Anda di halaman 1dari 19

TUGAS FARMAKOTERAPI II

PYELONEPHRITIS

ACUTE AND CHRONIK

Nama : RAHMITA SARI

Nim : 1401116

Kelas : SI-VIB

DOSEN : HUSNAWATI M,FARM.,APT

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 5
1.3 Tujuan .............................................................................................................. 5
1.4 Manfaat ............................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi ............................................................................................................ 6


2.2 Tanda dan gejala ..............................................................................................6
2.3 Etiologi ............. ...................... ........................................................................7
2.4 Patofisiologi.......................................................................................................8
2.5 Diagnosis ........ ......................... .......................................................................10
2.6 Manifestasi klinis .............................. .............................................................. 9
2.7 Gejala klinis ........................................................................................................15
2.8 Penatalaksanaan ...............................................................................................12

BAB III PENYELESAIAN KASUS

3.1 Penyelesaian kasus ..............................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Indonesia merupakan negara tropis, dimana infeksi masih merupakan penyakit utama
dan penyebab kematian nomor satu. Oleh karena itu, penggunaan antibiotik atau antiinfeksi
masih paling dominan dalam pelayanan kesehatan. Jumlah dan jenis antibakteri sangat
banyak dan selalu bertambah seiring perkembangan infeksi, sehingga diperlukan penelitian
lebih lanjut mengenai mikroba apa yang sensitif terhadap antibakteri tertentu, dan bagaimana
perkembangan resistensi serta kinetiknya (Priyanto, 2008). Penyakit infeksi merupakan
penyebab morbiditas dan mortalitas yang signifikan, khususnya pada orang-orang yang
paling rentan terhadap penyakit ini: mereka yang berusia sangat muda, orang lanjut usia,
orang dengan tanggap imun yamg lemah, dan kaum papa. Patogenesis penyakit infeksi
bergantung pada hubungan antara manusia sebagai tuan rumah, agen infeksi, dan lingkungan
luar. Agen infeksi dapat bersifat eksogen (normalnya tidak ditemukan di tubuh) atau endogen
(mikroba yang secara rutin dapat dibiak dari suatu bagian anatomis tertentu tetapi dalam
keadaan normal tidak menyebabkan penyakit pada tuan rumah). Infeksi terjadi ketika suatu
agen eksogen masuk ke dalam tuan rumah dari lingkungan atau ketika suatu agen endogen
mengalahkan imunitas bawaan tuan rumah dan menyebabkan penyakit (Mcphee, 2010).
Insiden infeksi saluran kemih pasca transplantasi bervariasi dari 35% - 79%. (Tolkof et al.,)
melaporkan angka kejadian infeksi saluran kemih pasca transplantasi 30-40 %. Kuman gram
negatif merupakan penyebab utama infeksi saluran kemih (76 %) dan kuman gram negatif
paling sering adalah E. coli 33 %. (Myh dan Manuputty, 2012).

Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik lakilaki maupun perempuan dari semua
umur baik pada anak, remaja, dewasa maupun pada umur lanjut akan tetapi dari kedua jenis
kelamin, ternyata wanita lebih sering dari pria dengan angka populasi umum, kurang lebih 5
15%. Infeksi saluran kemih dinyatakan apabila ditemukan bakteri di dalam urin,
mikroorganisme yang paling sering 1 2 menyebabkan ISK adalah jenis aerob. Pada saluran
kemih yang normal tidak dihuni oleh bakteri aerob atau mikroba yang lain, karena itu urin
dalam ginjal dan buli buli biasanya steril. Walaupun demikian uretra bagian bawah terutama
pada wanita dapat dihuni oleh bakteri yang jumlahnya berkurang di bagian yang mendekati
kandung kemih. Escherichia coli menduduki persentasi biakan paling tinggi yaitu sekitar 50
90%. Antibiotika yang diberikan untuk pengobatan ISK yang sebagian besar disebabkan oleh
Escherichia coli ini adalah floroquinolones dan nitrofurantoin. Sedangkan untuk alternatifnya
yaitu trimetoprim sulfametoksazol, sefalosporin, dan fosfomisin (Kumala, et al., 2009).

Penggunaan antibiotik adalah pilihan utama dalam pengobatan infeksi saluran kemih.
Pemakaian antibiotik secara efektif dan optimal memerlukan pengertian dan pemahaman
mengenai bagaimana memilih dan memakai antibiotik secara benar. Pemilihan berdasarkan
indikasi yang tepat, menentukan dosis, cara pemberian, lama pemberian, maupun evaluasi
efek antibiotik. Pemakaian dalam klinik yang menyimpang dari prinsip dan pemakaian
antibiotik secara rasional akan membawa dampak negatif dalam bentuk meningkatnya
resistensi, efek samping dan pemborosan (Santoso, 1990).

Idealnya antibiotik yang dipilih untuk pengobatan infeksi saluran kemih harus
memiliki sifat-sifat sebagai berikut: dapat diabsorpsi dengan baik, ditoleransi oleh pasien,
dapat mencapai kadar yang tinggi dalam urin, serta memiliki spektrum terbatas untuk
mikroba yang diketahui atau dicurigai. Di dalam pemilihan antibiotik untuk pengobatan
infeksi saluran kemih juga sangat penting untuk mempertimbangkan peningkatan resisten
E.coli dan patogen lain terhadap beberapa antibiotik. Resistensi E.coli terhadap amoksisilin
dan antibiotik sefalosporin diperkirakan mencapai 30%. Secara keseluruhan, patogen
penyebab infeksi saluran kemih masih sensitif terhadap kombinasi
trimetoprimsulfametoksazol walaupun kejadian resistensi di berbagai tempat telah mencapai
22%. Pemilihan antibiotik harus disesuaikan dengan pola resistensi local, disamping juga
memperhatikan riwayat antibiotik yang digunakan pasien (Coyle dan Prince, 2005). 3

Evidence Based Medicine (EBM) bertujuan membantu klinisi memberikan pelayanan


medis yang lebih baik agar diperoleh hasil klinis yang optimal bagi pasien dengan cara
memadukan bukti terbaik yang ada, keterampilan klinis, dan nilai-nilai pasien.

Berdasarkan latar belakang penelitian bertujuan menganalisis penggunaan antibiotik


pada infeksi saluran kemih di RSUD Dr. Moewardi Periode Januari Juni 2013 berdasarkan
evidence based medicine (EBM). Hal ini disebabkan oleh karena penggunaan antibiotik
dalam bidang kesehatan banyak yang digunakan dengan tidak tepat dengan kondisi penyakit,
satu hal yang perlu ditekankan bahwa antibiotik hanya dapat membunuh bakteri, sehingga
penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus seperti influenza tidak dapat disembuhkan
dengan antibiotik. Penggunaan dosis antibiotik juga haruslah tepat, tidak boleh lebih dan
tidak boleh kurang. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk meneliti analisis penggunaan
antibiotik pada pasien infeksi saluran kemih.
1.2 Tujuan

Untuk mengetahui definisi , tanda dan gejala, etiologi, patofisiologi, manifestasi


klinis, diagnosis dan penatalaksanaan dari PYELONEPHRITIS akut dan kronis.

1.3 Manfaat

Agar mahasiswa dapat mengetahui definisi , tanda dan gejala, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, diagnosis dan penatalaksanaan dari PYELONEPHRITIS akut dan kronis
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Pyelonephritis merupakan infeksi bakteri pada ginjal, tumulus dan jaringan interstinal
dari salah satu atau kedua ginjal (Brunner & Suddarth, 2002).

Infeksi saluran kencing bagian atas (pyelonephritis) adalah infeksi perenchym ginjal.
Keluhan-keluhan yang menyebabkan penderita datang berkonsultasi adalah demam dan nyeri
pinggang, simptom-simptom infeksi saluran kencing bagian bawah. Contoh; urin khas
menunjukkan bakteriuria yang bermakna, pyuria dan kadang-kadang silinder leucocyt.
Infeksi saluran urogenital di tampat-tampat lain (misalnya epididymis, prostat, daerah
perinephric) sering berkaitan dengan bakteri yang jumlahnya kurang dari 1000/ml dan
mempunyai menifestasi klinis yang berbeda (Woodley dan Whenlan, 1992).

Pielonefritis dibagi menjadi dua macam yaitu :

Pielonefritis akut
Pyelonefritis kronis

a) Acute Pyelonephritis

Acute Pyelonephritis merupakan reaksi inflamasi atau peradangan supurative pada


parenkim dan pelvis ginjal yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Pielonefrtis akut biasanya
merupakan lanjutan dari Sistitis akut secara ascenden.

Biasanya kuman berasal dari saluran kemih bagian bawah naik ke ginjal melalui ureter.
Kuman - kuman itu antara lain adalah E Colli, Proteus, Klebsiella, Strep faecalis dan
enterokokus. Kuman Stafilokokus aureus dapat menyebabkan pielonefritis melalui penularan
secara hematogen, meskipun sekarang jarang dijumpa

Acute Pyelonephritis seringkali disertai demam, rasa dingin, pedih pada bagian yang
sakit, sering buang air kecil, dan sensasi seperti terbakar saat buang air kecil. Pada infeksi
ginjal akut, leukositosis, neutrofilia, dan kenaikan laju endap darah serta protein C-reaktif
biasa terjadi. Pyelonephritis akut dapat mempengaruhi sementara fungsi ginjal.

b) Chronic Pyelonephritis

Pyelonephritis kronis terjadi secara bertahap, biasanya tanpa gejala dan penyakit ini dapat
mengarah pada kerusakan ginjal dan uremia. Penyakit ini lebih umum dijumpai pada wanita
dibanding pada laki-laki dan sering terjadi pada penderita diabetes. (Media Indonesia, 2006).
Pielonefritis Kronis adalah lanjutan dari pielonefritis akut muncul bersama dengan
hipertensi yang dapat berakibat pada kegagalan ginjal (Pearce 2005).

Pielonefritis kronik dapat merusak jaringan ginjal secara permanen karena inflamasi yang
berulang dan terbentuknya jaringan parut yang meluas. Proses berkembangnya gagal ginjal
kronik dari infeksi ginjal yang berulang berlangsung selama beberapa tahun.

Pyelonefritis kronis mungkin memperlihatkan gambaran mirip dengan pyelonephritis


akut, tetapi juga dapat menimbulkan hipertensi dan akhirnya dapat menyebabkan gagal
ginjal. (Elizabeth J. Corwin, 2008).

Pielonefritis kronis dapat membentuk jaringan parut dan obstruksi tubulus yang luas
sehingga berkurangnya kemampuan ginjal untuk memekatkan urin (Corwin 2009)

2.2 Etiologi

Penyebab terbanyak ISK, baik pada yang simtomatik maupun yang asimtomatik,
termasuk pada neonatus adalah Escherichia coli (70-80%). Penyebab yang lainnya seperti:
Klebsiella, Proteus, Staphylococcus saphrophyticus, coagulase-negative staphylococcus,
Pseudomonas aeroginosa, Streptococcus fecalis dan Streptococcus agalactiiae, jarang
ditemukan(Rusdidjas,2002).

Menurut Grace,2006 faktor risiko infeksi saluran kemih (ISK) :

Obstruksi saluran kemih


Pemasangan instrument pada saluran kemih (misalnya kateter)
Disfungsi kandung kemih (neuropatik)
Imunosupresi
Diabetes melitus
Kelainan structural (misalnya refluks vesikoureter)
Kehamilan

A. Etiologi Acute Pyelonephritis

Pielonefritis akut pada umumnya disebabkan oleh bakteri asendent dari saluran kemih bagian
bawah dan ada juga yang melalui peredaran darah atau hematogen. Penyebab lainya
diantaranya: (Grace, Broley , 2007)

Bakteri (escherchia coli)


Obstruksi urinari track, misalnya batu ginjal atau pembesaran prostat.
Refluks vesikoureter, yang mana merupakan arus balik air kemih dari kandung kemih
kembali ke ureter
Kehamilan
Penurunan Imunitas
B.etiologi Chronic Pyelonephritis

Pielonefritis kronis umumnya terjadi akibat infeksi ginjal berulang oleh bakteri
enteric. Penyebab pielonefritis kronis adalah: (Grace, Broley , 2007)

a. Faktor utama :
- Obstruksi saluran kemih
- Frekuensi (pielonefritis akut yang terus-menerus), Infeksi bakteri ginjal akut.

b. Faktor pendorong :
- Bakteri (escherchia coli)
- Batu saluran kemih
- Refluks vesikoureter
- Diabetes mellitus
- Disfungsi neurogenik bladder
- Infeksi saluran kemih bagian bawah

3.3 Patofisiologi

Bakteri naik ke ginjal dan pelvis ginjal melalui saluran kandung kemih dan uretra. Flora
normal fekal seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis,Pseudomonas aeruginosa, dan
Staphilococus aureus adalah bakteri paling umum yang menyebabkan pielonefritis akut. E.
Coli menyebabkan sekitar 85% infeksi.Organisme juga dapat sampai ke ginjal melalui aliran
darah atau aliran getah bening, tetapi cara ini jarang sekali terjadi (Naber, 2004).

Obstruksi aliran kemih dan refluks vesikoureter dapat menjadi faktor predisposisi dalam
perkembangan infeksi saluran kemih. Obstruksi saluran kemih dapat mengakibatkan
penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter. Hal tersebut dapat
mengakibatkan atrofi pada parenkim ginjal, di samping itu obstruksi yang terjadi di bawah
kandung kemih sering disertai refluks vesikoureter dan infeksi pada ginjal. Aliran balik
(refluks) dari kemih yang terinfeksi memasuki parenkim ginjal mengakibatkan terjadinya
jaringan parut ginjal (Price, 2013).

Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian bawah ke arah ginjal, hal ini akan mempengaruhi
fungsi ginjal. Abses dapat di jumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kortikomedularis. Pada
akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta glomerulus terjadi. Kerusakan pada ginjal akan
menyebabkan meregangnya kapsul ginjal (dipersarafi medulla spinalis segmen Thorakal 11
sampai Lumbal 2) yang menimbulkan rasa nyeri disekitar bagian pinggang atau flank
pain(Snell, 2006).

Demam terjadi diawali oleh adanya infeksi atau invasi mikroorganisme (misalnya bakteri
atau virus) ke dalam tubuh hingga ke sistema peredaran darah. Keberadaan mikroorganisme
dalam tubuh memacu aktivasi makrofag yang merupakan usaha pertahanan tubuh terhadap
masuknya benda asing. Makrofag kemudian menghasilkan suatu zat kimia, pyrogen endogen,
yang nantinya akan melepaskan prostaglandin di hypothalamus. Peningkatan jumlah
prostaglandin ini mengubah set point suhu normal tubuh yang diatur oleh hypothalamus
sebagai thermoregulator menjadi lebih tinggi daripada normal (Sherwood, 2004)

2.4 Manifestasi Klinis

Pada pielonefritis dapat dijumpai demam tinggi disertai menggigil, gejalasaluran


cerna seperti mual, muntah, diare. Tekanan darah pada umumnya masih normal, dapat
ditemukan nyeri pinggang. Gejala neurologis dapat berupa iritabel dan kejang. Pada bayi baru
lahir manifestasi klinis hanya muncul gejala yang tidak spesifik seperti penurunan nafsu
makan, anak menjadi rewel, ikterik, dan penurunan berat badan (Pardede,2011).

Tabel 2. Manifestasi Klinis Neonatus Anak Usia 6-11 tahun dengan ISK (Fisher DJ,2014)

A. Manifestasi Acute Pyelonephritis

Manifestasi pielonifritis akut antara lain:

o Demam (39,5 40,5) disertai gejala menggigil, sakit pinggang. Manifestasi ini
sering didahului gejala-gejala ISK bawah (Sistitis) antara lain sakit
suprapubik, polaksiuria, nokturia, disuria, straguria (Sukandar,2007).
o Terjadi kekauan
o Mual dan Muntah
o Anoreksia
o Nyeri pinggang
o Disuria
o Pyuria
o Leukositosis
o Bakteriuria
o Hematuria mikroskopik
o Tes kultur dan sensivitas >100.000 organisme per ml
B. Manifestasi Chronic Pyelonephritis

Terjadi akibat infeksi yang berulang-ulang, sehingga kedua ginjal perlahan-lahan menjadi
rusak. Tanda dan gejala:

Adanya serangan pielonefritis akut yang berulang-ulang biasanya tidak


mempunyai gejala yang spesifik.
Adanya keletihan.
Sakit kepala, nafsu makan rendah dan BB menurun.
Adanya poliuria, haus yang berlebihan, azotemia, anemia, asidosis, proteinuria,
pyuria dan kepekatan urin menurun.
Kesehatan pasien semakin menurun, pada akhirnya pasien mengalami gagal
ginjal.
Ginjal mengecil dan kemampuan nefron menurun ditunjukan dengan penurunan
GFR.
Tiba-tiba ketika di temukan adanya hipertensi.

Manifestasi lain menurut Baughman,Diane C.2000.:

o Bisanya tidak menunjukkan gejala infeksi kecuali terjadi eksaserbasi akut.


o Keletihan,sakit kepala, dan nafsu makan menurun.
o Poliuria,haus berlebihan,dan penurunan berat badan
o Infeksi menetap dan kekambuhan dapat menyebabkan pembentukan jaringan parut
pada ginjal secara progresif.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan Penunjang menurut (Mark A. Graber, 2006) :

1. Pemeriksaan Laboratorium

Urinalisis
Leukosuria atau piuria : merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria
positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih
Hematuria : hematuria- positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria
disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun
urolitiasis.

Laboratorium pielonefritis akut


a. Leukositosis, BSR meningkat
b. Urin : keruh, piuria, bakteriuria, proteinuria kadang-kadang hematuria.
c. Fungsi ginjal : normal
d. Biakan air kemih ditampung dengan pungsi buli-buli suprapubik : setiap kuman
patogen yang tumbuh pasti infeksi. Pembiakan urin melalui pungsi suprapubik digunakan
sebagai gold standar

Laboratorium pielonefritis kronis


a. Lekositosis dapat mencapai 40.000 per mm3, neutrofilia, laju endapan darah tinggi.
b. Urin : keruh, proteinuria 1-3 gram per hari, penuh dengan pus dan kuman, kadang-
kadang ditemukan eritrosit.
c. Biakan urin selalu ditemukan bakteriuria patogen bermakna dengan CFU per ml > 105.
d. Faal ginjal (LFG) masih normal, berat jenis urin dan uji fungsi tubulus lainnya
terganggu terutama bila disertai septikemia.

2. Pemeriksaan foto radiologi

Pielonefritis akut
Pada pemeriksaan foto polos ginjal, ginjal akan tampak membengkak pada fase akut akibat
dari proses inflamasi jaringan. Foto polos perut mungkin sudah dapat memperlihatkan
beberapa kelainan seperti obliterasi bayangan ginjal karena sembab jaringan,perinephritic
fat dan perkapuran. Pemeriksaan ekskresi urogram sangat penting untuk mengetahui adanya
obstruksi.

Pielonefritis kronis
Pada pielonefritis kronis, jika dilakukan pemeriksaan radiologi ginjal akan tampak mengecil
atau normal. Gambaran urogram (pielogram) akan normal kembali setelah mendapat
pengobatan yang adekuat.

3. Bakteriologis

a. Mikroskopis: satu bakteri lapangan pandang >105 cfu/ mL urin plus piuria

b. Biakan bakteri

c. Tes kimiawi: tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji carik

4. BUN

Pemeriksaan ini dikhususkan untuk memeriksa pielonefritis kronis karena pada pasien ini
GFR mengalami penurunan akibat infeksi. Pada pielonefritis kadar BUN akan meningkat

5. Creatinin
Pemeriksaan ini dikhususkan untuk memeriksa pielonefritis kronis karena pada pasien ini
GFR mengalami penurunan akibat infeksi. Kadar kreatinin meningkat pada pasien dengan
pielonefritis.
Indikasi untuk studi pencitraan adalah sebagai berikut:
a. Demam atau positif hasil kultur darah yang bertahan selama lebih dari 48 jam
b. Memburuknya tiba-tiba kondisi pasien
c. Toksisitas bertahan selama lebih dari 72 jam
d. Complicated UTI
e. Pemeriksaan IVP : Pielogram intravena (IVP) mengidentifikasi perubahan atau
abnormalitas struktur
f. USG dan Radiologi : USG dan rontgen bisa membantu menemukan adanya batu ginjal,
kelainan struktural atau penyebab penyumbatan air kemih lainnya

2.7 Penatalaksana

Acute Pyelonephritis
Pada umumnya pasien pieloefritis akut memerlukan rawat inap untuk menjaga status
hidrasi untuk terapi antibiotika parenteral paling sedikit selama 48 jam. The infection disease
society of America menganjurkan satu dari tiga alternative terapi antibiotika IV sebagai terapi
awal 72 jam sebelum diketahui mikroorganismenya sebagai penyebabnya seperti
flourokuinolon, aminoglikosida dengan atau tanpa ampisilin dan sefalosfrin spectrum luas
(Sukandar,2007).
Pengobatan pielonefritis akut, untuk bayi dengan ISK dan untuk anak dengan ISK
disertai gejala sistemik infeksi, setelah sampel urin diambil untuk dibiakkan, diberi antibiotik
parenteral (tanpa menunggu hasil biakan urin) untuk mencegah terjadinya parut ginjal.
Sebaiknya anak dirawat di rumah sakit terutama bula disertai tanda toksik (Rusdidjas,2002).
Pemberian antibiotik parenteral diteruskan sampai 3-5 hari atau sampai 48 jam
penderita bebas demam, kemudian dilanjutkan dengan pemberian oral selama 10-14
hari,disesuaikan dengan hasil biakan urin dan uji sensitivitasnya. Biakan urin ulang dilakukan
setelah 48 jam tidak makan obat untuk melihat hasil pengobatan, apakah bakteriuria masih
ada. Antibiotik profilaksis diberikan sampai dilakukan VCUG, dan bila ditemukan refluks
antibiotik profilaksis diteruskan (Pardede,2011).
Tabel 3. Dosis antibiotika parenteral (A), oral (B), dan profilaksis (C)Rusdidjas,2002).
Obat Dosis mg/kgBB/hari Frekuensi/(umur)
Parentral
Amphisilin 100 @ 12 jam (bayi < 1 minggu)
@ 6-8 jam (bayi > 1 minggu)
Sefotaksim 150 @ 6 jam
Gentamisin 5 @ 12 jam (bayi < 1 minggu)
@ 8 jam (bayi > 1 minggu)
Seftriakson 75 @ 1 x/hari
Seftazidim 150 @ 6 jam
Sefazolin 50 @ 8 jam
Tobramisin 5 @ 8 jam
Ticarsilin 100 @ 6 jam
A. Oral
Rawat jalan antibiotik oral
Amoksilin 20-40 @ 8 jam
Amphisilin 50-100 @ 6 jam
Augmentin 50 @ 8 jam
Sefaleksim 50 @ 6-8 jam B. Profilaksis
Sefiksim 4 @ 12 jam 1x malam hari
Nitrofurantoin * 6-7 @ 6 jam 1-2 mg/kgBB
Sulfisoksazole * 120-150 @ 6-8 jam 50 mg/kgBB
Trimetoprim * 6-12 @ 6 jam 2 mg/kgBB
Sulfametoksazole 30-60 @ 6-8 jam 10 mg/kgBB
* Tidak direkomendasikan untuk neonatus dan penderita dengan insufisiensi ginjal

Menurut (Mark, 2006), Penatalaksanaan Pielonefritis akut pada laki-laki maupun


perempuan secara umum:

Indikasi Rawat Inap


a. Dilakukan jika pasien seorang anak, bayi, ibu hamil, menderita demam tinggi, dehidrasi,
tampak sakit akut, atau septic serta monitoring status hemodinamik
b. Obati secara empiric dengan sefalosporin generasi ke tiga IV dengan atau tanpa
gentamisin, fluorokuinolon IV, gentamisin dan ampisilin, ampisilin-sulbaktam atau asam
tikarsilin-klavulanat sambil menunggu hasil biayan dan uji kepekaan.
c. Hindari pemberian gentamisin dan fluorokuinolon pada pasien hamil.
d. Obati penyakit ini secara IV selama 48 sampai 72 jm atau terbantung dari respons klinis.
e. Lanjutkan antibiotic per oral dan kemudian selesaikan dengan antibiotic per oral selama 2-
6 minggu lagi
f. Pemberian obat-obatan untuk mengatasi nyeri, demam, dan mual
g. Pastikan hidrasi yang mencukupi dan pemeliharaan keluaran urin yang baik dengan cairan
IV atau per oral.

Jika pasien tidak sakit akut


a. Obati sebagai pasien rawat jalan selama 10 hari 6 minggu dengan TMP/SMX,
fluorokuinolon (yaitu siprofoksasin 500 mg PO 2x/hari), amoksosolin-asam klavulanat, atau
sefalosporin. Pilihan yang baik adalah memberikan 1-2 g seftriakson IV atau IM pada saat
penegakkan diagnosis kemudian pasian dipantau dari hari ke hari.
b. Jika perlu, dapat diberikan seftriakson dosis tambahan pada pemeriksaan lanjut jika pasien
memerlukan lebih dari antibiotic per oral tetapi tidak memerlukan perawatan di RS.

Jika pasien tidak membaik

a. Kolaborasi untuk dilakukan kultur ulang


b. Harus segera dipikirkan adanya batu yang terinfeksi atau obstruksi dan ditangani dengan
efektif untuk menghindari komplikasi
c. Pikirkan IVP atau VCUG setelah pemulihan UTI pada semua anak, pria dan wanita
dengan kekambuhan yang sering atau gejala yang tidak biasa
d. Apabila pasien tidak berespon pada obat antibiotic dan organisme diketahui sensitive
terhadap antibiotic yang diberikan saat ini, maka pikirkan emfisematosa atau pembentukkan
abses. Dapat dipastikan dengan pemeriksaan CT-scan

Chronik Pyelonephritis
Penatalaksanaan pielonefritis kronis (Baughman, Diane C. 2000):
1. Hilangkan bacteri dalam urin
Obat antimikrobal berdasarkan identifikasi kultur
Nitrofurantion atau kombinasi sulfamethosazol dan trimetropin digunakan untuk
menekan pertumbuhan bacteri.
2. Dengan cermat pantau fungsi ginjal
Dengan cermat pantau fungsi ginjal yang berhubungan dengan penurunan fungsi ekskresi
ginjal terhadap preparat antimicrobial.
3. Jika tidak ada kontraindikasi berikan cairan lebih dan atasi penyebab : obstruksi dengan
dilakukan pembedahan
4. Jika tidak respon terhadap antibiotic, lakukan pemeriksaan radiologi
5. Kolaborasi pembedahan
6. Jika sudah mengalami kerusakan ginjal yang parah kolaborasi tindakan dialisis

1.7Komplikasi Acute Pyelonephritis


Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut (J.C.E.
Underwood, 2002):
Nekrosis papila ginjal
Nekrosis papila ginjal sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area medula akan
terganggu dan akan diikuti nekrosis papila guinjal, terutama pada penderita diabetes melitus
atau pada tempat terjadinya obstruksi.
Fionefrosis
Fionefrosis terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat sekali dengan
ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami supurasi, sehingga
ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus.
Abses perinefrik
Abses perinefrik pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke dalam jaringan
perirenal, terjadi abses perinefrik.

Chronik Pyelonephritis
Komplikasi pielonefritis kronis mencakup (Baughman, Diane C. 2000)
1. Penyakit ginjal tahap akhir (akibat penurunan progresif fungsi nefron sekunder akibat
inflamasi dan pembentukan jaringan parut)
2. Hipertensi
3. Pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronis dengan organisme pemisah urea,
mengakibatkan pembentukkan batu)

1.8 Prognosis
Prognosis penyakit ini bergantung pada diagnosis dan penatalaksanaan. Pada
pielonefritis tanpa disertai dengan penyulit dan komplikasi pemberian terapi yang adekuat
dapat memberikan prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan yang disertai
dengan penyulit atau disertai dengan komplikasi (Fulop T et al,2014).
Pielonefritis akut biasanya merespon baik terhadap terapi antibiotik,dengan sebagian
besar pasien menjadi asimtomatik pada waktunya

2.8 Pencegahan
Tujuan pengobatan medis pasien yang memiliki pielonefritis tidak untuk mengobati
infeksi tetapi juga untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko untuk infeksi berulang dan
munculnya jaringan parut ginjal. The American Academy of
Pediatrics (AAP) merekomendasikan anak-anak dari usia 2 tahun yang didiagnosis dengan
ISK pertama harus dilakukan evaluasi untuk bukti kelainan urologi lainnya. Metode evaluasi
yang digunakan berupa pemeriksaan ultrasonografi (USG), AAP merekomendasikan
pemeriksaan ini karena bersifat noninvasive, mudah untuk menentukan anatomi saluran
kemih.
AAP menganggap sunat memiliki manfaat kesehatan pada anak laki-laki yang baru
lahir sebagai pencegahan pada infeksi ISK. Minum banyak air terutama air putih dapat
membantu dalam mengeluarkan bakteri dalam saluran kemih dan teknik membersihkan
kemaluan dari depan ke belakang setelahberkemih mencegah untuk terjadinya ISK. Dan
sebuah studi penelitian olehFerrara et al menyelidiki efek minum jus cranberry sehari-hari
(50 mL) pada anak perempuan berusia 3-14 tahun dengan ISK berulang dapat sebagai
pencegahan gejala ISK berulang pada anak-anak (Fisher,2014)

2.9 Patogenesis

Patogenesis Pada penyakit infeksi saluran kemih, penting untuk mempertimbangkan


baik faktor virulensi bakteri dan faktor tuan rumah. Keseimbangan antara kemampuan bakteri
spesifik untuk menyerang saluran kemih dan kemampuan host untuk menangkis patogen
menentukan apakah host manusia akan mengembangkan gejala infeksi saluran kemih
(Southwick, 2003).

2.10 Gejala klinis

Beberapa pasien dengan infeksi saluran kemih (ISK) asimtomatik, sedangkan yang lain
datang dengan dysuria, sering berkemih (frequency), raguragu berkemih (hesitancy),
hematuria, dan rasa tidak nyaman di abdomen bawah. Nyeri di pinggang, demam, menggigil,
mual, dan malaise menandakan pielonefritis. Gejala klinis infeksi saluran kemih bergantung
umur penderita.

0 1 bulan : Gangguan pertumbuhan, anoreksia, muntah dan diare, kejang, koma,


panas/hipotermia tanpa diketahui sebabnya, ikterus (sepsis)
1 bulan 2 bulan : Panas/hipotermia tanpa diketahui sebabnya, gangguan
pertumbuhan, anoreksia, muntah, diare, kejang, koma, kolik (anak menjerit keras), air
kemih berbau/berubah warna, kadang-kadang disertai nyeri/pinggang.
- 6 tahun : Panas/hipotermia tanpa diketahui sebabnya, tidak dapat menahan kencing,
polakiseria, dysuria, enuresis, air kemih 7 berbau dan berubah warna, diare, muntah,
gangguan pertumbuhan serta anoreksia
6 - 18 tahun : Nyeri perut/pinggang, panas tanpa diketahui sebabnya, tak dapat
menahan kencing, polakisuria, dysuria, enuresis, air kemih berbau dan berubah warna
(Pedoman, 1994).
BAB III
PENYELESAIAN KASUS

3.1 Kasus

Nona WS berusia 26 tahun, yang sebelumnya fit dan baik, dalam 2 hari ini menggigil
tiba-tiba, disertai dengan demam tinggi dan nyeri pada sendi dan otot termasuk nyeri
pinggang, yang membuatnya susah bergerak. Dia juga mengeluh mual, kehilangan nafsu
makan, dan sakit kepala. Hasil pemeriksaan :
Suhu : 38C
Urinalisis : haematuria terang, dan bau yang tidak enak
Kreatinin serum : 136 mol/L (normal 65-115 mol/L)
Urea serum : 8,4 mmol/L (normal 3,0 6,5 mmol/L)
Dokter menyarankan untuk melakukan tes darah lengkap, termasuk U&E,
perhitungan sel darah lengkap, kultur darah, sampel urin untuk urinalisis dan kultur, dan USG
ginjal. Di diagnosis pielonefritis bakteri akut, karena ditemukan dikultur urin tumbuh
Escherichia Coli. Nona WS diresepkan ciprofloxacin, awalnya 400mg dua kali sehari dengan
infuse intravena, dikonversi setelah 48 jam untuk dosis 500mg dua kali sehari secara oral
untuk total perawatan 14 hari.

3.2 Penyelesaian kasus dengan metode SOAP

a. SUBJEKTIF
Nama : Nona. WS
Umur : 26 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Gejala : Menggigil, demam, nyeri pada sendi dan otot, nyeri
pinggaang,
mual, kehilangan nafsu makan dan sakit kepala.

b. OBJEKTIF
Hasil pemeriksaan terhadap data-data klinik pasien
Jenis pemeriksaan Data pasien Data normal keterangan

Suhu tubuh 38C 37C Meningkat


Serum kreatinin 136 mol/L 65-115 mol/L Meningkat
Serum urea 8,4 mmol/L 3,06 6,5 mmol/L Meningkat
Bakteri pada urin + Escherichia Coli - Bakteri (+)

Urinalisis : menunjukkan adanya hematuria, dan bau yang tidak sedap.

c. ASSASMENT
Berdasarkan gejala dan pemeriksaan terhadap data klinik pasien, maka pasien
didiagnosa menderita Infeksi Saluran Kemih bagian atas (Pyelonephritis akut).

d. PLANING
1. Tujuan Terapi

Tujuan Terapi Jangka Pendek :


Menghilangkan bakteri penyebab infeksi saluran kemih
Menghilangkan gejala dengan cepat

Tujuan Terapi Jangka Panjang :


Mencegah terjadinya infeksi ulangan (rekurensi)
Mencegah komplikasi dari penyakit infeksi saluran kemih
Mengurangi morbiditas dan mortalitas.

2. Sasaran Terapi

Menghilangkan bakteri penyebab infeksi


Menghilangkan gejala

3. Strategi Terapi

Terapi Farmakologi :
Ciprofloxacin 400 mg 2x sehari secara infus intravena, lalu setelah 48 jam
berikan ciprofloxacin dosis 500 mg dua kali sehari secara oral selama 14 hari
perawatan. Digunakan untuk menghilangkan bakteri penyebab infeksi.
Paracetamol tab 3 dd 1 tablet @500 mg, diberikan bila nyeri dan demam.
Digunakan untuk menhilangkan nyeri kepala, nyeri sendi dan otot, nyeri
pinggang, serta menurunkan demam.

Terapi Non Farmakologi :


Minum air putih dalam jumlah yang banyak agar urine yang keluar juga
meningkat (merangsang diuresis).
Konsumsi buah-buahan
Olahraga ringan

e. KOMUNIKASI INFORMASI DAN EDUKASI


Buang air kecil sesuai kebutuhan untuk membilas mikroorganisme yang mungkin
naik ke uretra.
Menjaga dengan baik kebersihan sekitar organ intim dan saluran kencing agar
bakteri tidak mudah berkembang biak.
Tidak menahan bila ingin berkemih.
Lakukan monitoring dan evaluasi pada pengobatan untuk melihat apakah tujuan
terapi tercapai.

Anda mungkin juga menyukai