Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

REFLEKSI KASUS

Dipresentasikan pada kegiatan Kepaniteraan Klinik, Lab. Kedokteran Jiwa.


Pemeriksaan dilakukan pada hari Senin, 2 Maret 2015 Pukul 12.00WITA, diRuang
UPIP RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda, sumber Autoanamnesis dan data rekam
medik pasien.
I. RIWAYAT PSIKIATRI
A. Identitas Pasien
Nama : Nn. N M
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 23 tahun
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA (lulus)
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Jl. Kahoi B7 no. 75 Samarinda
MRS : 16 Januari 2015
Identitas Keluarga
Nama : Tn H
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 61 tahun
Status dengan pasien : Ayah Kandung
Alamat : Jl. Kahoi B7 no. 75 Samarinda
B. Keluhan Utama : Perilaku tidak pantas
C. Riwayat penyakit sekarang
Pasien sering tertawa-tawa sendiri, teriak-teriak, banyak bicara dan menelanjangi
dirinya. Saat ditanya apa alasan dibalik perilaku tersebut, pasien tidak memiliki alasan
yang jelas. Bahkan pasien tetap dapat membuka bajunya saat dalam keadaan terfiksasi
di ranjang. Pasien menyangkal mendengar suara-suara bisikan yang menyuruh atau
melihat bayangan yang tidak dilihat orang lain. Pasien masih mengingat identitas diri

1
dan pengetahuan yang telah dipelajarinya, namun terdapat keyakinan pribadi yang salah
dan dipertahankan oleh pasien. Contohnya pasien mengaku tiap minggu dikunjungi oleh
ayahnya padahal hal tersebut tidak terjadi. Pasien juga berkeras bahwa Nabi Daud
masih hidup dan bekerja di bengkel. Selain itu, pasien percaya bahwa dirinya adalah
bidadari yang turun dari kahyangan. Pasien tahu bahwa saat ini berada di Rumah Sakit
Jiwa dan dibawa kesini karena sering keluyuran keluar rumah. Sebelumnya pasien rutin
minum obat, namun beberapa saat sebelum MRS pasien putus berobat karena pasien
sering keluyuran keluar rumah. Awalnya pasien berada di ruang Punai dan di pindah ke
ruang UPIP.Iamengetahui alasan di pindah ke ruang UPIP karena suka bermain air dan
sering tidak memakai baju.

D. Riwayat Medis dan Psikiatri


1. Gangguan Mental dan Emosi
Pasien pertama kali mengalami gejala berupa perilaku suka menyendiri,
cenderung diam, melamun, emosi labil, terdapat waham curiga dan halusinasi
suara kemudian di rawat inap pertama kali pada tahun 2009, lalu tahun 2010,
2011, 2013 dan dirawat inap sebanyak 3 kali selama tahun 2014.Pencetus keadaan
pasien sehingga perlu perawatan di RSJD berbeda-beda, seperti masalah keluarga,
ekonomi, sekolah, hubungan asmara, pekerjaan, atau putus berobat. Pada tahun
2014 pasien pernah ingin mencederai dirinya sendiri dan berperilaku melawan
pada orang tua. Pasien takut akan adanya seseorang yang akan membuat ia keluar
dari agama Islam dan merasa bahwa pasien tidak pernah sendirian.
2. Gangguan psikosomatik
Tidak terdapat keluhan-keluhan fisik berulang dan tidak ada permintaan
dilakukannya pemeriksaan medik yang berlebihan.
3. Kondisi medis
Tidak ada riwayat cedera kepala, malaria, kejang berulang, hipertensi dan diabetes
melitus. Pasien tidak pernah menjalani pembedahan dan tidak pernah dirawat inap
di RS Umum karena kondisi medis. Tidak ada riwayat penyalahgunaan NAPZA
alkohol, atau rokok.
4. Gangguan neurologi
Tidak ada gangguan neurologi yang dikeluhkan pasien.

2
E. Riwayat keluarga
1 Riwayat keluarga
Ibu pasien pernah dirawat di RSJD AHM pada tahun 2012 dengan keadaan sering bicara
melantur, sulit tidur, disertai waham dan halusinasi. Selain itu, adik dari ibu pasien
dan nenek pasien memiliki gejala yang sama.
5. Pasien umur kurang 10 tahun
Pasien merupakan anak kedua dari 4 bersaudara. Adik laki-lakinya meninggal
dalam proses persalinan.
NO Nama JK Umur Status Sifat

1. H L 47 Ayah Tegas, penyayang

2. S P 38 Ibu Penyayang, rajin

3. MA L 11 Kakak Tegas

4. NM P 9 Pasien Pendiam, rajin

5. N P 7 Adik Baik, penurut

6. Pasien umur sekarang


Adik perempuan pasien meninggal tahun 2005 karena tenggelam.Kedua orangtua
pasien bercerai sejak pasien berumur 13 tahun.Sejak itu pasien tinggal dengan
ayah dan kakak laki-lakinya. Pasien merasa ayahnya membedakan perlakuan
terhadapnya dibanding dengan kakak laki-lakinya, serta merasa dirinya tidak
dinginkan dan diterima oleh keluarga. Kakaknya tinggal di rumahnya sendiri
etelah menikah. Naili tinggal bertiga dengan ayah dan ibunya sebelum ibunya
meninggal. Selama dirumah pasien membantu tugas ibu ibuunya, seperti mencuci,
masak, melipat dan menjemur.

NO Nama JK Umur Status Sifat

1. H L 61 Ayah Tegas, keras

4. NM P 23 Pasien Pendiam, penurut

7. Genogram

3
23

: Perempuan : Pasien

: Laki-laki : Tinggal serumah

: Perempuan dengan gg. Jiwa : Bercerai

Telah meninggal
F. Riwayat Pribadi
1 Masa anak-anak awal (0-3 tahun)
Menurut cerita ayahnya, tidak ada kelainan pada saat kehamilan, pasien lahir
normal, spontan, cukup bulan dan ditolong oleh bidan. Pasien menyusui ASI
selama 24 bulan dan disertai makanan pendamping sejak umur 6 bulan. Tumbuh
kembang pasien normal, imunisasi lengkap. Pasien tidak memiliki gejala-gejala
masalah perilaku pada saat anak-anak.
2 Masa kanak-kanak pertengahan (3-11 tahun)
Pasien tidak memiliki permasalahan tumbuh kembang. Pasien tidak pernah tinggal
kelas, dan tidak memiliki masalah prestasi, fisik atau emosi di sekolah. Pasien
tidak mengambil peran apapun dalam bermasyarakat dan sekolah, selain menjadi
siswa.
3 Masa kanak-kanak akhir (pubertas sampai remaja)
Pasien merupakan pribadi yang pendiam, dan sulit menyesuaikan diri, sehingga
ketika menjalani situasi baru atau mengalami masalah pasien cenderung
menghindar, menarik diri dan stres. Namun pergaulan dengan teman cukup baik.
Pasien tidak memiliki masalah dalam hal prestasi sekolah, pernah mengikuti

4
lomba penghafal Al-Quran setingkat SMA. Pasien memiliki latar belakang
agama yang cukup baik sebagai seorang remaja, dan rajin beribadah.
8. Masa dewasa
Pasien sampai saat ini belum menikah dan mengaku pernah berhubungan badan
satu kali dengan pacarnya. Hubungan asmara pasien tidak disetujui oleh orang tua
kemudian pacarnya menikah dengan wanita lain 2 bulan sebelum pasien MRS.
Pasien pernah bekerja sebagai kasir di suatu swalayan dan menjadi guru membaca
tulis Al-Quran anak-anak sekitar rumah. Riwayat militer tidak ada.

II. STATUS MENTAL


1 Penampilan
Gambaran Umum: saat pemeriksaanpasien terlihat rapi, bersih dan kooperatif.
Perilaku dan aktifitas psikomor : pasien membicarakan banyak hal, dan sering
diselingi cekikikan tanpa alasan yang jelas. Tidak ada aktifitas psikomotor
khusus yang tampak. Aktifitas pasien sehari-hari masih diarahkan.
9. Bicara : banyak bicara - logore
10. Mood dan Afek
a. Mood : labil
b. Afek : tidak sesuai
11. Pikiran dan persepsi
1. Bentuk pikiran
Proses pikir : koheren, flight of ideas
Kelancaran berfikir/ide: Cepat, koheren.
Gangguan bahasa: (-)
2. Isi pikiran
Waham (+) Waham kebesaran (-) Waham curiga (-)
Ide bunuh diri (+) sempat punya ide bunuh diri, namun sekarang tidak
terdapat lagi.
3. Gangguan Persepsi
Halusinasi: Auditorik (-) Visual (-)
Ilusi (-)
Depersonalisasi dan Derealisasi: (-)
4. Mimpi dan Fantasi (-)
12. Sensorik
a. Kesadaran: Composmentis, atensi (+), orientasi (+), memori (+).
b. Orientasi

5
Waktu (+)
Orang (+)
Tempat (+)
c. Konsentrasi dan Berhitung (+)
d. Ingatan
Masa dahulu: (+)
Masa kini: (+ )
Segera: ( + )
e. Pengetahuan : baik
f. Kemampuan berpikir abstrak (+)
g. Tilikan diri: (+) insight penuh 6.

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LEBIH LANJUT


A. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4 V5 M6
Tanda-tanda vital
Tek. darah :120/80 mmHg Respirasi : 20x/menit
Nadi : 86x/menit Suhu : 37,00C
Keadaan Gizi :Baik
Kulit : Anhidrosis (-)
Kepala :Alopesia (-), Trauma (-)
Mata :Anemis (-), Ikterik (-), Pupil isokor
Hidung : Deviasi septum (-), Rhinorrhea (-)
Telinga : Sekret (-), Pendengaran normal
Mulut Tenggorokan:Higien baik, Hiperemi faring (-)
Leher :Pembesaran KGB (-), Deviasi trakea (-)
Toraks : Simetris
Jantung : Cor dalam batas normal
Paru : Pulmo dalam batas normal
Abdomen : Distensi (-), Nyeri tekan (-), Soefl
Hepar & Lien : Pembesaran (-)
Ruang Traube : Timpani
Bising Usus : Normal, Metallic sound (-)
Ekstremitas : Akral teraba hangat, edema (-)

B. Pemeriksaan Neurologis
Panca indera : tidak didapatkan kelainan
Tanda meningeal : tidak didapatkan kelainan
Tekanan intrakranial : tidak dilakukan pemeriksaan
Mata

6
Gerakan : normal
Pupil : isokor
Diplopia : tidak ditemukan
Visus : tidak dilakukan pemeriksaan

C. Wawancara dengan anggota keluarga dan pekerja sosial


(Sumber dari ayah pasien)
Episode 1
Pasien di bawa ke RSJD AHM pertama kali pada tahun 2009 dengan gejala sering
bicara melantur, sulit tidur, bicara sendiri dan sering merasa curiga. Beberapa bulan
sebelumnya pasien sering melamun dan mengurung diri di kamar. Saat itu pasien
memiliki masalah di sekolahnya namun tidak menceritakan lebih lanjut. Pasien
memiliki sifat sulit menyesuaikan diri sehingga cenderung bersikap menghindar dan
menarik diri bila mengalami masalah.
Episode 2
Pasien kembali di bawa ke RSJD AHM pada tahun 2010 dengan gejala yang sama,
sering bicara melantur, sulit tidur, bicara sendiri dan sering merasa curiga. Selain itu,
emosi pasien labil dan bisa berteriak-teriak sendiri. Saat itu pasien memiliki masalah
pekerjaan namun tidak menceritakan lebih lanjut kepada keluarganya.
Episode 3
Pasien kembali di bawa ke RSJD AHM pada tahun 2011 dengan gejala yang sama,
sering bicara melantur, sulit tidur, bicara sendiri dan sering merasa curiga. Selain itu,
emosi pasien labil dan bisa berteriak-teriak sendiri. Saat itu pasien putus obat dan
memiliki masalah dengan pacarnya namun tidak menceritakan lebih lanjut kepada
keluarganya.
Episode 4
Pasien kembali di bawa ke RSJD AHM pada Januari tahun 2013 dengan gejala yang
sama, sering bicara melantur, sulit tidur, bicara sendiri, tidak mau makan dan sering
merasa curiga. Selain itu, emosi pasien labil dan bisa berteriak-teriak sendiri. Pasien
mengaku mendengar suara-suara bisikan dari telinganya. Saat itu pasien putus
selama 9 bulan, obat dan memiliki masalah di lingkungan pekerjaan namun tidak
menceritakan lebih lanjut kepada keluarganya.
Episode 5
Pasien kembali di bawa ke RSJD AHM pada bulan Januari tahun 2014 dengan gejala
yang sama sering bicara melantur, sulit tidur, bicara sendiri dan sering merasa curiga.

7
Selain itu, pasien sering cuci muka dan mandi berulang kali. Pasien tidak minum
obat dengan teratur. Saat itu pasien kembali memiliki masalah di lingkungan
pekerjaan namun tidak menceritakan lebih lanjut kepada keluarganya.
Episode 6
Pasien kembali di bawa ke RSJD AHM pada akhir bulan Januari tahun 2014 karena
melukai dirinya sendiri. Keluarga melihat pasien sering curiga, merasa dirinya tidak
sendiri, dan takut ada seseorang yang akan membuat ia keluar dari agama Islam.
Episode 7
Pasien kembali di bawa ke RSJD AHM pada bulan Desember tahun 2014 dengan
gejala sering murung, melamun dan kadang keluyuran tanpa ada tujuan. Pasien
memiliki emosi yang labil, berbicara dengan nada yang ketus. Pasien tidak minum
obat dengan teratur. Saat itu pasien kembali memiliki masalah dengan pacarnya
karena hubungan mereka tidak direstui oleh keluarga pihak lelaki lalu pacarnya
menikah dengan orang lain 2 bulan sebelum pasien MRS..
Episode 8
Sebelum dibawa ke RSJD pada bulan Januari tahun 2015. Pasien sering keluyuran
keluar rumah dan pernah tidak pulang selama 2 malam. Interaksi dengan keluarga
berkurang, dan sering bicara melantur. Nafsu makan pasien terlihat menurun. Pasien
juga susah tidur saat malam, tampak gelisah dan sering mondar-mandir tanpa alasan.
Putus berobat sejak 2 minggu sebelum MRS. Riwayat penyalahgunaan NAPZA (-),
alkohol (-), rokok (-). Pasien tidak pernah mengamuk, tidak pernah melukai orang
lain, pernah melukai diri sendiri namun saat ini tidak lagi, serta tidak pernah
mengancam baik dengan omongan atau senjata tajam.

8
(Sumber dari perawat ruang UPIP)
Sejak MRS pada tanggal 16 Januari 2015, pasien sering teriak-teriak, gelisah
dan mulai tertawa sendiri. Pasien sering bermain air dan tidak memakai baju.
Pasien sering kali dapat melepaskan pakaiannya meskipun pasien dalam keadaan
terikat di ranjang.Pasien juga sering tertawa-tawa sendiri dan bertermelakukan hal
tersebut tanpa alasan yang jelas.Awalnya pasien di rawat di ruang Punai lalu di
pindah ke ruang UPIP karena suka bermain air dan sering telanjang. Ibu pasien
pernah dirawat di RSJD AHM pada tahun 2012 dengan keadaan sering bicara
melantur, sulit tidur, disertai waham dan halusinasi. Ibu dan ayah pasien telah
bercerai sejak pasien kecil.Baru saja ibu pasien meninggal pada bulan Februari
2015 dan pasien tampak dapat menerima keadaan tersebut karena tidak mau
ibunya sakit terus-menerus. Pasien merupakan pasien ulangan yang sudah keluar
masuk perawatan di RSJD AHM sebanyak 7 kali sebelum ini. Awalnya pasien
merupakan pribadi yang pendiam dan tidak banyak bicara, berbeda dengan
sekarang.

D. Autoanamnesis
Tanggal 2 Maret 2015
T : selamat pagi, saya dokter muda azizah yang akan memeriksa mbak. Permisi ya,
mbak namanya siapa ?
J : Muna, Nailil Muna
T : ada keluhan tidak mbak Naili ?
J : tidak ada keluhan apa-apa kak, hehe
T :mbak tahu kenapa dibawa kesini (ruang UPIP)?
J : soalnya suka main air sama suka ga pakai baju (pasien tertawa)
T : kenapa Naili ketawa dan suka ga pakai baju?
J : ga tau juga kak kenapa, hehe
T : ada yang lucu kah? Atau ada yang bisikin buat buka baju nya?
J : ga ada kak. Kak, Naili mau mandi ka.Lepasin ikatannya.
T :Tunggu sebentar ya, nanti kaka perawatnya yang bukain. Naili suka teriak-teriak,
kenapa?
J : ga ka, saya ga pernah teriak, naili anak baik ka.
T : Naili masih ingat nama kaka?
J : Ingat, kaka azizah. (memori segera baik)
T : Naili tinggal dimana?
J : Di karang asam ka. (memori kini baik)
T : Sekarang ini pagi, siang atau malam ya?
J : Pagi, agak siang sudah ka. (orientasi waktu baik)
T : Naili tau ini dimana ?

9
J : Tau, ini di rumah sakit jiwa daerah Atma Husada Mahakam ka. hehe (orientasi
tempat baik)
T : Kenapa Naili di bawa ke sini? Naili sudah pernah ke sini sebelumnya?
J : Sebelumnya sudah pernah kesini, Naili itu sakit HDR (Harga Diri Rendah), jadi
kesini biar sembuh ka.
T : Naili tau dari mana sakit HDR?
J : Dari dokter nya ka, jadi Naili itu kalau ketemu orang lari, ga mau kenalan.
Sekarang sudah mau kenalan ke orang-orang. Naili rajin ka minum obat biar
cepat sembuh. (insight baik)
Nanti Naili kalau sudah keluar mau kerja di fotokopi dekat rumah, jadi dekat
biar siang bisa pulang dan masak di rumah ka. hehe (logore dan flight of
ideas)
T : Oke, janji ya. Naili sudah makan?
J : Sudah ka, tapi ga habis. Soalnya Naili alergi ikan tongkol.
T : Naili mandi tadi ? apa dibantu ?
J : sudah, tidak dibantu, Naili bisa saja sendiri ka (ADL mandiri)
T : Naili pendidikan terakhirnya apa ?
J :Sampe SMA ka, setelah itu tidak sekolah lagi, Naili pernah ka ikut lomba
menghafal Al Quran. Naili bacain ya (melantunkan ayat-ayat Al-Quran)
(intelegensi cukup)
T: Ooh iya, hebat.
J : Ka, ibu Naili kemarin meninggal ka, trus Naili di jemput sama ayah hari kamis
kemarin terus Naili balik kesini lagi ka.
T : Naili sedih?
J: Tidak ka, soalnya kasihan ibu kalau sakit terus. (wajah tidak menunjukkan
kesedihan).
Ka, Naili ini bidadari loh, turun dari kahyangan.
T: Iya, tapi bidadari ga ada yang telanjang Naili.
J: Iya ka, Naili ga telanjang lagi, Naili tobat ka.
T : Naili lahir tahun berapa? Sekarang umurnya berapa?
J : Desember tahun 1991 ka, sekarang Naili umur 23 tahun. (memori dahulu baik)
Kaka tau ga, Nabi Daud masih hidup loh ka.Sekarang kerja di bengkel. Nanti
deh aku kenalin ya.
T : Tapi Naili, Nabi Daud sudah meninggal.
J : ga ka, masih hidup. Nanti kalo aku keluar kita ke sana ya, aku kenalin. (ada
waham)
T : Oke Naili. Ada pernah dengar bisikan-bisikan padahal ga ada orangnya atau
bisikan dari dalam tubuh Naili?
J : Ga pernah ka (halusinasi auditori (-))
T : Kalau lihat sesuatu yang ga di lihat orang lain? Bayangan-bayangan?
J : Naili juga ga pernah lihat bayangan-bayangan gitu hehe (halusinasi visual (-))
T : Oke Naili istirahat ya. Nanti kita ngobrol lagi.

10
Tanggal 7 Maret 2015
T : Naili, boleh ngobrol sebentar?
J : Iya boleh ka, ayo kita duduk-duduk di luar.
T : Naili masih ingat kaka?
J : Iya, kaka azizah kan hehe
T : Betul, Naili sudah makan?
J : Sudah ka. Ka, aku mau merajut, bikin syal sama tas, dari benang. Aku suka
warna hijau. Aku sudah beli benangnya, kaka suka warna apa? (logore dan
flight of ideas)
T : Kaka suka warna ungu.
J : Nanti Naili belikan, kaka nti aku buatin syal ya.
T : Iya makasih Naili. Ada dengar bisikan-bisikan kah?
J : Ga ada ka, lihat bayangan juga ga ada. (halusinasi (-))
T : Ini yang ku pegang apa naili? (perlihatkan pulpen)
J : Pulpen ka, bagus ya pulpennya. (ilusi (-))
T : Ada ngerasa berubah ga dari diri Naili selama sakit?
J : Ga ada ka, aku suka semua yang ada di diriku. (depersonalisasi (-))
T : Lingkungan sekitar Naili ada terasa berubah?
J : Ga ada juga ka, biasa aja, disini teman-teman baik semua (derealisasi (-))
T : Kaka mau nanya ya, kalo ada orang beli susu 3 buah, satu harganya 3.500,
uangnya 20.000, nanti angsulnya berapa?
J : Angsulnya 8.500. Naili bagus aja kalau matematika ka. (kemampuan berhitung
normal)
T : Naili kalau di rumah tinggal dengan siapa?
J : Naili berdua dengan Bapak. Naili yang masak, cuci bajunya, bersihkan rumah.
hehe Jadi di sini Naili sering bosan karena ga ngapa-ngapain. (orientasi orang
baik)
T : Betul Naili. Sekarang coba Naili eja kata DUNIA hurufnya satu per satu dari
belakang.
J : Em, kalau di balik berarti A.I.N.U.D. hehe (atensi baik)
T : Kalau jeruk sama bola bedanya apa?
J : Jeruk itu buah, bola itu mainan, tapi sama-sama bulat. (berpikir abstrak baik)
T : Oke. Naili pernah mimpi ga waktu tidur? Mimpinya tentang apa aja? Ada yang
seram ga?
J : Jarang mimpi ka, ga terlalu ingat kalau sudah bangun. Tapi ga pernah yang
seram ka mimpinya. (mimpi baik)
T : Naili kalau sudah sembuh, besar nanti mau jadi apa?
J : Naili mau nikah kalau sudah sembuh, trus ngajar ka. Banyak murid Naili ka di
rumah. Naili ajarin ngaji. (fantasi normal)
T : Dulu katanya pernah mau bunuh diri?
J : Iyaa itu dulu ka, setelah putus dari pacarku. Naili jadi pendiam, ga mau
ngomong, daripada bikin orang lain sakit, mending Naili mati aja.

11
T : Ga boleh begitu Naili, waktu itu Naili ngapain?
J : Mau iris tangan ini ka, tapi ga jadi kok, Naili sudah sadar, tidak seperti itu lagi.
(ide bunuh diri (+))
T : Baiklah kalau begitu, Naili sekarang istirahat dulu ya, terimakasih.

E. Pemeriksaan Laboratorium:
Leukosit : 6.500 Ur : 25
Hb : 13,2 Cr : 0,58
Trombosit : 318000 SGOT : 23
Hct : 43,0 SGPT : 35
GDS : 120

12
IV. RINGKASAN PENEMUAN
1. Pemeriksaan fisik dalam batas normal
2. Pemeriksaan psikis
a. Roma-n muka : Normal
b. Kontak : verbal (+) , visual (+)
c. Orientasi : baik
d. Perhatian : baik
e. Persepsi : halusinasi visual (-), auditorik (-), ilusi (-)
f. Ingatan : baik
g. Intelegensi : kesan cukup
h. Pikiran : arus cepat, flight of ideas, waham (+)
i. Wawasan penyakit: kesan cukup
j. Emosi : stabil, afek tidak sesuai
k. Kematangan jiwa: kesan cukup
l. Tingkah laku/bicara: banyak bicara
m. Kemauan : ADL mandiri
V. DIAGNOSIS
Aksis I : Skizofrenia Tak Terinci
Aksis II : Tidak ada diagnosis pada aksis ini
Aksis III : Tidak ada diagnosis pada aksis ini
Aksis IV : Putus obat dan masalah asmara
Aksis V : GAF 70-61
VI. Prognosis
Dubia ad bonam. Tergantung dari dukungan keluarga dan kepatuhan
terhadap terapi yang dijalani baik farmakologis maupun rehabilitasi.

VII. FORMULASI PSIKODINAMIK


Seorang wanita usia 23 tahun, beragama Islam, statusbelum menikah, pendidikan
lulus SMA, tidak bekerjaselama 2 bulan terakhir, tinggal di Jl. Kahoi B7 No. 75
Samarinda. Pasien MRS pada tanggal 16 Januari 2015.
Pada autoanamnesis terlihat pasien sering tertawa-tawa sendiri, teriak-teriak, banyak
bicara dan menelanjangi dirinya tanpa alasan. Pasien sudah dirawat inap 7 kali
sebelumnya dan pasien tahu alasan kenapa dibawa ke RSJD.Pada heteroanamnesis,
diketahui bahwapasien sering keluyuran keluar rumah, interaksi dengan keluarga
berkurang, sering bicara melantur, penurunan nafsu makan, susah tidur saat malam,
tampak gelisah, emosinya labil dan sering mondar-mandir tanpa alasan.
Pada pemeriksaan psikiatri, didapatkan penampilan rapi, banyak bicara, kooperatif,
kontak verbal dan visual yang baik, emosi labil, afek tidak sesuai, orientasi, atensi,
dan memoribaik, proses pikir koheren dan terdapat flight of ideas, terdapat waham,
halusinasi auditorik, visual& ilusi , intelegensia baik, ADL diarahkan,
psikomotor normal.
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya kelainan pada pasien.

VIII. Penatalaksanaan
1 Psikofarmakologis
Risperidone 2 mg tab 2 dd I
Clozapine 25 mg tab 0-0-I
THD 2 mg tab 2 dd I
2 Psikoterapi
Terapi perilaku
Terapi berorintasi-keluarga
Terapi kelompok
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A DEFINISI SKIZOFRENIA
Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu skizo; yang artinya retak atau
pecah (split), dan frenia; yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang
menderita skizofrenia adalah seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau
keretakan kepribadian. Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindroma dengan
variasi penyebab (banyak yang belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak
selalu bersifat kronis atau "deteriorating") yang luas, serta sejumlah akibat yang
tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.

IX. ETIOLOGI
Genetik : Dapat dipastikan bawa ada faktor genetik yang turut menentukan
timbulnya skizofrenia. Tetapi pengaruh genetik tidak sederhana seperti hukum
mendel. Diperkirakan bahwa yang diturunkan adalah potensi untuk
mendapatkan skizofrenia (bukan penyakit itu sendiri) melalu gen yang resesif.
Potensi ini mungkin kuat, mungkin tidak, selanjutnya tergantung pada
lingkungan individu itu sendiri.
Neurokimia : Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh
overaktivitas pada jaras dopamine mesolimbik. Hal ini didukung oleh temuan
bahwa amfetamin, yang kerjanya meningkatkan pelepasan dopamine dapat
menginduksi psikosis yang mirip skizofrenia dan obat antipsikosis tipikal
bekerja dengan memblok reseptor dopamine, terutama reseptor D2. Keterlibatan
neurotransmitter lain seperti serotonin, noradrenalin, GABA dan glutamate serta
neuropeptida lain masih terus diteliti para ahli.
Hipotesis perkembangan saraf : Studi autopsi dan pencitraan otak
memperlihatkan abnormalitas struktur dan morfologi otak penderita skizofrenia
antara lain berat otak yang rata-rata lebih kecil daripada otak normal dan ukuran
anteroposterior yang lebih pendek, pembesaran ventrikel otak yang non spesifik,
gangguan metabolism di daerah frontal dan temporal, kelainan susunan seluler
pada struktur saraf di beberapa daerah kortex dan sub kortex tanpa adanya
gliosis yang menandakan kelainan tersebut terjadi pada saat perkembangan.
Hipotesis perkembangan saraf menyatakan bahwa perubahan patologis ini
terjadi pada awal kehidupan, mungkin akibat pengaruh genetik kemudian
dimodifikasi oleh faktor maturasi dan lingkungan.

X. GEJALA
Gejala skizofrenia terbagi atas:
Gejala Positif Gejala Negatif
Waham Afek tumpul
Kekacauan proses piker Penarikan emosional
Halusinasi Kemiskinan rapport
Gaduh gelisah Penarikan diri dari hubungan sosial
secara pasif/apatis
Kecurigaan Kesulitan dalam pemikiran abstrak
Permusuhan Kurangnya spontanitas dan arus
percakapan

Sedangkan Stahl membagi gejala skizofrenia atas 5 dimensi:


1. Gejala positif
2. Gejala negatif
3. Gejala kognitif
4. Gejala agresif
5. Gejala Ansietas/depresi

XI. PENEGAKAN DIAGNOSIS


Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi ketiga
(PPDGJ III):
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
(a) - Thought echo : isi pikiran diri sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya
(tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya
berbeda; atau
- Thought insertion or withdrawal : isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya
(withdrawal); dan
- Thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya.
(b) - Delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar; atau
- Delusion of influence : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar; atau
- Delusion of passivity : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap
sesuatu kekuatan dari luar.
- Delusional perception : pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat
khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
(c) Halusinasi auditorik:
- suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau
- mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang
berbicara).
- jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagi tubuh
(d) Waham - waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik
tertentu, atau kekuatan dam kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu
mengendalikan cuaca, atau komunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
(e) halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang
jelas, ataupun disertai ide-ide berlebihan (over- valued ideas) yang menetap, atau
apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus
berulang.
(f) Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan (interpolation), yang
berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
(g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu
(posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
(h) Gejala-gejala "negatif", seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan
diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua
hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih.
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek kehidupan perilaku pribadi (personal behaviour),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu,
sikap larut dalam diri sendir (self absorbed atitude), dan penarikan diri secara sosial.----

Kriteria diagnosis skizofrenia dalam PPDGJ III diberi kode F 20.0 F 20.8. Berikut
penggolongan skizofrenia berdasarkan PPDGJ III :
F 20.0 Skizofrenia paranoid
F 20.1 Skizofrenia hebefrenik
F 20.2 Skizofrenia katatonik
F 20.3 Skizofrenia tak terinci
F 20.4 Depresi pasca skizofrenia
F 20.5 Skizofrenia residual
F 20.6 Skizofrenia simpleks
F 20.7 Skizofrenia lainnya
F 20.8 Skizofrenia yang tak tergolongkan
Pembagian subtipe skizofrenia:
1. Tipe katatonik
Yang menonjol simtom katatonik antara lain, pasien tidak berespon terhadap lingkungan
atau orang, pasien kaku atau pasien mempertahankan posisi yang tidak biasa.
2. Tipe disorganized/hebefrenik
Afek tumpul, sering inkoheren, waham tak sistematis, perilaku disorganisasi seperti
menyeringai dan menerisme.
3. Tipe paranoid
Waham dan halusinasi menonjol sedang afek dan pembicaraan hamper tidak
terpengaruh. Gejala yang sering muncul : waham kejar, waham dikendalikan, waham
dipengaruhi dan waham cemburu, serta halusinasi akustik berupa ancaman, perintah
atau menghina.
4. Tipe tak terinci (undifferentiated)
Adanya gambaran simptom fase aktif, tetapi tidak sesuai dengan kriteria untuk
skizofrenia katatonik, disorganized, atau paranoid. Atau semua kriteria untuk
skizofrenia katatonik, disorganized, dan paranoid terpenuhi.
1. Tipe residual
Merupakan kelanjutan dari skizofrenia, akan tetapi simtom fase aktiftidak lagi dijumpai.
Gejala-gejala residual antara lain, penarikan diri, afek datar atau tak sesuai dan asosiasi
longgar.
2. Tipe simpleks
Progresi dari gejala negative yang khas dari skizofrenia residual tanpa adanya riwayat
halusinasi, waham atau manifestasi lain tentang adanya suatu episode psikotik
sebelumnya, dan disertai dengan perubahan perilaku yang bermanifestasi sebagai
kehilangan minat yang mencolok, kemalasan dan penarikan diri secara sosial.

XII. PENATALAKSANAAN
Terapi Somatik (Medikamentosa)
----Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik.
Antipsikotikbekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola pikir yang terjadi
pada Skizofrenia.Antipsikotik pertamadiperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan
terapi obat-obatan pertama yang efektif untukmengobati Skizofrenia. Terdapat 3
kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaituantipsikotik konvensional, newer
atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).
Antipsikotik Konvensional
----Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik
konvensional.Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan
efek samping yangserius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :
1. Haldol (haloperidol) 5. Stelazine ( trifluoperazine)
2. Mellaril (thioridazine) 6. Thorazine ( chlorpromazine)
3. Navane (thiothixene) 7. Trilafon (perphenazine)
4. Prolixin (fluphenazine)
----Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik
konvensional,banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical
antipsycotic.Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotik konvensional). Pertama,
pada pasien yangsudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan
antipsikotik konvensionaltanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli
merekomendasikan untuk meneruskanpemakaian antipsikotik konvensional. Kedua,
bila pasien mengalami kesulitan minum pil secarareguler. Prolixin dan Haldol dapat
diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting)dengan interval 2-4 minggu
(disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation, obatdapat disimpan
terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistemdepot
formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsycotic.
Newer Atypcal Antipsycotic
----Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya
berbda, sertasedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik
konvensional.Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
Risperdal (risperidone)
Seroquel (quetiapine)
Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-
pasiendenganSkizofrenia.
Clozaril
----Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang
pertama.Clozaril dapat membantu 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil)
dengan antipsikotikkonvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping
yang jarang tapi sangat serius (1%), yaitu menurunkan jumlah sel darah putih yang
berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus
memeriksakan kadar sel darah putihnya reguler. Penggunaan Clozaril digunakan bila
min 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.
Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
----Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial
untukmeningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan
praktis, dankomunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian
atau hadiah yangdapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan
pas jalan di rumah sakit.Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau
menyimpang seperti berbicara lantang,berbicara sendirian di masyarakat, dan postur
tubuh aneh dapat diturunkan.
b. Terapi berorintasi-keluarga
----Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam
keadaan remisi parsial, keluarga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali
mendapatkan manfaat dariterapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari).
Setelah periode pemulangan segera,topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga
adalah proses pemulihan, khususnya lamadan kecepatannya. Seringkali, anggota
keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanaksaudaranya yang terkena skizofrenia
untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencanayang terlalu optimistik tersebut
berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofreniadan daripenyangkalan tentang
keparahan penyakitnya.
----Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi
terlalumengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga
adalah efektifdalam menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan
angka relaps adalahdramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50
% dan 5 - 10 % denganterapi keluarga.
c. Terapi kelompok
----Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah,
danhubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku,
terorientasisecara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif
dalam menurunkanisolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes
realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif,
bukannya dalam cara interpretatif,tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.
d. Psikoterapi individual
----Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam pengobatan
skizofreniatelah memberikan data bahwa terapi alah membantu dan menambah efek
terapi farmakologis.Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia
adalah perkembangan suatuhubungan terapetik yang dialami pasien sebagai aman.
Pengalaman tersebut dipengaruhi olehdapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional
antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahliterapi seperti yang diinterpretasikan
oleh pasien.
----Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam
pengobatanpasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan;
pasien skizofreniaseringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan
dan kemungkinan sikapcuriga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang
mendekati. Pengamatan yang cermatdari jauh dan rahasia, perintah sederhana,
kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap
kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan
namapertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang
berlebihan adalahtidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan,
manipulasi, atau eksploitasi.
e. Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
----Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik,
menstabilkanmedikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh,
prilaku yang sangatkacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
----Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif
antarapasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang
dilakukan padaperawatan rumahsakit harus direncanakan. Dokter harus juga
mengajarkan pasien dan pengasuhserta keluarga pasien tentang skizofrenia.
----Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka
menyusunaktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari
keparahan penyakitpasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana
pengobatan di rumah sakitharus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan,
perawatan diri, kualitas hidup,pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit
harus diarahkan untuk mengikat
pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan
kunjungankeluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.
BAB 3
PEMBAHASAN

Pada kasus ini akan dibahas mengenai hal-hal yang ingin didiskusikan sehingga
masalah-masalah yang ada pada pasien dapat dikaji secara mendalam untuk
memberikan terapi yang maksimal bagi pasien. Hal-hal tersebut meliputi diagnosis
multiaksial, maupun penatalaksanaan pada pasien ini.
A Diagnosis Multiaksial
Aksis I
Kriteria Diagnostik untuk Skizofrenia Tidak Terinci menurut PPDGJ III
Teori Fakta
Memenuhi kriteria umum diagnosis Sesuai
skizofrenia.
Tidak memenuhi kriteria untuk Pasien memenuhi kriteria Skizofrenia
diagnosis skizofrenia paranoid, Hebefrenik.
hebefrenik atau katatonik

Kriteria Diagnostik untuk Skizofrenia Hebefrenik menurut PPDGJ III


Teori Fakta
Memenuhi kriteria umum diagnosis Sesuai
skizofrenia.
Diagnosis hebefrenia untuk pertama Saat ini usia pasien 23 tahun.
kali hanya ditegakkan pada usia remaja
atau dewasa muda (onset biasanya 15-
25 tahun)

Kepribadian premorbid menunjukkan Pasien merupakan pribadi yang


ciri khas: pemali dan senang pendiam, dan sulit menyesuaikan diri,
menyendiri (solitary), namun tidak sehingga ketika menjalani situasi baru
harus demikian untuk menentukan atau mengalami masalah pasien
diagnosisnya. cenderung menghindar, menarik diri
dan stres. Namun pergaulan dengn
teman sebaya masih cukup baik.
Untuk diagnosis hebefrenia yang Pasien sering tertawa, membuka
meyakinkan umumnya diperlukan baju, main air tanpa alasan yang
pengamatan kontinu selama 2 atau 3 jelas.
bulan lamanya, untuk memastikan Proses pikir flight of ideas, afek

bahwa gambaran yang khas berikut ini tidak sesuai dengan emosi.
Terdapat waham namun tidak
memang benar bertahan:
menonjol
Perilaku yang tidak bertanggung Pasien sering cekikikan selama
jawab dan tak dapat diramalkan, proses wawancara
serta mannerism, ada
kecenderungan untuk selalu
menyendiri (solitary) dan perilaku
menunjukkan hampa tujuan dan
hampa perasaan.
Afek dangkal (shallow) dan tidak
wajar (inappropriate), sering
disertai cekikikan (giggling) atau
perasaan puas diri (self satisfied),
senyum sendiri (self absorbed
smiling) atau oleh sikap tinggi hati
(lofty manner), tertawa menyeringai
(grimaces), mannerism, mengibuli
secara bersenda gurau (pranks),
keluhan hipokondrial dan ungkapan
kata yang diulang-ulang (reiterated
phrases)
Gangguan afektif dan dorongan
kehendak, serta gangguan proses
pikir umumnya menonjol.
Halusinasi dan waham mungkin ada
tetapi biasanya tidak menonjol.
Dorongan kehendak dan yang
bertujuan hilang serta sasaran
ditinggalkan, sehingga perilaku
menunjukkan ciri khas yaitu
perilaku tanpa tujuan dan tanpa
maksud. Adanya suatu preokupasi
yang dangkal dan bersifat dibuat-
buat terhadap agama, filsafat dan
tema abstrak lainnya, makin
mempersukar orang memahami
jalan pikiran pasien.

Untuk Aksis I, pasien didiagnosis dengan Skizofrenia Tidak Terinci, namun


sebenarnya pasien memenuhi kriteria diagnostik untuk Skizofrenia Hebefrenik menurut
DSM-IV TR.

Aksis II
Untuk aksis II, berdasarkan anamnesa didapatkan kepribadian premorbid pasien
merupakan pribadi yang pemalu dan cenderung tertutup, namun masih dalam batas
normal, dan tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk berbagai gangguan kepribadian
menurut DSM IV, sehingga disimpulkan tidak ada diagnosis pada aksis ini.

Aksis III
Untuk aksis III, berdasarkan anamnesa tidak didapatkan adanya kelainan medis
pada pasien, sehingga disimpulkan tidak ada diagnosis pada aksis ini.
Aksis IV
Pada axis ini membahas tentang stressor yang dapat terjadi sebelum gejala
muncul. Diketahui pasien memiliki masalah dengan hubungan asmara dan terdapat
riwayat putus obat 2 minggu sebelum pasien MRS.

Aksis V
GAF 70-61 beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi,
secara umum masih baik.
A Penatalaksanaan dan Prognosis
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini adalah dengan
psikofarmakologi, yang menggunakan 3 macam obat : Risperidone, Clozapine,
serta THD. Kedua nama yang disebutkan pertama, risperidone dan clozapine
adalah dari golongan antipsikotik atipikal, sedangkan trihexyphenidyl merupakan
jenis obat-obatan anti-parkinsonism.
Menurut teori, rasionalitas pemberian medikamentosa pada pasien-pasien
dengan diagnosis skizofrenia adalah secara umum, penggunaan lebih dari satu
jenis obat antipsikotik sangat jarang diindikasikan (Sadock & Sadock, 2010). Pada
kasus ini sendiri, terdapat dua jenis obat antipsikotik atipikal, yaitu risperidone
dan clozapine yang masing-masing diberikan sebanyak 2x sehari untuk
risperidone, dan clozapine diberikan 1x sehari saat malam hari. Kemungkinan
alasan pemberian clozapine pada kasus ini sendiri adalah untuk memanfaatkan
efek samping sedasi yang kuat pada obat ini untuk membuat pasien yang gelisah
ini dapat tidur di malam hari. Namun, bila dikembalikan ke teori, sesungguhnya
pemberian obat ini adalah kurang rasional, mengingat polifarmasi pada
pengobatan skizofrenia sebaiknya sebisa mungkin dihindari.
Satu hal lagi yang bisa direfleksikan pada kasus ini adalah pemberian obat
antiparkinsonism ; trihexyphenidyl. Menurut teori, pemberian obat
antiparkinsonism diindikasikan apabila terdapat tanda-tanda efek samping
ekstrapiramidal pada pasien dengan pengobatan antipsikotik, terutama pada
penggunaan antipsikotik yang memiliki kemungkinan efek samping
ekstrapiramidal yang kuat seperti haloperidol. Namun, pada kasus ini, obat
antipsikotik yang diberikan adalah risperidone dan clozapine, yang keduanya
memiliki kemungkinan yang sangat lemah untuk munculnya efek samping
ekstrapiramidal. Bahkan, clozapine sendiri menurut referensi sama sekali tidak
mempunyai efek samping ekstrapiramidal (Maslim, 2007). Selain itu, menurut
referensi juga tidak dianjurkan pemberian obat antiparkinsonism sebagai
profilaksis, oleh karena dapat mempengaruhi absorbsi obat antipsikotik sehingga
kadar plasmanya rendah dan dapat menghalangi manifestasi gejala psikopatologis
yang dibutuhkan untuk penyesuaian dosis obat antipsikotik agar tercapai dosis
efektif (Maslim, 2007).
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, Sadock. 2010. Sinopsis Psikiatri. Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis


Edisi 10. Alih bahasa: Widjaja Kusuma. Jawa Barat: Binarupa Aksara
2. Departemen Kesehatan RI. 1993. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ). Edisi ke III. Jakarta
3. Maslim, R.Buku Saku Diagnosis Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa Unika Atmajaya: Jakarta. 2003
4. Maslim, R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik edisi 0ketiga.
Bagian ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.2007
5. Elvira, Sylvia D & Gitayanti Hadisukanto. 2010. Buku AjarPsikiatri. Jakarta:
Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai