Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGETAHUAN
1. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari usaha manusia untuk tahu. Pekerjaan tahu
tersebut adalah hasil dari kenal, insaf, mengerti, dan pandai (Salam, 2003).
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari
manusia yang sekedar menjawab pertanyaan What. Pengetahuan merupakan hasil dari
tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan, penciuman, rasa, dan raba. Pengatahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).
Menurut Bloom dan Skinner pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk
mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya dalam bentuk bukti jawaban baik lisan
atau tulisan, bukti atau tulisan tersebut merupakan suatu reaksi dari suatu stimulasi yang
berupa pertanyaan baik lisan atau tulisan (Notoatmodjo, 2003).
2. Kategori Pengetahuan
Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu:
a. Baik

: Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76% - 100%


dari seluruh petanyaan

b. Cukup

: Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56% - 75% dari


seluruh pertanyaan

c. Kurang

: Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40% - 55% dari


seluruh pertanyaan

Universitas Sumatera Utara

3. Tingkat Pengetahuan Dalam Domain Kognitif


Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif
mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengatahuan yang
paling rendah
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang telah faham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
d. Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi,
dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Universitas Sumatera Utara

e. Sintesis
Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menyambungkan
bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain
sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasiformulasi yang ada.
f. Evaluasi
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek.
B. SIKAP
1. Pengertian Sikap
Terdapat beberapa pendapat diantara para ahli apa yang dimaksud dengan sikap
itu. Ahli yang satu mempunyai batasan lain bila dibandingkan dengan ahli lainnya.
Untuk memberikan gambaran tentang hal ini, diambil beberapa pengertian yang
diajukan oleh beberapa ahli, antara lain:
a. Thustone berpendapat bahwa sikap merupakan suatu tingkatan afeksi, baik
bersifat positif maupun negative dalam hubungannya dengan objek-objek
psikologis, seperti: simbul, prase, slogan, orang, lembaga, cita-cita dan gagasan
(Zuriah, 2003).
b. Howard Kendle mengemukakan, bahwa sikap merupakan kecendrungan
(tendency) untuk mendekati (approach) atau menjauhi (avoid), atau melakukan
sesuatu, baik secara positif maupun secara negative terhadap suatu lembaga,
peristiwa, gagasan atau konsep.

Universitas Sumatera Utara

c. Paul Massen dan David Krech, berpendapat sikap merupakan suatu system dari
tiga komponen yang saling berhubungan, yaitu kognisi (pengenalan), feeling
(perasaan), dan action tendency (kecendrungan untuk bertindak) (Yusuf, 2006).
d. Sarlito Wirawan Sarwono mengemukakan, bahwa sikap adalah kesiapan
seseorang bertindak terhadap hal-hal tertentu (Azwar, 2007).
Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah
kondisi mental relative menetap untuk merespon suatu objek atau perangsang tertentu
yang mempunyai arti baik bersifat positif, netral, atau negative yang mengangkat aspekaspek kognisi, afeksi, dan kecendrungan untuk bertindak.
2. Unsur (Komponen) Sikap
Menurut Yusuf (2006) unsur (komponen) yang membentuk struktur sikap, yaitu:
a. Komponen kognitif (komponen perceptual), yaitu komponen yang berkaitan
dengan pengetahuan, pandangan keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan
dengan bagaimana persepsi orang terhadap objek sikap. Merupakan representasi
apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Berisi persepsi dan kepercayaan
yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Seringkali komponen kognitif
disamakan dengan pandangan (opini) apabila menyangkut masalah issu atau
problem controversial.
b. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan
dengan rasa senang atau rasa tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang
merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang
negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap, yaitu positif dan negatif.
Merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah
emosi. Aspek emosional ini yang biasanya berakar paling dalam sebagai

Universitas Sumatera Utara

komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh
yang mungkin akan mengubah sikap seseorang. Komponen afeksi disamakan
dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.
c. Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component, yaitu komponen
yang berhubungan dengan kecendrungan bertindak terhadap objek sikap.
Komponen ini menunjukan intensitas sikap, yaitu menunjukan besar kecilnya
kecendrungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap.
Merupakan aspek kecendrungan berperilaku sesuai dengan sikap yang dimiliki
seseorang. Berisi tendensi untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan
cara-cara tertentu dan berkaitan dengan objek yang akan dihadapi
3. Kategori Sikap
a. Menurut Heri Purwanto, sikap terdiri dari:
1) Sikap Positif, kecendrungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,
menghadapkan objek tertentu.
2) Sikap Negatif, terdapat kecendrungan untuk menjauhi, menghindari,
membenci, tidak menyukai objek tertentu.
b. Menurut Azwar (2007), sikap terdiri dari:
1) Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek). Misalnya, sikap orang terhadap gizi dapat dilihat
dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap gizi.
2) Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dan sikap. Karena dengan suatu

Universitas Sumatera Utara

usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan,


lepas dari pekerjaan itu benar atau salah berarti orang tersebut menerima ide
tersebut.
3) Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
suatu indikasi tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang mengajak ibu lain
(tetangga, saudara, dan sebagainya) untuk pergi menimbang anaknya ke
Posyandu adalah bukti bahwa ibu tersebut telah mempunyai sikap positif
terhadap gizi anak.
4) Bertanggung Jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala risiko
adalah merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya, seorang ibu mau
menjadi akseptor KB, meskipun ibu tersebut mendapatkan tantangan dari
mertua dan orang tuanya sendiri
4. Cara Pembentukan atau Perubahan Sikap
Menurut Azwar (2007) sikap dapat dibentuk atau diubah melalui 4 macam cara,
yaitu:
a. Adopsi, kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang dan
terus-terusan, lama kelamaan secara bertahap ke dalam diri individu dan
mempengaruhi terbentuknya sikap.
b. Diferensiasi, dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman,
bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang tadinya dianggap sejenis sekarang
dipandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terdapatnya objek tersebut terbentuk
sikap.

Universitas Sumatera Utara

c. Intelegensi, tadinya secara bertahap dimulai dengan berbagai pengalaman yang


berhubungan dengan suatu hal tertentu.
d. Trauma, pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan yang meninggalkan kesan
mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan. Pengalaman-pengalaman
traumatis dapat juga menyebabkan terbentuknya sikap.
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Sikap
Menurut Purwanto (1998) factor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap,
yaitu:
a. Faktor intern, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang yang
bersangkutan. Kita tidak dapat menangkap seluruh rangsanga dari luar melalui
persepsi, oleh karena itu kita harus memilih rangsang-rangsang mana yang akan
kita teliti dan mana yang harus diajauhi. Pilihan ini ditentukan oleh motif-motif
dan kecendrungan-kecendrungan dalam diri kita.
b. Faktor ekstern, yang merupakan factor di luar manusia yaitu:
1) Sifat objek yang dijadikan sasaran sikap.
2) Kewibawaan orang yang mengemukakan sikap tersebut.
3) Sifat orang/kelompok yang mendukung sikap tersebut.
4) Media komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan sikap.
5) Situasi pada saat sikap dibentuk (Purwanto, 1998).
6. Pengukuran Sikap
Dalam pengukuran sikap ada beberapa macam cara, yang pada garis besarnya
dapat dibedakan secara langsung dan secara tidak langsung. Secara langsung yaitu
subjek secara langsung dimintai pendapat bagaimana sikapnya terhadap suatu masalah
atau hal yang dihadapkan kepadanya. Dalam hal ini dapat dibedakan langsung yang

Universitas Sumatera Utara

tidak berstruktur dan langsung berstruktur. Secara langsung yang tidak berstruktur
misalnya mengukur sikap dan survei (misal public option survey). Sedangkan secara
langsung yang berstruktur yaitu pengukuran sikap dengan menggunakan pertanyaanpertanyaan yang telah disusun sedemikian rupa dalam suatu alat yang telah ditentukan
dan langsung dibedakan kepada subjek yang diteliti (Arikunto, 2002).
7. Pengukuran Sikap Model Guttman
Skala ini merupakan skala yang bersifat tegas dan konsisten dengan memberikan
jawaban yang tegas seperti jawaban dari pertanyaan atau pernyataan ya, dan tidak,
positif dan negatif, setuju dan tidak setuju, benar dan salah. Skala guttman ini pada
umumnya dibuat seperti checklist dengan interpretasi penilaian, apabila skor benar
nilainya 1 dan apabila salah nilainya 0 dan analisisnya dapat dilakukan seperti skala
likert (Hidayat, 2007).
C. MAKROSOMIA
1. Pengertian
Makrosomia atau bayi besar adalah bila berat badan bayi melebihi dari 4000
gram. (Wiliiam, 2001). Dalam dunia kedokteran makrosomia disebut giant baby.
Menurut Cunningham (2005) semua neonatus dengan berat badan 4000 gram
atau lebih tanpa memandang usia kehamilan dianggap sebagai makrosomia.
2. Karakteristik Makrosomia
a. Mempunyai wajah berubi (menggembung), pletoris (wajah tomat)
b. Badan montok dan bengkak
c. Kulit kemerahan
d. Lemak tubuh banyak
e. Plasenta dan tali pusat lebih besar dari rata-rata

Universitas Sumatera Utara

3. Etiologi
a. Genetik, obesitas dan overweight yang dialami ayah ibu dapat menurun pada bayi.
b. Pertambahan berat badan ibu yang berlebihan selama kehamilan, porsi makanan
yang dikonsumsi ibu hamil akan berpengaruh pada berat badan ibu. Asupan gizi
yang berlebih bisa mengakibatkan bayi lahir dengan berat di atas rata-rata.
c. Ibu dengan diabetes milletus, tingginya gula darah ibu bisa berpengaruh pada berat
badan bayi. Jika fungsi plasenta dan tali pusat baik, maka janin dapat tumbuh
makin subur.
d. Ibu hamil dengan riwayat melahirkan bayi makrosomia, ibu yang sebelumnya
pernah melahirkan bayi makrosomia berisiko 5-10 kali lebih tinggi untuk kembali
melahirkan bayi makrosomia dibandingkan ibu yang belum pernah melahirkan
bayi makrosomia.
e. Multigravida, ada kecendrungan berat badan lahir anak kedua dan seterusnya lebih
besar daripada anak pertama.
f. Usia gestasi lama
g. Usia ibu
h. Wanita hamil yang memiliki berat badan yang lebih dari 150 kg, janinnya
memiliki risiko 30% mengalami makrosomia (Pendit, 2004).
4. Diagnosis
Menentukan apakah bayi besar atau tidak kadang-kadang sulit. Hal ini dapat
diperkirakan dengan cara:
a. Keturunan atau bayi yang lahir terdahulu besar dan sulit melahirkannya dan
adanya diabetes milletus

Universitas Sumatera Utara

b. Kenaikan berat badan yang berlebihan tidak oleh sebab lainnya (edema dan
sebagainya)
c. Pemeriksaan teliti tentang disproporsi sefalo atau feto-pelvik, dalam hal ini
dianjurkan untuk mengukur kepala bayi dengan ultrasonografi (Mochtar, 1998).
5. Prognosis
Pada panggul normal janin dengan berat badan 4000-4500 gram umumnya tidak
menimbulkan kesukaran persalinan. Distosia akan diperoleh bila janin lebih besar
dari 4500-5000 gram atau pada kepala yang sudah keras (postmaturitas) dan pada
bahu yang lebar. Apabila disproporsi sefalo atau feto-pelvic ini dibiarkan maka
terjadi kesulitan baik pada ibu maupun pada janin (Mochtar, 1998).
6. Penanganan
a. Pada disproporsi sefalo dan feto-pelvic yang sudah diketahui dianjurkan untuk
seksio caesar.
b. Pada kesukaran melahirkan bahu dan janin hidup dilakukan episiotomi yang cukup
lebar dan janin diusahakan lahir, atau bahu diperkecil dengan melakukan
kleidotomi unilateral atau bilateral. Setelah dilahirkan dijahit kembali dengan baik
dan untuk cedera postkleidotomi dikonsulkan ke bagian bedah.
c. Apabila janin meninggal lakukan embriotomi (Mochtar, 1998).
7. Komplikasi
a. Komplikasi pada Ibu
1) Ibu mengalami robekan perineum
2) Persalinan dengan operasi caesar
3) Kehilangan darah dalam jumlah banyak saat persalinan
4) Ruptur uteri dan serviks

Universitas Sumatera Utara

b. Komplikasi pada bayi


1) Bayi akan lahir dengan gangguan nafas dan kadangkala bayi lahir dengan
trauma tulang leher dan bahu.
2) Distosia atau macet pada bahu
3) Hipoglikemia
Istilah hipoglikemia digunakan bila kadar gula darah bayi dibawah kadar ratarata. Dikatakan hipoglikemia apabila kadar glukosa darah kurang dari 30 mg/dl
pada semua neonatus tanpa menilai masa gestasi atau ada tidaknya gejala
hipoglikemia. Umumnya hipoglikemia terjadi pada neonatus usia 1-2 jam
(Rudolph, 2006).
8. Pencegahan
a. Pencegahan dilakukan dengan melakukan penimbangan berat badan ibu secara
teratur, dan ANC yang teratur.
b. Ibu harus selalu menjaga berat badannya agar tetap normal, ibu hamil sebaiknya
melakukan pengaturan pola makan sesuai kebutuhan kalori. Ngemil boleh saja
dilakukan, tapi hindari cemilan manis.
c. Lakukan olahraga ringan. Penelitian yang dilakukan oleh para ahli dari Norwegia
menyebutkan, risiko bayi lahir dengan ukuran besar bisa berkurang hingga 28%
bila di masa kehamilan ibu tetap berolahraga secara teratur terutama pada trimester
dua dan tiga.
d. Ibu hamil hendaknya memeriksakan kadar gula darahnya, meskipun sebelumnya
tidak ada diabetes milletus (Rukiyah, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai