PENDAHULUAN
Fraktur adalah hilangnya continuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total
maupun sebagian. Fraktur dikenal dengan istilah patah tulang. Biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Pada umumnya,fraktur dapat disebabkan oleh trauma langsung dan
trauma tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang . Hal
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi
biasanya bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.Trauma tidak
langsung. Apabila trauma dihantarkan kedaerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. Misalnya,
jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini
biasanya jaringan lunak tetap utuh.
Fraktur terdiri dari beberapa klasifikasi,diantaranya;fraktur tertutup,fraktur terbuka dan
fraktur dengan komplikasi. Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya tidak
menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan / tidak mempunyai
hubungan dengan dunia luar. Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan
dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within
(dari dalam), atau from without (dari luar). Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang
disertai dengan komplikasi, misalnya mal-union, delayed union, non-union, dan infeksi
tulang.
Tindakan pembedahan yang dapat kita lakukan pada kasus fraktur ini adalah ORIF (Open
Reduction Internal Fixation) dan OREF (Open Reduction External Fixation).
Penyembuhan fraktur berkisar antara 3 minggu sampai 4 bulan. Secara kasar, waktu
penyembuhan pada anak waktu penyembuhan orang dewasa. Faktor lain yang
mempercepat penyembuhan fraktur adalah nutrisi yang baik, hormone-hormon pertumbuhan,
tiroid, kalsitonin, vitamin D, dan steroid anabolic, seperti kortikosteroid (menghambat
kecepatan perbaikan).13
Peranan anastesi pada kasus fraktur ini adalah pada saat tindakan operatif,diantaranya
dapat dilakukan tindakan pembedahan berupa ORIF ataupun OREF,dimana pemilihan jenis
anastesinya adalah spinal anastesi dengan nasal kanul terpasang.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Anestesi
Kata anestesi berasal dari bahasa Yunani yang berarti keadaan tanpa rasa
sakit.Secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun
1846.6
Pengertian lain dari anestesia adalah suatu keadaan depresi dari pusat-pusat
saraf tertentu yang bersifat reversible, dimana seluruh perasaan dan kesadaran hilang.
Analgesia adalah suatu perasaan hilang, tetapi kesadaran tetap dapat berupa local
atau regional.
Anestesia yang sempurna harus memenuhi 3 syarat(Trias Anestesia)yaitu :
1. Hipnotika; tidur, hilang kesadaran
2. Analgetika; hilang perasaan/sakit
3. Relaksansia;relaks,relaksasi otot-otot.4
Obat untuk menghilangkan nyeri terbagi ke dalam 2 kelompok, yaitu analgetik
dan anestesi. Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya perasaan
secara total. seseorang yang mengonsumsi analgetik tetap berada dalam keadaan
sadar. Analgetik tidak selalu menghilangkan seluruh rasa nyeri, tetapi selalu
meringankan rasa nyeri. Beberapa jenis anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran,
sedangkan jenis yang lainnya hanya menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu
dan pemakainya tetap sadar.(i)
2.2. Persiapan Pra Anastesi
A. Penilaian Status Presen
Penilaian status presen berupa pemeriksaan vital sign.
B. Evaluasi status generalis dengan pemeriksaan fisik dan penunjang yang lain sesuai
dengan indikasi.
Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya
sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat
perhatian khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak
2
napas pasca bedah, sehingga kita dapat merancang anastesia berikutnya dengan lebih
baik. Kita harus pandai-pandai memilah apakah cerita pasien termasuk alergi atau
efek samping obat.
Beberapa peneliti menganjurkan obat yang kiranya menimbulkan masalah di
masa lampau sebaiknya jangan digunakan ulang, misalnya halotan jangan digunakan
ulang
dalam
waktu
tiga
bulan,
suksinilkolin
yang
menimbulkan
apnoe
Masukan oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia.Regurgitasi isi lambung
dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada
pasien-pasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko tersebut,
semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia harus
dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum induksi
anestesia.
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada
bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi
anestesia. Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk
keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum
induksi anestesia.2
C. Persiapan rutin
Persiapan alat-alat sebelum dimulainya anastesi :
Stetoskop
Tensimeter
4
Indikasi 1
1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rectum perineum
4. Bedah obstetric-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya
dikombinasikan dengan anestesi umum ringan.
Kontra indikasi1
Absolut
1. Pasien menolak
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat,syok
4. Koagulopati atau mendapat terapi koagulan
5. Tekanan intracranial meningkat
6. Fasulitas resusitasi minim
7. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi
Relatif
7
1. Infeksi sistemik
2. Infeksi sekitar tempat suntikan
3. Kelainan neurologis
4. Kelainan psikis
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan
8. Nyeri punggung kronik
-
Bupivacaine
Obat anestetik lokal yang sering digunakan adalah prokain, tetrakain,
lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi
aliran obat dan perluasan daerah teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat
jenis obat lebih besar dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi
perpindahan obat ke dasar akibat gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat
akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan
berada di tingkat yang sama di tempat penyuntikan.1,13
Bupivakain merupakan obat anestesi lokal dengan rumus bangun
sebagai
berikut
1-butyl-N-(2,6-dimethylphenyl)-piperidecarboxamide
yang
lebih
menghambat
sensoris
daripada
motoris
menyebabkan obat ini sering digunakan untuk analgesia selama persalinan dan
pasca bedah.13
Pada tahun-tahun terakhir, larutan bupivakain baik isobarik maupun
hiperbarik telah banyak digunakan pada blok subrakhnoid untuk operasi
abdominal bawah. Pemberian bupivakain isobarik, biasanya menggunakan
konsentrasi 0,5%, volume 3-4 ml dan dosis total 15-20 mg, sedangkan
bupivakain hiperbarik diberikan dengan konsentrasi 0,5%, volume 2-4ml dan
total dosis 15-22,5 mg. Bupivakain dapat melewati sawar darah uri tetapi
hanya dalam jumlah kecil. Bila diberikan dalam dosis ulangan, takifilaksis
yang terjadi lebih ringan bila dibandingkan dengan lidokain. Salah satu sifat
yang paling disukai dari bupivakain selain dari kerjanya yang panjang adalah
sifat blockade motorisnya yang lemah. Toksisitasnya lebih kurang sama
dengan tetrakain. Bupivakain juga mempunyai lama kerja yang lebih panjang
dari lignokain karena mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk
mengikat protein. Untuk menghilangkan nyeri pada persalinan, dosis sebesar
30 mg akan memberikan rasa bebas nyeri selama 2 jam disertai blokade
motoris yang ringan. Analgesik paska bedah dapat berlangsung selama 4 jam
atau lebih, sedangkan pemberian dengan tehnik anestesi kaudal akan
memberikan efek analgesik selama 8 jam atau lebih. Pada dosis 0,25 0,375
% merupakan obat terpilih untuk obstetrik dan analgesik paska bedah.
Konsentrasi yang lebih tinggi (0,5 0,75 %) digunakan untuk pembedahan.
Konsentrasi infiltrasi 0,25 - 0.5 %, blok saraf tepi 0,25 0,5 %, epidural 0,5
0,75 %, spinal 0,5 %. Dosis maksimal pada pemberian tunggal adalah 175 mg.
Dosis rata-ratanya 3 4 mg / kgBB.1,13
10
arah dada.
Posisi duduk. Dengan posisi ini lebih mudah melihat
columna vertebralis, tetapi pada pasien-pasien yang telah
mendapat premedikasi mungkin akan pusing dan diperlukan
seorang asisten untuk memegang pasien supaya tidak jatuh.
11
ditandai
dengan
adanya
aliran LCS.
-
pada
kedalaman
yang
dangkal
tulang
yang
ditemukan
lebih dalam,
jarum
o Posisi pasien
o Dosis dan volume anestetik lokal
2. Faktor tambahan
o Ketinggian
o Kecepatan suntikan
o Ukuran jarum
o Keadaan fisik pasien
o Tekanan intra abdominal
Lama kerja anestetik lokal tergantung 1
4. Retensio urine
5. Meningitis
Anestesi Epidural
Anastesia atau analgesia epidural adalah blockade saraf dengan
menempatkan obat di ruang epidural. Ruang ini berada diantara liganetum
flavum dan durameter. Kedalaman ruang ini rata-rata 5mm dan dibagian
posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal.1
Obat anestetik lokal di ruang epidural bekerja langsung pada akar saraf
spinal yang terletak di lateral. Awa kerja anastesi epidural lebih lambat
disbanding durastesi spinal, sedangkan kualitas blockade ssensorik-motorik
juga lebih lama.
Bisa segmental
Reaksi sistemis
16
Mual muntah
persalinan)
kemungkinan
tidak
akan
menyebabkan
17
Ada beberapa situasi dimana resiko epidural lebih tinggi dari biasannya :
1
mendorong
jarum
epiduralsampai
terasa
ke ruang
peningkatan
laju
nadi
sampai
20-30%,
sampai
30%
akibat
pengaruh
hormone
dan
Melipat lutut
Melipat jari
++
++
+
++
+
Tabel 2. Skala bronage untuk Blok motorik
concentration
Onset
Sensory
Motor Block
Chloroprocaine
2%
Fast
Block
Analgesic
Mild to moderate
Lidocaine
3%
1%
Fast
Intermediate
Dense
Analgesic
Dense
Minimal
1.5%
Intermediate
Dense
Mild to moderate
2%
Intermediate
Dense
Dense
1%
Intermediate
Analgesic
Minimal
Mepivacine
21
Bupivacaine
Ropivacaine
2-3%
0.25%
Intermediate
Slow
Dense
Analgesic
Dense
Minimal
0.5%
Slow
Dense
Mild to moderate
0.75%
0.2%
Slow
Slow
Dense
Analgesic
Moderate to sense
Minimal
0.5%
Slow
Dense
Mild to moderate
0.75%-1.0%
Slow
Dense
Moderate to sense
ketenangan
pasien
dan
waktu
pengerjaan
yang
lebih
Anestesi Intravena
Anestesi umum intravena adalah anestesi yang diberikan melalui jalur
intravena, baik untuk tujuan hipnotik, analgetik ataupun pelumpuh otot.
Tahapan tindakan yang dilakukan untuk anestesi umum intravena antara lain
1) penilaian dan persiapan pra anestesi meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, klasifikasi status fisik, masukan oral, dan
premedikasi. 2) induksi obat anestesi intravena beserta pemeliharaan dan 3)
pemulihan. Obat anestesi intravena setelah berada di dalam vena, obat-obat ini
akan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi sistemik. Obat
anestesi yang ideal memiliki sifat: 1) hipnotik dengan onset cepat serta
mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan;
2) analgetik; 3) amnesia; 4) memiliki antagonis; 5) cepat dieliminasi; 6)
depresi kardiovaskular dan pernafasan tidak ada atau minimal; 7)
farmakokinetik tidak dipengaruhi atau minimal terhadap disfungsi organ.
Indikasi anestesi intravena antara lain untuk: 1) induksi anestesia; 2)
induksi
dan
pemeliharaan
anestesi
pada
pembedahan
singkat;
3)
untuk ahli bedah.Tapi sayangnya, obat anestesi yang ideal yang diinginkan
tidak ada.Yang biasa digunakan adalah kombinasi beberapa obat untuk suatu
anestesi.
Obat obat tertentu misalnya thiopental hanya menyebabkan tidur
tanpa relaksasi atau analgesia, sehingga hanya baik untuk induksi. Sebaliknya
eter menyebabkan tidur, analgesia dan relaksasi, tetapi karena baunya tajam
dan kelarutannya dalam darah tinggi sehingga agak mengganggu dan lambat
(meskipun aman) untuk induksi. Relaksan otot hanya mempunyai efek
relaksasi otot, oleh karena itu digunakan untuk mencapai relaksasi bedah yang
baik selama anastesi ringan, dan pasien akan sadar kembali dengan cepat pada
akhir anestesi obat-obat opium seperti morfin dan petidin akan menyebabkan
analgesia dengan sedikit perubahan pada tonus otot atau tingkat kesadaran.
Kombinasi beberapa teknik dan obat dapat dipergunakan untuk mencapai
tujuan ini dan kombinasi ini harus dipilih yang paling sesuai untuk pasien.
Pipa trakea
Pipa trakea (endotracheal tube) mengantar gas anestetik langsung ke
dalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan standar polivinil-klorida.Ukuran
diameter lubang pipa trakea dalam millimeter. Karena penampang trakea bayi,
anak kecil dan dewasa berbeda, penampang melintang trakea bayi dan anak
kecil di bawah usia 5 tahun hampir bulat, sedangkan dewasa seperti huruf D,
maka untuk bayi anak dihunakan tanpa kaf (cuff) dan untuk anak besardewasa dengan kaf, supaya tidak bocor. Penggunaan kaf pada bayi-anak kecil
dapat membuat trauma selaput lendir trakea dan selain itu jika kita ingi
menggunakan pipa trakea dengan kaf pada bayi harus menggunakan ukuran
pipa trakea yang diameternya lebih kecil dan ini membuat risiko tahanan
napas lebih besar.
Pipa trakea dapat dimasukkan melalui mulut (orotracheal tube) atau melalui
hidung (nasotracheal tube).7
Tabel 2.1 Pipa Trakea dan Peruntukkannya.
Usia
Prematur
Diameter (mm)
2,0-2,5
Skala French
10
Neonatus
2,5-3,5
12
11 cm
25
1-6 bulan
3,0-4,0
14
11 cm
-1 tahun
3,5-3,5
16
12 cm
1-4 tahun
4,0-5,0
18
13 cm
4-6 tahun
4,5-5,5
20
14 cm
6-8 tahun
5,0-5,5*
22
15 16 cm
8-10 tahun
5,5-6,0
24
16 17 cm
10-12 tahun
6,0-6,5
26
17 18 cm
12-14 tahun
6,5-7,0
28-30
18 22 cm
Dws wanita
6,5-8,5
28-30
20 24 cm
Dws pria
7,5-10,0
32-34
*Tersedia dengan atau tanpa kaf
Cara memilih pipa trakea untuk bayi dan anak kecil :
Diameter dalam pipa trakea (mm)
20 24 cm
= 12 + umur (th)
Pilar faring
+
Uvula
+
Palatum molle
+
26
Komplikasi Intubasi
1) Selama intubasi
- Trauma gigi-geligi
- Laserasi bibir, gusi, laring
- Merangsang saraf simpatis (hipertensi-takikardi)
- Intubasi bronkus
- Intubasi esophagus
- Aspirasi
- Spasme bronkus
2) Setelah ekstubasi
- Spasme laring
- Aspirasi
- Gangguan fonasi
- Edema glotis-subglotis
- Infeksi laring, faring, trakea.
Ekstubasi
1) Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika :
- Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan.
- Pasca ekstubasi ada risiko aspirasi.
27
mengurangi
mual-muntah
pasca
bedah
sering
ditambahkan
2.5. Induksi
Induksi Anestesia
Induksi anestesia ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan.Induksi
anestesia dapat dikerjakan dengan secara intravena, inhalasi, intramuskular atau
rektal.Setelah pasien tidur akibat induksi anestesia langsung dilanjutkan dengan
pemeliharaan anestesia sampai tindakan pembedahan selesai.Sebelum memulai
28
Scope. Pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus
cukup tenang.
T = Tubes
Pipa trakea. Pilih sesuai usia. Usia< 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan >
(naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk
menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan napas.
T = Tape
I = Introducer Mandrin atau silet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yangmudah
dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.
C = Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia
S = Suction
Induksi intravena
Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari, apalagi sudah
terpasang jalur vena, karena cepat dan menyenangkan.Induksi intravena hendaknya
dikerjakan dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan terkendali.Obat induksi bolus
disuntikkan dalam kecepatan antara 30-60 detik.Selama induksi anestesia, pernapasan
pasien, nadi dan tekanan darah harus diawasi dan selalu diberikan oksigen. Induksi
cara ini dikerjakan pada pasien yang kooperatif.
Thiopental (tiopenton, pentotal) diberikan secara intravena dengan kepekatan
2,5% dan dosis antara 3-7 mg/kgBB. Keluar vena menyebabkan nyeri.Pada anak dan
manula digunakan dosis rendah dan dewasa muda sehat digunakan dosis tinggi.
Propofol (recofol, diprivan) intravena dengan kepekatan 1% menggunakan
dosis 2-3 mg/kgBB. Suntikan propofol intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga
satu menit sebelumnya sering diberikan lidokain 1 mg/kgBB secara intravena.
Ketamine (ketalar) intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB.Pasca anestesia
dengan ketamine sering menimbulkan halusinasi, karena itu sebelumnya dianjurkan
menggunakan sedative seperti midazolam (dormikum).Ketamine tidak dianjurkan
29
pada pasien dengan tekanan darah tinggi (tekanan darah > 160 mmHg).Ketamine
menyebabkan pasien tidak sadar, tetapi dengan mata terbuka.2
Induksi intramuskular
Sampai sekarang hanya ketamine (ketalar) yang dapat diberikan secara
intramuskular dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.
Induksi inhalasi
Induksi
inhalasi
hanya
dikerjakan
dengan
halotan
(fluotan)
atau
sevofluran.Cara induksi ini dikerjakan pada bayi atau anak yang belum terpasang jalur
vena atau pada dewasa yang takut disuntik.
Induksi halotan memerlukan gas pendorong O 2 atau campuran N2O dan O2.
Induksi dimulai dengan aliran O2> 4 liter/ menit atau campuran N2O : O2 = 3:1 aliran
> 4 liter/menit, dimulai dengan halotan 0,5 vol% sampai konsentrasi yang dibutuhkan.
Kalau pasien batuk konsentrasi halotan diturunkan untuk kemudian kalau sudah
tenang dinaikkan lagi sampai konsentrasi yang diperlukan.
Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien jarang batuk,
walaupun langsung diberikan dengan konsentrasi tinggi sampai 8 vol%.seperti dengan
halotan konsentrasi dipertahankan sesuai kebutuhan.
Induksi dengan enfluran (etran), isofluran (foran, aeran) atau desfluran jarang
dilakukan, karena pasien sering batuk dan waktu induksi menjadi lama.
Induksi per rektal
Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau
midazolam.7
Induksi mencuri
Induksi mencuri (steal induction) dilakukan pada anak atau bayi yang sedang
tidur.Untuk yang sudah ada jalur vena tidak ada masalah, tetapi pada yang belum
terpasang jalur vena, harus kita kerjakan dengan hati-hati supaya pasien tidak
terbangun.Induksi mencuri seperti induksi inhalasi biasa hanya sungkup muka tidak
kita tempelkan pada muka pasien, tetapi kita berikan jarak beberapa sentimeter,
sampai pasien tertidur baru sungkup muka kita tempelkan.2
2.6. Terapi Cairan
30
Preexisting Deficit
Pasien yang akan dioperasi setelah semalam puasa tanpa intake cairan akan
menyebabkan defisit cairan sebanding dengan lamanya puasa. Defisit ini dapat
diperkirakan dengan mengalikan normal maintenance dengan lamanya puasa. Untuk
70 kg, puasa 8 jam, perhitungannya (40 + 20 + 50) ml / jam x 8 jam atau 880 ml. Pada
kenyataannya, defisit ini dapat kurang sebagai hasil dari konservasi ginjal. Kehilangan
cairan abnormal sering dihubungkan dengan defisit preoperatif.Sering terdapat
hubungan antara perdarahan preoperatif, muntah, diuresis dan diare.
Penggantian Cairan Intraoperatif
Terapi cairan intraoperatif meliputi kebutuhan cairan dasar dan penggantian
deficit cairan preoperative seperti halnya kehilangan cairan intraoperative (darah,
redistribusi dari cairan, dan penguapan).Pemilihan jenis cairan intravena tergantung
dari prosedur pembedahan dan perkiraan kehilangan darah.Pada kasus kehilangan
darah minimal dan adanya pergeseran cairan, maka maintenance solution dapat
digunakan. Untuk semua prosedur yang lain Ringer Lactate biasa digunakan untuk
pemeliharaan cairan. Idealnya, kehilangan darah harus digantikan dengan cairan
kristaloid atau koloid untuk memelihara volume cairan intravascular (normovolemia)
sampai bahaya anemia berberat lebih (dibanding) resiko transfusi. Pada kehilangan
darah dapat diganti dengan transfuse sel darah merah. Transfusi dapat diberikan pada
Hb 7-8 g/dL (hematocrit 21 - 24%).Hb < 7 g/dL cardiac output meningkat untuk
menjaga agar transport Oksigen tetap normal. Hb 10 g/dL biasanya pada pasien orang
tua dan penyakit yang berhubungan dengan jantung dan paru-paru.Batas lebih tinggi
31
mungkin digunakan jika diperkirakan ada kehilangan darah yang terus menerus.
Dalam prakteknya, banyak dokter memberi Ringer Laktat kira-kira 3-4 kali dari
banyaknya darah yang hilang, dan cairan koloid dengan perbandingan 1:1 sampai
dicapai Hb yang diharapkan.
(RBCV preop).
Estimasi RBCV pada hematocrit 30% ( RBCV30%), untuk menjaga
dan
pembedahan,
dapat
digolongkan
menurut
derajat
trauma
Segera setelah selesai operasi, hentikan aliran obat anestesia, berikan oksigen
100%
Berikan obat penawar pelumpuh otot
Bersihkan jalan nafas
Ekstubasi dilakukan setelah pasien nafas spontan dan adekuat serta Jalan nafas
sudah bersih.
33
2.9. Keterangan Obat-obatan Anestesi yang digunakan pada ORIF (Open Reduction
Internal Fixation)
A. Bupivacain
(golongan
Barbiturat)/Bunascan
Spinal
0,5%
Heavy
darah
arteri.
Absorpsi
sistemik
anestetik
lokal
juga
dapat
34
Farmakokinetik :
Kecepatan absorpsi anestetik lokal tergantung dari dosis total dan
konsentrasi obat yang diberikan, cara pemberian, dan vaskularisasi tempat
pemberian, serta ada tidaknya epinefrin dalam larutan anestetik. Bupivacaine
mempunyai awitan lambat (sampai dengan 30 menit) tetapi mempunyai durasi
kerja yang sangat panjang,sampai dengan 8 jam bila digunakan untuk blok
syaraf. Lama kerja bupivacaine lebih panjang secara nyata daripada anestetik
lokal yang biasa digunakan. Juga terdapat periode analgesia yang tetap setelah
kembalinya sensasi.
Efek samping :
Penyebab utama efek samping kelompok obat ini mungkin berhubungan
dengan kadar plasma yang tinggi, yang dapat disebabkan oleh overdosis, injeksi
intravaskuler yang tidak disengaja atau degradasi metabolik yang lambat.
Sistemik : Biasanya berkaitan dengan sistem saraf pusat dan
kardiovaskular seperti hipoventilasi atau apneu, hipotensi dan henti jantung.
SSP : Gelisah, ansietas, pusing, tinitus, dapat terjadi penglihatan kabur
atau tremor, kemungkinan mengarah pada kejang. Hal ini dapat dengan cepat
diikuti rasa mengantuk sampai tidak sadar dan henti napas. Efek SSP lain yang
mungkin timbul adalah mual, muntah, kedinginan, dan konstriksi pupil.
Kardiovaskuler : Depresi miokardium, penurunan curah jantung,
hambatan jantung, hipotensi, bradikardia, aritmia ventrikuler, meliputi takikardia
ventrikuler dan fibrilasi ventrikuler, serta henti jantung.
Alergi : Urtikaria, pruritus, eritema, edema angioneuretik (meliputi
edema laring), bersin, episode asma, dan kemungkinan gejala anafilaktoid
(meliputi hipotensiberat).
Neurologik : Paralisis tungkai, hilangnya kesadaran, paralisis pernapasan
dan bradikardia (spinal tinggi), hipotensi sekunder dari blok spinal, retensi
urin,inkontinensia fekal dan urin, hilangnya sensasi perineal dan fungsi
seksual;anestesia
persisten,
parestesia, kelemahan,
paralisis
ekstremitas
bawah dan hilangnya kontrol sfingter, sakit kepala, sakit punggung, meningitis
35
Fentanyl
digunakan
untuk
menghilangkan
sakit
yang
Farmakodinamika
Atropin merupakan antimuskarinik. Atropin memblok asetilkolin
endogen maupun eksogen, tetapi hambatannya jauh lebih besar pada eksogen.
Kepekaan reseptor muskarinik terhadap anti muskarinik berbeda antar organ.
Pada dosis kecil (sekitar 0,25 mg) dapat menekan sekresi air liur, mucus
bronkus dan keringat. Pada dosis yang lebih besar (0,5 1 mg) baru terlihat
dilatasi pupil, gangguan akomodasi dan penghambatan N.Vagus sehingga
terjadi takikardi. Pada dosis sekitar 0,3 mg dapat merangsang N.vagus
sehingga frekunesi denyut jantung berkurang. Perangsangan respirasi sebagai
36
akibat dari dilatasi bronkus. Pada dosis yang besar atropin malah dapat
menyebabkan depresi nafas,delirium dll. Pada saluran nafas dapat bekerja
sebagai pengurang secret hidung, mulut, faring dan bronkus. Sehingga
penggunaan pada premedikasi anestesi mengurangi resiko aspirasi.
-
Indikasi
Medikasi praanestesi
Efek samping
Mulut kering
Gangguan miksi
Meteorisme
Sindrom demensia pada orang tua
Alergi atropine namun jarang ditemukan
Muka memerah
D. Ondansentron
-
Farmakologi
Ondansetron adalah suatu antagonis 5-HT3 yang sangat selektif yang
dapat menekan mual dan muntah karena sitostatika misalnya cisplatin dan
radiasi. Mekanisme kerjannya diduga langsung mengantagonisasi reseptor 5HT yang terdapat pada chemoreseptor trigger zone didaerah postrema otak dan
mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna. Ondansetron mempercepat
pengosongan lambung, bila kecepatan basal rendah. Tetapi waktu transit
saluran cerna memanjang sehingga dapat menyebabkan terjadinya konstipasi.
38
BAB III
KESIMPULAN
Peranan anastesi pada kasus fraktur ini adalah pada saat tindakan operatif,diantaranya
dapat dilakukan tindakan pembedahan berupa ORIF ataupun OREF,dimana pemilihan jenis
anastesinya adalah spinal anastesi dengan nasal kanul terpasang.
Anestesia spinal (intratekal, intradural, subdural, subarakhnoid) ialah anestesi regional
dengan tindakan penyuntikan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarakhnoid. Larutan
anestesi lokal yang disuntikan pada ruang subarachnoid akan memblok konduksi impuls
sepanjang serabut syaraf secara reversible. Terdapat tiga bagian syaraf yaitu motor, sensori
dan autonom. Motor menyampaikan pesan ke otot untuk berkontraksi dan ketika di blok, otot
akan mengalami paralisis. Syaraf sensori akan menghantarkan sensasi seperti rabaan dan
nyeri ke sumsum tulang dan ke otak, sedangkan syaraf otonom akan mengontrol tekanan
darah, nadi, kontraksi usus dan fungsi lainnya yang diluar kesadaran.
Pada umumnya, serabut otonom dan nyeri adalah yang pertama kali diblok dan
serabut motor yang terakhir. Hal ini akan menimbulkan timbal balik yang penting.
Contohnya, vasodilatasi dan penurunan tekanan darah yang mendadak mungkin akan terjadi
ketika serabut otonom diblok dan pasien merasakan sentuhan dan masih merasakan sakit
ketika tindakan pembedahan dimulai. Anestesi spinal merupakan pilihan anestesi pada
daerah dibawah umbilikus,misalnya repair hernia, ginekologi, operasi urogenital dan operasi
di daerah perineum dan genitalia.11
BAB IV
LAPORAN KASUS
39
ANAMNESIS PRIBADI
Nama
: Tn. Y
Umur
: 16 tahun
JenisKelamin
: Laki-laki
Alamat
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
BeratBadan
: 62 kg
No Rekam Medik
: 91.93.94
ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan Utama
Telaah
kendaraan
lain
dan os
terjatuh.Luka
terbuka
(+) pada
paha kanan
depan.pingsan(+),mual(-),muntah(-),
RPT
:-
RPO
:-
: Compos mentis
KU / KP / KG
Tekanan Darah :
110/70 mmHg
: 36,70 C
40
Anemis
: (-)
Ikterus
: (-)
Sianosis
: (-)
Dyspnoe
: (-)
Oedem
: (-)
Status Lokalisata
a)
Kepala
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
b) Leher
: PembesaranKGB (-)
c) Thoraks
Inspeksi
: simetris fusiformis
Palpasi
:SF kiri=kanan
Perkusi
Auskultasi
: SP = vesikuler
ST = (-)
d) Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: timpani
Auskultasi
e) Ekstremitas Superior
f) Ekstremitas Inferior
g) Genetalia Eksterna
Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin
Hb
: 12,2 gr%
Leukosit
: 21300 / mm3
41
Ht
: 35,8%
Trombosit
: 244000 / mm
HST
APT
INR
PT
AGDA
: 31,4(C:32)
: 1,44
: 17,1 (C:13,1)
pH
: 7,32
PCO2
: 33,8
PO2
: 82,1
TCO2
: 24,4
HCO3
: 26,5
BE
: 2,8
Sat O2
: 98,2 %
KGD adr
RFT
: 140 mg/dl
Ureum
: 16 mg/ dL
Kreatinin
: 0,74 mg/ dL
LFT
Bilirubin total : 0,34 mg/ dL
Bilirubin direct : 0,13 mg/ dL
SGOT
: 39 U/I
SGPT
: 20 U/I
EKG
: Sinus Ritme
Konsul kardiologi : toleransi operasi low risk
Foto Toraks
: tidak tampak kelainan
Foto femur pedis dextra: fraktur komplit femur kanan
: Clear
Frek. Pernafasan
Suara pernafasan
: vesikuler
Suara tambahan
: (-)
: H/M/K
42
TekananDarah
: 110/7 0 mmHg
FrekwensiNadi
: 68 x/i, reguler
T/V
: Cukup
Temp
: 36,7oC
Riwayat Hipertensi
: (-)
Reflex cahaya
: +/+ Normal
Pupil
Refleks fisiologis
: +/+ Normal
Refleks patologis
: -/-
Riwayat Kejang
: (-)
B4 (Bladder)
Urine
: (+)
Volume
: cukup
Warna
: Kuning jernih
Kateter
: (+)
B5(Bowel)
Abdomen
: Soepel
Peristaltik
: (+) Normal
Mual/muntah
: (-/-)
BAB / Flatus
NGT
: (+)
MMT
: 00.00 wib
B6 (Bone)
Fraktur
Luka
Oedem
: (-)
Diagnosa
: closed (R) Middle third humerus fraktur + open (R) distal femur
fraktur
Status Fisik
: ASA II
43
Rencana tindakan
: ORIF FEMUR
Rencana anastesi
: Spinal anesthesia
ANESTESI
Persiapan Pasien
Persiapan Alat
Stetoskop
Tensimeter
Abocath No. 18
Infus set
Suction set
Premedikasi
-
Medikasi
-
Bupivacain 20 mg
Fentanyl 100 g
Inhalasi :
- O2
44
DURANTE OPERASI
1. Mempertahankan dan monitor cairan infus
2. Memonitor saturasi O2, tekanan darah, nadi dan nafas setiap 15 menit
Jam
10.00
Nadi
RR
Medikasi
(mmHg)
(x/ menit)
(x/ menit)
110/70
68
20
Bupivacain 20 mg
Fentanyl 100 g
Sulfas Atropin 0,5 mg
10.15
110/ 70
70
20
10.30
10.45
115 / 70
116 / 80
78
78
20
11.00
115/ 80
80
20
11.15
120 / 80
88
22
11.30
120 / 80
92
20
22
3. Monitoring perdarahan
45
Perdarahan
: Kasa basah
: 9 x 10 cc = 90 cc
Kasa basah
: 14 x 5 cc = 70 cc
Suction
: 170 cc
Handuk
: -
Total
: 330 cc
Urine Output
Pre-operasi
Durante operasi
: 120 cc
: 110 cc
10%
: 434cc
20%
: 868cc
30%
: 1032 cc
46
47