Anda di halaman 1dari 29

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

JUDUL PROGRAM :
INDUKSI KOMBINASI EKSTRAK CURCUMA XANTHORRHIZA DAN
KETOCONAZOLE TERHADAP EKSPRESI TLR-2 CANDIDA ALBICANS
PADA PASIEN HIV/AIDS
BIDANG KEGIATAN:
PKM-P
Diusulkan oleh :
Ananta Ayu Wulansari
Secondini Hillary S
Raissa Tryantakarina N
Fanny Nuradiyah
Nur Lailiyah Hamimah
Tiara Pravita F
Denis Sherly A
Santri K. Jelita
Intan Safira
Rifatul Jannah

Ketua
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota
Anggota

021411131070/2014
021411131066/2014
021411131031/2014
021411131011/2014
021411131001/2014
021411131054/2014
021411133044/2014
021411131042/2014
021411131112/2014
021411131118/2014

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2014

PENGESAHAN PKM-KEWIRAUSAHAAN
1. Judul Kegiatan
: Induksi Kombinasi Ekstrak Curcuma
Xanthorrhiza dan Ketoconazole Terhadap
Ekspresi TLR-2 Candida Albicans Pada
Pasien HIV/AIDS
2. Bidang Kegiatan
: PKM-Penelitian
3. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap
: Ananta Ayu Wulansari
b. NIM
: 021411131070
c. Jurusan
: S1-Pendidikan Dokter Gigi
d. Universitas
: Airlangga
e. Alamat Rumah dan Telp/HP : Jalan Pancawarna 7.4/3 Kota Baru
Driyorejo, Gresik / 083854475557
f. Alamat Email
: anantaayuwulansari@gmail.com
4. Anggota Pelaksana Kegiatan
: 9 orang
5. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar
: Otty Ratna Wahyuni,drg.,M.Kes
b. NIDN
: 0023105905
c. Alamat Rumah/Telepon
: Juanda
Harapan Permai H-34 Sidoarjo /
081330370282
6. Biaya Kegiatan Total
a. Dikti
: Rp 7.060.000,00
b. Sumber Lain
:7. Jangka Waktu Pelaksanaan
: 4 bulan
Surabaya, 20 November 2014
Menyetujui
Wakil Dekan I
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Airlangga

Ketua
Pelaksana
Kegiatan

Dr.R.Darmawan Setijanto,drg.,M.Kes
NIP.196110051988031003

Ananta Ayu
Wulansari
NIM.
02141113107
0

Direktur Kemahasiswaan
Universitas Airlangga

Dosen
Pendamping

1.
2.

Drs.Eko Supeno,M.Si
NIP.1965040319891110

Otty Ratna
Wahyuni,drg.,
M.Kes

01

NIDN.002310
5905

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

i
ii
iii
iv

A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.

1
1
2
2
2
2
3
3
3
3
3
3
4
4
4
5
5
5
6
6

JUDUL PROGRAM
LATAR BELAKANG
RUMUSAN MASALAH
TUJUAN
LUARAN YANG DIHARAPKAN
KEGUNAAN
TINJAUAN PUSTAKA
1. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza)
1.1 Taksonomi dan tata nama
1.2 Morfologi temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
1.3 Kandungan temulawak
1.3.1 Essential oil
1.3.2 Tannin
1.3.3 Curcumol
1.3.4 Curcumin
1.3.5 Xanthorrhizol
2. Anticandidal agents (Ketoconazole)
3. Candida albicans
4. HIV/AIDS dan oral candidiasis
5. Toll Like Receptors (TLR)

2. METODE PELAKSANAAN
a.
Metode penelitian
b.
Lokasi
penelitian
6 c.
Sample dan besar sample
d.
Variable
e.
Definisi operasional
f.
Bahan dan alat penelitian
g.
Prosedur pelaksanaan
h.
Pengukuran hasil
i.
Analisis data
j.
Alur penelitian
3. JADWAL KEGIATAN
4. RANCANGAN BIAYA
5. DAFTAR PUSTAKA
6. LAMPIRAN

dan

waktu

6
6
penelitian
7
7
7
7
8
9
9
10
13
13
14
16

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Struktur senyawa tannin
Gambar 2 : Struktur senyawa xanthorrhizol
Gambar 3 : Alur penelitian

4
5
9

A. JUDUL PROGRAM
Induksi Kombinasi Ekstrak Curcuma xanthorrhiza dan Ketoconazole terhadap
Ekspresi TLR-2 Candida albicans pada Pasien
HIV/AIDS.
B. LATAR BELAKANG
Candida albicans merupakan flora oportunistik yang dalam keadaan patogen
dapat menyebabkan life-threatening mucosal dan infeksi sistemik pada pasien
immunocompromised. Pada individu yang sehat, patogenitas spesies Candida
rendah. Berbeda dengan individu dengan imunitas yang menurun atau adanya perubahan
flora mikroorganisme rongga mulut. Pada host tersebut, terjadi overgrowth, sehingga
menyebabkan oropharyngeal candidiasis (thrush) atau denture stomatitis (Hise, 2009).
Oropharyngeal candidiasis (OPC) merupakan infeksi fungi oportunistik yang
paling sering ditemukan pada pasien Human Immunodeficiency Virus (HIV). (Goupil,
2009)
Perawatan untuk kondisi pasien tersebut dapat menggunakan antifungal topikal
seperti amphotericin B (AmB), fluconazole, flucytosine, nystatin, dan ketoconazole.
Antifungal topikal tersebut telah teruji melalui metodologi microdilusi oleh Clinical and
Laboratory Standards Institute (CLSI) dan hasilnya berupa nilai Minimal Inhibitory
Concentration (MIC). (Brito, 2010)
Indonesia tengah menghadapi peningkatan jumlah pasien HIV/AIDS yakni 2682
pada 2004 dan meningkat hingga 16.110 kasus hingga pada akhir 2008. Pasien HIV
teridentifikasi pada stadium akhir dalam jumlah sel CD4 yang rendah (median
CD4:
3
47/mm ; range 11-276). Kasus tersebut mengindikasikan pertahanan terhadap tes
HIV
cenderung tinggi atau fasilitas tes yang kurang memadai. (Alisjahbana,
2009)
AIDS yang disebabkan oleh retroviral virus menunjukkan afinitas CD4, limfosit
T
helper yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Sel T helper 17
(TH17) berperan penting dalam penyakit autoimun (Zou, 2011). Sel Th17 dan produksi
interleukin-17 (IL-17) berperan dalam pertahanan mukosa host terhadap
candidiasis. Pada keadaan sel Th17 rendah dan sitokin menunjukkan pathogen
candidiasis, dan ditemukan bahwa jumlah perhitungan CD4 rendah, maka dapat
disimpulkan penderita mengalami
sindroma
low-CD4,
beberapa
penyakit
imunodefisiensi
yang
jarang ditemukan, atau pada pasien acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS). Berkurangnya diferensiasi CD4 menjadi sel
Th17 dapat mempengaruhi pertahanan mukosa host terhadap candida (Glocker, 2009).
HIV menginvasi limfosit2 yang rentan dan membuatnya nonfungsional sehingga
mengganggu sejumlah besar fungsi imunologi yang penting. Gangguan tersebut dapat
mengakibatkan infeksi oportunistik dan menyebabkan terjadinya berbagai neoplasma.
Pasien dengan klinis AIDS dan tidak diobati memiliki rata-rata usia 6.4 bulan.
Penggunaan obat-obatan dan manajemen infeksi oportunistik yang cepat dapat
meningkatkan rata-rata harapan hidup hingga 3.8 tahun (Sonis, 1995).
Antifungal terbukti efektif dapat mengurangi pertumbuhan dan kolonisasi
Candida sp. Ketoconazole merupakan obat-obatan pertama dari golongan azole
yang dapat mencapai level darah yang terapeutik apabila digunakan peroral.
7

Ketoconazole umumnya digunakan pada perawatan pasien immunocompromised, namun


memiliki efek samping nausea dan hepatotoksik (Brito, 2010). Pada golongan azole
lainnya, seperti fluconazole, itraconazole, dan voriconazole juga didapatkan efek
samping serupa.

Efek antifungal dari essential oil dari berbagai jenis tanaman dan telah terbukti
memiliki aktivitas antifungi. Curcuma xanthorrhiza
Roxb., lebih dikenal
sebagai tanaman dari Jawa yang digunakan sejak dahulu di negara-negara Asia sebagai
makanan dan obat-obatan tradisional. Xanthorrhizol, yang diisolasi Curcuma
xanthorrhiza, telah dibuktikan
memiliki
aktivitas
antikariogenik
terhadap
Streptococcus mutans dan memiliki aktivitas antifungal terhadap C. albicans, C.
glabarata, C, guiliermondii, C. krusei, C. parapsilosis dan C. tropicalis (Rukayadi,
2006).
Rukayadi, dkk. telah membuktikan bahwa kandungan xanthorrhizol dapat
menghambat dan membunuh C. albicans (Rukayadi, 2006) Xanthorrhizol
potensial sebagai senyawa natural untuk infeksi jamur. (Dipiro, 2011)
Pemberian obat akan mempengaruhi sistem imun tubuh. Pada pasien HIV/AIDS,
dimana pasien mengalami immunodeficiency tentu tidak terlepas dari aktivitas Toll-Like
Receptors yang berfungsi mengaktifkan respon sel imun dan sebagai detektor
invasi mikroba pathogen. TLR menginisiasi jalur sinyal transduksi yang memicu
ekspresi g en. (Takeda, 2005)
Kombinasi ketoconazole dan ekstrak Curcuma xanthorrhiza diharapkan dapat
menjadi langkah yang diharapkan dapat mengatasi candidiasis dan mampu
meningkatkan efek terapeutik dari ketoconazole.
C. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pemberian kombinasi ketoconazole dan ekstrak temulawak (Curcuma
xanthorrhiza) dapat menghambat pertumbuhan C. albicans pada pasien HIV/AIDS
2. Bagaimana ekspresi gen oleh TLR-2 pada penggunaan kombinasi ini?
D. TUJUAN
1. Menguji pengaruh kombinasi ekstrak temulawak ketoconazole pada pertumbuhan
koloni C. albicans
2. Mencari konsentrasi optimal dalam kombinasi ekstrak temulawak ketoconazole
dalam menghambat pertumbuhan koloni C. albicans.
3. Membuktikan bahwa dengan mengkombinasikan ekstrak temulawak ketoconazole
dapat menurunkan pertumbuhan koloni C. albicans dibandingkan
pemberian ketoconazole tunggal
4. Menganalisa ekspresi gen oleh TLR-2 pada penggunaan kombinasi
ekstrak temulawak-ketoconazole.
E. LUARAN YANG DIHARAPKAN
Hasil penelitian ini dapat dipublikasikan di jurnal ilmiah.
F. KEGUNAAN
1. Memberikan pengembangan dalam kegunaan tanaman herbal ekstrak temulawak
untuk menurunkan C. albicans
2. Meningkatkan efek terapeutik pengobatan oral candidiasis pada pasien HIV/AIDS
dengan menggunakan kombinasi ketoconazole dan ekstrak temulawak.

G. TINJAUAN PUSTAKA
1. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu jenis herbal yang
termasuk dalam famili Zingiberaceae. (Sylviana H, 2009). Temulawak merupakan tanaman
obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Temulawak umumnya ditemukan di kawasan
Asia Tenggara, khususnya Indonesia dan Malaysia, namun juga dapat ditemukan di Cina, India,
Jepang Korea, Amerika, dan beberapa negara Eropa. Akar Curcuma xanthorrhiza Roxb.
telah diketahui memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri seperti Streptococcus mutans,
Staphylococcus aureus, dan Salmonella.
1.1 Taksonomi dan tata
nama
Menurut ilmu botani (tumbuh-tumbuhan), temulawak diklasifikasikan ke dalam
golongan sebagai berikut (Wijayakusuma,
2007): Kingdom
: Plantae (Tumbuhtumbuhan)
Divisi
: Spermatophyta (Tumbuhan
berbiji) Subdivisi
: Angiospermae (Berbiji
tertutup)
Kelas
: Monocotylodenae (Biji berkeping satu)
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Genus
: Curcuma
Spesies
: Curcuma xanthorrhiza
Roxb.
1.2
Morfologi temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb.)
Tanaman berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari 1m tetapi kurang dari
2m, berwarna hijau atau coklat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan
bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai daun 2 9 helai dengan
bentuk bundar memanjang sampai bangun lanset, warna daun hijau atau coklat
keunguan terang sampai gelap, panjang daun 31 84cm dan lebar 10 18cm, panjang
tangkai daun termasuk helaian 43 80cm. Perbungaan lateral, tangkai ramping dan sisik
berbentuk garis, panjang tangkai 9 23cm dan lebar 4 6cm, berdaun pelindung
banyak yang panjangnya melebihi atau sebanding dengan mahkota bunga. Kelopak
bunga berwarna putih berbulu, panjang 8 13mm, mahkota bunga berbentuk tabung
dengan panjang keseluruhan 4.5cm, helaian bunga berbentuk bundar memanjang
berwarna putih dengan ujung yang berwarna merah dadu atau merah, panjang 1.25 2cm
dan lebar 1cm.
1.3
Kandungan
temulawak
Berdasarkan tes uji klinis, komposisi kimia temulawak terdiri dari: essential oil
(1.05%), tannin (6.91%), curcumol (1.36%), curcumin (1.82%), dan xanthorrhizol
(2,64%).
1.3.1 Essential Oil (minyak atsiri)
10

Essential oil merupakan produk dari uap maupun air dari bagian-bagian
tanaman (daun, batang, biji, buah, akar, dan sebagainya). Essential oil atau yang
lebih dikenal dengan minyak atsiri ini mengandung ratusan senyawa kimia sehingga
membuat minyak ini memiliki aroma khusus. (Douglas, 2005)

11

Essential oil memiliki komponen dan sifat antimikroba yang beragam.


Aktivitas antimikrobanya berasal dari kandungan oxygenated terpenoids,
phenolic terpenes, phenylpropanoids dan alkohol. (Bassole, 2012)
1.3.2 Tannin
Tannin atau tannoid merupakan senyawa polyphenolic yang mengikat dan
mengendapkan protein serta beberapa senyawa organik lainnya seperti asam
amino dan alkaloid. Tannin diperoleh melalui phytochemical analysis dengan
menggunakan ekstrak methanol. Adanya tannin dalam ekstrak temulawak
diindikasikan dengan adanya endapan kuning yang terbentuk. (Masih, 2012)

Gambar 1: Struktur senyawa tannin (Sobkowsi, 2008)


1.3.3 Curcumol
Curcumaxanthorrhiza mempunyai senyawa bioaktif yang umum digunakan
dalam dunia medis, salah satunya adalah curcumol. Curcumol telah digunakan dalam
perawatan kanker serviks (Itokawa et al., 2008). Curcumol telah digunakan dalam
pengobatan China dan diketahui memiliki efek antitumor, namun tidak banyak
diketahui mekanismenya secara molecular. Penelitian terkini menunjukkan
mekanisme molecular curcumol terhadap kematian sel dalam paru-paru pasien
adenocarcinoma (ASTC-a-1). Melalui flow cytometry (FCM) teknik diketahui
bahwacurcumol memicu kematian sel secara apoptosis. (Zhang W, 2011)
1.3.4 Curcumin
Curcumin adalah senyawa carotenoid yang diisolasi dari akar tanaman
Curcuma sp. Senyawa ini memiliki aktivitas anti-inflamasi, anti-infeksi dan antikanker. Curcuma sp. merupakan tanaman herbal yang umum terdapat di Asia Selatan
dan telah digunakan secara luas karena memiliki efek terapetik yang beragam.
Curcumin saat ini telah diketahui memiliki aktivitas biological terutama antiinflamasi
12

(Crohns disease, arthritis, dan beberapa gangguan sistem kardiovaskuler) seta antikanker (antimetatastic-anticariogenic). (Paila, 2008)
Curcumin telah diketahui memiliki sifat antimikroba. Dengan
isolasi menggunakan ekstrak dari golongan alkohol, kandungan curcumin dapat
menghambat
aktivitas Streptococcus sp. (Parthasarathy, 2008). Senyawa ini juga diketahui
memiliki aktivitas anti-candida apabila dikombinasikan dengan golongan azoles atau
polyenes karena dapat mereaktif oksigen untuk memicu apoptosis. (Gruyter, 2011)
1.3.5 Xanthorrhizol
Xanthorrhizol dapat memicu denaturasi protein pada dinding sel Candida yang
berfungsi sebagai pengeluaran protein. Dinding sel akan mengerut dan mati.
(Cendana,
2010). Xanthorrhizol berpotensi sebagai antibakteri terhadap
Actinomyces
viscosus
dan Porphyromonas gingivalis yang merupakan penyebab periodontitis dan
Streptococcus mutans yang merupakan penyebab utama karies gigi. Curcuma
xanthorrhiza juga berperan terhadap Candida albicans dan Lactobacillus sp.
(Quirin,
2007)

Gambar 2: Struktur senyawa xanthorrhizol


2. Anticandidal Agents (Ketoconazole)
Ketoconazole merupakan turunan imidazole sintetik dengan struktur mirip
miconazole
dan chlotrimazole. Obat ini bersifat lipofilik dan larut pada air dengan pH asam.
Ketoconazole aktif sebagai antifungi baik sistemik maupun non sistemik (Munaf, 2008).
Ketoconazole bekerja dengan menghambat cytochrome P450 sehingga akan menghambat
sintesa ergosterol yang merupakan komponen vital jamur, sehingga terjadi kerusakan
membrane sel jamur (Herawati, 2008)
3. Candida albicans
C. albicans adalah jamur berbentuk bulat, agak lonjong, dan berwarna putih. Spesies ini
merupakan keluarga Cryptococcaceae (Gandahusada, 2006). C. albicans merupakan spesies
paling pathogen dan paling banyak ditemukan di permukaan mukosa dan sering
menyebabkan infeksi di rongga mulut (Casadeval, 2002).
13

Diagnosa C. albicans dapat ditegakkan apabila koloni Candida membentuk germ-tubes


bila dibiakkan pada serum darah, membentuk chlamydospores pada media agar,
bereaksi

14

dengan fermentasi gula, dan bereaksi pada pembentukan antigen-antibodi kompleks (Winasa,
1995)
4. HIV/AIDS dan Oral Candidiasis
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan AIDS
dengan cara menyerang sel darah putih (CD4) sehingga dapat merusak sistem kekebalan
tubuh manusia sehingga renta terhadap penyakit. Oral candidiasis merupakan suatu infeksi
yang disebabkan oleh keberadaan Candida yang sering dijumpai dalam perjalanan infeksi
HIV akibat kondisi immunocompromised. Oral candidiasis merupakan komplikasi rongga
mulut yang paling tinggi angka kejadiannya. (Greenspan, 2005).
5. Toll-Like Receptors
Karakter fungsional TLR adalah sebagai innate immunity yang dapat mendeteksi invasi
mikroba pathogen. Untuk mengenali komponen mikroba, TLR menginisiasi jalur sinyal
transduksi yang merupakan pemicu ekspresi gen. Produk gen trersebut mengontrol respon
innate imunity dan menginstruksikan kekebalan antigen spesifik (Takeda, 2005).
TLR bertanggung jawab terhadap pengenalan Pathogen-Associated Molecular Patterns
(PAMPs) yang diekspresikan dalam spektrum besar dari agen infektif. TLR mengaktifkan
jalur NF-kB yang meregulasi ekspresi sitokin. Melalui aktivasi NF-kB menimbulkan
respon innate immunity dan imun adaptif oleh produksi sitokin inflamasi seperti IL-1, IL-6,
IL-8, TNF alpha, IL-12, chemokin, dan menginduksi molekul kostimulator seperti CD80,
CD86, dan CD40. MyD88 mengikat FADD dan memicu apoptosis melalui kaskade
Caspase. Dengan demikian, aktivasi jalur apoptosis melalui TLR berkontribusi dalam
mekanisme pertahanan yang dimanfaatkan oleh innate immunity. (Anonymous, 2012)
Candidiasis umumnya menjadi gejala berat dari infeksi pada host yang
immunocompromised. Tingkat kematian pada pasien candidiasis dipengaruhi oleh
bioavailabilitas obat antifungal. Dalam patologi, fungal dapat dikenali oleh sel-sel imun
dan memicu pertahanan tubuh. TLR-2 memiliki peranan penting dalam pengenalan
Candida albicans. Dalam sel-sel darah, sinyal TLR-2 menunjukkan kontribusi untuk
memproduksi sitokin proinflammatory (Netea, 2012).
H. METODE PENELITIAN
a. Jenis penelitian :
Penelitian yang akan dilaksanakan adalah eksperimental laboratories.
b.

Lokasi penelitian dan waktu penelitian


Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran
Gigi, Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi, Laboratorium Biologi Fakultas
Sains dan
Teknologi, dan Institute Tropical Disease Universitas Airlangga. Studi ini memerlukan waktu
4 bulan.
c.

Sampel dan besar sample


Sampel penelitian menggunakan stok C. albicans dari mukosa penderita dengan
diagnosa pasti HIV/AIDS di RSUD Dr. Soetomo Surabaya dan belum mendapatkan
terapi ARV.
Perhitungan besar sampel dilakukan dengan rumus Lopes 1998. Rumus besar sampel adalah :
15

r = 2t . s
2
d

16

Keterangan :
r
= jumlah replikasi
t
= : 0,05/2 pada derajat bebas 4 = 2,57
s
= simpangan baku populasi = 0,18
d
= nilai kesalahan absolut yang dapat ditolerir dengan signifikansi 95% adalah 0,4
Hasil perhitungan jumlah sampel adalah minimal 3 untuk setiap kelompok perlakuan.
d.

Variabel
1. Variabel bebas
: konsentrasi ketoconazole dan temulawak
2. Variabel terikat
: kolonisasi C. albicans dan ekspresi TLR-2
3. Variabel terkendali : kultur Candida albicans dan metode laboratorium

e.

Definisi operasional
:
1. Variabel kultur C. albicans dari pasien HIV/AIDS non ARV ditanam dan dibiakkan
2. Konsentrasi ketoconazole mula-mula adalah 4 mg/mL dilakukan penipisan
serial sebanyak 7 kali hingga 0.0625 mg/mL.
3. Variabel kolonisasi C. albicans adalah jumlah koloni C. albicans pada
media merupakan hasil dari penanaman proses pengenceran serial.

f.

Bahan dan alat penelitian


Bahan
1. Kultur C. albicans pasien HIV/AIDS
non ARV
2. Sabouraud Dextrose Agar (SDA)
3. Sabouraud Dextrose Broth (SDB)
4. Ekstrak
temulawak
(Curcuma
xanthorrhiza)

5. Ketoconazole
6. Dimethyl sulfoxide (DMSO)
7. Aquadest
8. Methanol
9. Monoclonal antibody anti-TLR2
10. Reagen pengecatan imunohistokimia

Alat
1. Dispossable syringe
2. Inkubator
3. Autoclave
4. Pipet
5. Mikropipet
6. Tabung reaksi
7. Neraca analitik
8. Sonikator
9. Brander dan spiritus

10. Oase
11. Rak tabung reaksi
12. Spreader
13. Eppendorf
14. Refrigerator
15. Freeze dryer
16. Gelas ukur
17. Mikroskop cahaya
18. Inkubator CO2

17

g.

Prosedur pelaksanaan
1. Tahap persiapan
a. Mempersiapkan temulawak yang matang, dipotong, dikeringkan, dan
diparut sebelum melakukan pembuatan ekstrak.
b. Mempersiapkan serbuk ketoconazole.
c. Pengambilan stok C. albicans di Institute Tropical Disease (ITD).
d. Pembuatan media Sabouraud Dextrose Broth dan Sabouraud Dextrose
Agar. e. Pemeriksaan imunohistokimia di ITD
2. Tahap penelitian
a. Pengambilan stok C. albicans
Pengambilan C. albicans dari rongga mulut pasien suspect HIV/AIDS yang
0
kemudian disimpan di ITD dalam refrigerator -80 C.
b. Tahap pembuatan ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza).
Temulawak diperoleh dengan cara ekstrak menggunakan methanol. Temulawak
(Curcuma xanthorrhiza) ditimbang dan dilarutkan dengan methanol,
kemudian dilakukan sonikasi sehingga menghasilkan partikel yang lebih kecil.
Metode ini dilakukan dan diulang sebanyak 3 kali kemudian dilakukan evaporasi
untuk menghilangkan sisa methanol. Pembuatan ekstrak temulawak (Curcuma
xanthorrhiza) akan dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik di Fakultas
Farmasi Universitas Airlangga.
c. Tahap pembuatan ketoconazole
Serbuk ketoconazole yang ditimbang sebesar 4 mg dan dilarutkan dalam 0.2
mL
dimethylsulfoxide (DMSO) dan 10 mL aquadest untuk menghasilkan
konsentrasi
100%.
d. Prosedur kerja
Pengenceran serial ketoconazole
:
Ketoconazole dibagi dalam 9 tabung. Tabung pertama berisi 10 mL
ketoconazole
dengan konsentrasi 100%, tabung ke 2 hingga ke 7 diisi dengan media
SDB. Pengenceran serial dilakukan mulai dari tabung pertama hingga ke 7.
Setiap tabung berisi 5 mL dan konsentrasi beragam, mulai 100%-1.5625% (4
mg/mL
0.0625 mg/mL). 0,1 inoculum standard McFarland diisolasi di setiap
tabung.
Tabung ke 8 dan 9 merupakan control positif dan negatif. Tabung
0
diinkubasi dalam incubator selama 24 jam 37 C.
Pengenceran
serial
ekstrak
Curcuma
xanthorrhiza:
Ekstrak temulawak dibagi menjadi 6 konsentrasi yang berbeda, 100%, 90%,
80%,
70%, 60%, 50% (2.5mL-1.25mL) masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung
sebanyak 2.5 mL setiap tabung. Tabung ke 2-6 diisi dengan media SDB dan 0.1
inokulum. Tabung ke 7 dan 8 digunakan sebagai kontrol positif dan
0
negatif. Tabung diinkubasi 37 24 jam.

Pemeriksaan inhibisi pada kombinasi ekstrak temulawak-ketoconazole:


Ekstrak temulawak dibagi dalam 5 tabung dengan konsentrasi yang berbeda.
2,5 mL ekstrak untuk setiap tabung. Hasil Minimum Inhibitory Concentration
(MIC) dikombinasikan dengan ekstrak. 5 mL media SDB dan 0,1 inokulum
ditanam

dalam media tersebut. 2 tabung lain sebagai kontrol positif dan negatif. Tabung
0
diinkubasi selama 24 jam 37 C kemudian ditanam kembali dalam SDA,
diinkubasi dan dilakukan perhitungan jumlah koloni.
Pemeriksaan imunohistokimia
Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan untuk mengetahui aktivitas TLR-2 dan
terhadap
ekspresi
gen
setelah
penggunaan
kombinasi
ekstrak
temulawakketoconazole. Pada pemeriksaan ini dilakukan pengamatan terhadap 5 lapang
pandang dengan pembesaran 400x.
h. Pengukuran hasil
Pengukuran hasil dilakukan dengan perhitungan jumlah koloni dari penanaman.
i.

Analisis data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian dikelompokkan, lalu ditabulasikan, dan
dianalisis
dengan menggunakan Independent Sample Test dengan taraf kemaknaan 5%. Uji ini dilakukan
untuk membandingkan efektivitas penggunaan ketoconazole tunggal, ekstrak temulawak
tunggal, dan kombinasi keduanya.

j.

Alur penelitian
-Ketoconazole tunggal
Larutkan 4 mg ketoconazole dengan 0,2 ml DMSO dalam eppendorf

Siapkan 9 tabung reaksi

Beri label 1-9


Tabung 1: 10 ml aquadest steril
Tabung 2-10: 5 ml Sabouraud Dextrose Broth (SDB)

Pengenceran serial

Masukkan 0,1 inokulum pada tabung 1-9

Inkubasi selama 24 jam 37 C

Lakukan cross check dengan menanam


ulang pada media SDA

Inkubasi selama 24 jam 37 C

Hitung koloni

Ekstrak Temulawak Tunggal


Siapkan 8 tabung reaksi

Beri label 1-9


Tabung 1: 10 ml ekstrak temulawak 100%
Tabung 2-8: 5 ml Sabouraud Dextrose Broth (SDB)

Pengenceran serial

Masukkan 0,1 inokulum pada tabung 1-8

Inkubasi selama 24 jam 37 C

Lakukan cross check dengan menanam


ulang pada media SDA

Inkubasi selama 24 jam 37 C

Hitung koloni

Kombinasi Ekstrak Temulawak - Ketoconazole


Siapkan 9 tabung reaksi

Beri label 1-9


Tabung 1: 10 ml ekstrak temulawak
Tabung 2-7: 5 ml Sabouraud Dextrose Broth (SDB)

Pengenceran serial

Masukkan ketoconazole sebesar MIC yang ditemukan dari


perhitungan ketoconazole tunggal pada masing-masing
tabung

Masukkan 0,1 inokulum pada tabung 1-9

Lakukan replikasi sebanyak 3 kali

Inkubasi selama 24 jam 37 C

Lakukan cross check dengan menanam


ulang pada media SDA

Inkubasi selama 24 jam 37 C


Hitung koloni

Gambar 3 : Alur penelitian

I.

JADWAL KEGIATAN
Kegiatan

No

Bulan ke-1
Minggu ke1 2 3 4

Bulan ke-2
Minggu ke1 2 3 4

Bulan ke-3
Minggu ke1 2 3 4

Persiapan:
Pengambilan sampel
Pembuatan ekstrak temulawak
Pembuatan media SDA dan
SDB
Penimbangan serbuk
ketoconazole

Penelitian:
Percobaaan dengan
ketoconazole tunggal
Percobaan dengan ekstrak
temulawak
Replantasi dan hitung koloni

Penelitian dan pengamatan


dengan kombinasi ekstrakketoconazole
3

J.

Pemeriksaan imunohistokimia
Analisis akhir dan evaluasi

RANCANGAN BIAYA
No
Uraian
1
Bahan habis pakai
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

Print dan fotocopy


Media penanaman SDB dan
hitung koloni
Media penanaman SDA dan
hitung koloni
C. albicans
Ketoconazole
Temulawak
Pembuatan ekstrak temulawak
dan freeze drying
Pemeliharaan jamur
Mikropipet, disposable
syringe dan eppendorf
Monoclonal antibody antiTLR-2 dan reagen pengecatan

Rincian

Jumlah

400.000
50 tabung x 10.000

400.000
500.000

35 plate x 25.000

875.000

250.000
300.000
250.000
1.000.000

250.000
300.000
250.000
1.000.000

250.000
200.000

250.000
200.000

7.000.000

7.000.000

Bulan ke-4
Minggu ke1

imunohistokimia
Peralatan penunjang
a. aquadest
b. sewa laboratorium
c. stryrofoam dan dry ice
Perjalanan

a. Transportasi
JUMLAH

200.000
400.000
100.000

200.000
400.000
100.000

500.000

500.000
Rp 12.225.000

K. DAFTAR PUSTAKA
1. Alisjahbana B, Susanto H, Roesli R, Yusuf H, et al. Prevention, control and treatment of
HIV-AIDS among injecting drug use in Bandung, Indonesia. Acta Med IndonesIndones J Intern Med 2009 July; 41:65-69
2. Anonymous. 2012. Toll-Like Receptors: Bridging Innate and Adaptive Immune
Responses. Available from: http://www.ebioscience.com/knowledge-center/areaof- bio logy/innate-immunit y/t oll-like-receptors.htm
3. Anonymous. 2012. Xanthorrhizol Antibacterial and Anti-inflammatory. Available from:
http://www.enzo lifesciences.com/ALX-350-263/xanthorrhizo l/
4. Bassole, Imael HN dan Juliani, HR. 2012. Essential Oils in Combination and Their
Antimicrobial Properties. Molecules 17; 3989-4006 available from:
www.m.dpi.co m/journal/mo lecules
5. Brito GNB, Inocncio AC, Queorge AOC, Koga-Ito CY. In vitro antifungal
susceptibility of Candida spp. oral isolates from HIV positive patients and control
individuals. Braz Oral Res. 2010 Jan-Feb; 25(1):28-33
6. Cendana IR. Inhibiton Effect of Temulawak Extract (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
towards The Growth of Candida Albicans (Experimental Laboratory Research). Skripsi
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga 2010
7. DiPiro JT, Talbert RL, Yee GC, et al. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach
th
8 Edition. 2011. USA: Appleton & Lange
8. Douglas M, Heyes J, Smallfield B, Mazaud F, Jenane C. 2005. Herbs, Spices,
and Essential Oils (Post-harvest Operations in Developing Countries). Available
from: www.unido.org
9. Glocker E, Hennings A, Nabavi M, Schffer AA, Woellner C, et al. A homogzygous
CARD9 mutation in family with susceptibility to fungal infection. N Engl J Med 2009
Oct;361:1727-1735
10. Goupil M, Trudelle EB, Dugas V, Racicot-Bergeron C, et al. Macrophage-mediated
responses to Candida albicans in mice expressing the human immunodeficiency
virus type 1 transgene. Infection and Immunity 2009 Sept; vol 77. no. 9: 4136-4149
11. Gruyter, de Walter. 2010. Synergistic Anticandidal Activity of Pure Polyphenol
Curcumin I in Combination with Azoles and Polyenes Generates Reactive Oxygen
Species Leading to Apoptosis. J Bio Chem pp 11
12. Hise AG, Tomalka J, Ganesan S, Patel K, et al. An essential role for the NLRP3
inflammasome in host defense against the human fungal pathogen Candida albicans.
Cell Host and Microbe 2009;5:487-497
13. Itokawa H, Shi Q, Akiyama T, Morris-Natschke S, Lee KH. 2008. Review: Recent
Advances in The Investigation of Curcuminoids. J BioMed Centr pp 1-13
14. Masih NG, Singh BS. 2012. Phytochemical Screening od Some Plants Used in Herbal
Based Cosmetic Preparation. Dalam buku Chemistry of Phytopotentials: Health,
Energy, and Environmental Perspectives pp 111-112 oleh Srivastave MM, Khemani
LD, Srivastava S.
15. Michael Sobkowski. 2008. Tannic Acid. Available from:
http://commons.wikimedia.org/wiki/I mage:Tannic_acid_(loo izuur).png

16. Netea MG, Sutmuller R, Hermann C, Van der Graaf CAA, et al. 2012. Toll-Like Receptor
2 Suppresses Immunity against Candida albicans through Induction of IL-10 and
Regulatory T Cells. J Immunol 2004; 172:3712-3718
17. Paila, Hari Srinivas Kalyan. 2008. Molecular Modeling Studies of Curcumin Analogs as
Anti-Angiogenic Agents. Proquest
18. Parthasarathy VA, Hempakam B, Zachariah TJ. 2008. Chemistry of Spices. India: CABI
19. Quirin KW. 2007. Herbal Extracts in Support of Natural Cosmetics Preservation.
C Science Tech. Available from: www.
cosmeticsciencetechnology.com/companies/articles/1131.pdf
20. Rukayadi Y, Yong D, Hwang JK. In vitro anticandidal activity of xanthorrhizol isolated
from Curcuma xanthorrhiza Roxb. J Antimicrobial Chemotherapy 2006 Apr: 57; 12311234
21. Sonis ST, Fazio RC, and Fang L. 1995. Principle and Practice of Oral Medicine.
USA: W.B. Saunders Company.
22. Sylviana Husein, Adolf Parhusip, Elisa Friska Romasi. 2009. Study on Antibacterial
Activity from Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Rhizomes Against
Pathogenics Cell Destruction. J Applied and Industrial Biotechnology in Tropical
Region vol. 2 no. 1 April 2009
23. Takeda K, Akira S. 2005. Toll-like Receptors in Innate Immunity. Int Immunol. 2005 Jan;
17(1):1-14
24. Wijayakusuma, Hembing. 2007. Penyembuhan dengan Temulawak. Jakarta: Sarana
Pustaka Prima
25. Zhang W, Wang Z, Chen T. 2011. Curcumol Induces Apoptosis via CaspasesIndependent Mitochondrial Pathway in Human Lung Adenocarcinoma ATC-a-1
Cells. Med Oncol. 2011 Mar; 28(1): 307-14.
26. Zou W, Restifo NP. Th17 cells in tumour immunity and immunotherapy. Nature Review
immunology 2011 July; 10:284-256

L. LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


I. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama
b. NIM
c. Tempat/tgl.Lahir
d. Alamat
e. No. Telp
f. Jabatan sekarang

: Ananta Ayu W
: 021411131070
: Surabaya, 30 Maret 1996
: Jl. Gunung Anyar Asri B/17 Surabaya
: 08563107641
: Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Airlangga semester 1
g. Waktu untuk kegiatan PKM: 8 jam / minggu
Ketua Pelaksana
Ananta Ayu Wulansari
II. Anggota Pelaksana
1. a. Nama
b. NIM
c. Tempat/tgl.Lahir
d. Alamat
Surabaya e. No. Telp
f. Jabatan sekarang

: Dewina Marsha Larasati


: 021011042
: Surabaya, 14 Maret 1992
: Jl. Manyar Rejo IV
: 081331906314
: Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Airlangga semester 5
g. Waktu untuk kegiatan PKM: 8 jam / minggu
Anggota Pelaksana

2. a. Nama
b. NIM
c. Tempat/tgl.Lahir
d. Alamat
e. No. Telp
f. Jabatan sekarang

Dewina Marsha Larasati

: Ardhiyan Rahmadi
: 021011166
: Surabaya, 15 November 1991
: Jl. Rungkut Asri Timur II/10 Surabaya
: 085645277992
: Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Airlangga semester 5
g. Waktu untuk kegiatan PKM: 8 jam / minggu
Anggota Pelaksana
Ardhiyan Rahmadi

III. Biodata Dosen Pembimbing


a.
b.
c.
d.
e.
f.

Nama Lengkap dan Gelar


Gol. Pangkat dan NIDN
Jabatan Fungsional
Jabatan Struktural
Fakultas / Program Studi
Bidang Keahlian

: Dr. A. Retno Pudji Rahayu, drg., M.Kes


: Pembina (IVa) / 0014115906
: Lektor
: : Kedokteran Gigi
: Patologi Mulut Imunologi

Dr. A. Retno Pudji Rahayu, drg., M.Kes


NIDN. 0014115906

Anda mungkin juga menyukai