2
Infeksi superfisial umumnya diterapi dengan preparat lokal (dermatologi),
kadang dengan obat sistemik.
Infeksi sistemik lebih sulit diobati, memerlukan terapi jangka panjang dan obat
yang tersedia sering menyebabkan efek samping yang berat.
3
OBAT-OBAT YANG
DIGUNAKAN UNTUK
INFEKSI JAMUR
SUPERFISIAL
Griseofulvin
5
Griseofulvin
6
Azol
▸ Azol adalah kelompok obat sintesis dengan aktivitas spektrum yang luas.
▸ Obat yang masuk kelompok ini antara lain ketokonazol, ekonazol, kloritmazol,
tiokonazol, mikonazol, flukonazol, itrakonazol.
▸ Pada jamur yang tumbuh aktif, azol menghambat 14-α-demetilase, enzim yang
bertanggung jawab untuk sintesis ergosterol, yang merupakan sterol utama
membran sel jamur. Pada konsentrasi tinggi, azol menyebabkan K + dan
komponen lain bocor keluar dari sel jamur.
7
Ketokonazol
▸ Obat ini mempunyai aktivitas antijamur terhadap Candida, Coccidioides immitis,
Cryptococcus neoformans, H. capsulatum, B. dermatitidis, Sporothrix spp, dan
Paracoccidioides brasiliensis.
▸ Ketokonazol bisa diberikan per oral atau topikal. Pada pemberian oral, obat ini
diserap baik pada saluran cerna (75%), dan absorpsi meningkat pada pH asam.
▸ Dalam plasma, 84% ketokonazol berikatan dengan protein plasma terutama
albumin, 15% berikatan dengan sel darah dan 1% dalam bentuk bebas.
▸ Ketokonazol dimetabolisme secara ekstensif oleh hati.
▸ Sebagian besar ketokonazol diekskresi bersama cairan empedu ke lumen usus
dan hanya sebagian kecil yang keluar bersama urine.
8
Ketokonazol
▸ Efek samping yang sering pada pemberian oral adalah mual dan muntah. Bahaya
utama ketokonazol adalah toksisitas hati. Obat ini harus dihindari pada wanita
hamil. Pada pemberian topikal, efek sampingnya bisa berupa iritasi, pruritus, dan
rasa terbakar.
▸ Diindikasikan pada Paracoccidioides brasiliensis, thrush (kandidiasis faringeal),
kandidiasis mukokutan, dan dermatofit (termasuk yang resisten terhadap
griseofulvin). Ketokonazol mungkin jangan dikombinasi dengan amfoterisin B
karena ketokonazol mengganggu sintesis ergosterol.
▸ Ketokonazol tersedia dalam bentuk tablet 200 mg, gel/krim 2%, dan scalp
solution 20 mg/ml.
9
Mikonazol
10
Klotrimazol, ekonazol, dan tiokonazol
11
Itrakonazol
12
Flukonazol
▸ Spektrum aktivitas antijamurnya sama dengan ketokonazol.
▸ Flukonazol dapat diberikan per oral atau iv.
▸ Flukonazol larut air dan cepat diabsorpsi sesudah pemberian oral, dengan 90%
bioavailabilitas, 12% terikat pada protein.
▸ Obat ini mencapai konsentrasi tinggi dalam LCS, paru dan humor aquosus, dan
menjadi obat pilihan pertama untuk meningitis karena jamur. Konsentrasi
fungisidanya juga meningkat dalam vagina, saliva, kulit dan kuku.
▸ Obat ini diindikasikan untuk infeksi sistemik dan kandidiasis mukokutan.
▸ Flukonazol tersedia dalam bentuk kapsul 50 dan 150 mg dan infus 2 mg/ml.
13
Nistatin
▸ Nistatin adalah antibiotik makrolida polyene dari Streptomyces noursei.
Struktur nistatin mirip dengan struktur amfoterisin B.
▸ Nistatin tidak diserap dari membran mukosa atau dari kulit. Obat ini terlalu
toksik untuk pemberian parenteral. Bila diberikan per oral, absorpsinya sedikit
sekali dan kemudian diekskresi melalui feses.
▸ Spektrum antijamurnya sebenarnya juga mencakup jamur-jamur sistemik,
namun karena toksisitasnya, nistatin hanya digunakan untuk terapi infeksi
Candida pada kulit, membran mukosa dan saluran cerna.
▸ Nistatin efektif untuk kandidiasis oral, kandidiasis vaginal dan esofagitis
karena Candida.
▸ Nistatin terdapat dalam sediaan obat tetes/suspensi, tablet oral, tablet vagina,
dan suppositoria .
14
Terbinafin
▸ Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat squalen epoksidase, enzim
yang diperlukan untuk mengkonversi squalen menjadi squalen epoksid.
▸ Terbinafin diberikan per oral, dan diabsorpsi baik dari saluran cerna, dengan
kadar puncak dalam plasma tercapai dalam 2 jam.
▸ Terbinafin sangat aktif terhadap dermatofit, dengan aktivitas lebih baik
daripada itrakonazol.
▸ Obat ini diindikasikan pada jamur dan kuku.
▸ Tersedia dalam bentuk krim 1% dan tablet 250mg.
15
Beberapa sediaan topikal lain
16
OBAT-OBAT YANG
DIGUNAKAN
UNTUK INFEKSI JAMUR
SISTEMIK
Amfoterisin B
▸ Amfoterisin B termasuk ke dalam golongan polyene (strukturnya mirip dengan
nistatin).
▸ Amfoterisin mempunyai spektrum aktivitas terhadap Aspergillus, B. dermatitidis,
Candida, C. neoformans, C. immitis. H. capsulatum, Mucor, P. brasiliensis.
▸ Amfoterisin tidak larut dalam air, dan tidak diabsorpsi dari saluran cerna.
▸ Amfoterisin diberikan secara iv lambat pada infeksi sistemik, intrateka untuk
meningitis, iritasi vesika urinaria untuk sistitis. Amfoterisin juga dapat diberikan
secara topikal.
▸ Farmakokinetik obat ini kompleks, >90% terikat pada protein plasma, serta
beberapa fase distribusi dan eliminasi dengan waktu paruh 24-48 jam, dan waktu
paruh terminalnya 15 hari.
18
Amfoterisin B
19
Flusitosin (5-fluorositosin)
20
Thanks!
Any questions?
21