Anda di halaman 1dari 32

FARMAKOLOGI

‘ Obat Anti Jamur’

Siti Sholikha, S.Keb., Bd.


A. Pengertian Obat Anti Jamur
Obat-obat anti jamur juga disebut dengan obat-
obat antimikotik, dipakai untuk mengobati dua jenis
infeksi jamur : infeksi jamur superfisial pada kulit
atau selaput lendir dan infeksi jamur sistemik pada
paru-paru atau system saraf pusat.
B. Obat Anti Jamur Menurut Indikasi Klinis Obat

Obat Anti Jamur menurut Indikasi Klinis Obat

Menurut indikasi klinis obat-obat anti jamur dapat dibagi atas dua
golongan, yaitu :

Antijamur untuk infeksi sistemik


Termasuk : amfoterisin B, flusitosin, imidazole (ketonazol, flikonazol,
mikonazol) dan hidroksistilbamidin.
Anti jamur untuk infeksi dermatofit dan mukokutan

Termasuk: griseofulvin, golongan imidazole, nistatin, tolnaftat, dan anti


jamur topical lainnya.
C. Anti Jamur Untuk Infeksi Sistemik
1. Amfoterisin B

Amfoterisin A dan B merupakan hasil fermentasi Streptomyces nodosus . Sembilan puluh

delapan persen campuran ini terdiri dari amfoterisin B yang mempunyai aktivitas antijamur.

Cara Kerja :

Obat ini bekerja dengan berikatan dengan membrane sel jamur atau ragi yang sensitive.

Integrasi dengan sterol-sterol membrane sel jamur atau ragi yang sensitive. Integrasi dengan

sterol-sterol membrane sel membentuk pori-pori sehingga membrane sel jamur lebih

permiabel terhadap molekul-molekul yang kecil.

Indikasi

Infeksi jamur berat yang mengancam nyawa termasuk : histoplasmosis, coccidiodomycosis,

paracoccidiomycosis, blastomycosis, aspergilosis, cryptococcosis, mucormycosis,

spotricchosis dan candidosis


Kontraindikasi
Gangguan fungsi ginjal, kehamilan dan meyusui.

Dosis
Infeksi jamur sistemik melalui injeksi intravena. Dosis awal 1 mg selama
20-30 menit dilanjutkan dengan 250 mikrogram/kg perhari, dinaikkan
perlahan sampai 1 mg/kg perhari, pada infeksi berat dapat dinaikkan
sampai 1,5 mg/kg perhari.

Efek samping
Demam, sakit kepala, muaal, turun berat badan, muntah, lemas, diare,
nyeri otot dan sendi, kembung, nyeri ulu hati, gangguan ginjal, kelainan
darah, gangguan irama jantung, gangguan saraf tepi, gangguan fungsi
hati, nyeri dan memar pada tempat suntikan.
2. Flusitosin

Flusitosin (5-fluorositosin; 5FC) merupakan antijamur sintetik yang


berasal dari fluorinasi pirimidin, dan mempunyai persamaan struktur
dengan fluorourasil dan floksuridin. Obat ini berbentuk kristal putih
tidak berbau, sedikit larut dalam air tapi mudah larut dalam alkohol.

Cara Kerja :

Flusitosin masuk ke dalam sel jamur dengan bantuan sitosin deaminase


dan dalam sitoplasma akan bergabung dengan RNA setelah mengalami
deaminasi menjadi 5-fluorourasil dan fosforilasi. Sintesis protein sel
jamur terganggu akibat penghambatan Iangsung sintesis DNA oleh
metabolit fluorourasil. Keadaan ini tidak terjadi pada sel mamalia karena
dalam tubuh mamalia flusitosin tidak diubah menjadi fluorourasil.
Indikasi :

Obat ini efektif untuk pengobatan kriptokokosis, kandidiasis, kromomikosis,


torulopsis dan aspergilosis. Cryptococcus dan Candida dapat menjadi resisten
selama pengobatan dengan flusitosin.

Dosis :

Pemberian flusitonin dengan dosis 150% mg/kg BB/ hari per oral diabsorbsi dengan

baik dan didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh termasuk cairan serebrospinal-

dengan kadar obat yang dapat mencapai 60-80% kadar serum, yang dapat

mendekati kadar 50 mcg/ml. sekitar 20% flusitosin terikat dengan protein.

Penggunaan kombinasi flusitosin dengan amfotiresin B, khususnya pada meningitis

kriptokokal dan kandidiasis sistemik, dan dapat menurunkan dosis amfotiresin B

yang diperlukan.
Efek samping dan cara mengatasi:

Bila terdapat kelemahan ginjal, flusitosin dapat diakumulasi dalam serum

sampai mencapai kadar toksik, tetapi bila terdapat kelemahan hati tidak

memberikan efek tersebut. Flusitosin dapat dikeluarkan dengan hemodialysis.

Flusitosin ternyata relative tidak toksik untuk sel-sel mamalia (mungkin

karena mereka tidak mempunyai suatu permease spesifik). Walaupun

demikian, kadar serum yang tinggi dalam jangka lama dapat menimbulkan

depresi sumsum tulang, rambut rontok, dan gangguan fungsi hepar.

Pemberian urasil dapat mengurangi toksisitas pada jaringan hemopoetik yang

bermanifestasi dengan depresi sumsum tulang, tetapi tampaknya tidak

memberikan efek pada aktivitas anti jamur flusitosin


3. Imidazol

Yang termasuk dalam golongan imidazole adalah mikonazol, klotrimazol,


ketokonazol, flukonazol, itrakonazol, triazol, ekonazol, isokonazol,
tiokonazol, dan bifonazol. Sifat dan penggunaan golongan imidazole ini
praktis tidak berbeda.

Mekanisme kerja :

Mekanisme kerja obat ini belum semuanya diketahui. Obat bekerja


dengan jalan memblok biosintesis lipid yang dibutuhkan jamur, khususnya
ergosterol dalam membrane sel jamur, dan mungkin juga dengan
mekanisme tambahan lain (mengganggu sintesis asam nukleat atau
penimbunan peroksida dalam seel jamur yang menimbulkan kerusakan).
a. Ketonazol
Ketonazol termasuk golongan imidazole, yaitu suatu antijamur sintetik
dengan rumus bangun mirip dengan mikonazol dan klotrimazol.

Cara kerja
Ketokanazol masuk ke dalam sel jamur dan menimbulkan kerusakan
pada dinding sel. Mungkin juga terjadi gangguan sintetis asam nukleat
atau penimbunan peroksida dalam sel yang merusak sel jamur.
Dosis
Ketokonazol merupakan antijamur pertama yang dapat diberikan per
oral. Ketokonazol diabsorbsi dengan baik melalui oral yang
menghasilkan kadar yang cukup untuk menekan pertumbuhan berbagai
jamur. Dengan dosis oral 200 mg, diperoleh kadar puncak 2-3 mcg/ml
yang bertahan selama 6 jam atau lebih.
Penggunaan Klinis dan Kontraindikasi :

Ketokonazol terutama efektif terhadap histoplasmosis paru,


tulang, sendi, dan jaringan lemak. Tidak dianjurkan untuk
meningitis kriptokokus karena penetrasinya kurang baik.

Obat ini efektif untuk kriptokokus nonmeningeal,


dermatomikosis, dan kandidosis (mukotan, vaginal, dan rongga
mulut)
Ketokonazol dikontraindikasikan pada penderita yang
hipersensitif, ibu hamil dan menyusui serta penyakit hepar akut.
Efek samping :
Umumnya ditoleransi dengan baik. Efek samping yang paling sering
ditemukan ialah mual, ginekomastia, “rush”, pruritus, hepatitis
kolestatik, blockade sintesis kortisol dan tetosteron (reversible)
Efek samping ini lebih ringan bila diberikan bersama makanan. Kadang-
kadang dapat timbul muntah, sakit kepala, vertigo, nyeri epigastrik,
fotopobia, parastesia, gusi berdarah, erupsi kulit, dan trombositopenia.
Ketokamazol dapat meningkatkan aktivitas enzim hati untuk
sementara, dan dapat pula menimbulkan kerusakan hati, menghambat
sintesis steroid suprarenalis dan dapat menimbulkan ginekomastia.
Sebaiknya tidak digunakan pada wanita hamil karena terbukti pada tikus
dapat menimbulkan cacat pada jari-jari tikus.
b. Flukonazol
Flukonazol merupakan derivate triazol, antijamur yang poten, yang bekerja
spesifik menghambat pembentukan sterol pada membrane sel jamur. Flukonazol
bekerja dengan spesifitas yang tinggi pada enzim-enzim “cytochrome P-450
dependent”

Indikasi klinis
Flukonazol diindikasikan untuk:

Meningitis kriptokokus
Kandidiasis sistemik (termasuk kandidemia dan kandidiasis diseminata), dan
bentuk-bentuk lain kandidiasis, termasuk infeksi jamur dipertonium,
endocardium, dan infeksi jamur di saluran napas dan saluran cerna,
Kandidiasis orofaringeal
Kandidiasis esophageal

Kandidiasis vaginal
Kontraindikasi
Akan terjadi kontraindikasi bila diberikan pada penderita yang sensitive terhadap
derivate triazol. Penggunaan pada wanita hamil serta menyusui, dan anak
dibawah 16 tahun tidak dianjurkan karena belum ada kepastian data bahwa obat
ini aman untuk mereka
Dosis dan cara pemberian
Dosis harian harus disesuaikan dengan organisme penyebab dan respons
penderita , yaitu
Meningitis kriptokokus hari pertama 400 mg, dilanjutkan dengan 1x200-400 mg
per hari. lama pengobatan biasanya sampai 6-8 minggu
Kandidemia atau kandidiasis lain : 400 mg hari pertama dilanjutkan 200mg tiap
hari. dosis dapat ditingkatkan menjadi 400 mg per hari bergantung pada
respons. Lama pengobatan juga bergantung pada respons. Kandidiasis
orofaringela 1x50 mg selama 7-14 hari.
4. Hidroksistilbamidin

Hidroksistilbamidin isetionat adalah suatu diamin aromatik


yang secara in vitro dan in vivo aktif tehadap Blastomyces
dermatidis. Obat ini mungkin bersifat sangat toksik
terhadap hepar dan ginjal. Obat ini tidak digunakan lagi dan
telah digantikan oleh amfiterisin B.
D. Antijamur untuk Infeksi Dermatofit dan Mukokutan

Sumber dan kimia

Griseofulvin diisolasi dari Penicillium griseofulvum pada tahun 1939, dan diperkenalkan penggunaan

kliniknya pada tahun 1957. Griseofulvin sangat sukar larut dalam air dan stabil pada temperatur

yang tinggi termasuk pemanasan dengan autoklaf.

Aktivitas antijamur

Griseofulvin akan menghambat pertumbuhan jamur dermatofit, termasuk epidermofiton,

mikrosporum, dan trikofiton dalam kadar 0,5-3 g/ml. Terhadap sel muda yang sedang berkembang,

griseofulvin bersdifat fungisid dan fungistatik. Diantara dermatofit-dermatofit yang sensitif dapat

terjadi resitensi. Efek penghambatan pertumbuhan jamur ini dapat dihalangi oleh purin.

Mekanisme kerjanya belum sepenuhnya diketahui, dan efek fungistatiknya mungkin disebabkan

oleh griseofulvin yang mengganggu fungsi mikrotubulus atau sintesis asam nukleat dan polimerasi.
Farmakokinetik
Absorbsi griseofulvin sangat bergantung pada keadaan fisik obat ini dan
absorbsinya dibantu oleh makanan yang banyak mengandung lemak.
Senyawa dalam bentuk partikel yang lebih kecil (microsized) diabsorbsi
2 kali lebih baik daripada partikel yang lebih besar. Griseofulvin
berukuran mikro dengan dosis 1 gram/hari akan menghasilkan kadar
dalam darah 0,5-1,5 mcg/ml. griseofulvin berukuran ultramikro
diabsorbsi 2 kali lebih baik dari senyawa berukuran mikro.
Metabolisme terjadi di hati. Metabolit utamanya adalah 6-
metilgriseofulvin. Waktu paruhnya kira-kira 24 jam. Jumlah yang
diekskresikan melalui urin adalah 50% dari dosis oral yang diberikan
dalam bentuk metabolit dan berlangsung selama 5 hari. Kulit yang sakit
mempunyai afinitas lebih besar terhadap obat ini., ditimbun dalam sel
pembentuk keratin, terikat kuat dengan keratin dan akan muncul
bersama sel yang baru berdiferensiasi sehingga sel baru ini akan resisten
terhadap serangan jamur. Keratin yang mengandung jamur akan
terkelupas dan digantikan oleh sel baru yang normal. Griseofulvin ini
dapat ditemukan dalam sel tanduk 4-8 jam setelah pemberian per oral.
Penggunaan klinis

Griseofulvin diindikasikan untuk dermatofitosis berat pada kulit, kuku, dan rambut,
khususnya yang disebabkan oleh Trichophyton rubrum, yang memberikan respons lemah
terhadap antijamur lain. Obat ini dapat diberikan bersama antijamur topikal lain.
Pemberian secara topikal tidak banyak memberikan efek. Senyawa griseofulvin dalam bentuk
ukuran mikro diberikan per oral 0,5-1 gram per hari, dalam dosis terbagi(dosis anak 15 mg/kg
BB).

Efek samping

Reaksi alergi: dapat berupa demam, ruam kulit, leukopenia, dan reaksi tipe serum sickness.

Toksisitas langsung: dapat terjadi sakit kepala, mual, muntah, diare,hepatotoksisitas,


fotosensitivitas, dan gangguan mental. Pada binatang percobaan, griseofulvin bersifat
teratogenik dan karsinogenik.

Interaksi obat

Griseofulvin dapat menurunkan aktivitas antikoagulan warfarin. Barbiturat menurunkan

aktivitas griseofulvin karena barbiturat menginduksi sistem enzim mikrosom.


2. Golongan Imidazol
Antijamur golongan imidazol memiliki spektrum yang luas. Karena sifat
dan penggunaannya praktis tidak berbeda, maka hanya mikonazol dan
klotrimazol yang akan dibahas.

Mikonazol
Sumber dan kimia

Mikonazol merupakan turunan imidazol sintetik yang relatif stabil.


Mempunyai spektrum antijamur yang lebar terhadap jamur dermatofit.
Obat ini berbentuk kristal putih, tidak berwarna dan tidak berbau,
sebagian kecil larut dalam air tapi lebih larut dalam pelarut organik.
Aktivitas atijamur
Mikonazol menghambat aktivitas jamur trichophyton, epidermophyton,
micosporim, candida, dan malassezia furfur. Mikonazol in vitro efektif
terhadap beberapa kuman gram positif.

Mekanisme kerja
Mekanisme kerja obat ini belum diketahui sepenuhnya. Mikonazol
masuk ke dalam sel jamur dan menyebabkan kerusakan dinding sel
sehingga permeabilitas terhadap berbagai zat intrasel meningkat.
Mungkin pula terjadi gangguan sintesis sel jamur yang akan
menyebabkan kerusakan. Obat yang sudah menembus ke dalam lapisan
tanduk kulit akan menetap disana sampai 4 hari.
Penggunaan klinis

Mikonazol topical diindikasikan untuk dermatofitosis, tinea versikolor, dan


kandidiasis mukokutan. Untuk dermatofitosis sedang atau berat yang mengenai
kulit kepala, telapak, dan kuku sebaiknya menggunakan griseofulvin. Obat ini
tersedia dalam bentuk cream 2% dan bedak tabur yang dipakai 2x sehari selama
2-4 minggu. Cream 2% untuk penggunaan intravaginal diberikan 1x sehari pada
malam hari selama 7 hari. Gel 2% tersedia untuk kandidiasis oral. Mikonazol
tidak boleh dibubuhkan pada mata.

Efek samping

Efek samping berupa iritasi, rasa terbakar, dan masersi memerlukan


penghentian terapi. Sejumlah kecil mikonazol diserap melalui mukosa vagina
tapi belum ada laporan tentang efek samping pada bayi yang ibunya mendapat
mikonazol intravaginal pada waktu hamil, tetapi penggunaannya pada trimester
pertama sebaiknya dihindari.
Klotrimazol

Sumber dan kimia

Klotrimazol berbentuk bubuk tidak berwarna yang praktis tidak larut dalam air,alkohol, dan kloroform, sedikit
larut dalam eter.

Mekanisme kerja

Klotrimazol mempunyai efek antijamur dan antibaktreri dengan mekanisme kerja mirip mikonazol dan secara
topical digunakan untuk pengobatan tinea pedis, kruris, dan korporis yang disebabkan oleh T. rubrum dan juga
untuk infeksi kulit dan vulvovaginitis yang disebabkan oleh C. albicans.

Penggunaan klinis

Obat ini tersedia dalam bentuk cream dan larutan dengan kadar 1% untuk dioleskan 2x sehari. Cream vaginal
1% atau tablet vaginal 100 mg digunakan sekali sehari pada malam hari selama 7 hari. Atau tablet vaginal 500
mg.

Efek samping

Dosis tunggal pada pemakaian topical dapat terjadi rasa terbakar, eritema, edema, gatal, dan urtikaria.

 
3. Nistatin

Nystatin merupakan obat yang termasuk kelompok obat yang disebut antijamur (antifungal). Bubuk
kering, tablet hisap, dan bentuk cair dari obat ini digunakan untuk mengobati infeksi jamur pada
mulut. Nystatin hanya dapat tersedia dengan resep dokter.
Obat ini tersedia dalam bentuk sediaan berikut:

Kapsul

Tablet

Suspensi

Cara Kerja

Mekanisme kerjanya ialah dengan kalan berikatan dengan sterol membrane sel jamur, terutama
ergosterol. Oleh karena itu, terjadi gangguan pada permeabilitas membrane sel jamur dan
mekanisme transpornya. Akibatnya, sel jamur kehilangan banyak sel kation dan makromolekul.
Resistensi dapat timbul karena menurunnya jumlah sterol pada membrane sel jamur atau terjadi
perubahan sifat struktur atau sifat ikatannya.
Indikasi
Nistatin terutama digunakan untuk kandidiasis kulit, selaput lendir,
dan saluran cerna. Paronikia, vaginitis, dan sariawan (stomatitis) cukup
diobati dengan nistatin secara topical, dan bila gagal atau pada
penderita sakit berat, dapat diberikan ketokonazol.

Nistatin digunakan secara topical pada kulit atatu membrane mukosa


(mulut dan vagina) dalam bentuk krim, salep, supositoria, suspense,
atau bubuk untuk infeksi kandida total.
Kontraindikasi
Pasien yang hipersensitif terhadap Nystatin
Dosis

1. Untuk bentuk teblet

a. Dewasa dan anak > 5 tahun

1 atau 2 tablet hisap atau 1 tablet 3-5 kali sehari sampai 14 hari

b. Anak-anak 0-5 tahun

Anak-anak dalam usia ini mungkin tidak dapat menggunakan tablet

hisap atau tablet dengan aman. Anak pada usia ini lebih baik

mengonsumsi Nystatin dalam bentuk suspensi.

2. Untuk bentuk sediaan suspensi

a. Dewasa dan anak > 5 tahun

4-6 ml (sekitar 1 sendok teh) 4 kali sehari

b. Balita

2 ml 4 kali sehari

c. Untuk bayi prematur dan bayi dengan berat badan lahir rendah

1 ml 4 kali sehari
Efek Samping
Seiring dengan efek yang diperlukan, obat dapat menyebabkan beberapa
efek yang tidak diinginkan. Meskipun tidak semua efek samping dapat terjadi,
namun jika terjadi, mungkin memerlukan perhatian medis.
Beberapa efek samping yang mungkin terjadi biasanya tidak perlu perhatian
medis. Efek samping ini dapat hilang selama pengobatan karena tubuh akan
dapat menyesuaikan diri dengan obat. Dokter mungkin juga dapat
memberitahu tentang cara untuk mencegah atau mengurangi beberapa efek
samping.
Segera hubungi dokter jika terjadi efek samping, antara lain:
1. Diare
2. Mual atau muntah
3. Nyeri Perut
4. Tolnaftat dan Toksiklat

Tolnaftat merupakan antijamur yang efektif terhadap infeksi Trikofiton,


mikrosporum, epidermofiton, malassezia furfur, tetapi tidak efektif terhadap
kandida, dan aspergilus, serta pada keadaan yang disertai hyperkeratosis,
tolnaftat sebaiknya diberikan bergantian dengan salep asam salisilat 10%. Lesi
kulit kepala yang disebabkan T. tonsurans dan M. auduoini tampaknya kurang
berhasil dengan kotrimazol, dan onikomikosis tidak dipengaruhi oleh
klotrimazol. Bila terapi dihentikan, infeksi dapat kambuh lagi, tetapi tidak
terjadi resistensi sehingga pengobatan ulang masih akan memberikan hasil
yang memuaskan. Penggunaan tolnaftat secara topical jarang sekali
menimbulkan iritasi atau reaksi hipersensitif.

Toksiklat suatu antijamur derivate tiokarbamat efektif terhadap


Epidermophyton floccosum, dan Malassezia surfur. Dalam kadar 0,01-0,1 mcg/ml
secara in vitro aktivitas toksiklat sebanding dengan tolnaftal.
5. Antijamur Topikal Lainnya
a. Kandisidin

Kandisidin merupakan suatu antibiotic polien yang diperoleh dari


golingan aktinomisetes. Kandisidin hanya digunakan untuk
pemakaian topical pada kandidiasis vaginalis dan tersedia dalam
bentuk tablet vaginal @ 3 mg dan salep vaginal 0,06% yang
dilengkapi dengan aplikatornya. Dosisnya adalah 2x sehari 1 tablet
atau 2x sehari dioleskan di vagina. Efek sampingnya dapat berupa
iritasi vukva atau vagina, dan jarang timbul efek samping yang serius.
Salep Whitfield
Salep Whitfield adalah campuran asam salisilat dengan asam benzoate.
Asam salisilat besifat keratolitik dan asam benzoate bersifat fungistatik.
Karena asam benzoate hanya berifat fungistatik, penyembuhan dapat
tercapai setelah lapisan kulit terkelupas seluruhnya sehingga
penggunaan obat ini memerlukan waktu beberapa minggu sampai
bulanan. Salep ini banyak digunakan untuk Tinea pedis dan kadang-
kadang juga untuk Tinea kapitis.
Efek Samping
Biasanya reaksi lokal dengan peradangan ringan. Sangat jarang terjadi
perlukaan di kulit, lecet, atau terjadi keracunan salisilat karena diserap
oleh kulit. Meskipun jarang namun pernah terjadi keracunan salisilat
topical terutama pada bayi dan anak yang dioleskan berlebihan atau
kulit yang dioleskan ditutup rapat.
Gejala keracunan salisilat meliputi pusing, gelisah, sakit kepala, nafas
cepat, telinga berdengung, bahkan kematian.  Asam salisilat dan asam
benzoate adalah iritan lemah, dapat menimbulkan iritasi dan dermatitis.
Perhatian : Hindari kontak dengan mata dan selaput lendir lainnya,
wajah, kelamin. Hindari penggunaan dalam jangka waktu lama untuk
daerah yang luas.
Cara Pemberian

Untuk anak-anak oleskan dua kali sehari sampai lesi kulit membaik,
biasanya selama 4 minggu.

Gangguan hati dan ginjal : tidak perlu menurunkan dosis

Interaksi Obat
Warfarin :  salisilat yang diserap dalam jumlah banyak dapat
mengganggu kemampuan pembekuan darah sehingga meningkatkan
risiko perdarahan. Hindari penggunaan bersamaan dengan warfarin.
Natamisin
Natamisin merupakan antijamur antibiotic polien yang aktif terhadap
banyak jamur. Pemakaian pada mata jarang menimbulkan iritasi maka
digunakan untuk keratitis jamur. Natamisin merupakan obat terpilih
untuk infeksi Fusarium solani, tetapi daya penetrasinya ke kornea kurang
memadai. Natamisin juga efektif untuk kandidiasis oral dan vaginal.
Sediaan tertsedia dalam bentuk suspense 5% dan salep 1% untuk
pemakaian pada mata.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai