Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN
Fraktur adalah hilangnya continuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total
maupun sebagian. Fraktur dikenal dengan istilah patah tulang. Biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Pada umumnya,fraktur dapat disebabkan oleh trauma langsung dan
trauma tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang . Hal
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi
biasanya bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.Trauma tidak
langsung. Apabila trauma dihantarkan kedaerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. Misalnya,
jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini
biasanya jaringan lunak tetap utuh.
Fraktur terdiri dari beberapa klasifikasi,diantaranya;fraktur tertutup,fraktur terbuka dan
fraktur dengan komplikasi. Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya tidak
menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan / tidak mempunyai
hubungan dengan dunia luar. Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan
dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within
(dari dalam), atau from without (dari luar). Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang
disertai dengan komplikasi, misalnya mal-union, delayed union, non-union, dan infeksi
tulang.
Tindakan pembedahan yang dapat kita lakukan pada kasus fraktur ini adalah ORIF (Open
Reduction Internal Fixation) dan OREF (Open Reduction External Fixation).
Penyembuhan fraktur berkisar antara 3 minggu sampai 4 bulan. Secara kasar, waktu
penyembuhan pada anak waktu penyembuhan orang dewasa. Faktor lain yang
mempercepat penyembuhan fraktur adalah nutrisi yang baik, hormone-hormon pertumbuhan,
tiroid, kalsitonin, vitamin D, dan steroid anabolic, seperti kortikosteroid (menghambat
kecepatan perbaikan).13
Peranan anastesi pada kasus fraktur ini adalah pada saat tindakan operatif,diantaranya
dapat dilakukan tindakan pembedahan berupa ORIF ataupun OREF,dimana pemilihan jenis
anastesinya adalah spinal anastesi dengan nasal kanul terpasang.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Anestesi
Kata anestesi berasal dari bahasa Yunani yang berarti keadaan tanpa rasa
sakit.Secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun
1846.6
Pengertian lain dari anestesia adalah suatu keadaan depresi dari pusat-pusat
saraf tertentu yang bersifat reversible, dimana seluruh perasaan dan kesadaran hilang.
Analgesia adalah suatu perasaan hilang, tetapi kesadaran tetap dapat berupa local
atau regional.
Anestesia yang sempurna harus memenuhi 3 syarat(Trias Anestesia)yaitu :
1. Hipnotika; tidur, hilang kesadaran
2. Analgetika; hilang perasaan/sakit
3. Relaksansia;relaks,relaksasi otot-otot.4
Obat untuk menghilangkan nyeri terbagi ke dalam 2 kelompok, yaitu analgetik
dan anestesi. Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya perasaan
secara total. seseorang yang mengonsumsi analgetik tetap berada dalam keadaan
sadar. Analgetik tidak selalu menghilangkan seluruh rasa nyeri, tetapi selalu
meringankan rasa nyeri. Beberapa jenis anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran,
sedangkan jenis yang lainnya hanya menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu
dan pemakainya tetap sadar.(i)
2.2. Persiapan Pra Anastesi
A. Penilaian Status Presen
Penilaian status presen berupa pemeriksaan vital sign.
B. Evaluasi status generalis dengan pemeriksaan fisik dan penunjang yang lain sesuai
dengan indikasi.
Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya
sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat
perhatian khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak
2

napas pasca bedah, sehingga kita dapat merancang anastesia berikutnya dengan lebih
baik. Kita harus pandai-pandai memilah apakah cerita pasien termasuk alergi atau
efek samping obat.
Beberapa peneliti menganjurkan obat yang kiranya menimbulkan masalah di
masa lampau sebaiknya jangan digunakan ulang, misalnya halotan jangan digunakan
ulang

dalam

waktu

tiga

bulan,

suksinilkolin

yang

menimbulkan

apnoe

berkepanjangan juga jangan diulang.


Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya untuk eliminasi
nikotin yang mempengaruhi sistem kardiosirkulasi, dihentikan beberapa hari untuk
mengaktifkan kerja silia jalan pernapasan dan 1-2 minggu untuk mengurangi produksi
sputum. Kebiasaan minum alkohol juga harus dicurigai akan adanya penyakit hepar.2
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidahrelatif besar
sangat penting untuk diketahui apakah akanmenyulitkan tindakan laringoskopi
intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi.
Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu tidak
boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua sistem
organ tubuh pasien.2
Pemeriksaan laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan
penyakit yang sedang dicurigai. Banyak fasilitas kesehatan yang mengharuskan uji
laboratorium secara rutin walaupun pada pasien sehat untuk bedah minor, misalnya
pemeriksaan darah kecil (Hb, lekousit, masa perdarahan dan masa pembekuan) dan
urinalisis. Pada usia pasien di atas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto
toraks. Praktek-praktek semacam ini harus dikaji ulang mengingat biaya yang harus
dikeluarkan dan manfaat minimal uji-uji semacam ini.2
Kebugaran untuk anestesia
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapakan agar
pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan yang tidak
perlu harus dihindari.2
Klasifikasi Status Fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang
ialah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi
fisik ini bukan alat prakiraan risiko anestesia, karena dampak samping anestesia
tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan.2

Table 1.ASA Classification

Masukan oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia.Regurgitasi isi lambung
dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada
pasien-pasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko tersebut,
semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia harus
dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum induksi
anestesia.
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada
bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi
anestesia. Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk
keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum

induksi anestesia.2
C. Persiapan rutin
Persiapan alat-alat sebelum dimulainya anastesi :
Stetoskop
Tensimeter
4

Meja operasi dan perangkat operasi


Mesin anastesi dan perangkat anastesi umum
Abocath No. 18
Infus set
Spuit 3 cc, 5 cc, 10 cc
Suction set

D. Persiapan khusus : donor.2


2.3. Jenis Jenis Anastesi
Jenis-jenis anestesi terbagi menjadi 3 :
1. Anestesi lokal
2. Anestesi regional
3. Anestesi umum
2.2.1. Anastesi Lokal
Anestesi lokal adalah tindakan pemberian obat yang mampu
menghambat konduksi saraf (terutama nyeri) secara reversibel pada bagian
tubuh yang spesifik. Pada anestesi umum, rasa nyeri hilang bersamaan dengan
hilangnya kesadaran penderita. Sedangkan pada anestesi lokal, kesadaran
penderita tetap utuh dan rasa nyeri yang hilang bersifat setempat.Anestesi
lokal bersifat ringan dan biasanya digunakan untuk tindakan yang hanya perlu
waktu singkat. Oleh karena efek mati rasa yang didapat hanya mampu
dipertahankan selama kurun waktu sekitar 30 menit sesuai injeksi, bila lebih
dari itu, maka akan diperlukan injeksi tambahan untuk melanjutkan tindakan
tanpa rasa nyeri.6
Pemberian anestetik lokal dapat dengan teknik :
1. Anestesi permukaan, yaitu pengolesan atau penyemprotan analgetik lokal
di atas selaput mukosa seperti mata, hidung, atau faring.
2. Anestesi infiltrasi, yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal langsung
diarahkan di sekitar tempat lesi, luka, atau insisi. Cara infiltrasi yang
sering digunakan adalah blockade lingkar dan obat disuntikkan intradermal
atau subkutan.
3. Anestesi blok, yaitu penyuntikan analgetika lokal langsung ke saraf utama
atau pleksus saraf. Hal ini bervariasi dari blockade pada saraf tunggal,
misalnya saraf oksipital dan pleksus brakialis, anestesi spinal, anestesi
5

epidural, dan anestesi kaudal. Pada anestesi spinal, analgetik lokal


disuntikkan ke dalam ruang subaraknoid di antara konus medularis dan
bagian akhir ruang subaraknoid. Anestesi epidural diperoleh dengan
menyuntikkan zat anestetik lokal ke dalam ruang epidural. Pada anestesi
kaudal, zat analgetik lokal disuntikkan melalui hiatus sakralis.3
2.2.2. Anestesi Regional
Anastesi regional biasanya dimanfaatkan untuk kasus bedah yang
pasiennya perlu dalam kondisi sadar untuk meminimalisasi efek samping
operasi yang lebih besar, bila pasien tidak sadar. Caranya dengan
menginjeksikan obat-obatan bius pada bagian utama pengantar register rasa
nyeri ke otak yaitu saraf utama yang ada di dalam tulang belakang. Sehingga,
obat anestesi mampu menghentikan impuls saraf di area itu.
Sensasi nyeri yang ditimbulkan organ-organ melalui sistem saraf tadi
lalu terhambat dan tak dapat diregister sebagai sensasi nyeri di otak. Dan sifat
anestesi atau efek mati rasa akan lebih luas dan lama dibanding anestesi lokal.
Pada kasus bedah, bisa membuat mati rasa dari perut ke bawah.
Namun, oleh karena tidak mempengaruhi hingga ke susunan saraf pusat atau
otak, maka pasien yang sudah dianestesi regional masih bisa sadar dan mampu
berkomunikasi, walaupun tidak merasakan nyeri di daerah yang sedang
dioperasi.6
Anestesi Spinal
Anastesi spinal ialah pemberian obat anastetik lokal ke dalam ruang
subarachnoid. Anatesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik
lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal adalah salah satu metode
anestesi yang diinduksi dengan menyuntikkan sejumlah kecil obat anestesi
lokal ke dalam cairan cerebro-spinal (CSF). Anestesi spinal/subaraknoid
disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. 1
Untuk mencapai cairan cerebrospinal, maka jarum suntik akan
menembus kutis -> subkutis -> ligamentum supraspinosum -> ligamentum
interspinosum -> ligamentum flavum -> ruang epidural -> duarmater -> ruang
subarachnoid.

Gambar 1.Anestesi Spinal


Medulla spinalis berada didalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan
cerebrospinal, dibungkus oleh meningens (duramater , lemak, dan pleksus
venosus). Pada dewasa berakhir setinggi L1 , pada anak L2 dan pada bayi L3.
Oleh karena itu, anestesi /analgesi spinal dilakukan di ruang subarachnoid di
daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5.
-

Indikasi 1
1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rectum perineum
4. Bedah obstetric-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya
dikombinasikan dengan anestesi umum ringan.

Kontra indikasi1
Absolut
1. Pasien menolak
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat,syok
4. Koagulopati atau mendapat terapi koagulan
5. Tekanan intracranial meningkat
6. Fasulitas resusitasi minim
7. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi
Relatif
7

1. Infeksi sistemik
2. Infeksi sekitar tempat suntikan
3. Kelainan neurologis
4. Kelainan psikis
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan
8. Nyeri punggung kronik
-

Persiapan Analgesia Spinal1


Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan
pada anestesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan
menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang
punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan
prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal dibawah ini :
1. Informed consent
Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesia
spinal
2. Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang
punggung
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran
Hemoglobin, hematokrit, PT (Prothrombine Time), PTT (Partial
Prothrombine Time).

Peralatan Analgesia Spinal1


1. Peralatan monitor : tekanan darah, nadi, saturasi oksigen, dll.
2. Peralatan resusitasi.
3. Jarum spinal
Dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu :

jenis yang ujungnya runcing seperti ujung bamboo


runcing (Quincke-Babcock atau Greene)

jenis yang ujungnya seperti ujung pensil (whitacre).


Ujung pensil banyak digunakan karena jarang
menyebabkan nyeri kepala pasca penyuntikan spinal.
8

Gambar 2.Jarum Spinal


-

Anastetik lokal untuk analgesia spinal


Berat jenis cairan serebrospinal (CSS) pada 37 o C adalah 1.003
1.008. Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut
isobarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih lebih besar dari CSS
disebut hiperbarik. Anastetik lokal dengan berat
Jenis lebih kecil dari CSS disebut hipobarik. Anastetik lokal yang
sering digunakan yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik
diperoleh dengan mencampur anastetik lokal dengan dextrose. Untuk
jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan
mencampur dengan air injeksi.1
Anastetik lokal yang paling sering digunakan :
1. Lidokaine ( xylocain, lignokain) 2 % : berat jenis 1.006, sifat
isobaric dosis 20-100 mg (2-5 ml)
2. Lidokaine ( xylokain, lignokain) 5 % dalam dextrose 7.5 % : berat
jenis 1.033,sifat hyperbaric, dosis 20-50 mg (1-2 ml)
3. Bupivacain (markaine) 0.5 % dalam air : berat jenis 1.005, sifat
isobarik, dosis 5-20 mg (1-4 ml)
4. Bupivakaine (markaine) 0.5 % dalam dextrose 8.25 % : berat jenis
1.027, sifat hiperbarik, dosis 5 15 mg (1-3 ml)

Bupivacaine
Obat anestetik lokal yang sering digunakan adalah prokain, tetrakain,
lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi
aliran obat dan perluasan daerah teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat
jenis obat lebih besar dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi
perpindahan obat ke dasar akibat gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat

akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan
berada di tingkat yang sama di tempat penyuntikan.1,13
Bupivakain merupakan obat anestesi lokal dengan rumus bangun
sebagai

berikut

1-butyl-N-(2,6-dimethylphenyl)-piperidecarboxamide

hydrochloride. Bupivakain adalah derivat butil dari mepivakain yang kurang


lebih tiga kali lebih kuat daripada asalnya. Obat ini bersifat long acting dan
disintesa oleh BO af Ekenstem dan dipakai pertama kali pada tahun 1963.
Secara komersial bupivakain tersedia dalam 5 mg/ml solutions. Dengan
kecenderungan

yang

lebih

menghambat

sensoris

daripada

motoris

menyebabkan obat ini sering digunakan untuk analgesia selama persalinan dan
pasca bedah.13
Pada tahun-tahun terakhir, larutan bupivakain baik isobarik maupun
hiperbarik telah banyak digunakan pada blok subrakhnoid untuk operasi
abdominal bawah. Pemberian bupivakain isobarik, biasanya menggunakan
konsentrasi 0,5%, volume 3-4 ml dan dosis total 15-20 mg, sedangkan
bupivakain hiperbarik diberikan dengan konsentrasi 0,5%, volume 2-4ml dan
total dosis 15-22,5 mg. Bupivakain dapat melewati sawar darah uri tetapi
hanya dalam jumlah kecil. Bila diberikan dalam dosis ulangan, takifilaksis
yang terjadi lebih ringan bila dibandingkan dengan lidokain. Salah satu sifat
yang paling disukai dari bupivakain selain dari kerjanya yang panjang adalah
sifat blockade motorisnya yang lemah. Toksisitasnya lebih kurang sama
dengan tetrakain. Bupivakain juga mempunyai lama kerja yang lebih panjang
dari lignokain karena mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk
mengikat protein. Untuk menghilangkan nyeri pada persalinan, dosis sebesar
30 mg akan memberikan rasa bebas nyeri selama 2 jam disertai blokade
motoris yang ringan. Analgesik paska bedah dapat berlangsung selama 4 jam
atau lebih, sedangkan pemberian dengan tehnik anestesi kaudal akan
memberikan efek analgesik selama 8 jam atau lebih. Pada dosis 0,25 0,375
% merupakan obat terpilih untuk obstetrik dan analgesik paska bedah.
Konsentrasi yang lebih tinggi (0,5 0,75 %) digunakan untuk pembedahan.
Konsentrasi infiltrasi 0,25 - 0.5 %, blok saraf tepi 0,25 0,5 %, epidural 0,5
0,75 %, spinal 0,5 %. Dosis maksimal pada pemberian tunggal adalah 175 mg.
Dosis rata-ratanya 3 4 mg / kgBB.1,13

10

Bupivacaine bekerja dengan cara berikatan secara intaselular dengan


natrium dan memblok influk natrium kedalam inti sel sehingga mencegah
terjadinya depolarisasi. Dikarenakan serabut saraf yang menghantarkan rasa
nyeri mempunyai serabut yang lebih tipis dan tidak memiliki selubung mielin,
maka bupivacaine dapat berdifusi dengan cepat ke dalam serabut saraf nyeri
dibandingkan dengan serabut saraf penghantar rasa proprioseptif yang
mempunyai selubung mielin dan ukuran serabut saraf lebih tebal.
-

Teknik Analgesia Spinal 1


Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada
garis tengah ialah posisi yang paling sering digunakan. Biasanya
dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya di
perlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan
dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.
1. Setelah dimonitor, pasien dapat diposisikan secara berikut :
Posisi Lateral. Pada umumnya kepala diberi bantal setebal
7,5-10cm, lutut dan paha fleksi mendekati perut, kepala ke

arah dada.
Posisi duduk. Dengan posisi ini lebih mudah melihat
columna vertebralis, tetapi pada pasien-pasien yang telah
mendapat premedikasi mungkin akan pusing dan diperlukan
seorang asisten untuk memegang pasien supaya tidak jatuh.

Posisi ini digunakan terutama bila diinginkan sadle block.


Posisi Prone. Jarang dilakukan, hanya digunakan bila dokter
bedah menginginkan posisi Jack Knife atau prone.

11

Gambar 3. Lateral Dekubitus Position

Gambar 4. Sitting Position

2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis


Krista iliaka, missal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2
atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alcohol.
4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan
lidokain 1-2% 2-3 ml
5. Cara tusukan
Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G dapat langsung
digunakan, sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan
menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit
10 cc. Tusukan introducer sedalam kira-kira 2cm agak sedikit ke
arah sefal, kemudian masukan jarum spinal berikut mandrinnya
ke lubang jarum tersebut, jika menggunakan jarum tajam
(Quincke-Babock) irisan jarum (bevel) harus sejajar nya dengan
duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevek mengarah ke atas
atau kebawah untuk menghindari, kebocoran likuor yang dapat
berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi
menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor,
pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukan pelan-pelan
12

(0.5 ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan


posisi jarum tetap baik. Teknik penusukan terdiri atas :1,13
-

Teknik Median (metode midline)


Tulang belakang dipalpasi dan posisi tubuh pasien
diatur agar tegak lurus dengan lantai. Ini untuk memastikan
jarumnya dimasukkan secara paralel dengan lantai dan akan
tetap pada posisi garis tengah walaupun penusukan lebih
dalam. Processus spinosus vertebrae di lokasi yang akan
digunakan dipalpasi, dan akan menjadi tempat memasukkan
jarum. Setelah mempersiapkan dan menganestesi kulit seperti
di atas, jarum dimasukkan ke garis tengah. Mengingat bahwa
arah processus vertebra mengarah ke bawah, maka setelah
jarum masuk langsung diarahkan perlahan ke arah cephalad.
Jaringan sub kutan akan memberikan sedikit tahanan terhadap
jarum. Setelah dimasukkan lebih dalam, jarum akan memasuki
ligamen supraspinal dan interspinal, yang akan terasa
meningkat kepadatan jaringannya. Jarum juga terasa lebih kuat
tertanam. Jika terasa jarum memnyentuh tulang, berarti jarum
mengenai bagian bawah processus spinosus. Kontak dengan
tulang pada tusukan yang lebih dalam menunjukkan bahwa
jarum pada posisi garis tengah dan menyentuh processus
spinosus atas atau berada di posisi lateral dari garis tengah dan
mengenai lamina. Dalam kasus seperti ini jarum harus
diarahkan kembali. Saat jarum menembus ligamentum flavum,
akan terasa tahanan yang meningkat. Pada titik inilah prosedur
anestesi spinal dan epidural dibedakan. Pada anestesi epidural,
hilangnya tahanan tiba-tiba menandakan jarum menembus
ligamentum flavum dan memasuki ruang epidural. Untuk
anestesi spinal, jarum dimasukkan lagi hingga menembus
membran dura-subarachnoid dan

ditandai

dengan

adanya

aliran LCS.
-

Teknik (metode) Paramedian


Penusukan kulit untuk teknik paramedian dilakukan 2
cm lateral ke prosesus spinosus superior dari tingkat yang
13

ditentukan. Karena teknik lateral ini sebagian besar menembus


ligamen interspinous dan otot paraspinous, jarum akan
menghadapi perlawanan kecil pada awalnya dan mungkin tidak
tampak berada di jaringan kuat. Jarum diarahkan dan lanjutan
pada 10-25 sudut ke arah garis tengah. Identifikasi
ligamentum flavum dan masuk ke dalam ruang epidural sering
kali lebih halus dibanding dengan teknik median. Jika tulang
dijumpai

pada

kedalaman

yang

dangkal

dengan teknik paramedian, jarum kemungkinan bersentuhan


dengan bagian medial lamina yang lebih rendah dan harus
diarahkan terutama ke atas dan sedikit lebih lateral. Di sisi lain,
jika

tulang

yang

ditemukan

lebih dalam,

jarum

biasanya kontak dengan bagian lateral lamina yang lebih


rendah dan harus diarahkan hanya sedikit ke atas, lebih ke arah
garis tengah.

Gambar 5.Teknik penusukan paramedian dan median


-

Penyebaran anastetik lokal tergantung 1


1. Faktor utama
o Berat jenis anestetik lokal (barisitas)
14

o Posisi pasien
o Dosis dan volume anestetik lokal
2. Faktor tambahan
o Ketinggian
o Kecepatan suntikan
o Ukuran jarum
o Keadaan fisik pasien
o Tekanan intra abdominal
Lama kerja anestetik lokal tergantung 1

o Jenis anestesia lokal


o Besarnya dosis
o Ada tidaknya vasokonstriktor
o Besarnya penyebaran anestetik lokal
-

Komplikasi tindakan anestesia spinal1


1. Hipotensi berat
Akibat blok simpatis terjadi venosus pooling. Pada dewasa
dicegah dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000 ml atau
koloid 500 ml sebelum tindakan.
2. Bradikardi
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia , terjadi akibat
blok sampai T-2.Dapat berikan atropin 0,5 mg intravena
3. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali
nafas.
4. Trauma pembuluh saraf
5. Trauma saraf
6. Mual-muntah
7. Blok spinal tinggi atau spinal total

Komplikasi pasca tindakan1


1. Nyeri tempat suntikan
2. Nyeri punggung
3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor
15

4. Retensio urine
5. Meningitis
Anestesi Epidural
Anastesia atau analgesia epidural adalah blockade saraf dengan
menempatkan obat di ruang epidural. Ruang ini berada diantara liganetum
flavum dan durameter. Kedalaman ruang ini rata-rata 5mm dan dibagian
posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal.1
Obat anestetik lokal di ruang epidural bekerja langsung pada akar saraf
spinal yang terletak di lateral. Awa kerja anastesi epidural lebih lambat
disbanding durastesi spinal, sedangkan kualitas blockade ssensorik-motorik
juga lebih lama.

Gambar 6. Anastesi Epidural


-

Keuntungan epidural dibandingkan spinal :1

Bisa segmental

Tidak terjadi headache pst op

Hipotensi lambat terjadi

Kerugian epidural dibandingkan spinal :1

Teknik lebih sulit

Jumlah obat anastesi lokal lebih besar

Reaksi sistemis

Komplikasi anastesi / analgesi epidural :1

16

Blok tidak merata

Depresi kardiovaskular (hipotensi)

Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)

Mual muntah

Indikasi analgesi epidural :1


1. Untuk analgesia saja, di mana operasi tidak di pertimbangkan.
Sebuah anastesi epidural untuk menghilangkan nyeri (misalnya
pada

persalinan)

kemungkinan

tidak

akan

menyebabkan

hilangnya kekuatan otot, tetapi biasanya tidak cukup operasi.


2. Sebagai tambahan untuk anastesi umum. Hal ini dapat
mengurangi kebutuhan pasien akan analgesic opioid. Ini cocok
untuk berbagai macam operasi, misalnya histerektomi, bedah
ortopedi, bedah umum (misalnya laparotomi) dan bedah vaskuler
(misalnya perbaikan ancurisma aorta terbuka)
3. Sebagai tekini tunggal untuk anastesi bedah. Beberapa operasi,
yang paling sering operasi Caesar, dapat dilakukan dengan
menggunakan anastesi epidural sebagai teknik tunggal. Biasanya
akan tetap terjaga selama operasi. Dosis yang dibutuhkan untuk
anastesi jauh lebih tinggi daripada yang di perlukan untuk
analgesia.
4. Untuk aa pasca-operasi, di salah situasi diatas. Analgesik
diberikan ke dalam ruang epidural selama beberapa hari setelah
operasi, asalkan kateter telah dimasukan.
5. Untuk perawatan sakit punggung. Injeksi dari analgesik dan
steroid ke dalam ruang epidural dapat meningkatkan beberapa
bentuk sakit punggung.
6. Untuk mengurangi rasa sakit kronis atau peringanan gejala dalam
perawatn terminal, biasannya dalam jangka pendek atau
menengah.

17

Ada beberapa situasi dimana resiko epidural lebih tinggi dari biasannya :
1

1. Kelainan anatomis, seperti spina bifida, meningomyelocele, atau


skoliosis
2. Operasi tulang belakang sebelumnya (diaman jaringan parut dapat
menghambat penyebaran obat)
3. Beberapa masalah system saraf pusat, termasuk multiple sclerosis
4. Beberapa masalah katup jantung (seperti stenosis aorta, dimana
vasodilatasi yang diinduksi oleh obat biuas dapat menggangu
suplai darah ke jantung)
-

Anastesi epidural sebaiknya tidak dilakukan pada:1


1. Kurangnya persetujuan
2. Ganggguan pendarahan (koagulopati) atau penggunaan obat
antikoagalun (misalnya warfarin)
3. Risiko hematoma
4. Kompresi tulang belakang
5. Infeksi dekat titik penyisipan
6. Hipovolemia

Penyebaran obat pada anastesi epidural bergantung:1


1. Volume obat yang disuntikan
2. Usia pasien
3. Kecepatan suntikan
4. Besarnya dosis
5. Ketinggian tempat suntikan
6. Posisi pasien
7. Panjang kolumna vetebralis
Teknik anastesia epidural :1
Pengenalan ruang epidural lebih sulit disbanding dengan ruang
subarachnoid.
1. Posisi pasien saat tusukan seperti pada analgesia spinal.
2. Tuskan jarum epidural biasannya dilakukanpada ketinggian L3-4
18

3. Jarum yang digunakan ada 2 macam, yaitu:


a) Jarum ujung tajam (Crawford)
b) Jarum ujung khusus (Tuohy)

Gambar 7. epidural needles


4. Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak teknik. Namun
yang paling popular adalah teknik hilangnya dan teknik tetes
tergantung
a) Teknik hilangnya resistensi (loss of resistance)
Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastik
rendah resistensi yang diisi oleh udara atau NaCl sebanyak
3ml. Setelah diberikan anastesik lokal pada tempat
suntikan, jarum epidural ditusuk sedalam 1-2cm. Kemudian
udara atau NaCl disuntikan perlahan dan terputus-putus.
Sembari

mendorong

jarum

epiduralsampai

terasa

menembus jaringan keras (ligamentum flavum). Setelah


yakin ujumg jarum berada dalam ruang epidural, lakukan
uji dosis (test dose)
b) Teknik tetes tergantung (haning drop)
Persiapan sama seperti teknik hilangnya resistensi, tetapi
pada teknik ini menggunakan jarum epidural yang diisi
19

NaCl sampai terlihat ada tetes NaCl yang menggantung.


Dengan mendorong jarum epidural secara perlahan secara
lembut sampai terasa menembus jaringan keras yang
kemudian disusl oelh tersedotnya tetes NaCl

ke ruang

epidural. Setelah yakin, lakukan uji dosis (test dose)

5. Uji dosis (test dose)


Uji dosis anastesik lokal untuk epidural dosis tunggal dilakukan
setelah ujung jarum yang diyakini berada dalam ruang epidural
dan untuk dosisberulang (kontinyu) melalui kateter. Masukkan
anastesik lokal 3ml yang sudah bercampur adrenalin 1:200.000.
Tak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar
letak jarum sudah benar.
Terjadi blokade spinal, menunjukan obat sudah masuk ke
ruang subarakhnoid karena terlalu diam.
Terjadi

peningkatan

laju

nadi

sampai

20-30%,

kemungkinan obat masuk vena epidural.


6. Cara penyuntikan: setelah yakin posis jarum atau kateter benar,
suntikan anastesik lokal secara bertahap setiap 3-5 menit sampai
tercapai dosis total. Suntikan terlalu cepat menyebabkan tekana
dalam ruang epidural mendadak tinggi, sehingga menimbulkan
peninggian tekanan intrakranial, nyeri kepala dan gangguan
sirkulasi pembuluh darah epidural.
7. Dosis maksimal dewasa muda sehat 1,6 ml/segmen yaneg
tentunya bergantung pada konsentrasi obat. Pada manula dan
neonatus dosis dikurangi sampai 50% dan pada wanita hamil
dikurangi

sampai

30%

akibat

pengaruh

hormone

dan

mengecilnya ruang epidural akibat ramainya darah dalam ruang


epidural.
8. Uji keberhasilan epidural
Keberhasilan analgesia epidural :
20

a. Tentang blok simpatis diketahui dari perubahan suhu.


b. Tentang blok sensorik dari uji tusuk jarum.
c. Tentang blok motorik dari skala bromage.

Blok tak ada


Blok parsial
Blok hampir lengkap
Blok lengkap

Melipat lutut
Melipat jari
++
++
+
++
+
Tabel 2. Skala bronage untuk Blok motorik

Anastesik lokal yang digunakan untuk epidural 1,7


1. Lidokain (xylokain, lidonest)
Umunya digunakan 1-2%, dengan mula kerja 10 menit dan relaksasi oto
baik
0,8% blokade sensorik baik tanpa blokade motorik.
1,5% lazim digunakan untuk pembedehan.
2% untuk relaksasi pasien berotot.
2. Bupivakain (markain)
Konsentrasi 0,5% tanpa adrenalin, analgesinya, sampai 8 jam. Volum yang
digunakan <20ml.
Komplikasi :1
1. Blok tidak merata
2. Depresi kardiovaskuler (hipotensi)
3. Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)
4. Mual-muntah
Agent

concentration

Onset

Sensory

Motor Block

Chloroprocaine

2%

Fast

Block
Analgesic

Mild to moderate

Lidocaine

3%
1%

Fast
Intermediate

Dense
Analgesic

Dense
Minimal

1.5%

Intermediate

Dense

Mild to moderate

2%

Intermediate

Dense

Dense

1%

Intermediate

Analgesic

Minimal

Mepivacine

21

Bupivacaine

Ropivacaine

2-3%
0.25%

Intermediate
Slow

Dense
Analgesic

Dense
Minimal

0.5%

Slow

Dense

Mild to moderate

0.75%
0.2%

Slow
Slow

Dense
Analgesic

Moderate to sense
Minimal

0.5%

Slow

Dense

Mild to moderate

0.75%-1.0%

Slow

Dense

Moderate to sense

Tabel 3. Obat anastesi epidural


2.2.3. Anestesi Umum
Anestesi umum (General Anesthesi) atau bius total adalah meniadakan
nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel.
Anestesi umum biasanya dimanfaatkan untuk tindakan operasi besar yang
memerlukan

ketenangan

pasien

dan

waktu

pengerjaan

yang

lebih

panjang.Cara kerja anestesi umum selain menghilangkan rasa nyeri,


menghilangkan kesadaran, dan membuat amnesia, juga merelaksasi seluruh
otot. Maka selama penggunaan anestesi juga diperlukan alat bantu nafas,
selain deteksi jantung untuk meminimalisasi kegagalan organ vital melakukan
fungsinya selama operasi dilakukan.6
Cara pemberian anestesi umum :
1. Parenteral (intramuskular/ intravena). Digunakan untuk tindakan yang
singkat atau induksi anestesi. Umumnya diberikan thiopental, namun
pada kasus tertentu dapat digunakan ketamin, diazepam, dll. Untuk
tindakan yang lama, anestesi parenteral dikombinasikan dengan cara
lain.
2. Anestesi inhalasi, yaitu anestesi dengan menggunakan gas atau cairan
anestesi yang mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetik
melalui udara pernapasan. Zat anestetik yang digunakan berupa
campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat anestetik tersebut
tergantung dari tekanan parsialnya. Tekanan parsial dalam jaringan
otak akan menentukan kekuatan daya anestesi, zat anestetika disebut
kuat bila dengan tekanan parsial yang rendah sudah dapat memberi
anestesi yang adekuat.3
22

Anestesi Intravena
Anestesi umum intravena adalah anestesi yang diberikan melalui jalur
intravena, baik untuk tujuan hipnotik, analgetik ataupun pelumpuh otot.
Tahapan tindakan yang dilakukan untuk anestesi umum intravena antara lain
1) penilaian dan persiapan pra anestesi meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, klasifikasi status fisik, masukan oral, dan
premedikasi. 2) induksi obat anestesi intravena beserta pemeliharaan dan 3)
pemulihan. Obat anestesi intravena setelah berada di dalam vena, obat-obat ini
akan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi sistemik. Obat
anestesi yang ideal memiliki sifat: 1) hipnotik dengan onset cepat serta
mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan;
2) analgetik; 3) amnesia; 4) memiliki antagonis; 5) cepat dieliminasi; 6)
depresi kardiovaskular dan pernafasan tidak ada atau minimal; 7)
farmakokinetik tidak dipengaruhi atau minimal terhadap disfungsi organ.
Indikasi anestesi intravena antara lain untuk: 1) induksi anestesia; 2)
induksi

dan

pemeliharaan

anestesi

pada

pembedahan

singkat;

3)

menambahkan efek hipnosis pada anestesi inhalasi dan anestesi regional; 4)


menambahkan sedasi pada tindakan medik.
Cara pemberian dapat berupa : 1) suntikan intravena tunggal untuk
induksi anestesi atau pada operasi-operasi singkat hanya obat ini saja yang
dipakai; 2) suntikan berulang untuk prosedur yang tidak memerlukan anestesi
inhalasi dengan dosis ulangan lebih kecil dari dosis permulaan, 3) Melalui
infus, untuk menambah daya anestesi inhalasi.
Tingkat pemberian obat tiap individu sangat bervariasi dalam respon
mereka terhadap dosis obat yang diberikan atau konsentrasi, dan oleh karena
itu penting untuk titrasi untuk tingkat obat yang memadai untuk setiap
pasien.Obat konsentrasi yang diperlukan untuk memberikan anestesi yang
memadai juga bervariasi sesuai dengan jenis operasi (misalnya, permukaan
bedah dibandingkan pembedahan perut bagian atas). Akhir pembedahan
membutuhkan kadar obat yang lebih rendah, dan karenanya titrasi sering
melibatkan penurunan bijaksana laju infus menjelang akhir operasi untuk
memfasilitasi pemulihan yang cepat.5
Anestesi Inhalasi
23

Anestesi inhalasi merupakan bentuk dasar teknik anastesi umum yang


sering digunakan, sedangkan teknik intravena dapat digunakan sebagai
alternatif.Terdapat dua sistem yang berbeda untuk memberikan gas dan uap
anestesi kepada pasien.Pada sistem draw over, udara digunakan sebagai
pembawa gas yang mudah menguap atau gas kompresi sebagai tambahan.
Pada sistem continuous flow, udara tidak digunakan, tetapi digunakan gas
medis yang dikompresi, biasanya nitrogen oksida dan oksigen, mengalir
melalui flow meter (rotameter) dan vaporizer untuk memberikan anestesi
kepada pasien.7
Mesin anestesi continuous flow (biasanya dikenal sebagai mesin
Boyle) dapat digunakan bila ada jaminan aliran oksigen dan nitrogen oksida
yang lebih baik, gas ini tidak selalu mudah didapat dan nitrogen oksida relatif
mahal. Resiko penggunaan gas kompresi adalah bila seharusnya oksigen
mengalir selama anestesi, tetapi mesin bisa hanya mengalirkan nitrogen saja,
maka hal ini akan membunuh pasien dengan cepat. Bermacam-macam alarm
tanda bahaya dipasang pada mesin Boyle ini utnuk menghindari resiko
tersebut, akan tetapi tidak cukup memuaskan. Sistem draw over, dimana salah
satu ujung berhubungan dengan atmosfer, tidak dapat memberikan oksigen
lebih dari konsentrasi oksigen dalam atmosfer yaitu 20,9% dari volume dan
dapat dipergunakan bahkan tanpa silinder gas. Pada beberapa kasus patut
diberikan tambahan oksigen pada gas inspirasi dan hal ini mudah serta sangat
ekonomis bila dilakukan dengan sistem draw over.
Sistem draw over merupakan cara anastesi kelas satu. Sebaliknya
dengan sistem continuous flow yang digunakan pertama kali pada tahun 1912,
sedangkan peralatan draw over modern yang dikembangkan pada tahun 1940
dan 1950 terbukti lebih baik, mudah dimengerti dan pemeliharaannya mudah
serta ekonomis. Sehingga merupakan pilihan pertama untuk anastesi inhalasi
pada rumah sakit dan salah satu jenis yang digunakan pada rumah sakit
pendidikan. Tetapi, beberapa rumah sakit kecil dan besar menggunakan mesin
continuous flow.
Anestesi juga dihasilkan oleh beberapa obat dengan tipe dan proporsi
yang berbeda.Tujuannya adalah memberikan induksi yang menyenangkan dan
hilangnya kesadaran pasien, dengan menggunakan teknik yang aman bagi
pasien dan ahli anestesi serta untuk menyediakan kondisi operasi yang baik
24

untuk ahli bedah.Tapi sayangnya, obat anestesi yang ideal yang diinginkan
tidak ada.Yang biasa digunakan adalah kombinasi beberapa obat untuk suatu
anestesi.
Obat obat tertentu misalnya thiopental hanya menyebabkan tidur
tanpa relaksasi atau analgesia, sehingga hanya baik untuk induksi. Sebaliknya
eter menyebabkan tidur, analgesia dan relaksasi, tetapi karena baunya tajam
dan kelarutannya dalam darah tinggi sehingga agak mengganggu dan lambat
(meskipun aman) untuk induksi. Relaksan otot hanya mempunyai efek
relaksasi otot, oleh karena itu digunakan untuk mencapai relaksasi bedah yang
baik selama anastesi ringan, dan pasien akan sadar kembali dengan cepat pada
akhir anestesi obat-obat opium seperti morfin dan petidin akan menyebabkan
analgesia dengan sedikit perubahan pada tonus otot atau tingkat kesadaran.
Kombinasi beberapa teknik dan obat dapat dipergunakan untuk mencapai
tujuan ini dan kombinasi ini harus dipilih yang paling sesuai untuk pasien.
Pipa trakea
Pipa trakea (endotracheal tube) mengantar gas anestetik langsung ke
dalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan standar polivinil-klorida.Ukuran
diameter lubang pipa trakea dalam millimeter. Karena penampang trakea bayi,
anak kecil dan dewasa berbeda, penampang melintang trakea bayi dan anak
kecil di bawah usia 5 tahun hampir bulat, sedangkan dewasa seperti huruf D,
maka untuk bayi anak dihunakan tanpa kaf (cuff) dan untuk anak besardewasa dengan kaf, supaya tidak bocor. Penggunaan kaf pada bayi-anak kecil
dapat membuat trauma selaput lendir trakea dan selain itu jika kita ingi
menggunakan pipa trakea dengan kaf pada bayi harus menggunakan ukuran
pipa trakea yang diameternya lebih kecil dan ini membuat risiko tahanan
napas lebih besar.
Pipa trakea dapat dimasukkan melalui mulut (orotracheal tube) atau melalui
hidung (nasotracheal tube).7
Tabel 2.1 Pipa Trakea dan Peruntukkannya.
Usia
Prematur

Diameter (mm)
2,0-2,5

Skala French
10

Jarak sampai bibir


10 cm

Neonatus

2,5-3,5

12

11 cm
25

1-6 bulan

3,0-4,0

14

11 cm

-1 tahun

3,5-3,5

16

12 cm

1-4 tahun

4,0-5,0

18

13 cm

4-6 tahun

4,5-5,5

20

14 cm

6-8 tahun

5,0-5,5*

22

15 16 cm

8-10 tahun

5,5-6,0

24

16 17 cm

10-12 tahun

6,0-6,5

26

17 18 cm

12-14 tahun

6,5-7,0

28-30

18 22 cm

Dws wanita

6,5-8,5

28-30

20 24 cm

Dws pria
7,5-10,0
32-34
*Tersedia dengan atau tanpa kaf
Cara memilih pipa trakea untuk bayi dan anak kecil :
Diameter dalam pipa trakea (mm)

20 24 cm

= 4,0 + umur (th)

Panjang pipa orotrakeal (cm) = 12 + umur (th)


Panjang pipa nasotrakeal (cm)

= 12 + umur (th)

Laringoskopi dan intubasi


Fungsi laring ialah mencegah benda asing masuk paru.laringoskop
adalah alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita
dapat memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar
dikenal dua macam laringoskop.
1. Bilah, daun (blade) lurus (Macintosh) untuk bayi-anak-dewasa
2. Bilah lengkung (Miller, Magill) untuk anak besar-dewasa.
Kesulitan memasukkan pipa trakea berhubungan dengan variasi anatomi
yang dijumpai.Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut terbuka maksimal
dan lidah dijulurkan maksimalmenurut Mallampati dibagi menjadi 4 gradasi.
Tabel 2.2. Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut terbuka maksimal dan
lidah dijulurkan maksimal menurut Mallampati.8
Gradasi
1

Pilar faring
+

Uvula
+

Palatum molle
+

26

Gradasi 3 dan 4 diperkirakan akan menyulitkan intubasi trakea


Indikasi Intubasi Trakea
Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea
melalui rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira di pertengahan
trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea. Indikasi sangat bervariasi dan
umumnya digolongkan sebagai berikut :
1) Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun Kelainan anatomi,
bedah khusus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret jalan napas, dan
lain-lainnya.
2) Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi Misalnya, saat
resusitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien, ventilasi
jangka panjang.
3) Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi.7
Kesulitan Intubasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Leher pendek berotot.


Mandibula menonjol.
Maksila / gigi depan menonjol.
Uvula tak terlihat (Mallampati 3 atau 4).
Gerak sendi temporo-mandibular terbatas.
Gerak vertebra servikal terbatas.

Komplikasi Intubasi
1) Selama intubasi
- Trauma gigi-geligi
- Laserasi bibir, gusi, laring
- Merangsang saraf simpatis (hipertensi-takikardi)
- Intubasi bronkus
- Intubasi esophagus
- Aspirasi
- Spasme bronkus
2) Setelah ekstubasi
- Spasme laring
- Aspirasi
- Gangguan fonasi
- Edema glotis-subglotis
- Infeksi laring, faring, trakea.
Ekstubasi
1) Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika :
- Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan.
- Pasca ekstubasi ada risiko aspirasi.

27

2) Ekstubasi dikerjakan umumnya pada anestesia sudah ringan dengan


catatan tak akan terjadi spasme laring.
Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring dari sekret dan cairan
lainnya.2
2.4. Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia dengan
tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia diantaranya :
1. Meredakan kecemasan dan ketakutan
2. Memperlancar induksi anestesia
3. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
4. Meminimalkan jumlah obat anestetik
5. Mengurangi mual-muntah pasca bedah
6. Menciptakan amnesia
7. Mengurangi isi cairan lambung
8. Mengurangi refleks yang membahayakan
Kecemasan merupakan reaksi alami, jika seseorang dihadapkan padasituasi yang tidak
pasti.Membina hubungan baik dengan pasien dapat membangun kepercayaan dan
menentramkan hati pasien. Obat pereda kecemasan bisa digunakan diazepam peroral 10-15
mg beberapa jam sebelum induksi anetesia. Jika disertai nyeri karena penyakitnya dapat
diberikan opioid misalnya petidin 50 mg intramuskular.
Cairan lambung 25 ml dengan pH 2,5 dapat menyebakan pneumonitis asam.
Untuk meminimalkan kejadian di atas dapat diberikan antagonis reseptor H2 histamin
misalnya oral simetidin 600 mg atau oral ranitidine (zantac) 150 mg 1-2 jam sebelum
jadwal operasi.
Untuk

mengurangi

mual-muntah

pasca

bedah

sering

ditambahkan

premedikasi suntikan intramuskular untuk dewasa droperidol 2,5-5 mg atau


ondansentron 2-4 mg (Zofran, narfoz).2

2.5. Induksi
Induksi Anestesia
Induksi anestesia ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan.Induksi
anestesia dapat dikerjakan dengan secara intravena, inhalasi, intramuskular atau
rektal.Setelah pasien tidur akibat induksi anestesia langsung dilanjutkan dengan
pemeliharaan anestesia sampai tindakan pembedahan selesai.Sebelum memulai
28

induksi anestesia selayaknya disiapkan peralatan dan obat-obatan yang diperlukan,


sehingga seandainya terjadi keadaan gawat dapat diatasi dengan lebih cepat dan lebih
baik.
Untuk persiapan induksi anestesia sebaiknya kita ingat kata STATICS :
S = Scope

Stetoskop, untuk mendengarkan suara paru dan jantung Laringo-

Scope. Pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus
cukup tenang.
T = Tubes

Pipa trakea. Pilih sesuai usia. Usia< 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan >

5 tahun dengan balon (cuffed).


A = Airway

Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring

(naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk
menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan napas.
T = Tape

Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.

I = Introducer Mandrin atau silet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yangmudah
dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.
C = Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia
S = Suction

Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.2

Induksi intravena
Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari, apalagi sudah
terpasang jalur vena, karena cepat dan menyenangkan.Induksi intravena hendaknya
dikerjakan dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan terkendali.Obat induksi bolus
disuntikkan dalam kecepatan antara 30-60 detik.Selama induksi anestesia, pernapasan
pasien, nadi dan tekanan darah harus diawasi dan selalu diberikan oksigen. Induksi
cara ini dikerjakan pada pasien yang kooperatif.
Thiopental (tiopenton, pentotal) diberikan secara intravena dengan kepekatan
2,5% dan dosis antara 3-7 mg/kgBB. Keluar vena menyebabkan nyeri.Pada anak dan
manula digunakan dosis rendah dan dewasa muda sehat digunakan dosis tinggi.
Propofol (recofol, diprivan) intravena dengan kepekatan 1% menggunakan
dosis 2-3 mg/kgBB. Suntikan propofol intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga
satu menit sebelumnya sering diberikan lidokain 1 mg/kgBB secara intravena.
Ketamine (ketalar) intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB.Pasca anestesia
dengan ketamine sering menimbulkan halusinasi, karena itu sebelumnya dianjurkan
menggunakan sedative seperti midazolam (dormikum).Ketamine tidak dianjurkan
29

pada pasien dengan tekanan darah tinggi (tekanan darah > 160 mmHg).Ketamine
menyebabkan pasien tidak sadar, tetapi dengan mata terbuka.2
Induksi intramuskular
Sampai sekarang hanya ketamine (ketalar) yang dapat diberikan secara
intramuskular dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.
Induksi inhalasi
Induksi

inhalasi

hanya

dikerjakan

dengan

halotan

(fluotan)

atau

sevofluran.Cara induksi ini dikerjakan pada bayi atau anak yang belum terpasang jalur
vena atau pada dewasa yang takut disuntik.
Induksi halotan memerlukan gas pendorong O 2 atau campuran N2O dan O2.
Induksi dimulai dengan aliran O2> 4 liter/ menit atau campuran N2O : O2 = 3:1 aliran
> 4 liter/menit, dimulai dengan halotan 0,5 vol% sampai konsentrasi yang dibutuhkan.
Kalau pasien batuk konsentrasi halotan diturunkan untuk kemudian kalau sudah
tenang dinaikkan lagi sampai konsentrasi yang diperlukan.
Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien jarang batuk,
walaupun langsung diberikan dengan konsentrasi tinggi sampai 8 vol%.seperti dengan
halotan konsentrasi dipertahankan sesuai kebutuhan.
Induksi dengan enfluran (etran), isofluran (foran, aeran) atau desfluran jarang
dilakukan, karena pasien sering batuk dan waktu induksi menjadi lama.
Induksi per rektal
Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau
midazolam.7
Induksi mencuri
Induksi mencuri (steal induction) dilakukan pada anak atau bayi yang sedang
tidur.Untuk yang sudah ada jalur vena tidak ada masalah, tetapi pada yang belum
terpasang jalur vena, harus kita kerjakan dengan hati-hati supaya pasien tidak
terbangun.Induksi mencuri seperti induksi inhalasi biasa hanya sungkup muka tidak
kita tempelkan pada muka pasien, tetapi kita berikan jarak beberapa sentimeter,
sampai pasien tertidur baru sungkup muka kita tempelkan.2
2.6. Terapi Cairan
30

Kebutuhan Pemeliharaan Normal


Pada waktu intake oral tidak ada, deficit cairan dan elektrolit dapat terjadi
dengan cepat karena adanya pembentukan urin yang terus berlangsung,sekresi
gastrointestinal, keringat dan insensible losses dari kulit dan paru. Kebutuhan
pemeliharaan normal dapat diestimasi dari tabel berikut:

Preexisting Deficit
Pasien yang akan dioperasi setelah semalam puasa tanpa intake cairan akan
menyebabkan defisit cairan sebanding dengan lamanya puasa. Defisit ini dapat
diperkirakan dengan mengalikan normal maintenance dengan lamanya puasa. Untuk
70 kg, puasa 8 jam, perhitungannya (40 + 20 + 50) ml / jam x 8 jam atau 880 ml. Pada
kenyataannya, defisit ini dapat kurang sebagai hasil dari konservasi ginjal. Kehilangan
cairan abnormal sering dihubungkan dengan defisit preoperatif.Sering terdapat
hubungan antara perdarahan preoperatif, muntah, diuresis dan diare.
Penggantian Cairan Intraoperatif
Terapi cairan intraoperatif meliputi kebutuhan cairan dasar dan penggantian
deficit cairan preoperative seperti halnya kehilangan cairan intraoperative (darah,
redistribusi dari cairan, dan penguapan).Pemilihan jenis cairan intravena tergantung
dari prosedur pembedahan dan perkiraan kehilangan darah.Pada kasus kehilangan
darah minimal dan adanya pergeseran cairan, maka maintenance solution dapat
digunakan. Untuk semua prosedur yang lain Ringer Lactate biasa digunakan untuk
pemeliharaan cairan. Idealnya, kehilangan darah harus digantikan dengan cairan
kristaloid atau koloid untuk memelihara volume cairan intravascular (normovolemia)
sampai bahaya anemia berberat lebih (dibanding) resiko transfusi. Pada kehilangan
darah dapat diganti dengan transfuse sel darah merah. Transfusi dapat diberikan pada
Hb 7-8 g/dL (hematocrit 21 - 24%).Hb < 7 g/dL cardiac output meningkat untuk
menjaga agar transport Oksigen tetap normal. Hb 10 g/dL biasanya pada pasien orang
tua dan penyakit yang berhubungan dengan jantung dan paru-paru.Batas lebih tinggi
31

mungkin digunakan jika diperkirakan ada kehilangan darah yang terus menerus.
Dalam prakteknya, banyak dokter memberi Ringer Laktat kira-kira 3-4 kali dari
banyaknya darah yang hilang, dan cairan koloid dengan perbandingan 1:1 sampai
dicapai Hb yang diharapkan.

Banyaknya transfusi dapat ditentukan dari hematocrit preoperatif dan dengan


perkiraan volume darah.Pasien dengan hematocrit normal biasanya ditransfusi hanya
setelah kehilangan darah >10-20% dari volume darah mereka. Sebenarnya tergantung
daripada kondisi pasien] dan prosedur dari pembedahan . Perlu diketahui jumlah
darah yang hilang untuk penurunan hematocrit sampai 30%, dapat dihitung sebagai
berikut:

Estimasi volume darah


Estimasi volume sel darah merah (RBCV) hematocrit preoperative

(RBCV preop).
Estimasi RBCV pada hematocrit 30% ( RBCV30%), untuk menjaga

volume darah normal.


Memperkirakan volume sel darah merah yang hilang ketika hematocrit

30% adalah RBCV lost = RBCV preop - RBCV 30%.


Perkiraan jumlah darah yang hilang = RBCV lost X 3

Petunjuk lain yang biasa digunakan sebagai berikut:


1. Satu unit sel darah merah sel akan meningkatkan hemoglobin 1 g/dL
dan hematocrit 2-3% (pada orang dewasa); dan
2. 10mL/kg transfusi sel darah merah akan meningkatkan hemoglobin
3g/dL dan hematocrit 10%.
32

Menggantikan Hilangnya Cairan Redistribusi dan Evaporasi


Sebab kehilangan cairan ini dihubungkan dengan ukuran luka dan tingkat
manipulasi

dan

pembedahan,

dapat

digolongkan

menurut

derajat

trauma

jaringan.Kehilangan cairan tambahan ini dapat digantikan menurut tabel di atas,


berdasar pada apakah trauma jaringan adalah minimal, moderat, atau berat.Ini
hanyalah petunjuk, dan kebutuhan yang sebenarnya bervariasi pada masing-masing
pasien.
2.7. Pemulihan Anestesia

Segera setelah selesai operasi, hentikan aliran obat anestesia, berikan oksigen

100%
Berikan obat penawar pelumpuh otot
Bersihkan jalan nafas
Ekstubasi dilakukan setelah pasien nafas spontan dan adekuat serta Jalan nafas
sudah bersih.

2.8. Pasca Bedah/Anestesia

Dirawat di ruang pulih, sesuai dengan tatalaksana pasca anestesia


Perhatian khusus pada periode ini adalah ancaman depresi nafas akibat nyeri dan

kompresi luka operasi


Pasien dikirim kembali ke ruangan setelah memenuhi kriteria pengeluaran Aldrete
score.

33

2.9. Keterangan Obat-obatan Anestesi yang digunakan pada ORIF (Open Reduction
Internal Fixation)
A. Bupivacain

(golongan

Barbiturat)/Bunascan

Spinal

0,5%

Heavy

Bunascan Spinal 0,5% Heavy merupakan nama dagang, isinya adalah


bupivacaine HCL 5mg/ml dan dextrose 80mg/ml. Pada pasien ini, diberikan
-

Bunascan Spinal 0,5% Heavy 10mg.


Farmakodinamik :
Anestesi lokal adalah obat yang digunakan untuk mencegah rasa nyeri
dengan memblok konduksi sepanjang serabut saraf secara reversible. Obat
menembus saraf dalam bentuk tidak terionisasi (lipofilik), tetapi saat di dalam
akson terbentuk beberapa molekul terionisasi, dan molekul-molekul ini
memblok kanal Na+, serta mencegah pembentukan potensial aksi. Anestesi lokal
dapat menekan jaringan lain yang dapat dieksitasi (miokard) bila konsentrasi
dalam darah cukup tinggi, namun efek sistemik utamanya mencakup system
saraf pusat. Pada konsentrasi darah yang dicapai dengan dosis terapi, terjadi
perubahan konduksi jantung, eksitabilitas, refrakteritas, kontraktilitas dan
resistensi vaskuler perifer yang minimal. Kontraktilitas miokardium ditekan
dan terjadi vasodilatasi perifer, mengakibatkan penurunan curah jantung dan
tekanan

darah

arteri.

Absorpsi

sistemik

anestetik

lokal

juga

dapat

34

mengakibatkan perangsangan dan atau penekanan sistem saraf pusat.


Rangsangan pusat biasanya berupa gelisah, tremor dan menggigil, kejang,
diikuti depresi dan koma, akhirnya terjadi henti napas. Fase depresi dapat terjadi
tanpa fase eksitasi sebelumnya.
-

Farmakokinetik :
Kecepatan absorpsi anestetik lokal tergantung dari dosis total dan
konsentrasi obat yang diberikan, cara pemberian, dan vaskularisasi tempat
pemberian, serta ada tidaknya epinefrin dalam larutan anestetik. Bupivacaine
mempunyai awitan lambat (sampai dengan 30 menit) tetapi mempunyai durasi
kerja yang sangat panjang,sampai dengan 8 jam bila digunakan untuk blok
syaraf. Lama kerja bupivacaine lebih panjang secara nyata daripada anestetik
lokal yang biasa digunakan. Juga terdapat periode analgesia yang tetap setelah
kembalinya sensasi.

Efek samping :
Penyebab utama efek samping kelompok obat ini mungkin berhubungan
dengan kadar plasma yang tinggi, yang dapat disebabkan oleh overdosis, injeksi
intravaskuler yang tidak disengaja atau degradasi metabolik yang lambat.
Sistemik : Biasanya berkaitan dengan sistem saraf pusat dan
kardiovaskular seperti hipoventilasi atau apneu, hipotensi dan henti jantung.
SSP : Gelisah, ansietas, pusing, tinitus, dapat terjadi penglihatan kabur
atau tremor, kemungkinan mengarah pada kejang. Hal ini dapat dengan cepat
diikuti rasa mengantuk sampai tidak sadar dan henti napas. Efek SSP lain yang
mungkin timbul adalah mual, muntah, kedinginan, dan konstriksi pupil.
Kardiovaskuler : Depresi miokardium, penurunan curah jantung,
hambatan jantung, hipotensi, bradikardia, aritmia ventrikuler, meliputi takikardia
ventrikuler dan fibrilasi ventrikuler, serta henti jantung.
Alergi : Urtikaria, pruritus, eritema, edema angioneuretik (meliputi
edema laring), bersin, episode asma, dan kemungkinan gejala anafilaktoid
(meliputi hipotensiberat).
Neurologik : Paralisis tungkai, hilangnya kesadaran, paralisis pernapasan
dan bradikardia (spinal tinggi), hipotensi sekunder dari blok spinal, retensi
urin,inkontinensia fekal dan urin, hilangnya sensasi perineal dan fungsi
seksual;anestesia

persisten,

parestesia, kelemahan,

paralisis

ekstremitas

bawah dan hilangnya kontrol sfingter, sakit kepala, sakit punggung, meningitis
35

septik, meningismus, lambatnya persalinan, meningkatnya kejadian persalinan


dengan forcep, atau kelumpuhan saraf kranial karena traksi saraf pada
kehilangan cairan serebrospinal.
B. Fentanyl
Fentanyl termasuk obat golongan analgesik narkotika. Analgesik
narkotika digunakan sebagai penghilang nyeri. Dalam bentuk sediaan injeksi IM
(intramuskular)

Fentanyl

digunakan

untuk

menghilangkan

sakit

yang

disebabkan kanker. Menghilangkan periode sakit pada kanker adalah dengan


menghilangkan rasa sakit secara menyeluruh dengan obat untuk mengontrol rasa
sakit yang persisten/menetap. Obat Fentanyl digunakan hanya untuk pasien yang
siap menggunakan analgesik narkotika13.
Fentanyl bekerja di dalam sistem saraf pusat untuk menghilangkan rasa
sakit. Beberapa efek samping juga disebabkan oleh aksinya di dalam sistem
syaraf pusat. Pada pemakaian yang lama dapat menyebabkan ketergantungan
tetapi tidak sering terjadi bila pemakaiannya sesuai dengan aturan.
Ketergantungan biasa terjadi jika pengobatan dihentikan secara mendadak.
Sehingga untuk mencegah efek samping tersebut perlu dilakukan penurunan
dosis secara bertahap dengan periode tertentu sebelum pengobatan dihentikan.11
Aksi sinergis dari fentanyl dan anestesi lokal di blok neuraxial pusat
(CNB) meningkatkan kualitas analgesia intraoperatif dan juga memperpanjang
analgesia pascaoperasi. Durasi biasa pada efek analgesik adalah 30 sampai 60
menit setelah dosis tunggal intravena sampai 100 mcg (0,1 mg). Dosis injeksi
Fentanyl 12,5 g menghasilkan efek puncak, dengan dosis yang lebih rendah
tidak memiliki efek apapun dan dosis tinggi meningkatkan kejadian efek
samping
C. Sulfas Atropin
-

Farmakodinamika
Atropin merupakan antimuskarinik. Atropin memblok asetilkolin
endogen maupun eksogen, tetapi hambatannya jauh lebih besar pada eksogen.
Kepekaan reseptor muskarinik terhadap anti muskarinik berbeda antar organ.
Pada dosis kecil (sekitar 0,25 mg) dapat menekan sekresi air liur, mucus
bronkus dan keringat. Pada dosis yang lebih besar (0,5 1 mg) baru terlihat
dilatasi pupil, gangguan akomodasi dan penghambatan N.Vagus sehingga
terjadi takikardi. Pada dosis sekitar 0,3 mg dapat merangsang N.vagus
sehingga frekunesi denyut jantung berkurang. Perangsangan respirasi sebagai
36

akibat dari dilatasi bronkus. Pada dosis yang besar atropin malah dapat
menyebabkan depresi nafas,delirium dll. Pada saluran nafas dapat bekerja
sebagai pengurang secret hidung, mulut, faring dan bronkus. Sehingga
penggunaan pada premedikasi anestesi mengurangi resiko aspirasi.
-

Indikasi

Antidotum keracunan antikolinesterase dan keracunan kolinergik yang


ditandai dengan gejala muskarinik

Medikasi praanestesi

Menghambat motilitas usus dan lambung

Efek samping
Mulut kering

Gangguan miksi
Meteorisme
Sindrom demensia pada orang tua
Alergi atropine namun jarang ditemukan
Muka memerah

D. Ondansentron
-

Farmakologi
Ondansetron adalah suatu antagonis 5-HT3 yang sangat selektif yang
dapat menekan mual dan muntah karena sitostatika misalnya cisplatin dan
radiasi. Mekanisme kerjannya diduga langsung mengantagonisasi reseptor 5HT yang terdapat pada chemoreseptor trigger zone didaerah postrema otak dan
mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna. Ondansetron mempercepat
pengosongan lambung, bila kecepatan basal rendah. Tetapi waktu transit
saluran cerna memanjang sehingga dapat menyebabkan terjadinya konstipasi.

Ondansetron dometabolisme di hati.


Indikasi
Ondansetron digunakan untuk mencegah mual dan muntah yang
berhubungan dengan operasi dan pengobatan kanker dengan radiografi dan

sitostatika. Dosis yang digunakan 0,1-0,2 mg/Kg IV.


Efek samping
Keluhan biasanya dapat ditoleransi dengan baik. Keluhan yang umum
ditemukan adalah konstipasi. Gejala lain dapat berupa sakit kepala,

mengantuk, gangguan saluran cerna.


Kontraindikasi
Hipersensitivitas merupakan kontraindikasi penggunaan ondansetron.
Obat ini sebaiknya tidak digunakan pada ibu hamil dan menyusui karena
37

kemungkinan disekresikan ke dalam ASI. Pasien dengan penyakit hatimudah


mengalami intoksikasi.11

38

BAB III
KESIMPULAN
Peranan anastesi pada kasus fraktur ini adalah pada saat tindakan operatif,diantaranya
dapat dilakukan tindakan pembedahan berupa ORIF ataupun OREF,dimana pemilihan jenis
anastesinya adalah spinal anastesi dengan nasal kanul terpasang.
Anestesia spinal (intratekal, intradural, subdural, subarakhnoid) ialah anestesi regional
dengan tindakan penyuntikan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarakhnoid. Larutan
anestesi lokal yang disuntikan pada ruang subarachnoid akan memblok konduksi impuls
sepanjang serabut syaraf secara reversible. Terdapat tiga bagian syaraf yaitu motor, sensori
dan autonom. Motor menyampaikan pesan ke otot untuk berkontraksi dan ketika di blok, otot
akan mengalami paralisis. Syaraf sensori akan menghantarkan sensasi seperti rabaan dan
nyeri ke sumsum tulang dan ke otak, sedangkan syaraf otonom akan mengontrol tekanan
darah, nadi, kontraksi usus dan fungsi lainnya yang diluar kesadaran.
Pada umumnya, serabut otonom dan nyeri adalah yang pertama kali diblok dan
serabut motor yang terakhir. Hal ini akan menimbulkan timbal balik yang penting.
Contohnya, vasodilatasi dan penurunan tekanan darah yang mendadak mungkin akan terjadi
ketika serabut otonom diblok dan pasien merasakan sentuhan dan masih merasakan sakit
ketika tindakan pembedahan dimulai. Anestesi spinal merupakan pilihan anestesi pada
daerah dibawah umbilikus,misalnya repair hernia, ginekologi, operasi urogenital dan operasi
di daerah perineum dan genitalia.11

BAB IV
LAPORAN KASUS
39

TINDAKAN SPINAL ANESTESI

ANAMNESIS PRIBADI
Nama

: Tn. Y

Umur

: 16 tahun

JenisKelamin

: Laki-laki

Alamat

: Jln. Rawe IV LK VI Medan

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

BeratBadan

: 62 kg

No Rekam Medik

: 91.93.94

ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan Utama
Telaah

:luka terbuka pada paha kanan


: Hal ini dialami OS

sejak 2 minggu yang lalu sebelum masuk

RSUPM ,sebelumnya os mengendarai sepeda motor ,kemudian ditabrak dari belakang


oleh

kendaraan

lain

dan os

terjatuh.Luka

terbuka

(+) pada

paha kanan

depan.pingsan(+),mual(-),muntah(-),
RPT

:-

RPO

:-

KEADAAN PRA BEDAH


Status Present
Sensorium

: Compos mentis

KU / KP / KG

: Baik / Sedang / Baik

Tekanan Darah :

110/70 mmHg

Frekuensi Nadi : 68 x/ menit, reguler


Frekuensi Nafas : 20x / menit, reguler
Temperatur

: 36,70 C
40

Anemis

: (-)

Ikterus

: (-)

Sianosis

: (-)

Dyspnoe

: (-)

Oedem

: (-)

Status Lokalisata
a)

Kepala
Mata

: RC (+/+),pupil isokor kanan = kiri, konjungtiva palpebra inferior


anemis (-/-)

Hidung

: dalam batas normal

Telinga

: dalam batas normal

Mulut

: Mukosa bibir basah,Malapati grade 1

b) Leher

: PembesaranKGB (-)

c) Thoraks
Inspeksi

: simetris fusiformis

Palpasi

:SF kiri=kanan

Perkusi

: Sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi

: SP = vesikuler
ST = (-)

d) Abdomen
Inspeksi

: dalam batas normal

Palpasi

: soepel, H/L tidak teraba

Perkusi

: timpani

Auskultasi

: Peristaltik (+) normal

e) Ekstremitas Superior
f) Ekstremitas Inferior
g) Genetalia Eksterna

: fraktur (+) pada 1/3 tengah humerus


: fraktur + ,pada femur dextra
: Tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan Penunjang

Darah Rutin
Hb

: 12,2 gr%

Leukosit

: 21300 / mm3
41

Ht

: 35,8%

Trombosit

: 244000 / mm

HST
APT
INR
PT
AGDA

: 31,4(C:32)
: 1,44
: 17,1 (C:13,1)

pH

: 7,32

PCO2

: 33,8

PO2

: 82,1

TCO2

: 24,4

HCO3

: 26,5

BE

: 2,8

Sat O2

: 98,2 %

KGD adr
RFT

: 140 mg/dl

Ureum

: 16 mg/ dL

Kreatinin

: 0,74 mg/ dL

LFT
Bilirubin total : 0,34 mg/ dL
Bilirubin direct : 0,13 mg/ dL

SGOT

: 39 U/I

SGPT

: 20 U/I

EKG
: Sinus Ritme
Konsul kardiologi : toleransi operasi low risk
Foto Toraks
: tidak tampak kelainan
Foto femur pedis dextra: fraktur komplit femur kanan

KEADAAN PRABEDAH (FOLLOW UP ANESTESI)


B1 (Breath)
Airway

: Clear

Frek. Pernafasan

: 20x/ menit, reguler

Suara pernafasan

: vesikuler

Suara tambahan

: (-)

Riwayat asma/sesak/batuk/alergi : (-/-/-/-)


B2 (Blood)
Akral

: H/M/K
42

TekananDarah

: 110/7 0 mmHg

FrekwensiNadi

: 68 x/i, reguler

T/V

: Cukup

Temp

: 36,7oC

Riwayat Hipertensi

: (-)

Konj.palp.inf. pucat/hiperemis/ikterik : -/-/B3 (Brain)


Sensorium

: Compos mentis (GCS 15 E4V5M6)

Reflex cahaya

: +/+ Normal

Pupil

: Isokor, kiri = kanan

Refleks fisiologis

: +/+ Normal

Refleks patologis

: -/-

Riwayat Kejang

: (-)

B4 (Bladder)
Urine

: (+)

Volume

: cukup

Warna

: Kuning jernih

Kateter

: (+)

B5(Bowel)
Abdomen

: Soepel

Peristaltik

: (+) Normal

Mual/muntah

: (-/-)

BAB / Flatus

: (+) Normal / (+)

NGT

: (+)

MMT

: 00.00 wib

B6 (Bone)
Fraktur

: (+) femur dextra dan 1/3 tengah humerus dextra

Luka

: (+) luka terbuka femur dextra

Oedem

: (-)

Diagnosa

: closed (R) Middle third humerus fraktur + open (R) distal femur
fraktur

Status Fisik

: ASA II
43

Rencana tindakan

: ORIF FEMUR

Rencana anastesi

: Spinal anesthesia

ANESTESI
Persiapan Pasien

Pasien puasa sejak pukul 00.00 WIB

Pemasangan infus pada dorsum manus sinistra dengan cairan RL

Persiapan Alat

Stetoskop

Tensimeter

Meja operasi dan perangkat operasi

Mesin anastesi dan perangkat anastesi umum

Abocath No. 18

Infus set

Spuit 3 cc, 5 cc, 10 cc

Suction set

Obat obat yang Dipakai

Premedikasi
-

Sulfas Atropin 0,5 mg

Medikasi
-

Bupivacain 20 mg
Fentanyl 100 g

Inhalasi :
- O2

44

Urutan Pelaksanaan Anestesi


Cairan pre operasi : RL 300 cc
Sebelum induksi
Pasien dibaringkan di meja operasi dalam posisi supine, ekstensi kepala
Infus RL terpasang di lengan kiri
Pemasangan tensimeter di lengan kanan
Pemasangan oksimetri di jari kanan pasien
Pemasangan elektroda Pengukuran frekuensi nadi dan frekuensi nafas
Posisi kepala Head Up Pre oksigenase 5-10 menit
Premedikasi
- Sulfas Atropin 0,5 mg
Induksi
Identifikasi L3-L4,desinfeksi
Insersi spinocain 25 g,CSF +
injeksi Bupivacain 20 mg

DURANTE OPERASI
1. Mempertahankan dan monitor cairan infus
2. Memonitor saturasi O2, tekanan darah, nadi dan nafas setiap 15 menit
Jam
10.00

TD. Sistole / Diastole

Nadi

RR

Medikasi

(mmHg)

(x/ menit)

(x/ menit)

110/70

68

20

Bupivacain 20 mg
Fentanyl 100 g
Sulfas Atropin 0,5 mg

10.15

110/ 70

70

20

10.30
10.45

115 / 70
116 / 80

78
78

20

11.00

115/ 80

80

20

11.15

120 / 80

88

22

11.30

120 / 80

92

20

22

3. Monitoring perdarahan
45

Perdarahan

: Kasa basah

: 9 x 10 cc = 90 cc

Kasa basah

: 14 x 5 cc = 70 cc

Suction

: 170 cc

Handuk

: -

Total

: 330 cc

Infus RL o/t regio dorsum manus sinistra


Pre-operasi
: 400 cc
Durante operasi : RL1 = 500 cc
RL2 = 300 cc
Total
= 1200 cc

Urine Output
Pre-operasi
Durante operasi

: 120 cc
: 110 cc

4. Monitoring sirkuit apakah ada kebocoran atau tidak


KETERANGAN TAMBAHAN
Diagnosa Pasca Bedah
: Post ORIF femur a/I open (R) distal femur fraktur
Lama Anastesi
: 10.00 WIB 11.40WIB
Lama Operasi
: 10.05 WIB 11.35WIB
EBV= 70 x BB
= 70 x 62 kg
= 4340 cc

10%

: 434cc

20%

: 868cc

30%

: 1032 cc

Terapi Post Operasi


-

Bed Rest, awasi vital sign

IVFD RL 40 gtt/ menit

Injeksi Ketorolac 30mg / 8 jam i.v ( jika nyeri )

Injeksi Metoclopramide 10 mg / jam (jika mual)

Cek darah rutin, KGD adr, elektrolit 2 jam post operasi.

Acc pindah ruangan bila Aldrette Skor 9.

Antibiotika dan Obatan - obatan lain sesuai TS.

46

47

Anda mungkin juga menyukai