Anda di halaman 1dari 24

DEFINISI

Acute Lung Odema (ALO) atau edema paru akut adalah terjadinya
penumpukan cairan secara massif di rongga alveoli yang menyebabkan
pasien berada dalam kedaruratan respirasi dan ancaman gagal nafas
(Gumiwang, 2007).
ALO
juga
dapat

diartikan

sebagai

penumpukan

cairan

(serous/serosanguineous) oleh karena adanya aliran cairan atau darah ke


ruang interstisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, bronkus, bronkiolus,
atau interstisial space melebihi cairan balik/kembali ke arah jantung atau
melalui limfatik (Tamashefski, 2000).
Edem paru akut adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus
paru yang terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan
intravaskular yang tinggi (edema paru kardiak) atau karena peningkatan
permeabilitas

membran kapiler

(edema paru non kardiogenik)

yang

mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat sehingga terjadi


gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan
hipoksia.

Edema

paru

merupakan

penimbunan

cairan

serosa

atau

serosanguinosa secara berlebihan di dalam ruang interstisial dan alveolus


paru-paru. Jika edema timbul akut dan luas, sering disusul kematian dalam
waktu singkat (Harun & Sally, 2009).

ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Ketidakseimbangan Starling Forces:
o Peningkatan tekanan kapiler paru:
Edema paru akan terjadi hanya apabila tekanan kapiler pulmonal
meningkat sampai melebihi tekanan osmotic koloid plasma, yang

biasanya berkisar 28 mmHg pada manusia. Sedangkan nilai normal dari


tekanan vena pulmonalis adalah antara 8-12 mmHg, yang merupakan
batas aman dari mulai terjadinya edema paru tersebut. Etiologi dari
keadaan ini antara lain:
1. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi
ventrikel kiri (stenosis mitral).
2. Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan
fungsi ventrikel kiri.
3. Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan
tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
o Penurunan tekanan onkotik plasma
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, proteinlosing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi. Tetapi
hipoalbuminemia saja tidak menimbulkan edema paru, diperlukan juga
peningkatan tekanan kapiler paru. Peningkatan tekanan yang sedikit
saja pada hipoalbuminemia akan menyebabkan edema paru.
o Peningkatan tekanan negatif intersisial:
Edema paru dapat terjadi akibat perpindahan yang cepat dari udara
pleural, contoh yang sering menjadi etiologi adalah:
1. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
2. Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran
napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume
(asma).
o Peningkatan tekanan onkotik intersisial
Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.
Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory
Distress Syndrome). Keadaan ini merupakan akibat langsung dari
kerusakan pembatas antara kapiler dan alveolar. Cukup banyak kondisi
medis maupun surgical tertentu yang berhubungan dengan edema paru
akibat kerusakan pembatas ini daripada akibat ketidakseimbangan Starling
Force.
o Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
o Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, NO).
o Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan,
o
o
o
o
o
o

alpha-naphthyl thiourea).
Aspirasi asam lambung.
Pneumonitis radiasi akut.
Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
Disseminated Intravascular Coagulation.
Imunologi: pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.
Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.

o Pankreatitis Perdarahan Akut.


Insufisiensi Limfatik:
o Post Lung Transplant.
o Lymphangitic Carcinomatosis.
o Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
Tak diketahui/tak jelas
o High Altitude Pulmonary Edema.
o Neurogenic Pulmonary Edema.
o Narcotic overdose.
o Pulmonary embolism
o Eclampsia
o Post cardioversion
o Post Anesthesia
o Post Cardiopulmonary Bypass
Faktor Risiko
Penyebab paling umum dari edema paru adalah gagal jantung. Tapi tidak
setiap kasus adalah karena masalah jantung. Beberapa faktor risiko edema
paru meliputi: (umm.edu)
Tekanan darah tinggi
Diabetes
Penyakit jantung koroner atau katup
Kegemukan
Cedera sistem saraf
Infeksi

KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan
non-kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat
berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung
Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh
adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi,
dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Cronic
Cardiogenic Pulmonary Edema
Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya
kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya
seperti jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi
memompa. Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang
tinggi dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh
fungsi jantung yang buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh
fungsi pompa jantung yang buruk (datang dari beragam sebab-sebab
seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari otot

jantung), serangan-serangan jantung,

atau klep-klep jantung

yang

abnormal dapat menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah darah yang
biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Ini dapat, pada
gilirannya, menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong
keluar ke alveoli ketika tekanan membesar.
Non-Cardiogenic Pulmonary Edema
Non-cardiogenic pulmonary edema ialah

edema

yang

umumnya

disebabkan oleh hal berikut:


- Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat
dari respon peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada
alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluhpembuluh darah.
- Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi
yang parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi
paru, merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.
- Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh
dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh
darah, berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan
gagal

ginjal

yang

telah

lanjut,

dialysis

mungkin

perlu

untuk

mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.


- High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh
kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
- Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizureseizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada
akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary
edema.
- Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan
re-expansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus
ketika paru mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar dari
cairan sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada
ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary
edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
- Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada
pulmonary edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin
tinggi yang kronis dapat menjurus pada aspirin intoxication, terutama
pada kaum tua, yang mungkin menyebabkan pulmonary edema.
- Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic
pulmonary edema mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan

darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru akut yang


berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related acute lung injury
(TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada wanitawanita hamil.

Diagnosis Banding Edema Paru Kardiak dan Non Kardiak


Edema Paru Kardiak
Riwayat Penyakit

Penyakit Jantung Akut

Edema Paru Nonkardiak


Riwayat penyakit

Penyakit Dasar di luar


Jantung

Pemeriksaan Klinik :

Pemeriksaan Klinik :

Akral dingin

Akral hangat

S3 gollop/Kardiomegali

Pulsasi nadi meningkat

Distensi vena jugularis

Tidak terdengar gallop

Ronkhi basah

Tidak ada distensi vena


jugularis

Tes Laboratorium :

Ronkhi kering

Terdapat penyakit dasar

EKG : Iskhemia/infark

Ro : distribusi edema

EKG : biasanya normal

perihiler

Ro : distribusi edema perifer

Enzim jantung mungkin

Enzim jantung biasanya

Tes Laboratorium :

meningkat

Tekanan Kapiler Pasak Pam

normal

> 18 mmHg

Intrapulmonary shunting :

< 18 mmHg

meningkat ringan

Cairan edema/protein serum

Tekanan Kapiler Pasak Paru


Intrapulmonary shunting :
sangat meningkat

Cairan edema/serum protein

< 0,5

> 0,7

MANIFESTASI KLINIK
Serangan khas terjadi pada malam hari setelah berbaring selama
beberapa jam dan biasanya di dahului dengan rasa gelisah, ansictas dan
tidak dapat tidur.
Awitan sesak nafas mendadak dan rasa akfiksia (seperti kebiasaan
nafas) tangan menjadi dingin dan basah, bantalan kuku menjadi sianotik
dan warna kulit menjadi abu-abu.
Nadi cepat dan lemah, vena leher distensi
Batuk hebat menyebabkan peningkatan jumlah sputum mokoid.
Dengan makin berkembangnya edema paru, ansietas berkembang
menjadi mendekati, pasien muali bingung, kemudian stopor.
Nafas menjadi bising dan basah (dapat tenggelam oleh cairan sendiri)
Heomamptec (batuk darah)
Ronchi
+ +
+ +
+

Tekanan darah menurun


Takhikardi
Stadium 1. Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen
akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas
difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak
napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan,
kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran
napas yang tertutup pada saat inspirasi.
Stadium 2. Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh
darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa
interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di
jaringan kendor intersisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil,
terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi
refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini
merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga
membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial
diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan
saja.
Stadium 3. Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat
terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali
dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain
turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita
biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi
hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams
digunakan dengan hati-hati. Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard
Akut biasanya akibat hipertensi kapiler paru. Namun percobaan pada anjing
yang dilakukan ligasi arteria koronaria, terjadi edema paru walaupun tekanan
kapiler paru normal, yang dapat dicegah dengan pemberian indomethacin
sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan menghambat cyclooxygenase atau
cyclic phosphodiesterase akan mengurangi edema' paru sekunder akibat
peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler; pada manusia masih memerlukan
penelitian lebih lanjut. Kadangkadang penderita dengan Infark Miokard Akut
dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin
disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi meskipun

tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa
penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder
oleh karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock
lung (Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,2006).
PATOFISIOLOGI
Penigkatan tekanan hidrostatik (tekanan yang mendorong cairan keluar
sel) pada kapiler paru terjadi jika kerja pemompaan ventrikel kiri tidak
adekuat. Penyebabnya adalah penurunan kekuatan miokardium atau
keadaan yang menuntut peningkatan kerja miokardium (gagal jantung),
stenosis katup mitral atau regurgitasi. Akibatnya, peningkatan atrium kiri

akan dihantarkan ke belakang pembuluh darah paru.


Gangguan drainase limfatik mempermudah pembentukan edema paru.
Biasanya, kelebihan cairan filtrasi akan dibuang melalui system limfatik.
Jika gagal jantung kanan bersamaan dengan gagal jantung kiri, tekanan
vena sistemik akan meningkat, begitu pula tekanan pada tempat drainase

pembuluh limfatik ke dalam vena sehingga menghambat drainase limfatik.


Tekanan onkotik di kapiler berkurang pada hipoproteinemia, sehingga
mendukung terjadinya edema paru (tidak ada cukup perotein untuk
mendorong cairan ke dalam sel).
Pada edema paru interstisial, ruang interstisial di antara kapiler dan
alveolus meningkat. Akibatnya terjadi gangguan difusi yang terutama
mengganggu pengambilan O2. Sehingga pada aktifitas fisik dimana
kebutuhan O2 meningkat, konsentrasi O2 dalam darah akan turun
(hipoksemia, sianosis). Tekanan yang terus meningkat dan kerusakan
dinding alveolus menyebabkan filtrasi ke dalam ruang alveolus. Alveolus
yang terisi dengan cairan tidak lagi terlibat dalam proses pertukaran gas,
cairan memasuki jalan nafas sehingga meningkatkan resistensi jalan nafas.
Edema paru memaksa pasien untuk bernafas dalam posisi tegak
(ortopneu). Pada posisi duduk atau berdiri setelah berbaring, aliran balik
vena dari bagian tubuh terbawah akan turun (semakin turun bila dalam
posisi tegak) sehingga tekanan atrium kanan dan curah jantung kanan
menurun. Aliran darah ke paru akan berkurang sehingga menyebabkan
penurunan teknan hidrostatik di kapiler paru dan dalam waktu yang
bersamaan, aliran vena pulmonalis dari bagian tubuh di atas paru akan
meningkat. Selain itu, penurunan tekanan vena sentralis membantu

drainase limfatik dari paru. Akibatnya, bendungan paru, serta edema


alveolus dan interstisial akan berkurang.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Anamnesis
Anamnesis dapat menjadi petunjuk ke arah kausa edema paru, misalnya
adanya riwayat sakit jantung, riwayat adanya gejala yang sesuai dengan
gagal jantung kronis. Edema paru akut kardiak, kejadiannya sangat cepat
dan terjadi hipertensi pada kapiler paru secara ekstrim. Keadaan ini
merupakan pengalaman yang menakutkan bagi pasien karena mereka
batuk-batuk dan seperti seseorang yang akan tenggelam (Harun dan
Sally, 2009; Maria, 2010).
b. Pemeriksaan Fisik
Terdapat takipnea, ortopnea (menifestasi lanjutan). Takikardia, hipotensi
atau teknan darah bisa meningkat. Pasien biasanya dalam posisi duduk
agar dapat mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat
respirasi atau sedikit membungkuk ke depan,

akan terlihat retraksi

inspirasi pada sela interkostal dan fossa supraklavikula yang menunjukan


tekanan negatif intrapleural yang besar dibutuhkan pada saat inpsirasi,
batuk dengan sputuk yang berwarna kemerahan (pink frothy sputum)
serta JVP meningkat. Pada pemeriksaan paru akan terdengar ronki basah
setengah lapangan paru atau lebih dan terdapat wheezing. Pemeriksaan
jantung dapat ditemukan ditemukan gallop, bunyi jantung 3 dan 4.
Terdapat juga edem perifer,akral dingin dengan sianosis (sda). Dan pada
edem paru non kardiogenik didapatkan khas bahwa Pada pemeriksaan
fisik, pada perkusi terdengar keredupan dan pada pemeriksaan auskultasi
di

dapat

ronki

basah

dan

bergelembung

pada

bagian

bawah

dada(Lorraine et al, 2005).


c. Ekhokardiografi
Pemeriksaan ini merupakan baku emas untuk mendeteksi disfungsi
ventrikel kiri.
Ekhokardiografi dapat mengevaluasi fungsi miokard dan fungsi katup
sehingga dapat dipakai dalam mendiagnosis penyebab edem paru
(Maria, 2010).
d. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorim yang relevan diperlukan untuk mengkaji etiologi
edem paru. Pemeriksaan tersebut diantaranya pemeriksaan hematologi/
darah rutin, fungsi ginjal, elektrolit, kadar protein, urinalisa gas darah,
enzim jantung (CK-MB, troponin I) dan Brain Natriuretic Peptide (BNP).
BNP dan prekursornya pro BNP dapat digunakan sebagai rapid test untuk
menilai edem paru kardiogenik pada kondisi gawat darurat. Kadar BNP

plasma berhubungan dengan pulmonary artery occlusion pressure, left


ventricular end-diastolic pressure dan left ventricular ejection fraction.
Khususnya pada pasien gagal jantung, kadar pro BNP sebesar 100pg/ml
akurat sebagai prediktor gagal jantung pada pasien dengan efusi pleura
dengan sensitifitas 91% dan spesifitas 93% (Lorraine et al, 2005).
e. EKG
Pemeriksaan EKG bisa normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda
iskemia atau infark miokard akut dengan edema paru. Pasien dengan
krisis hipertensi gambaran ekg biasanya menunjukkan gambaran
hipertrofi ventrikel kiri. Pasien dengan edema paru kardiogenik tetapi
yang non iskemik biasanya menunjukkan gambaran gelombang T negatif
yang lebar dengan QT memanjang yang khas, dimana akan membaik
dalam 24 jam setelah klinis stabil dan menghilang dalam 1 minggu.
Penyebab dari non iskemik ini belum diketahui tetapi beberapa keadaan
yang dikatakan dapat menjadi penyebab, antara lain: iskemia subendokardial yang berhubungan dengan peningkatan tekanan pada
dinding, peningkatan akut dari tonus simpatis kardiak atau peningkatan
elektrikal akibat perubahan metabolik atau ketokolamin (Harun dan Sally,
2009).

Algoritma untuk Differensiasi Klinis Antara Edema Paru Kardiogenik dan Non
Kardiogenik (Lorraine et al, 2005)
f.

Radiologi
Foto thoraks pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan Xray dada. Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih
terpusat yang menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah
utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan bidang-bidang
paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada
setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada.
X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin
menunjukan lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang
paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari pulmonary
edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada
paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang
normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari

pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang


minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya.
Gambaran Radiologi yang ditemukan:

Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus).


Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral).
Kranialisasi vaskuler
Hilus suram (batas tidak jelas)
Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau
nodul milier).

Edema Intesrtitial
Gambaran underlying disease (kardiomegali, efusi pleura, diafragma kanan letak
tinggi)

Gambar 4 : Kardiomegali dan edema paru


Infiltrat di daerah basal (edema basal paru); Edema butterfly atau Bats Wing
(edema sentral)

Gambar 5 : Bats Wing


Edema localized (terjadi pada area vaskularisasi normal, pada paru yang
mempunyai kelainan sebelumnya, contoh: emfisema).

Ilustrasi Radiologi Edema Paru Akut Kardiogenik


(dikutip dari Cremers et al, 2010)

g. Pengukuran plasma B-type Natriuretic Peptide (BNP)


Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab
yang mendasari dari pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma
B-type natriuretic peptide (BNP) atau N-terminal pro-BNP. Ini adalah
penanda protein (hormon) yang akan timbul dalam darah yang
disebabkan oleh peregangan dari kamar-kamar jantung. Peningkatan dari
BNP nanogram (sepermilyar gram) per liter lebih besar dari beberapa
ratus (300 atau lebih) adalah sangat tinggi menyarankan cardiac

pulmonary edema. Pada sisi lain, nilai-nilai yang kurang dari 100 pada
dasarnya menyampingkan gagal jantung sebagai penyebabnya.
h. Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz)
Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung yang
panjang dan tipis (kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari
dada atau leher dan dimajukan melalui ruang ruang sisi kanan dari
jantung dan diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau pulmonary
capillaries (cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-pembuluh darah dari
paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan secara langsung mengukur
tekanan dalam pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary artery
wedge pressure. Wedge pressure dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah
konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema, sementara wedge
pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong noncardiogenic cause of pulmonary edema. Penempatan kateter Swan-Ganz
dan interpretasi data dilakukan hanya pada intensive care unit (ICU).

PENATALAKSANAAN
Posisi setengah duduk
Oksigen (40-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika
memburuk pasien makin sesak, takipneu, ronkhi bertambah, PaO2 tidak
bisa dipertahankan 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi,

retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema


secara

adekuat

dilakukan

intubasi

endotrakeal,

suction,

dan

ventilator/bipep.
Infuse emergensi
Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
Nitrogliserin sublingual atau iv.
Peroral 0,4-0,6 mg tiap 5-10 menit. Jika tekanan darah > 95 mmHg bisa
diberikan iv mulai dosis 3-5 g/kgBB. Jika tidak memberikan hasil

memuaskan, dapat diberikan nitroprusid.


Nitroprusid iv dimulai dosis 0,1 g/kgBB/menit bila tidak member respons
dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau
sampai tekanan darah sistolik 85-90 mmHg pada pasien yang tadinya
mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan
perfusi ke organ-organ vital.
Morfin sulfat: 3-5 mg iv, dapat diulangi tiap 25 menit sampai total dosis 15
mg.
Diuretic : Furosemid 40-80 mg iv bolus dapat diulangi atau dosis
ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip kontinu sampai dicapai
produksi urin 1 ml/kgBB/jam.
Bila perlu (tekanan darah turun/tanda hiperfusi) Dopamin 2-5
g/kgBB/menit atau Dobutamin 2-10g/kgBB/menit untuk menstabilkan
hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respons klinis atau
keduanya.
Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien innfark miokardial.
Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis, atau
tidak berhasil dengan terapi oksigen.
Atasi aritmia atau gangguan konduksi.
Operasi pada komplikasi akut infark jantung akut, seperti regurgitasi, VSD,
dan rupture dinding ventrikel atau korda tendinae.

Algoritma Penatalaksanaan Edema Paru Akut Kardiogenik (ESC, 2012)

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


PENGKAJIAN
Identitas :
Umur: Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan
remaja/dewasa muda
Riwayat Masuk: Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak
nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak.
Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada
trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda
klinik mungkin menyertai klien
Riwayat Penyakit Dahulu: Predileksi penyakit sistemik atau berdampak
sistemik seperti sepsis, pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan
organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien
Pemeriksaan fisik
- Sistem Integumen
Subyektif
:
Obyektif
: kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat
dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
- Sistem Pulmonal
Subyektif
: Sesak nafas, dada tertekan
Obyektif
:Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif),
pernafasan,

pernafasan

sputum

banyak,

diafragma

dan

penggunaan
perut

otot

meningkat,

bantu
Laju

pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,


- Sistem Cardiovaskuler
Subyektif
: sakit dada
Obyektif
:Denyut nadi meningkat, pembuluh darah
vasokontriksi, kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur,
suara jantung tambahan
- Sistem Neurosensori
Subyektif
: gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif
: GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
- Sistem Musculoskeletal
Subyektif
: lemah, cepat lelah
Obyektif
: tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi
paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan
- Sistem genitourinaria
Subyektif
:Obyektif
: produksi urine menurun/normal,
- Sistem digestif
Subyektif
: mual, kadang muntah
Obyektif
: konsistensi feses normal/diare
- Studi Laboratorik

Hb
: menurun/normal
Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen
darah, kadar karbon darah meningkat/normal
- Elektrolit
: Natrium/kalsium menurun/normal
DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakilitas
miokardial (penurunan).
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli)
3. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam paru.
4. Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernafas).
5. Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan
keletihan (keadaan fisik yang lemah).
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan
dengan kurang terpajang informasi
RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan
perubahan kontakilitas miokardial (penurunan).
Tujuan : Curah jantung tercukupi untuk kebutuhan individual
Kriteria hasil : Menunjukkan tanda vital dalam batas normal dan bebas gejala
gagal jantung.
Rencana tindakan :
a) Catat suara jantung
Rasional: S1 dan S2 mungkin lemah karena terdapat kelemahan dalam
memompa. Irama gallop sering ada (S2 dan S3). Murmur merupakan
gambaran adanya ketidaknormalan/stenosis dari katup.
b) Monitor tekanan darah
Rasional: pada awal tekanan darah meningkat karena peningkatan SVR,
lama kelamaan badan/body jantung tidak bisa bertambah panjang agar
bisa untuk kompensasi dan bisa terjadi hipotensi berat.
c) Palpasi denyut peripher
Rasional: Penurunan CO akan menyebabkan kelemhn denyut pada arteri
radialis, poplitea,dorsalis pedis dan posttibial. Denyut dapat yang cepat
atau reguler dan mungkin juga terdapat pulsus alternans (denyut yang kuat
di selingi denyut yang lemah)
d) Lihat warna kulit,pucat,cyanosis
Rasional: Pucat menunjukkan berkurangnya perfusi perifer sebagai akibat
sekunder dari ketidakadekuatnya CO

e) Nilai perubahan tanggapan panca indera seperti: lethargy, kebingungan,


disoientasi cemas dan depresi.
Rasional: Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi cerebralsebagai akibat
sekunder dari penurunan CO
f) Collaborative dalam pemberian O2 lewat canul nasal/masker sesuai
indikasi.
Rasional: meningkatnya persediaanya O2 untuk kebutuhan myokard untuk
menanggulangi efek hypoxia/iskemia.
g) Collaborative pemberian diuretik
Rasional : Pengurangan preload penting dalam pengobatan pada pasien
cardiac out put yang relative normal yang di sertai oleh gejala-gejala
bendungan. Pemberian loup diuretics akan mengurangi reabsorbsi dari
sodium dan air.
h) Collaborative pemberin digoxin
Rasional: meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan melambatkan
kecepatan denyut jantung (heart rate) dengan menurunkan kecepatan
konduksi dan memperpanjng periode retrakter dari AV junction untuk
meningkatkan efisiensi jantung/cardiac out put.

Diagnosa Keperawatan 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan


perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area
intertitial/alveoli) Tujuan: Pertukaran gas efektif
Kriteria hasil: menunjukkan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat
pada jringan di tunjukkan oleh GDA/oksimetri dalam rentang normal dan
bebas gejala distress pernafasan
Rencana tindakan:
a) Auskultasi suara nafas, catat adanya krekels
Rasional: Menunjukkan adanya bendungan pulmonal/penumpukan secret
yang membutuhkan penanganan lebih lanjut
b) Atur posisi fowler dan bed rest
Rasional: merangsang pengembangan paru secara maksimal.
c) Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri
Rasional: hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru.
d) Collaborative pemberian O2 sesuai indikasi
Rasional: meningkatkan konsenterasi O2 alveolar yang akan mengurangi
hypoxemia jaringan
e) Collaborative pemberian obat Diuretic
Rasional: Mengurangi bendungan alveolar

sehingga

meningkatkan

pertukaran gas
f) Bronkodilator
Rasional : Meningkatkan pemasukan O2 dengan jalan dilatasi saluran
nafas.

Diagnosa Keperawatan 3. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan


dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan
dalam rongga pleura
Tujuan: Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil: Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas
normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi
cairan, bunyi nafas terdengar jelas.
Rencana tindakan:
a. Identifikasi faktor penyebab
Rasional: Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat mengambil
tindakan yang tepat
b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap
perubahan yang terjadi
Rasional: Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan,
kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien
c. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan
kepala tempat tidur ditinggikan 60 90 derajat
Rasional: Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga
ekspansi paru bisa maksimal
d. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon
pasien). Rasional: Peningkatan RR dan tachicardi merupakan indikasi
adanya penurunan fungsi paru
e. Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam
Rasional: Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian
paru-paru
f. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif
Rasional: Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam.
Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif
g. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan
serta foto thorax
Rasional: Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan
mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat
dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya
kembang paru.
Diagnose keperawatan 4: Cemas atau ketakutan sehubungan dengan
adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk
bernafas).
Tujuan: Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak
terjadi kecemasan.

Kriteria hasil: Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu


beradaptasi dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks
dan santai, nafas teratur dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali
permenit.
Rencana tindakan:
a. Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi
fowler.
b. Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya
Rasional: pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat
diajak kerjasama dalam perawatan.
c. Ajarkan teknik relaksasi.
Rasional: Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan
d. Bantu dalam menggunakan sumber koping yang ada
Rasional: Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat
bermanfaat dalam mengatasi stress.
e. Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien
Rasional: Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik
f. Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas
Rasional: Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang
dihadapi

klien

dan

membangun

kepercayaan

dalam

mengurangi

kecemasan
g. Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya
Rasional: Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah
teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.
Diagnose keperawatan 5: Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas seharihari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah)
Tujuan: Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.
Kriteria hasil: Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar
dan bersemangat, personel hygiene pasien cukup
Rencana tindakan:
a. Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas
serta adanya perubahan tanda-tanda vital
Rasional: Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan
aktivitas.
b. Bantu Px memenuhi kebutuhannya
Rasional: Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri
c. Awasi Px saat melakukan aktivitas
Rasional: Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam perawatan
selanjutnya.
d. Libatkan keluarga dalam perawatan pasien
Rasional: Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara
penuh.

e. Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan


istirahat
Rasional: Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme
f. Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap
Rasional: Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu
mengembalikan pasien pada kondisi normal.

Diagnose keperawatan 6: Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan


pengobatan sehubungan dengan kurang terpajan informasi
Tujuan: Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan
Kriteria hasil:
- Px dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab masalah
- PX dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan
evaluasi medik
- Px dan keluarga mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan
pola hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah
Rencana tindakan:
a. Kaji patologi masalah individu.
Rasional: Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan
pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya
intervensi terapeutik
b. Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh,
nyeri dada tiba-tiba, dispena, distress pernafasan)
Rasional: Berulangnya proses penyakit memerlukan intervensi medik untuk
mencegah, menurunkan potensial komplikasi
c. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan).
Rasional: Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan
dan dapat mencegah kekambuhan
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, R. K. 2012. Edema Paru Akut. www.scribd.com. Diakses Tanggal 23 Juni
2013.
Michellia, 2012. Acute Lungs Oedema (ALO). www.scribd.com. Diakses Tanggal
23 Juni 2013.
Pangestu, W. 2012. Edema Paru. www.scribd.com. Diakses Tanggal 23 Juni
2013.
Fernando, L. 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien Dengan Edema Paru
Akut (Acute Lung Oedem). www.lentzeksplore.wordpress.com. Diakses
tanggal 23 Juni 2013.

Carpenito, 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC


Colquhaun, M. C, 2004. ABC of Resusitation 5th Edition. London: BMJ Publishing
Doengoes, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3. Penerbit buku
kedokteran EGC, Jakarta.
Frizzell, et all, 2001. Handbook of Pathophysiology. New York: Springhouse corp
Griffiths, M. J. D, 2004. Respiratory Management in Critical Care. London: BMJ
Publishing
Harijono Achmad, Dr. DSPD, 1994. Penyakit Dalam Praktis Malang. Penerbit
lab / IMF Ilmu Penyakit dalam, FK Unibraw.
Hudak&Gallo, 2005. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC
Linda Juall Carpenito, 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis.
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Price, Wilson, 2006. Patolofisologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC
Smeltzer, BG., 2000. Brunners and Suddarths Textbook of Medical Surgical
Nursing 3 ed. Philadelpia: LWW Publisher

Anda mungkin juga menyukai