrik
sesuai prosedur yang dijelaskan pada Modul 2, tentang Perlengkapan
Peledakan. Kemudian masukkan ke dalam lubang hingga benar-
benar berada di atas bahan peledak (Gambar 6.7.c)
3.d. Masukkan kembali stemming dan padatkan seperlunya (Gambar
6.7.d)
Gambar 6.7. Mengeluarkan stemming atau bahan peledak dari lubang gagal ledak
dan meledakkannya kembali
V 0.8 0.167
x Ax
o xQ (1)
Dengan : Q
x xQ
Q 115 ........................................... (2)
Dengan :
Q = Berat bahan peledak tiap lubang ledak (kg)
E = RWS bahan peledak : ANFO = 100, TNT = 115
Untuk menentukan distribusi fragmen batuan hasil peledakan digunakan
persamaan Rossin-Rammler, yaitu
................................................ (3)
X
Re ( )n
Xc
Dengan :
R = Persentase massa batuan yang lolos dengan ukuran X (%)
x
Xc
(0,693)1/ n
.............................. (4)
Indeks n adalah indeks keseragaman yang dikembangkan oleh
Cunningham dengan menggunakan parameter dari desain peledakan. Indeks
keseragaman (n) ditentukan dengan persamaan di bawah ini :
..................................... (5)
Dengan :
B = Burden (m) D = Diameter (mm)
S = Spasi (m) L = Kedalaman Lubang Ledak (m)
PC = Panjang muatan handak (m)
Parameter Pembobotan
5.
Hardness (H) 1 - 10
BAB VII
EKONOMI PELEDAKAN
Tujuan
1. Mengetahui jenis biaya yang timbul dalam kegiatan peledakan pada bidang
usaha pertambangan
2. Mengetahui manfaat-manfaat dilakukannya peledakan dalam bidang usaha
pertambangan.
119
Praktikum Pengeboran dan Peledakan Universitas Sriwijaya
120
Secara garis besar, biaya yang akan timbul akan dibagi menjadi 3 yaitu
1. Biaya Pengeboran, yaitu biaya biaya yang timbul dari aktivitas pengeboran
lubang ledak.
2. Biaya Peledakan, yaitu biaya biaya yang timbul dari aktivitas peledakan,
3. Biaya Hauling, yaitu biaya biaya yang timbul dari aktivitas pengangkutan
material hasil peledakan tersebut.
Berikut adalah Tabel 7.1. list item – item yang umunya diperlukan di
peledakan dan harga item – item tersebut.
* Lifetime of Bit
Universitas Sriwijaya
* Lifetime of Rod
* Lifetime of Coupling
* Lifetime of Shank
* Lifetime of Drifter
* Other Parts / Filter
* Operations
* Mechanics
* (Pattern Layout)
* Magazine
* Bulk Explosives Bin
* MMU
* OSP
* Anfo Mixer
OTHER COST
122
EXPLOSIVES COST
Surface Delay
In Hole Delay
Dewatering Cost
Transpor Cost / Permit Explosives