Anda di halaman 1dari 27

Laporan Kasus Ujian

F.00 GANGGUAN MENTAL ORGANIK


DEMENTIA PADA PENYAKIT ALZHEIMER

Oleh:

Berlian Indri Hapsari I1A006080

Pembimbing

Dr. H. Akhyar Nawi Husin, Sp. KJ.

UPF/LAB ILMU KEDOKTERAN JIWA


FK UNLAM-RS ANSARI SALEH
BANJARMASIN
May, 2013

0
LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKIATRIK

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. N

Usia : 65 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Karya abadi No. 43 RT 19 Banjarmasin

Pendidikan : Tidak Tamat SD

Pekerjaan : Tidak Bekerja

Agama : Islam

Suku : Banjar

Bangsa : Indonesia

Status Perkawinan : Menikah

Berobat tanggal : 15 May 2013

2. RIWAYAT PSIKIATRIK

- Alloanamnesa pada tanggal 15 May 2013, pukul 11.00 WITA dengan Ny.

S (Adik pasien).

- Autoanamnesa dengan pasien pada tanggal 15 May 2013, pukul 11.00

WITA.

A. KELUHAN UTAMA

Sering lupa

1
B. KELUHAN TAMBAHAN

Sulit tidur, sering marah-marah

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Alloanamnesa

Menurut adik pasien, ± 2 bulan pasien sering lupa apa yang telah

pasien lakukan. Bila menaroh barang pasien sering berulang-ulang, bila

bertanya sering mengulang-ngulang pertanyaan. Pasien juga sering

membeli barang yang sama, saat ditanya mengapa membeli barang

yang sama pasien mengaku karen belum membeli barang tersebut.

Pasien sering hilang barang-barang seperti uang, perhiasan bila ditanya

pasien bilang di ambil orang, tetapi adik pasien tidak tahu barang-

barang pasien seperti perhiasan, uang hilang. Pasien juga terlihat ada

bicara sendiri bila ditanya bicara dengan siapa pasien hanya diam saja,

lalu pasien marah – marah sendiri. Pasien sering marah-marah kepada

suami pasien, menurut adik, pasien mengaku bila mendengar bisik-

bisikan dari orang-orang bahwa suami pasien selingkuh, sehingga

pasien selalu marah-marah, padahal suami pasien tidak selingkuh.

Pasien juga jarang tidur, tidur cuma sebentar, bangun dan sulit untuk

tidur lagi. Menurut adik pasien, pasien tidak pernah terlihat menangis,

atau tidak ada merasa putus asa, atau keinginan mengakhiri hidup.

Menurut adik, pasien bila mandi harus diingatkan, bila tidak diingatkan

pasien tidak mandi.

2
Menurut adik pasien ± 8 bulan yang lalu pasien sering lupa

menaruh barang, bicara berulang-ulang, membeli barang berulang-

ulang tetapi keluhan masih dapat diatasi.

Autoanamnesa

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut, nyeri paha. Pasien

mengaku sudah beberapa hari ini sudah terasa sakit. Pasien mengaku

juga sering lupa untuk menaroh barang, membeli barang tetapi pasien

tidak tahu dari kapan sering lupa. Pasien mengaku sering marah-marah

dengan suami karena selingkuh. Menurut pasien ada yang mengatakan

kepada pasien, suami selingkuh. Pasien mengaku tidak ada mendengar

bisik-bisikan, atupun bayangan. Pada saat ditanya pasien anak

keberapa dari bersaudara pasien lupa jumlah saudarany, pasien juga

tidak tahu ini dimana, tanggal, dan hari.

C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Sebelumnya, pasien pernah riwayat trauma kepala yaitu

kecelakaan motor, pasien lecet-lecet dan masuk RS.Martapura selama 1

hari, pasien tidak ada riwayat hipertensi, diabetes mellitus, tiroid,

demam tinggi hingga penurunan kesadaran atau kejang, dan tidak ada

riwayat kelainan jiwa dalam keluarga.

3
D. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI

1. Riwayat Prenatal dan Natal

Tidak didapatkan data yang mendukung.

2. 0-1,5 tahun, trust vs mistrust

Tidak didapatkan data yang mendukung

3. 1,5-3 tahun, autonomy vs shame, doubt

Tidak didapatkan data yang mendukung

4. 3-6 tahun, initiative vs guilt

Tidak didapatkan data yang mendukung

5. 6-12 tahun, industry vs inferiority

Tidak didapatkan data yang mendukung

6. 12-17 tahun, identity vs identity confusion

Tidak didapatkan data yang mendukung

7. Riwayat Pendidikan

Pada usia 6 tahun, pasien sekolah di SD, tetapi pasien tidak tamat

SD pada saat kelas 1.

8. Riwayat Pekerjaan
Pasien bekerja pedagang rujak dan sekarang sudah tidak bekerja

lagi.
9. Riwayat Perkawinan
Pasien sudah menikah selama 40 tahun, dan tidak memiliki anak.

E. RIWAYAT KELUARGA

Genogram:

4
Keterangan

Laki-laki :

Perempuan :

Penderita :

Meninggal :

Pasien merupakan anak ketiga dari 5 bersaudara. Tidak ada keluarga

yang memiliki kelainan jiwa.

F. RIWAYAT SITUASI SEKARANG

Pasien sekarang tinggal dengan suami beserta adik bungsunya

G. PERSEPSI TENTANG DIRI DAN LINGKUNGANNYA

Pasien menyadari keadaan dirinya yang sering lupa, padahal

pasien baru saja melakukannya. Pada saat ini pasien ingin sembuh dan

memerlukan pengobatan.

III. STATUS MENTAL

A. DESKRIPSI UMUM

5
1. Penampilan

Pada saat diwawancara tanggal 15 May 2013 pukul 11.00

WITA di poli jiwa RSUD Ansari Saleh, pasien berperawakan kurus,

penampilan tampak sesuai dengan usianya. Kulit sawo matang

dengan memakai kerudung berwarna kuning, kurang terawatan.

Os tampak tenang. Saat diminta duduk, pandangan mata os

menghadap ke pemeriksa. Saat diajak berjabat tangan dengan

pemeriksa, os mau berjabat tangan dan saat pemeriksa melepas

tangan os juga langsung melepas tangannya, ada eyes contact saat

berjabat tangan. Saat ditanya nama, os menjawab dengan benar dan

menyebutkan umur namun salah.

Saat os diajak bicara pemeriksa, os mengarahkan pandangan

ke pemeriksa. Saat menjawab pertanyaan, os langsung menjawab.

Saat ditanya tentang hari dan tanggal hari saat diperiksa serta

hari kemarin dan besok, os tidak bisa menjawab. Saat ditanya ini di

mana, kota apa, provinsi apa dan negara apa, os tidak dapat

menjawab dengan benar. Saat ditanya orang-orang di sekitar os, os

menjawab dengan benar. Saat ditanya ke sini mau apa, os

menjawab ingin berobat.

Saat disuruh berhitung, pengurangan 100-3 dst sampai 3 kali

pengurangan, os tidak menjawab dengan benar.

Saat pemeriksa meletakkan 3 benda di depan os dan

menyebutkan nama benda-benda tersebut (pulpen, kertas, buku)

6
dan menyuruh os mengingatnya, kemudian setelah dialihkan

pembicaraan sekitar 15 menit, dan disuruh menyebutkan 3 benda

tadi, os tidak bisa menyebutkan semua benda. Os masih ingat pagi

hari makan apa, ke rumah sakit memakai apa dan dengan siapa.

2. Kesadaran

Jernih.

3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor

Normoaktif.

4. Pembicaraan

Relevan.

5. Sikap terhadap Pemeriksa

Kooperatif.

6. Kontak Psikis

Kontak wajar dan dipertahankan.

B. KEADAAN AFEKTIF, PERASAAN EKSPRESI AFEKTIF

KESERASIAN SERTA EMPATI

1. Afek (mood) : normotim

2. Ekspresi afektif : stabil

3. Keserasian : sesuai

4. Empati : dapat dirabarasakan

7
1. FUNGSI KOGNITIF

1. Kesadaran : komposmentis

2. Orientasi

- Waktu : terganggu

- Tempat : terganggu

- Orang : baik

3. Konsentrasi : terganggu

4. Daya Ingat

Jangka pendek : terganggu

Jangka panjang : terganggu

Segera : baik

5. Intelegensi dan pengetahuan umum

Tidak sesuai usia dan taraf pendidikan.

2. GANGGUAN PERSEPSI

1. Halusinasi visual : tidak ada

Halusinasi auditorik : disangkal

Ilusi : tidak ada

2. Depersonalisasi : tidak ada

Derealisasi : ada

3. PROSES PIKIR

1. Arus pikir

a. Produktivitas : agak lambat

b. Kontinuitas : lancar
8
c. Hendaya berbahasa : Tidak ada

2. Isi Pikir

a. Preocupasi : pasien mengeluh sering lupa

b. Gangguan pikiran :

Waham(-), obsesi(-), fobia(-)

4. PENGENDALIAN IMPULS

Pasien tidakk dapat mengendalikan impuls.

5. DAYA NILAI

1. Daya nilai sosial : baik.

2. Uji daya nilai : baik.

3. Penilaian realita : terganggu saat pasien mengalami halusinasi.

6. PIKIRAN ABSTRAK

Terganggu

7. TILIKAN

Derajat 2 = Agak sadar bahwa dirinya sakit dan butuh bantuan tetapi

di saat yang sama juga menyangkal hal itu.

8. TARAF DAPAT DIPERCAYA

Tidak dapat dipercaya

9
IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT

1. STATUS INTERNUS

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Gizi : kurus

Tanda vital : TD = 100/80 mmHg

N = 82 x/m

RR = 18 x/m

T = 36,5 oC

Kepala:

Mata : palpebra tidak edema, konjungtiva anemis, sclera tidak

ikterik, pupil isokor, refleks cahaya +/+.

Telinga : bentuk normal, sekret tidak ada, serumen minimal

Hidung : bentuk normal, tidak ada epistaksis, tidak ada tumor,

kotoran hidung minimal.

Mulut : bentuk normal dan simetris, mukosa bibir tidak kering dan

tidak pucat, pembengkakan gusi tidak ada dan tidak

mudah berdarah, lidah tidak tremor.

Leher : Pulsasi vena jugularis tidak tampak, tekanan tidak

meningkat, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening,

tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

Thoraks:

Inspeksi : bentuk dan gerak simetris

Palpasi : fremitus raba simetris

10
Perkusi :

- pulmo : sonor

- cor : batas jantung normal

Auskultasi:

- pulmo : vesikuler, rh (-) wh (-)

- cor : S1>S2 tunggal, bising (-)

Abdomen :

Inspeksi : Simetris

Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar, lien dan massa tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi: bising usus (+) normal

Ekstemitas : pergerakan bebas, tonus baik, tidak ada edema dan atropi,

tremor (-)

2. STATUS NEUROLOGIKUS

N I – XII : Tidak ada kelainan

Gejala rangsang meningeal : Tidak ada

Gejala TIK meningkat : Tidak ada

Refleks Fisiologis : Normal

Refleks patologis : Tidak ada

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Alloanamnesa

11
- ± 8 bulan yang lalu pasien sering lupa menaruh barang, bicara berulang-

ulang, membeli barang berulang-ulang tetapi keluhan masih dapat diatasi.

- ± 2 bulan pasien tambah sering lupa.

- Bila menaroh barang pasien sering berulang-ulang,

- bila bertanya sering mengulang-ngulang pertanyaan.

- Pasien juga sering membeli barang yang sama, saat ditanya mengapa

membeli barang yang sama pasien mengaku karen belum membeli barang

tersebut.

- Pasien juga terlihat ada bicara sendiri.

- Pasien sering marah-marah kepada suami pasien, menurut adik, pasien

mengaku bila mendengar bisik-bisikan dari orang-orang bahwa suami

pasien selingkuh,

- Pasien juga jarang tidur, tidur cuma sebentar, bangun dan sulit untuk tidur

lagi.

- Menurut adik, pasien bila mandi harus diingatkan, bila tidak diingatkan

pasien tidak mandi.

Autoanamnesa

- Pasien mengaku juga sering lupa untuk menaroh barang, membeli barang

tetapi pasien tidak tahu dari kapan sering lupa.

- Pasien mengaku sering marah-marah dengan suami karena selingkuh.

Menurut pasien ada yang mengatakan kepada pasien, suami selingkuh.

12
- Pasien mengaku tidak ada mendengar bisik-bisikan, atupun bayangan.

- Pada saat ditanya pasien anak keberapa dari bersaudara pasien lupa jumlah

saudarany, pasien juga tidak tahu ini dimana, tanggal, dan hari.

- Orientasi : - Waktu : terganggu

- Tempat : terganggu

- Konsentrasi : terganggu

- Daya Ingat : Jangka pendek : terganggu

Jangka panjang : terganggu

- Pengendalian impuls : terganggu

- Halusinasi auditorik : (+) ( alloanamnesis)

- Halusinasi auditorik/ visual : disangkal

- Pikiran Abstrak : terganggu

VI. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL

1. AKSIS I : F.00 Gangguan mental organik dementia pada

penyakit Alzheimer

2. AKSIS II : None

3. AKSIS III : None

4. AKSIS IV : None

5. AKSIS V : GAF scale 60-51 gejala sedang (moderate ) disabilitas

sedang

VII. DAFTAR MASALAH

13
1. ORGANOBIOLOGIK

Tidak bermasalah

2. PSIKOLOGIK

Pasien sering lupa untuk menaroh barang, bertanya berulang-ulang,

membeli barang, sulit tidur

3. SOSIAL/KELUARGA

Pasien sering marah-marah karena suami pasien berselingkuh padahal

tidak ada.

VIII. PROGNOSIS

Diagnosa penyakit : dubia ad malam

Perjalanan penyakit : dubia ad malam

Ciri kepribadian : dubia

Stressor psikososial : dubia

Riwayat herediter : dubia ad bonam

Usia saat menderita : dubia ad malam

Pendidikan : dubia ad malam

Ekonomi : dubia ad malam

Lingkungan sosial : dubia ad malam

Organobiologik : dubia ad bonam

Pengobatan psikiatrik : dubia ad bonam

Ketaatan berobat : dubia

Kesimpulan : dubia ad malam

14
IX. RENCANA TERAPI

Medika mentosa:

Piracetam 3x400 mg

Clozapin 2 x 25 mg

THP 2x2mg

Psikoterapi : Psikoterapi suportif terhadap penderita dan keluarga.

Disarankan agar keluarga lebih memperhatikan pasien,

menyuruh untuk melakukan aktivitas.

X. DISKUSI

Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit otak, biasanya bersifat

kronik atau progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur (fungsi kortikal yang

multipel), termasuk daya ingat, daya pikir, daya orientasi, daya pemahaman,

berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, dan daya kemampuan menilai.

Kesadaran tidak berkabut, dan biasanya disertai hendaya fungsi kognitif, ada

kalanya diawali oleh kemerosotan (deterioration) dalam pengendalian emosi,

perilaku sosial atau motivasi. Sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada

penyakit serebrovaskuler, dan pada kondisi lain yang secara primer atau sekunder

mengenai otak.

Pengertian demensia menurut PPDGJ-III, demensia merupakan suatu

sindrom akibat penyakit atau gangguan otak yang biasanya bersifat kronik-

progresif, dimana terdapat gangguan fungsi luhur kortikal yang multiple (multiple

higher cortical function) termasuk di dalamnya: daya ingat, daya pikir, orientasi,

15
daya tangkap, berhitung, kemampuan belajar, berbahasa dan daya nilai. Umumnya

disertai dan diawali dengan kemerosotan dalam pengendalian emosi, perilaku

sosial dan motivasi hidup.

Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang berusia 65 tahun

adalah (1) penyakit Alzheimer, (2) demensia vaskuler, dan (3) campuran antara

keduanya. Penyebab lain yang mencapai kira-kira 10 persen diantaranya adalah

demensia jisim Lewy (Lewy body dementia), penyakit Pick, demensia frontotemporal,

hidrosefalus tekanan normal, demensia alkoholik, demensia infeksiosa (misalnya

human immunodeficiency virus (HIV) atau sifilis) dan penyakit Parkinson. Banyak

jenis demensia yang melalui evaluasi dan penatalaksanaan klinis berhubungan dengan

penyebab yang reversibel seperti kelaianan metabolik (misalnya hipotiroidisme),

defisiensi nutrisi (misalnya defisiensi vitamin B12 atau defisiensi asam folat), atau

sindrom demensia akibat depresi. Pada tabel 2.1 berikut ini dapat dilihat

kemungkinan

penyebab demensia :

Tabel 2.1. Kemungkinan penyebab demensia

16
Gambaran klinis terjadi perubahan psikiatrik dan neurologis. Perubahan

kepribadian pada seseorang yang menderita demensia biasanya akan mengganggu

bagi keluarganya. Ciri kepribadiaan sebelum sakit mungkin dapat menonjol

selama perkembangan demensia. Pasien dengan demensia juga menjadi tertutup

serta menjadi kurang perhatian dibandingkan sebelumnya. Seseorang dengan

demensia yang memiliki waham paranoid umumnya lebih cenderung memusuhi

anggota keluarganya dan pengasuhnya. Pasien yang mengalami kelainan pada

lobus fraontalis dan temporalis biasanya mengalami perubahan kepribadian dan

mungkin lebih iritabel dan eksplosif.

17
Diperkirakan sekitar 20 hingga 30 persen dengan demensia (terutama

pasien dengan demensia tipe Alzheimer) memiliki halusinasi, dan 30 hingga 40

persen memiliki waham, terutama waham paranoid yang bersifat tidak sistematis,

meskipun waham yang sistematis juga dilaporkan pada pasien tersebut. Agresi

fisik dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya lazim ditemukan pada pasien dengan

demensia yang juga memiliki gejala-gejala psikotik.

Pada pasien dengan gejala psikosis dan perubahan kepribadian, depresi

dan kecemasan merupakan gejala utama yang ditemukan pada 40 hingga 50

persen pasien dengan demensia, meskipun sindrom depresif secara utuh hanya

tampak pada 10 hingga 20 persen pasien. Pasien dengan demensia juga dapat

menujukkan perubahan emosi yang ekstrem tanpa provokasi yang nyata (misalnya

tertawa dan menangis yang patologis).

Untuk menilai fungsi kognitif pada pasien demensia dapat digunakan The

Mini Mental State Exam (MMSE). Apabila didapatkan skor 24-30 termasuk

normal, 17-23 probable gangguan kognitif, 0-16 definite gangguan kognitif. Pada

pasien ini didapatkan hasil MMSE=13, artinya pasti terjadi gangguan kognitif.

Pasien dengan demensia juga menunjukkan penurunan kemampuan yang

oleh Kurt Goldstein disebut “perilaku abstrak”. Pasien mengalami kesulitan untuk

memahami suatu konsep dan menjelaskan perbedaan konsep-konsep tersebut.

Lebih jauh lagi, kemampuan untuk menyelesaikan masalah-masalah, berpikir

logis, dan kemampuan menilai suara juga terganggu. Goldstein juga

menggambarkan reaksi katastrofik berupa agitasi terhadap kesadaran subyektif

dari defisit intelektual dalam kondisi yang penuh tekanan. Pasien biasanya

18
mengkompensasi defek yang dialami dengan cara menghindari kegagalan dalam

kemampuan intelektualnya, misalnya dengan cara bercanda atau dengan

mengalihkan pembicaraannya dengan pemeriksa. Buruknya penilaian dan

kemampuan mengendalikan impuls adalah lazim, biasanya ditemukan pada

demensia yang secara primer mengenai daerah lobus frontalis. Contoh dari

kelainan ini adalah penggunaan kata-kata yang kasar, bercanda dengan tidak

wajar, ketidakpedulian terhadap penampilan dan kebersihan diri, serta sikap acuh

tak acuh dalam hubungan sosialnya.

Demensia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur, perjalanan penyakit,

kerusakan struktur otak,sifat klinisnya dan menurut Pedoman Penggolongan dan

Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III).

A. Menurut Umur:

o Demensia senilis (>65th)

o Demensia prasenilis (<65th)

B. Menurut perjalanan penyakit:

o Reversibel

o Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, Defisiensi

vitamin B, Hipotiroidism, intoksikasi Pb)

C. Menurut kerusakan struktur otak

o Tipe Alzheimer

o Tipe non-Alzheimer

o Demensia vaskular

o Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)

19
o Demensia Lobus frontal-temporal

o Demensia terkait dengan HIV-AIDS

o Morbus Parkinson

o Morbus Huntington

o Morbus Pick

o Morbus Jakob-Creutzfeldt

o Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker

o Prion disease

o Palsi Supranuklear progresif

o Multiple sklerosis

o Neurosifilis

o Tipe campuran

D. Menurut sifat klinis:

o Demensia proprius

o Pseudo-demensia

Berdasarkan PPDGJ III demensia termasuk dalam F00-F03 yang

merupakan gangguan mental organik dengan klasifikasinya sebagai berikut ;

F 00 Demensia pada penyakit Alzheimer

F00.0 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini

F00.1 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan Onset Lambat

F00.2 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan, tipe tidak khas atau tipe

campuran

F00.9 Demensia pada penyakit Alzheimer YTT (Yang Tidak Tergolongkan)

20
F 01 Demensia Vaskular

F01.0 Demensia Vaskular Onset akut

F01.1 Demensia Vaskular Multi-Infark

F01.2 Demensia Vaskular Sub Kortikal

F01.3 Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal

F01.8 Demensia Vaskular lainnya

F01.9 Demensia Vaskular YTT

F02 Demensia pada penyakit lain

F02.0 Demensia pada penyakit PICK

F02.1 Demensia pada penyakit Creutzfeldt-Jakob

F02.2 Demensia pada penyakit Huntington

F02.3 Demensia pada penyakit parkinson

F02.4 Demensia pada penyakit HIV

F02.8 Demensia pada penyakit lain YDT –YDK (Yang Di-Tentukan-Yang Di-

Klasifikasikan ditempat lain)

F03 Demensia YTT

Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan demensia pada F00-

F03 sebagai berikut :

1. .X0 Tanpa gejala tambahan

2. .X1 Gejala lain, terutama waham

3. .X2 Halusinasi

4. .X3 Depresi

5. .X4 Campuran lain

21
Diagnosis demensia ditetapkan dalam DSM-IV-TR. Diagnosis demensia

berdasarkan pemeriksaan klinis, termasuk pemeriksaan status mental, dan melalui

informasi dari pasien, keluarga, teman dan teman sekerja. Keluhan terhadap

perubahan sifat pasien dengan usia lebih tua dari 40 tahun membuat kita harus

mempertimbangan dengan cermat untuk mendiagnosis dimensia.

Pedoman diagnostik untuk demensia yaitu adanya penurunan kemampuan

daya ingat dan daya pikir, sampai mengganggu kegiatan sehari-hari seseorang

(personel activity of daily living) seperti: mandi, makan, berpakaian, kebersihan

diri, buang air besar dan buang ait kecil, tidak ada gangguan kesadaran (clear

consiciousness). Gejala dan disabilitas sudah nyata paling sedikit 6 bulan.

Demensia yang tidak terspesifik apabila criteria umum untuk demensia terpenuhi

tetapi tidak mungkin diidentifikasikan pada dalah satu tipe tertentu (F00.0-F02.9).

Berdasarkan hasil anamnesa (alloanamnesis dan autoanamnesis) dan

pemeriksaan status mental serta test MMSE menunjukkan bahwa penderita

berdasarkan kriteria diagnosis dari PPDGJ III, pada penderita ini dapat didiagnosa

sebagai F.00.X2 Penderita digolongkan dengan demensia pada penyakit alzheimer

karena kriteria umum diagnosis demensia terpenuhi. Pada pemeriksaan status

mental penderita didapatkan adanya gejala tambahan seperti halusinasi auditorik

menurut adik pasien.

Langkah pertama dalam menangani kasus demensia adalah melakukan

verifikasi diagnosis. Diagnosis yang akurat sangat penting mengingat progresifitas

penyakit dapat dihambat atau bahkan disembuhkan jika terapi yang tepat dapat

diberikan. Tindakan pengukuran untuk pencegahan adalah penting terutama pada

22
demensia vaskuler. Pengukuran tersebut dapat berupa pengaturan diet, olahraga,

dan pengontrolan terhadap diabetes dan hipertensi. Obat-obatan yang diberikan

dapat berupa antihipertensi, antikoagulan, atau antiplatelet. Pengontrolan terhadap

tekanan darah harus dilakukan sehingga tekanan darah pasien dapat dijaga agar

berada dalam batas normal, hal ini didukung oleh fakta adanya perbaikan fungsi

kognitif pada pasien demensia vaskuler. Tekanan darah yang berada dibawah nilai

normal menunjukkan perburukan fungsi kognitif, secara lebih lanjut, pada pasien

dengan demensia vaskuler. Pendekatan terapi secara umum pada pasien dengan

demensia bertujuan untuk memberikan perawatan medis suportif, dukungan

emosional untuk pasien dan keluarganya, serta terapi farmakologis untuk gejala-

gejala yang spesifik, termasuk perilaku yang merugikan.

Menurut Witjaksana Roan terapi farmakologi pada pasien demensia

berupa:

- Antipsikotika tipik: Haloperidol 0,25 - 0,5 atau 1 - 2 mg


- Antipsikotika atipik:
 Clozaril 1 x 12.5 - 25 mg
 Risperidone 0,25 - 0,5 mg atau 0,75 - 1,75 30
 Olanzapine 2,5 - 5,0 mg atau 5 - 10 mg
 Quetiapine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
 Abilify 1 x 10 - 15 mg
- Anxiolitika
o Clobazam 1 x 10 mg
o Lorazepam 0,5 - 1.0 mg atau 1,5 - 2 mg
o Bromazepam 1,5 mg - 6 mg
o Buspirone HCI 10 - 30 mg
o Trazodone 25 - 10 mg atau 50 - 100 mg
o Rivotril 2 mg (1 x 0,5mg - 2mg)
- Antidepresiva
 Amitriptyline 25 - 50 mg
 Tofranil 25 - 30 mg
 Asendin 1 x 25 - 3 x 100 mg (hati2, cukup keras)

23
 SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg, Luvox 1 x 50 -100 mg,

Citalopram 1 x 10 - 20 mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg, Cymbalta 1 x

60 mg.
- Mood stabilizers
 Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
 Divalproex 125 - 250 mg atau 500 - 750 mg
 Topamate 1 x 50 mg
 Tnileptal 1 x 300 mg - 3 x mg
 Neurontin 1 x 100 - 3 x 300 mg bisa naik hingga 1800 mg
 Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg
 Priadel 2 - 3 x 400 mg

Obat anti-demensia pada kasus demensia stadium lanjut sebenarnya sudah

tak berguna lagi, namun bila diberikan dapat mengefektifkan obat terhadap BPSD

(Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia):

- Nootropika:
 Pyritinol (Encephabol) 1 x100 - 3 x 200 mg
 Piracetam(Nootropil) 1 x 400 - 3 x 1200 mg
 Sabeluzole (Reminyl)
- Ca-antagonist:

o Nimodipine (Nimotop 1 - 3 x 30 mg)

o Citicholine (Nicholin) 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v / i.m.

o Cinnarizine(Stugeron) 1 - 3 x 25 mg

o Pentoxifylline (Trental) 2 - 3 x 400 mg (oral), 200 - 300 mg infuse

o Pantoyl-GABA

- Acetylcholinesterase inhibitors

o Tacrine 10 mg dinaikkan lambat laun hingga 80 mg. Hepatotoxik

o Donepezil (Aricept) centrally active reversible cholinesterase inhibitor, 5 mg

1x/hari
24
o Galantamine (Riminil) 1 - 3 x 5 mg

o Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg

o Memantine 2 x 5 - 10 mg

Pada pasien ini diberikan obat piracetam yang merupakan obat anti

demensia yang merupakan golongan notropic agent, yang secara umum

mempunyai potensi neuronal maupun vascular. Efek neuronal diantaranya

meningkatkan aktivitas beberapa neurotransmitter serta meningkatkan

metabolisme dan penggunaan glukosa dan oksigen oleh sel-sel otak.

Piracetam merupakan derivate GABA dan dalam klinis piracetam

digunakan untuk gangguan keseimbangan atau kondisi yang berhubungan dengan

proses penuaan misalnya gangguan fungsi kognitif.

Selain itu pasien ini juga diberikan Clozapine yang merupakan obat

antipsikosis atipikal. Clozapine suatu senyawa antipsikosis atipikal yang

aktivitasnya terhadap reseptor dopamine yaitu reseptor D1,D2,D3 dan D5 tidak

terlalu kuat, akan tetapi menunjukkan aktivitas yang tinggi pada reseptor D4.

Clozapine bekerja lebih aktif pada reseptor dopamine didaerah limbik daripada

reseptor dopamine didaerah striatal, oleh sebab itu clozapine bebas dari efek

samping ekstrapiramidal. Clozapine mempunyai aktivitas antagonis pada reseptor

adrenergik, kolinergik, histaminergik dan seratonergik.

Penggunaan jangka panjang dan dosis tinggi terapi antipsikosis dapat

menyebabkan sindrom Parkinson, untuk mencegah terjadinya sindrom Parkinson

digunakan terapi Triheksifenidil. Triheksifenidil merupakan senyawa piperidin

yang bekerja dengan cara mengurangi aktivitas kolinergik di kaudatus dan


25
puntamen yaitu dengan memblok reseptor asetilcolin. Triheksifenidil dapat

menimbulkan kebutaan akibat komplikasi glaucoma sudut tertutup, terutama

terjadi bila dosis harian melebihi 15-30 mg per hari. Dosis harian untuk

triheksifenidil 2mg 2-3x sehari.

26

Anda mungkin juga menyukai