Anda di halaman 1dari 15

TUGAS KELOMPOK

MAKALAH FARMAKOLOGI

Nama Kelompok :

1. Faruroh, A.md. Keb


2. Lilik Fatmawati, A.Md. Keb
3. Dwi Yuaningsih, A.Md. Keb
4. Wilda
5. Dewi Setya, A.Md. Keb
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jamur merupakan salah satu penyebab infeksi terutama dinegara

beriklim tropis. Menyakit kulit akibat jamur merupakan pneyakit yang

sering mucul ditengah masyarakat Indonesia. Banyaknya infeksi jamur

didukung oleh masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan.

Sehingga masalah kebersihan lingkungan dan pola hidup sehat masih

kurang diperhatikan dalam kehidupan sehati – hari. (Hore, 1993).

Jamur yang dapat menyebabkan infeksi antara lain: Candida Albicans

dan Trichophyton Rubrum. Candida Albiacans adalah suatu ragi lonjong,

bertunas dan menghasilkan pseudoniselum baik dalam biakan maupun

dalam jaringan maupun eksudat. Ragi ini adalah anggota floral normal

selaput mulkosa saluran pernafasan , saluran pencernaan dan genetalia

wanita. Pada genetalis wanita candidas Albicans menyebabkan

vulvaginitis yang meyerupai sariawan tetapi meninbulkan iritasi, gatal

hebat, pengeluaran sekeret. Hilangnya PH asam merupakan predisposisi

timbulnya vuvaginitis candida. Dalam keadaan normal PH asam

dipertahankan oleh bakteri vagina.(Jawetz et al, 1986).

Pemberian obat anti jamur dilakukan untuk mengatasi infeksi candida

albiocans, akan tetapi penggunaan dalam jangka waktu yang lama dapat

menyebabkan resistensi (Ravankan, 1998). Ketoconazole merupakan salah

satu obat yang sering digunakan dalam pengobatan candidiasis dengan


mekanisme kerja menghambat sintesis egosterol (Katzing, 2004).

Ketaconazol dibuat dalam bentul sediaan oral karena termasuk golongan

obat yang absosrsinya cukup baik. Pemakaian obat ketocenazol tidak

dianjurkan kepada penderita gangguan hepar karena bersifat toksik (Rex &

Arikan, 2003).

B. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa itu obat anti jamur

2. Untuk mengetahui macam – macam infeksi jamur sistemik

berdasarkan penyebabnya

3. Untuk mengetahui macam – macam golongan antijamur untuk

infeksi sistemik

4. Untuk mengetahui apa saja yang termasuk dalam golongan

antijamur

5. Untuk infeksi dermatofit dan mukokutan (topical)

6. Untuk mengetahui penelian preparat infeksi

C. Manfaat

Setelah menulis penulisan ini mahasiswa mampu untuk memberikan

obat yang berhubungan dengan praktek kebidanan sesuai dnegan standard an

kewenangannya yaitu tentang konsep farmakologi yang meliputi:

farmokodinamika, farmokokinetik dan kefarmasian, obat – obatan yang lazim

digunakan dalam palayanan kebidanan..


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Obat antijamur adalah sekelompok obat yang bermanfaat untuk

mengatasi infeksi jamur. Obat antijamur juga disebut obat mikotok, dipakai

untuk mengobati 2 jenis infeksi jamur: infeksi jamur superficial pada kulit

atas selaput lender dan infeksi jamur sistemik pada paru – paru atau system

saraf pusat.

B. Antijamur untuk Infeksi Sistematik

1. Amfoterisin B

Amfoterisin B menyerang sel yang sedang tumbuh dan sel

matang. Aktintas antijamur nyata pada PH 6.0 – 7.5, berkurang pada OH

yang lebih rendah. Antibiotik ini bersifat fungistatik atau Fungisidal

tergantung pada dosis dan sesitivitas jamur yang dipengaruhi.

Amfoterisin B berikan kuat dnagan ergosterol yang terdapat pada

membrane sel jamur ikatan ini akan menyebabkan membrane sel bocor

sehingga terjadi kehilangan beberapa bahan intrasel dan mengakibatkan

kerusakan yang tetap pada sel.

2. Flusitosin

Flusitosin merupakan antijamur sistetik yang bersal dari fluorinasi

perimidin dan mempunyai persamaa struktur dengan flurourasil dan


floksuridin. Obat ini berbentuk Kristal putih tidak berbau, sedikit larut

dalam air tapi mudah larut dalam alcohol.

Mekanisme kerja flusitosin masuk dalam sel jamur dengan bantuan

sitosin deaminase dan dalam sitoplasma akan bergabung dangan RNA

setelah mengalami deaminase menjadi S-Fluoriourasil dan fosforilasi.

Sintais protein sel amur terganggu akibat penghambatan langsung

sintesis DUA oleh metabolic fluorourasul.

3. Imidazol dan Triazol

a. Ketokonazol

Ketokonazol merupakan turunan imidazole sintetik dengan struktur

mirip mikronazol dan klotrimazol. Obat ini bersifat irofilik dan larut

dalam air pada PH asam ketokonazol aktif sebagai antijamur baik

sestemik maupun nonsistemik efektif terhadap candida, coccidioides

immitis, Cryptococcus neofamans, H. capsulatum, B. dermatitis,

Appergillus dan sporothny spn.

b. Ibrakonazol

Antijamur sistematik turunan ini erat hubungan dengan ketokonazol.

Obat ini dapat diberikan peroral dan IV. Aktivitas antijamurnya lebih

lebar sedangkan efek samping yang ditimbulkan lebih kecil

dibandingkan dengan ketokonazol. Itrakonazol diserap telah

sempurna melalui saluran cerna bila diberikan bersama makanan.

Itakonazol memberikan hasil memuaskan untuk indikasi yang sama

dengan ketokonazol antara lain terhadap blastomikons,


histoplasmons, koksidiodomikanis, sariawan pada mulut dan

ternggorokan. Itrakonazol suspense diberikan dalam keadaan

lambung kosong dengan dosis dua kali 100mg sehari dan sebaiknya

dikumur dahulu sebelum ditelan untuk mengoptimalkan efek

tropikalnya. Lama pengobatan biasnaya 2-4 minggu. Itrakonazol IV

deberikan untuk infeksi berat melalui infus dengan dosis muat dua

kali 200mg sehari, diikuti satu kali 200mg sehari selama 12 hari dan

Infus diberikan dalam waktu satu jam.

c. Flukonazol

Obat ini diserap sempurna melalui saluran cerna tanpa

dipengaruhi adanya makanan ataupun keasaman lambung. Gangguan

saluran cerna merupakan efek samping yang paling banyak

ditemukan. Pada pasien AIDS ditemukan urkaria, eosinofilra,

sindrom Sterens – hohnson,gangguan fungsi hati yang tersembunyi

dan trombositopenia. Flukonazol berguna untuk mencegah relaps

mingitis yang disebabkan oleh Cyptococcus pada panen AIDS

setelah pengobatan dnegan amfoterisin B. Juga efetif untuk

pengobatan candidiasis mulut dan tenggorokan pasien AIDS.

d. Kotikonazol

Obat ini adalah antijamur baru golongan riazol yang

diindikasikan untuk aspergiiosis sistemik dan infeksi jamur berat

yang disebabkan oleh Scedosporium apiosperinum dan Fusanum sp.

Obat ini juga menpunyai efektifitas yang baik terhadap candidiasis,


cryptococus Sp dan Dermatophyte Sp, termasuk untuk infeksi

candida yang resisten terhadap Flukonazol. Farmakokineble obat ini

tidak linier akibat terjadi satirasi metabolism pengobatan yang

dimulai denagn pemberian I.V ini secepatnya harus dialihkan

kepemberian oral. Dosis muat oral untuk pasien dengan berat badan

lebih dari 40kg ialah 400mg dan untuk pasien yang beratnya kurang

dari 40kg diberikan 200mg. dosis muat oral juga diberikan hanya

dua kali dengan interval 12 jam. Pengobatan lalu dilanjutkan dnegan

pemberian oral 100mg tiap 12 jam bagi pasien dengan berat badan

lebih dari 40kg. untuk pasien dnegan berat badan kurang 40kg

diberikan dosis pemeliharaan 2 kali 100mg sehari.

4. Kaspofungin

Kaspofungin adalah antijamur sistemik dari suatu klas baru yang

disebut ekinokandin. Obat ini bekerja dengan menghambat sintesis beta

(1,3)-Dglukan, suatu esensial yang membentuk dinding sel jamur.

Kaspofungin diindikasikan untuk infeksi jamur sebagai berikut:

1) Kandidiasis invasive

2) Kandidias esophagus

3) Kandidiasis orofaring

4) Aspergilosis inavasif yang sudah refrakter terhadap antijamur

lainnya.

Pengobatan umumnya diberikan selama 14 hari, keamanan obat ini

belum diketahui pada wanita hamil dan anak kurang dari 18 Tahun
5. Terbinafin

Obat ini digunakan untuk terapi dermatofistosis. Terbinafine

diserap baik melalui saluran cerna, tetapi bioavailabilitasnya menurun

hingga 40% karena mengalami metabolism lintas pertama dihati. Obat ini

terikat dengan protein plasma leboh dari 99% dan terakumulasi dikulit,

kuku dan jaringan lemak. Terbinafin dimetabolisme dihati menjadi

metabolit yang tidak aktif dan diekskresikan di urin terbinafine ridak

diindifikasikan untuk panen azotemia atau gagal hati karena dapat terjadi

peningkatan kadar terbinafine yang sulit di perkirakan.

C. Pengobatan Infeksi Jamur Sistemik

Infeksi oleh jamur pathogen yang terinhlasi dapat embuh spontan.

Histoplasmosis, kokridiodomikosis blastomokonis da kriptokokosis pada paru

yang sehat tidak membutuhkan pengobatan kemoterapi baru dibutuhkan bila

ditemukan pneumonia yang berat, infeksi cenderung menjadi kronis, atau bila

disangkakan terjadi penyebaran atau adanya resiko penyakit akan menjadi

parah.

ASPERGILOSIS invasi aspergilosis paru sering terjadi pada pasien

penyakit imunosupresi yang berat dan tidak memberi respons yang

memuaskan terhadap pengobatan antijamur. Obat pilihan adalah amfoterisin

BIV dengan dosisi 0,5-1,0mg/kg BB setiap hari dalam infus lambat. Untuk

infeksi berat, dosis dapat ditingkatkan smapai dua kali.

BLASTOMIKOSIS, obat terpilih untuk kasus ini adalah ketokonazol

peroral 400mg sehari selama 6-12 bulan. Itrakonzol juga efektif dengan dosis
200 – 400 mg seklai sehari pada beberapa kasus amfotensin B dicadangkan

untuk pasien yang tidak dapat menerima kebokonazol, infeksinya sangat

progesif atau infeksi menyerang ssp, dosis yang dianjurkan 0.4mg/kgBB/hari

selama 10 minggu. Kadangkala dibutuhkan tindakan operatif untuk mngetaur

nanah dari ekitar lesi.

KANDIDIASIS. Bila invasi tidak mengenai parenkin ginjal

pengobatan cukup dengan amfotenisin B 50mg/ml dalam air steril selama 5-7

hari. Bila ada kelainan parenkim ginjal pasien harus diobati dengan

amfoterisin BIV seperti mengobati kandidiasid berat pada oegan lain.

KOKSIDIOIDOMIKOSIS. Bila terdapat penyebaran ekstrapulmonar,

amfoterisin BIV bermanfaat untuk penyakit berat ini, juga pada pasien

dengan penyakit imunosuprasi dan AIDS. Ketokonazol diberikan untuk terapi

supresi jangka panjang terhadao lesi kulit, tulang dan jaringan lunak pada

panen dengan fungsi imunologik normal. Hasil serupa juga dapat dicapai

dengan pemberian itrakonazol 200-400mg sehari sekali.

KRIPTOKOKOSIS. Obat terpilih adalah amfoterisin BIV dengan

dosis 0.4 – 0.5mg/KgBB/hari pengobatan dilanjutkan sampai hasil

pemeriksaan kultur negatif. Penambahan flusitosin dapat mengurangi

pemekaian amfoterisin B menjadi 0,3mg/KgBB/hari.

HISTOPLASMOSIS. Pasien dengan histoplasmosis paru yang kronis

sebagian besar dapat diobati dengan ketokronazol 400mg perhari selama 6-12

bulan. Itrakonazol 200-400mg sekali sehari juga cukup efektif. Amfoterisin

BIV juga dapat diberikan selama 10mg.


MUKORMIKOSIS. Amfoterisin B merupakan obat pilihan untuk

mukormosis paru kronis mukormikosis kraniofasial juga diberikan

amfotirisin BIV disamping melakukan debridement dan control diabetes

mellitus yang menyertai.

PARAKOKSIDIOIDOMIKOSIS. Ketokonazol 400mg perhari

merupakan obat pilihan gang diberikan selama 6-12 bulan. Pada keadaan

berat dapat ditambahkan amfoerisin B.

D. Anti Jamur untuk infeksi dermatofit dan Mukokutan

1. Griseufulvin

Obat ini dimetabolisme dihati dan metabolism utamanya adalah

metilgriseufuluin. Waktu paruh obat ini kira – kira 24 jam, 50% sari

dosis oral yang diberikan di keluarkan bersama urin dalam bentuk

metabolite lama 5hr.

2. Imidozal Dar Triazol

Antijamur golongan imidazole mempunyai spektrun yang luas

karena sifat dan penggunaannya praktis

a. Mikonazol merupakan turunan imidazole sintetik yang relative stabil

mempunyai spectrum antijamur yang lebar terhadap jamur

dermatofit. Mekanisme kerja obat ini belum diketahui sepenuhnya.

Mikonazol masuk ke dalam sel jamur dan menyebabkan kerusakan

dinding sel sehingga permeabilitas terhadap berbagai zat intrasel

meningkat.
b. Klotrimazol berbentuk bubuk tidak berwarna yang prkatis tidak larut

dalam air. Klotimazol mempunyai efek antijamur dan antibakteri

dengan mekanisme kerja mirip mikonazol dan secara topical

digunakan untuk pengobatan linea pedis.

3. Tolnaftat dan Tolsiklat

Tolnaftat adalah suatu tiokarbamat yang efektif untuk pengobatan

sebagian besar dermatofitosis tapi tidak efektif terhadap candida.

Tolsiklat merupakan antijamur topical yang diturunkan dan tiokarbamat

namun karena spektrumnya yang sempit antijamur ini tidak banyak

digunakan lagi.

4. Nystatin merupakan suatu antibiotic polien yang dihasilkan oleh

Streptomyces noursei, obat yang berupa bubuk warna kuning kemerahan

ini bersifat higraskopis, berbau khas sukar larut dalam kloroform dan

eter.

5. Anti Jamur Topikal lainnya

a. Asam Benzoat dan Asam Salisilat

Asam benzolat memberikan efek fungistatik sedangkan asam

salisit memberikan efek keratolitik, karena asam benzolat hanya

bersifat fungistatik maka penyembuhan baru tercapau setelah lapisan

tanduk yang menderita infeksi terkelupas seluruhnya.


b. Asam undesilenat

Asam undesilemat erupakan cairan kuning denga bau khas

yang tajam. Obat ini dapat menghambat pertumbuhan jamur apda

tinea pedis, tetapi efektivitas tidak sebaik mikonazol.

c. Holoprogin

Holoprogin merupakan suatu antijamur sintetik, berbentuk

Kristal putih kekuningan sukar larut dalam air tetpai larut dalam

alcohol. Selama pemakaian obat ini dpaat timbul iritasi local, rasa

terbakar, vesikel, meluasnya maserasi dan sensitisasi.

d. Siklopiroks Olamin

Obat ini merupakan antijamur topical bersoektrum luas.

Penggunaan kliniknya ialah untk dermatofitosis, kandidiasis dan

tinea versicolor.

e. Terbinafin

Terbinain merupakan suatu deivat alilamin sintetik dengan

striktir mirip naftitin. Obat ini digunakan untuk terapi dermatofitosis

terutama onikomikosis dan juga digunakan secara topical untuk

dermatofitosis.
BAB III

KESIMPULAN

1. Perkembangan obat antijamur tidak begitu maju, karena jamur mempunyai

jenis sel yang mirip dengan sel mamalia dimana sama – sama masuk dalam

kelompok eukariota, sehingga harus dicari antijamur yang dapat merusak

jamur tetapi tidak merusak sel mamalia dan sulit mencari antijamur yang

tidak merusak sel mamalia.

2. Sasaran pengobatan antijamur adalah menghambat sintesis ergosterol, sintesis

dinding sel, mengganggu membrane sel, menghambat sintesis asam nukleat,

sintsis protein, mempengaruhi pembelahan sel jamur dan menggaggu

metabolism sel jamur

3. Metode pemeriksaan jui sensitifitas antojamur terdiri dari beberpa antara lain:

NCCLS macrobath, NCCLS microbroth, Colometri, E-test, Agar dilution,

disk diffusion.

4. Antijamur sistematik antara lain: amfoterisin B, Flusitosin, golongan Azole,

Griseofulvin, terbinafine.

5. Antijamur sistemarik digunakan untuk mengobati infeksi jamur yang

berlangsung sistematik.

6. Antijamur topical antara lain: golongan azole, nystatin, tolnaftat dan noftitin,

asam undesilenat, haloprogin, siklopirolos olamine, whitfield ointrent.

7. Antijamur topical digunakan pada infeksi jamur yang menyerang stratum

korreum, mukosa squamose atau kornea, misalnya pada tinea korporism tinea
manum, tinea pedis, tinea kronis, tinea nigra, tinea versicolor, piedra, thrush

dan keratitis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Anaissie, Mcginnis, Pfaller. Clinical Mycology. Churchill :ivingstone. 2003

2. Brooks, Bucel, Ornston. Medical Microbiology. Appleton & Large.

3. Kwon, Chung & Bennet. Medical Mycology/ Lea & Febiger.1992

4. www.Alodokter.com

5. Hamidah, N dan Ervianti, E (2008). Cembination Antifungal

6. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (2022). Cek Produk Ketoconzole

Anda mungkin juga menyukai